Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN


DENGANDENGUE HAEMORAGIC FEVER (DHF)

OLEH:

NI KADEK SUSANTI
(P07120014014)

TINGKAT III.1
D III KEPERAWATAN

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN 2016

LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN
DENGAN DENGUE HAEMORAGIC FEVER (DHF)

A. Konsep Dasar Kasus


1. Pengertian
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit demam akut yang disertai
dengan adanya manifestasi perdarahan, yang bertendensi mengakibatkan renjatan
yang dapat menyebabkan kematian (Arief Mansjoer & Suprohaita; 2000; 419).
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah infeksi akut yang disebabkan oleh
Arbovirus (arthropodborn virus) dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes
Aegypti dan Aedes Albopictus (Ngastiyah, 2005).
Demam berdarah dengue adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh
empat serotipe virus dengue dan ditandai dengan empat gejala klinis utama yaitu
demam yang tinggi, manifestasi perdarahan, hepatomegali, dan tanda-tanda
kegagalan sirkulasi sampai timbulnya renjatan (sindroma renjatan dengue) sebagai
akibat dari kebocoran plasma yang dapat menyebabkan kematian (Rohim dkk,
2002 ; 45).
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit yang terutama terdapat
pada anak dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi, dan biasanya
memburuk pada dua hari pertama (Soeparman; 1987; 16).

2. Klasifikasi
Menurut derajat ringannya penyakit, Dengue Haemoragic Fever (DHF) dibagi
menjadi 4 tingkat (UPF IKA, 1994 ; 201) yaitu :
Derajat I
Panas 2 7 hari , gejala umum tidak khas, uji tourniquet hasilnya positif
Derajat II
Sama dengan derajat I di tambah dengan gejala gejala pendarahan spontan
seperti petekia, ekimosa, epimosa, epistaksis, haematemesis, melena, perdarahan
gusi telinga dan sebagainya.
Derajat III

Penderita syok ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah
dan cepat (> 120 / menit) tekanan nadi sempit (< 20 mmHg) tekanan darah
menurun (120 / 80 mmHg) sampai tekanan sistolik dibawah 80 mmHg.
Derajat IV
Nadi tidak teraba, tekanan darah tidak terukur (denyut jantung > - 140 mmHg)
anggota gerak teraba dingin, berkeringat dan kulit tampak biru.

Berdasarkan fase terpajannya, gambaran klinis penderita dengue terdiri atas 3 fase
yaitu :
1) Pada fase febris
Biasanya demam mendadak tinggi 2 7 hari, disertai muka kemerahan,
eritema kulit, nyeri seluruh tubuh, mialgia, artralgia dan sakit kepala. Pada
beberapa kasus ditemukan nyeri tenggorok, injeksi farings dan konjungtiva,
anoreksia, mual dan muntah. Pada fase ini dapat pula ditemukan tanda
perdarahan seperti ptekie, perdarahan mukosa, walaupun jarang dapat pula
terjadi perdarahan pervaginam dan perdarahan gastrointestinal.
2) Fase kritis
Terjadi pada hari 3 7 sakit dan ditandai dengan penurunan suhu tubuh
disertai kenaikan permeabilitas kapiler dan timbulnya kebocoran plasma yang
biasanya berlangsung selama 24 48 jam. Kebocoran plasma sering didahului
oleh lekopeniprogresif disertai penurunan hitung trombosit. Pada fase ini dapat
terjadi syok.
3) Fase pemulihan
Bila fase kritis terlewati maka terjadi pengembalian cairan dari ekstravaskuler
ke intravaskuler secara perlahan pada 48 72 jam setelahnya. Keadaan umum
penderita membaik, nafsu makan pulih kembali , hemodinamik stabil dan
diuresis membaik.

Dengue Berat
Dengue berat harus dicurigai bila pada penderita dengue ditemukan :
a) Bukti kebocoran plasma seperti hematokrit yang tinggi atau meningkat
secara progresif, adanya efusi pleura atau asites, gangguan sirkulasi atau
syok (takhikardi, ekstremitas yang dingin, waktu pengisian kapiler
(capillary refill time) > 3 detik, nadi lemah atau tidak terdeteksi, tekanan
nadi yang menyempit atau pada syok lanjut tidak terukurnya tekanan
darah)
b) Adanya perdarahan yang signifikan
c) Gangguan kesadaran
d) Gangguan gastrointestinal berat (muntah berkelanjutan, nyeri abdomen
yang hebat atau bertambah, ikterik)
e) Gangguan

organ

berat

(gagal

hati

akut,

gagal

ginjal

akut,

ensefalopati/ensefalitis, kardiomiopati dan manifestasi tak lazim lainnya.

3. Etiologi
Virus dengue
Virus dengue yang menjadi penyebab penyakit ini termasuk ke dalam
Arbovirus (Arthropodborn virus) group B, tetapi dari empat tipe yaitu virus dengue
tipe 1,2,3 dan 4 keempat tipe virus dengue tersebut terdapat di Indonesia dan dapat
dibedakan satu dari yang lainnya secara serologis virus dengue yang termasuk
dalam genus flavivirus ini berdiameter 40 nonometer dapat berkembang biak

dengan baik pada berbagai macam kultur jaringan baik yang berasal dari sel sel
mamalia misalnya sel BHK (Babby Homster Kidney) maupun sel sel Arthropoda
misalnya sel aedes Albopictus. (Soedarto, 1990; 36).
Vektor
Virus dengue serotipe 1, 2, 3, dan 4 yang ditularkan melalui vektor yaitu
nyamuk aedes aegypti, nyamuk aedes albopictus, aedes polynesiensis dan
beberapa spesies lain merupakan vektor yang kurang berperan.infeksi dengan salah
satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe
bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe jenis yang lainnya
(Arief Mansjoer &Suprohaita; 2000; 420).
Nyamuk Aedes Aegypti maupun Aedes Albopictus merupakan vektor
penularan virus dengue dari penderita kepada orang lainnya melalui gigitannya
nyamuk Aedes Aegyeti merupakan vektor penting di daerah perkotaan (Viban)
sedangkan di daerah pedesaan (rural) kedua nyamuk tersebut berperan dalam
penularan. Nyamuk Aedes berkembang biak pada genangan Air bersih yang
terdapat bejana bejana yang terdapat di dalam rumah (Aedes Aegypti) maupun
yang terdapat di luar rumah di lubang lubang pohon di dalam potongan bambu,
dilipatan daun dan genangan air bersih alami lainnya ( Aedes Albopictus). Nyamuk
betina lebih menyukai menghisap darah korbannya pada siang hari terutama pada
waktu pagi hari dan senja hari. (Soedarto, 1990 ; 37).
Host
Jika seseorang mendapat infeksi dengue untuk pertama kalinya maka ia akan
mendapatkan imunisasi yang spesifik tetapi tidak sempurna, sehingga ia masih
mungkin untuk terinfeksi virus dengue yang sama tipenya maupun virus dengue
tipe lainnya. Dengue Haemoragic Fever (DHF) akan terjadi jika seseorang yang
pernah mendapatkan infeksi virus dengue tipe tertentu mendapatkan infeksi
ulangan untuk kedua kalinya atau lebih dengan pula terjadi pada bayi yang
mendapat infeksi virus dengue untuk pertama kalinya jika ia telah mendapat
imunitas terhadap dengue dari ibunya melalui plasenta. (Soedarto, 1990 ; 38).

4. Tanda dan Gejala


a) Demam.
Demam terjadi secara mendadak berlangsung selama 2 7 hari
kemudian turun menuju suhu normal atau lebih rendah. Bersamaan dengan

berlangsung demam, gejala gejala klinik yang tidak spesifik misalnya


anoreksia. Nyeri punggung, nyeri tulang dan persediaan, nyeri kepala dan rasa
lemah dapat menyetainya.
b) Perdarahan.
Perdarahan biasanya terjadi pada hari ke 2 dan 3 dari demam dan
umumnya terjadi pada kulit dan dapat berupa uji torniguet yang positif mudah
terjadi perdarahan pada tempat fungsi vena, petekia dan purpura. Uji torniquet
dilakukan dengan memompa manset tekanan darah sampai suatu titik tengah
antara tekanan sistolik dan diastolik selama 5 menit. Hasil uji di nyatakan
positif jika tampak 10 atau lebih petekia per 2,5 cm2. Pada kasus DHF, uji
tersebut biasanya memberikan hasil yang pasti positif bila tampak 20 petekia
atau lebih. Hasil uji mungkin negatif atau agak positif selama fase syok yang
dalam. Hasil tersebut kemudian akan menjadi positif, bahkan terkadang sangat
positif, jika dilakukan setelah pulih dari syok.
Perdarahan ringan hingga sedang dapat terlihat pada saluran cerna
bagian atas hingga menyebabkan haematemesis (Nelson, 1993 ; 296).
Perdarahan gastrointestinal biasanya di dahului dengan nyeri perut yang hebat
(Ngastiyah, 1995 ; 349). 2.
Setiap manifestasi perdarahan berikut : petekia, purpura, ekimosis,
epistaksis, gusi berdarah, dan hematemesis dan / atau melena.
c) Hepatomegali.
Pada permulaan dari demam biasanya hati sudah teraba, meskipun pada
anak yang kurang gizi hati juga sudah. Bila terjadi peningkatan dari
hepatomegali dan hati teraba kenyal harus di perhatikan kemungkinan akan
tejadi renjatan pada penderita.
d) Renjatan (Syok).
Permulaan syok biasanya terjadi pada hari ke 3 sejak sakitnya penderita,
dimulai dengan tanda tanda kegagalan sirkulasi yaitu kulit lembab, dingin
pada ujung hidung, jari tangan, jari kaki serta sianosis disekitar mulut. Bila
syok terjadi pada masa demam maka biasanya menunjukan prognosis yang
buruk. Di tandai dengan denyut yang cepat dan lemah di sertai tekanan denyut
yang menurun ( 20 mmHg atau kurang ), atau hipotensi, juga dengan kulit
yang lembab, dingin, dan gelisah.

e) Temuan laboratorium
i.

Trombositipenia ( 100.000 / mm3 atau kurang )

ii.

Hemokonsentrasi, peningkatan jumlah hematokrit sebanyak 20% atau


lebih.
Dua kriteria klinis pertama, di tambah dengan trombositopenia dan
hemokonsentrasi atau peningkatan jumlah hematokrit, sudah cukup untuk
menetapkan diagnosis klinis DHF. Efusi pleura ( tampak melalui rontgen
dada ) dan / atau hipoalbuminemia menjadi bukti penunjang adanya
kebocoran plasma. Bukti ini sangat berguna terutama pada pasien yang
anemia dan / atau mengalami perdarahan berat. Pada kasus syok, jumlah
hematokrit yang tinggi dan trombositipenia memperkuat diagnosis
terjadinya DHF / DSS. ( WHO, 2005 : 19 )

5. Patofisiologi
Virus Dengue adalah anggota dari group B Arbovirus yang termasuk dalam
genus Flavivirus, famili Flaviviridae. Dikenal ada 4 jenis serotipe virus Dengue
yaitu virus Dengue tipe 1 (DEN-1), virus Dengue tipe 2 (DEN-2), virus Dengue
tipe 3 (DEN-3), dan virus Dengue tipe 4 (DEN-4) ditularkan ke manusia melalui
vektor nyamuk jenis Aedes Egypty dan Aedes Albopictus. Virus yang masuk ke
tubuh manusia melalui gigitan nyamuk Aedes yang telah terinfeksi virus Dengue
selanjutnya akan beredar dalam sirkulasi darah selama periode sampai timbul
gejala demam dengan masa inkubasi 4 6 hari (minimal 3 hari sampai maksimal
10 hari) setelah gigitan nyamuk yang terinfeksi virus Dengue.
Pasien akan mengalami keluhan dan gejala karena viremia, seperti
demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal seluruh badan, hiperemia di
tenggorok, timbulnya ruam dan kelainan yang mungkin terjadi pada sistem
retikuloendotelial seperti pembesaran kelenjar-kelenjar getah bening, hati dan
limpa. Ruam pada DHF disebabkan oleh kongesti pembuluh darah di bawah kulit.
DHF dapat terjadi bila seseorang setelah terinfeksi dengue pertama kali, mendapat
infeksi berulang virus dengue lainnya. Re-infeksi ini akan menyebabkan suatu
reaksi anamnestik antibodi, sehingga menimbulkan konsentrasi kompleks antigen
antibodi (kompleks virus antibodi) yang tinggi.
Terdapatnya kompleks virus antibodi dalam sirkulasi darah mengakibatkan
pembentukan aktivasi sistem komplemen, agregasi trombosit dan aktivasi

koagulasi. Kompleks virus-antibodi akan mengaktivasi sistem komplemen, yang


berakibat dilepaskannya anafilatoksin C3a dan C5a, histamin dan serotinin yang
menyebabkan

meningginya

permeabilitas

dinding

pembuluh

darah

dan

menghilangnya plasma melalui endotel dinding tersebut, suatu keadaan yang amat
berperan dalam terjadinya renjatan timbulnya agregasi trombosit menyebabkan
pelepasan trombosit oleh sistem retikuloendotelial dengan akibat trombositopenia
hebat sehingga terjadi koagulapati atau gangguan fungsi trombosit yang
menimbulkan renjatan/syok.
Renjatan

yang berkepanjangan dan berat

menyebabkan diseminated

intravaskuler coagulation (DIC) sehingga perdarahan hebat dengan prognosis


buruk dapat terjadi. Terjadinya aktivasi faktor Hageman (faktor XII) dengan
akibat akhir terjadinya pembekuan intravaskular yang meluas. Dalam proses
aktivasi ini, plasminogen akan menjadi Plasmin yang berperan dalam
pembentukan anafilatoksin dan penghancuran fibrin. Disamping itu akan
merangsang sistem kinin yang berperan dalam proses meningginya permeabilitas
dinding pembuluh darah.
Hal ini berakibat mengurangnya volume plasma, hipotensi, hemokonsentrasi,
hipoproteinemia, efusi dan renjatan. Plasma merembes selama perjalanan penyakit
mulai dari saat permulaan demam dan mencapai puncaknya pada saat renjatan.
Renjatan hipovolemia bila tidak segera diatasi dapat berakibat anoksia jaringan,
asidosis metabolik dan kematian.
Manifestasi klinis yang mungkin muncul pada DHF adalah demam atau panas,
lemah, sakit kepala, anoreksia, mual, haus, sakit saat menelan, nyeri ulu hati, nyeri
otot dan sendi, pegal pegal pada seluruh tubuh, mukosa mulut kering, wajah
kemerahan (flushing), perdarahan gusi, lidah kotor (kadang-kadang), petekie (uji
turniquet (+), epistaksis, ekimosis, hematoma, hematemesis, melena, hiperemia
pada tenggorokan, nyeri tekan pada epigastrik.
Pada renjatan (derajat IV) nadi cepat dan lemah, hipotensi, ekstrimitas dingin,
gelisah, sianosis perifer, nafas dangkal. Pada DHF sering dijumpai pembesaran
hati (hepatomegali), limpa (splenomegali), dan kelenjar getah bening yang akan
kembali normal pada masa penyembuhan. Adapun komplikasi dari penyakit DHF
adalah Hipotensi, Hemokonsentrasi, Hipoproteinemia, Efusi dan Renjatan / Syok
hipovolemia. (H.Akhasin Zulkoni,2011 , A.W.Sudoyo,2006, WHO,2005)

6. Pathway DHF
Arbovirus (Aedes aegypti)

Beredar di aliran darah

Infeksi virus (viremia)

Hepatomegali

Mengaktivasi sistem komplemen

Nyeri

Membentuk dan melepaskan C3a dan C5a

Hypothalamus

Hipertermi
Reabsorbsi Na+ +H2O
Resiko syok hipovolemik

Terjadi renjatan dan hipotensi

Kebocoran plasma

Ke ekstravaskuler

Abdomen: asites

Mual,muntah,anoreksia

Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh

Permeabilitas kapiler

Resiko perdarahan

Trombositopenia

trombosit dalam darah

Perdarahan

Hb dalam darah

suplai O2
Gangguan perfusi jaringan

Kekurangan volume cairan

Kurang pengetahuan

7. Pemeriksaan Diagnostik
1) Darah
Pada DHF umumnya dijumpai trombositopenia dan hemokonsentrasi. Uji
tourniquet yang positif merupakan pemeriksaan penting. Masa pembekuan
masih dalam batas normal, tetapi masa perdarahan biasanya memanjang. Pada
analisis kuantitatif ditemukan penurunan faktor II, V, VII, IX, dan X. Pada
pemeriksaan kimia darah tampak hipoproteinemia, hiponatremia, serta
hipokloremia. SGPT, SGOT, ureum dan pH darah mungkin meningkat,
sedangkan reserve alkali merendah.

2) Pemeriksaan Hemoglobin
Kasus DHF terjadi peningkatan kadar hemoglobin dikarenakan terjadi
kebocoran /perembesan pembuluh darah sehingga cairan plasmanya akan
keluar dan menyebabkan terjadinya hemokonsentrasi. Kenaikan kadar
hemoglobin >14 gr/100 ml.

3) Pemeriksaan Hematokrit
Peningkatan nilai hematokrit menggambarkan terjadinyahemokonsentrasi,yang
merupakan indikator terjadinya perembesanplasma.Nilai peningkatan ini lebih
dari 20%.

4) Pemeriksaan Trombosit
Pemeriksaan jumlah trombosit ini dilakukan pertama kali pada saat pasien
didiagnosa sebagai pasien DHF, Pemeriksaan trombosit perlu dilakukan
pengulangan sampai terbukti bahwa jumlah trombosit tersebutnormal atau
menurun. Penurunan jumlah trombosit < 100.000 /l atau kurangdari 1-2
trombosit/ lapang pandang dengan rata-rata pemeriksaan 10 lapang pandang
pada pemeriksaan hapusan darah tepi.

5) Pemeriksaan Clothing time (CT )


Pemeriksaan ini juga memanjang dikarenakan terjadinya gangguan hemostatis.
Prinsip: Sejumlah darah tertentu segera setelah diambil diukur waktunya mulai
dari keluarnya darah sampai membeku.

6) Pemeriksaan Bleding time (BT)


Pasien DHF pada masa berdarah, masa perdarahan lebih memanjang menutup
kebocoran dinding pembuluh darah tersebut, sehingga jumlaht rombosit dalam
darah berkurang. Berkurangnya jumlah trombosit dalam darah akan
menyebabkan terjadinya gangguan hemostatis sehingga waktu perdarahan dan
pembekuan menjadi memanjang. Prinsip : Waktu perdarahan adalah waktu
dimana terjadinya perdarahan setelah dilakukan penusukan pada kulit cuping
telinga dan berhentinya perdarahan tersebut secara spontan.

8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan penderita dengan DHF adalah sebagai berikut :
1) Tirah baring atau istirahat baring.
2) Diet makan lunak.
3) Minum banyak (2-2,5 liter/24 jam) dapat berupa: susu, teh manis, sirup dan
beri penderita sedikit oralit, pemberian cairan merupakan hal yang paling
penting bagi penderita DHF.
4) Pemberian cairan intravena pada pasien DBD tanpa renjatan dilakukan bila
pasien terus menerus muntah sehingga tidak mungkin diberikan makanan per
oral atau didapatkan nilai hematokrit yang bartendensi terus meningkat (>40
vol %). Jumlah cairan yang diberikan tergantung dari derajat dehidrasi dan
kehilangan elektrolit, dianjurkan cairan glukosa 5% dalam 1/3 larutan Nacl
0,9%. Larutan ringer laktat (RL) atau dektrose 5% dalam larutan RL
(D5/RL), larutan Ringer Asetat (RA) atau dektrose 5% dalam larutan asetat
(D5/RA), larutan garam faali (D5/GF).
5) Monitor tanda-tanda vital tiap 3 jam (suhu, nadi, tensi, pernafasan) jika
kondisi pasien memburuk, observasi ketat tiap jam.
6) Periksa Hb, Ht dan trombosit setiap hari.
7) Pemberian obat antipiretik sebaiknya dari golongan asetaminopen.
8) Monitor tanda-tanda perdarahan lebih lanjut.
9) Pemberian antibiotik bila terdapat kekuatiran infeksi sekunder.
10) Monitor tanda-tanda dan renjatan meliputi keadaan umum, perubahan tandatanda vital, hasil pemeriksaan laboratorium yang memburuk.
11) Bila timbul kejang dapat diberikan Diazepam. Pada kasus dengan renjatan
pasien dirawat di perawatan intensif dan segera dipasang infus sebagai

pengganti cairan yang hilang dan bila tidak tampak perbaikan diberikan
plasma atau plasma ekspander atau dekstran sebanyak 20

30 ml/kg

BB.Pemberian cairan intravena baik plasma maupun elektrolit dipertahankan


12 48 jam setelah renjatan teratasi. Apabila renjatan telah teratasi nadi sudah
teraba jelas, amplitudo nadi cukup besar, tekanan sistolik 20 mmHg,
kecepatan plasma biasanya dikurangi menjadi 10 ml/kg BB/jam.Transfusi
darah diberikan pada pasien dengan perdarahan gastrointestinal yang hebat.
Indikasi pemberian transfusi pada penderita DHF yaitu jika ada perdarahan
yang jelas secara klinis dan abdomen yang makin tegang dengan penurunan
Hb yang mencolok. Pada DBD tanpa renjatan hanya diberi banyak minum
yaitu 1-2 liter dalam 24 jam. Cara pemberian sedikit demi sedikit dengan
melibatkan orang tua. Infus diberikan pada pasien DBD tanpa renjatan
apabila :
a) Pasien terus menerus muntah, tidak dapat diberikan minum sehingga
mengancam terjadinya dehidrasi.
b) Hematokrit yang cenderung mengikat.

Penatalaksanan Penderita DHF berdasarkan derajat keparahan


a. Penanganan DHF deraja I atau derajat II tanpa peningkatan hematocrit
Pasien masih dapat minum.
a) Beri minum banyak 1-2 liter/hari.
b) Jenis minuman : air putih, teh manis, sirup, jus buah, susu.
c) Bila suhu > 380C beri parasetamol.
d) Bila kejang beri antikonvulsif.
e) Monitor gejala klinis dan laboratorium.
f) Perhatikan tanda syok.
g) Palpasi hati setiap hari.
h) Ukur diuresis setiap hari.
i) Awasi perdarahan.
j) Periksa HGB, HCT, trombosit tiap 6-12 jam.
k) Jika ada perbaikan klinis dan laboratorium pasien diijinkan untuk
pulang.

b. Pasien tidak dapat minum


a) Jika

pasien

muntah

terus-menerus

maka

lakukan

kolaborasi

pemasangan IVFD NaCl 0,9% : Dekstrosa 5% (1:3), tetesan rumatan


sesuai berat badan.
b) Periksa HGB, HCT, trombosit tiap 6-12 jam, jika HCT naik atau
trombosit turun maka pemasangan IVFD NaCl, 0,9% berbanding
dekstrosa 5% diganti dengan ringer laktat dengan tetesan disusaikan.

c. Penanganan DHF derajat I dengan peningkatan HCT>20%.


a) Pertama berikan cairan awal yaitu : RL/NaCI 0,9% atau RL/DS/NaCl
0,9% + D5, 6-7 ml/kg BB/jam.
b) Setelah itu monitor tanda-tanda vital/nilai HCT dan tromboosit tiap 6
jam
c) Jika ada perbaikan maka ada menunjukkan tanda-tanda : tidak gelisah,
nadi kuat, tekanan darah stabil, diuresis cukup(12m/kg BB/jam), HCT
turun (2 kali pemeriksaan).
d) Jika sudah menunjukkan perbaikan tetesan dikurangi menjadi 5ml/kg
BB/jam.
e) Setelah 1 jam berlalu dan kondisi pasien masi menunjukan perbaikan
maka tetesan di sesuaikan menjadi 3 ml/kgBB/jam
f) Setelah itu IVFD di stop pada 24-48 jam, bila tanda vital/ HCT stabil,
diuresis cukup.
g) Jika pada saat menurunkan tetesan menjadi 5 ml/kg BB/jam kemudian
ditemukan tanda vital memburuk dan HCT meningkat maka tetesan
dinaikkan 10-15ml/kg BB/jam tetesan dinaikkan secara bertahap.
Kemudian lakukan evaluasi 12-24 jam jika pada saat evaluasi
ditemukan tanda vital tidak stabil dengan tanda adanya distres
pernapasan dan HCT naik maka segera berikan koloid 20-30m1/kgBB
dan jika HCT

menurun maka lakukan transfusi darah segera

10ml/kgBB.
h) Jika sudah ada perbaikan, maka lanjutkan tindakan dari pengurangan
tetesan 5ml/kgBB/jam dan seterusnya. Jika tidak ada perbaikan yang
ditunjukkan dengan tanda-tanda: gelisah, distres pernapasan, frekwensi
nadi meningkat, tekanan nadi < 20 mmHg, diuresis kurang/ tidak ada.

i) Jika tidak menunjukkan adanya perbaikan maka tetesan akan dinaikkan


10-15ml/kgBB/jam secara bertahap.
j) Kemudian dilakukan evaluasi 12-24 jam.
k) Setelah dilakukan evaluasi didapatkan tanda vital tidak Stabil yang di
tunjukan dengan adanya distres pernapasan dan peningkatan HCT, maka
segera berikan koloid 20-30 ml/kgBB dan jika HCT menurun maka
lakukan transfusi darah segera 10 ml/kgBB.
l) Jika sudah ada perbaikan maka lanjutkan tindakan dari pengurangan
dari tetesan 5ml/kgBB/jam dan seterusnya.

Penangan DHF derajat III dan IV


a. Lakukan oksigenasi.
b.Penggantian volume (cairan kristaloid isotonik) Ringer Laktat/NaCl 0,9 %
20 ml/kgBB secepatnya (bolus dalam 30 menit).
c. 30 menit kemudian lakukan evaluasi untuk mengetahui apakah syok sudah
teratasi.
d.Kemudian pantau tanda vital setiap 10 menit dan catat balance cairan
intravena.
e. Jika syok teratasi yang dapat ditunjukkan dengan tanda-tanda :
a) Kesadaran membaik.
b) Nadi teraba kuat.
c) Tekanan nadi>20 mmHg.
d) Tidak sesak napas atau sianosis.
e) Diuresis cukup 1 ml/kgBB/jam.
Kemudian cairan dan tetesan disesuaikan 10ml/kgBB/jam, setelah itu
lakukan evaluasi ketat, misalnya ukur tanda vital, tanda perdarahan,
diuresis, HGB, HCT, trombosit. Jika dalam 24 jam sudah stabil, maka
berikan

tetesan

5ml/kgBB/jam

kemudian

lanjutkan

tetesan

3ml/kgBB/jam. Infus dihentikan tidak melebihi 48 jam setelah syok


teratasi. Jika syok tidak teratasi yang ditunjukkan dengan tanda-tanda :
kesadaran menurun, nadi lambat/tidak teraba, tekanan nadi<20 mmHg,
ditress pernapasan/sianosis, kulit dingin dan lembab, ekstremitas dingin
dan periksa kadar gula darah, kemudian lanjutkan pemberian cairan
20ml/kgBB/jam, setelah itu tambahkan koloid/plasma, dekstran 10-20

(maksimal 30) ml/kgBB/jam. Kemudian lakukan koreksi asidosis,


setelah 1 jam lakukan evaluasi untuk mengetahui apakah syok sudah
teratasi atau belum. Jika syok belum teratasi yang ditunjukkan dengan
penurunan HCT atau HCT tetap tinggi/naik, maka berikan koloid 20
ml/kgBB, kemudian dilanjutkan dengan pemberian transfusi darah
segar 10 ml/kgBB diulang sesuai kebutuhan. Jika syok sudah teratasi
maka lanjutkan tindakan dari mengevaluasi ketat tanda vital, tanda
perdarahan, diuresis, HGB, HCT, trombosit dan tindakan seterusnya.

Kriteria untuk pemulangan pasien


Kriteria berikut harus dipenuhi sebelum pasien yang pulih dari DHF
atau Dengue Syock Syndrome (DSS) dipulangkan.
1) Tidak ada demam selama sedikitnya 24 jam tanpa penggunaan terapi anti
demam.
2) Kembalinya nafsu makan
3) Perbaikan klinis yang dapat terlihat
4) Haluaran urine baik
5) Hematokrit stabil
6) Melewati sedikitnya 2 hari setelah pemulihan dari syok
7) Tidak ada distres pernapasan dari efusi pleural atau asites
8) Jumlah trombosit lebih dari 50.000 per mm3
(Ngastiyah, 2005)

B. Asuhan Keperawatan (sesuai kasus)


1. Pengkajian
1)

Identitas Klien.
a. Nama
b. Umur : DHF merupakan penyakit daerah tropik yang sering
menyebabkan kematian pada anak, remaja dan dewasa ( Effendy, 1995 ).
c. Jenis kelamin : secara keseluruhan tidak terdapat perbedaan pada
penderita DHF. Tetapi kematian lebih sering ditemukan pada anak
perempuan daripada anak laki-laki.
d. Alamat : penyakit ini semula hanya ditemukan di beberapa kota besar
saja, kemudian menyebar kehampir seluruh kota besar di Indonesia,
bahkan sampai di pedesaan dengan jumlah penduduk yang padat dan
dalam waktu relatif singkat.
e. Pendidikan
f. Pekerjaan.

2)

Keluhan Utama.
Panas atau demam.

3)

Riwayat Kesehatan.
a) Riwayat penyakit sekarang.
Ditemukan adanya keluhan panas mendadak yang disertai menggigil
dengan kesadaran kompos mentis. Panas tinggi (Demam) 2 7 hari,
nyeri otot dan pegal pada seluruh badan, ruam, malaise, mual, muntah,
sakit kapala, sakit pada saat menelan, lemah, nyeri ulu hati dan
penurunan nafsu makan (anoreksia), perdarahan spontan. Kadang
disertai keluhan batuk pilek, nyeri telan, mual, diare/konstipasi, sakit
kepala, nyeri otot, serta adanya manifestasi pendarahan pada kulit
b) Riwayat penyakit yang pernah diderita.
Penyakit apa saja yang pernah diderita klien, apa pernah mengalami
serangan ulang DHF. Tidak ada hubungannya antara penyakit yang
pernah diderita dahulu dengan penyakit DHF yang dialami sekarang,
tetapi kalau dahulu pernah menderita DHF, penyakit itu bisa terulang.
c) Riwayat Keluarga
Riwayat adanya penyakit DHF didalam keluarga yang lain (yang tinggal
didalam satu rumah atau beda rumah dengan jarak rumah yang

berdekatan) sangat menentukan karena ditularkan melalui gigitan


nyamuk aides aigepty.
d) Riwayat imunisasi.
Apabila mempunyai kekebalan yang baik, maka kemungkinan akan
timbulnya komplikasi dapat dihindarkan.
e) Riwayat gizi.
Status gizi yang menderita DHF dapat bervariasi, dengan status gizi
yang baik maupun buruk dapat beresiko, apabila terdapat faktor
predisposisinya. Pasien yang menderita DHF sering mengalami keluhan
mual, muntah, dan nafsu makan menurun. Apabila kondisi ini berlanjut
dan tidak disertai dengan pemenuhan nutrisi yang mencukupi, maka
akan mengalami penurunan berat badan sehingga status gizinya menjadi
kurang.
f) Kondisi lingkungan.
Sering terjadi di daerah yang padat penduduknya dan lingkungan yang
kurang bersih ( seperti air yang menggenang dan gantungan baju
dikamar ).

4)

Acitvity Daily Life (ADL)

Nutrisi
Mual, muntah, anoreksia, sakit saat menelan.

Aktivitas
Nyeri pada anggota badan, punggung sendi, kepala, ulu hati, pegal-pegal
pada seluruh tubuh, menurunnya aktivitas sehari-hari.

Istirahat, tidur
Dapat terganggu karena panas, sakit kepala dan nyeri.

Eliminasi
Diare / konstipasi, melena, oligouria sampai anuria.

Personal hygiene
Meningkatnya ketergantungan kebutuhan perawatan diri.

5)

Pemeriksaan fisik, terdiri dari :


-

Sistem Pernapasan
Sesak, perdarahan melalui hidung, pernapasan dangkal, epistaksis,
pergerakan dada simetris, perkusi sonor, pada auskultasi terdengar
ronchi, krakles.

Sistem Persyarafan
Pada grade III pasien gelisah dan terjadi penurunan kesadaran serta pada
grade IV dapat trjadi DSS. Sistem neurosensorik: Berdasarkan tingkat
grade Dengue Haemorragic Fever (DHF) I,II: kesadaran kompos mentis,
Dengue Haemorragic Fever (DHF) III :kesedaran apatis, samnolen,
Dengue Haemorragic Fever (DHF) IV :kesadaran koma

Sistem Cardiovaskuler
Pada grade I dapat terjadi hemokonsentrasi, uji tourniquet positif,
trombositipeni, pada grade III dapat terjadi kegagalan sirkulasi, nadi
cepat, lemah, hipotensi, cyanosis sekitar mulut, hidung dan jari-jari, pada
grade IV nadi tidak teraba dan tekanan darah tak dapat diukur.

Sistem Pencernaan
Selaput mukosa kering, kesulitan menelan, nyeri tekan pada epigastrik,
pembesarn limpa, pembesaran hati, abdomen teregang, penurunan nafsu
makan, mual, muntah, nyeri saat menelan, dapat hematemesis, melena.

Sistem perkemihan
Produksi urine menurun, kadang kurang dari 30 cc/jam, akan
mengungkapkan nyeri sat kencing, kencing berwarna merah.

Sistem Integumen.
Terjadi peningkatan suhu tubuh, kulit kering, pada grade I terdapat
positif pada uji tourniquet, terjadi pethike, pada grade III dapat terjadi
perdarahan spontan pada kulit.

2. Diagnosa Keperawatan
Nursalam (2001) dan Nanda (2009) menyatakan, diagnosa keperawatan yang
dapat timbul pada klien dengan DHF adalah :
1)

Hipertermia berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme.


Ditandai oleh :
a. Abnormal posturing (sikap yang abnormal)
b. Apnea
c. Coma
d. Konvulsi.
e. Kulit kemerahan.
f. Hipotensi
g. Infant does not maintain suck (bayi tidak dijaga menghisap)
h. Irritability (marah)
i. Lethargy (kelesuan)
j. Seizure
k. Peningkatan suhu tubuh diatas kisaran normal.
l. Kejang.
m. Takikardi.
n. Takipnea.
o. Kulit terasa hangat.
(Nanda 2015-2017)

2)

Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif.


a. Perubahan status mental.
b. Penurunan tekanan darah.
c. Penurunan tekanan nadi.
d. Penurunan volume nadi.
e. Penurunan turgor kulit.
f. Penurunan turgor lidah.
g. Pengeluaran haluaran urine.
h. Penurunan pengisian vena.
i. Membrane mukosa kering.
j. Kulit kering.
k. Peningkatan hematokrit.

l. Peningkatan suhu tubuh.


m. Peningkatan frekuensi nadi.
n. Peningkatan konsentrasi urine.
o. Penurunan berat badan tiba-tiba.
p. Haus.
q. Kelemahan

3)

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan ketidakmampuan untuk mencerna makanan.
a.

Kram abdomen.

b.

Nyeri abdomen.

c.

Sensasi perubahan rasa

d.

Menghindari makanan.

e.

Berat badan turun 20 % atau lebih di bawah berat badan ideal.

f.

Kerapuhan kapiler.

g.

Diare.

h.

Kehilangan rambut berlebihan.

i.

Bising usus hiperaktif.

j.

Kurang makanan.

k.

Kurang informasi.

l.

Kurang minat pada makanan.

m. Penurunan berat badan dengan asupan makanan adekuat.

4)

n.

Kesalahan konsepsi.

o.

Kesalahan informasi.

Perubahan perfusi jaringan kapiler berhubungan dengan perdarahan.


a. Kematian

jaringan

pada

ekstremitas

seperti

dingin,

nyeri,

pembengkakan kaki.

5)

Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan tidak familiar dengan


sumber informasi.
a. Perilaku hiperbola.
b. Ketidakakuratan mengikuti perintah.
c. Ketidakakuratan melakukan tes.

d. Perilaku tidak tepat.


e. Pengungkapan masalah.

3. Perencanaan/Intervensi
Nanda (2015-2017), menyatakan bahwa rencana tindakan keperawatan yang
dapat disusun untuk setiap diagnose adalah :
1)

Peningkatan suhu tubuh (hipertermi) berhubungan dengan peningkatan laju


metabolisme.

Diagnosa Keperawatan/
Masalah Kolaborasi

Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil

Hipertermia
Berhubungan dengan :
penyakit/ trauma
peningkatan
metabolisme
aktivitas yang
berlebih
dehidrasi
DO/DS:
kenaikan suhu tubuh
diatas rentang
normal
serangan atau
konvulsi (kejang)
kulit kemerahan
pertambahan RR
takikardi
Kulit teraba panas/
hangat

2)

NOC:
Thermoregulasi
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama..pasien
menunjukkan :
Suhu tubuh dalam batas
normal dengan kreiteria
hasil:
Suhu 36 37C
Nadi dan RR dalam
rentang normal
Tidak ada perubahan
warna kulit dan tidak
ada pusing, merasa
nyaman

Intervensi

NIC :
Monitor suhu sesering mungkin
Monitor warna dan suhu kulit
Monitor tekanan darah, nadi dan
RR
Monitor
penurunan
tingkat
kesadaran
Monitor WBC, Hb, dan Hct
Monitor intake dan output
Berikan anti piretik:
Kelola
Antibiotik:
..
Selimuti pasien
Berikan cairan intravena
Kompres pasien pada lipat paha
dan aksila
Tingkatkan sirkulasi udara
Tingkatkan intake cairan dan
nutrisi
Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
Catat adanya fluktuasi tekanan
darah
Monitor hidrasi seperti turgor
kulit, kelembaban membran
mukosa)

Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif.

Diagnosa Keperawatan/
Masalah Kolaborasi

Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil

Defisit Volume Cairan


Berhubungan dengan:
Kehilangan volume
cairan secara aktif
Kegagalan
mekanisme
pengaturan
DS :

Haus

DO:

3)

Penurunan turgor
kulit/lidah
Membran
mukosa/kulit kering
Peningkatan denyut
nadi, penurunan
tekanan darah,
penurunan
volume/tekanan nadi
Pengisian vena
menurun
Perubahan status
mental
Konsentrasi urine
meningkat
Temperatur tubuh
meningkat
Kehilangan berat
badan secara tibatiba
Penurunan urine
output
HMT meningkat
Kelemahan

Intervensi

NOC:
NIC :
Fluid balance
Pertahankan
catatan
Hydration
intake dan output yang
Nutritional Status : Food and
akurat
Fluid Intake
Monitor status hidrasi (
Setelah
dilakukan
tindakan
kelembaban membran
keperawatan selama.. defisit
mukosa, nadi adekuat,
volume cairan teratasi dengan
tekanan darah ortostatik
kriteria hasil:
), jika diperlukan
Mempertahankan
urine Monitor hasil lab yang
output sesuai dengan usia
sesuai dengan retensi
dan BB, BJ urine normal,
cairan (BUN , Hmt ,
Tekanan darah, nadi, suhu
osmolalitas
urin,
tubuh dalam batas normal
albumin, total protein )
Tidak
ada tanda tanda Monitor vital sign setiap
dehidrasi, Elastisitas turgor
15menit 1 jam
kulit baik, membran mukosa Kolaborasi pemberian
lembab, tidak ada rasa haus
cairan IV
yang berlebihan
Monitor status nutrisi
Orientasi terhadap waktu dan
Berikan cairan oral
tempat baik
Berikan
penggantian
Jumlah dan irama pernapasan
nasogatrik sesuai output
dalam batas normal
(50 100cc/jam)
Elektrolit, Hb, Hmt dalam
Dorong keluarga untuk
batas normal
membantu
pasien
pH urin dalam batas normal
makan
Intake oral dan intravena
Kolaborasi dokter jika
adekuat
tanda cairan berlebih
muncul meburuk
Atur
kemungkinan
tranfusi
Persiapan untuk tranfusi
Pasang
kateter jika
perlu
Monitor intake dan urin
output setiap 8 jam

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


ketidakmampuan untuk mencerna makanan.

Diagnosa Keperawatan/
Masalah Kolaborasi

Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil

Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh
Berhubungan dengan :
Ketidakmampuan untuk
memasukkan atau mencerna
nutrisi oleh karena faktor
biologis, psikologis atau ekonomi.
DS:
Nyeri abdomen
Muntah
Kejang perut
Rasa penuh tiba-tiba setelah
makan
DO:
Diare
Rontok rambut yang
berlebih
Kurang nafsu makan
Bising usus berlebih
Konjungtiva pucat
Denyut nadi lemah

NOC:
a. Nutritional status:
Adequacy of nutrient
b. Nutritional Status : food
and Fluid Intake
c. Weight Control
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama.nutrisi
kurang teratasi dengan
indikator:
Albumin serum
Pre albumin serum
Hematokrit
Hemoglobin
Total iron binding capacity
Jumlah limfosit

Intervensi

4)

Kaji adanya alergi makanan


Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah
kalori dan nutrisi yang
dibutuhkan pasien
Yakinkan diet yang dimakan
mengandung tinggi serat
untuk mencegah konstipasi
Ajarkan pasien bagaimana
membuat catatan makanan
harian.
Monitor adanya penurunan
BB dan gula darah
Monitor lingkungan selama
makan
Jadwalkan pengobatan dan
tindakan tidak selama jam
makan
Monitor turgor kulit
Monitor kekeringan, rambut
kusam, total protein, Hb dan
kadar Ht
Monitor mual dan muntah
Monitor pucat, kemerahan,
dan
kekeringan
jaringan
konjungtiva
Monitor intake nuntrisi
Informasikan pada klien dan
keluarga tentang manfaat
nutrisi
Kolaborasi dengan dokter
tentang kebutuhan suplemen
makanan seperti NGT/ TPN
sehingga intake cairan yang
adekuat dapat dipertahankan.
Atur posisi semi fowler atau
fowler tinggi selama makan
Kelola
pemberan
anti
emetik:.....
Anjurkan banyak minum
Pertahankan terapi IV line
Catat
adanya
edema,
hiperemik, hipertonik papila
lidah dan cavitas oval

Perubahan perfusi jaringan kapiler berhubungan dengan perdarahan.

Diagnosa
Keperawatan/
Masalah Kolaborasi

Rencana keperawatan

Tujuan dan Kriteria Hasil


Perfusi

jaringan

perifer adekuat.
Berhubungan dengan
:
Perdarahan

NOC:
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama.perfusi
jaringan perifer adekuat .

DS :.
Pasien mengatakan
ekstremitasnya dingin
DO:
Kematian jaringan
pada ekstremitas
seperti dingin, nyeri,
pembengkakan kaki

5)

Intervensi
NIC :
Kaji dan catat tanda-tanda
vital.
Nilai
kemungkinan
terjadinya kematian jaringan
pada ekstremitas seperti
dingin, nyeri, pembengkakan
kaki.

Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak familiar dengan sumber


informasi

Diagnosa Keperawatan/ Masalah


Kolaborasi

Kurang Pengetahuan
Berhubungan dengan : keterbatasan
kognitif, interpretasi terhadap
informasi yang salah, kurangnya
keinginan untuk mencari informasi,
tidak mengetahui sumber-sumber
informasi.
DS: Menyatakan secara verbal
adanya masalah
DO: ketidakakuratan mengikuti
instruksi, perilaku tidak sesuai

Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil

Intervensi

NOC:
Kowlwdge : disease
process
Kowledge : health
Behavior
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama .
pasien menunjukkan
pengetahuan tentang proses
penyakit dengan kriteria
hasil:
Pasien dan keluarga
menyatakan pemahaman
tentang penyakit,
kondisi, prognosis dan
program pengobatan
Pasien dan keluarga
mampu melaksanakan
prosedur yang
dijelaskan secara benar
Pasien dan keluarga
mampu menjelaskan

NIC :
Kaji tingkat pengetahuan
pasien dan keluarga
Jelaskan
patofisiologi
dari
penyakit
dan
bagaimana
hal
ini
berhubungan
dengan
anatomi dan fisiologi,
dengan cara yang tepat.
Gambarkan tanda dan
gejala yang biasa muncul
pada penyakit, dengan
cara yang tepat
Gambarkan
proses
penyakit, dengan cara
yang tepat
Identifikasi kemungkinan
penyebab, dengan cara
yang tepat
Sediakan informasi pada
pasien tentang kondisi,
dengan cara yang tepat

kembali apa yang


dijelaskan perawat/tim
kesehatan lainnya

Sediakan bagi keluarga


informasi
tentang
kemajuan pasien dengan
cara yang tepat
Diskusikan pilihan terapi
atau penanganan
Dukung pasien untuk
mengeksplorasi
atau
mendapatkan
second
opinion dengan cara yang
tepat atau diindikasikan
Eksplorasi kemungkinan
sumber atau dukungan,
dengan cara yang tepat

4. Pelaksanaan/Implementasi
Implementasi dilaksanakan sesui intervensi yang telah dibuat. Implementasi,
yang merupakan komponen dari proses keperawatan, adalah kategori dari perilaku
keperawatan dimana tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil
yang diperkirakan dari asuhan keperawatan dilakukan dan diselesaikan. (Perry &
Potter, 2005).
a) Tindakan Keperawatan Mandiri.
Tindakan yang dilakukan Tanpa Pesanan Dokter. Tindakan keperawatan
mendiri dilakukan oleh perawat. Misalnya menciptakan lingkungan yang
tenang, mengompres hangat saat klien demam.
b) Tindakan Keperawatan Kolaboratif.
Tindakan yang dilakukan oleh perawat apabila perawata bekerja dengan
anggota perawatan kesehatan yang lain dalam membuat keputusan bersama
yang bertahan untuk mengatasi masalah klien.

5. Evaluasi
Langkah evaluasi dari proses keperawatan mengukur respons klien terhadap
tindakan keperawatan dan kemajuan klien kea rah pencapaian tujuan. Evaluasi
terjadi kapan saja perawat berhubungan dengan klien. Penekanannya adalah pada
hasil klien. Perawat mengevaluasi apakah perilaku klien mencerminkan suatu
kemunduran atau kemajuan dalam diagnosa keperawatan (Perry Potter, 2005).

Hasil asuhan keperawatan pada klien dengan DHF sesuai dengan tujuan yang
telah ditetapkan. Evaluasi ini didasarkan pada hasil yang diharapkan atau
perubahan yang terjadi pada pasien. Adapun sasaran evaluasi pada pasien demam
berdarah dengue sebagai berikut;
a. Suhu tubuh pasien normal (360C - 370C), pasien bebas dari demam.
b. Pasien akan mengungkapkan rasa nyeri berkurang.
c. Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi, pasien mampu menghabiskan makanan
sesuai dengan porsi yang diberikan atau dibutuhkan.
d. Keseimbangan cairan akan tetap terjaga dan kebutuhan cairan pada pasien
terpenuhi.
e. Aktivitas sehari-hari pasien dapat terpenuhi.
f. Pasien akan mempertahankan sehingga tidak terjadi syok hypovolemik dengan
tanda vital dalam batas normal.
g. Infeksi tidak terjadi.
h. Tidak terjadi perdarahan lebih lanjut.
i. Kecemasan pasien akan berkurang dan mendengarkan penjelasan dari perawat
tentang proses penyakitnya.

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 8. Jakarta : EGC
Doenges, Marilynn E, dkk. (2000). Penerapan Proses Keperawatan dan Diagnosa
Keperawatan. Jakarta : EGC
Johnson, Marion.2015. Nursing Outcomes Classification (NOC). United states ofAmerika :
Elsevier
Mansjoer, Arif & Suprohaita. 2000. Kapita Slekta Kedokteran Jilid II. Jakarta : Media
Aescullapius.
M. Bulechek, Gloria. 2015. Nursing Interventions Classification (NIC). United States of
Amerika : Elsevier
NANDA. 2015. Diagnosis Keperawatan : Definisi & Klasifikasi 2015-2017 Edisi 10.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Nursalam. 2001. Pendekatan praktis metodologi Riset Keperawatan. Jakarta. Info Medika
Perry, potter. 2009. Fundamental of nursing, Fundamental keperawatan. Jakarta: Salemba
medika.
Perry, Potter. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC
Soeparman. 1987. Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I. Jakarta : FKUI

Anda mungkin juga menyukai