Anda di halaman 1dari 7

Kesesatan-Kesesatan Ajaran Tasawuf

Penulis : Al-Ustadz Ruwaifi bin Sulaimi, Lc

Di antara sekian banyak kesesatan ajaran Tasawuf adalah:

1. Wihdatul Wujud, yakni keyakinan bahwa Allah Subhaanahu Wa Taala


menyatu dengan segala sesuatu yang ada di alam semesta ini. Demikian juga AlHulul, yakni keyakinan bahwa Allah Subhaanahu Wa Taala dapat masuk ke
dalam makhluk-Nya.
Al-Hallaj, seorang dedengkot sufi, berkata: Kemudian Dia (Allah) menampakkan
diri kepada makhluk-Nya dalam bentuk orang (yang sedang) makan dan
minum. (Dinukil dari Firaq Al-Muashirah, karya Dr. Ghalib bin Ali Iwaji, 2/600)
Ibnu Arabi, tokoh sufi lainnya, berkata:

Seorang hamba adalah Rabb dan Rabb adalah hamba. Duhai kiranya, siapakah
yang diberi kewajiban beramal? Jika engkau katakan hamba, maka ia adalah
Rabb. Atau engkau katakan Rabb, kalau begitu siapa yang diberi kewajiban? (AlFutuhat Al-Makkiyyah dinukil dari Firaq Al-Muashirah, hal. 601)

Muhammad Sayyid At-Tijani meriwayatkan (secara dusta, pen) dari Nabi


Shallallaahu alaihi wasallam bahwasanya beliau bersabda:

Aku melihat Rabbku dalam bentuk seorang pemuda.


(Jawahirul Maani, karya Ali Harazim, 1/197, dinukil dari Firaq Muashirah, hal.
615)

Padahal Allah Subhaanahu Wa Taala telah berfirman:

Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Allah, dan Dia Maha Mendengar lagi
Maha Melihat. (Asy-Syura: 11)

Berkatalah Musa: Wahai Rabbku nampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar


aku dapat melihat-Mu. Allah berfirman: Kamu sekali-kali tidak akan sanggup
melihatku1 (Al-Araf: 143)

2. Seorang yang menyetubuhi istrinya, tidak lain ia menyetubuhi


Allah Subhaanahu Wa Taala
Ibnu Arabi berkata: Sesungguhnya seseorang ketika menyetubuhi istrinya tidak
lain (ketika itu) ia menyetubuhi Allah! (Fushushul Hikam).2 Betapa kufurnya
kata-kata ini, tidakkah orang-orang Sufi sadar akan kesesatan gembongnya
ini?

3. Keyakinan kafir bahwa Allah Subhaanahu Wa Taala adalah makhluk dan


makhluk adalah Allah Subhaanahu Wa Taala , masing-masing saling menyembah
kepada yang lainnya.
Ibnu Arabi berkata: Maka Allah memujiku dan aku pun memuji-Nya. Dia
menyembahku dan aku pun menyembah-Nya. (Al-Futuhat Al-Makkiyyah).3
Padahal Allah I telah berfirman:

Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku.
(Adz-Dzariyat: 56)

Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi, kecuali akan datang kepada Allah
Yang Maha Pemurah dalam keadaan sebagai hamba. (Maryam: 93)

4. Keyakinan bahwa tidak ada perbedaan di antara agama-agama yang ada.


Ibnu Arabi berkata: Sebelumnya aku mengingkari kawanku yang berbeda
agama denganku. Namun kini hatiku bisa menerima semua keadaan, tempat
gembala rusa dan gereja pendeta, tempat berhala dan Kabah, lembaranlembaran Taurat dan Mushaf Al Quran. (Al-Futuhat Al-Makkiyyah).4

Jalaluddin Ar-Rumi, seorang tokoh sufi yang sangat kondang, berkata: Aku
seorang muslim, tapi aku juga seorang Nashrani, Brahmawi, dan Zaradasyti.
Bagiku, tempat ibadah adalah sama masjid, gereja, atau tempat berhalaberhala.5

Padahal Allah Subhaanahu Wa Taala berfirman:

Dan barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah
akan diterima (agama itu) daripadanya. Dan dia di akhirat termasuk orang-orang
yang merugi. (Ali Imran: 85)

5.

Bolehnya menolak hadits yang jelas-jelas shahih

Ibnu Arabi berkata: Kadangkala suatu hadits shahih yang diriwayatkan oleh
para perawinya, tampak hakikat keadaannya oleh seseorang mukasyif (Sufi yang
mengetahui ilmu ghaib dan batin). Ia bertanya kepada Nabi r secara langsung:
Apakah engkau mengatakannya? Maka beliau r mengingkari seraya berkata:
Aku belum pernah mengatakannya dan belum pernah menghukuminya dengan
shahih. Maka diketahui dari sini lemahnya hadits tersebut dan tidak bisa
diamalkan sebagaimana keterangan dari Rabbnya walaupun para ulama
mengamalkan berdasarkan isnadnya yang shahih. (Al-Futuhat Al-Makkiyah).6

6. Pembagian ilmu menjadi syariat dan hakikat.


Di mana bila seseorang telah sampai pada tingkatan hakikat berarti ia telah
mencapai martabat keyakinan yang tinggi kepada Allah Subhaanahu Wa Taala.
Oleh karena itu, menurut keyakinan Sufi, gugur baginya segala kewajiban dan
larangan dalam agama ini.

Mereka berdalil dengan firman Allah I dalam Al Quran Surat Al-Hijr ayat 99:

yang mana mereka terjemahkan dengan: Dan beribadahlah kepada Rabbmu


hingga datang kepadamu keyakinan.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata: Tidak diragukan lagi oleh
ahlul ilmi dan iman, bahwa perkataan tersebut termasuk sebesar-besar kekafiran
dan yang paling berat. Ia lebih jahat dari perkataan Yahudi dan Nashrani karena

Yahudi dan Nashrani beriman dengan sebagian isi Al Kitab dan mengkufuri
sebagian lainnya. Sedangkan mereka adalah orang-orang kafir yang
sesungguhnya (karena mereka berkeyakinan dengan sampainya kepada
martabat hakikat tidak lagi terkait dengan kewajiban dan larangan dalam agama
ini, pen). (Majmu Fatawa, 11/401)

Beliau juga berkata: Adapun pendalilan mereka dengan ayat tersebut, maka
justru merupakan bumerang bagi mereka. Al-Hasan Al-Bashri t berkata:
Sesungguhnya Allah I tidak menjadikan batas akhir beramal bagi orang-orang
beriman selain kematian, kemudian beliau membaca Al Quran Surat Al-Hijr ayat
99, yang artinya: Dan beribadahlah kepada Rabbmu hingga datang kepadamu
kematian.
Beliau melanjutkan: Dan bahwasanya Al-Yaqin di sini bermakna kematian dan
setelahnya, dengan kesepakatan ulama kaum muslimin. (Majmu Fatawa,
11/418)

IBNU ARABI : Muhiddin Abu Abdullah Muhammad ibn Ali ibn Muhammad ibn
Ahmad ibn Abdullah Hatimi at-Tai (28 Juli 1165-16 November 1240) atau lebih
dikenal sebagai Ibnu Arabi adalah seorang sufi sesat terkenal dalam
perkembangan tasawuf di dunia Islam. Ibnu Arabi dilahirkan pada tanggal 28
Juli 1165 di Al-Andalus, Spanyol. Pada usianya yang ke 8, bersama keluarganya,
ia pindah ke Sevilla. Pada tahun 1198, ia pergi ke Fez,Maroko. Ibnu Arabi
menghasilkan banyak karya, sejumlah 300 buku. Di antara buku-buku itu, yang
dikenal adalah Fushush al-Hikam dan Futuhat al-Makkiyyah juga Tarjuman alAsywaq.futuhat adalah karyasesat yg menyingkap ilmu gaibul gaib uluhiyat &
rububiyyat.

JALALUDIN RUMI : Maulana Jalaluddin Rumi Muhammad bin Hasin al Khattabi alBakri (Jalaluddin Rumi) atau sering pula disebut dengan nama Rumi adalah
seorang penyair sufi yang lahir di Balkh (sekarang Afganistan) pada tanggal 6
Rabiul Awwal tahun 604 Hijriah, atau tanggal 30 September 1207 Masehi.
Ayahnya masih keturunan Abu Bakar, bernama Bahauddin Walad. Sedang ibunya
berasal dari keluarga kerajaan Khwarazm. Ayah Rumi seorang cendekia yang
saleh, mistikus yang berpandangan ke depan, seorang guru yang terkenal di
Balkh. Saat Rumi berusia 3 tahun karena adanya bentrok di kerajaan maka
keluarganya meninggalkan Balkh menuju Khorasan. Dari sana Rumi dibawa
pindah ke Nishapur, tempat kelahiran penyair dan alhi matematika Omar
Khayyam. Di kota ini Rumi bertemu dengan Attar yang meramalkan si bocah
pengungsi ini kelak akan masyhur yang akan menyalakan api gairah Ketuhanan.

AL-HALLAJ : Abu Al-Mugis Al-Husain ibnu Mansur al-Baidlawi atau biasa disebut
dengan Al-Hallaj adalah salah seorang dedengkot sufi yang dilahirkan di kota
Thur yang bercorak Arab di kawasan Baidhah, Iran Tenggara, pada tanggal 26
Maret 866M. Ia merupakan seorang keturuna Persia. Kakeknya adalah seorang
penganut Zoroaster dan ayahnya memeluk islam. Al-Hallaj merupakan
dedengkot sufi abad ke-9 dan ke-10 yang paling terkenal. Ia terkenal karena
berkata: Akulah Kebenaran, ucapan yang membuatnya dieksekusi.

Syekh Siti Jenar (juga dikenal dalam banyak nama lain, antara
lain Sitibrit, Lemahbang, dan Lemah Abang) adalah seorang tokoh yang
dianggap sebagai sufi di Pulau Jawa. Tidak ada yang mengetahui secara pasti
asal-usulnya. Di masyarakat, terdapat banyak variasi cerita mengenai asal-usul
Syekh Siti Jenar. Ajarannya yang terkenal, yaitu Manunggaling Kawula Gusti.

7. Keyakinan bahwa ibadah kepada Allah Taala itu bukan karena takut dari adzab
Allah Taala (an-naar/ neraka) dan bukan pula mengharap jannah Allah Taala.
Padahal Allah Taala berfirman:

Dan peliharalah diri kalian dari an-naar (api neraka) yang disediakan untuk
orang-orang yang kafir. (Ali Imran: 131)

Dan bersegeralah kalian kepada ampunan dari Rabb kalian dan kepada jannah
(surga) yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang
yang bertaqwa. (Ali Imran: 133)

8. Dzikirnya orang-orang awam adalah Laa ilaha illallah, sedangkan dzikirnya


orang-orang khusus dan paling khusus adalah / Allah, / huwa (dibaca: huu),
dan / aah saja.
Padahal Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam bersabda:

Sebaik-baik dzikir adalah Laa ilaha illallah. (HR. At-Tirmidzi, dari shahabat Jabir
bin Abdullah z, dihasankan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami, no.
1104).7

Syaikhul Islam Rahimahullah berkata: Barangsiapa beranggapan bahwa Laa


ilaha illallah adalah dzikirnya orang awam, sedangkan dzikirnya orang-orang
khusus dan paling khusus adalah / Huwa, maka ia seorang yang sesat dan
menyesatkan. (Risalah Al-Ubudiyah, hal. 117-118, dinukil dari Haqiqatut
Tasawuf, hal. 13)

9. Keyakinan bahwa orang-orang Sufi mempunyai ilmu kasyaf (yang dapat


menyingkap hal-hal yang tersembunyi) dan ilmu ghaib.
Allah Subhaanahu Wa Taala dustakan mereka dalam firman-Nya:

Katakanlah tidak ada seorang pun di langit dan di bumi yang mengetahui halhal yang ghaib kecuali Allah. (An-Naml: 65)

10. Keyakinan bahwa Allah Taala menciptakan Nabi Muhammad Shallallaahu


alaihi wasallam dari nur/ cahaya-Nya, dan Allah Taala ciptakan segala sesuatu
dari cahaya Nabi Muhammad Shallallaahu alaihi wasallam.
Padahal Allah Taala berfirman :

Katakanlah (Wahai Muhammad), sesungguhnya aku hanyalah seorang manusia


seperti kalian, yang diwahyukan kepadaku (Al-Kahfi: 110).

(Ingatlah) ketika Rabbmu berfirman kepada para Malaikat: Sesungguhnya Aku


akan ciptakan manusia dari tanah liat. (Shad: 71)

11. Keyakinan bahwa AllahTaala menciptakan dunia ini karena Nabi Muhammad
Shallallaahu alaihi wasallam.
Padahal Allah Taala berfirman:

Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku.
(Adz-Dzariyat: 56)
Demikianlah beberapa dari sekian banyak ajaran Tasawuf, yang dari ini saja,
nampak jelas kesesatannya. Semoga Allah I menjauhkan kita dari kesesatankesesatan tersebut.

Keterkaitan Antara Sufi dengan Jamaah Tabligh dan Ikhwanul Muslimin


Keterkaitan antara Sufi dengan kelompok Jamaah Tabligh dan Ikhwanul Muslimin
sangatlah erat karena pendiri kedua kelompok ini adalah seorang Sufi. Jamaah
Tabligh didirikan oleh Muhammad Ilyas Al-Kandahlawi seorang Sufi dari tarekat
Jisytiyyah. Dan seiring bergulirnya waktu, Jamaah Tabligh kemudian berbaiat di
atas empat tarekat Sufi: Jisytiyyah, Qadiriyyah, Sahruwardiyyah, dan
Naqsyabandiyyah. (Lihat kitab Jamaatut Tabligh Mafahim Yajibu An Tushahhah,
karya Asy-Syaikh Hasan Janahi, hal. 2, 12.)
Adapun Ikhwanul Muslimin, pendirinya adalah Hasan Al-Banna, seorang Sufi dari
tarekat Hashafiyyah, sebagaimana yang ia katakan sendiri: Di Damanhur aku
bergaul dengan kawan-kawan dari tarekat Hashafiyyah dan setiap malam aku
selalu mengikuti acara hadhrah yang diadakan di Masjid At-Taubah
Ia juga berkata: Terkadang kami berziarah ke daerah Azbah Nawam, karena di
sana terdapat makam Asy-Syaikh Sayyid Sanjar, salah seorang dari tokoh tarekat
Hashafiyyah. (Mudzakkiratud Dawah Wad Daiyah, hal. 19, 23, dinukil dari kitab
Fitnatut Takfir Wal Hakimiyah, karya Muhammad bin Abdullah Al-Husain, hal. 6364)
Wallahu alam bish shawab.
1 Maksudnya di dunia ini, adapun di akhirat maka kaum mukminin akan melihat
Allah I, menurut aqidah Ahlus Sunnah wal Jamaah berdasarkan Al Quran, As
Sunnah dan ijma salaf. (ed)
2,3 Dinukil dari Ash-Shufiyyah Fi Mizanil Kitabi Was Sunnah karya Asy-Syaikh
Muhammad bin Jamil Zainu, hal. 24-25.
4,5 Dinukil dari Ash-Shufiyyah Fi Mizanil Kitabi Was Sunnah karya Asy-Syaikh
Muhammad bin Jamil Zainu, hal.24-25.
6 Dinukil dari Ash-Shufiyyah Fi Mizanil Kitabi Was Sunnah karya Asy-Syaikh
Muhammad bin Jamil Zainu, hal. 23
7 Lihat kitab Fiqhul Adiyati Wal Adzkar, karya Asy-Syaikh Dr. Abdurrazzaq bin
Abdul Muhsin Al-Badr, hal. 173.

Anda mungkin juga menyukai