Anda di halaman 1dari 13

Makalah Oral Medicine

Komplikasi Sistemik dan Oral Pasca Penatalaksanaan Lesi Precancer,


Tumor Jinak, dan Tumor Ganas

Kelompok 4
Aisyah Rahmania

04121004034

Ahdiat Sukmawan

04121004030

Fadilla Ash-Shiddieqi NS

04121004032

Afif R. Thabrani

04121004044

Yelli Sidabutar

04101004023

Dosen Pembimbing
drg. Siti Rusdiana Puspa Dewi, M.Kes
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2015

Komplikasi Sistemik dan Oral Pasca Penatalaksanaan Lesi Precancer,Tumor


Jinak, Tumor Ganas

Manajemen pasca penatalaksanaan dalam bidang penyakit mulut


mengenai lesi precancer, tumor jinak, tumor ganas perlu dilakukan dengan
prosedur yang benar dan asepsis yang terjaga. Namun terdapat komplikasi oral
dan sistemik pasca penatalaksanaannya. Hal ini perlu diketahui untuk mewaspadai
dan tindakan yang akan diambil jika terjadi komplikasi.
A. Komplikasi Oral:
1. Mukositis
Mukositis adalah inflamasi dan ulseratif pada mukosa orofaringeal
yang diinduksi oleh kemoterapi dan/atau radioterapi yang dapat meningkatkan
risiko infeksi bahkan kegagalan perawatan. Mukositis sering disebabkan oleh
penggunaan kemoterapi Mukositis memiliki lapisan mukosa tipis sehingga
tampak berwarna merah, mudah terkelupas, terdapat ulser yang dilapisi oleh suatu
gumpalan fibrin putih kekuning-kuningan, nyeri sehingga mengalami gangguan
pembicaraan, makan, minum, bahkan membuka mulut. Perawatan mukositis
adalah analgesik, instruksi kebersihan rongga mulut, obat kumur yang
klorheksidin glukonat

2. Xerostomia

Gejala berupa mulut kering akibat produksi kelenjar ludah yang berkurang.
Hal ini terajadi karena gangguan sel asinar akibat radiasi. Sehingga terjadi
perubahan komposisi faal elektrolit ludah. Manifestasi klinis dari xerostomia
adalah keluhan mulut terasa terbakar, sulit menelan, pengecapan dan proses
bica terganggu. Sehingga diperlukan hidrasi, obat kumur (klorheksidin),
menghilangkan kebiasaan buruk seperti merokok.

3. Moniliasis / Kandidiasis
Kandidisasis adalah infeksi spesies Candida

jamur dalam rongga mulut.

Paling sering Candida albicans. Hal ini terjadi akibat pentalaksanaan bedah
yang tidak steril serta pengaruh radiasi dan kemoterapi. Kandidiasis memiliki
varian klinis. Kandidiasis pseudomembranosa memiliki ciri khas yaitu bercak
putih seperti krim, sedikit menonjol, dapat diseset.

Kandidiasis nodular

memiliki ciri khas yaitu plak putih yang keras dan menonjol. Kandidiasis
mukokutan adalah sindrom klinik yang heterogen dan jarang terjadi, memiliki
cirri khas berupa lesi kronis dikulit, kuku, dan mukosa, dan biasanya
berhubungan dengan ganggaun imunologis. Gambaran klinis lesi oral tampak
plak putih, multiple, tidak dapat diseset. Perawatan kandidiasis

adalah

antijamur topical (nystatin, derivate azole, amphotericin B). Azole sistemik


(ketokonazole, flukonazole, itrakonazole).

4. Gingivitis
Gingivitis yaitu peradangan gingival disebabkan oleh infeksi mikroorganisme
dan gangguan mekanis seperti tidak fit nya protesa pada gigi. Hal ini terjadi
akibat pentalaksanaan bedah yang tidak steril. Manifestasi klinis dari
gingivitis adalah gingiva berwarna merah, stippling hilang, konsistensi
menjadi

fibrotik,

ukuran

membesar,

terdapat

tendensi

pendarahan.

Penatalaksanaan gingivitis adalah scalling, instruksi kebersihan rongga mulut.

5. ANUG (Acute Necrotizing Ulcerative Gingivitis)


ANUG adalah penyakit infeksi spesifik dan langka yang terjadi pada gingival,
dan menyerang orang berusia muda. Penyakit ini sering disebabkan oleh
4

bakteri Fusobacterium nucleatum. Manifestasi klinis dari ANUG adalah


nekrosis yang nyeri pada papilla interdental dan tepi gingival, dan ulserasi
berbentuk kawah yang dilapisi pseudomembran berwarna kelabu, pendarahan
spontan, sakit. Penatalaksanaan ANUG yaitu dengan pemberian analgesik,
antiobiotik sistemik (Metronidazole sistemik) dan obat topical yang dapat
melepaskan oksigen merupakan terapi terbaik untuk fase akut, dilanjutkan
dengan perawatan mekanis pada gingiva.

6. Abses
Adalah suatu penimbunan pus/nanah didalam jaringan didalam tubuh. Abses
disebabkan oleh infeksi bakteri. Manifestasi klinis dari abses adalah
pembengkakan saat palpasi, nyeri tekan, kemerahan. Penatalaksanaan abses
yaitu pemberian Antibiotik (penisilin) dan aspirasi untuk mempercepat proses
penyembuhan.

7. Limpadenopati
Limpadenopati adalah pembengkakan pada kelenjar limfe. Kelenjar limfe
berfungsi sebagai penyaring cairan limfe yang beredar diseluruh tubuh. Cairan
limfe berfungsi sebagai pengangkut lemak dan sumber leukosit. Kelenjar
limfe berhubungan dengan timus, tonsil, adenoid, Peyer patch.

Manifestasi klinis limfadenopati yaitu kelenjar limfe teraba sebagai sebuah


benjolan yang dapat digerakkan. Benjolan tersebut bisa ditemukan di daerah
leher, belakang kepala, bawah ketiak, di pangkal paha. Limfadenopati akan
sembuh sendirinya dengan menghilangkan etiologi penyakit.
8. Karies radiasi
Demineralisasi gigi akibat radiasi, biasanya setelah mengabsorpsi dosis radiasi
5000 R. Demineralisasi gigi pada beberapa gigi bahkan seluruh region yang
terkena pancaran sinar radiasi.

9. Mukokel
Mukokel adalah fenomena atau lesi yang sering terjadi pada mukosa
mulut, berasal dari kelenjar saliva minor dan duktusnya. Hal ini disebabkan
trauma minor lokal dan rupture pada duktus atau obstruksi duktus akibat
sumbatan pada mukosa. Manifestasi klinis mukel adalah pembengkakan yang
tidak nyeri, berbentuk kubah, soliter, berwarna kebiruan, atau translusen,
disertai fluktuasi, ukurannya bervariasi dengan skala diameter millimeter
hingga centimeter. Maka dari itu diperlukan perawatan eksisi.

10. Rekurensi
Pada perawatan kuretase/nukleasi dimana pembuangan jaringan hanya
dilakukan pada jaringan yang terinfeksi sel tumor saja, sehingga bila tidak
dilakukan pembersihan dengan benar, maka tingkat rekurensi atau penyakit
muncul kembali akan semakin tinggi.
11. Perdarahan
Perdarahan ringan biasanya terjadi pada 12-24 jam pertama pasca
pembedahan. Jika terjadi perdarahan yang cukup banyak, yaitu lebih dari 1
katong (450mL) pada orang dewasa, maka harus segera dilakukan
penanganan untuk mengontrol pendarahan tersebut dengan menenangkan
pasien dan mengecek vital sign, serta dilakukan monitoring hingga
perdarahan berhenti.
12. Hematom
Terjadi perdarahan yang membeku dan membentuk massa yang padat.
Hematom terlihat sebagai pembengkakan rongga mulut/fasial atau keduanya
yang sering berwarna merah. Seiring dengan berjalannya waktu akan berubah
menjadi noda memar berwana biru dan hitam. Hal diatas dapat dicegah
dengan hemostasis yang memadai pada saat operasi, pemasangan drain atau
suction pasca bedah penggunaan pembalut tekanan fasial atau oral. Cara
mengatasinya adalah dengan memberikan penjelasan kepada pasien dan
menunggu proses penyembuhan yang memerlukan waktu beberapa hari.
Antibiotik juga diperlukan karena hematom dapat dengan mudah menjadi
sumber infeksi.

13. Rasa Sakit


Rasa sakit pasca pembedahan sangat mengganggu, sehingga diberikan
obat analgesik (pengontrol rasa sakit). Obat diberikan 8 jam pasca
pembedahan dengan dosis yang tepat.
14. Edema
Edema merupakan kelanjutan normal dari pasca pembedahan dan
merupakan reaksi normal dari jaringan pasca cedera. Edema adalah reaksi
individual, sehingga besar-kecilnya edema tergantung dari masing-masing
individu. Pengontrolan edema dapat dilakukan dengan termal (dingin), fisik
(penekanan), dan obat-obatan.
15. Cedera Jaringan Lunak
Cedera jaringan lunak yang paling umum adalah lecet (luka sobek)
dan luka bakar/abrasi. Lecet sering diakibatkan oleh retraksi berlebihan dari
flap yang kurang besar. Sobeknya mukosa sering terjadi pada tempat yang
tidak diinginkan yaitu pada tepi tulang, atau pada tempat penyambungan tepitepi flat. Hal ini dapat dihindari dengan retraksi yang lebih ringan dan
membuat flap yang lebih besar. Lecet juga dapat diakibatkan instrumen
seperti scalpel, elevator, dan instrumen putar. Hal tersebut dapat dihindari
dengan perhatian yang cermat dari opertor dan asistennya.
Luka bakar/abrasi bisa terjadi akibat tertekannya bibir yang telah
dianastesi oleh pegangan henpis lurus. Hal ini dapat dihindari dengan
perhatian

yang

cermat

dan

kerjasama

dari

opertator

da

asisten.

Penanggulangannya, yaitu dengan obat antibiotik atau steroid topikal/oles,


seperti bacitracia atau bethamethasone (valisone).
16. Cedera Syaraf
Neuropaksia; berkurangnya fungsi-fungsi serabut saraf perifer dalam
waktu singkat akibat penekanan, obat, atau rangsangan dingin yang
menyebabkan paralisis sementara pada serabut motorik atau sensorik.
Aksonotmesis; kerusakan cukup berat atau cedera regangan yang
menyebabkan putusnya kontinuitas akson tetapi jaringan ikat pendukungnya
tetap utuh.
8

Neurotmesis; suatu cedera yang parah, yaitu putusnya cabang syaraf.


Penatalaksanaanya, yaitu dirujuk setelah dideteksi adanya cedera pada
syaraf. Perawatan harus segara dilakukan bila telah terbukti bahwa ada syaraf
yang terpotong. Apabila sifat dan perluasan cedera tidak bisa ditentukan,
maka perawatan ditunda 3-6 bulan. Perawatannya terdiri dari dekompresi,
anastomosis, eksisi, atau graft/cangkok.
17. Fraktur
Frakur, yaitu patahnya gigi, restorasi, prosesus alveolaris, maksila,
atau mandibula akibat tekanan yang tidak terkontrol atau berlebihan pada saat
pembedahan. Hal diatas dapat dihindari dengan tekanan yang terkontrol dan
pemeriksaan radiografi sebelum dilakukan pembedahan. Perawatan yang
dapat dilakukan, yaitu rekontruksi, fiksasi, ataupun cangkok tulang.

B. Komplikasi Sistemik:
1. Sinkop
Kedaruratan ini paling sering terjadi pada pasien yang duduk di kursi
unit baik pada awal maupun akhir perawatan. Kolaps dapat terjadi tiba-tiba
dan dapat disertai atau tidak disertai dengan hilangnya kesadaran. Pada
sebagian besar kasus yang mendadak dan menimbulkan hipoksia serebral dan
umumnya akan pulih secara spontan. Pasien sering mengeluh pusing, lemas
dan nausea dengan kulit yang pucat, dingin serta mudah berkeringat. Sinkop
karena serangan bradikardia yang nyata sehingga adanya denyut nadi yang
lambat dan lemah dapat digunakan untuk membantu menentukan diagnose
banding.
Pertolongan pertama harus segera diberikan dan pasien jangan
ditinggalkan

sendirian.

Prioritas

pertama

adalah

memulihkan

dan

mempertahankan saluran udara serta mempertahankan respirasi dan sirkulasi.


9

Perawatan ABC adalah memulihkan saluran udara, pernapasan dan sirkulasi


dan kangan menunda waktu terlalu lama sebelum kita akhirnya menentukan
diagnose atau terapi obat.
Sebagian besar pasien yang dirawat dengan prinsip tersebut dapat
pulih kembali dengan cukup cepat tanpa sekuela lebih lanjut. Pasien harus
segera dibaringkan dengan posisi kepala lebih rendah dari tubuh yaitu dengan
menyesuaikan sandaran kursi unit 100 (posisi tredelenburg), karena posisi
pada derajat yang lebih besar akan mengganggu drainase venus serebral dan
mengurangi perfusi darah pada otak. Pasien jangan diberi minum sampai ia
sudah sadar kembali.
Bila dokter gigi mempunyai asisten yang dapat membantunya, pasien
dapat diangkat dari kursi unit dan dibaringkan telungkup di lantai. Ganjal
mulut, potongan-potongan gigi, bahan-bahan gigi dan alat harus dikeluarkan
dari rongga mulut dengan menggunakan jari dan darah harus diaspirasi
dengan suction. Bila ada indikasi yang menunjukkan pasien akan muntah,
pasien dimiringkan, terutama miring ke sisi kanan. Pasien wanita yang sedang
hamil tua jangan dibaringkan telungkup karena uterus gravis akan menekan
vena cava inferior dan menimbulkan "kompresi cava" atau sindrom
"hipotensi telungkup" yang dapat menimbulkan output kardiak dan
memperlambat pemulihan. Bila seorang pasien pingsan, harus dibaringkan
dalam posisi telungkup untuk mempertahankan saluran udaranya.
Pemulihan spontan biasa terjadi dalam waktu 15 menit dan sering kali
prosedur perawatan gigi dapat diselesaikan pada satu kunjungan bila
perawatan dilakukan dengan pasien dalam posisi berbaring. Bila perawatan
belum dimulai dan perawatan tidak terlalu penting, sebaiknya perawatan
ditunda dahulu sebelum kunjungan berikutnya. Pada kasus ini pasien harus
dibiarkan beristirahat selama sekurang-kurangnya 1 jam.
2. Interaksi obat
Banyak pasien yang tidak mengetahui nama atau sifat obat yang
diminumnya. Karena itulah, bila ada keraguan, dokter gigi sebaiknya
10

menghubungi dokter yang merawat pasien untuk memastikan detail obatobatan yang digunakan pasien tersebut, sebelum melakukan perawatan. Pada
saat bersamaan dokter gigi juga harus menentukan keparahan penyakit
sistemis yang diderita pasien dan hubungannya terhadap perawatan gigi yang
akan dilakukannya.
3. Hepatitis serum
Agen penyebab dari penyakit yang sangat serius ini adalah antigen
yang berhubungan dengan hepatitis B (GBsAg) yang juga disebut sebagai
"virus B' dari "antigen Australia". Pada praktek kedokteran gigi, resiko
penyebaran infeksi sangatlah besar terutama bila digunakan syringe dan
jarum yang kurang steril.
4. Reaksi sensitivitas
Reaksi ini mempunyai derajat yang bervariasi dari pembengkakan
oedematus local atau urtikaria pada daerah suntikan sampai reaksi anaphilatik
yang berbahaya dan parah yang terbukti fatal bila tidak cepat ditanggulangi.
Untunglah sebagian besar reaksi bersifat ringan dan sementara sehingga tidak
memerlukan perawatan dan bahkan sering tidak mendapat perhatian.
Reaksi toksis karena dosis berlebih dapat terlihat bila kadar lignokain
dalam plasm lebih besar daripada 5 ug/ml. konsentrasi sebesar ini dapat
dicapai bila dilakukan penyuntikan intravascular secara kurang tepat atau bila
dilakukan pendepositan sejumlah besar larutan anestesi local secara cepat.
Tanda pertama dari respon system saraf sentral biasanya berupa eksitasi
seperti pusing, gelisah, nausea atau sakit kepala ringan diikuti dengan tremor
dan denyut muscular terutama pada wajah, tangan dan kaki. Baru kemudian
terjadi konvulsi.
5. Dermatitis okupansional
Bila digunakan prokain sebagai larutan anestesi local tidak jarang
akan menemukan reaksi sensitivitas terhadap larutan ini berupa timbulnya
11

dermatitis "Novocain" yang ditandai dengan retak-retak yang sakit dan fisurfisur pada kulit yang terlihat sangatlah jelas di sekitar kuku dan di antara jari.
Kondisi ini resisten terhadap perawatan dan individu yang terserang
sebaiknya diminya untuk menggunakan sarung tangan karet selama bekerja
dalam usaha untuk menghindari kontak dengan prokain.
6. Gangguan kardio respirasi
Kemungkinan terjadinya gagal respirasi atau gagal jantung yang
disebabkan oleh penyuntikan larutan anestesi lokal umumnya bersifat
sementara. Walaupun demikian, setiap dokter gigi harus mampu menangani
kedaruratan yang terjadi karena sebab apapun. Perlu juga disadari bahwa
kedua kondisi ini saling berhubungan karena bila keduanya tidak terdeteksi
dan tidak dirawat, akan berkembang makin cepat. Karena itu, bila pasien
berhenti napas, dokter gigi harus memeriksa denyut carotid dan pupil mata.
Tidak adanya denyutan dan dilatasi pupil adalah tanda yang menunjukkan
adanya gagal jantung yang munkin disebabkan oleh gagal respirasi.
DAFTAR PUSTAKA
Gordon W. Pederson. Buku Ajar Praktis Bedah Mulut. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC. 1996 : 83-100.
Laskaris G. Atlas Saku Penyakit Mulut. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
2006.
Sonis ST, Sonis AL, Lieberman A. Oral Complications in patients receiving
treatment for malignancies other than of the head and neck. JADA.
1978;97:468-472.
Abeloff, Martin D., James O. Armitage, Allen S. Lichter, and John E.
Niederhuber. Cancer Management. Clinical Oncology. Philadelphia, PA:
Churchill Livingstone, Inc., 2000.
Mark H. Beers, MD, Robert Berkow, MD. Principles of Cancer Therapy: Surgery.
Whitehouse Station, NJ: Merck Research Laboratories, 1999.
12

Holmstrup P, Vetofte P, Reibel J, Stolteze K. Long-term treatment outcome of oral


premalignant lesions. Oral Oncology. 2006;42:461-74.

13

Anda mungkin juga menyukai