Anda di halaman 1dari 8

PENDAHULUAN

I.

LATAR BELAKANG
Gaya hidup masyarakat masa kini dituntut untuk cepat dengan kinerja yang
maksimal, sehingga dibutuhkan kerja yang efektif dan efisien. Tanpa disadari hal
tersebut dipengaruhi oleh perkembangan teknologi yang sangat cepat untuk
mendukung gaya hidup masyarakat. Dalam melakukan aktifitas masyarakat lebih
memilih yang hemat waktu, hemat tenaga, maka pemilihan suatu hal yang instan
merupakan pilihan yang tepat. Kehidupan yang sehat pun tidak menjadi pilihan
utama lagi, karena tidak cukup waktu untuk berolahraga, mengkonsumsi produk
makanan cepat saji, kurang istirahat, dan kondisi yang stress. Hal tersebut yang
mengakibatkan pada usia muda banyak yang telah mengalami gejala ataupun
telah terdiagnosa memiliki penyakit degeneratif. Penyakit degeneratif adalah
penyakit yang muncul karena penurunan fungsi organ ataupun masalah pada
metabolisme dalam tubuh yang terjadi pada usia lanjut usia (geriatrik).
Berdasarkan survey banyak orang yang melakukan terapi di rumah sakit, klinik,
puskesmas, ataupun praktek dokter mandiri, sehingga penggunaan obat di
masyarakat pun mengalami peningkatan.
Pada awalnya masyarakat bisa melakukan terapi sendiri pada saat sakit
menggunakan bahan-bahan alam atau herbal tetapi karena tuntutan untuk
segera sembuh, praktis, dan lebih cepat sembuh maka penggunaan produk obat
senyawa sintetis banyak digunakan. Obat- obat pun dapat didapatkan dengan
mudah oleh masyarakat diantaranya warung, toko obat, supermarket, apotek, dan
rumah sakit, namun produk obat yang beredar di pasaran semuanya memiliki efek
samping yang dapat muncul tergantung dari kondisi pasien, dosis obat, dan
jangka waktu penggunaan obat. Pemantauan baik dari dokter dan apoteker sangat
penting terhadap pasien untuk mencegah hal-hal buruk yang muncul karena
penggunaan obat. Beberapa kondisi atau gejala yang bisa teramati pada saat
pasien mengalami efek samping akibat penggunaan obat yang digunakan yaitu
sindrom simpatomimetik, sindrom simpatolitik, sindrom kolinergik, dan sindrom
kolinergik. Obat-obat yang bisa mengurangi gejala efek samping disebut
antidotum. Oleh karena itu informasi untuk obat-obat yang memerlukan
1

antidotum dan antidotumnya perlu diinformasikan kepada pasien dan masyarakat


luas sehingga kegagalan terapi dapat dicegah.
II.

TEORI
Keracunan adalah masuknya zat ke dalam tubuh yang dapat mengakibatkan
gangguan kesehatan bahkan dapat menyebabkan kematian. Berbeda dengan
alergi, keracunan memiliki gejala yang bervariasi dan harus ditindaki dengan
cepat dan tepat karena penanganan yang kurang tepat tidak menutup
kemungkinan hanya akan memperparah keracunan yang dialami penderita.
Keracunan dapat disebabkan oleh beberapa hal, berdasarkan wujudnya, zat yang
dapat menyebabkan keracunan antara lain: zat padat (obat-obatan, makanan), zat
gas (CO2), dan zat cair (alkohol, bensin, minyak tanah, zat kimia, pestisida, bisa/
racun hewan).
Obat ialah suatu bahan atau paduan bahan-bahan yang dimaksudkan untuk
digunakan

dalam

menetapkan

diagnosis,

mencegah,

mengurangkan,

menghilangkan, menyembuhkan penyakit atau gejala penyakit, luka atau kelainan


badaniah dan rohaniah pada manusia atau hewan dan untuk memperelok atau
memperindah badan atau bagian badan manusia termasuk obat tradisional. Faktor
utama yang menentukan apakah suatu obat bersifat racun adalah dosis. Obat
dapat menjadi racun bila diberikan dalam dosis yang tidak seharusnya atau
melebihi dosis amannya (overdosis).
Salah satu cara untuk mengatasi keracunan obat selain dengan cara
dekontaminasi (pulmonal, mata, kulit atau gastrointestinal) adalah dengan
menggunakan antidotum. Pada kebanyakan kasus keracunan sangat sedikit jenis
racun yang ada obat antidotumnya dan sediaan obat antidot yang tersedia secara
komersial sangat sedikit jumlahnya. Antidotum merupakan penawar terhadap
suatu zat yang bersifat racun atau toksik terhadap tubuh. Antidotum ini
dibutuhkan untuk mengobati gejala dan menjaga fungsi vital tubuh yaitu
pernafasan dan sirkulasi darah. Obat-obat yang membutuhkan antidotum
merupakan obat-obat yang memerlukan penanganan khusus bila suatu waktu
terjadi keracunan atau overdosis. Obat antidotum juga dapat digunakan untuk
kejadian keracunan makanan, minuman maupun kracunan insektisida.

Pasien dengan overdosis atau keracunan obat mungkin tidak menunjukkan


gejala pada tahap awal atau dapat menunjukkan gejala dengan tingkat intolsikasi
yang beragam. Pasien yang tidak menunjukkan gejala (asimtomatik) mungkin
telah terpapar dosis racun yang latal namun belum menunjukkan tanda-tanda
toksisitas sehingga penting untuk secepatnya menilai bahaya yang potensial,
melakukan dekontaminasi usus untuk menghindari absorbsi, dan melakukan
pemeriksaan dengan interval yang tepat dan teratur. Pasien yang menunjukkan
gejala (simtomatik) dapat menunjukkan berbagai komplikasi seperti koma,
hipotensi, aritmia, seizures/kejang, atau hipertemia.
A. Antidotum
Pemeberian antidotum adalah hal yang dilakukan untuk pasien keracunan
atau overdosis obat disamping dengan cara dekontaminasi (kulit, mata, atau
gastrointestinal). Berikut adalah beberapa agen toksis beserta antidotum yang
spesifik.

Agen toksik

Antidotum spesifik

Acetaminofen

Asetilsistein

Antikolinergik (mis: atropin)

Fisostigmin

Antikolinesterase

Atropin dan pralodoksim (2-PAM)

Benzodiazepin

Flumazenil (jarang digunakan)

Karbon monoksida

Oksigen

Sianida

Natrium nitrit, natrium tiosulfat

Glikosida digitalis

Digoxin-spesifik Fab antibodi

Isoniazid

Piridoksin (vitamin B6)

Metanol, etilen glikol

Etanol atau fomepizol

Opioid

Nalokson, nalmefen

B. Gejala Keracunan
Gejala yang mengarah ke suatu diagnosis keracuan sebanding dengan
banyaknya jumlah golongan obat yang beredar. Makin banyak golongan obat
yang beredar, makin beragam gejala keracunan obat. Pada pengelolaan
pasien keracunan yang paling penting adalah penilaian klinis, walaupun
sebabnya belum diketahui. Hal ini disebabkan karena pengobatan simtomatis
sudah dapat dilakukan terhadap gejalanya. Di antaranya yang sangat penting
pada permulaan keracunan adalah derajat kesadaran dan respirasi.
1.

Kesadaran
Kesadaran merupakan petunjuk penting tentang beratnya keracunan.
Makin dalam koma, makin berat keracunannya, dan angka kematian
bertambah dengan bertambah dalamnya koma. Derajat koma masingmasing penderita berbeda-beda. Hal ini berhubungan dengan toleransi
dan perbedaan kepekaan seseorang.
Dalam toksikologi derajat kesadaran dibagi dalam 4 tingkat seperti
pada anestesis.
Tingkat I.

Penderita ngantuk tetapi mudah diajak bicara.

Tingkat II.

Penderita dalam keadaan spoor, dapat dibangunkan

dengan rangsang minimal, misalnya bicara keras atau digoyang


lengannya.
Tingkat III.

Penderita dalam keadaan soporokoma, hanya dapat

bereaksi terhadap dengan rangsang maksimal yaitu dengan menggosok


sternum dengan kepalan tangan.

Tingkat IV. Penderita dalam keadaan koma, tidak ada reaksi sedikit
pun terhadap rangsangan maksimal seperti di atas. Keadaan ini paling
berat, tetapi prognosisnya tidak selalu buruk.

2.

Respirasi
Seringkali hambatan pada pusat napas merupakan sebab kematian pada
keracunan, karena itu frekuensi napas dan volume semenit harus
diperhatikan.

Volume

semenit

dapat

diukur

dengan

Wrights

spiroometer yang diletakkan di atas mulut dan hidung pasien; bila


kurang dari 4 L/menit, maka diperlukan O2 dan respirator mekanik bila
tersedia.
3.

Tekanan darah
Syok sering dijumpai pada keracunan. Biasanya keadaan syok tidak
begitu berat dan dapat diatasi dengan tindakan sederhana. Syok berat
biasanya

berkaitan

dengan

kerusakan

pusat

vasomotor

dan

prognosisnya buruk.
4.

Kejang
Kejang menandakan adanya perangsangan SSP (misalnya oleh
amfetamin), medulla spinalis atau hubungan saraf otot. Keadaan ini
harus dibedakan dari penyakit yang menimbulkan kejang, misalnya
epilepsy, kejang demam, dan sebagainya.

5.

Pupil dan reflex ekstremitas


Gejala pupil dan ekstremitas tidak begitu penting untuk diagnosis,
kecuali pada keracunan morfin dan atropin.

6.

Bising usus
Perubahan bising usus juga menyertai perubahan kesadaran.

7.

Jantung
Beberapa obat juga menimbulkan kelainan ritme jantung sehingga
dapat terjadi gejala payah jantung atau henti jantung

8.

Gejala lain
Gejala lain tentu perlu diperhatikan juga, misalnya gangguan
keseimbangan asam basa atau air, tanda kerusakan hati dan ginjal,
kelainan EEG, retensi urin, muntah, diare, serta kelainan spesifik
seperti foto X-foto tulang, dll.

C. Diagnosis Keracunan
Identitas dari zat yang meracuni pasien umumnya dapat diketahui, namun
pasien yang koma biasanya ditemukan beserta wadah zat tanpa label maupun
menolak atau tidak dapat menceritakan bagaimana mereka meracuni. Dengan
melakukan pemeriksaan fisik dan uji laboratorium klinik umum, biasanya
dapat

diketahui

diagnosis

keracunan

yang

mempermudah

langkah

pengobatan selanjutnya.
Variabel yang penting diperiksa dalam pemeriksaan fisik meliputi
tekanan darah, kecepatan denyut jantung, suhu, ukuran pupil, keringat, dan
ada atau tidaknya aktivitas peristaltik. Berikut adalah contoh gejala yang
timbul dari beberapa agen toksik spesifik.
1.

Sindrom Simpatomimetik
Tekanan darah dan denyut jantung meningkat, suhu tubuh meningkat,
dilatasi pupil, kulit berkeringat namun membrane mucus tetap kering.
Pasien umunya menjadi panic, cemas, atau agak psikotik.
Contoh agen tosik: Amfetamin, kokain, efedrin, dan pseudoefedrin,
fensiklidin (pupil normal atau kecil), fenilpropanolamin (bradikardia).

2.

Sindrom Simpatolitik

Tekanan darah dan denyut jantung menurun dan suhu tubuh rendah.
Pupil

berukuran

kecil

atau

bahkan

menitik

(poinpoint).

Peristaltikumunya menurun. Pasien umumnya koma. Contoh agen


toksik: Barbiturat, benzodiazepine, dan hipnotik sedative lain,
hidroksiburatik (GHB), klonidin dan antihipertensif lain, etanol,
opioid.
3.

Sindrom kolinergik
Stimulasi reseptor muskarinik menyebabkan bradikardia, miosis,
berkeringat dan hiperperislatikjuga bronkore, wheezing/mengi,
salivasi berlebih, dan inkontinensia urin. Stimulasi nikotinik
menyebabkan hipertensi dan takikardia juga fasikulasi dan kelemahan
otot. Pasien biasanya panik dan cemas. Contoh agen toksik: karbamat,
nikotin, organofosfat, filsostigmin.

4.

Sindrom antikolinergik
Umumnya takikardia dengan hipertensi dingan dan suhu tubuh
meningkat. Pupil sangat terdilatasi. Kulit terkelupas, panas dan
kering. Perislatik menurun dan terjadi retensi urin. Pasien biasanya
mengalamis sentakan mioklonik. Delirium acapkali teramati, dan
hipertermia parah dapat terjadi. Contoh agen toksik: atropin,
skopolamin, amantadine, antihistamin, fenotiazin (hipotensi, pupil
kecil), antidepresan trisiklik.

Anda mungkin juga menyukai