Anda di halaman 1dari 38

BAB 7

Monitoring dan Evaluasi Pengelolaan Sumber Daya Alam

Kondisi lingkungan hidup dari waktu ke waktu mengalami penurunan kualitas


yang disebabkan oleh tingkat pengambilan keputusan, kepentingan pelestarian
sering diabaikan sehingga menimbulkan adanya pencemaran dan kerusakan
lingkungan. Pencemaran dan kerusakan lingkungan yang terjadi juga menimbulkan
konflik sosial maupun konflik lingkungan. Permasalahan yang terjadi tersebut
memerlukan perangkat hukum perlindungan terhadap lingkungan hidup yang
secara umum telah diatur dengan Undang-undang No.4 Tahun 1982.
Namun berdasarkan pengalaman dalam pelaksanaannya berbagai ketentuan
tentang penegakan hukum sebagaimana tercantum dalam Undang-undang
Lingkungan Hidup, maka dalam Undang-Undang Pengelolaan Lingkungan Hidup
diadakan berbagai perubahan untuk memudahkan penerapan ketentuan yang
berkaitan dengan penegakan hukum lingkungan yaitu Undang-undang No 4 Tahun
1982 diganti dengan Undang-undang No.23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup dan kemudian diatur lebih lanjut dalam peraturan
pelaksanaanya. Undang-undang ini merupakan salah satu alat yang kuat dalam
melindungi lingkungan hidup dan ditunjang dengan peraturan perundang-undangan
sektoral. Hal ini mengingat Pengelolaan Lingkungan hidup memerlukan koordinasi
secara sektoral dilakukan oleh departemen dan lembaga pemerintah nondepartemen sesuai dengan bidang tugas dan tanggungjawab masing-masing,
seperti Undang-undang No. 22 Th 2001 tentang Gas dan Bumi, UU No. 41 Th 1999
tentang kehutanan, UU No. 24 Th 1992 tentang Penataan Ruang dan diikuti
pengaturan lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden,
Keputusan Menteri, Peraturan Daerah maupun Keputusan Gubernur.
Sumberdaya alam sebagai suatu sistem memiliki ketahanan yang berbedabeda sebagai bentuk responnya terhadap eksploitasi. Umpan balik positif dalam
sistem sumberdaya alam sebagai bagian dari sistem lingkungan akan dapat
meningkatkan ketahanan sumberdaya alam yang bersangkutan. Untuk
meningkatkan ketahanannya, suatu sistem pengelolaan sumberdaya harus dapat
merespon secara positif setiap umpan balik yang terjadi. Dengan demikian
pengelolaan sumberdaya alam perlu dilengkapi perangkat sistem informasi yang
dapat menjamin respon yang tepat waktu terhadap masalahmasalah yang kritikal.
Satu hal yang perlu memperoleh penekanan di sini adalah kemauan politik untuk
mengadopsi sistem informasi sebagai sistem pendukung dalam pembuatan
keputusan yang lebih rasional dan tepat waktu. Optimalisasi sistem informasi untuk
monitoring dan evaluasi dalam pengelolaan sumberdaya perlu mencakup adanya
jaminan bahwa keputusankeputusan dalam pengelolaan sumberdaya harus
dilandasi hasil monitoring dan evaluasi.

Monitoring dan Evaluasi yang Efektif

Monitoring dan evaluasi tidak sama, tetapi keduanya memerlukan berbagai


unsur dan alat yang sama, antara lain adanya sasaran-sasaran program yang
jelas, target dan indikator, serta basis data yang mengandung data mutakhir.
Sasaran (output, outcome, impact) perlu ditetapkan sejak awal (pada saat
perencanaan), begitu pula dengan indikator dan sasaran utama.
Monitoring dapat mempermudah kita dalam mengamati terus-menerus trend
dan masalah, dan bila perlu melakukan penyesuaian dalam rencana
implementasi atau proses pengelolaan secara tepat waktu.
Bila dikaitkan dengan sistem monitoring yang kokoh, evaluasi tidak hanya
dapat mengidentifikasi hasil-hasil program, tetapi juga dapat menyediakan
informasi mengenai kapan, mengapa, dan bagaimana implementasi program
meleset dari rencana semula dan kemudian menyajikan rekomendasi untuk
mengatasi
masalah
itu
monitoring
dan
evaluasi
dapat
dipakai
mengidentifikasi dan mengatasi masalah.
Monitoring dan evaluasi juga penting dalam upaya untuk merekam temuan,
inovasi, hasil, dan praktik baik, untuk disebarluaskan serta dimanfaatkan
pihak dan daerah lain dan juga sebagai dasar untuk merayakan
keberhasilan. Selain itu, monitoring dan evaluasi merupakan wahana peran
serta penerima manfaat program/kegiatan yang sangat efektif bila dilakukan
dengan benar.

Monitoring Evaluasi
Meski ada beberapa kesamaan dan keterkaitan antara monitoring dan evaluasi,
sebaiknya secara konsepsional hal itu dipahami, dirancang, serta dilaksanakan
secara terpisah. Dengan demikian, sebaiknya penggunaan istilah monev dihindari
karena merancukan antara dua hal yang berbeda. Penggunaan istilah monitoring
(atau pemantauan) dan evaluasi secara terpisah akan membantu menekankan
perbedaan proses, tujuan, dan kegunaan masing- masing fungsi atau proses itu.
Kerangka Montoring dan Evaluasi Monitoring berfokus pada penelusuran dan
pelaporan mengenai masukan, kegiatan, dan terutama keluaran. Evaluasi lebih
berfokus pada keluaran serta terutama hasil/manfaat dan juga dampak (impacts).

7.1 Monitoring Pengelolaan


Dalam pengelolaan sumberdaya alam sebenarnya lebih baik dihindari konflik
daripada harus menyelesaikannya jika konflik tersebut terjadi. Untuk itu yang perlu
dilakukan untuk menghindari konflik pemanfaatan sumberdaya adalah membawa
semua stakeholders pada pemahaman yang sama tentang sistem sumberdaya itu
sendiri. Beberapa perangkat yang tersedia untuk menghindari konflik semacam itu

antara lain partisipasi publik dalam pembuatan keputusan untuk mengurangi


peluang tuntutan di pengadilan oleh mereka yang tidak puas, perencanaan dan
monitoring
yang
digunakan
untuk
mengurangi
konflik
kepentingan
antarpenggunaan sumberdaya oleh berbagai stakeholders dan kerjasama,
koordinasi serta komunikasi untuk melibatkan stakeholders dalam suatu
mekanisme saling memahami satu dengan yang lain. Ketiga perangkat ini dapat
dikatakan sebagai prosedur normatif yang tidak akan dibahas lebih lanjut dalam
tulisan ini.
7.1.1 Definisi dan Konsep Dasar Monitoring
Merupakan fungsi manajemen yang dilakukan pada saat suatu kegiatan sedang
berlangsung apabila dilakukan oleh pimpinan maka mengandung fungsi
pengendalian. Mencakup antara lain:
a. penelusuran pelaksanaan kegiatan dan keluarannya (outputs)
b. pelaporan tentang kemajuan
c. identifikasi masalah-masalah pengelolaan dan pelaksanaan. Sebagai contoh:
Untuk setiap program pembangunan, monitoring dapat berupa pelaporan
setiap enam bulan tentang kegiatan yang telah dilakukan dan/atau keluaran
(outputs) yang telah dicapai dalam hal seperti imunisasi, perbaikan sekolah,
pengadaan sistem air bersih.
7.1.2 Rencana Monitoring
1. Rencana monitoring sebaiknya mencakup langkah-langkah sebagai berikut:
Tentukan kegiatan dan keluaran utama yang harus dimonitor Untuk
sektor kesehatan, misalnya, monitoring dapat difokuskan pada hal-hal seperti
prasarana yang telah ditingkatkan, di mana peningkatan prasarana itu
dilakukan, klien mana saja yang menerima pelayanan dan untuk apa,
dan/atau obat gratis apa yang telah disediakan, untuk siapa dan untuk
penyakit apa saja. Yang perlu kita ingat adalah jangan berusaha untuk
memonitor segala aspek. Yang penting, kita memonitor apa yang telah
dilakukan, keluaran apa yang dihasilkan, di mana, kapan, oleh siapa, dan
untuk siapa. Kemudian, hasil monitoring itu dibandingkan dengan rencana
semula, selisih antara rencana dan hasil monitoring dibuat laporannya, dan
kemudian sejauh mungkin faktor-faktor penyebab perbedaan itu diidentifikasi.
Tata cara penyimpanan data juga penting untuk mempermudah penyusunan
laporan yang akurat dan tepat waktu. Sedapat mungkin sumber data yang
telah dikumpulkan secara rutin dimanfaatkan. Ciptakan format pelaporan
yang tidak terlalu rumit, dengan sebagian hasilnya disajikan secara
visual/grafik.

2. Rencana Monitoring
Tentukan pihak mana yang akan melakukan monitoring, dan kapan.
Sebaiknya pihak yang melakukan monitoring yang dimaksud di sini bukan
pihak pengelola program langsung, untuk menjaga independensi. Dengan
menganut asas partisipatif, wakil-wakil penerima manfaat program/kegiatan
sedapat mungkin bersama-sama melakukan monitoring. Mengenai frekuensi,
hal ini sebaiknya dilakukan paling tidak setiap enam bulan sekali untuk sebuah
program jangka menengah atau jangka panjang.
3. Rencana Monitoring
Tentukan siapa saja yang akan menerima laporan hasil monitoring.
Sebaiknya laporan hasil monitoring disebarkan tidak hanya pada pihak-pihak
pemerintah (eksekutif dan legislatif), tetapi juga pada pihak pelaksana
(misalnya: rumah sakit, kontraktor), instansi pemerintah pusat serta wakilwakil kelompok penerima manfaat, dan juga OMS untuk meminta umpan
balik. Buatlah pertemuan berkala untuk meninjau kembali tingkat kemajuan
serta memutuskan apakah rencana implementasi perlu disesuaikan.

7.2 Evaluasi Pengolaan


7.2.1 Definisi dan Konsep Dasar Evaluasi
Merupakan fungsi manajemen yang dilakukan setelah kurun waktu tertentu
atau setelah suatu kegiatan telah berlalu. Mencakup antara lain:

Penilaian atas dampak kolektifbaik positif maupun negatifdari semua


(atau sebagian besar) kegiatan yang telah dilakukan, pada lokasi dan/atau
kelompok sasaran yang berbeda-beda.
Deskripsi keluaran dan hasil/manfaat sebagaimana dilihat dari sudut
pandang penerima manfaat. Mengenai kegiatan yang disebut di atas.
Misalnya, evaluasi dapat dilakukan terhadap jumlah balita yang telah
diimunisasi serta tingkat penurunan angka penyakit yang disebabkan oleh
program imunisasi tersebut. Contoh lain, sejauh mana perbaikan sekolah
mengakibatkan peningkatkan kehadiran anak di sekolah dan pengurangan
jumlah anak usia sekolah yang putus sekolah, dan sejauh mana frekuensi
penyakit yang menular lewat air berkurang akibat pengadaan sistem air
bersih.

Evaluasi Dampak proses untuk menetapkan potensi dampak suatu kegiatan.


Evaluasi dilakukan untuk mengetahui apakah program mampu memecahkan
masalah yang dirumuskan pada tahap awalperencanaan. Ketika implementasi

dilaksanakan akan diketahui lebih lanjut tentang masalah dan mungkin perlu
memikirkan kembali tujuan dari proyek. Evaluasi diperlukan untuk mengkaji
informasi yang dapat dipergunakan untuk mengambil keputusan dalam melakukan
perbaikan. Evaluasi diperlukan untuk memberikan masukan bagi pelaksanaan
proyek, yang terlibat dalam implementasi proyek informasi tentang bagaimana
proyekberlangsung menjadi sumber penting sebagai motivasi dari kepuasan pihakpihak yang terlibat.
7.2.2 Jenis Evaluasi

Evaluasi terhadap usulan proyek yang akan dibangun (pre-project


evaluation)
Evaluasi terhadap proyek yang sedang dibangun (on-construction project
evaluation)
Evaluasi terhadap proyek yang telah dioperasikan (on-going project
evaluation)
Evaluasi terhadap proyek yang telah berakhir (post-project evaluation study)

Jenis evaluasi tergantung keperluan dilakukan pada titik-titik berbeda dalam


siklus program/proyek. Ada evaluasi proses yang berfokus pada mutu penyampaian
pelayanan, ada evaluasi biaya-manfaat dan ada evaluasi dampak. Evaluasi formatif
dilakukan pada waktu program/kegiatan berjalan dengan tujuan untuk
memperbaiki pelaksanaan, sedangkan evaluasi sumatif dilakukan pada saat
program/kegiatan sudah berakhir, dengan tujuan untuk mengukur dampak serta
menghimpun pelajaran/pengalaman yang berguna. Terdapat dua jenis evaluasi
yang perlu dipertimbangkan:

Evaluasi atas Proses


Jenis evaluasi ini berfokus pada apa yang telah dilakukan, bagaimana
melakukannya, siapa yang menjadi penerima manfaat, serta apa respons
mereka terhadap kegiatan program.
Evaluasi Dampak
Jenis evaluasi ini berusaha mengungkapkan siapa sebenarnya yang
memperoleh manfaat dari program dan berapa besar manfaatnya; dengan
kata lain, sejauh mana hasil/manfaat (dan dampak) yang diharapkan telah
tercapai.

Dalam kedua jenis evaluasi itu, perlu dibuat penilaian kembali berdasarkan
asumsi dasar dan rancangan program (suatu hal yang relatif tidak sering
dilakukan). Faktanya adalah bahwa banyak program/kegiatan (dan kebijakan) gagal
mencapai hasil yang diinginkan karena asumsi-asumsi dasar dan rancangan
program itu sendiri tidak benar.
7.2.3 Langkah-langkah Melakukan Evaluasi

Langkah 1: Melalui penyusunan rencana kerja, sepakatilah (a) apa yang akan
dievaluasi (didasarkan pada hasil/manfaat yang telah ditentukan dalam rencana
program dan dengan menggunakan sejumlah kecil indikator dan target kunci);
(b)basis data yang akan digunakan; (c)kapan evaluasi akan dilaksanakan (biasanya
setelah program berjalan 2-3 tahun);
Langkah 2: Pilihlah pihak pelaksana evaluasi yang independen dan objektif (yang
tidak dekat dengan pihak pengelola program). Misal: bila evaluasi akan dilakukan
salah satu instansi pemerintah, sebaiknya pilihlah lembaga pemerintah di luar SKPD
yang melaksanakan program. Pilihan lain adalah lembaga independen (seperti
perguruan tinggi atau OMS) yang memiliki kapasitas. Sepakatilah metodologi yang
akan digunakan (yang tidak terlalu kompleks). Temuilah wakil-wakil kelompok
penerima manfaat serta beberapa OMS untuk bersama-sama merancang serta
melaksanakan evaluasi.
Langkah 3: Bahaslah laporan hasil evaluasi dengan pihak pelaksana evaluasi. Bila
laporan sudah memenuhi syarat dan dianggap final, sebar luaskan untuk
memperoleh umpan balik, kemudian atur pertemuan dengan pihak-pihak pelaksana
program dan pemangku kepentingan lain untuk membahas hasil evaluasi serta
menentukan langkah-langkah penyempurnaan program yang mungkin diperlukan.
Pengembangan sistem MCS (monitoring, controlling and surveillance) dalam
pengendalian dan pengawasan, termasuk pemberdayaan masyarakat dalam sistem
pengawasan;

7.3 Kasus Hutan PT. Roda Mas Timber Kalimantan


Kasus ini merupakan intisari dari kegiatan monitoring dan evaluasi (monev)
yang rutin dilaksanakan oleh PT Roda Mas Timber Kalimantan setiap tahunnya.
Tujuan dari kegiatan monev ini adalah untuk mengetahui sejauh mana kemajuan
yang telah dicapai oleh perusahaan dalam mencapai target yang disepakati
bersama, dan menjadi instrumen dalam memperbaiki kinerja perusahaan.
7.3.1 Perencanaan Hutan
a. Pemeliharan Tata Batas
Pada tahun 2012 telah dilakukan pemeliharaan tata batas areal IUPHHK-HA
sepanjang 25.000 meter. Pemeliharaan tata batas diprioritaskan untuk lokasi yang
bersinggungan dengan operasional RKT ke depan dan/atau lokasi-lokasi strategis
lainnya seperti batas persekutuan dengan areal IUPHHK-HA lain.
b. Penataan Areal Kerja (PAK), Inventarisasi Tegakan Sebelum Penanaman
(ITSP) dan Survey PWH

Pembuatan batas blok dan petak/PAK tahun 2012 terealisasi seluas 1.841
Ha. Pelaksanaan ITSP meliputi sensus pohon (100%) dan pengukuran untuk
pemetaan topografi skala 1 : 1000 atau 5.000, dimana perusahaan telah
menerapkan pembalakan ramah lingkungan (RIL). Survey PWH meliputi
perencanaan "Lay Out RIL" di atas peta kontur dan pohon, kemudian dilaksanakan
pengukuran dan penetapan jalan utama, jalan cabang serta jalan ranting dan jalan
sarad di lapangan.
7.3.2 Produksi & Pemasaran Kayu Bulat
Pada tahun 2012 produksi kayu bulat PT Roda Mas Timber Kalimantan
mencapai 42.607 M3 atau 95% dari target. Pemasaran kayu bulat diprioritaskan
untuk pemenuhan kebutuhan bahan baku industri terkait, yaitu PT. Tirta Mahakam
Resources, Tbk di Samarinda. Penjualan kayu bulat pada tahun 2012 berasal dari
sisa stock akhir tahun 2011 sebanyak 16.852 m3 dan hasil produksi reguler dari
Blok RKT tahun 2012, dengan realisasi sebanyak 48.449,75 m3 atau tercapai 103%
dari target sebanyak 47.000 m3.
7.3.3 Pemanenan
PT Roda Mas Timber Kalimantan dalam kegiatan pemanenan kayu telah
menerapkan RIL (Reduced Impact Logging), sebagai upaya untuk menuju
pengelolaan hutan produksi lestari.
Semenjak tahun 2000 ujicoba dan studi RIL telah dilakukan perusahaan, dari hasil
evaluasi terhadap pelaksanaan RIL diperoleh gambaran bahwa penerapan sistem
RIL berpeluang memberikan beberapa manfaat, baik secara langsung maupun tidak
langsung diantaranya:
1.
2.
3.
4.
5.

Meningkatkan produktivitas produksi


Memperkecil tingkat kerusakan alat-alat berat
Meningkatkan profesionalisme dan prestasi kerja
Meningkatkan fungsi pengawasan dan evaluasi yang efektif.
Memperkecil tingkat kerusakan terhadap tanah, permudaan dan tegakan tinggal.

7.3.4 Penelitian Dan Pengembangan Hutan


Kegiatan penelitian tahun 2012 lebih diarahkan untuk evaluasi RIL dan
pembinaan sistim bina pilih. Evaluasi RIL merupakan kelanjutan atas ujicoba dan
studi RIL, yang telah dimulai sejak tahun 2000. Dari hasil evaluasi terhadap
pelaksanaan RIL diperoleh gambaran bahwa penerapan sistem RIL berpeluang
memberikan beberapa manfaat, baik secara langsung maupun tidak langsung
diantaranya :
1. Meningkatkan produktivitas produksi
2. Memperkecil tingkat kerusakan alat-alat berat

3. Meningkatkan profesionalisme dan prestasi kerja


4. Meningkatkan fungsi pengawasan dan evaluasi yang efektif.
5. Memperkecil tingkat kerusakan terhadap tanah, permudaan dan tegakan tinggal.
7.3.5 Kelola Sosial
Realisasi kegiatan kelola sosial pada tahun 2012 diprioritaskan bagi
masyarakat di dalam/sekitar hutan dimana perusahaan melakukan operasional.
Sasaran program adalah sesuai aspirasi masyarakat dan lebih diutamakan guna
penyediaan sarana dan prasarana umum/sosial seperti pengadaan BBM untuk
penerangan/listrik desa, pelayanan/peningkatan kesehatan masyarakat khususnya
balita melalui Posyandu bekerja sama dengan Puskesmas setempat, menyukseskan
program wajib belajar melalui pemberian beasiswa dan/atau bantuan pendidikan
berupa buku-buku sekolah di sekitar areal IUPHHK, penyediaan bibit tanaman
karet, kakao dan/atau tanaman kehidupan (buah-buahan), serta bantuan untuk
kelancaran
Perusahaan juga melakukan monitoring perburuan dan perdagangan satwa
liar setiap bulannya. Tujuan dari kegiatan monitoring perburuan satwa liar oleh
masyarakat ini adalah untuk: a). Mengumpulkan semua data dan informasi yang
berhubungan dengan aktivitas perburuan dan perdagangan satwa liar yang
dilindungi oleh Pemerintah/CITES/IUCN yang terjadi di dalam dan sekitar areal unit
manajemen; b). Melakukan sosialisasi penyadartahuan kepada masyarakat apabila
terdapat perburuan dan perdagangan satwa liar khususnya yang dilindungi
Pemerintah.
Intensitas perburuan dan perdagangan satwa liar yang dilindungi Pemerintah
di Unit Manajemen relatif kecil karena masyarakat sebagian besar berburu Babi
Hutan yang bukan satwa liar dilindungi Pemerintah. Aktifitas perburuan satwa liar
khususnya yang dilindungi pemerintah yang dilakukan oleh masyarakat biasanya
sebagai perlengkapan acara adat contohnya tanduk Payau sebagai hulu parang,
kulit dan taring Macan Dahan, kulit Beruang Madu, dan bulu Burung Enggang.
Masyarakat tidak melakukan perburuan satwa liar dilindungi secara besar-besaran
dan tidak untuk diperdagangkan.
7.3.6 Kelola Lingkungan
Pada tahun 2012 dalam rangka pelaksanaan pengelolaan (pengendalian/
penanggulangan/ pengembangan) dan pemantauan lingkungan telah dilaksanakan
kegiatan pengelolaan kawasan lindung, pengendalian dampak erosi, pengelolaan
dan pemantauan keanekaragaman hayati dan monitoring HCVF. Kegiatan
pengelolaan kawasan lindung meliputi penandaan batas, pemeliharaan dan
pemasangan papan-papan peringatan di lokasi mata air, sempadan sungai dan
perlintasan satwa. Sedangkan untuk memastikan keutuhan fungsi/keberadaannya
dilakukan pemantauan secara periodik pada lokasi-lokasi tertentu terutama yang
rentan terhadap gangguan dan pada areal Plasma Nutfah. Untuk pengendalian

dampak erosi dilakukan penerapan RIL secara konsisten di lapangan termasuk


pembuatan sudetan pada bekas jalan sarad.
Berkaitan dengan pengelolaan dan pemantauan keanekaragaman hayati,
khususnya tehadap jenis-jenis dilindungi/langka/endemik dilakukan upaya antara
lain: perlindungan areal plasma nutfah, pencatatan (identifiikasi) jenis satwa
dilindungi/langka/endemik dan penanaman jenis-jenis pohon dilindungi serta
pemasangan papan larangan berburu dan larangan penebangan pohon tanpa izin.
Penanganan limbah cair dilakukan dengan seminisasi lantai di tempat pengisian
BBM serta melakukan pengecekan dan pengecatan tangki secara periodik. Melalui
bantuan dan kerjasama dengan TNC, telah dilakukan identifikasi dan penilaian
HCVF. Selain itu juga dilaksanakan sosialisasi teknik dan praktek pengelolaan
limbah, baik limbah domestik atau limbah B3 (padat dan cair) secara rutin untuk
meningkatkan
kesadaran
karyawan/pekerja.
Terkait penanganan limbah B3 telah dibuat perjanjian kerjasama dengan PT Prima
Utama Waste Collection Industries, yang memiliki izin menampung dan menyimpan
serta pusat pengolahan limbah B3 di Cileungsi, Bogor, Jawa Barat. Perjanjian No.
48/RMA-S/C.2.c/III/2012.
7.3.7 Bagian Umum
Untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan tenaga kerja, khususnya
untuk pelaksana di lapangan pada tahun 2012 telah dilakukan pengembangan SDM,
baik dengan melakukan sosialisasi maupun melakukan pelatihan internal (In House
Trainning), antara lain:
-

Penyegaran Tehnik Pembalakan Sistem RIL


Pelatihan Tehnik Penebangan dan arah rebah
Pelatihan Pengenalan Jenis Pohon
Pelatihan Tehnik Survey Topografi / Pohon
Pelatihan Pemetaan berbasis G I S
Pelatihan Tehnik Pembuatan Trase Jalan
Pelatihan pengenalan jenis burung
Pelatihan Monitoring HCVF
Pelatihan Produksi bibit dan pemeliharaan bibit persemaian
Pelatihan pemadaman kebakaran
Pelatihan pengenalan jenis Flora dan Fauna yang dilindungi
Pelatihan K 3 / P 3 K
Sosialisasi lokasi kawasan lindung kepada masyarakat
Sosialisasi jenis Flora dan Fauna yang dilindungi kepada masyarakat
Sosialisasi Pemakaian APD
Sosialisasi masalah Pembuangan Limbah/Sampah

Dengan komitmen untuk mengelola hutan secara lestari dan bertekad untuk
mendapatkan sertifikasi Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (PHPL) skema Forest
Stewardship Council (FSC), perusahaan selalu berupaya melakukan perencanaan

yang jelas dan rinci dalam melaksanakan kegiatannya. Perencanaan hutan tersebut
merupakan landasan dan pengarahan rasional bagi pelaksanaan kegiatan.
Kegiatan-kegiatan tersebut pun dilaksanakan dengan menerapkan teknik
pengelolaan hutan yang ramah lingkungan dan dapat diterima oleh masyarakat
sekitar.
Selain agar pengelolaan hutan dapat terarah dan terkendali sehingga tujuan
yang perusahaan tetapkan dapat tercapai, tujuan lain dalam penyusunan
perencanaan adalah agar dapat dilakukan monitoring dan evaluasi terhadap
pelaksanaan kegiatan tersebut. Pada hakekatnya evaluasi ini diharapkan berperan
penting dalam upaya meningkatkan kualitas operasional dan berkontribusi dalam
memandu pembuat kebijakan di seluruh level unit manajemen.
Berikut ini merupakan ringkasan hasil kegiatan monitoring dan evaluasi selama
tahun 2011 yang dilakukan oleh semua bagian yang ada Unit Manajemen PT. Roda
Mas Timber Kalimantan.
7.3.8 Perencanaan Hutan
a. Pemeliharan Tata Batas

Pada tahun 2011 telah dilakukan pemeliharaan tata batas areal IUPHHK-HA
sepanjang 15.068 meter. Pemeliharaan tata batas diprioritaskan untuk lokasi yang
bersinggungan dengan operasional RKT ke depan dan/atau lokasi-lokasi strategis
lainnya seperti batas persekutuan dengan areal IUPHHK-HA lain.

b. Penataan Areal Kerja (PAK), Inventarisasi Tegakan Sebelum Penanaman


(ITSP) dan Survey PWH
Pembuatan batas blok dan petak/PAK tahun 2011 terealisasi seluas 1.800
Ha. Pelaksanaan ITSP meliputi sensus pohon (100%) dan pengukuran untuk
pemetaan topografi skala 1 : 1000 atau 5.000, dimana perusahaan telah
menerapkan pembalakan ramah lingkungan (RIL). Survey PWH meliputi
perencanaan Lay Out RIL di atas peta kontur dan pohon, kemudian dilaksanakan
pengukuran dan penetapan jalan utama, jalan cabang serta jalan ranting dan jalan
sarad di lapangan.

7.3.9 Pemanenan
PT Roda Mas Timber Kalimantan dalam kegiatan pemanenan kayu telah
menerapkan RIL (Reduced Impact Logging), sebagai upaya untuk menuju
pengelolaan hutan produksi lestari. Semenjak tahun 2000 ujicoba dan studi RIL
telah dilakukan perusahaan, dari hasil evaluasi terhadap pelaksanaan RIL diperoleh
gambaran bahwa penerapan sistem RIL berpeluang memberikan beberapa manfaat,
baik secara langsung maupun tidak langsung diantaranya:
1. Meningkatkan produktivitas produksi
2. Memperkecil tingkat kerusakan alat-alat berat
3. Meningkatkan profesionalisme dan prestasi kerja
4. Meningkatkan fungsi pengawasan dan evaluasi yang efektif.
5. Memperkecil tingkat kerusakan terhadap tanah, permudaan dan tegakan tinggal.

7.3.10 Penelitian Dan Pengembangan Hutan


Kegiatan penelitian dan pengembangan difokuskan pada semua aspek
silvikultur dari Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI) dan kegiatan pemanfaatan
hutan lainnya. Kegiatan penelitian dan pengembangan dilakukan untuk
menghasilkan informasi/data yang berguna untuk kegiatan pengelolaan hutan yang
baik dan dilaksanakan secara independen oleh perusahaan atau bersama-sama
dengan Institusi pendidikan tinggi dan atau konsultan, serta lembaga internasional
dan nasional, seperti Tropical Forest Foundation (TFF), The Nature Conservancy
(TNC), dll.

Beberapa penelitian telah dan masih terus dilakukan untuk mendukung


keberhasilan pelaksanaan pengelolaan hutan yang baik, produktif dan bertanggung
jawab, antara lain:
a. Evaluasi Reduce Impact Logging (RIL) bekerjasama dengan TFF
b. Penelitian pembinaan hutan sistem bina pilih
c. Ujicoba penanaman Dipterocarpaceae
d. Ujicoba penanaman stek Dipterocarpaceae
e. Ujicoba penanaman pohon plus (Tengkawang)
f. Penelitian dalam bidang sosial-ekonomi (bekerja sama dengan TNC dan PT Inti
Mitra Makmur diantaranya:
- Penelitian sosial untuk menyusun data base sosial desa-desa sekitar dan di
dalam PT Roda Mas Timber Kalimantan
- Penelitian dampak sosial ekonomi dari kegiatan operasional PT Roda Mas Timber
Kalimantan
g. Penelitian dalam bidang konservasi dan lingkungan bekerja sama dengan TNC
dan pakar.
- Inventarisasi Flora dan Fauna

- Teknik Pengayaan Intensif di hutan Alam Produksi Bekas Tebangan


- Identifikasi High Conservation Value Forest (HCVF)
PT Roda Mas Timber Kalimantan menyadari bahwa keberhasilan usaha kehutanan
yang menjadi misinya sangat tergantung pada keahlian, profesionalisme dan
kualitas personilnya. Oleh karena itu PT Roda Mas Timber Kalimantan memiliki
komitmen untuk senantiasa mengembangkan kapasitas sumber daya manusia yang
dimiliki. Personil dalam level manajemen diberikan kesempatan yang sama untuk
mengembangkan dan meningkatkan keterampilan dan potensinya melalui
pendidikan dan pelatihan. Kegiatan pelatihan dilakukan secara mandiri (in house
training) atau melalui kerja sama dengan lembaga pendidikan dan pelatihan di
Indonesia, baik swasta maupun pemerintah.
7.3.11 Persemaian Dan Penanaman
Kegiatan penanaman yang dilaksanakan di PT Roda Mas Timber Kalimantan terdiri
atas :
1. Penanaman Pengayaan/Rehabilitasi
2. Penanaman Kanan Kiri jalan
3. Penanaman Areal Tidak Produktif.
Penanaman Pengayaan dan Rehabilitasi dilaksanakan pada areal dengan
sistem silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI), kegiatan penanaman ini
dilakukan pada bekas jalan sarad dan TPn. Jenis yang ditanam adalah
jenisDipterocarpaceae dan Non Dipterocarpaceae dengan jarak tanam 5 meter x 5
meter untuk tanaman pengayaan dan 3 meter x 3 meter untuk penanaman
rehabilitasi. Tujuan penanaman agar daerah-daerah terbuka cepat tertutup dan
memperbaiki komposisis serta memperbaiki komposisi serta jenis permudaan
sehingga meningkatkan produktivitas tegakan.

Penanaman Kanan Kiri Jalan dilaksanakan pada kanan kiri jalan angkutan,
penanaman ini dilaksanakan untuk mengembalikan produktivitas tegakan dan

mempercepat penutupan permukaan tanah di kanan kiri jalan angkutan karena


pada pembuatannya telah dilakukan tebang bayang. Jenis yang ditanam
selain Dipterocarpaceae dan Non
Dipterocarpaceae juga
jenis
tanaman
penghidupan.
Penanaman Areal Tidak Produktif dilaksanakan pada areal bekas perladangan
berpindah, kegiatan penanaman ini bertujuan untuk mengembalikan kondisi areal
bekas ladang berpindah menjadi hutan kembali. Jenis yang ditanam selain
Dipterocarpaceae dan Non Dipterocarpaceae juga tanaman buah dan tanaman
perkebunan. Pada pelaksanaanya kegiatan Penanaman Areal Tidak Produktif
melibatkan masyarakat pemilik ladang.

Terdapat bibit asal cabutan alami, stek pucuk dan biji yang terdapat di
persemaian dengan jenis-jenis antara lain meranti, durian, lai, sungkai, kapur,
agathis, tengkawang, jabon dan nyawai. Dari hasil pengamatan dan perhitungan,
persentasi hidup bibit asal cabutan alami dan stek pucuk tergolong tinggi dengan
persentase hidup sekitar 98%.
7.3.12 Kelola Sosial
Realisasi kegiatan kelola sosial pada tahun 2011 diprioritaskan bagi
masyarakat di dalam/sekitar hutan dimana perusahaan melakukan operasional.
Sasaran program adalah sesuai aspirasi masyarakat dan lebih diutamakan guna
penyediaan sarana dan prasarana umum/sosial seperti pengadaan BBM untuk
penerangan/listrik desa, pelayanan/peningkatan kesehatan masyarakat khususnya
balita melalui Posyandu bekerja sama dengan Puskesmas setempat, menyukseskan
program wajib belajar melalui pemberian beasiswa dan/atau bantuan pendidikan
berupa buku-buku sekolah di sekitar areal IUPHHK, penyediaan bibit tanaman
karet, kakao dan/atau tanaman kehidupan (buah-buahan), serta bantuan untuk
kelancaran

Perusahaan juga melakukan monitoring perburuan dan perdagangan satwa


liar setiap bulannya. Tujuan dari kegiatan monitoring perburuan satwa liar oleh
masyarakat ini adalah untuk: a). Mengumpulkan semua data dan informasi yang
berhubungan dengan aktivitas perburuan dan perdagangan satwa liar yang
dilindungi oleh Pemerintah/CITES/IUCN yang terjadi di dalam dan sekitar areal unit
manajemen; b). Melakukan sosialisasi penyadartahuan kepada masyarakat apabila
terdapat perburuan dan perdagangan satwa liar khususnya yang dilindungi
Pemerintah.
Intensitas perburuan dan perdagangan satwa liar yang dilindungi Pemerintah
di Unit Manajemen relatif kecil karena masyarakat sebagian besar berburu Babi
Hutan yang bukan satwa liar dilindungi Pemerintah. Aktifitas perburuan satwa liar
khususnya yang dilindungi pemerintah yang dilakukan oleh masyarakat biasanya
sebagai perlengkapan acara adat contohnya tanduk Payau sebagai hulu parang,
kulit dan taring Macan Dahan, kulit Beruang Madu, dan bulu Burung Enggang.
Masyarakat tidak melakukan perburuan satwa liar dilindungi secara besar-besaran
dan tidak untuk diperdagangkan.
7.3.13 Kelola Lingkungan
Hasil pengamatan curah hujan tahun 2011 adalah sebagai berikut:

Pengamatan tinggi muka air dilakukan di Sungai Mahakam. Manfaat kegiatan ini
adalah sebagai dasar acuan untuk kegiatan merakit kayu, pedoman status siaga
banjir dan sebagai acuan kelayakan perjalanan menggunakan longboat. Hasil
pengamatan sepanjang tahun 2011 adalah sebagai berikut:

7.3.14 Bagian Umum


Selama tahun 2011, bagian personalia melakukan berbagai macam pelatihan dan
sosialisasi yaitu:
- Pelatihan teknik arah rebah pohon dalam penebangan sistem RIL bekerjasama
dengan TFF
- Pelatihan dan survei lapangan dalam rangka penilaian dampak sosial bekerja
sama dengan PT Inti Mitra Makmur
- Pelatihan Kesehatan dan Keselamatan Kerja bekerja sama dengan PT Indo Human
Resource.
- Workshop HCVF Unit Manajemen dilakasanakan di Swiss Bell Hotel Samarinda
atas kerjasama TBI, CuC dan Tropenbos Indonesia
- Refresing Pelatihan K3 untuk seluruh karyawan Unit II Camp Sei Boh.
Pembangunan fasilitas yang dilakukan adalah di bidang lingkungan dan
kesehatan. Fasilitas lingkungan yang dibangun adalah pembangunan oil trap di
bengkel, semenisasi gudang BBM, tempat pembuangan akhir (TPA) limbah rumah
tangga. Selain itu juga dibangun ruang pertemuan dan penyediaan sarana dan
prasarana kesehatan dan alat pelindung diri/APD.

BAB 8
Analisis Pengelolaan Sumber Daya Alam dan AMDAL

Indonesia adalah Negara kepulauan yang sangat kaya akan sumber daya
alamnya. Perlu pemahaman yang kuat bagi warga agara warga Negara Indonesia
mampu megendalikan keinginan untuk mengeruk sebagian harta yang sangat
berlimpah agar tidak merugikan nantinya terutama bagi generasi kedepannya.
Sumber daya alam adalah sesuatu yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai
kepentingan dan kebutuhan hidup manusia agar hidup lebih makmur dan sejahtera
yang ada di sekitar alam lingkungan hidup kita. Sumber daya alam bisa terdapat di
mana saja seperti di dalam tanah, air, permukaan tanah, udara, dan lain
sebagainya. Manusia dapat mengelola sumber daya alam dengan catatan
pengelolaan harus dengan baik dan tidak merusak ekosistem di sekitarnya.
8.1 Analisis Pengelolaan Sumber Daya Alam
Pengelolaan adalah proses memberikan pengawasan pada semua hal yang
terlibat dalam pelaksanaan kebijakan dan pencapaian tujuan. Pengelolaan meliputi
proses perencanaan, pelaksanaan dan pengontrolan kebijakan yang dilakukan
dalam kawasan hutan
8.1.1 Cara Pengelolaan Sumber Daya Alam
Pemanfaatan sumber daya alam harus diikuti oleh pemeliharaan dan
pelestarian. Alam mempunyai sifat yang beraneka ragam namun serasi dan
seimbang. Oleh karena itu, perlindungan dan pengawetan alam harus terus
dilakukan untuk mempertahankan keserasian dan keseimbangan itu. Oleh karena
itu, agar pemanfaatannya dapat berkesinambungan, maka tindakan eksploitasi
sumber daya alam harus disertai dengan tindakan perlindungan. Pemeliharaan

dan pengembangan lingkungan hidup harusdilakukan dengan cara yang rasional


antara lain sebagai berikut:
1. Memanfaatkan sumber daya alam yang dapat diperbaharui dengan hati-hati
dan efisien, misalnya: air, tanah, dan udara.
2. Menggunakan bahan pengganti, misalnya hasil metalurgi (campuran).
3. Mengembangkan metoda menambang dan memproses yang efisien, serta
pendaurulangan (recycling).
4. Melaksanakan etika lingkungan berdasarkan falsafah hidup secara damai
dengan alam.
8.1.2 Cara Memelihara Dan Melestarikan Sumber Daya Alam
Semakin banyak itu mengakibatkan kebutuhan hidup manusia bertambah besar.
Misalnya, kebutuhan makan, pakaian, perumahan, dan kendaraan. Usaha
pemenuhan kebutuhan manusia menuntut perkembangan teknologi yang semakin
maju. Teknologi pun menjadi maju karena manusia mengembangkan ilmu
pengetahuan. Jika tidak dikendalikan penggunaannya maka sumber daya alam
akan habis nantinya. Oleh karena itu perlu ada tindakan pelestarian sumber daya
alam, adapun usaha-usaha untuk melestarikan alam diantaranya sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.

Penanaman kembali hutan-hutan yang gundul


Menjaga kebersihan lingkungan
Membuat terasering pada pertanian di pegunungan.
Membatasi pengambilan sumber daya alam yang berlebihan.

Pengelolaan lingkungan termasuk pencegahan, penanggulangan kerusakan


dan pencemaran serta pemulihan kualitas lingkungan telah menuntut
dikembangkannya berbagai perangkat kebijakan dan program serta kegiatan yang
didukung oleh sistem pendukung pengelolaan lingkungan lainnya. Sistem tersebut
mencakup kemantapan kelembagaan, sumberdaya manusia dan kemitraan
lingkungan, disamping perangkat hukum dan perundangan, informasi serta
pendanaan. Keterkaitan dan keseluruhan aspek lingkungan telah memberi
konsekuensi bahwa pengelolaan lingkungan, termasuk sistem pendukungnya tidak
dapat berdiri sendiri, akan tetapi berintegrasi dengan seluruh pelaksanaan
pembangunan.
Pembangunan nasional yang dilaksanakan memiliki tujuan untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Tujuan tersebut membuat pembangunan
memiliki beberapa kelemahan, yang sangat menonjol antara lain adalah tidak
diimbangi ketaatan aturan oleh pelaku pembangunan atau sering mengabaikan
landasan aturan yang semestinya dalam mengelola usaha dan atau kegiatan yang
mereka lakukan, khususnya menyangkut bidang sosial dan lingkungan hidup,
sehingga menimbulkan permasalahan lingkungan. Oleh karena itu, sesuai dengan

rencana Tindak Pembangunan Berkelanjutan dalam Perlindungan dan Pengelolaan


Lingkungan Hidup dilakukan untuk meningkatkan kualitas lingkungan melalui upaya
pengembangan dan penegakan sistem hukum serta upaya rehabilitasi lingkungan.
Menurut Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup (1997), kebijakan daerah dalam
mengatasi permasalahan lingkungan hidup khususnya permasalahan kebijakan dan
penegakan hukum yang merupakan salah satu permasalahan lingkungan hidup di
daerah dapat meliputi :

Regulasi Perda tentang Lingkungan.


Penguatan Kelembagaan Lingkungan Hidup.
Penerapan dokumen pengelolaan lingkungan hidup dalam proses perijinan
Sosialisasi/pendidikan tentang peraturan perundangan dan pengetahuan
lingkungan hidup.
Meningkatkan kualitas dan kuantitas koordinasi dengan instansi terkait dan
stakeholders
Pengawasan terpadu tentang penegakan hukum lingkungan.
Memformulasikan bentuk dan macam sanksi pelanggaran lingkungan hidup.
Peningkatan kualitas dan kuantitas sumberdaya manusia.
Peningkatan pendanaan dalam pengelolaan lingkungan hidup.

Sumber daya alam harus dikelola untuk mendapatkan manfaat yang


maksimal, tetapi pengelolaan sumber daya alam harus diusahakan agar
produktivitasnya tetap berkelanjutan. Eksploitasinya harus di bawah batas daya
regenerasi atau asimilasi sumber daya alam. Diperlukan kebijaksanaan dalam
pemanfaatan sumber daya alam yang ada agar dapat lestari dan berkelanjutan
dengan menanamkan pengertian sikap serasi dengan lingkungannya. Di dalam
pengelolaan sumber daya alam hayati perlu adanya pertimbangan-pertimbangan
sebagai berikut :
a. Teknologi yang dipakai tidak sampai merusak kemampuan sumber
daya untuk pembaruannya.
b. Sebagian hasil panen harus digunakan untuk menjamin pertumbuhan
sumber daya alam hayati.
c. Dampak negatif pengelolaannya harus ikut dikelola, misalnya dengan
daur ulang.
d. Pengelolaannya harus secara serentak disertai proses pembaruannya.
8.1.3 Kakarekteristik Ekologi Sumber Daya Alam
Sumberdaya alam mencakup pengertian yang sangat luas, merupakan unsur
pembentuk lingkungan yang sangat kompleks, dinamis, satu sama lain saling
berinteraksi. Owen (1980) mendefinisikan SDA sebagai bagian dari lingkungan
alam (tanah, air, padang penggembalaan, hutan, kehidupan liar, mineral atau

populasi manusia) yang dapat digunakan manusia untuk meningkatkan


kesejahteraan hidupnya. Berdasarkan sifatnya Owen (1980) mengelompokkan SDA
yang Inexhaustible dan Exhaustible.
SDA Inexhaustible adalah sumberdaya alam yang tidak akan habis. Akan
tetapi tidak berarti ketersediaannya tidak terbatas, bahkan apabila salah kelola
sumberdaya alam tersebut dapat mengalami kerusakan sehingga tidak dapat
berfungsi secara optimal. Misalnya, jika terjadi kerusakan daerah tangkapan sungai
yang menyebabkan air tidak dapat meresap ke dalam tanah, maka air akan lebih
banyak
mengalir
sebagai
aliran
permukaan
yang
akan
menimbulkan
erosi, sedimentasi, banjir pada musim hujan, dan kekurangan air pada musim
kemarau dan banyak lagi dampak terusannya. SDA exhaustible merupakan
sumberdaya yang dapat habis, sekali kita gunakan habis maka sumberdaya
tersebut tidak akan ada lagi (Setidaknya diperlukan ratusan bahkan ribuan tahun
untuk pembentukannya, misalnya pembentukan tanah memerlukan waktu 500.000
taun) (Alikodra 2000). SDA exhaustible dikelompokan lagi menjadi SDA
maintainable dan nonmaintainable.
Karakteristik penting lain dari SDA adalah penyebarannya tidak merata di
permukaan atau di dalam perut bumi. Di beberapa tempat terdapat potensi
sumberdaya yang beranekaragam dengan jumlah yang banyak. Sementara di
daerah lain jenis dan jumlahnya sedikit.
8.1.4 Daya Dukung Lingkungan
Daya dukung lingkungan mengandung pengertian kemampuan suatu tempat
dalam menunjang kehidupan mahluk hidup secara optimum dalam periode waktu
yang panjang. Daya dukung lingkungan dapat pula diartikan kemampuan
lingkungan memberikan kehidupan organisme secara sejahtera dan lestari bagi
penduduk yang mendiami suatu kawasan.
Salah satu faktor yang berpengaruh besar dan juga sangat dipengaruhi oleh
pembangunan adalah faktor sumber daya alam dan daya dukung lingkungan.
Sumber daya alam dan daya dukung lingkungan ini salah satunya adalah
lingkungan ,fisik yang merupakan tempat dilaksanakannya pembangunan. Dari
kenyataan tersebut diperlukan adanya keserasian antara pembangunan yang
dilakukan dengan daya dukung fisik. Untuk mencapai keserasian tersebut, hal yang
perlu dilakukan adalah mengetahui kemampuan daya dukung lingkungan fisik.
Dengan diketahuinya daya dukung lingkungan fisik, maka dapat ditentukan juga
kegiatan pembangunan yang sesuai dengan daya dukung tadi. Dari hasil analisis
kesesuaian lahan untuk kawasan lindung terutama hutan lindung lebih
terkonsentrasi di wilayah utara dan tengah. Untuk kawasan budi daya, dari hasil
analisis kesesuian lahan gabungan terdapat enam kombinasi. Kombinasi ini secara

umum merupakan kesesuaian lahan untuk beberapa kegiatan dalarn suatu


kawasan. Dari hasil analisis kesesuaian lahan gabungan dengan penggunaan lahan
saat ini, penggunaan lahan yang telah sesuai dengan daya dukungnya sekitar 50%.
Sedangkan dari pertampalan dengan Arahan Pemanfaatan Ruang dalam RUTRD
terjadi perbedaan seperti kawasan lindung hasil analisis yang dijadikan kawasan
budi daya dan sebaliknya.
8.1.5 Keterbatasan Kemampuan Manusia
Keterbatasan kemapuan manusia dalam mengelola sumber daya alam adalah
sangat berlawanan dengan kemampuan manusi dalam memanfaatkan sumber daya
alam. Manusia dalam memanfaatkan sumber daya alam tidak di imbangi dengan
pembaharuan sumber daya alam jadi sumber daya alam akan habis dan tidak ada
di perbaharuin. Sedangkan sumber daya alam ada 2 jenis yaitu sumber daya alam
bisa diperbaharui dan tidak bisa diperbaharui jadi kalau sumber daya alam yang
dapat diperbaharui dibuat lagi namun jika sumber daya alam yang tidak bias di
perbaharui pasti akan habis dan tidak akan ada lagi sumber daya alam itu.
8.1.6 Prinsip Pengelolaan Lingkungan
Pengelolaan lingkungan adalah upaya terpadu dalam melakukan
pemanfaatan,
penataan,
pemeliharaan,
pengawasan,
pengendalian
dan
pengembangan lingkungan hidup, sehingga pelestarian potensi sumber daya alam
dapat tetap dipertahankan, dan pencemaran atau kerusakan lingkungan dapat
dicegah. Perwujudan dari usaha tersebut antara lain dengan menerapkan teknologi
yang tepat dan sesuai dengan kondisi lingkungan. Untuk itu berbagai prinsip yang
dipakai untuk pengelolaan lingkungan antara lain :
1. Preventif (pencegahan), didasarkan atas prinsip untuk mencegah timbulnya
dampak yang tidak diinginkan, dengan mengenali secara dini kemungkinan
timbulnya dampak negatif, sehingga rencana pencegahan dapat disiapkan
sebelumnya. Beberapa contoh dalam penerapan prinsip ini adalah
melaksanakan AMDAL secara baik dan benar, pemanfaatan sumber daya
alam dengan efisien sesuai potensinya, serta mengacu pada tata ruang yang
telah ditetapkan.
2. Kuratif (penanggulangan), didasarkan atas prinsip menanggulangi dampak
yang terjadi atau yang diperkirakan akan terjadi, namun karena
keterbatasan teknologi, hal tesebut tidak dapat dihindari. Hal ini dilakukan
dengan pemantauan terhadap komponen lingkungan yang terkena dampak
seperti kualitas udara, kualitas air dan sebagainya. Apabila hasil pemantauan
lingkungan mendeteksi adanya perubahan atau pencemaran lingkungan,
maka perlu ditelusuri penyebab/sumber dampaknya, dikaji pengaruhnya,
serta diupayakan menurunnya kadar pencemaran yang timbul.

3. Insentif (kompensasi), didasarkan atas prinsip dengan mempertemukan


kepentingan 2 pihak yang terkait, disatu pihak pemrakarsa/pengelola
kegiatan yang mendapat manfaat dari proyek tersebut harus memperhatikan
pihak lain yang terkena dampak, sehingga tidak merasa dirugikan. Perangkat
insentif ini dapat juga berupa pengaturan oleh pemerintah seperti
peningkatan pajak atas buangan limbah, iuran pemakaian air, proses
perizinan dan sebagainya.
8.1.7 Pendekatan Pengelolaan Lingkungan
Rencana
pengelolaan
lingkungan,
harus
dilakukan
dengan
mempertimbangkan pendekatan teknologi, yang kemudian harus dapat dipadukan
dengan pendekatan ekonomi, serta pendekatan institusional sebagai berikut :
8.1.8 Pendekatan Teknologi
Berupa tata cara teknologi yang dapat dipergunakan untuk melakukan pengelolaan
lingkungan, seperti :
1. Melakukan kerusakan lingkungan, antara lain dengan :
1. Melakukan reklamasi lahan yang rusak.
2. Memperkecil erosi dengan sistem terasering dan penghijauan.
3. Penanaman pohon-pohon kembali pada lokasi bebas quary dan tanah
kosong.
4. Tata cara pelaksana konstruksi yang tepat.
2. Menanggulangi menurunnya potensi sumber daya alam, antara lain dengan :
1. Mencegah menurunnya kualitas/kesuburan tanah, kualitas air dan
udara.
2. Mencegah rusaknya kondisi flora yang menjadi habitat fauna.
3. Meningkatkan diversifikasi penggunaan bahan material bangunan.
3. Menanggulangi limbah dan pencemaran lingkungan, antara lain dengan :
1. Mendaur ulang limbah, hingga dapat memperkecil volume limbah.
2. Mengencerkan kadar limbah, baik secara alamiah maupun secara
engineering.
3. Menyempurnakan design peralatan/mesin dan prosesnya, sehingga
kadar pencemar yang dihasilkan berkurang.
8.1.9 Pendekatan Ekonomi
Pendekatan ekonomi yang dapat dipakai dalam pengelolaan lingkungan antara lain:
1. Kemudahan dan keringanan dalam proses pengadaan peralatan untuk
pengelolaan lingkungan.
2. Pemberian ganti rugi atau kompensasi yang wajar terhadap masyarat yang
terkena dampak.

3. Pemberdayaan masyarakat dalam proses pelaksanaan


penggunaan tenaga kerja.
4. Penerapan teknologi yang layak ditinjau dari segi ekonomi.

kegiatan

dan

8.1.10 Pendekatan Institusional /Kelembagaan


Pendekatan institusional yang dipakai dalam pengelolaan lingkungan, antara lain :
1. Meningkatkan koordinasi dan kerjasama dengan instansi terkait, dan
masyarakat setempat dalam pengelolaan lingkungan.
2. Melengkapi peraturan, dan ketentuan serta persyaratan pengelolaan
lingkungan termasuk sanksi-sanksinya.
3. Penerapan teknologi yang dapat didukung oleh institusi yang ada.
8.1.11 Mekanisme Pengelolaan Dan Pemantauan Lingkungan
Pada prinsipnya pengelolaan lingkungan tersebut menjadi tugas dan
tanggung jawab pemrakarsa/pengelola kegiatan, dilaksanakan selama pelaksanaan
dampak negatif, maupun pengembangan dampak positif. Kegiatan pengelolan
lingkungan terkait dengan berbagai instansi, dan masyarakat setempat, sehingga
perlu dijabarkan keterkaitan antar instansi dalam melaksanakan pengelolaan
lingkungan tersebut. Penentuan instansi terkait, disesuaikan dengan fungsi,
wewenang dan bidang tugas serta tanggung jawab instansi tersebut. Mengingat
bahwa pengelolaan lingkungan harus dilakukan selama proyek berlangsung, maka
perlu ditetapkan unit kerja yang bertanggunga jawab melaksanakan pengelolaan
lingkungan, serta tata cara kerjanya. Unit kerja tersebut dapat berupa
pembentukan unit baru atau pengembangan dari unit kerja yang sudah ada.
Pemrakarsa/pengelola kegiatan harus mengambil inisiatif dalam melakukan
pengelolaan
lingkungan,
sedangkan
instansi
terkait
diarahkan
untuk
menyempurnakan dan memantapkannya. Pembiayaan merupakan faktor yang
penting atas terlaksananya pengelolaan lingkungan, untuk itu sumber dan besarnya
biaya harus dijabarkan dalam RKL. Pada prinsipnya pemrakarsa/pengelola kegiatan
harus bertanggung jawab atas penyediaan dana untuk pengelolaan lingkungan
yang diperlukan.
Pengelolaan sumber daya alam berwawasan lingkungan sangat penting karena
alasan-alasan berikut ini.
1. Pengelolaan sumber daya alam yang tak dapat diperbarui yang dilakukan
dengan eksploitasi secara terus-menerus akan mempertinggi risiko habisnya
sumber daya alam itu.
2. Penggunaan sumber daya alam dalam jumlah yang makin besar pada
umumnya akan memperbesar masalah pencemaran. Pencemaran itu akan

mengurangi kemampuan lingkungan sehingga mengurangi kemampuan


sumber daya alam untuk memperbaiki diri. Untuk mengurangi pencemaran
dan penyusutan sumber daya alam, usaha yang baik adalah melakukan daur
ulang.
3. Agar sumber daya alam dapat tersedia dalam waktu yang lama maka harus
dicari sumber alternatif atau pengganti. Hal ini dapat terlaksana apabila ada
keanekragaman sumber daya alam.
4. Untuk melestarikan lingkungan maka harus melestarikan sumber daya alam
juga. Dalam UU RI No. 4 Tahun 1982 dinyatakan bahwa sumber daya adalah
unsur lingkungan hidup yang terdiri atas sumber daya manusia, sumber daya
alam hayati, sumber daya nonhayati, dan sumber daya buatan. Itulah
sebabnya melestarikan sumber daya alam sangat erat kaitannya dengan
kelestarian lingkungan.
8.1.12 Prinsip-prinsip Pengelolaan Sumber Daya Alam
1. Pengelolaan Sumber Daya Alam Berdasar Prinsip Berwawasan Lingkungan
dan Berkelanjutan
Makna berwawasan lingkungan adalah memperhatikan factor
lingkungan, sedangkan makna berkelanjutan adalah mengambil tanpa
mengurangi kemampuan bagi generasi selanjutnya. Jadi, memperhatikan
prinsip berwawasan lingkungan dan berkelanjutan, berarti pendayagunaan
dan pengelolaan sumber daya alam dilakukan secara terencana, bijaksana,
dan bertanggung jawab. Prinsip itu mengandung aspek pelestarian dan
solidaritas antargenerasi. Ciri-ciri utama dari pengelolaan sumber daya alam
dengan prinsip berwawasan lingkungan dan berkelanjutan antara lain
mencakup tiga hal pokok berikut : 1) mengingat bahwa bumi adalah sumber
daya alam terbatas, 2) menghindarkan kerusakan lingkungan, 3) menjaga
kelestarian.
Pelestarian sumber daya alam itu sangat penting karena nilainya akan
relatif tetap, tidak akan cepat habis. Selain itu manfaat lingkungan dapat
diperbesar dan risiko bagi lingkungan dapat diperkecil. Hasilnya, pemenuhan
kebutuhan hidup manusia akan lebih terjamin karena pengelolaan sumber
daya yang berkelanjutan. Pelestarian dalam pengelolaan sumber daya alam
adalah melestarikan daya dukung lingkungan yang dapat menopang
kebutuhan akan kehidupan makhluk hidup. Adapun pembangunan dalam
pengelolaan sumber daya alam berwawasan lingkungan adalah:
1. upaya sadar dan terencana menggunakan dan mengelola sumber daya
alam secara bijaksana;

2. dalam pembangunan yang berkesinambungan;


3. untuk meningkatkan mutu hidup.
4. Pengawasan dalam pemanfaatan sumber daya alam
Dengan
demikian, Pembangunan
Berwawasan
Lingkungan mengandung
pengertian
bahwa
upaya
peningkatan
kesejahteraan dan mutu hidup rakyat dilakukan sekaligus dengan
melestarikan lingkungan hidup agar tetap dapat menunjang pembangunan
secara berkesinambungan. Hal ini berarti bahwa pelaksanaan suatu kegiatan
wajib diikuti dengan upaya mencegah dan menanggulangi pencemaran dan
atau perusakan lingkungan hidup. Pembangunan yang berwawasan
lingkungan ini mulai dilaksanakan di In- donesia pada tahun tujuh puluhan.
Ada tiga sebab perlunya penanganan secara serius masalah
lingkungan hidup di Indonesia, yaitu sebagai berikut:
a. Masalah lingkungan hidup di Indonesia di berbagai tempat mulai
kehilangan
keseimbangan.
Faktor
penyebab
tidak
adanya
keseimbangan adalah:
adanya ledakan penduduk sehingga jumlah penduduk bertambah
banyak;
pemanfaatan sumber daya alam yang tidak menghiraukan
kelestariannya.
b. Pemanfaatan, pemeliharaan, dan kelestarian lingkungan harus dapat
diwariskan kepada generasi yang akan datang. Itulah sebabnya
sumber daya alam yang diolah secara berkesinambungan dalam
proses pembangunan jangka panjang harus dapat dirasakan dari
generasi ke generasi berikutnya.
c. Membangun masyarakat Pancasila, yaitu memuat ciri-ciri hubungan,
baik manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia, dan manusia
dengan alam.
2. Pengelolaan Sumber Daya Alam Dengan Pola Mengurangi
Salah satu prinsip dalam pengelolaan sumber daya alam adalah prinsip
mengurangi. Mengurangi berarti memperkecil jumlah pengambilan terhadap
suatu jenis sumber daya alam. Penerapan prinsip ini adalah mengurangi
eksploitasi terhadap sumber daya alam, seperti berbagai jenis bahan
tambang berupa fosil. Pola mengurangi ini harus dilakukan secara bersamasama oleh seluruh masyarakat yaitu dengan cara penghematan. Sebagai
contoh bila memiliki kendaraan roda dua yang selalu mengendarainya baik
jarak dekat maupun jarah jauh namun dalam satu hari dapat mengurangi
penggunaan bendin dengan cara berjalan kaki jika jarak yang ditempuh
dekat.
3. Pengelolaan Sumber Daya Alam Dengan Pola Memakai Ulang
Memakai ulang berarti menggunakan barang-barang yang masih
berfungsi untuk digunakan lagi hingga benar-benar tidak dapat berfungsi

lagi. Terdapat berbagai macam benda dari bahan-bahan tertentu yang


sebenarnya tidak perlu langsung dibuang bila sudah tidak bisa digunakan.
Sebagai contoh: 1) kardus tempat peralatan elektronik dapat dimanfaatkan
sebagai kotak penyimpanan, 2) botol sirup dapat digunakan sebagai visi
bunga.
4. Pengelolaan Sumber Daya Alam Dengan Pola Daur Ulang
Daur ulang merupakan usaha untuk memproduksi barang kebutuhan
tidak dengan menggunakan bahan mentah, melainkan dengan memproses
kembali barang yang sudah terpakai. Barang yang sudah tidak terpakai
umunya telah dibuang sebagai sampah/limbah. Melalui proses daur ulang,
limbah dapat diubah menjadi barang-barang yang dapat digunakan atau
memiliki nilai ekonomis.
Daur ulang terdiri atas kegiatan pemilahan, pengumpulan,
pemrosesan, pendistribusian, dan pembuatan material bekas pakai. Bahanbahan yang dapat di daur ulang, antara lain : 1) botol kaca baik yang putih
atau berwarna, terutama tebal, 2) kertas, terutama kertas bekas di kantor,
Koran, majalah kecuali kertas berlapis minyak, 3) berbagai jenis logam (besi
dan alumunium), 4) plastic, kain, dan sebagainya
Daur ulang dapat memperkecil pengurasan sumber daya yang semakin
menipis di masa mendatang. Beberapa keuntungan dengan adanya kegiatan
daur ulang, antara lain : 1) mengurangi pencemaran lingkungan, misalnya
oleh logam-logam berkarat, 2) mengurngi limbah padat, yaitu semua bahan
yang tidak dapat diuraikan oleh organism, 3) mengurangi kerusakan tanah
akibat penambangan berlebihan, 4) memperkecil kebutuhan energy
5. Pemanfaatan Sumber Daya Alam Dengan Prinsip Ekoefisiensi
Prinsip ekoefisiensi mencakup penggunaan secara efisien, menjaga
kondisi ekosistem, dan melestarikan ekosistem. Prinsip ekoefisiensi berperan
penting dalam pembangunan berkelanjutan. 1) penggunaan secara efisiensi,
yakni dengan eksploitasi tidak berlebihan dan mempertimbangkan
keterbatasan jumlah dan kualitas sumber daya alam serta penggunaan
sumber daya alam tidak boros, 2) menjaga kondisi ekosistem, dengan cara
memperhatikan lokasi sumber daya alam dan pengaruhnya terhadap
ekosistem setempat jika dilakukan eksploitasi, memperhitungkan dampak
negative pengolahan dan pemecahan secara bijaksana serta menggunakan
teknologi yang tidak merusak ekosistem, 3) melestarikan ekosistem, dengan
cara pengolahan disertai dengan pambaruan, melakukan kegiatan pemulihan
ekosistem, dan dampak negative pengolahan turut dikelola

8.2 Pengelolaan Sumber Daya Hutan


Sumberdaya Hutan sejatinya terdiri dari Sumberdaya Tanah, Sumberdaya Air
dan Sumberdaya Hutan itu sendiri. Sumberdaya Tanah adalah kumpulan di tubuh

alam di atas permukaan bumi yang mengandung benda-benda hidup dan mampu
mendukung pertumbuhan tanaman terdiri atas fase padat, cair dan gas yang
bersifat dinamik dan merupakan suatu sistem. Air tak dapat dipisahkan dari
kehidupan manusia, tumbuhan dan hewan. Kehidupan memerlukan kontinyuitas
ketersediaan air baik kuantitatif maupun kualitatif. Kebutuhan air terus meningkat
sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk, kegiatan pertanian, industri dan
lainnya. Ketersediaan air mengalami penurunan karena kemampuan lahan atau
daerah tangkapan untuk menyerap, menampung dan menyimpan air menjadi
berkurang. Sumberdaya Hutan merupakan kumpulan atau asosiasi pohon-pohon
yang cukup rapat pada areal yang cukup luas sehingga mampu menciptakan
kondisi iklim dan kondisi ekologi yang khas dan berbeda dengan areal diluarnya.
8.2.1Manfaat Sumberdaya Hutan

1.
2.

Manfaat Ekonomi
Manfaat lahan/kawasan hutan untuk pemukiman, pertanian,
perkebunan,Industri, dll
Manfaat produksi kayu : kayu perkakas dan bangunan, kayu bakar,
pulp dan kertas dan industri lain, non kayu : buah, bunga, getah,
damar, resin, tanin, bahan ekstraktif, bambu, rotan, satwa liar, dll.
Manfaat Ekologi
1. Menjaga stabilitas daur air di suatu kawasan
2. Menjaga kualitas udara, carbon sink
3. Konservasi sumberdaya genetik, dll.

8.2.2 Berbagai Problema di sektor Kehutanan

Alih Fungsi Hutan.


Pada level ekosistem alih fungsi hutan : sdh menjadi tercabikcabik (terfragmentasi), potensi ekosistem menurun, erosi genetik, s/d
ke ambang bahaya. Kegiatan penambangan baik skala besar atau
kecil berakibat pada rusaknya lahan, reklamasi dan rehabilitasi tidak
mudah dan butuh waktu lama.

Over Eksploitasi
Pembalakan yang berlebihan dan tidak terkendali (logging and
illegal logging): lahan menjadi tidak produktif, potensi tegakan untuk
panen yad menurun, potensi sumberdaya genetik juga menurun.

Kebakaran
Pada saat musim kemarau panjang bencana kebakaran hutan
merupakan problema kehutanan yang masih sangat sulit untuk
dikendalikan dan diatasi diatasi.

8.2.3 Kemungkinan Dampak Kegiatan Kehutanan Terhadap Komponen Fisik


(Tanah-Air):

Terjadinya pemadatan tanah, berkurangnya kapasitas infiltrasi,


meningkatnya aliran permukaan dan erosi, terganggunya daur
hidroorologis pada kawasan tersebut.
Kemungkinan terputusnya daur hara tertutup.
Secara ekologis kerusakan sumberdaya hutan baik di dalam maupun di
luar kawasan hutan telah menimbulkan erosi tanah yang dapat
menimbulkan dampak negatip secara luas baik langsung maupun tidak
langsung.

Ada beberapa pengelompokan sumber daya alam yang bertujuan untuk


memudahkan kita dalam mengingatnya diantaranya adalah sumber daya alam
berdasarkan jenisnya, sumber daya alam berdasarkan perubahannya, sumberdaya
alam berdasarkan kegunaannya. Hutan adalah sebuah kawasan yang ditumbuhi
dengan lebat oleh pepohonan dan tumbuhan. Hutan berfungsi sebagai penampung
gas karbondioksida, habitat hewan, pelestarian tanah, dan merupakan salah satu
aspek biosfer bumi yang paling penting. Maka kita harus benar-benar menjaga
hutan dengan baik.
Pada umumnya pada pengelolaan hutan oleh masyarakat lokal. Penekanan
pada bagian ini adalah tentang bagaimana memaksimalkan nilai kegiatan hutan
dalam hal ekonomi lokal dan bagaimana menjamin kegiatan sertifikasi tetap layak
secara ekonomi jangka panjang. Hal-hal yang dalam pengelolaan hutan adalah
berikut:

a. Pengelolaan hutan harus berusaha menuju kemampuan ekonomi yang


mempertimbangkan penuh biayabiaya lingkungan, sosial dan operasional dari
produksi serta menjamin investasi yang diperlukan untuk menjaga produktifitas
ekologi dari hutan.
Pendapatan yang diterima cukup untuk membayar biaya-biaya kegiatan
pengelolaan hutan seperti perencanaan pengelolaan, pemeliharaan jalan,
perlakuan silvikultur, kesehatan hutan jangka panjang, monitoring
pertumbuhan dan hasil, pengawasan yang normal pada staf lapangan dan
kontraktor dan investasi konservasi.
b. Pengelolaan hutan dan kegiatan marketing harus mendorong penggunaan yang
optimal dan pemrosesan lokal untuk keragaman produk hutan.
Unit pengelolaan dan pusat-pusat pengolahan meminimalkan limbah yang
berasal dari penebangan atau pengolahan.
Unit pengelolaan mencari penggunaan terbaik untuk setiap spesies pohon
dan kayu.
Unit pengelolaan mendorong pemanfaatan spesies kurang dikenal tapi
banyak jumlahnya untuk tujuan komersial dan subsisten.
c. Pengelolaan hutan harus meminimalkan limbah karena penebangan dan
kegiatan pengelolahan di lapangan dan menghindari kerusakan sumberdaya
hutan yang lain.
Pengolahan lokal diprioritaskan bila memungkinkan.
d. Pengelolaan hutan harus memperkuat dan meningkatkan keragaman ekonomi
lokal yang menhindari ketergantungan pada satu produk hutan.
Unit pengelolaan memberikan kontribusi pada diversifikasi produk dan
eksplorasi pasar dan produk baru baik di dalam dan di luar kawasan unit
pengelolaan.
e. Kegiatan pengelolaan hutan harus mengakui, memelihara dan jika perlu
meningkatkan nilai jasa dan sumberdaya hutan seperti fungsi daerah aliran
sungat dan perikanan.
Wawancara dengan kelompok pemancingan dan pariwisata menunjukkan
dampak positif atau netral terhadap sumberdaya perikanan dan pariwisata
yang lain.
f. Tingkat pemanenan hasil hutan tidak melebihi tingkat yang dapat dilestarikan
secara permanen.
Jatah tebang tahunan, berdasar luasan atau volume diatur berdasar
perkiraan pertumbuhan dan hasil yang konservatif dan terdokumentasi
dengan baik dan yang menjamin tingkat penebangan tidak melebihi tingkat
kelestarian.
Jatah tebang tahunan ataupun perhitungan pemanenan yang lain harus
diterapkan dalam hutan.
Persyaratan silvikultur (sebelum, selama dan sesudah pemanenan) harus
dipatuhi.

Tingkat pertumbuhan, pencadangan dan regenerasi dimonitor oleh sistem


inventarisasi yang berlanjut dan sesuai.
g. Konversi hutan alam menjadi hutan tanaman atau kawasan non hutan tidak
boleh terjadi, kecuali dalam kondisi dimana konversi: a) membutuhkan porsi
terbatas dari unit pengelolaan hutan; dan b) tidak terjadi pada hutan dengan
nilai konservasi tinggi; dan c) memberikan manfaat konservasi yang jelas,
substansial, tambahan, pasti dan jangka panjang untuk unit pengelolaan hutan.
Hutan primer, primer yang rusak dan sekunder dewasa tidak ditebang habis
oleh pengelola hutan saat ini untuk membangun hutan tanaman.
Penanaman pohon di kawasan hutan alam melengkapi regenerasi alami dan
memberikan kontribusi pada konservasi sumberdaya genetik dan bukan
menggantikan ekosistem alam.
Hutan tanaman tidak menggantikan lahan yang secara ekologi
diklasifikasikan sebagai lahan basah.
Jika hutan tanaman dikembangkan pada kawasan hutan suksesi pertama
atau di padang rumput alami (keduanya tidak disarankan), maka petunjuk
verbal, tertulis atau visual yang jelas diberikan kepada staff lapang untuk
mengidentifikasi kawasan seperti ini, dan unit pengelolaan mempunyai
ukuran-ukuran yang agresif untuk memulihkan, mengkonservasi dan
mengelola hutan alam atau padang rumput di sekitarnya yang sama atau
lebih dari areal yang terganggu.

8.3 Analisis Teknik AMDAL

Sehubungan dengan prosedur/tata laksana AMDAL, Peraturan Pemeritah


Nomor 27 Tahun 1999 telah menetapkan mekanisme yang harus ditempuh sebagai
berikut:
1. Pemrakarsa menysun Kerangka Acuan (KA) bagi pembuatan dokumen
AMDAL. Kemudian disampaikan kepada Komisi AMDAL. Kerangka Acuan
tersebut diproses selama 75 hari kerja sejak diterimanya oleh komisi AMDAL.
Jika lewat waktu yang ditentukan ternyata Komisi AMDAL tidak memberikan
tanggapan, maka dokumen Kerangka Acuan tersebut menjadi sah untuk
digunakan sebagai dasar penyusunan ANDAL.
2. Pemrakarsa menyusun dokumen Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL),
Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL), Rencana Pemantauan Lingkungan
(RPL), kemudian disampaikan kepada instansi yang bertanggung jawab
untuk diproses dengan menyerahkan dokumen tersebut kepada komisi
penilai AMDAL untuk dinilai.
3. Hasil penilaian dari Komisi AMDAL disampaikan kembali kepada instansi yang
ertanggung jawab untuk mengeluarkan keputusan dalam jangka waktu 75
hari. Apabila dalam jangka waktu yang telah disediakan, ternyata belum
diputus oleh instansi yang bertanggung jawab, maka dokumen tersebut tidak
layak lingkungan.

4. Apabila dalam jangka waktu yang telah ditentukan, ternyata instansi yang
bertanggung jawab mengeluarkan keputusan penolakan karena dinilai belum
memenuhi

pedoman

teknis

AMDAL,

maka

kepada

pemrakarsa

diberi

kesempatan untuk memperbaikinya.


5. Hasil perbaikan dokumen AMDAL oleh pemrakarsa diajukan kembali kepada
instansi yang bertanggung jawab untuk diproses dalam memberi keputusan
sesuai dengan Pasal 19 dan Pasal 20 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun
1999.
6. Apabila dari dokumen AMDAL dapat disimpulakn bahwa dampak negatif tidak
dapat

ditanggulangi

penanggulangan

berdasarkan

dampak

negatif

ilmu

dan

lebih

besar

teknologi,

atau

dibandingkan

biaya
dampak

positifnya.

8.3.1 Prosedur AMDAL


Prosedur Amdal terdiri dari:
1. Proses penapisan (screening) wajib AMDAL
Proses penapisan atau kerap juga disebut proses seleksi wajib AMDAL
adalah proses untuk menentukan apakah suatu rencana kegiatan wajib
menyusun AMDAL atau tidak. Di Indonesia, proses penapisan dilakukan
dengan sistem penapisan satu langkah. Ketentuan apakah suatu rencana
kegiatan perlu menyusun dokumen AMDAL atau tidak dapat dilihat pada
Keputusan Menteri Negara LH Nomor 17 Tahun 2001 tentang Jenis Rencana
Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib dilengkapi dengan AMDAL.
Yang menjadi pertimbangan dalam penapisan adalah mengacu pada
dasar pertimbangan suatu kegiatan menjadi wajib amdal dalam kep-menlh
no. 17 tahun 2001 yaitu:
a. Kep-BAPEDAL Nomor 056/1994 tentang Pedoman Dampak penting
yang mengulas mengenai ukuran dampak penting suatu kegiatan
b. Referensi internasional mengenai kegiatan wajib AMDAL yang
diterapkan oleh beberapa Negara
c. Ketidakpastian
kemampuan
teknologi
menanggulangi dampak negatif penting

yang

tersedia

untuk

d. Beberapa studi yang dilakukan oleh perguruan tinggi dalam kaitannya


dengan kegiatan wajib AMDAL
e. Masukan dan usulan dari berbagai sektor teknis terkait
2. Proses Pengumuman
Setiap rencana kegiatan yang diwajibkan untuk membuat AMDAL wajib
mengumumkan

rencana

kegiatannya

kepada

masyarakat

sebelum

pemrakarsa melakukan penyusunan AMDAL. Pengumuman dilakukan oleh


instansi yang bertanggung jawab dan pemrakarsa kegiatan. Tata cara dan
bentuk pengumuman serta tata cara penyampaian saran, pendapat dan
tanggapan diatur dalam Keputusan Kepala BAPEDAL Nomor 08/2000 tentang
Keterlibatan Masyarakat dan Keterbukaan Informasi dalam Proses AMDAL.
3. Proses Pelingkupan (Scoping)
Pelingkupan merupakan suatu proses awal (dini) untuk menentukan
lingkup permasalahan dan mengidentifikasi dampak penting (hipotetis) yang
terkait

dengan

rencana

kegiatan.

Tujuan

pelingkupan

adalah

untuk

menetapkan batas wilayah studi, mengidentifikasi dampak penting terhadap


lingkungan, menetapkan tingkat kedalaman studi, menetapkan lingkup studi,
menelaah kegiatan lain yang terkait dengan rencana kegiatan yang dikaji.
Hasil akhir dari proses pelingkupan adalah dokumen KA-ANDAL. Saran dan
masukan masyarakat harus menjadi bahan pertimbangan dalam proses
pelingkupan.
4. Penyusunan dan penilaian KA-ANDAL
Setelah KA-ANDAL selesai disusun, pemrakarsa dapat mengajukan
dokumen kepada Komisi Penilai AMDAL untuk dinilai. Berdasarkan peraturan,
lama waktu maksimal penilaian KA-ANDAL adalah 75 hari di luar waktu yang
dibutuhkan

penyusun

untuk

memperbaiki/menyempurnakan

kembali

dokumennya.
5. Penyusunan dan penilaian ANDAL, RKL, dan RPL
Penyusunan ANDAL, RKL, dan RPL dilakukan dengan mengacu pada
KA-ANDAL yang telah disepakati (hasil penilaian Komisi AMDAL). Setelah
selesai disusun, pemrakarsa dapat mengajukan dokumen kepada Komisi
Penilai AMDAL untuk dinilai. Berdasarkan peraturan, lama waktu maksimal

penilaian ANDAL, RKL dan RPL adalah 75 hari di luar waktu yang dibutuhkan
penyusun untuk memperbaiki/menyempurnakan kembali dokumennya.
6. Persetujuan Kelayakan Lingkungan
Keputusan kelayakan lingkungan hidup suatu rencana usaha dan/atau
kegiatan diterbitkan oleh:
a. Menteri, untuk dokumen yang dinilai oleh komisi penilai pusat;
b. Gubernur, untuk dokumen yang dinilai oleh komisi provinsi; dan
c. Bupati/walikota, untuk dokumen yang dinilai oleh komisi penilai
kabupaten/kota.
Penerbitan keputusan wajib mencantumkan:
a. Dasar pertimbangan dikeluarkannya keputusan; dan
b. Pertimbangan terhadap saran, pendapat dan tanggapan yang
diajukan oleh warga masyarakat.
Pada dasarnya dokumen AMDAL berlaku sepanjang umur usaha atau
kegiatan. Namun demikian, dokumen AMDAL dinyatakan kadaluarsa apabila
kagiatan fisik utama suatu rencana usaha atau kegiatan tidak dilaksanakan dalam
jangka

waktu

(tiga)

tahun

sejak

diterbitkannya

keputusan

kelayakan

lingkungannya.
Dalam hal dokumen AMDAL dinyatakan kadaluarsa, maka Pemrakarsa dapat
mengajukan dokumen AMDALnya kepada instansi lingkungan yang bertanggung
jawab untuk dikaji kembali, apakah harus menysun AMDAL baru atau dapat
mempergunakan

kembali

untuk

rencana

kegiatannya.Keputusan

kelayakan

lingkungan dinyatakan batal apabila terjadi pemindahan lokasi atau perubahan


desain, proses, kapasitas, bahan baku dan bahan penolong atau terjadi perubahan
lingkungan yang sangat mendasar akibat peristiwa alam atau sebab lain sebelum
usaha atau kegiatan yang bersangkutan dilaksanakan.
Apabila Pemrakarsa kegiatan hendak melaksanakan kegiatannya kembali
maka Pemrakarsa wajib mengajukan perubahan pada Menteri/ Gubernur/ Bupati/
Walikota sesuai kewenangannya untuk diputuskan apakah diwajibkan untuk
membuat AMDAL baru atau membuat adendum ANDAL, KL, dan RPL; atau

mengajukan

permohonan

perubahan

izin

lingkungan.

Penetapan

keputusan

perubahan tersebut akan dibuat dalam suatu pengaturan mengenai kriteria


perubahan yang lebih rinci.
Izin lingkungan adalah izin yang wajib dimiliki setiap orang yang melakukan
usaha

dan/atau

perlindungan

kegiatan

dan

yang

pengelolaan

wajib

AMDAL

lingkungan

atau

hidup

UKL-UPL

sebagai

dalam

prasyarat

rangka
untuk

memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan. Izin Lingkungan diperoleh melalui


tahapan kegiatan yang meliputi:
a. Penyusunan AMDAL dan UKL-UPL;
b. Penilaian AMDAL dan pemeriksaan UKL-UPL; dan
c. Permohonan dan penerbitan Izin Lingkungan.
Berikut ini dampak negatif yang mungkin akan timbul, jika tidak dilakukan AMDAL
secara baik dan benar adalah sebagai berikut:

1. Terhadap tanah dan kehutanan


a.
b.
c.
d.

Menjadi tidak subur atau tandus.


Berkurang jumlahnya.
Terjadi erosi atau bahkan banjir.
Tailing bekas pembuangan hasil pertambangan akan merusak aliran
sungai berikut hewan dan tumbuhan yang ada disekitarnya.
e. Pembabatan hutan yang tidak terencana akan merusak hutan sebagai
sumber resapan air.
f. Punahnya keanekaragaman hayati, baik flora maupun fauna, akibat
rusaknya hutan alam yang terkena dampak dengan adanya
proyek/usaha.
2. Terhadap air
a. Mengubah warna sehingga tidak dapat digunakan lagi untuk keperluan
sehari-hari.
b. Berubah rasa sehingga berbahaya untuk diminum karena mungkin
mengandung zat-zat yang berbahaya.
c. Berbau busuk atau menyengat.
d. Mengering sehingga air disekitar lokasi menjadi berkurang.
e. Matinya binatang air dan tanaman disekitar lokasi akibat dari air yang
berubah warna dan rasa.
f. Menimbulkan berbagai penyakit akibat pencemaran terhadap air bila
dikonsumsi untuk keperluan sehari-hari.
3. Terhadap udara
a. Udara disekitar lokasi menjadi berdebu

b. Dapat menimbulkan radiasi-radiasi yang tidak dapat dilihat oleh mata


seperti proyek bahan kimia.
c. Dapat menimbulkan suara bising apabila ada proyek perbengkelan.
d. Menimbulkan aroma tidak sedap apabila ada usaha peternakan atau
industri makanan.
e. Dapat menimbulkan suhu udara menjadi panas, akibat daripada keluaran
industri tertentu.
4. Akan menimbulkan berbagai penyakit terhadap karyawan dan masyarakat
sekitar.
5. Berubahnya budaya dan perilaku masyarakat sekitar lokasi akibat
berubahnya struktur penduduk.
6. Rusaknya adat istiadat masyarakat setempat, seiring dengan perubahan
perkembangan didaerah tersebut.

8.4

Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat di Kalimantan Timur

Dalam melaksanakan SK Menteri Kehutanan No. 622/Kpts-II/1995 yang


diperbaharui dengan SK Menhutbun No. 677/Kpts-II/1998, Pemerintah Daerah
Kalimantan Timur berusaha mengembangkan pengelolaan hutan berbasis
masyarakat (PHBM). Praktek ini sebenarnya sudah ada dan telah dipraktekkan
oleh masyarakat tradisional di Kalimantan Timur, dan bahkan jauh lebih luas
cakupannya daripada definisi yang dimaksud dalam SK tersebut. Dari penelitian
Sardjono dan Samsoedin (1997), praktek PHBM ini banyak dijumpai pada
masyarakat asli di Kabupaten Kutai dan Pasir serta Masyarakat Apokayan
Kabupaten Bulungan, yang mana praktek PHBM tradisional tersebut terbagi
menjadi tiga bagian besar yaitu:
1
2

Pengelolaan tradisional hutan alam, yang terdiri dari contoh-contoh Tanaulen


(Dayak Kenyah di Apokayan Kabupaten Bulungan dan di Batu Majang ), Utan
Adat Bengkut (Suku Pasir di Sepian Kabupaten Pasir);
Budidaya pohon tradisional, terdiri dari contoh-contoh Simpukng (Dayak Benuag
di Kec. Barong Tongkok dan Kec. Damai), Munaan (Dayak Tanjung di Barong
tongkok dan Melak), Rondong (Suku Kutai di Kutai dan istilah Lembo (istilah
umum di Kutai).
Aneka usaha tradisional hasil hutan non kayu, terdiri dari contoh-contoh
kebun We (di Kec. Damai dan Barong Tongkok, dan Dayak Bentian di kec.
Bentian, kebun Gai (Dayak tanjung di Barong Tongkok dan Melak), kebun
rotan (suku Pasir Kabupaten Pasir), pemungutan madu di Kutai dan Pasir,
pemetikan sarang burung (di Kutai, pasir dan Berau), pemetikan gaharu (di
Kab. Bulungan), Pemetikan Damar (di daerah Kayan Mentarang).

Praktek-paktek ini terkait erat dengan kegiatan pertanian gilir balik yang
merupakan tulang punggung dan bahkan merupakan satu dari arakteristik
masyarakat asli di lingkungan hutan tropis lembab pada umumnya dan

Kalimantan khususnya. Untuk HKM di Sulawesi Selatan Umar (1999),


menyatakan bahwa pelaksanaanya juga bertentangan dengan HKM yang
dilaksanakan masyarakat yang lebih dikenal dengan HKM tradisional.
Dalam pengembangan PHBM yang salah satunya adalah HKM (Hutan
Kemasyarakatan) yang berarti Hak yang diberikan oleh menteri kepada
masyarakat setempat melalui koperasi untuk melakukan pengusahaan hutan
kemasyarakatan dalam jangka waktu tertentu, serta diperkuat dengan definisi
masyarakat setempat yaitu sekelompok orang/warga negara Republik Indonesia
yang tinggal di dalam atau sekitar hutan dan memiliki ciri sebagai suatu
komunitas, baik karena kekerabatan, kesamaan mata pencaharian yang terkait
dengan hutan, kesejarahan, keterikatan tempat tinggal, maupun oleh karena
faktor ikatan komunitas lainnya, maka akan terjadi dua kemungkinan yaitu :
1

HKM tidak akan bisa/sulit dilaksanakan di daerah, karena masyarakat


setempat (di sekitar hutan) belum siap dengan koperasi, sumber daya
manusia
maupun
peralatan
lain yang mendukung, sehingga bisa
menimbulkan koperasi siluman yang mengatasnamakan masyarakat sekitar
hutan, tetapi kenyataannya berlokasi di kota-kota besar seperti Samarinda
bahkan Jakarta , sedangkan masyarakat tidak pernah tahu, kenal maupun
merasakan hasil atau manfaat dari HKM ini. Lemahnya SDM juga sangat
berpengaruh terhadap pelaksanaan HKM. Dari hasil penelitian terlihat bahwa
masyarakat lokal/sekitar hutan tingkat pendidikannya hanya tingkat SD
(Sekolah Dasar), hanya sebagian kecil warga masyarakat berpendidikan SMU
(Sekolah Menengah Umum) dan ini biasanya warga pendatang (guru-guru)
yang ada di desa tersebut dan keadaan ini menjadi kendala pelaksanaan
program HKM.
Banyak terbentuk koperasi baru. Koperasi ini baru terbentuk dan tidak
memiliki pengalaman dan keahlian dalam pengelolaan hutan kemasyarakatan,
akibatnya koperasi tidak bisa melaksanakan kegiatan sendiri dan
operasionalnya diserahkan kepada kontraktor yang hal ini sangat bertentangan
dengan SK No. 677/Kpts-II/1998, dimana pada pasal 7 bab 5 disebutkan
bahwa pelaksanaan
pengusahaan
hutan
kemasyarakatan
dilaksanakan
oleh pemegang HPHKM, serta pada pasal 8 bahwa
pengembangan hutan kemasyarakatan
dilaksanakan
dengan
memberdayakan kelembagaan masyarakat yang membeikan kewenangan
kepada gubernur untuk memberi ijin pengelolaan HKM, ternyata
pengelolaannya belum ideal, seperti terlihat.

Menurut data hasil analisis menunjukkan bahwa para anggota DPRD tidak
pernah atau belum pernah mengunjungi daerah/desa-desa tersebut. Masyarakat
memperoleh informasi baik mengenai peraturan daerah dan kebijakan- kebijakan
pemerintah daerah dari kepala desa atau camat. Informasi yang didapatkan
biasanya secara lisan serta tidak merata kepada seluruh penduduk/masyarakat.
Keadaan ini menunjukkan bahwa aspirasi masyarakat belum bisa tertampung
dalam setiap pembuatan kebijakan/peraturan daerah dan sosialisasinya biasanya

juga terbatas pada struktur pemerintahan daerah dan tidak tersebar kepada
seluruh masyarakat.
Kebijakan Hutan kemasyarakatan yang ada saat ini belum sepenuhnya
dilaksanakan masyarakat, karena dianggap masih konseptual, sulit, sementara
mereka memiliki sistem pengelolaan tradisional yang sesuai dengan budaya dan
adat istiadat setempat. Pelibatan masyarakat dalam penyusunan kebijakan daerah
belum nampak sehingga perlu penguatan kelembagaan daerah dengan melibatkan
lebih banyak pihak. Dari hasil analisis SWOT, rekomendasi penyusunan kebijakan,
harus berorientasi pada pamberdayaan dan memberi kesempatan yang lebih besar
kepada masyarakat desa/setempat

Anda mungkin juga menyukai