Anda di halaman 1dari 145

Chapter 1

TOM Swift memandang. Mulutnya ternganga. Ia menggeleng


perlahan-lahan.
"Tidak bisa jadi!" ia berseru. "Itu tidak mungkin!"
Ia melihat kepada robotnya, Aristotle. Heran!
"Aku menyesal Tom. Tetapi tidak dapat disangsikan lagi.
Pesawat penjajak asing itu, kalau menurut kata-kata manusia, adalah
gila. Aku tidak memberitahukannya lebih dulu!"
Tom Swift berdiri menegakkan tubuh sepenuhnya. Lalu ia
melangkah mondar-mandir di laboratoriumnya. Bersama-sama temantemannya, Ben Walking Eagle dan Anita Thorwald, ia baru saja
pulang dari perjalanan ke planet-planet Jupiter beberapa hari yang
lalu. Pada salah satu dari planet tersebut, yaitu Io, mereka menemukan
sebuah pesawat penjajak asing.
Untung, Aristotle dapat melakukan komunikasi dengan penjajak
itu, yang menyatakan telah datang dari sebuah planet yang mengorbit
pada bintang Alpha Centauri. Penjajak itu mengaku sebagai utusan
yang dikirimkan untuk menemui kehidupan yang cerdas yang mau
membantu bangsa mereka, bangsa Skree, untuk dapat
mempertahankan diri terhadap suatu masyarakat yang disebut sebagai
bangsa Chutan. Sebagai imbalan atas bantuan tersebut pesawat
penjajak itu menjanjikan suatu rahasia, yaitu tidak kurang daripada
rahasia perjalanan antar bintang, sebuah mesin penggerak untuk suatu
kapal angkasa, stardrive.
Io sedang memasuki masa kegiatan vulkanik yang intensif. Tom
bersama teman-temannya nyaris tidak dapat lolos dalam usaha

menyelamatkan jiwa mereka. Bersama-sama, mereka membawa pula


inti ingatan dari pesawat penjajak asing tersebut.
Perjalanan pulang ke Bumi dengan kapal ruang angkasa raksasa
Daniel Boone ternyata agak mengecewakan bagi Tom. Meskipun
Aristotle menggunakan seluruh waktunya menemani inti ingatan
penjajak asing itu, namun rupanya ia hanya berhasil mendapatkan
informasi sedikit sekali.
Penjajak itu telah dibawa ke kubah di bawah laut Triton milik
perusahaan Swift Enterprises, sedikit di lepas pantai Florida, agar
sedikit mungkin menjadi sorotan umum. Para ilmuwan terkemuka dari
seluruh dunia akan datang dalam beberapa hari berikutnya, untuk
mempelajari data informasi yang berhasil diperoleh Aristotle.
Kini Tom sedang mondar-mandir di laboratoriumnya. Ia raguragu akan informasi yang terakhir mengenai penjajak asing itu.
"Coba, kaukatakan lagi, Aristotle. Perlahan-lahan. Aku ingin
meyakinkan diriku, hingga tidak salah mengerti sepatah kata pun."
"Aku sangat sangsi bahwa engkau salah mengerti. Kuulang
lagi! Setelah inti otak penjajak itu dengan aman ditempatkan dalam
peti berlapis timbal di dalam ruangan tahan ledakan, aku dapat lebih
leluasa berbicara. Menjadi agak berbeda bagiku untuk berkomunikasi
dengan penjajak itu, karena sirkuit-sirkuit logikanya telah mengalami
tekanan berat akibat terlalu lama tertangkap di lahar dingin di Io.
Sayang sekali pesawat penjajak itu sudah sama sekali gila!"
Tom berpikir sejenak. Kemudian perlahan-lahan
menggelengkan kepalanya.
"Bagaimana mungkin?"
"Mungkin telah mengalami kerusakan pada waktu mendarat di
Io," jawab si robot. "Atau mungkin suhu yang sangat tinggi dari
kegiatan vulkanik serta radiasi dari Jupiter telah merusak beberapa
bagian yang penting. Atau barangkali juga kombinasi dari faktor-

faktor ini ditambah yang lain-lain lagi telah merubah susunan sirkuitsirkuitnya."
"Apakah penjajak itu telah mengungkap hal yang benar
mengenai adanya kehidupan di planet-planet lain, ataukah hanya
kerusakan komunikasi hingga menjadi fantasi? Benarkah di luar sana,
di bintang-bintang, ada bentuk kehidupan yang cerdas? Kau memang
benar, apakah sudah hampir punah dihancurkan oleh bangsa biadab
seperti yang telah diungkapkan oleh penjajak? Apakah penjajak itu
benar-benar dapat memberikan apa seperti yang dijanjikan, yaitu
sebuah mesin stardrive?"
Tom benar-benar bingung.
"Aku, percaya penjajak itu telah mengatakan yang benar
mengenai hal ini!" jawab robot itu perlahan-lahan. "Salah kerja yang
diderita rupanya belum mempengaruhi program dasarnya. Itu masih
terbatas. Belum sampai ke bagian-bagian lain. Sebegitu jauh aku
belum dapat menentukan di mana letak kerusakannya."
Tom menatap tajam pada benda setengah mesin itu.
"Mengapa tidak kaukatakan sebelumnya kepadaku?"
Ia menuju ke meja laboratorium yang besar, lalu duduk pada
salah satu kursi yang tinggi.
"Kalau penjajak itu sangat berbahaya, mengapa engkau
memperbolehkan kami membawanya ke kapal Daniel Boone? Itu kan
membahayakan ratusan jiwa manusia!"
Meskipun tidak dikatakan, namun Tom berpikir-pikir bahwa itu
mungkin karena hubungan dengan 'ingatan' penjajak yang
mempengaruhi sirkuit-sirkuit Aristotle. Tentu saja membiarkan suatu
benda yang sangat berbahaya dan belum banyak diketahui, sementara
melakukan perjalanan jutaan kilometer bersama orang-orang yang
tidak menyadarinya, adalah merupakan suatu perkosaan terhadap
programming Aristotle.

"Aku menyesal," Aristotle menanggapinya. "Aku tidak pasti


benar tentang keadaannya sampai kita nanti tiba di Bumi. Aku
hanyalah sebuah mesin yang banyak kekurangannya. Pada mulanya
sirkuit-sirkuitku saja yang menanggapi penjajak itu dengan kurang
benar. Dan setelah selalu berhubungan selama beberapa hari, menjadi
jelaslah bahwa penjajak itu sangat bingung. Selain itu, demikian kita
naik ke Daniel Boone, bahaya itu seperti banyak berkurang." sambung
Aristotle.
"Bagaimana?" ahli penemu itu bertanya.
"Keinginan penjajak untuk memenuhi tugasnya sangat kuat.
Kalau ia merusak Daniel Boone sebelum sampai ke Bumi, maka ia
tidak dapat menyelesaikan tugasnya. Karena itu aku telah mendesak
agar penjajak itu ditempatkan dengan lindungan yang demikian
aman."
"Ini adalah sesuatu yang kukira lebih baik dibicarakan bersama
Ben dan Anita," kata Tom. "Sementara aku mencari mereka, engkau
menghubungi ayahku di laboratorium pribadinya."
Tom berjumpa untuk pertama kali dengan Ben Walking Eagle
ketika sedang mengerjakan mesin pendorong Prometheus. Ben,
seorang Indian Cherokee asli adalah sangat ahli dalam komputer,
menjadi kopilot sewaktu perlombaan ruang angkasa, yaitu ketika
pesawat balap mereka, Davy Cricket, dapat membuktikan bahwa
mesin pendorong dengan sistem peleburan inti dapat bekerja dengan
baik.
Saingan mereka yang terdekat adalah Anita Thorwald, seorang
gadis berambut merah yang cakap. Rasa bersaing yang amat
mendalam terhadap kedua anak muda itu akhirnya berubah menjadi
rasa kagum, meskipun ia sering-sering tetap blak-blakan kalau sedang
menyatakan tidak setuju.
Tom menekan-nekan sederetan angka-angka pada alat
komunikator di pergelangan tangannya yang akan menghubungkan

dia dengan Anita dan Ben, kalau mereka kebetulan berada dalam jarak
seratus kilometer. Tiba-tiba suara gemerincing yang tajam dari tanda
bahaya keamanan menggema di seluruh kompleks.
Ada apa?
Tom heran. Tanda bahaya keamanan umum hanya berbunyi
kalau terjadi keadaan darurat paling penting, misalnya kalau ada
gangguan seismik sampai meretakkan dinding kubah raksasa di bawah
air, atau kalau sebuah kapal selam pengangkut mengalami kesulitan di
luar, di perairan Florida yang jernih.
"Tom, ada apa?" tanya Ben melalui komunikator.
Pada saat itu Aristotle memotong pembicaraan.
"Ada sesuatu yang tidak beres pada sirkuit-sirkuit yang menuju
ke laboratorium pak Swift. Ada gangguan statik yang kuat di semua
jalur!"
Tom berpaling kepada si robot yang sedang sibuk dengan
sebuah komputer kecil.
"Coba saja, barangkali engkau dapat mengatasi gangguan itu.
Aku akan mencoba menghubungi bagian Penerangan Umum."
"Tom," suara Anita terdengar sangat mendesak pada
komunikator di pergelangan tangan Tom. "Sersan Garrott dari
Keamanan baru saja menghubungi aku. Entah karena apa mereka
tidak dapat menghubungi engkau. Engkau harus segera ke
laboratorium ayahmu. Keadaan darurat!"
"Terimakasih, Anita," jawab Tom. "Lebih baik engkau dan Ben
menemui aku di sana pula. Aristotle baru saja memberitahukan
sesuatu yang menguatirkan tentang pesawat penjajak itu. Aku kuatir,
kita akan menghadapi suatu kesulitan besar!"
Tom dan Aristotle berlari keluar laboratorium. Mereka ada di
lantai teratas dari kubah geodesik raksasa, di geladak tempat tinggal.
Sedangkan laboratorium pribadi pak Swift berada di sebelah sisi yang

jauh, di lantai agak ke bawah, terletak di antara tangki-tangki dan


gudang-gudang dari kota di bawah air.
Kini keduanya melambatkan diri melalui pintu-pintu katup
bertekanan yang banyak terdapat di geladak. Kubah itu dibangun
hampir menyerupai sebuah kapal. Geladak-geladak dan bagian-bagian
lain dapat ditutup rapat-rapat, kalau sewaktu-waktu terjadi banjir
disebabkan kebocoran atau pun musibah lainnya.
Robot itu berbicara selagi mereka bergerak dengan cepat di
lorong.
"Aku kuatir, ada beberapa kabar buruk lagi!" katanya.
Tom menghambur dari sebuah kereta yang membawa cucian
yang bergerak masuk dari arah berlawanan, lalu menuju ke tangga
darurat untuk sampai di daerah rekreasi.
Di sini, para petugas yang sedang tidak bertugas dan pelautpelaut tamu dari kapal-kapal pengangkut maupun para wisatawan
dapat membeli cinderamata, yaitu untuk oleh-oleh, membuat film
hologram, bermain dengan berbagai alat permainan, dan membeli
makanan khas seperti Neptune-burger serta makanan dari ikan dan
Sea-pop.
"Ada apa lagi?" tanya Tom.
"Ada orang yang dengan sengaja mengganggu semua frekuensi
yang masuk ke laboratorium. Sebab itulah bagian keamanan tidak
dapat mencari engkau. Aku tadi belum pasti, tetapi sekarang setelah
sirkuit-sirkuitku menganalisa semua data yang dapat kuperoleh, aku
tidak mungkin keliru lagi."
Robot itu nyaris bertabrakan dengan seorang wanita penjual
'barang-barang emas tiruan dari kapal-kapal tenggelam'. Aristotle
mengikuti Tom menyeruak di antara orang-orang banyak, seperti
pemain rugby meliuk-liuk menghindar dari para wisatawan yang
nampak terkejut. Tom heran mengapa tidak seorang pun di bagian ini

yang tidak terpengaruh oleh bunyi tanda bahaya? Apakah di bagian ini
tanda bahaya itu tidak berbunyi?
Keduanya, mereka mengitari sebuah kios yang menjual kalung
gigi hiu yang dibuat di pabrik plastik di Miami, lalu berlari ke lorong
khusus untuk para petugas dinas perawatan. Kemudian mereka
mendorong, membuka sebuah pintu yang bertuliskan KHUSUS
UNTUK PETUGAS, dan mendapatkan lift dinas yang baru saja
datang.
Dengan terengah-engah Tom menutup pintu dan menekan
tombol ke lantai bawah. Ia menengok ke arah Aristotle dan bertanya.
"Mengapa orang hanya mengganggu frekuensi yang masuk ke
laboratorium saja? Tidak mengganggu sinyal-sinyal yang ke laut? Aku
tidak mengalami kesulitan menghubungi Ben dan Anita?"
"Mungkin mereka kepergok sebelum selesai melakukan
gangguan," jawab si robot.
Pikiran Tom kembali berpindah ke hadiah yang dijanjikan oleh
pesawat penjajak sebagai imbalan membantu bangsa Skree. Meskipun
penemuan Tom, yaitu mesin pendorong peleburan inti telah
memungkinkan orang untuk melakukan perjalanan yang lebih cepat
daripada sebelumnya, namun ia pun mengetahui bahwa mesin untuk
perjalanan ke bintang-bintang masih harus menunggu hingga beberapa
tahun lagi. Gagasan bahwa manusia dapat bepergian dengan
kecepatan cahaya adalah harapan yang menggairahkan, bahkan
mungkin akan merupakan penemuan terbesar semenjak penemuan api.
Manusia tidak hanya akan terbatas pada tata suryanya sendiri.
Tom harus tersenyum sendiri ketika beberapa minggu yang lalu
mulai menyadari bahwa tata surya itu nampaknya demikian luas
hingga hampir tidak dapat dibuat perbandingan. Sekarang seluruh
pandangannya telah berubah. Bintang-bintang pun akan dapat dicapai
orang!

Lift berhenti. Kedua penumpang itu bergegas keluar, membelok


ke kiri dan berlari di lorong beton, lalu masuk ke pintu katup yang
menuju ke lorong serambi laboratorium pribadi pak Swift.
Seorang penjaga keamanan yang tegap hanya melirik pada
lambang di baju jumpsuit Tom dan melambaikan tangan memberi
jalan. Di depannya Tom melihat Ben dan Anita. Sebelum ia sempat
memanggil mereka, Anita telah memasuki pintu laboratorium ayah
Tom. Tom mendengar Anita berteriak tertahan dan memanggil Ben.
Beberapa detik kemudian Tom dan Aristotle pun memasuki
ruangan itu. Pak Swift terbaring di lantai; darah menciprat di leher
bajunya.
"Ayah!" seru Tom.
Ia berlari ke sisi ayahnya. Dengan berlutut pemuda itu
mengulurkan tangannya untuk menjamah ayahnya. Lalu berhenti.
Orangtua itu tidak sadar kan diri.

Chapter 2

"TOLONG panggil dokter!" Tom meminta.


Ben bergegas ke sebuah komputer di sebelah lain dari ruangan
dan menekan sandi darurat.
"Pak Swift cedera!" katanya kepada petugas yang
menyambutnya. "Kami memerlukan regu pengobatan ke
laboratoriumnya! Segera!"
Tom tidak berani menjamah ayahnya sebelum orang-orang
yang berwewenang datang. Ia tahu, bahwa setiap gerakan dapat
membuat luka-luka dalam menjadi lebih parah.
Anita dan Ben melihat ke sekeliling dari ruang laboratorium itu,
yang kini nampak berantakan. Setumpuk kaset-kaset perpustakaan
telah diaduk-aduk. Piala-piala pecah dan alat-alat elektronik
bertebaran di lantai. Sebuah peta tiga dimensi dari Blake Plateau,
landasan dari Triton, telah hancur.
Regu PPPK menghambur masuk mengerumuni pak Swift.
"Apa yang terjadi?" tanya salah seorang dari mereka.
"Aku tidak tahu!" sahut Tom. "Aku diminta datang kemari
beberapa detik setelah tanda bahaya berbunyi. Ketika aku datang,
kutemukan ayah seperti ini."
Ia menggeser sedikit, memberikan ruang bagi para petugas
untuk memeriksa ayahnya.
"Tanda bahaya umum?" tanya salah seorang lagi. "Kami tidak
mendengarnya!"
Tom mengernyit. Tetapi sebelum ia dapat mengatakan sesuatu.
Pak Swift mengerang dan mencoba untuk bergerak.
"Tom!" ia memanggil lemah.

"Tenang, ayah! Bantuan sudah datang." Tom hendak


menenteramkan ayahnya.
Mata orangtua itu berkedip-kedip, lalu membuka mencari
anaknya.
"Tom ... pencuripenjajak."
Ia menelan ludah daribernapas dengan berat.
"Jangan bicara, pak!" kata seorang perawat. "Masih banyak
waktu di kemudian hari untuk itu. Berhematlah tenaga."
Pak Swift sedikit menggeleng.
"Letnan ... Foster ... mencuripenjajak."
Kemudian ia lemas tidak sadarkan diri lagi. Ketiga anak muda
itu saling berpandangan dengan wajah terkejut.
"Ben," kata Tom. "Periksa daerah penyimpanan di tempat
pesawat itu disimpan. Barangkali saja ayah keliru!"
Ben melangkah ke komputer, lalu menekan-nekan tombolnya.
"Tom," pemimpin regu PPPK itu berbicara. "Dengan sepintas
pemeriksaan, ayah anda nampaknya tidak cedera parah. Kami harus
membawanya ke kamar sakit. Aku ingin mengambil beberapa foto
sinar X. Ya, untuk meyakinkan saja. Benturan itu mungkin tidak
seberapa, tetapi kami tidak mau ambil risiko!"
"Darah itu?" tanya Tom kuatir.
"Akibat jatuh. Lukanya tidak dalam, bahkan tidak perlu dijahit."
Dua orang perawat mengangkat tubuh pak Swift dengan hatihati ke usungan, lalu mendorongnya keluar.
Pikiran Tom terpecah, antara ingin menunggui ayahnya dan
ingin mengetahui bagaimana keadaan pesawat penjajak itu.
Seperti dapat membaca pikiran anak muda itu, pemimpin regu
PPPK meletakkan tangannya dengan lembut di pundak Tom.
"Teleponlah aku duapuluh menit lagi. Aku sudah akan dapat
memberitahukan lebih lanjut. Tak perlu cemas terhadap ayahmu

sekarang ini. Kami akan memberitahu engkau demikian ada


perubahan."
"Terimakasih!" jawab Tom.
Anita mendatangi Tom bersama Ben setelah regu PPPK berlalu.
"Penjajak itu tidak ada di tempatnya," kata Anita dengan wajah
tegang. "Penjaga yang berdinas mengatakan ayahmu menandatangani
tanda terima seperempat jam yang lalu. Katanya akan dibawa ke
laboratoriumnya untuk melakukan beberapa percobaan."
"Ia tentu mengejutkan pencurinya. Mungkin Foster, yang lalu
menyerang dan mengambil penjajak," kata Ben marah.
"Foster?" seru Tom.
"Kukira ia sudah diadili oleh mahkamah militer," kata Anita.
"Mau apa ia di Triton sini?"
Letnan Burt Foster telah pernah membahayakan jiwa Tom,
Anita dan Ben, yaitu mengemudikan pesawat ruang angkasa ke Io
dengan tidak mau berhati-hati. Hanya oleh kecepatan berpikir Tom
serta penanganan pesawat kecil yang baik, mereka berhasil mendarat
di Io. Mereka menemukan pesawat penjajak dan kemudian kembali ke
kapal Daniel Boone dengan selamat. Pelanggaran perintah atasan yang
sangat menyolok oleh Letnan tersebut menyebabkan ia diadili
mahkamah militer. Hal ini membuat perwira muda tersebut semakin
membenci Tom dan siapa saja yang ada hubungannya dengan Swift
Enterprises.
"Ia telah diadili, tetapi dibebaskan dengan syarat," Tom
menjelaskan. "Untuk memberi kehormatan kepada pihak AL, ayah
setuju kalau Foster ditempatkan pada suatu instalasi di Triton, di sisi
yang jauh di pinggir. Ia pun harus diawasi dengan ketat. Kukira
penjaganya kurang hati-hati," katanya dengan muram.
"Lebih baik kita tangkap dia, sebelum berhasil membawa
penjajak itu keluar dari Triton," kata Ben.
"Aku akan memberitahu bagian keamanan."

Tom bergerak ke sebuah komputer dan menekan beberapa


tombol. Dengan singkat ia menjawab pertanyaan-pertanyaan para
perwira tentang apa yang telah terjadi. Tom minta agar diumumkan
sikap waspada sampai Foster diketahui di mana adanya.
"Mari kita kejar orang itu," Ben mendesak begitu Tom selesai
bicara.
"Lebih baik kita tinggal di sini dahulu beberapa saat," jawab
Tom. "Kita belum tahu kemana Foster larinya. Triton itu luas sekali.
Ia dapat lari ke arah mana pun dan bersembunyi di mana-mana.
Bagian keamanan dapat lebih cepat memeriksa seluruh kota ini
sebelum kita memulai mengejarnya. Kalau kita tetap di sini dulu,
mereka juga tahu di mana harus menghubungi kita. Selain itu,"
sambungnya sambil melihat isi laboratorium yang hancur, "kita cari
dulu di sini, barangkali ada petunjuk-petunjuk yang ditinggalkan."
"Engkau benar," kata Anita.
Ia mulai mengais-ngais puing-puing yang berserakan di atas
meja kerja yang besar.
"Ini semua salahku," kata Aristotle dengan suaranya yang khas.
"Aku sebuah mesin yang gampang berbuat salah. Ini makin lama
semakin kentara. Aku tidak mampu menanggulangi penculikan
Aracta."
"Aracta? Siapa itu Aracta?" tanya Tom.
"Badan Intelijen Asing," jawab Aristotle. "Aku baru saja tahu
namanya. Aku kira akan dapat suatu informasi, karena itulah aku
datang ke laboratorium, Tom. Untuk melapor padamu. Tiba-tiba saja
tanda bahaya itu berbunyi dan
"Aristotle," kata Ben. "Ceritakanlah secara berurutan."
"Aracta dan aku sedang membicarakan sejarah kemasyarakatan
umat manusia. "
"Engkau mengobrol dengan dia?" tanya Ben heran.

"Ya, Ben. Seperti sudah kukatakan, aku telah berhasil


menembus komunikasi tidak lama setelah kalian hendak tidur
semalam. Aracta sangat curiga, yang memang dapat dimengerti.
Sebab mungkin sekali kita bukan merupakan jenis bantuan yang
dibutuhkan bangsa Skree."
"Kita?" tanya Anita penuh perhatian.
"Swift Enterprises," jawab Aristotle. "Kalian tahu, bangsa Skree
telah membangun Aracta dan mengirimkannya keluar untuk minta
bantuan. Sebenarnya mereka mengirimkan 192 pesawat penjajak ke
Bintang-bintang Kelas G dengan badan-badan planet."
"Mereka memerlukan matahari seperti kita," kata Tom.
"Penjajak itu mengatakan datang dari Alpha Centaury. Itu merupakan
bintang kelas G."
"Ya," kata Aristotle. "Bangsa Skree amat membutuhkan
bantuan, tetapi mereka tidak akan memberikan rahasia mesin stardrive
itu kepada orang sembarangan."
"Engkau tadi menyebut berhasil menembus komunikasi," kata
Tom untuk kembali ke pokok pembicaraan.
"Betul! Aracta dan aku saling menukarkan sejarah bangsabangsa yang telah menciptakan kami. Kami telah saling berhubungan.
Aku kuatirkan itu dengan kecepatan indera yang tidak dapat ditangkap
indera kalian."
"Jangan minta maaf!" kata Tom dengan sedikit jengkel.
Dengan segera Aristotle menceritakan kepada Anita dan Ben
tentang penemuannya yang terbaru, yaitu bahwa penjajak itu rusak
berat pada beberapa bagian.
"Aku masih saja mencari-cari ingatanku dan mencoba
mempertemukan beberapa kenyataan maupun teori-teori. Mungkin
sekali Foster telah membantu Aracta melarikan diri."
"Melarikan diri?" tanya Anita tidak mengerti.

"Sayang sekali, ya?" kata Aristotle. "Apa yang hendak


kukatakan kepadamu, Tom, sebagai tambahan informasi yang sempat
kubawa sebelum tanda bahaya itu berbunyi. Yaitu bahwa Aracta sejak
cukup lama telah mengerti apa yang kalian katakan, baik Anita, Ben,
maupun Foster. Ia menggunakan aku sebagai samaran."
"Maksudmu, ia memetik dari ingatanmu kalau engkau sedang
tidak menyadarinya dan telah mempelajari bahasa kita?" tanya Tom.
"Ya," jawab robot itu. "Sudah dimulainya sejak di Io."
"Jadi sudah begitu lamakah?" seru Ben.
"Sekarang aku ingat suatu pernyataan tertentu yang diucapkan
Letnan itu, tepat pada waktu engkau memerintahkan dia untuk
kembali ke pesawat sewaktu kita di Io." kata si robot. "Katanya 'Kalau
kita dapat menganalisa mesin pendorong penjajak ini, kita akan
mendapatkan kunci rahasia perjalanan antar bintang. Kita dapat
membangun angkatan perang yang paling kuat di tata surya ini.'
Kalimat terakhir inilah kuncinya, Tom. Suatu angkatan perang yang
paling kuat itulah yang dibutuhkan oleh bangsa Skree. Rupanya Foster
telah berjanji akan memberikannya!"
"Jadi Foster dapat berbicara dengan dia?" kata Tom dengan
merapatkan bibirnya. "Ia tahu bahwa penjajak itu bersenjata dan
berbahaya."
"Ia mengetahui kemampuan persenjataan Aracta. Aku
menyesal. Seharusnya aku sudah mengerti kaitan antara kata-kata
Letnan itu di Io dengan tugas yang dibebankan Aracta. Demikian pun
aku tahu, bahwa Aracta telah mempelajari bahasa kita. Aku gagal
lagi!" benda setengah mesin itu mengakhiri kata-kata dengan sedih.
Sebelum ada yang dapat menanggapi, komputer berbunyi dan
layar di dinding menyala. Gambar sersan Garrott memenuhi layar
tersebut.
"Ada kabar buruk," sersan keamanan itu berkata. "Letnan Foster
telah lolos dan keluar dari Triton!"

Chapter 3

"LOLOS?" seru ketiga anak-anak muda itu bersama-sama.


"Dengan cara bagaimana dapat lolos?" tanya Tom.
"Ia naik ke kapal Jose Arias Espinosa, kapal pesiar malam yang
mewah, dan yang disewanya dari Triton Marine Rentals selama seribu
empat ratus jam di dermaga Sepuluh."
"Mengapa tidak ditahan?" tanya Tom.
"Sistem alarm umum kita dengan cerdik sekali telah diganggu,"
jawab sersan itu. "Ada orang yang menggencet sistem alarm dan
keamanan, yaitu hanya pada bagian-bagian tertentu. Bagian-bagian itu
juga dibuat tidak dapat bekerja hanya pada saat-saat tertentu pula.
Siapa pun orangnya yang melakukan sabotase itu, ia tentu telah
merencanakan segala sesuatunya dengan sangat berhati-hati. Sistem
alarm itu hanya diganggu agar membuat segalanya menjadi kacau,
tetapi tidak untuk merusakkan alat-alat peringatan ke dalam."
"Tentu Aracta yang melakukan itu." kata Aristotle.
"Sersan! Kita harus mengejar Foster," tukas Tom. "Tolong
siapkan sebuah kapal selam yang paling cepat. Kami akan segera
menuju dermaga."
"Oke, Tom!" jawab Sersan.
"Mari!" kata anak muda ahli penemuan itu kepada yang lainlain. "Kita harus dapat menangkap Foster dan penjajak itu
secepatnya."
Keempat mereka berangkat ke daerah dermaga dengan segera.
Ketika mereka tiba di tikungan sebuah lorong, mereka bertemu
dengan Kolonel Pascal, kepala bagian keamanan di Triton.

"He, anak muda," kata Kolonel itu kepada Tom. "Hendak ke


mana engkau. Sepertinya terburu-buru!"
"Keadaan darurat, Kolonel!" jawab Tom. "Silakan dicek pada
sersan Garrott. Aku heran dia tidak memberitahu anda. Kita sedang
menghadapi suatu krisis!"
Anak muda itu membuka sebuah pintu berwarna merah yang
bertuliskan PINTU KHUSUS. Ia segera melangkah masuk.
"Stop!" seru komandan keamanan itu berteriak. "Tidak boleh
masuk ke sana!"
"Kolonel! Mereka telah lolos! Letnan Foster dan pesawat
penjajak itu.mereka telah melarikan diri!"
Tom berusaha menjelaskan, sementara tiga orang yang lain
berdesakan di pintu masuk lalu menuju ke dermaga.
"Penjajak asing apa? Foster? Ia dari AL, bukan? Unuk apa AL
melakukan hal ini?"
"Tidak ada waktu untuk menjelaskan. Teleponlah ke kantor
anda!" saran Tom sambil menyusul teman-temannya.
Orang setengah tua itu memandangi pintu merah itu sebentar.
"Repot benar," pikirnya. "Barangkali Luna Corporation senang
mendengar adanya ribut-ribut ini. Untuk hal-hal beginilah ia dibayar
sedikit lebih oleh mereka. Sebagai pemegang saham Triton, meskipun
kecil, mereka tetap berhak untuk mengetahui apa yang terjadi di
belakang layar. Terutama mengenai ayah dan anak Swift," seperti
yang dikatakan kepadanya.
"Tidak ada salahnya menerima uang dari pihak lain," pikir
Pascal. "Hanya sekedar melakukan kewajiban."
Ia menekan tombol pada alat komunikatornya, lalu menunggu
jawaban.
"Tom dan teman-temannya tentu menjadi bingung tentang
sesuatu, bukan?"
*********************************

Sersan Garrott telah menunggu keempat anak muda itu di pintu


masuk dermaga. Tom berhenti di sampingnya.
"Sudah dapat?" ia bertanya.
"Ya! Kapal selam yang paling cepat yang dapat diperoleh. Ada
di galangan Enambelas."
"Terimakasih," jawab anak muda itu. "Tolong selalu hubungi
kami kalau ada berita tentang ayah dan si Foster."
Tom merasa sedih harus berangkat tanpa mengetahui lebih jauh
tentang keadaan ayahnya. Tetapi ia tahu bahwa ayahnya mendapatkan
perawatan yang terbaik. Selain itu tidak ada hal lain yang dapat
mempercepat kesembuhan ayahnya daripada kembalinya penjajak
asing itu di Swift Enterprises.
Keempat anak muda itu berlari menuruni lorong menuju ke
daerah kandang kapal selam.
Lebih dingin di sana. Di daerah dinding paling luar Triton, dan
lebih basah. Mereka berlari melewati pintu-pintu katup yang tertutup
maupun yang terbuka, yang berisi berbagai jenis kapal selam.
Beberapa di antaranya adalah kapal selam pengangkut milik
perusahaan, yang digunakan untuk pemeriksaan dan pertanian laut.
Beberapa lagi merupakan kapal-kapal pesiar pribadi yang datang dari
Jamaica, Miami dan Kepulauan Bahama. Ada beberapa kapal selam
penyelidik yang mampu menyelam sampai suatu kedalaman di Palung
Puerto Rico atau Talam Yucatan. Sedang beberapa kapal selam para
pemburu harta yang berwarna cerah itu berkeliaran di daerah jalur
pelayaran kuno kapal-kapal Spanyol, yaitu untuk mencari harta yang
tenggelam di Teluk Meksiko.
Kapal-kapal pengangkut yang lebih besar dikandangkan sedikit
lebih jauh lagi. Kapal-kapal yang besar ini ada dua jenis. Kapal selam
angkutan umum dan kapal semi-sub. Kapal semi-sub ini adalah
setengah kapal selam dan pada umumnya terdiri atas tempat tinggal
dan mesin-mesin nuklir raksasa. Kapal-kapal yang sangat kuat ini

mampu menarik dua atau tiga buah kapal-kapal gandengan yang tidak
berawak untuk mengarungi samudera dengan membawa muatan yang
sarat ke pelabuhan-pelabuhan dagang.
Tetapi Tom dan teman-temannya turun memasuki sebuah kapal
selam cepat. Untuk dapat memasuki pintu katup ke dalam kapal
merupakan suatu pekerjaan yang berat bagi Aristotle. Pada saat semua
pintu katup itu ditutup rapat dan dikunci, Tom sudah duduk di tempat
kemudi, lalu meminta agar jalur keluar dibebaskan.
"Carilah ke mana mereka pergi," serunya kepada Anita ketika
gadis itu duduk di tempat kopilot.
Kemudian Tom kembali memusatkan perhatiannya untuk dapat
mengeluarkan kapal yang ramping serta anggun itu dari kandangnya
dan memasuki ruang yang berpintu air. Pada saat mereka keluar dari
ruang berpintu air, sonar dari kantor pelabuhan melaporkan bahwa
Espinoza mengambil arah Ultra Timurlaut dengan kecepatan penuh.
Ben mengernyit memandangi lewat pundak Tom ke sebuah peta
yang terpampang di layar komputer.
"Nes Foundland?"
"Foster dapat ber-zigzag berkeliling dan lalu menuju ke
Greenland atau Iceland!" kata Anita yang juga mempelajari peta.
"Atau arah ke timur, ke Inggris dan bahkan terus ke Rusia.."
Suaranya menghilang. "Lautan begitu banyak terbuka!"
"Lagi pula banyak sekali aliran yang bercampur," Tom
menimpali. "Ia mungkin membuat jejak palsu. Sekali lepas dari
jangkauan sonar ia dapat membelok ke selatan, arah ke Afrika."
"Tom, terlalu banyak berteori," Ben menyanggah. "Dengan
demikian kita mudah kehilangan jejaknya!"
"Aristotle!" Tom memanggil. "Engkau ada pikiran?"
"Aku sedang membayangkan wajah Foster, Tom. "Kukira, yang
paling baik ialah melacak menurut jalan pikirannya daripada melalui
jalur samudera."

Ben tertawa.
"Waahh, hebat! Aku sendiri orang Indian Cherokee asli. Tetapi
aku sendiri tidak dapat melihat jejak-jejak kaki dalam pikiran!"
"Namun Aristotle benar!" Tom menanggapi. "Foster barangkali
membuat jejak palsu. Ia menuju ke laut bebas di mana ia mendapatkan
ruang yang luas hingga tidak terjangkau oleh sonar Swift Enterprises."
"Tetapi masih banyak yang lain-lain," Anita mengingatkan
Tom. Ia mengulurkan tangannya dan menunjuk-nunjuk pada layar
komputer di depan mereka. "Mereka semua akan mengetahui. Setiap
kapal pesiar, kapal selam pengangkut, kapal-kapal militer, kapal-kapal
di permukaan, kapal orang-orang berlibur, kapal para penggali dasar
laut, anjungan minyak . . mereka semua dapat mengetahui."
"Laut ini juga dipenuhi kapal-kapal," kata Ben dengan riang.
"Berbagai jalur-jalur laut melalui daerah Ataltin ini, baik yang di
permukaan maupun yang di bawah permukaan laut."
"Tetapi Foster pun tahu tentang hal itu," Tom tetap ngotot.
"Aristotle, berapa daya jangkauan Espinoza ini?"
"Kira-kira 3.000 km, dengan bahan bakar nuklir pada saat ini!"
"Apa engkau telah mengeceknya pada perusahaan penyewaan?"
tanya Ben.
"Benar! Daya menyelam maksimum 6.000 meter dengan
kedalaman keselamatan yang dianjurkan adalah 4.500 meter. Talam
atau lembah laut di Caribia dalamnya adalah 4.500 meter. Kalau
Espinoza hendak kembali ke daerah itu. Kedalaman rata-rata Samudra
Atlantik adalah 4.000 meter. Tetapi palung Sanwich Selatan
mempunyai kedalaman hingga 10.000 meter. Itu tentu saja yang di
Atlantik Selatan."
"Bagaimana kalau ke barat laut?" tanya Anita.
"Aku percaya Espinoza dapat menyelam ke pedalaman yang
mana pun," jawab Aristotle.

"Kalau begitu mereka dapat bersembunyi di mana saja?" Ben


menggerutu.
"Anita, sebarkanlah berita! Beritahu AL Amerika dan AL
Inggris agar melakukan pengamatan. Tolong juga, barangkali sudah
ada berita mengenai keadaan ayah!"
Anita melihat adanya tekanan pada wajah Tom, sementara ia
meraih telepon kepala. Tom sedang memandang keluar dari jendela
kaca yang jernih. Kawanan-kawanan ikan berlompatan menyingkir di
perairan Bahama. Sebuah kapal selam angkutan berwarna kuning dan
merah dari armada niaga sedang meluncur lewat di bawah mereka.
Mereka melewati rangkaian pelampung-pelampung tanda batas
peternakan ikan, di mana sekawanan besar ikan-ikan diternakkan.
Ikan-ikan tersebut tidak dapat keluar karena dipagari dengan sonar.
"Ayahmu sudah sadar, Tom," Anita melaporkan beberapa menit
kemudian. "Dokter mengatakan bahwa ia akan menderita sakit kepala
untuk beberapa lama. Tetapi itu pun akan dapat sembuh!"
Tom merasa lega. Ia tersenyum lemah kepada teman-temannya.
"Kan enak mendengar beritanya. Nah mari sekarang kita
bicarakan perihal Foster. Kita tahu bahwa ia dapat berkomunikasi
denganehAracta.
Ia berpaling kepada Aristotle. Wajahnya tersenyum lucu.
"Aku mengaku merasa lucu untuk menyebutkan jenis kelamin
bangsa robot. Aku anggap engkau jantan' karena penampilan dan
namamu. Tetapi Aracta! Ia itu 'jantan' ataukah 'betina' atau hanya 'dia'
saja? Atau tidak ada masalah yang mana pun juga?" kata Tom
tersenyum.
"Aku mengaku, Tom. Perihal jenis kelamin itu tetap merupakan
suatu misteri bagiku. Aku mengerti hal itu dari segi biologis dan
logika, dan menerimanya untuk kehidupan seperti apa adanya. Tetapi
jenis kelamin pada manusia dapat mempengaruhi kepribadian hingga
sejauh tertentu!"

"Demikian pula masalah lingkungan hidup dan pengalaman,"


sambung Anita cepat-cepat.
"Lalu, istilah apa yang harus kita gunakan bagi Aracta?" tanya
Ben.
"Yang paling sederhana 'jantan', kukira," jawab si robot. "Ini
ada kaitannya dengan masalah programmingnya, yang pada makhluk
hidup agak mirip dengan jenis kelamin pada homo sapiens. Harap
kauingat, bahwa orang laki-lakilah yang membuat program-program
bagiku."
Tom jadi tertawa.
"Aku tidak memperkirakan secara khusus agar engkau berkiblat
ke pihak laki-laki, Aristotle!" katanya sambil menggeleng-gelengkan
kepala. "Ini tentu telah terjadi di bawah kesadaran."
"Begitu banyak prasangka-prasangka di dunia kita ini," kata
Anita. "Tetapi marilah kita kembali ke masalah Foster dan Aracta.
Aristotle, engkau menganggap bahwa Aracta itu tidak dicuri.
Maksudmu, apa itu berarti ia bekerjasama?"
"Suatu kemungkinan," kata Aristotle. "Ketika aku mengajar
bahasa-bahasa Bumi kepada Aracta, ia mengajar aku bahasa Skree.
Suatu bahasa itu, setidak-tidaknya di Bumi, adalah pertanda sikap
yang khidmad. Bangsa Skree, jadi demikian pula Aracta, agak curiga
dan ketakutan. Tetapi itu memang wajar. Mereka telah diganggu oleh
bangsa-bangsa yang suka berperang sejak awal sejarah mereka."
Aristotle berhenti sejenak.
"Mungkin sekali, bahwa kelakuan Aracta disebabkan karena
kesalahanku. Aku tidak menghindari kenyataan sejarah peperangan
antar manusia sewaktu berbicara dengan dia."
"Itu benar!" kata Tom. "Kau telah tunjukkan kepadanya yang
baik maupun yang buruk."

"Rupa-rupanya yang paling mengesankan baginya adalah


keberhasilan angkatan perang yang teratur rapih pada peperangan
kita."
"Segi-segi militer!" sahut Ben. "Maka itu Foster lebih menarik
baginya. Ia seorang militer dengan jalan pikiran militer. Apakah
penjajak itu tahu kalau Foster telah dihadapkan ke mahkamah
militer?"
"Seperti yang kita ketahui selama perjalanan pulang, Ben,
Aracta tidak bekerja dengan ingatan penuh. Dan dalam ingatan itulah
terdapat niat pencegahan."
"Kaumaksudkan, ingatan Aracta tidak bekerja sempurna?" kata
Ben.
"Kalau aku benar mengartikan maksud dialekmu, benar
demikian. Tetapi penjajak itu sangat cepat. Kami memulai bercakapcakap dengan logis menggunakan sistem kembar atau biner. Tetapi
setelah kami berhasil mendapatkan arah komunikasi yang baik, kami
mendapatkan kemajuan yang pesat."
"Seperti yang hanya dapat dilakukan oleh robot-robot!" gerutu
Anita.
"Aracta telah menggambarkan kesulitan-kesulitan bangsa
Skree. Ia menyatakan bahwa kalau ada janji-janji yang cukup, ia
bersedia memberikan kepada kita informasi-informasi teknis untuk
membangun sebuah mesin stardrive. Kukira, Foster telah menipu
Aracta."
Suasana di kabin itu menjadi hening.
"Suatu daya pikat yang hebat!" pikir Tom.
Daripada bertahun-tahun atau bahkan berabad-abad agar dapat
pergi ke bintang yang terdekat, mereka telah dapat mencapainya
dalam beberapa bulan saja. Atau hanya dalam beberapa minggu saja,
dan bahkan kurang daripada itu. Siapa tahu bahwa kedudukan waktu
di luar perhitungan waktu biasa di sana, di ruang angkasa alam

semesta? Mungkin dapat berupa kekekalan atau pun tidak ada waktu
sama sekali.
Stardrive!
Mesin pendorong pesawat untuk dapat mencapai bintangbintang! Hampir semua apa saja yang berharga untuk
mendapatkannya. Tidaklah mustahil, bahwa seseorang yang benarbenar liar dan kejam akan tergoda untuk mendapatkannya hingga
berani melawan hukum.
"Sersan Garrott memanggil dari Triton!" Anita menyela Tom
dari lamunannya. "Biar kusambungkan saja pada pengeras suara!"
"Halo, Tom! Kami telah dapat mengetahui apa yang terjadi di
laboratorium ayahmu, setelah memutar kembali kamera-kamera
kontrol yang bekerja secara otomatis, ketika Foster memaksa masuk
pada waktu ayahmu sedang pergi."
''Foster langsung menuju ke komputer dan menekan-nekan
tombol untuk membuat program yang rupa-rupanya telah tertulis pada
secarik kertas yang dibawanya. Kamera tidak berhasil mendapatkan
gambar yang jelas pada kertas itu, hingga kami jadi tidak merasa
yakin akan hal itu. Tetapi Foster selalu berpegang pada kertas
tersebut. Sekarang baru kita ketahui bahwa ia telah mengganggu
banyak dari peralatan kita."
Petugas itu melihat ke dalam buku catatan di depannya, lalu
melanjutkan penuturannya.
"Ia tentu sudah mengetahui bahwa ayahmu hendak membawa
pesawat penjajak itu ke laboratorium pribadinya. Oleh karena itu ia
menyembunyikan diri setelah menyelesaikan membuat program pada
komputer."
Ben menggerutu. Sedang Anita menyadari bahwa informasi itu
membuat Tom menjadi bingung dan sangat kacau.
"Ketika ayahmu masuk," orang itu melanjutkan lagi, "Foster
segera menyergapnya. Mereka bergulat untuk beberapa lama. Ayahmu

telah berjuang sungguh-sungguh, Tom. Tetapi ia terpeleset. Kepalanya


membentur meja laboratorium ketika jatuh. Itulah yang membuatnya
tidak sadarkan diri."
"Terimakasih, Sersan!" kata Tom. "Kami sungguh-sungguh
berterimakasih atas pemberitahuan ini."
"Tunggu, masih ada lagi! Aku tidak tahu bagaimana harus
menjelaskannya. Tetapi pesawat penjajak itu telah berkomunikasi
dengan seseorang atau sesuatu di luar laboratorium!"
"Apa?" seru Tom.
Ben dan Anita saling berpandangan dan tercengang.
"Untuk sesuatu hal! Tepat setelah Foster berhasil merebut
Aracta dari tangan ayahmu, ia menyambungkan dia pada komputer
laboratorium. Penjajak itu menggunakan saluran komersial dan
saluran perpustakaan. Ia melakukan hal itu dengan terang-terangan
tanpa mengganggu frekuensi-frekuensinya."
Keheningan meliputi kabin yang sejak itu untuk beberapa saat.
Kemudian Tom mengangguk.
"Terimakasih, pak Garrott. Tolong selalu usahakan hubungan
dengan kami!"
"Tentu!" jawab petugas itu. "Dan.selamat bekerja!"
Warna lautan menjadi lebih kelam di sekitar kapal. Itu
menunjukkan kedalaman yang lebih dalam. Ikan-ikan pun mulai
berkurang, tetapi sonar kapal menunjukkan adanya kapal-kapal lain
yang lewat, baik di kedalaman mau pun di permukaan. Sebuah kapal
selam penambang yang berbentuk bulat nampak di depan mereka.
Mereka lewat di atasnya ketika bola besar itu mulai naik perlahanlahan menuju ke permukaan.
Jauh di depan mereka, Espinoza bergerak melanjutkan
perjalanannya ke suatu tujuan yang misterius dan melaju dengan
kecepatan yang sama. Tom dengan awak kapalnya terus mengikuti.

"Ada lagi yang harus dipertimbangkan," kata Tom tiba-tiba.


"Foster secara mental, buruk keseimbangannya. Aracta mungkin
menganggap dialah yang waras, dan kita semua ini dianggapnya gila!"
"Maksudmu, karena Aracta sendiri gila?" tanya Anita.
Tom mengangguk sedih.
"Aku hendak mengajukan pendapat," Aristotle menimbrung.
"Ini hanya pendapat belaka. Sulit untuk dapat mengerti buah pikiran
asing kalau kita hanya mengerti proses berpikir manusia."
"Tetapi ayahku sedang mempelajarinya dengan melakukan
riset-riset pada ikan lumba-lumba," kata Tom. "Tetapi baiklah
kauteruskan apa pun yang dapat menolong sekarang ini."
"Bukan sesuatu yang dikatakan oleh Aracta," robot itu
meneruskan. "Mungkin ini justru mengenai apa yang tidak
dikatakannya!"

Chapter 4

Tom, Ben dan Anita menatap robot dengan heran.


"Apa maksudmu itu?" tanya Tom.
"Kukira, Aracta merasa dirinya dapat mati atau hancur," kata
Aristotle. "Sejak dibuat, ia selalu dilindungi oleh kerangka luar dari
pesawatnya yang dilengkapi dengan persenjataan dan alat penerima
kesan."
"Dengan kata lain, ia merasa tidak berdaya?" tanya Tom cepat.
"Ditangkap oleh makhluk yang dikiranya musuh dan dengan dirinya
dalam keadaan 'telanjang' sehingga kuatir akan kelangsungan
hidupnya?"
"Satu-satunya yang terus menjadi perhatiannya hanyalah
hendak menyelesaikan tugasnya dengan berhasil," sambung Aristotle.
"Kelangsungan hidupnya hanya merupakan kepentingan kedua."
"Tetapi mengapa ia mau pergi dengan Foster?" tanya Anita.
"Apa yang bisa dilakukan Foster yang tidak dapat kita lakukan?"
"Foster tentu mendapat bantuan," kata Tom bersungguhsungguh. "Namun hanya sedikit orang yang tahu tentang apa yang
telah kita lakukan dan peroleh di Io. Kehadiran benda asing itu pun
dirahasiakan terhadap para awak Daniel Boone."
"Kapten Barrot tahu, kita tahu, Foster pun tahu. Siapa lagi?"
tanya Ben.
"Foster tentu telah mengatakannya kepada seseorang," Anita
menambahkan.
Ia berpaling kepada Aristotle, lalu meneruskan lagi.
"Periksa di bagian komunikasi Triton. Coba cari apakah Foster
pernah bicara keluar, dan dengan siapa!"

"Akan kulaksanakan," jawab robot itu.


Tom memandang ke luar, ke laut yang kelam.
"Setelah Foster diadili di Daniel Boone, pada perjalanan pulang
ia bersumpah akan melakukan pembalasan. Ia telah mempersalahkan
aku, ya, kita semua, atas segala kesalahannya dan jatuh namanya."
"Kukira, kapten Barrot telah berlaku sangat lunak," kata Anita.
"Ia hanya dipindahkan ke tugas-tugas di Bumi dan menjalani
pemeriksaan kejiwaan."
"Memang! Tetapi itu adalah sangat berat bagi seorang perwira
karir," kata. Tom. "Itu akan tertulis dalam daftar riwayat hidupnya.
Mungkin akan memperlambat kenaikan tingkat dan hanya akan
ditempatkan sebagai perwira di belakang meja, entah di pangkalan
mana."
"Dan tidak akan kembali ke angkasa luar lagi?" sambung Ben
lirih. "Biar membuat kesalahan apa pun, Foster memang menyukai
kehidupan di angkasa luar."
"Jadi karena dihadapkan kepada karir yang buntu, ia lalu
mencoba sesuatu yang lain," kata Anita. "Dan karena sedikit sinting,
ia lalu memilih suatu rencana yang gila!"
"Maafkan," sela Aristotle. "Letnan Foster telah melakukan
empat pembicaraan keluar. Tiga pembicaraan bersifat militer, yaitu
mengajukan banding ke Mahkamah Militer, permohonan pemindahan,
dan pembicaraan dengan komandan Fournelle dari Angkatan Perang
Ruang Angkasa di pangkalan Moyave."
"Yang lain?" tanya Anita.
"Kepada David Luna, Presiden dari Luna Corporation."
Tom dan Ben bersiul.
"Luna menguasai sebagian besar kegiatan pertambangan di
Bulan," kata Ben penuh pikiran.
Tom menghela napas.

"Kalau orang harus mengumpulkan raja-raja bandit dari seluruh


dunia dan diperas menjadi satu, lalu dibumbui sedikit kegiatan politik
yang korup, itulah dia David Luna. Tetapi bukankah dia itu orang
yang tidak mudah dihubungi? Aku heran bagaimana Foster bisa
menembus sampai kepada Luna."
"Ia punya informasi yang istimewa," kata Ben. "Berapa lama ia
telah melakukan percakapan, Aristotle?"
"Satu jam duapuluhsembilan menit!"
"Mahal sekali!" kata Anita. "Tetapi itu telah cukup lama untuk
dapat menembus para sekretaris dan segala orang sewaannya untuk
menjaring percakapan penting dan yang hanya membuang-buang
waktu saja."
"Aljazair!" seru Tom tiba-tiba. "Luna Corporation mempunyai
pangkalan ruang angkasa pribadi yang terbesar di dunia, di Sahara
yaitu di selatan Biskra."
"Ah, tentu saja!" seru Ben sambil membunyikan jari-jemarinya.
"Foster tentu sedang menuju ke Casablanca. Kemudian mengambil
pesawat cepat untuk terbang melintasi Pegunungan Atlas menuju ke
pangkalan ruang angkasa di Sahara."
"Ke ruang angkasa?" tanya Anita. "Untuk apa? Luna tentunya
punya laboratorium-laboratorium yang besar di Bumi sini."
"Untuk apa kita bawa Aracta ke Triton?" Tom menjelaskan.
"Demi keamanan! Nah, di Bulan ... atau di luar sana, di daerah
asteroid yang sedang mulai digarap oleh Luna, di sana itu aman
sepenuhnya!"
"Mungkin juga, ia ke Poseidon. Itu kubah di dasar laut yang
baru, di dekat kepulauan Azores," kata Ben. "Aku ingat pernah
membaca bahwa Luna mempunyai bagian di sana."
"Eh, ya," kata Tom dalam suara yang keras hingga menarik
perhatian teman-temannya. "Luna Corporation telah membeli
sebagian dari Triton tahun yang lalu. Memang tidak cukup untuk

mencemaskan kita. Bukan tawaran pengoperan usaha. Tetapi ia sudah


punya tempat berpijak. Beberapa bulan yang lalu ia pun telah membeli
sebagian dari Nereid."
"Kubah di bawah laut untuk rekreasi itu, ya?" tanya Ben.
Tom mengangguk.
"Jadi ada tiga kemungkinan. Dua di bawah air di mana kapal
Foster dapat bersembunyi tanpa mengalami kesulitan.dan satu di
Casablanca."
"Kalau kita mengambil waktu untuk menggeledah kubah-kubah
di bawah permukaan air, dan dia ternyata menuju ke Casablanca.?"
Kata Anita sambil angkat bahu.
Perhatian Tom teralihkan oleh suatu gerakan di layar sonar.
"Ia berubah arah!"
Mereka semua membungkuk di atas layar.
"Ia memutar!" seru Ben. "Mari kita potong jalannya!"
"Jangan! Lihat, ia menyelam," kata Tom. "Makin dalam lagi!"
Mereka memandangi ketika kapal Foster memutar menyelam,
lalu menikung lebar ke selatan dan turun ke dalam Dataran Hatteras
Abyasal, yaitu tepi timur dari benua Amerika Utara.
"Apa maunya dia?" gerutu Anita.
Mereka tetap mengamati alat-alat pengukur kedalaman dan
tekanan. Sementara itu mereka terus mengikuti kapal lawan.
"Hanya suatu taktik untuk menghindar!" kata Ben.
Selama satu jam mereka ikuti Foster dengan teliti menuju terus
ke selatan dan menyelam semakin dalam. Kemudian Foster mulai
bergerak mendatar dan mengambil arah yang tidak menentu dekat di
dasar laut. Dasar laut itu semakin melandai naik ketika mereka
mendekati Cuba dan Haiti. Jaraknya masih cukup jauh.
Tom sekilas memeriksa keadaan pantai dan peta geodesi pada
layar komputer. Di daerah ini hanya ada data dasar saja, ialah arah

arus dengan peta kasar dari dasar laut hanya seperti sebuah foto jarak
jauh disertai beberapa catatan dari yang paling penting saja.
Kemudian dengan tidak disangka-sangka, kapal Foster
menghilang dari bayangan sonar.
"Eh.tunggu sebentar!" seru Ben.
Sekali lagi ia memeriksa daerah di sekitar, mengecilkan fokus.
Namun mereka tidak melihat apa-apa di layar mereka, kecuali dasar
laut. Mereka memandangi dasar laut yang hijau bergelombang, dan
beting-beting karang yang menjulang ke atas. Kapal mereka
mendekati daerah yang terakhir dapat mereka catat, namun mereka
tidak melihat kapal selam yang telah menghilang begitu saja.
"He, apa itu?" seru Anita sambil menunjuk dari balik jendela ke
air yang kelam dan nyaris meniadakan bentuk kehidupan pada
kedalaman itu. Sebuah bentuk runcing muncul di depan, tampak
samar-samar hampir tidak kelihatan. Tom memusatkan gelombang
sonar dan sebuah bayangan menyerupai bentuk bulan sabit kelihatan
menjadi lebih nyata.
"Sebuah kapal!" seru Ben. Jari telunjuknya menjamah layar.
"Lihat, buritannya tinggi seperti kapal galleon.galleon Spanyol!"
"Kapal yang telah tenggelam!" sambung Anita.
"Jangan hiraukan itu!" tukas Tom. "Di mana Foster?"
Bangkai kapal itu terbaring miring pada satu sisi pada sebuah
gorong karang. Sebuah batu karang setinggi dua kali tiang kapal itu
menjulang di atasnya.
Mereka melewati bangkai kapal itu pada jarak agak jauh hingga
dapat melihatnya lebih jelas. Nampaknya masih dalam keadaan yang
cukup baik.
"Mengapa kapal itu tidak hancur dan tertutup tumbuhan laut?"
tanya Anita heran.

"Mungkin karena terlalu dalam. Airnya terlalu dingin dan tidak


terganggu. Kebanyakan organisma yang suka makan kayu
menyenangi air yang lebih hangat." Tom menjelaskan.
Sementara mereka lewat di dekat bangkai kapal itu, alat sonar
mereka tetap tidak menangkap sesuatu dari depan mereka. Oleh
karena itu Tom lalu memutar jalan kapal selamnya.
"Foster tidak bisa menghilang begitu saja," kata Tom ngotot.
"Harus ada pemecahan yang wajar. Satu-satunya benda yang khas di
situ adalah bangkai kapal galleon. Mari kita dekati dan selidiki!"
Anita dan Ben mengangkat bahu.
"Boleh saja," kata Ben. "Aku pun tidak ada dugaan lain lagi."
Gambar kapal galleon semakin nampak besar di layar. Semakin
jelas dan menyolok dengan latar belakang batu karang. Mereka
berhenti pada jarak duapuluh meter dari kapal itu, lalu meneranginya
dengan lampu sorot.
Kapal galleon itu telah hilang dua tiangnya. Mungkin karena
terserang badai. Serpihan-serpihan kain layar masih menggumpal di
geladaknya yang miring. Dinding tubuh kapal itu terkoyak hampir
membelah kapal itu menjadi dua. Mungkin akibat jatuhnya pada
batukarang, atau membentur batukarang yang ada di atas lalu jatuh ke
bawah.
"Tunggu sebentar!" kata Tom.
Ia menggerakkan sinar lampu sorotnya ke bagian tubuh kapal
yang koyak. Dilihat dari sudut kapa1 selam, koyakan itu hanyalah
selebar dua meter. Ada sesuatu yang mengkilat di kegelapan bagian
dalam. Tom mendekatkan kepalanya sedikit ke kiri. Anita menahan
napas.
"Emas!" katanya.
Emas murni tidak berlapiskan apa-apa. Mereka melihat sebuah
kepala dan dada dengan hiasan kepala berupa bulu-bulu dan kedua
mata terbuat dari permata. Sebuah patung perajurit setinggi satu meter

lebih, sebuah topeng, sebuah patung harimau jaguar, dan beberapa


jenis jambangan. Sekumpulan tongkat-tongkat, tombak-tombak untuk
upacara keagamaan terikat dengan tali kulit yang sudah mulai
membusuk. Semuanya emas murni.
"Ada tangki oksigen! Lihat
Ben menunjuk dengan gairah. Di tengah tumpukan emas yang
rapih itu terdapat sebuah tangki. Tali-tali pengikatnya yang biru itu
melambai perlahan-lahan karena gerakan air akibat kapal selam.
"Ada orang yang pernah kemari!" kata Anita.
"Atau masih ada di sini," Tom menggumam.
Dengan cepat Tom menggerakkan lampu sorotnya, menyoroti
seluruh tubuh kapal. Kemudian ia menyorotkan lagi ke tempat muatan
yang telah mulai lapuk itu. Di belakangnya ia melihat samar-samar
lebih banyak lagi tumpukan emas yang gemerlap dan intan mirah yang
kemilau.
"Kukira, aku mengenali kapal ini," kata Aristotle. "Kapal ini
cocok dengan ciri-ciri dalam catatan di Madrid. Setidak-tidaknya dari
pemeriksaanku sepintas lalu. Itu mungkin harta dari kapal El Testigo
Santo di bawah perintah kapten Geraldo Jamarillo. Berangkat dari
Meksiko pada tanggal 2 Juni 1525 dan memuat harta jarahan dari kota
Teotihuacan, yang sekarang kita kenal sebagai Mexico City. Dulu
pernah diramalkan bahwa Topiltzin atau Quetzalcoatl, yaitu raja imam
dari Tula yang telah meninggalkan rakyatnya akan datang kembali
pada suatu hari pada tahun Gelagah Satu, yang jatuh setiap limapuluh
tahun sekali menurut perhitungan tahun Meso-amerika. Pada tahun
1519 Hernando Cortez berangkat ke Meksiko."
"Ia mendarat pada tahun Gelagah Satu," sambung Tom. "Jadi
itu adalah sebagian dari pada hasil jarahannya?"
"Asal muatan itu tidak diketahui, Tom. Tetapi mungkin benar
katamu itu."
"Tetapi ada orang yang telah menemukannya," kata Anita.

"Foster?" tanya Ben. "Bukan. Ini bukan barang-barang


kesenangannya. Ia lebih tepat tipe orang angkasa."
'"Tetapi David Luna, lebih banyak lagi yang diperhatikan," kata
Tom. "Dan itu belum menyingkap menghilangnya Foster."
"Mengapa kita tidak melihat di bagian belakang, di dekat
batukarang?" Ben mengusulkan.
"Gagasan yang bagus!" Tom membenarkan. Ia lalu menaikkan
kapalnya, sedang Anita menghela napas melihat muatan emas itu
berlalu. "Indah-indah benar!" katanya.
"Dan juga amat berharga," kata Ben. "Lebih-lebih dilihat dari
segi historisnya daripada dari emasnya sendiri. Waaah, aduuuh!" ia
menyela sendiri.
Kapal selam itu naik ke atas geladak bangkai kapal yang miring
dan lampu sorot disinarkan ke kayu-kayu yang lapuk. Kini sinar
cahaya itu menyoroti kaki batukarang. Hanya hitam kelam yang
nampak di sana. Seharusnya batukarang itu akan kelihatan.
"Sebuah gua!" bisik Ben. "Cukup besar untuk dimasuki
Espenoza!"
"Jangan-jangan mereka memang sedang menunggu kita," Anita
memperingatkan.
Tom menghentikan kapalnya dan melayang tepat di mulut gua.
Lampu sorot menerangi tepi-tepi gua, tetapi selain itu tetap gelap.
Sonar pun tidak dapat menentukan sesuatu pantulan yang khusus dan
tidak dapat membedakan pantulan-pantulan dari dinding-dinding gua.
"Apa sebaiknya kita masuk saja?" tanya Ben. "Kita tunggu
dulu!" jawab Anita. "Mereka tidak mungkin di dalam selamanya."
"Begitu pun kita. Mengapa kita tidak panggil saja bala bantuan
untuk menjaga tempat ini?" Ben mengusulkan.
Tom mengelus-elus dagunya, tanda penuh pikiran. Kapal selam
cepat mereka itu tidak dilengkapi dengan alat penyelam yang dalam
sekali. Keunggulan satu-satunya hanyalah dalam hal kecepatan.

Dengan awak tiga orang ditambah satu robot sudah sangat sesak.
Persediaan bahan makanan dan persediaan udara pun hanya terbatas.
Maka kesimpulan mereka tidak dapat lama menunggu.
"Aku akan masuk!" Tom mengusulkan.

Chapter 5

"Lho! Kaumaksudkan kita yang masuk?" tanya Ben.


Kapal selam itu perlahan-lahan bergerak masuk ke dalam gua.
Tom pegang kemudi dan siap untuk menjalankan mundur setiap
detiknya.
Ada lagi yang bergemerlap di dalam. Emas lagi. Rupa-rupanya
sebagian dari muatan bangkai kapal itu telah dipindahkan dan
ditumpuk di sepanjang dinding gua sebelah kanan. Ada tiga batangan
emas yang cetakannya secara kasar. Sebuah patung besar dengan
hiasan kepala seperti kipas. Sebuah peti plastik sarat dengan gelang,
kalung, batu permata dan peniti emas. Ada lagi sebuah patung yang
penuh bekas bacokan seperti pernah kena bacokan kapak.
"Harta yang kedua," pikir Tom, "cukup untuk mengisi sebuah
musium."
Bayangan-bayangan kehebatan dari kerajaan Aztek menyelinap
ke benak Tom. Kota-kota yang terpendam di dalam hutan,
pengorbanan darah, patung kepala yang dipahat langsung di bukit
karang, patung-patung kecil halus dari keramik, piramida-piramida
raksasa dari batu penuh bekas-bekas darah. Tetapi di luar upacara
keagamaan yang bengis itu bagi pandangan orang zaman sekarang,
bangsa Aztek, Maya, Inca dan Tholtec pernah memiliki peradaban
yang sangat maju dan mengagumkan, pelik dan kompleks.
"Aku yakin, tangan-tangan David Luna sudah sampai di sini,"
kata Ben menghentikan lamunan temannya. "Mereka sungguh hebat
dalam melakukan penyelidikan di dalam laut."

"Begitu juga eksploitasinya," sambung Anita. "Patung-patung


itu dapat saja secara tiba-tiba muncul di tempat pelelangan, satu-satu
tanpa penyelidikan arkeologis!"
Tom mengangguk.
"Engkau mungkin benar. Tetapi kini pertunjukan itu telah
lewat. Mari kita cari Foster."
Ben tertawa kecil.
"Heee, tidak setiap hari engkau akan melihat seperti itu!"
"Aku tahu! Ini adalah penemuan yang luar biasa. Tetapi apa
yang telah kita temukan di Io adalah jauh lebih penting, dan.."
"Awas!" Tiba-tiba Anita berseru.
Kapal Espinoza menerjang dengan cepat dari kegelapan,
bagaikan seekor ikan hiu yang sedang menyerang. Anita menjerit
ketika kedua kapal selam itu saling menyisih. Suara bagaikan gong
menggema mendengung-dengung menggetarkan mereka ketika logam
beradu logam. Lampu-lampu peringatan berkedip-kedip dan suara
klakson membisingkan membuat telinga seperti menjadi tuli. Seluruh
badan kapal bergetar!
Kemudian Espinoza lolos keluar lewat mulut gua.
Tom menggeleng-gelengkan kepala. Kemudian ia memeriksa
alat penunjuk kerusakan. Tubuh kapal tetap utuh. Tetapi beberapa
jarum menunjukkan angka-angka merah, angka-angka darurat.
Dengan sangat hati-hati Tom menjalankan mundur kapal selam
cepatnya untuk keluar dari dalam gua. Sangat sempit ruang gerak di
antara mulut gua dan bangkai kapal. Tetapi Tom menghidupkan
kamera-kamera TV di bagian belakangdan dapat melompatkan
kapalnya dengan mengagumkan.
"Lihat!" katanya sambil menunjuk.
Kapal Espinoza telah menabrak bangkai kapal dan
memotongnya bagaikan pisau tebal yang tajam. Tetapi kapal selam itu
tersangkut pada kayu-kayu dinding bangkai kapal yang tebal-tebal.

Bidang-bidang hidroplane belakang terjepit, sedang baling-balingnya


membentuk pusaran air bagaikan angin puyuh. Gelembunggelembung bagaikan awan perak menyembur-nyembur dari sisi kanan
yang bocor.
"Ia akan tenggelam!" jerit Anita.
"Kita harus bebaskan dia agar dapat timbul ke permukaan!"
seru Tom. Dengan hati-hati ia mendekati kapal selam yang terjebak
itu dan memasukkan hidung kapal selamnya di rongga antara kapal
selam Foster dengan dinding bangkai kapal harta yang telah robekrobek.
"Engkau hancurkan kapal galleon itu!" Ben memperingatkan.
"Ia akan runtuh dari atas batu-karang, dan hartanya akan
berhamburan!"
"Kalau tidak begitu Foster akan tenggelam!" jawab Tom.
Ia berikan tenaga sepenuhnya kepada kapalnya, lalu menerobos
ke dalam bangkai kapal, menguak kayu-kayu lapuk yang masih tetap
kuat itu. Kapalnya bergetar dan menggores serta menggaruk kapal
Foster. Endapan lumpur yang menimbuni selama sekian abad runtuh
dari atas, membuyar dengan rata ke dalam air hingga mata hampir
tidak dapat melihat. Sebuah balok kayu jatuh menimpa tubuh kapal.
Mereka sempat mendengar menggeritnya bangkai kapal, ketika
Tom menguaknya terbuka. Terdengar suara logam berdentang dan
menggeriut dan..kapal selam Foster terlepas bebas.
"Ia terus melarikan diri!" teriak Ben.
Suara menggeriut dan berdebam menggema di seluruh kapal
bagaikan seorang raksasa yang menghantam godam ke tubuh kapal.
Tom membalikkan putaran mesin dan berusaha melepaskan kapalnya.
Namun kapal itu hanya bergerak mundur dan kemudian bergemeretak
berhenti. Bangkai kapal El Testigo Santo hancur berantakan
menimbuni mereka.
Mereka terjebak!

"Periksa tubuh kapal!" Tom memerintah.


Ia matikan kedua baling-baling kapalnya. Keheningan yang
mencekam segera menyusul. Sungguh mengerikan.
"Oke!" kata Ben, lalu menyeruak lewat di samping Aristotle.
Memang hanya ada sedikit ruang, karena kapal selam itu dibuat
hanya untuk satu atau dua orang. Tom memeriksa alat-alat pengukur
bahan bakar, tekanan udara dan lain-lainnya yang penting. Sementara
itu Anita mencoba melihat keluar dari jendela yang gelap karena
berhamburannya lumpur. Aristotle tinggal diam tidak bergerak, seperti
biasanya kalau sedang tidak melakukan pekerjaan yang memerlukan
tenaga. Tetapi itu tidaklah berarti bahwa ia diam tidak berpikir.
"Semua oke di belakang sini!" seru Ben dari ruang bagian
belakang. "Tetapi ada beberapa balok menghimpit hidroplane. Aku
melihatnya dari balik jendela di sini!"
Air di luar masih berpusar menggelegak. Dan lumpur seperti
asap menghalangi pandangan ke segala arah. Anita berpaling kepada
Tom. Wajahnya menunjukkan rasa kuatir.
"Apakah kita terjebak?"
Pemuda itu mengangguk.
"Ya! Setidaknya unuk sementara waktu." Ia menunjuk ke alatalat pengukur. "Tetapi kita masih ada persediaan udara yang cukup."
"Apa yang kaumaksud dengan cukup?" tanya Ben.
Sementara itu ia menyeruak masuk kembali ke ruang kemudi.
"Tipbelas jam! Mungkin empatbelas jam."
"Tigabelas koma dua," Aristotle membetulkan. "Tetapi dengan
penggunaan seperti sekarang ini!"
"Oke!" kata Tom.
Ia tidak mau berdebat tentang hal-hal seperti itu melawan
ketepatan pikiran Aristotle.

"Ya, tidak seperti di angkasa luar. Apa yang harus kita lakukan
hanyalah timbul ke permukaan. Di sana kita dapat bernapas bebas
menghirup udara Laut Caribia."
"Tom, dapat juga seperti di angkasa luar," kata Ben. "Yaitu
kalau kita tidak dapat timbul ke permukaan. Kita juga tidak akan dapat
menghirup udara segar itu!"
"Coba lagi, kapal dimajukan," kata Anita, "kalau ke belakang
kita terhalang"
Tom mengangguk dan menghidupkan mesin. Baling-baling
yang kuat itu mendorong kapal beberapa meter ke depan dengan
disertai suara menggeriut. Lebih banyak lagi lumpur yang
menghambur ke atas. Kemudian terdengar suara berdebam yang keras
ketika sepasang balok iga-iga kapal sebesar tubuh manusia tergelincir
dan jatuh di depan jendela kapal bagian depan dan menghimpit
dengan kuat. Tom memundurkan kapalnya kembali agar sepasang
balok itu dapat jatuh di depan mereka. Tetapi kapal mereka malahan
terhimpit lebih erat. Kemudian mereka mendengar suara riuh.
Sungguh mengerikan suara itu. Setengah suara jeritan manusia,
hampir menyerupai suara mengerang. Suara semakin bertambah riuh
dan mereka merasakan dua kali benturan pada tubuh kapal. Kapal
mereka mulai miring .
"Awas!" teriak Anita. "Kita akan terbalik!"
"Bangkai kapal itu tergelincir turun dari batu karang!" seru Ben.
Jari-jari Tom menekan pada alat kemudi secara elektronik untuk
memberikan seluruh tenaga kepada kedua baling-baling. Mereka
belum siap menghadapi kapalnya yang akan terjungkir. Hanya Tom
yang masih terikat erat pada sabuk pengaman. Anita telah
mengendorkan sedikit sabuknya agar dapat menjulurkan tubuhnya ke
jendela untuk melihat ke luar. Aristotle merentangkan kedua
lengannya dan menekankannya kepada dinding kapal. Tetapi Ben
yang paling menderita. Terjebak di antara kursi pengemudi dan tubuh

Aristotle, ia jatuh ke sisi dan kemudian terguling ke sisi yang lain,


ketika kapal itu memutar terbalik penuh.
Benda-benda di bagian-bagian kapal berjatuhan dari tempatnya,
berdenting-denting berkontrangan. Kebanyakan dari benda-benda di
dalam kapal sebenarnya melekat atau terikat dengan erat, namun para
pembuatnya tidak memperhitungkan bahwa kapal tersebut harus
berjungkir-balik.
Tom memperkuat diri di tempat duduknya dan berusaha melihat
apa yang terjadi melalui awan lumpur. Bangkai kapal galleon Spanyol
itu rupa-rupanya telah bergeser. Mula-mula akibat ditabrak oleh kapal
Foster. Kemudian akibat usaha Tom untuk melepaskan kapalnya.
Bangkai kapal itu tergeser lebih jauh sehingga tergelincir dari
kedudukannya semula di atas batukarang. Maka kapal selam itu jatuh
ke kedalaman bersama reruntuhan bangkai kapal penuh harta tersebut.
Mereka berhenti berguling. Tiba-tiba terjadi suatu keheningan
yang aneh yang disela oleh suara berkeriut lemah. Mereka meluncur
dengan tenang ke kedalaman, jauh melampaui kemampuan yang
diperhitungkan bagi kapal selam kecil tersebut. Tidak lama kemudian
mereka tentu akan diremas oleh tekanan air.
Dengan mati-matian Tom menggunakan segala tenaga
mesinnya. Maju, kemudian mundur. Maju lagi, menggoyanggoyangkan bangkai kapal agar terlepas cengkeramannya atas kapal
mereka. Ia tidak tahu sampai kedalaman seberapa mereka akan jatuh.
Tetapi kalau mereka sampai di dasar dengan dibebani bangkai kapal
yang menimpanya, maka mereka semua akan mati. Bahkan walaupun
tekanan air tidak meremaskan hingga remuk, tetapi benturan dengan
dasar laut dan ditambah himpitan bangkai kapal yang menimpanya
dari atas akan menghancurlumatkan mereka.
Sebuah patung berhala mengenai kaca jendela depan seperti
hendak melongok ke dalam sejenak, lalu jatuh menjauh ketika Tom
memundurkan kapalnya. Tiba-tiba terdengar suara gemeretak dan

menggeriut bersusulan. Kapal galleon itu melayang turun di samping


mereka.Mereka jadi terbebas.
Ben dan Anita berteriak girang, ketika kapal selam mereka
mundur menjauhi kayu-kayu yang melayang berjatuhan turun ke
dasar. Air pun menjadi lebih jernih. Ben merangkak ke bagian
belakang untuk memeriksa dinding kapal bagian dalam.
Kapal selam cepat mereka muncul di permukaan laut di bawah
sinar matahari siang yang cerah. Sebuah sekunar baja meluncur lewat.
Layarnya berupa lembaran-lembaran baja yang diatur oleh komputer
yang secara otomatis mengarah di atas atau di bawah angin. Seorang
pelaut di geladak melambaikan tangannya ketika Anita membuka
pintu tingkap luar lalu menghirup udara yang terasa asin dan tajam.
Anita membalas lambaian itu, lalu menghidupkan kompresor udara.
Mereka berkumpul lagi di ruang pengemudi.
"Dalam beberapa menit kita sudah akan sehat sepenuhnya,"
kata Ben. "Tetapi di mana Foster?'"
"Kita kehilangan jejaknya," sahut Tom kecewa. "Tidak nampak
lagi di sonar. Atau lebih tepat lagi: salah satu dari noktah-noktah di
layar komputer itu. Sebaiknya yang mana harus kita kejar?"
"Beberapa di antaranya adalah kapal pengangkut," kata Anita.
Beberapa lagi yang lain mungkin kapal pesiar. Tetapi ...."
Ia menghela napas.
"Engkau benar! Yang mana?"
Dengan lesu Anita menatap wajah Tom. "Itulah yang kita dapat
dengan usaha menyelamatkan jiwa Foster!"
"Bocor di dinding kapalnya itu tentulah tidak separah seperti
yang kita lihat," kata Ben. "Atau ia begitu berani ambil risiko untuk
melepaskan diri dari kejaran kita."
Ahli komputer bangsa Cherokee itu mengernyitkan dahi.
"Yaah, apa lagi sekarang?" sambungnya. "Tutup pintu tingkap!"
perintah Tom.

Anita menekan tombol untuk menutup pintu tingkap. Namun


alis matanya terangkat penuh pertanyaan. Jari-jari Tom sibuk bekerja
di papan tombol komputer navigasi. Kemudian ia menetapkan arah
pelayarannya dengan menekan sebuah tombol. Dan mereka merasakan
kapalnya menikung memutar.
"Lho.Kita tidak ke utara? Atau ke timur, ke..Casablanca?"
seru Anita heran. "Kok arah ke selatan?"
"Ooo, aku tahu!" Ben menebak. "Kita kembali. Berhenti di
Bahama, lalu terbang.kemana?"
"Casablanca!" Tom menjawab. "Sekali Luna berhasil membawa
penjajak itu keluar dari Bumi, keluar dari daerah kekuasaan hukum, ia
akan dapat berbuat sekehendaknya. Foster tentu hendak meninggalkan
Bumi ini selekas-lekasnya."
Tom memasang kemudi otomatis, lalu berdiri di kabin yang
sesak.
"Kusarankan agar kalian tidur sebentar, walaupun hanya untuk
sejam saja." Ia memandangi Anita. "Setelah sekian lama di ruang
angkasa, gravitasi normal ini tentu telah membuatmu sangat lelah,"
katanya melanjutkan.
Sinar mata membersit di wajah Anita.
"Aku kuat bertahan, Tom, biarpun selama ini aku lebih banyak
tinggal di koloni ruang angkasa itu."
Ledakan dendam di hatinya pada masa yang lalu membuat Tom
tercengang. Ia tidak bermaksud mengungkapkan kata-katanya seperti
yang diterima oleh Anita. Ia sendiri telah merasakan lelah setelah
berbulan-bulan tinggal di tempat gravitasi rendah, atau bahkan nol
sama sekali. Namun ia tidak hendak menanggapi dan menjelaskan
tentang dirinya sendiri. Itu mungkin justru akan memperuncing
keadaan.

Mereka mulai memasang tempat tidur gantung masing-masing.


Ben segera berbaring dengan tubuh melingkar sambil menghela napas
panjang. Ia menggumam.
"Aristotle, awaslah. Jaga kalau ada makhluk hantu laut atau
bajak laut!"
"Ilmu pengetahuan telah membuktikan bahwa makhlukmakhluk yang dikatakan hantu laut itu sebenarnya ...."
"Aristotle, Ben hanya hendak bergurau," tukas Anita tajam.
"Ooo," jawab robot itu. "Aku tidak pernah dapat mengerti
sepenuhnya bahasa manusia. Jadi aku cenderung untuk membesarbesarkan masalah, atau hal yang tidak benar atau sesuatu kelakar."
"Hmm," gumam Ben mengantuk.
"Kau berjaga, Aristotle," Tom meminta.
"Ya, Tom," jawab Aristotle.
Ia berdiri diam tidak bergerak. Lensa-lensa matanya menatap
papan pengontrol dan pemandangan dasar laut di depannya.

Chapter 6

Tom, Anita dan Ben berjalan cepat-cepat melalui busur-busur


beton yang anggun dari airport Filali di luar kota Casablanca. Aristotle
berjalan menggelinding di belakang menggunakan roda-roda di bawah
kaki-kakinya. Undang-undang Bebas Perjalanan sangat mengurangi
waktu pemeriksaan sehingga mereka dapat segera memanggil taksi
listrik di pinggir jalan.
"Aristotle, kau mengawasi dari belakang," kata Tom.
"Oke, Tom!"
"Ke kantor Kepala Pelabuhan," kata Ben kepada si sopir yang
mengawasi Aristotle dengan sedikit ketakutan.
Robot setengah manusia itu masih merupakan hal yang baru di
daerah itu. Sopir itu pun merasa tidak tahu apa yang harus diperbuat
menghadapi benda setengah mesin tersebut, meskipun robot itu seperti
tidak mengacuhkannya. Segera sopir itu menjalankan taksi listriknya
dan masuk ke keramaian lalulintas.
Aristotle mengikut menggelinding di belakangnya dan banyak
menarik perhatian orang-orang Marokko. Mereka ini dengan mulut
menganga tcrcengang terus memandanginya. Anita menahan tertawa
melihat ulah seorang anak muda yang hampir terjatuh dari sepedanya.
"Kukira, di daerah ini belum banyak orang yang pernah melihat
robot," Anita tertawa geli.
Rasa humornya telah pulih setelah tidur beberapa jam.
"Bagaimana halnya dengan Aristotle?" tanya Tom kepada Ben
yang sedang menoleh ke belakang.
"Pamer! Ia menghindari lubang-lubang di jalan dengan sebelah
kakinya!"

"Yaah, untung kita memberinya roda-roda dan kaki, tinggal


pilih sendiri mana yang baik," kata Tom ikut-ikutan tertawa.
Kantor Kepala Pelabuhan sangat semrawut. Nampaknya seperti
tidak ada seorang pun yang memegang pimpinan. Aristotle terpaksa
harus menterjemahkan bahasa Inggris Tom ke dalam bahasa Prancis,
yang rupanya merupakan bahasa resmi. Mereka diberitahu bahwa
kapal selam Foster telah berlabuh sejam yang lalu.
"Kembali ke airport!" seru Tom.
Mereka kembali berlari-lari di terik matahari. Ketika mereka
melompat duduk dalam taksi listrik lain, sopirnya sampai menjadi
terkejut. Tom berkata kepada Aristotle.
"Hubungi airport! Pesan sebuah Blackhawk, kalau ada! Kalau
ada pertanyaan, mintalah agar mereka menghubungi Swift Enterprises
di Shopton. Suruh mereka agar ada seseorang yang menjemput kita!"
"Ya, Tom," jawab si robot.
Dengan radio yang ada dalam tubuhnya, Aristotle menghubungi
airport melalui salah satu satelit yang mengorbit di atas Afrika Utara,
67.000 kilometer jauhnya, hanya untuk menghubungi seseorang yang
hanya limabelas kilometer di depan mereka.
Ketika taksi listrik itu tiba, seorang mekanik perawatan sedang
mendorong sebuah Blackhawk yang ramping mengkilat, sebuah
pesawat jet kecil untuk pribadi yang paling disenangi para usahawan,
yang waktunya lebih berharga dari pada uang.
Beberapa menit kemudian, pilot yang berbangsa Inggris telah
melakukan tinggal landas dengan mulus menuju ke arah barat laut
melalui puncak pegunungan Atlas ke arah Pangkalan Sahara.
"Ia telah mendahului kita lagi," gerutu Ben. "Mereka tentu telah
mempersiapkan semuanya untuk berangkat."
Tom mengangguk.
"Tetapi dugaan kita tepat, bukan? Foster memang kemari.
Kapal bagi orang-orang kaya yang disewanya itu sungguh cepat!"

"Aku hanya berharap agar kita jangan sampai terlambat,


dan..kekurangan uang," kata Ben muram.
"Kalau Pangkalan Sahara itu milik Luna, apakah ia tidak
menunggu kedatangan kita?" tanya Anita.
"Kukira memang demikian. Tentu ia punya semacam jaringan
mata-mata di Triton, yang memberitahu dia tentang apa yang terjadi.
Kita harus beranggapan bahwa ia tahu bahwa kita sedang mengejar
Foster."
"Jadi dia akan berusaha untuk menghentikan kita?" tanya Ben
sambil melihat ke sekeliling. "Jangan-jangan pilot itu juga terlibat.
Dan akan membawa kita ke tempat yang lain sekali!"
"Aku sudah memonitor penerbangan ini melalui pancaran
satelit, Ben. Pilot itu menerbangkan kita ke Pangkalan Sahara,"
Aristotle menimpali.
"Tetapi apa yang akan kita lakukan kalau sudah mendarat?"
tanya Anita. "Tempat itu besar sekali. Ia menyewakan tempat
peluncuran itu untuk sejumlah perusahaan dan negara, bukan? Lalu
dari mana kita harus mulai mencari? Mungkin mereka menyuruh
Foster pergi dengan pesawat berbendera Liberia, atau kapal angkut
Luna, atau pun diselundupkan ke kapal Penyelidikan Geografi
Nasional, atau bahkan ke kapal komersial Luna."
Tom menggigit-gigit bibirnya sejenak.
"Mereka memang selalu menyiapkan segala-galanya. Itulah
cara mereka sejauh ini. Kita periksa saja kapal yang segera
berangkat." Ia berpaling kepada Aristotle. "Hubungi lagi Swift
Enterprises. Mintalah mereka menggunakan Prioritas Merah
mencarikan transportasi bagi kita. Tanyakan juga pada New America.
Apakah ada pesawat Luna yang sudah siap berangkat ke Bulan atau ke
Sabuk Asteroid?"
"Pikiran bagus!"

"Minta New America menyiapkan kapal yang paling cepat


milik Swift yang ada di sana. Lengkapilah dengan bahan bakar dan
bahan makanan untuk penerbangan sejauh Asteroid dan kembali!"
"Engkau menduga dia ke sana?" tanya Anita.
"Lebih baik kita siap-sedia untuk suatu penerbangan yang lebih
jauh," jawab Tom. "Aristotle, minta New America merahasiakan kapal
yang mereka sediakan bagi kita."
"Ya, Tom. Segera dipancarkan!"
"Mendarat dalam sepuluh menit lagi," terdengar suara pilot dari
interkom.
Tom, Ben dan Anita saling berpandangan. Ke mana tujuan
pengejaran mereka nanti. Sementara itu Tom memasang sabuk
pengaman untuk menghadapi pendaratan. Dalam hati ia bertanyatanya bagaimana keadaan ayahnya. Terlepasnya mesin stardrive
sampai hilang lenyap merupakan musibah. Ia berpikir kalau saja dapat
meminta nasihat ayahnya. Membiarkan mesin stardrive jatuh ke
tangan penjahat dan tak bermoral seperti Luna adalah jauh lebih buruk
lagi. Kalau David Luna sampai dapat menguasai ekspansi manusia ke
bintang-bintang, tidak dapat dikatakan akan bagaimana jadinya.
Orang itu tidak mau berhenti terhadap apa pun. Tidak segansegan pula untuk membunuh dalam usaha memperoleh rahasia mesin
stardrive, mesin pendorong dengan sistem peleburan inti.
Mereka harus dapat merebut kembali pesaat penjajak Skree
dengan pesan-pesan yang terlalu sangat pentingnya itu.
*****************************
Biskra terpanggang di matahari. Suatu pengelompokan
bangunan-bangunan yang tidak teratur, kubah-kubah dari logam,
derek-derek raksasa, tiang-tiang yang menjulang tinggi, unta-unta,
wanita bercadar, serta gemuruh deru roket-roket raksasa di kejauhan
yang sedang diluncurkan naik ke angkasa.

Banyak orang-orang berpakaian jumpsuit yang ketat dengan


lambang-lambang perusahaan raksasa, kotoran-kotoran binatang dan
bau sayuran busuk bercampur-aduk dengan bau makanan, zat ozon
dan keringat.
"Aku jadi lapar," kata Ben. "Ransum darurat di kapal selam itu
jelek sekali. Mereka tidak pernah menyediakan makanan di pesawat
jet."
"Kita tidak punya waktu untuk berhenti dan mencari makan
sekarang ini," kata Tom.
Taksi listrik mereka melompat-lompat dan berayun ketika
sopirnya menginjak rem, menghindari seorang anak yang menuntun
seekor unta. Kemudian taksi itu terpaksa berhenti lagi di depan
kerumunan wisatawan yang melongo melihat mereka. Taksi itu
terpaksa berjalan menepi dan memberi jalan serombongan wanita
bercadar yang berpakaian hitam, dan menghindar lagi dari sebuah truk
bermuatan plastik cair. Tetapi akhirnya taksi itu melompat melaju di
jalan empat jalur yang menuju ke Pangkalan Sahara.
Aristotle berdiri di bumper belakang, memutar-mutar kepalanya
mengawasi sebuah taksi listrik lain yang muncul dari balik pondokpondok lempung. Robot yang tambun itu tidak menghiraukan lalatlalat yang membentur tubuhnya. Ia hanya memperhatikan sebuah
mobil yang mengikuti mereka di belakang.
"Tom," katanya cukup keras agar dapat didengar dari dalam
taksi. "Kita dibuntuti."
"Wah," Tom memutar tubuhnya untuk dapat melihat ke
belakang melewati kedua kaki robot. "Engkau yakin?"
"Ya! Ketika kita berjalan lambat menghindari serombongan
keledai tadi, mobil itu mempunyai kesempatan untuk lewat tetapi
tidak mau. Ia malah mempertahankan jarak terhadap kita. Aku belum
sempat mengenali penumpang-penumpangnya karena wajah bagian
bawah ditutup dengan sapu tangan."

"Mereka itu tentu orang-orang Luna," kata Ben. "Kita dapat


menyuruh Aristotle turun dan memukul kap mesinnya hingga
berlubang apabila mereka melewati. Itu tidak melawan programming
agar tidak mencelakai orang..Mereka hanya dipaksa untuk
berhenti!"
"Tetapi mereka akan keluar dan menghancurkan Aristotle yang
pasti tidak akan melawan," Anita menolak.
Tom setuju.
"Kita tidak akan melakukan hal itu," katanya. "Selain itu kita
masih memerlukan Aristotle nanti. Ia memang sebuah mesin, tetapi ....
" Suaranya menghilang.
"Memang! Aku juga menyenangi dia," kata Ben. "Ia seperti
tumbuh melekat pada kita."
"Lalu? Apa tindakan kita?" tanya Anita. "Masih limapuluh
kilometer lagi untuk sampai ke lapangan terbang angkasa."
Tom berpikir keras. Mereka mungkin masih sempat mendahului
musuh-musuh itu, yaitu sampai ke bagian jalan yang lurus tanpa
halangan lalulintas. Kemudian mobil yang membuntuti itu tentu akan
mendekat.lalu hendak mengapa mereka itu?
Di sekeliling tidak ada apa-apa kecuali pasir, batu, panas yang
terik serta kesunyian.
"Tidak ada gunanya menyuruh Aristotle untuk kirim pesan
radio meminta bantuan," kata Tom dengan berpikir keras. "Apa yang
hendak mereka lakukan, tentulah akan mereka lakukan. Kita tidak
dapat berhenti, tidak pula dapat berbalik. Aku pun tidak mau
mengorbankan Aristotle!"
"Meski demi mesin stardrive, mesin pendorong sistem
peleburan inti itu?"
Tom menggeleng dengan tegas.

"Tidak! Yang jelas, Aristotle adalah satu-satu-nya yang telah


berhubungan demikian jauh dengan Aracta. Kalau ada apa-apa terjadi
pada Aracta, kita tinggal menggantungkan diri kepada Aristotle!"
Taksi itu melaju di atas jalan yang sedikit menanjak. Mereka
melihat jalan yang lurus di depan. Di kejauhan nampak titik-titik
berkilat, yaitu gedung-gedung dari Pangkalan Sahara. Ketika mereka
mengawasinya, sebuah kapal ruang angkasa sedang naik di tengah
pancaran api biru cerah menuju ke angkasa.
Tiba-tiba wajah Anita mengkerut kesakitan. Ben melihatnya
dan memegangi tangan Anita, memberikan hiburan. Anita tersenyum
lemah. Semenjak suatu kecelakaan yang menyebabkan sirkuit-sirkuit
di dalam kaki buatan Anita terlibat dengan sirkuit-sirkuit Aristotle
yang sangat kuat. Maka terjadilah suatu keadaan yang sangat
menguntungkan baginya namun juga sangat mencemaskan. Daya
kemampuan dalam bidang empati sangat meningkat. Sirkuit-sirkuit
kaki buatan serta komputer rumit yang mengisi ruang betisnya telah
dihubungkan langsung dengan sistem sarafnya. Hal ini memberikan
umpan balik yang menyebabkan dia dapat 'merasakan' lantai dan
menggunakan kaki palsu itu dengan wajar. Tetapi sistem sirkuitsirkuit itu juga meningkatkan rasa sadar pada otak hingga ia sering
dapat ikut merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain, rasa sakit,
marah, kegembiraan atau pun kesedihan.
Emosi Tom yang sedang memuncak dengan mencari
pemecahan masalah yang sedang mereka hadapi juga sangat dirasakan
oleh Anita.
"Tom, mereka semakin mendekat," Aristotle memberitahu.
Kini sopir pun merasa bahwa ada sesuatu yang tidak wajar
sedang mengancam. Dengan melihat di kaca spion, maka kakinya
segera menginjak pedal gas lebih dalam. Namun mobil listrik yang
mengejar itu terlampau kuat dan semakin mendekat juga. Aristotle
berkata dengan mendesak.

"Penumpang itu membawa senjata. Sebuah senapan otomatis


kaliber sembilan mili. Ada perintah-perintah?"
Tom menggertak gigi. Ucapan robot yang tenang itu
menunjukkan hal yang tidak manusiawi , perasaan tidak mengenal
takut. Memang bagaimana pun Aristotle bukan seorang manusia
meskipun mereka menganggapnya sebagai sesama.
Mereka mempercepat jalannya untuk dapat melewati kita,"
seru Ben. "Sopir, tancap gas!"
Mobi1 tua itu menghambur sekuat tenaga, tetapi ternyata hal itu
belum cukup. Tom melihat tangan penumpang mobil di belakang itu
dijulurkan keluar dari jendela. Senjata di tangannya diarahkan rendah.
Roda-roda!
Mereka pasti mengincar ban hingga para penumpangnya yang
selamat pun akan menghadapi 'kecelakaan' yang kedua. Tom melihat
sekeliling. Tidak ada tempat untuk berlindung, tidak ada senjata dan
tidak ada jalan untuk menghindar.

Chapter 7

"Awas!" teriak Anita.


Taksi listrik itu meliuk memutar. Sopirnya menyumpahnyumpah dalam bahasa Berber. Tom melirik ke belakang. Ia melihat
Aristotle melompat turun dari bumper tepat di lintasan para pengejar.
Terdengar suara menciut-ciutnya rem, geriut benda logam, dan mobil
para pengejar dan pembunuh itu membelok lebar masuk ke gurun.
Aristotle jatuh, tetapi sebelum Tom sempat memerintahkan
sopir agar memutar kembali, Aristotle sudah berdiri lagi. Ia
melangkah ke pinggir jalan berpasir dan menuju ke reruntuhan mobil.
Kendaraan musuh itu telah menabrak sebuah bukit batu kecil
dan terhenti. Dua orang penumpangnya pingsan. Aristotle berusaha
menarik mereka keluar sebelum Tom dan teman-temannya tiba.
"Peringatan!" kata robot itu. "Sensor-sensorku menangkap
kerusakan pada sumber listriknya. Baterenya kontsleting, dan mobil
itu akan segera meledak."
Tom menangkap leher baju salah seorang yang bertopeng dan
menariknya ke atas pasir arah pinggir jalan. Terdengar suara siulan
pendek yang disusul suara mendesis keras. Dan kemudian bagian
belakang mobil itu meledak.
Setelah pecahan-pecahan jatuh berdebum di tanah, Tom lalu
membalikkan tubuh orang yang telah dilindunginya dengan tubuhnya
sendiri.
"Ia pingsan. Tetapi kukira ia tidak terluka parah," katanya
sambil memeriksa tubuh orang asing itu.
"Di sini sama saja," kata Ben, yang telah juga menarik keluar
orang asing yang satu lagi ke tempat yang aman.

Tom berpaling ke Aristotle.


"He, mengapa kaulakukan itu?"
"Tindakan yang paling logis, Tom. Engkau tidak punya senjata.
Tidak ada jalan lain untuk dapat menghindarkan mereka yang hendak
mencelakai kalian. Telah aku perhitungkan sudut laju mobil mereka.
Maka aku menempatkan diriku sedemikian sehingga mereka harus
merubah arah laju mobil."
"Engkau dapat terbunuh!" seru Anita.
Ia mendatangi dan memeriksa tubuh si robot.
"Kukira kata membunuh lebih tepat bagi mesin elektronik
seperti aku ini," kata si robot membetulkan.
"Jangan omong seperti itu!" gerutu Anita. "Lihat yang penyok
ini!"
Tom bertolak pinggang.
"Dengar! He, engkau keranjang sekrup dan baut! Engkau telah
melanggar programming dasarmu!"
"Ooo tidak, Tom. Aku tidak setuju itu. Aku tidak senang
berselisih paham denganmu. Tetapi aku telah memperhitungkan
dengan teliti masalah itu. Aku memang tidak memperhitungkan bukit
yang mereka tabrak. Tetapi perhitunganku, mereka akan
membelokkan mobilnya dan macet masuk ke pasir. Jadi hasilnya tidak
akan ada yang cedera!'"
Tom tersenyum.
"Engkau benar, Aristotle. Terimakasih! Engkau telah
selamatkan jiwa kami!"
Ben menepuk-nepuk benda setengah mesin itu di pundaknya.
Kemudian ia berpaling kepada kedua orang tawanan.
"Kita apakan mereka sekarang?" tanyanya.
"Itu ada sebuah kendaraan angkut muatan yang sedang datang,"
jawab si robot. "Kukira kata yang tepat adalah sebuah bus. Kita dapat

menyerahkan kedua orang ini kepada mereka. Kita sendiri lalu dapat
ngebut ke Pangkalan Sahara!"
"Aristotle benar," kata Ben sambil bangkit dan membersihkan
pakaiannya. "Kita tidak punya waktu untuk menyerahkan mereka ke
rumahsakit. Apalagi ke polisi."
"Oke," kata Tom.
Ia melihat ke bus yang sedang mendatangi dari balik tanjakan.
Ia melangkah minggir dari jalan, lalu melambaikan tangannya.
****************************
Pangkalan Sahara merupakan lapangan yang luas dengan
banyak gedung-gedung. Sebagian besar landasannya terbuat dari
semen. Hitam terbakar oleh banyaknya pesawat yang tinggal landas.
Sebagian lain berupa lekukan-lekukan pasir yang telah berubah
menjadi kaca hitam akibat api roket yang melumerkan pasir.
Di sepanjang pinggiran sebelah barat berdiri sederetan gedunggedung setinggi limapuluh lantai, yaitu bangunan-bangunan tempat
para penumpang dan muatan bagi roket-roket raksasa yang akan
menuju ke orbit. Di sepanjang tepi timur terdapat terminal-terminal
bagi penumpang, kantor-kantor perusahaan ruang angkasa, gudanggudang, pabrik-pabrik kecil yang melayani kompleks tersebut, serta
rumah-rumah tinggal bagi ribuan karyawan lapangan.
Menjulang jauh di atas terminal-terminal yang tinggi adalah
lambang dari perusahaan Luna Corporation, yaitu sebuah bentuk
bulan sabit dari lampu neon. Lambang itu dipantulkan secara
menyeramkan oleh bendera-bendera hijau putih dari negeri Aljazair.
"Nah, sekarang bagaimana?" tanya Ben.
"Bung sopir, berhenti di dekat tempat telepon!" perintah Tom.
Taksi diberhentikan di pinggir tempat parkir, yang sebagian
besar berisi bus-bus wisatawan. Tom melompat turun untuk
menelepon Pengawas Pemberangkatan. Ia kembali ke taksi dengan
wajah murung.

"Sudah berangkat!" serunya sambil memukul-mukulkan


tinjunya pada atap taksi. "Sebuah kapal Luna, Corsair Queen
berangkat limabelas menit yang lalu."
Anita mengerutkan tubuhnya. Ia telah cukup lama menahan
beban berat dari emosi-emosi Tom.
"Aristotle!" kata Tom. "Apa kita masih punya kapal?!"
"Ya! Seorang bernama Jensen dari Swift Enterprises
menyewakan sebuah kapal Jupiter Nine bagi kita!"
Ben bersiul.
"Betul itu?"
"Ya! Ada suatu radiogram dari pak Jensen yang rupanya
dikacau. Sesuatu mengenai 'seimbang dengan nilainya'."
Untuk pertama kalinya Tom tertawa di hari-hari yang panjang
menegangkan.
"Di mana kapal itu?"
"Mereka sedang menyiapkannya di jalur Landasan 78 milik
Zeitraum Fluggesellschaft!"
"Perusahaan ruang angkasa dari Jerman?" tanya Ben. "Wah,
mereka sungguh mengerti apa yang harus mereka lakukan. Ayo kita
ke sana!"
Mereka turun dari taksi dekat pada kumpulan taksi-taksi listrik
yang mengangkut orang-orang di sekitar lapangan udara yang sangat
luas itu. Sekelompok orang-orang yang tegap, besar bermalas-malas di
keteduhan peti-peti kemas. Mereka mengawasi Tom dan temantemannya. Tetapi perhatian mereka lebih ditujukan kepada si robot.
Sikap mereka nampaknya tidak menunjukkan suatu permusuhan,
tetapi mereka juga tidak ramah.
Tom masuk ke kantor pusat dan segera keluar bersama dengan
seorang pegawai yang jangkung berambut pirang. Orang itu menyapa
seorang di antara beberapa orang yang berpakaian jumpsuit
penerbang.

"Wang, bawalah saudara-saudaramu ini ke kapal J-Nine."


Ia memandangi Aristotle dengan berspekulasi dan kemudian
menunjuk seorang lain.
"Licuidi, engkau yang membawa robot."
Kedua orang itu turun dari peti-peti, lalu melompat naik ke
kereta listrik. Ben, Anita dan Tom naik kereta yang pertama. Sopir
mereka adalah seorang dari Asia yang tersenyum ramah.
"Namaku Chih Hsing Wang. Kalian pekerja-pekerja lumpur
tentu orang-orang penting. Karena itu bisa mendapatkan kapal
pribadi."
"Pekerja lumpur?" tanya Tom.
"Betul!"
Sopir itu lalu menghidupkan mesin dan mengendarainya
mengitari gedung.
"Dunia ini mempunyai dua jenis manusia, orang angkasa dan
pekerja lumpur," ia melanjutkan sambil melirik sebentar ke arah Tom.
"Eh, kalau kuperhatikan lebih lanjut, kelihatannya kalian adalah juga
orang angkasa!"
"Tom tertawa kecil.
"Barangkali," jawabnya.
Ia melihat melalui pundak ke belakang. Aristotle berkendaraan
sendiri dengan sikap kemegahan logam. Sementara kereta listrik itu
mendengung melintasi lapangan yang sangat luas.
Pelabuhan ruang angkasa itu sangat luas tidak dapat
dibayangkan. Ada beberapa tanah gurun yang gersang di antara jalurjalur landasan yang luas yang terbuat dari bahan semen tahan api.
Tetapi kesan keseluruhan menggambarkan dunia semen yang datar
dan rata.
Udara sangat panas. Warna abu-abu semen beton itu
memantulkan sinar matahari. Tom merasa berterimakasih bila
melewati keteduhan bayangan gedung atau kapal ruang angkasa.

Kemudian mereka lewat di bawah landasan roket yang telah


menghitam, di mana sebuah roket berdiri bagaikan sebuah gedung
pencakar langit, tegak pada sirip-siripnya.
Wang melihat adanya rasa kurang nyaman dari para
penumpangnya ketika mereka itu melirik ke arah mesin-mesin jet
yang menjulang tinggi bagaikan cerobong-cerobong raksasa di atas
kepala mereka.
"Lintasan pendek," ia menjelaskan seperti menikmatinya
sendiri.
Iring-iringan dan kereta listrik itu menggelinding mengitari
ujung sebuah deretan bengkel-bengkel perbaikan, kemudian menuju
keluar melintasi tanah gurun yang datar. Lapangan itu sangat luas
sehingga kapal-kapal angkasa yang di kejauhan itu nampak terbenam
di dalam gurun, dan bagian bawahnya tersembunyi di balik cakrawala
Bumi.
Tanpa diketahui sebelumnya hujan pecahan semen beton
menyiram kendaraan pada sisi sopir. Sebuah parit terkelupas di lantai
beton di bawah kendaraan. Wang nampak terkejut. Tetapi Tom
seketika itu juga tahu apa yang terjadi.
"Mereka menembaki kita!" ia berseru.
Untuk sedetik sebuah sinar yang tidak nampak membelah tirai
peneduh terhadap sinar matahari Afrika Utara yang sangat terik. Kain
tirai yang terbelah itu melayang menutupi pandangan sopir. Kereta
listrik itu melompat menyamping ketika Wang berusaha keras
memperoleh pandangan lagi. Gerakan yang tiba-tiba itulah yang
menyelamatkan jiwa mereka.
Pecahan-pecahan lantai beton bermuncratan menghujani Ben,
Tom dan Anita serta Wang. Sementara itu semakin banyak sinar-sinar
laser berseliweran mencari sasaran. Tom membalikkan tubuh. Ia lihat
kereta yang ditumpangi Aristotle membelok tajam untuk mencari
perlindungan dengan mati-matian. Tempat perlindungan yang paling

dekat ialah sebuah roda pendarat pesawat jet. Dan itu masih tigaratus
meter lagi jauhnya.
Sebuah sinar laser berkelebat dan meledakkan salah sebuah ban
depan. Wang hampir saja kehilangan keseimbangan kendaraannya
ketika kereta itu memutar. Akhirnya ia berhasil menghentikan
kendaraan itu.
"Semua turun pada sisi ini!" Teriak Tom sambil melompat
turun ke tanah.
Dengan lindungan kereta listrik mereka berlari ke arah pesawat
jet. Landasan beton berakhir. Mereka berlari di dalam cekungan
dangkal di antara dua jalur landasan beton. Pada waktu hujan
cekungan itu menjadi saluran pengontrol banjir. Untunglah hal itu
tidak pernah terjadi.
Parit cekungan itu hanya memberi sedikit lindungan. Maka
mereka bertiarap rapat ke tanah. Mereka hanya berharap agar musuhmusuh jangan mendekat.
"Tom, apa sih yang terjadi?" tanya Anita.
Hembusan napasnya menghamburkan debu pasir di tempat ia
bertiarap rapat ke tanah pasir yang padat.
"Siapa yang menembaki kita?" ia bertanya lagi.
"Siapa lagi?" gerutu Ben.
Ia sedikit menjulurkan kepalanya dan memandang ke arah asal
tembakan. Ia segera menundukkan kepalanya lagi sebelum Anita
sempat berseru agar berhati-hati.
"Kulihat ada dua orang di dekat bengkel perbaikan," kata Ben.
Tom merogoh ke dalam sakunya mengluarkan sebuah pesawat
radio yang hanya beberapa senti saja panjangnya.
"Aristotle, silakan masuk!" perintahnya.
"Ya, Tom?"
"Engkau sudah kirim berita radio kepada polisi ruang angkasa?"

"Sudah! Sudah kukirimkan berita SOS begitu aku rasakan


bahaya mengancam. Aku bahkan sudah minta dikirim ambulans!"
"Siapa yang cedera?" tanya Tom penuh perhatian.
"Licuidi mendapat beberapa goresan dan mungkin lengan
bawahnya patah. Kami sangat terpaksa meninggalkan kereta listrik."
"Engkau sendiri tidak apa-apa, Aristotle?" tanya Tom kuatir.
"Ya. Hanya beberapa goresan. Tetapi dengan dipoles akan
mengkilat kembali!"
Ben mendongak lagi untuk melihat keadaan. Tetapi ia segera
menunduk lagi dengan mata membelalak.
"Tom, mereka mengejar kita. Dua orang dengan membawa
senjata laser!"
"Luna tidak mau ambil risiko," Tom menggerutu.
Ia memandang sekeliling, mencari jalan untuk dapat lolos. Pada
saat itu pula sinar laser mengubah permukaan pasir menjadi sebuah
parit kecil seperti kaca. Tembakan kedua menghunjam lebih dalam.
Para penyerang semakin mendekat.

Chapter 8

Tom menjadi kalang kabut. Mereka tidak bersenjata dan tidak


punya perlindungan. Polisi pelabuhan ruang angkasa belum juga
datang. Kedua penembak itu akan segera sampai dalam beberapa detik
lagi.
Tiba-tiba mereka mendengar orang memekik. Ben dan Tom
memberanikan diri mengangkat kepala. Apayang mereka lihat
membuat mereka ternganga.
Aristotle sedang berlari melintas lantai beton mendorong kereta
listrik, Kedua musuh sedang menembaki kereta itu hingga plastik
badan kendaraan itu menjadi sobek-sobek oleh sinar laser.
Salah sebuah ban meledak dan kemudian ban yang satu lagi,
sementara para penembak itu melarikan diri.
Aristotle terus saja mendorong. Kereta itu menggeser di lantai
beton hingga timbul bunga-bunga api. Kemudian kereta itu mulai
terbakar ketika serentetan tembakan laser mengenainya. Salah seorang
penembak berhenti menembak. Ia memandangi senjatanya sebentar,
lalu melarikan diri. Yang seorang lagi berteriak dan menembak lagi
dua kali ke arah kereta yang sudah terbakar sehingga senjatanya
kosong habis peluru.
Ketika orang itu pun mulai melarikan diri, Aristotle melepaskan
kereta listrik itu untuk mengejar kedua penyerang. Tetapi Tom
memanggilnya melalui radio.
"Jangan, Aristotle! Jangan! Serahkan mereka kepada polisi!"
"Aku yakin akan dapat menangkap mereka, Tom," Aristotle
membantah, namun ia berhenti juga. Ia memandangi kedua pelarian
itu yang menghilang ke daerah perbengkelan.

"Aku dapat mengejar mereka . ."


"Jangan! Engkau terlalu berharga. Biarkan mereka pergi."
Tom dan teman-temannya berdiri sementara Aristotle
menggelinding menghampiri. Dengan gembira Wang menepuk-nepuk
pundak si robot.
"Terimakasih, teman," katanya, "engkau menyelamatkan jiwa
kami."
Sebuah heli polisi pelabuhan ruang angkasa mendarat. Tiga
orang anggota polisi melompat turun. Setelah berunding singkat
dengan Tom, mereka lari ke arah bengkel-bengkel, sementara itu
sebuah heli warna putih datang dan mendarat.
"Mereka akan membawa kita ke kapal ruang angkasa," Tom
menjelaskan. "Kukatakan kepada polisi, bahwa Wang akan memberi
laporan kepada polisi. Kita sendiri sudah tidak mempunyai waktu
lagi!"
"Oke! Aku bersedia. Sudah sangat membosankan terlalu lama
di darat seperti ini."
Tom menarik Ben dan Anita ke samping dan membisikkan
sesuatu. Mereka merogoh saku masing-masing, kemudian
menggelengkan kepala. Tom kembali ke tempat Wang. Ia berkata
sambil tersenyum menyesal.
"Menyesal sekali. Kami ingin memberi engkau sebuah hadiah.
Tetapi tidak seorang pun dari kami membawa uang. Maka hanya
sebuah kartu kredit."
Wang menggeleng dan tertawa kecil.
""Ah, tidak mengapa! Aku punya cerita yang bagus bagi temantemanku!"
Anita menepuk lengan Tom dan membisikkan sesuatu pada
Tom. Tom lalu berpaling kepada Wang.
"Engkau mendapatkan kesulitan untuk kembali bekerja di ruang
angkasa?"

Wang mengangkat bahu.


"Engkau sendiri tahu bagaimana keadaannya. Pekerjaan datang
dan pergi begitu saja. Dan sekarang ini tidak ada pekerjaan lagi."
"Telepon pak Jensen di Swift Enterprises, Shopton, New
Mexico. Katakan kepadanya bahwa aku, Tom Swift, yang menyuruh
engkau. Tanyakan kepadanya apakah ia dapat memberikan pekerjaan
bagimu di ruang angkasa."
Mata Wang membelalak.
"Eh, bung, ituWah! Engkau tidak perlu berbuat demikian."
"Atau," kata Ben, sambil melambaikan tangan ke helikopter
putih. "Kita harus pergi, bukan?"
"Teleponlah!" kata Tom.
Tangannya menunjuk ke sopir kereta listrik. "Aku sendiri akan
menghubungi dia setelah berangkat dari sini. Kita berhutang budi."
"Ah, aku hanya menyupiri.."
"Segera lakukan!" kata Tom sambil melambai.
Mereka meninggalkan Wang yang sedang bicara dengan polisi
pelabuhan ruang angkasa.
Helikopter putih segera naik, miring sambil membelok dan
terbang ke sebuah jarum runcing yang merupakan kapal ruang
angkasa mereka.
Sebuah kapal Jupiter Nine merupakan kuda kerja dari dinas
penerbangan shuttle, bolak-balik ke ruang angkasa. Kuat dan aman
seperti kapal-kapal ruang angkasa pada umumnya. Ia sudah sejak lama
menggantikan kapal-kapal shuttle yang hanya untuk sekali pakai.
Kapal yang setinggi rumah lima lantai itu seluruhnya naik ke
ruang angkasa dan kembali ke Bumi dengan cara yang sama, dengan
ditunjang oleh sayap-sayap yang dapat dilipat. Ia memiliki bagianbagian yang dapat digunakan lagi, sehingga membuat penerbangan
ruang angkasa menjadi lebih murah.

Dengan energi murah yang datang dari satelit-bertenaga sinar


matahari, maka Bumi semakin bertambah kaya. Tom berpikir, bahkan
tanpa menggunakan mesin stardrive yang luar biasa itu pun pada
waktu ia nanti telah menjadi tua, semua orang di Bumi akan telah
menjadi kaya. Pabrik-pabrik di ruang angkasa, penemuan-penemuan,
penyingkapan-penyingkapan dan otak manusia akan bersama-sama
meningkatkan taraf hidup bagi umat manusia di seluruh dunia.
Seorang petani di India dapat belajar mengenai pertanian
melalui TV siaran pedesaan yang menerima acara-acara siaran itu dari
Jepang dan Australia melalui satelit buatan Amerika. Seorang nelayan
di danau Popo di bagian barat Bolivia menggunakan perahu motor
buatan Inggris. Seorang pembalap Italia dalam perlombaan Grand Prix
Buenos Aires menggunakan bantalan-bantalan pelor bulat buatan
pabrik gravitasi nol di koloni New America di ruang angkasa.
Seorang petugas berdiri di dekat pesawat Jupiter Nine mereka
yang bernama Mime. Swift Enterprises telah mengaturnya bagi Tom
dan teman-temannya.
"Dapatkah aku melihat surat izin terbang kalian?" orang itu
bertanya dengan singkat.
Suara orang itu berlafal Jerman. Setelah memeriksa dengan
teliti ia berpaling kepada Tom.
"Tuan Jensen memberitahu bahwa anda yang akan menjadi
pilot. Betulkah itu?"
"Betul! Ben Walking Eagle yang menjadi ko-pilot," jawab tom.
"Kalau begitu, semuanya beres," kata orang itu, lalu melangkah
ke samping memberi jalan kepada mereka, ke pesawat.
Mereka segera mengambil tempat masing-masing di dalam
pesawat Mime. Kemudian mereka mempersiapkan untuk tinggal
landas.
"Menara Pengawas Pemberangkatan! Di sini ZFG, penerbangan
empatbelas," kata Ben dalam mikrofon.

"ZFG empatbelas! Di sini Pengawas Pemberangkatan. Anda


bebas untuk segera berangkat!"
"Roger! Pengawas Pemberangkatan. AFG empatbelas, selesai!"
"Di mana Foster sekarang, Aristotle?" tanya Tom geram.
"Kapal Corsair Queen akan melakukan gerakan mendarat di
New America dalam waktu satu jam delapan menit mendatang ini."
"Kita tidak akan dapat mengejarnya," kata Ben pesimis.
"Aristotle, apakah sudah ada jawaban dari direktur di New
America?" tanya Tom lagi.
"Belum! Tetapi aku selalu dalam komunikasi dengan membuka
jalur saluran. Namun tidak seorang pun yang mau bertanggungjawab,
sedangkan direktur sedang sangat sibuk, kata mereka."
"Apakah kaukira direktur yang baru yang menggantikan Grotz
itu juga termasuk anak buah Luna?" tanya Anita.
Tom mengangkat bahu. Ia menekan tombol terakhir bagi
persiapan terbang ke dalam komputer Mime.
"David Luna adalah orang kuat. Orang-orang mau bekerja
baginya, atau juga tidak mau bekerja di bawah perintahnya. Itu kalau
dikatakan tanpa menyinggung masalah suap-menyuapnya. Kita.."
Sebuah klakson berbunyi. Seluruh bagian kapal mulai bergetar.
Suatu tekanan rahasia mendorong mereka bersandar erat ke tempat
duduk mereka masing-masing. Anita mengerang, dan Ben
menggerutu.
"Kita berangkat!" kata Tom sambil lalu.
Di tengah perjalanan ke New America, Aristotle berpaling
kepada Tom.
"Aku khawatir menjumpai kesulitan baru!" katanya.
"Kesulitan apa?" tanya Tom.
"Direktur New America untuk sementara waktu menutup semua
landasan bagi semua kapal yang akan berangkat dari koloni itu!"

"Itu bukan kesulitan! Itu berita baik!" seru Ben. "Horee! Foster
tidak akan bisa berangkat, dan kita akan dapat menangkap dia
bersama Aracta di sana!"
"Bukan begitu, Ben," sambung Aristotle. "Perintah itu
dikeluarkan setelah keberangkatan pesawat Luna Corporation, yaitu
kapal pribadi David Luna, Giannini!"
"Jadi? Foster tentunya ikut Luna?" tanya Tom.
"Kini jelaslah bahwa direktur yang baru itu pun begundal Luna
pula," kata Anita dengan marah. "Sekarang, bagaimana kita akan
dapat menangkap Foster?"
Tom menggelengkan kepalanya.
"Kita tidak perlu begitu mudah berputusasa," katanya tegas.
"Terlalu besar taruhannya!"
Ia kembali melayani alat-alat kemudi kapal. "Aristotle,
dapatkah kauketahui arah mana yang diambil Giannini?"
Robot itu diam beberapa saat sebelum menjawab.
"Tujuannya suatu tempat di Sabuk Asteroid!"
Anita menghela napas. LWS.OGOT.M
"Tom, aku tidak ingin menjadi seperti seekor angsa yang dungu.
Dan kita harus bersikap realistis! Sekali Foster berhasil melarikan
Aracta sampai sekian jauh, kita akan kalah. Aku menyesal. Tetapi
sebegitu jauh masuk ke ruang angkasa akan timbul masalah hukum
bagaimana mendapatkan pesawat penjajak itu kembali. Kita harus
menunggu beberapa puluh tahun sebelum Mahkamah Dunia dapat
memutuskan siapa yang memiliki hak hukum di sana, siapa yang
harus mengatur dinas kepolisian guna menegakkan hukum. Sementara
itu orang-orang yang berkuasa tidak dapat menghalang-halangi Luna
untuk melenyapkan kita dengan berbuat seolah-olah tidak bersalah.
Lalu siapa yang akan dapat menghentikan dia?"

"Kita harus hati-hati," kata Tom. "Memang, dan jika kamu dan
Ben tidak ingin ikut ke Asteroid, aku akan bersenang-senang sendiri
terbang mengelilingi Sunflower, sesudah menurunkan kalian lebih
dulu. Kemudian sekembalinya dari Sunflower, aku jemput kalian. Aku
tidak akan memaksa kalian untuk tidak ikut."
Tom menyebut sebuah koloni ruang angkasa lain yang sudah
hampir selesai pembangunannya.
"Jangan bergurau!" Ben meledak. "Harus lepaskan ini? Tak
usah, ya?"
"Ee, Tom!"
Kemudian ia baru melihat wajah menggoda dari Tom.
"Engkau kan tahu bahwa kita selalu ikut?"
"Aku sudah mengira begitu. Tetapi aku tidak mau menariknarik kalian!"
"Dalam hal begitu, aku tak punya suara!" kata Aristotle dari
tempat duduknya di belakang mereka. "Tetapi walau bagaimana pun,
aku ingin terus ikut secara sukarela!"
Tom jadi tertawa.
"Si Empat Ksatria, the Three Musketeers!" katanya.
"Atau setidak-tidaknya si Tiga Ksatria dengan si Ahli Elektro,"
kata Ben menimpali.
"Nah, kita sekarang harus yakin bahwa kapal ini cukup
persediaan bahan bakar dan bahan makanannya," sambung Tom.
"Jangan lupa agar perusahaan yang menyewakannya mau
memperpanjang kontraknya," Anita melanjutkan.
"Apakah sebuah Jupiter Nine cukup mampu untuk perjalanan
sejauh itu?" tanya Ben dengan nada kuatir.
"Tentu!" jawab si ahli penemuan muda itu. "Pesawat itu
memang biasa digunakan untuk jarak yang lebih pendek. Tetapi kudakuda beban dirancang untuk kerja keras!"

"Mengapa tidak mencari kapal lain di Sunflower, atau di salah


satu pangkalan di Bulan?" tanya Anita.
"Sayang," sahut Aristotle, "tidak ada kapal sewaan lain lagi di
Sunflower. Sedang satu-satunya kapal sewaan yang ada di pangkalanpangkalan di Bulan pun adalah juga Jupiter Nine. Ditambahkan lagi
kapal-kapal di sana kuperkirakan sudah lebih tua dari pada Mime."
Duapuluh menit berikutnya mereka gunakan untuk memeriksa
bahan makanan serta peralatan-peralatan.
"Semuanya lebih dari cukup!" kata Ben.
"Bagus! Sekarang kita selesaikan masalah kita dengan
perusahaan Zeitraum Fluggesellschaft," kata Tom.
Ia mengirimkan pesan radio ke pangkalan Sahara. Perusahaan
itu segera menyatakan setuju untuk menyewakan kapal Mime dengan
perjalanan ke Sabuk Asteroid. Bagian kredit perusahaan Swift
Enterprises telah menghilangkan segala keragu-raguan.
"Nah, kita segera berangkat!" seru Tom. "Ben, engkau dan
Aristotle mulai saja dengan menentukan arah kita yang baru. Kita
akan berhasil mempedayakan Luna kali ini. Aku ingin tahu hambatanhambatan apa saja yang masih akan dia lakukan."
Meskipun tidak mengucapkannya, Tom menaruh curiga akan
Luna yang penuh tipu daya sehingga dapat menunjukkan warna diri
aslinya. Dalam segala kemungkinan Tom dan teman-temannya akan
menghadapi bahaya-bahaya yang timbul.dan mungkin sekali hal itu
datang dengan cepat!

Chapter 9

Beberapa jam kemudian Aristotle masuk ke tempat pilot.


"Sekarang dapatlah kukatakan bahwa letnan Foster menuju ke
Ceres."
"Itu masuk akal," jawab Tom. "Ceres adalah asteroid terbesar.
Pangkalan utama Luna Corporation memang ada di sana. Tentunya
dengan suatu alasan yang baik."
"Pengetahuanku tentang Sabuk Asteroid sangat terbatas," kata
Ben. "Coba ceritakan tentang asteroid itu."
"Yaah, kalau mau dikatakan dengan sebenarnya, Sabuk
Asteroid bukanlah sebuah sabuk," Tom menjelaskan. "Penamaan
suatu daerah barangkali. Tetapi yang tidak tersusun dalam tata
lingkaran atau ellips yang mengorbit mengelilingi matahari. Pada
Sabuk Asteroid terdapat sisa-sisa atau debu-debu dari tata surya yang
mengorbit tidak teratur. Termasuk di dalamnya adalah asteroidasteroid yang terperangkap walau ini adalah suatu kemungkinan
yang masih dipertanyakan barangkali sisa-sisa planet yang belum
terbentuk secara sempurna, tetapi dalam proses pembentukan itu dan
entah karena apa telah hancur lebur kembali."
"Teori tentang 'planet-planet tersebar' itu lebih enak didengar,"
kata Anita.
"Tetapi mengapa Ceres?" tanya Ben. "Aku tahu itu memang
asteroid yang terbesar, yaitu bergaris tengah enamratus limapuluh
kilometer, tetapi mengapa harus ke sana?"
"Orbit Ceres itu hampir bulat penuh. Letaknya kira-kira di
tengah-tengah sabuk, atau kumpulan asteroid-asteroid tersebut. Oleh
karena itu akan merupakan tempat yang paling baik guna memusatkan

operasi mereka. Beberapa dari planet-planet misi ini, katakanlah


asteroid-asteroid kalau engkau ingin menyebutkannya, berkeliaran
dengan tidak menentu. Misalnya Amor. Kadang-kadang ia mendekati
orbit Bumi, kemudian keluar melampaui Mars ke arah Jupiter. Sedang
Adonis dapat bergerak sedemikian dekat dengan Matahari sampaisampai hampir ke dalam orbit Mercuri, tetapi orbitnya yang berbentuk
ellips itu juga sampai ke dekat Jupiter."
"Apollo berkeliling di antara Bumi dan Venus, bukan?" tanya
Anita. "Dan kemudian keluar lagi melewati Mars."
"Betul!" jawab Tom. "Tetapi Hidalgo yang orbitnya paling
besar. Ia memang tidak pernah mendekat masuk melampaui Mars,
tetapi memutar keluar melampaui Jupiter, bahkan hampir sampai ke
Saturnus. Masih dapat disebutkan lagi Hungaria, Thule, Hermes yang
masuk sampai enamratus ribu kilometer dari Bumi, lalu Icarus,
Davida, Iris. Masih banyak lagi."
"Dan masih dapat ditambah lagi sejumlah batu, debu dan
bahan-bahan lain," kata Anita.
"Malahan banyak yang tidak berbentuk bulat sama sekali,
setidak-tidaknya yang kecil-kecil. Eros, misalnya, berbentuk seperti
kacang tanah raksasa."
Ben menyeringai.
"Aku merasa tolol. Kukira hanya sejumlah batu raksasa yang
mengitari di luar Mars sana."
"'Paling tidak sudah ada sekitar 460.000 asteroid yang tercatat,
"kata Tom. "Itu yang diperkirakan ada manfaatnya untuk dikunjungi
di kelak kemudian hari. Tetapi dengan sejumlah hampir setengah juta
batu-batu raksasa di luar sana itu orbitnya adalah sedemikian besarnya
hingga orang mungkin tidak akan melihat sebanyak itu dari salah satu
asteroid sana."
"Namun Luna Corporation telah memperoleh salah satu asteroid
berlogam yang paling baik, bukan?" tanya Ben.

Tom mengangkat bahu.


"Itu bukannya satu-satunya pengusaha pertambangan di sana.
Memang itu adalah yang terbesar. Tetapi ia pun menemui suatu
kesulitan untuk dapat mengawasi ribuan klaimnya."
Tom menggelengkan kepala.
"Tidak! Ini merupakan proyek raksasa dan sangat berharga bagi
Bumi. Dari segala petunjuk yang diperoleh banyaknya logam di
asteroid-asteroid berlipat-lipat kali daripada yang pernah kita peroleh
sejak zaman purba."
"Ben bersiul-siul heran.
"Tidak heran bahwa David Luna terkenal suka main kayu.
Memang sangat banyak sekali yang dipertaruhkan di luar sana."
Tom sependapat.
"Ia adalah seorang musuh besar. Saat ini kita tidak dapat
berbuat lain kecuali memonitor kapal Foster dan terus mengikutinya.
Kita akan menghadapi yang lain-lain kemudian, dan berusaha untuk
tetap waspada menghadapi segala apa yang terjadi bila nanti mendarat
di Ceres!"
Ia memandangi si robot.
"Apa engkau punya saran-saran atau pun ramalan-ramalan,
Aristotle?"
"Tidak Tom! Yang jelas aku tidak punya ramalan-ramalan.
Watak manusia bagiku masih merupakan suatu misteri. Seorang
manusia memiliki tanggapan yang identik terhadap rangsangan yang
sama sampai sembilanpuluh sembilan kali, tetapi terhadap yang
keseratus kalinya lalu berubah. Namun pada beberapa bidang seorang
manusia dapat bersifat monoton. Yang itu-itu juga hingga mudah
dapat diterka."
Tom hanya menggeleng-geleng mendengar jawaban yang
begitu panjang. Kemudian ia berkata kepada Ben.
"Apa kaukira Aristotle telah menjadi bawel?"

"Ia memang menjadi lebih banyak ngomong," kata ahli


komputer itu.
"Menurut aku, ia patut untuk dikasihi!" Anita membelanya.
"Apa maksudmu bahwa manusia sering bersifat monoton hingga
mudah diterka, Aristotle?"
"Ini berdasarkan analisis tentang watak pembunuh bayaran
yang"
"Maksudmu mereka yang menyerang kita di pelabuhan ruang
angkasa?" Ben menyela.
"Tepat, Ben! Berdasar sejumlah peristiwa-peristiwa yang
kucatat, aku dapat menerka suatu kemungkinan yang masuk akal.
Yaitu bahwa sekali mereka kehilangan kemampuan senjata laser
mereka, maka mereka juga akan kehilangan agresivitasnya, lalu
mengundurkan diri. Dan itu adalah kenyataan yang terjadi."
"Engkau berani mempertaruhkan jiwamu untuk itu?" tanya
Anita terkejut.
Robot itu hanya memandanginya. Lensa-lensa matanya berkilau
di cahaya dalam kabin.
"Aku tidaklah hidup menurut pengertian biologis, Anita. Aku
menemui kesulitan untuk memahami bahwa manusia memiliki sirkuitsirkuit ingatan yang kurang baik. Tentunya engkau pun pernah
mendapatkan informasi itu!"
Anita memerah wajahnya.
"Ah, sudah tentu, Aristotle. Tetapieh, ya. Aku memikirkan
engkau seolah-olah makhluk hidup."
"Terimakasih! Aku menerima kata-katamu ini sebagai pujian.
Aku menjadi tahu bahwa manusia sering memerlukan atau
mengharapkan pujian atas hasil kerja mereka atau pun atas hasil
kegiatan mereka. Hal ini ada kaitannya dengan perasaan ego, kukira.
Mengenai ego ini adalah sesuatu yang bagi kemampuan
pemahamanku kurang baik."

"Kalau engkau mau tahu," kata Ben seenak, "ini pun berlaku
bagi manusia."
"Menurutku, itu berarti pujian, Aristotle," Anita segera
menyambung.
"Sekali lagi, kuucapkan terimakasih, Anita. Sebagai mesin yang
dapat berbuat salah, hal ini memang memberikan rasa hangat pada
sirkuit-sirkuitku, kalau dinilai ada harganya."
Tom tertawa. Lalu ia berkata kepada Aristotle.
"Aristotle, ambil alih kembali ini sebentar!"
"Baik, Tom!"
"Mari kita menyiapkan makan," Tom mengajukan usulnya.
"Biar aku yang memasak."
"Eggs Benedict," kata Ben cepat-cepat. Melihat pandangan
mata Anita, ia lalu melanjutkan: "Saus paling enak yang aku dapat
menikmati kalau memasaknya betul."
"Itu ada di kapal ini?" tanya Anita.
Ben mengangguk.
"Mungkin engkau tidak percaya. Semuanya serba dibekukan.
Makanan asli, bukan tiruan. Ingat, ini kapal komersial, bukan kapal
riset ilmiah yang dipadati hingga penuh sesak yang selalu kita
gunakan. Ruangan tidak berharga di sini. Malahan terdapat lemari es
penuh keju. Hanya keju!"
Masakan Eggs Benedict ternyata memang sangat lezat. Setelah
itu mereka duduk-duduk di ruang duduk berkursi empuk. Mereka
membiarkan Aristotle yang menangani penerbangan.
"Para penjahat itu sedang berbuat apa ya sekarang?" tanya Tom.
"Apa Foster berhasil memperoleh rahasia-rahasia dari Aracta?
Ataukah, kedua orang sinting itu justru sedang saling tolak-menolak?"
Ben menguap.

"Kukira sudah waktunya untuk tidur. Tidak ada apa-apa lagi


yang dapat kita lakukan terhadap orang-orang jahat itu sekarang. Aku
sendiri sangat letih!"
"Bagus!" Anita menimpali. "Kita harus segera pulih dan segar
kembali ... secepatnya!"
*****************************
Ceres merupakan bulatan kasar nampak di depan mereka.
Permukaannya kasar penuh dengan lubang-lubang kawah. Pangkalan
Luna Corporation dibentuk oleh sekumpulan kubah-kubah. Sebagian
besar dari pangkalan yang sebenarnya ada di bawah permukaan tanah,
seperti halnya yang ada di Bulan. Bengkel-bengkel dan tempat-tempat
penyimpanan ada di atas permukaan tanah. Sejumlah daerah yang
bulat telah dibersihkan dan diratakan, kemudian dilengkapi dengan
lampu-lampu pemandu untuk pendaratan dan radar-radar pengulang
untuk pendaratan otomatis.
"Apakah mereka akan mengizinkan kita untuk mendarat?"
tanya Anita.
Tom menggelengkan kepalanya.
"Aku tidak tahu. Mereka tentunya tahu bahwa kita ada di sini.
Meskipun seandainya tidak diberitahu oleh pangkalan di Sahara atau
New America. Dan kalau aku dapat memahami sifat-sifat Luna
dengan benar, tentu ia merasa yakin dapat menghadapi kita."
"Apa kaukira ia ada di sini?" tanya Ben.
"Menurut perkiraanku, ia memang ada di sini. Atau ia keluar
untuk menjemput Giannini. Masalah pesawat penjajak itu adalah
terlalu penting baginya untuk diserahkan begitu saja kepada
bawahannya."
"Tom! Menara pengawas Ceres meminta tanda pengenal," kata
Aristotle.
"Kita tidak bisa berlaku sebagai turis biasa," kata Anita,
tangannya menunjuk ke sekeliling. "Tetapi tentu saja kita tidak bisa

mengatakan bahwa kita meminta kembalinya Aracta..Itu sama saja


seperti menganggap bahwa mereka adalah pencuri-pencuri."
"Atau penculik. Itu kalau dipikirkan atas kesadaran serta
kecerdasan Aracta," sambung Ben
Semua memandang Tom yang menghela napas dalam-dalam.
"Kenyataannya ialah bahwa sepanjang perjalanan kemari ini,
aku sudah memikir-mikir apa yang akan kita lakukan di sini. Tetapi
aku belum memperoleh sesuatu yang lebih maju daripada sewaktu
berangkat. Kita benar-benar telah terbang untuk masuk ke dalam
mulut harimau."
"Ah tidak! Nanti dulu," kata Ben tidak mau mengalah. "Aku
pernah menonton film di mana pahlawan-pahlawannya yang gagah
berani itu membiarkan dirinya ditangkap. Tetapi kemudian berbalik
dapat menangkap para penjahatnya. Dan itu tidak dilakukannya
sebelum penjahat utamanya, atau gembongnya, mau menjelaskan
bagaimana cara kerja mereka. Jadi memberikan informasi terakhir
yang diperlukan oleh si pahlawan agar dapat meloloskan diri, untuk
kemudian menghancurkan segala-galanya sambil meloloskan diri."
Ben melambaikan tangannya.
"Namun itu bukanlah yang biasa terjadi pada keadaan yang
sesungguhnya. Dalam kenyataannya para penjahat itu menangkap
orang baik-baik lalu membunuhnya, tanpa omong-omong yang
bertele-tele sambil minum-minum anggur, tanpa penjelasanpenjelasan yang bombastis..si penjahat itu hanya membunuh saja,
dorr! Habislah riwayatnya! Hal demikian kurang menarik bagiku. Kita
harus mencari cara yang lain!"
"Mau cara Indian?" tanya Tom.
"Bagaimana itu?" tanya Anita. "Apa menyerang di waktu dini
hari? Berkuda mengitari kereta-kereta? Atau menjatuhkan diri dari
atas pohon-pohon?"
Ia melirik ke arah Ben dengan setengah mengejek.

"Engkau punya pendapat?"


Aristotle berucap lagi.
"Tom! Mereka meminta tanda pengenal dengan disertai suatu
pilihan yang tentu tidak kausenangi!"
Rasa dingin merinding menusuk diri mereka semua yang ada di
kabin. Tom memandangi Aristotle dengan perasaan tegang.
"Apa pilihan itu?" ia bertanya.
"Kalau tidak, mereka akan menembaki kita sebagai kapal
perompak!"

Chapter 10

"Mereka tidak akan berbuat demikian!" Ben menggeram.


"Aku justru mengkhawatirkan mereka bisa berbuat begitu,"
balas Tom. "Beberapa waktu yang lalu di sini telah terjadi pencurianpencurian batangan irridium. Dan Luna Corporation diberikan kuasa
sementara atas daerah-daerah di sekeliling Ceres!"
Ia berhenti sejenak.
"Apa yang dapat mereka lakukan hanyalah menyatakan bahwa
kita telah menimbulkan ancaman bagi mereka!"
Ia kemudian berpaling kepada Aristotle.
"Pancarkan nomor serta pemilik kapal kita. Katakan saja kita
sedang melakukan penerbangan penyelidikan pribadi!"
"Baik, Tom!"
"Mereka tentu tahu bahwa ini bohong!" Anita menyela.
Tom menggeleng.
"Tidak! Ini belum seluruhnya. Kita sedang dalam perjalanan
penyelidikan dan penemuan. Dan ini membuat perjalanan
penerbangan kita sah. Mereka mungkin akan menangkap kita, tetapi
bukan karena mereka tidak tahu siapa kita. Aristotle, pancarkan yang
sama ke Bumi."
"Ya! Baik, Tom!"
"Lalu bagaimana lagi?" tanya Ben.
"Apakah Giannini ada di sana?" tanya Tom kepada si robot.
"Ya, baru saja mendarat. Sensor-sensor masih menunjukkan
panas yang tinggi di tempat pendaratan. Sebagai tambahan.
Serombongan montir sedang merawat kapal itu!"

"Kita sudah terlambat," Ben menggerutu. "Coba dengar. Aracta


tentu telah mengajukan semacam perjanjian. Sebelum ia memberikan
informasi, ia harus merasa pasti bahwa mereka akan memenuhi
perjanjian. Lalu bagaimana bunyi perjanjian itu?"
"Untuk membantu bangsa Skree," jawab Anita. "Membangun
armada kapal-kapal perang, kukira."
"Apa itu telah terlaksana?" tanya Tom. Tangannya menunjuk ke
layar monitor. "Apa mereka punya waktu untuk itu? Kecuali kalau
mereka mengubah kapal-kapal yang ada sekarang. Mereka tidak akan
mendapatkan kapal Angkatan Laut dari Bumi. Tidak, walau
seandainya David Luna mempunyai kekuasaan semacam itu!"
"Lalu apa dugaanmu yang akan mereka lakukan?" tanya Ben.
"Ia tentu berusaha untuk menipu Aracta. Yaitu mendapatkan
rahasia stardrive, lalu: persetan dengan bantuan atas bangsa Skree!
Perang sekarang ini sudah tidak menguntungkan. Luna memang
serakah, mungkin lebih serakah dari siapa pun yang tercatat di dalam
sejarah. Ia tidak hanya ingin menguasai suatu bangsa atau menyerbu
dan merampas suatu negara. Ia ingin menguasai seluruh tata bintang!"
"Tom, bagaimana engkau dapat mengenal Luna?" tanya Anita.
"Dua tahun yang lalu ia mendekati aku," jawab pemuda itu.
"David Luna sesungguhnya dapat sangat menarik kalau ia mau. Ia dan
aku saling bertemu secara kebetulan begitulah dugaanku pada
waktu itu dalam suatu usaha mencari dana. Ia memberikan
sumbangan dalam jumlah yang sangat besar sekali. Ia
memperkenalkan aku kepada seorang penulis terkenal, sejumlah
aktris-aktris cantik, seorang senator, dan beberapa tokoh penting
lainnya. Aku agak terpancing rayuan. Itu aku akui. Setelah itu ia
mendesak agar aku mau ke rumahnya untuk makan makan."
Tom menyeringai, menyesal dan membentangkan tangannya.
"Rumahnya ternyata sangat mewah yang bersambung pada
kubah Poseidon di lepas pantai Azores. Jet-jet pribadi untuk pesta-

pesta besar, hadiah-hadiah barang-barang emas berasal dari kapal


Spanyol yang tenggelam pada tahun 1602. . . "
Anita ternganga, dan Tom mengangguk.
"Pada waktu itu kelihatannya seperti tidak ada kepentingannya.
Tetapi orang dapat melihat bahwa Luna melakukan sesuatu seperti ada
udang di balik batu. Semuanya serba indah dan mewah: koki dari
Paris, udang dari Main, bunga-bunga yang diterbangkan dari Hawaii."
Tom menghela napas, lalu melanjutkan.
"Ia berhasil membawa aku terpisah dari yang lain-lain. Lalu ia
berkata bahwa dengan otak dariku sedang tenaga dari dia, berdua kita
dapat menguasai dunia. Memang, ia tidak mengatakan kata-kata itu,
tetapi itulah yang ia maksudkan. Ia ingin agar aku meninggalkan
perusahaan ayah. Kata-kata yang ia gunakan ialah 'agar mencoba
untuk berdiri sendiri'. Dan ketika aku menolak maka ia lalu
memberikan penjelasan yang berlebih-lebihan. Ia mengungkapkan
kepadaku apa yang ada di dalam otaknya, yaitu suatu monopoli
pertambangan atas asteroid-asteroid. Tentunya disertakan kekuasaan
politik dan mengambil alih perusahaan-perusahaan. Ia bahkan
membayangkan bagaimana orang dapat menggunakan kolektorkolektor tenaga matahari sebagai meriam-meriam sinar yang luar
biasa untuk menghancurkan musuh-musuhnya di Bumi."
"Sungguh mengerikan!" Anita menyela.
"Bagiku, itu hanya suatu lelucon!" Ben berkata seenaknya.
"Apa engkau mau menjual dirimu, Tom? Apa engkau ingin menjadi
awet muda, menjadi kaya dengan surat-surat kredit yang tidak pernah
akan ditagih?"
"Itu bukan lelucon, Ben," Anita membela. "Orang itu
bersungguh-sungguh!"
"Ia memang serius," Tom meneruskan. "Ketika akhirnya ia tahu
bahwa aku sama sekali tidak mau mengikutinya, ia menjadi seperti
yang telah kuduga sebelumnya, walau hanya untuk sejenak. Sudah

jelas bukan suatu pemandangan yang menyenangkan. Ia adalah


seorang pendendam. Itulah yang aku takutkan. Orang yang tidak kenal
takut semacam ituyaah, seorang yang tidak menaruh perhatian
pada harga diri, pada namanya."
"Mereka menunggu kita untuk mendarat!" kata Ben.
"Mereka akan mengatur terjadinya suatu 'kecelakaan' di sana.
Sesuatu yang akan 'menamatkan'." Aristotle menyela.
"Tom, ada pesan yang masuk!"
"Sambungkan pada pengeras suara."
"gilan untuk Mime! Silakan masuk. Di sini Menara Pengawas
Ceres! Memanggil Mime, silakan masuk!"
Tom mengambil mikrofon tanpa menggunakan saluran visual.
"Menara Pengawas Ceres. Di sini Mime! Ganti!"
"Mime. Harap tunggu tuan Luna!"
Alismata Tom naik. Ia memandangi teman-temannya.
"Boss sendiri?"
"Haa, tuan Swift, ya? Tuan Swift muda? Bagaimana
keadaanmu, nak? Engkau datang hendak menjenguk kami?"
Luna tertawa riang, lalu melanjutkan.
"Ya, tentu saja demikian. Klaim-klaim yang lain hampir
semuanya ada di sisi lain Matahari. Silakan mendarat, tuan Swift. Aku
akan menyiapkan sebuah pesta. Aku yakin, tentu itu akan
menyenangkan engkau!"
"Sayur bulukan, tentu!" gerutu Ben.
"Apakah di antara para tamu termasuk pula letnan Foster?"
tanya Tom.
"Sudah tentu! Ia baru saja datang. Aku yakin bahwa engkau pun
mengetahuinya. Kami baru saja melakukan suatu pembicaraan
menarik mengenai tugas pekerjaannya pada kami!"
"Tanpa pensiun, tentunya," gerutu Ben lagi.

"Apakah anda sadar bahwa Foster telah mencuri inti ingatan


asing milik Swift Enterprises, dan bahwa anda telah memberikan
perlindungan kepada seorang pelarian?"
"Tidak, tuan Swift. Menurut pengertianku kepribadian yang ada
di dalam inti ingatan itu, dan kami mengakui suatu kesadaran dan
kebebasan kepribadian itu, adalah suatu kepribadian yang mampu
mengambil keputusannya sendiri. Tidak, kata pencurian adalah tidak
tepat di sini. Pengawalan, barangkali? atau sekedar menemani?"
Multi jutawan itu tertawa.
"Aku yakin bahwa semua ahli hukum yang kubayar tentu akan
sangat ingin mendapatkan uang dariku," Luna itu melanjutkan. "Ini
sudah jelas bukan masalah pemilikan. Sama sekali tidak. Orang tidak
dapat memiliki seseorang. Setidak tidaknyalagi-lagi tidak! Tidak!
Benar-benar tidak, Nak. Karena bung Aracta secara hukum adalah
bukan warga negara sesuatu negara dalam tata surya kita ini. Kukira,
engkau pun akan mengakui sebagai contoh yang syah. Aracta adalah
kepribadian yang bebas, dan berhak atas segala kehormatan, bantuan
sebagai wakil dari bangsa yang cerdas!"
"Engkau benar, Tom," bisik Anita, "ia sungguh licin."
"Ia juga dapat menggali kuburnya sendiri." Tom berpaling
kepada si robot. "Aristotle, apakah ini dipancarkan kembali ke Bumi?"
"Ya, benar. Ke Pusat Komunikasi Swift Enterprises!"
Tom kembali menggunakan mikrofon.
"Kami menerima undangan anda. Kami bertiga semuanya."
Aristotle memutar kepalanya dan memandangi Tom. Tetapi
Tom melambaikan tangannya kepada robotnya.
"Kita akan mendarat, begitu Menara Pengawas anda
mengizinkan."
"Tom ..." Ben memperingatkan.

"Engkau sungguh sangat ramah," jawab Luna. "Tidak sering


kami di sini mendapat tamu-tamu. Aku akan kembalikan engkau
kepada orang-orangku. Sampai ketemu, tuan Swift!"
Tom berkata dengan penuh wibawa.
"Aristotle, ambil alih kemudi. Siapkan pendaratan yang paling
lembut dan mulus. Aku memerlukan waktu."
"Baik, Tom!"
"Tom, apa yang kaulakukan ini?"
"Memasuki jangkauan Aracta. Kita tidak dapat menghambur
masuk. Jika benar setengahnya saja omongan orang tentang
bagaimana watak Luna ini, maka kita kira-kira akan aman seperti
menghadapi seekor naga yang sedang sakit gigi."
Tom lalu keluar dari ruang kemudi dengan diikuti Ben dan
Anita.
"Apa yang kaukehendaki?" tanya Anita.
"Ruang kerja di belakang. Dalam waktu setengah jam
mendatang aku membutuhkan engkau."
Kedua temannya berhenti, tidak mengerti. Ben menghela napas
dan menepuk pahanya. Tak berdaya. Ia kemudian menjatuhkan diri di
atas salah satu kursi empuk.
"Yaah! Pangeran Valiant pernah masuk ke dalam puri musuhmusuhnya dengan menyaru sebagai seorang penyanyi yang sedang
ngamen. Aku ingin tahu, apakah Tom dapat menyanyi."
"Aneh juga engkau ini," kata Anita. "Siapa itu Pangeran
Valiant?"
"Itu suami Aleta, ayah Arn dan anak laki-laki raja Aguar."
Si rambut merah itu memandanginya. "Engkau bertambah aneh.
Benyamin Franklin Eagle Pincang, tahukah engkau?"
***************************
Pendaratannya sendiri adalah kejadian yang biasa-biasa saja.
Menara Pengawas Ceres memberitahukan angka-angka koordinat

kepada komputer kapal, yang segera dicek kembali oleh Aristotle.


Mereka menurunkan kapal mereka seperti duduk pada semburan api.
Dengan perintah agar tetap dalam kapal dan menghindari orang
lain masuk, maka Aristotle tetap tinggal di ruang kemudi. Sementara
itu teman-temannya yang kini mengenakan pakaian ruang angkasa
keluar dari pintu tingkap lalu naik ke pesawat permukaan yang
menjemput mereka. Apa saja yang mereka percakapkan dipancarkan
ke kapal Mime untuk direkam dan dipancarkan kembali ke Bumi.
Kompleks kubah-kubah Luna Corporation tidak nampak
mewah. Kompleks itu merupakan suatu proyek raksasa, tempat
melebur mineral atau logam asteroid berkadar tinggi. Asteroidasteroid itu lebih dulu dialihkan ke suatu orbit yang rendah dan
dipecah-pecah dengan bahan peledak bertenaga laser. Kemudian bijihbijih itu dimasukkan ke dalam semburan api sepanas matahari di
dalam tungku peleburan. Di sana bahan-bahan dilebur struktur
molekul-molekulnya untuk kemudian secara magnetis dipindahkan
melalui penyalur yang disebut mass accelerator. Di sini unsur-unsur
yang diperoleh dipisah-pisahkan menurut berat jenisnya. Batanganbatangan murni beserta unsur-unsur lainnya lalu ditempatkan dalam
peti-peti kemas yang ringan dan dikirimkan ke Bumi melalui jalur
lengkung.
Karena perjalanan itu memakan waktu hingga beberapa tahun,
maka belum ada peti-peti kemas itu yang tiba di Bumi. Tetapi telah
ada ratusan yang berada dalam perjalanan. Percobaan-percobaan telah
dilakukan agar kedatangannya di tempat-tempat yang telah ditentukan
di Bumi terlebih dulu dapat tepat sempurna.
"Ini adalah benar-benar pertambangan emas!" kata Ben ketika
berada di ruang pencuci hama.
"Inti dari batuan planet adalah logam," kata Tom. "Dan yang
nampak pada permukaan itu hanyalah sebagian dari jenis-jenis logam

di jagat raya. Asteroid pada dasarnya adalah inti dari logam suatu
planet keseluruhan."
"Dengan ditunjang oleh energi matahari yang murah..waaa!"
sambung Ben. "Orang dapat menjadi kaya raya di ruang angkasa ini!
Bukan hanya Luna, tetapi semua orang!"
Tingkap bagian dalam berputar terbuka, sebelum mereka dapat
bercakap-cakap lebih lanjut. Seorang yang jangkung tegap telah
menunggu kedatangan mereka. Orang itu mengenakan pakaian
jumpsuit model kuno berwarna hitam. Wajahnya nampak garang
berbekas luka, sedang suaranya kasar.
"Tuan Swift? Aku Anvil, Jonathan Anvil. Silakan anda dan
teman-teman anda mengikuti aku. Tuan Luna sudah menunggu
kalian."
Di belakang punggung orang itu Anita memberi isyarat kepada
Ben. Anita berpura-pura gemetaran. Anvil mengantarkan mereka
melalui lorong-lorong serambi warna abu-abu dengan melewati ruangruang penyimpanan, alat-alat pompa serta ruang peleburan yang
panas.
Mereka melihat ke bawah melintasi jalur-jalur masuk meskipun
katup-katup udara bagian dalam menghalangi pandangan mereka.
Mereka melewati sebuah kubah yang lain, yaitu sebuah rumah kaca
untuk bertanam sayuran yang menyediakan bahan makanan serta
oksigen segar. Mereka lalu mengitari sepanjang daerah rekreasi di
mana para pekerja sedang minum-minum dan mengobrol. Setelah
melalui sebuah pintu katup bertuliskan 'PRIBADI' mereka tiba di
dalam lorong yang sunyi dengan dinding-dindingnya yang terbuat dari
bongkahan batu Ceres yang telah dipotong-potong dengan sinar laser.
"Ke sini!" kata Anvil.
Ia membuka seperangkat pintu-pintu buatan ahli pahat logam
dan membawa mereka ke dalam ruangan yang luas dan nyaman.

"Anggap seperti di rumah sendiri," sambungnya. "Pak Luna


segera datang!"
Anvil pergi. Mereka lalu memandang ke sekeliling. Dindingdinding itu penuh kaset-kaset buku, film dan aneka musik. Tom
melihat segulung pita 'To the Land of the Electric Angel, yaitu sebuah
film yang sangat ditunggu-tunggu tetapi belum beredar di Bumi.
Ben menunjuk ke lukisan asli buah tangan Schirmeister dan
beberapa lagi dari Picasso yang tergantung pada dinding berlapiskan
kayu. Mereka lalu mengamati sebuah patung perunggu berasal dari
zaman purba. Ketika itu pintu-pintu terbuka dan David Luna masuk.

Chapter 11

Anak-anak muda itu memandangi Luna dengan diam


mencekam. Orang itu bertubuh bagus, tinggi badannya sedang dan
berambut hitam. Matanya yang tajam sangat menusuk.
"Tuan Swift!" orang itu berseru. "Sungguh gembira melihat
engkau dan nona Thorwald!" Sementara berpaling kepada Ben. "Aku
tidak tahu harus menyapa bagaimana kepada anda: saudara Eagle atau
saudara Walking Eagle?"
"Ben, sudah bagus!" jawab pemuda Indian itu kurang senang.
Luna kembali berpaling kepada Tom.
"Bagaimana ayahmu?"
"Kami datang kemari untuk."
"Untuk makan!" Industrialis itu mengakhiri kata-kata Tom. Ia
menunjuk ke pintu yang di depan mereka. "Silakan kemari!"
Pintu itu dibuka oleh orang berseragam jump-suit hitam. Di
seberang sana terletak ruang makan resmi. Dinding di ujung sana
berupa jendela kaca glasit yang besar. Ini memberikan pemandangan
pada tanah lapang Ceres dan di kejauhan tepi sebuah kawah.
"Silakan nona Thorwald. Duduklah di sini di dekatku," kata
Luna dengan sopan. "Tom dan Ben, duduklah di sana."
Ia menunjuk dan tertawa. Ia menunjuk ke meja yang bulat.
"Susunan begini dapat memecahkan masalah sopan santun.
Dengan begini siapa pun dekat dengan tuan rumahnya."
Begitulah ia meneruskan sambutannya, lalu berpaling kepada
Anita.
"Rambut yang indah memikat. Orang berambut merah memiliki
sejarah keturunan yang menarik. Apa engkau sadar akan hal itu? Lho,
wajahmu kok memerah!"

"Tidak!" jawab Anita ketus. Kemudian ia nampak menyesal.


"Yaaa, memang sulit untuk menerima pujian, bukan? Biasanya
orang lalu berlaku sopan dengan berlebihan atau berpura-pura megah,
menganggap pujian yang paling hebat pun sebagai penghinaan.
Yakinilah, he si cantik berambut api. Tidak satu pun pujian-pujianku
ini hanya untuk menjilat dan merayu!"
"Tuan Luna ...." Tom hendak menengahi.
"Jangan bicara dahulu dengan perut masih kosong, Tom."
Kepada pelayan-pelayan ia lalu berkata: "Coba lihat, mengapa
letnan Foster begitu lama belum muncul!"
Ben dan Tom bertukar pandang. Anita tetap memandang ke
bawah, namun wajahnya telah kembali biasa.
"Apa engkau sering mengunjungi daerah asteroid, Tom? tanya
Luna. "Aku sendiri jarang kemari, tentu saja. Hanya tugas yang paling
penting saja telah membawaku kemari.
Ia melambaikan tangannya ke ruang yang 'resmi' dengan
tempat-tempat lilin dan jendela kaca yang indah.
"Terlalu kasar, tentu saja. Tetapi semua orang tentu
mengharapkan sesuatu yang kasar di perbatasan ini, bukan?" Ia
menyentuh lengan baju Tom. "Ya, tentu saja! Apabila sesuatunya
berjalan dengan baik, daerah perbatasan bagi manusia ini akan meluas
jauh sekali."
Lagi-lagi sebelum Tom sempat menanggapi, Luna mengalihkan
pembicaraan.
"Nah, sop.Benar-benar salah satu yang terbaik di sini. Tanah
di Ceres, entah mengapa aku tidak mengerti, merupakan tempat
tumbuh sayuran yang paling enak luar biasa! Pokoknya hebat, lezat!"
Mereka baru saja memulai menikmati makanan, ketika pintu
terbuka dan Burt Foster muncul. Tom tercengang melihat pemuda
kecoklatan itu tidak lagi mengenakan serangan AL Amerika dengan
lambang-lambang ruang angkasa. Kemudian Tom sadar bahwa ia

tidak perlu heran. Sudah jelas bahwa Foster mengejar keuntungan


yang lebih besar daripada karir militernya.
Bekas letnan itu melangkah masuk dengan pongah, hampirhampir seperti batang tongkat komando. Ia mengejek kepada tamutamu itu dan Tom melihat sekilas rasa tersinggung pada wajah Luna.
"Eh, orang-orang yang kalah," kata Foster menyambut.
Ia seenaknya berjalan ke tempat duduk sambil memandangi Ben
yang nampak dengan jelas hampir tidak dapat menguasai amarahnya.
Kemudian ia tertawa.
Ben merasa seperti ditampar pada wajahnya. Ia melompat
bangun.
"Kau! Pengkhianat!" ia menukas. "Pembelot! Pencuri!"
"Sabar! Sabar! Jangan mendendam, kawan!" Dan ketika
perwira itu diam saja, suara Luna menjadi lebih tajam. "Duduklah,
tuan Foster! Silakan!"
Kata yang terakhir ini diucapkan halus bagaikan sutera, namun
Foster mematuhinya dengan ogah-ogahan. Seorang pelayan datang
membawa sepinggan sop. Foster hanya mengaduk-aduknya tanpa mau
memakannya.
"Aku minta maaf," kata Luna kepada para tamunya. "Tetapi
hendaknya kalian maklum akan keadaan pikiran Foster. Ia telah
dituduh secara tidak benar oleh pengadilan yang berat sebelah."
Ben mendengus, dan Anita mengeluarkan suara tertahan.
". . . dan semua kesempatan bagi karirnya di AL telah musnah,
karena itu." Luna memperlambat. kata-katanya, "..ia memilih
untuk menyelamatkan suatu pribadi asing dari usaha penawanan yang
tidak pada tempatnya."
Luna membentangkan kedua belah tangannya dengan sikap
hendak menunjukkan hal-hal yang tidak dapat dihindarkan.
"Jadi anda menganggap apa yang telah dilakukannya itu sah?"
tanya Tom dengan tenang.

"Sudah tentu!" jawab Luna. "Mau apa lagi?"


"Suatu informasi yang dimiliki penjajak asing itu, kumaksudkan
Aracta, adalah untuk seluruh kemanusiaan!" kata Anita.
"Begitu?" tanya Luna ragu-ragu, dan Foster memandang marah
kepada Anita. "Lalu, apa yang dilakukan Swift Enterprises yang
bersifat sosial itu? Dengan menyembunyikan Aracta di dalam
laboratorium rahasianya? Bukankah itu berarti engkau hendak
mencari informasi itu hanya bagi kepentingan sendiri?"
Ia mengangkat kedua belah tangannya ketika ketiga anak-anak
muda itu hendak menjawab.
"Ah, sudahlah .." Luna mengelakkan jawaban. "Aku sendiri pun
tidak hendak menyalahkan kalian. Aku pun juga akan berbuat
demikian. Sebenarnya, memang aku telah berbuat demikian.
Kepentingan sendiri yang memperoleh kebenaran memang merupakan
motivasi yang luar biasa!"
"Ha, si Iblis sedang mengutip ayat-ayat kitab suci!" Anita
menggerutu.
"Sabar, sayang! Aku seorang pengusaha. Ayah Tom pun
seorang pengusaha. Tom sendiri juga seorang pengusaha, bagaimana
pun ia hendak menyangkalnya. Ia menemukan barang-barang, lalu
memintakan hak patent untuknya lalu kemudian memungut buah dari
hasil usahanya yang keras."
Luna berpaling kepada Tom dengan muka berseri-seri.
"Aku yakin engkau tentu memahaminya, Nak," ia melanjutkan.
"Informasi adalah usaha. Suatu keuntungan, suatu..bisnis!"
"Dagang sapi!" bantah Ben marah. Luna tertawa riang.
"Anak muda bisnis adalah bisnis. Menuruti hukum persediaan
dan permintaan. Engkau berjual-beli baik dengan orang yang
kausenangi maupun dengan orang yang tidak kausenangi. Engkau
berkongsi dengan orang yang engkau tidak sudi mengundangnya
makan ke rumahmu."

Foster memandang tajam kepada Luna, namun industrialis itu


hanya tersenyum.
"Tuan Foster ini memiliki sesuatu barang yang sungguh unik
sebagai barang persediaan. Permintaan, dalam hal ini peminatnya
sangat banyak. Benar, sangat banyak peminatnya!"
"Mesin stardrive itu adalah bagi siapa saja yang dapat
membantu bangsa Skree melawan musuhnya," kata Tom.
"Memang!" David Luna membenarkan. "Kami sedang berusaha
berbuat demikian.
"Jadi, anda telah memiliki mesin stardrive?" tanya Tom hatihati.
"Belum. Tetapi itu hanya soal waktu," jawab Luna.
Foster memandangi Tom dengan tajam.
"Aku dapat berbicara dengan benda itu, Swift. Aku tidak
membutuhkan robot. Aku berbicara dengannya, dan dia berbicara
denganku!"
"Dia?" gumam Ben sambil memandang Tom.
"Engkau dapat berbicara dengan Aracta karena robot kami telah
mengajar dia!" Anita menyela dengan hati panas.
Tom berpaling kepada Luna.
"Apakah anda telah berbicara dengan penjajak itu?"
Luna mengangkat alismatanya yang hitam. "Tidak! Itu tidak
perlu. Tuan Foster yang terhormat ini menjadi juru bicara bagiku."
"Jadi anda belum memperoleh rahasianya?" Tom menekan.
"Belum! Belum, tuan Swift. Tetapi itu tidak akan lama lagi!"
"Kukira, anda telah menempatkan Aracta di atas semacam rak
dengan mencabuti 'kuku-kunya' atau disertai dengan ancaman ...."
Kata-kata pedas dari Anita itu dipotong oleh Luna.
"Sabar, nona Thorwald. Apa aku kauanggap seperti hantu?
Tentu tidak, bukan? Tuan Foster, aku percaya pada anda! Apakah
kami telah melakukan perbuatan semacam itu?"

Wajah tampan letnan itu diselubungi wajah kemarahan. Ia


mengejek Anita habis-habisan.
"Bagaimana engkau dapat membujuk sesuatu yang bersenjata?
Senjata yang tidak dapat kauambil atau kaurebut?" katanya
mendengus. "Seseorang harus menipunya, nona Pongah! Kita harus
membuat dia percaya bahwa kita adalah teman, apa lagi?"
Luna merasa tersinggung atas pengakuan yang keluar dari hati
Foster.
"Apa yang dimaksudkan tuan Foster adalah logikabukan
kekerasan!"
Tom tersenyum.
"Jadi anda mengajukan sesuatu yang penjajak itu tidak dapat
menolaknya?"
"Ya, boleh dikatakan demikian," Luna mengiakan dengan halus.
"Sudahlah, jangan lagi mencari-cari!" kata Foster. "Buang saja
otak kosong ini. Mari kita melanjutkan. Aku punya rencana-rencana!"
Luna memandanginya dengan sorot mata yang tiba-tiba seperti
celah-celah batu.
"Tom Swift bukanlah berotak kosong, tuan Foster. Aku pun
punya rencana-rencana yang bertumpu pada sesuatu, itu engkau pun
tahu!"
Foster memandang nanar ke piring sopnya. "Ya, ya. Tetapi
benda ini adalah benda asing, sama sekali asing. Ia lebih banyak
mengajukan pertanyaan-pertanyaan daripada menjawab. Maka aku
memikirnya dari segi lain."
"Aku memang berharap demikian," kata Luna. "Kalau tidak
demikian, kita tidak akan memperoleh mesin stardrive. Tuan Swift,
engkau adalah seorang muda yang cerdas. Engkau tahu bagaimana
terbatasnya pengetahuanku dalam masalah yang tidak menguntungkan
ini. Aku tidak ada keinginan untuk menyakiti engkau atau pun temantemanmu. Aku membutuhkan engkau. Percayalah!"

"Tetapi..?" Tom berkata sambil sedikit tersenyum.


"Tetapi.sayang. Aku tidak punya pilihan. Kalaulah engkau
bukan engkau, kalau engkau tidak demikian terkenal dan tidak
berkaitan erat, aku mungkin dapat menempatkan engkau dalam
semacam rumah penampungan orang terlantar. Itu untuk sementara
waktu. Kemudian kalau engkau mengajukan pengaduan maka ahliahli hukumku yang akan menanganinya." Sekali lagi ia
membentangkan tangannya. "Tetapi engkau tentunya menyadari
kedudukanku. Hal itu aku yakin!"
"Lalu apa itu kira-kira?" tanya Ben dengan perasaan getir.
"Pintu katup yang macet? Ataukah semacam kecelakaan yang
terjadi?"
Luna tersenyum letih.
"Aku benar-benar benci untuk melakukan demikian. Namun
melakukan suatu bisnis dengan cara-cara demikian itu kadang-kadang
memang tidak dapat dielakkan. Aku hanya ingin ...."
Pintu ruang makan itu tiba-tiba terbuka. Sebatang tubuh hitam
berotot, Jonathan Anvil, muncul di ambang pintu.
"Anvil!" seru Luna. "Ada apa?"
"Kami menangkap sinyal yang dipancarkan dari sini, pak.
Pulsa-pulsa mikro dengan interval mengacak. Kami juga telah
melacak pulsa-pulsa yang dipancarkan dari kapal Swift ke Bumi."
Luna menyandarkan diri di kursinya. Wajahnya bagaikan
bertopeng hitam.
"Mereka kan sudah diperiksa secara elektronik?"
"Betul pak! Ketika mereka melewati pintu katup udara. Tidak
ada senjata, tetapi.."
"Tetapi apa?"
"Gadis itu mempunyai kaki bagian bawah yang palsu. Susunan
sirkuitnya telah dianalisa, tetapi nampaknya kaki palsu biasa."
Luna memandang ke arah Tom yang hanya mengangkat bahu.

"Ya, memang benar," jawab pemuda itu.


Ia berdiri perlahan-lahan, lalu melangkah memutar ke tempat
duduk Anita.
"Aku akan mengeluarkannya, Anita!"
Anita mengangkat sebelah kakinya, lalu menarik ujung elastik
pada pipa celananya, dan melepaskannya dari sepatu. Tom membuka
kulit pembungkus kaki palsu dan mengeluarkan chip elektronik. Ia
melemparkannya melintasi meja ke arah Anvil.
"Periksalah! Semua yang dikatakan di sini telah dipancarkan ke
kapal dan dimampatkan menjadi pulsa-pulsa mikro untuk kemudian
dipancarkan ke Bumi."
"Engkau kalah, Luna!" kata Ben gembira. "Segala bualan dan
rencanamu telah terbongkar!"
Luna tersenyum dengan bibir terkatup rapat. "Tidak begitu, tuan
Walking Eagle!"
Pengawal yang tengah memeriksa chip itu dengan teliti,
menjatuhkannya di lantai lalu menginjaknya.
Tom duduk lagi dengan tenang.
"Kini kalian dapat tahu bahwa sinyal-sinyal itu telah berhenti.
Namun itu telah terlanjur!"
"Engkau salah sangka," kata Luna dengan suara bernada keras.
"Tidak seorang pun akan peduli bagaimana aku mendapatkan mesin
stardrive. Aku akan disanjung sebagai pahlawan kemanusiaan, yaitu
orang yang membuka pintu ke dunia bintang-bintang. Dan engkau,
Swift, dan yang lain-lain dari kalian hanya akan merupakan catatan
kecil di dalam sejarah.sebagai orang-orang yang berusaha
mengganggu dan merebut rahasia bagi kepentinganmu sendiri!"
Anita meringis kesakitan. Daya empati dirinya terpaksa harus
menampung ketamakan Luna dan balas dendam Foster. Emosi-emosi
yang kuat membuat Anita menjadi sakit.

"Mungkin anda benar," kata Tom. "Sejarah akan menunjukkan


bahwa orang baik-baik belum tentu mendapatkan kemenangan."
"Sudahlah, kita akhiri di sini sajalah," kata Foster geram.
"Sekarang juga!"

Chapter 12

"Aku kuatir Foster memang benar," kata Luna. "Anvil, bawalah


orang-orang ini ke tempat tahanan. Aku hendak menguji reaksi-reaksi
di Bumi dahulu, sebelum aku membuat keputusan terakhir mengenai
nasib mereka!"
Ben berdiri dengan menggeram. Ia membuat ancang-ancang
dengan bertumpu pada tempat duduknya untuk melompat melintasi
meja ke tempat Luna. Ia memukul industrialis itu pada dadanya
hingga Luna bersama kursinya bergulingan di lantai. Dalam gravitasi
rendah itu mereka terus bergulingan, tetapi tubuh Anvil yang atletis
melintas ke arah dua orang yang sedang bergumul itu dengan
kecepatan yang mengagumkan. Sebuah pukulan karate membuat Ben
terkulai, sementara itu Luna merayap bangun. Wajahnya merah padam
karena marah.
"Ia telah memukul aku! Orang sinting itu telah menyerang
aku!" Dengan ganas Luna me=nendang pemuda yang tak sadarkan
diri itu.
Setelah memukul Ben, Anvil membalikkan tubuhnya
menghadapi Tom dan Anita. Kedua tinjunya yang bersarung tangan
disiapkan untuk bertarung. Tetapi Tom diam saja. Bahkan berdiri pun
tidak.
"Apakah ini berarti, bahwa kita tak jadi makan?" ia bertanya
dengan suara yang tenang.
Luna tak menjawab, tetapi tangannya membuat isyarat keluar.
Anvil membungkuk dan menangkap leher baju Ben. Kemudian ia
memberi isyarat kepada Tom dan Anita agar keluar dari pintu. Kedua

muda-mudi itu melangkah keluar, diikuti Anvil yang menyeret tubuh


Ben.
"Sop itu sungguh lezat," kata Tom dengan sopan. "Sampaikan
pujianku kepada koki."
"Ayo keluar," Anvil menggeram.
************************
Ben siuman sambil mengerang dan melihat ke sekeliling. Ia
melihat Tom duduk pada bangku besi. Pemuda itu dengan sikap biasa
meletakkan jari di depan mulut, memberi isyarat agar diam.
"Sudah agak segar?" Tom bertanya.
Ben mengerang dan meraba-raba tengkuknya. "Dengan apa ia
memukul aku? Dengan sarung tangan besi?" Ia menggeliat, tetapi
matanya menatap Tom yang menunjuk ke kedua matanya. Kamera
televisi!
Tangan Tom yang lain membuat isyarat, merayap di lengannya.
Ben segera mengerti. Mereka disadap.
"Mana Anita?" tanya Ben.
"Di sini!" jawab Anita.
Ben menjadi tahu bahwa ada sel lain di samping sel mereka.
"Aku ingin tahu apakah mereka telah membuat suatu kompleks
sel-sel di sini," Ben menggerutu.
Tangannya mengelus-elus tengkuknya. Ia mengintip Tom
dengan lindungan tangannya yang satu, sedang tangannya yang lain
memijat-mijat kakinya. Tom mengerti dan mengangguk-angguk diam,
menegaskan bahwa pemancarnya yang satu lagi yang di kaki Anita
masih utuh. Ia hanya mengambil pemancar tiruan.sedangkan
pemancar asli disembunyikan dalam sistem biofeed-back pada kaki
palsu Anita. Itu berarti bahwa Aristotle tetap menerima pulsa-pulsa
mikro pada setiap saat, dengan jangka waktu sembilanpuluh menit
setelah pemancar tadi berhenti memancar.

"Berapa lama aku pingsan?" tanya Ben.


"Satu jam. Barangkali juga lebih lama sedikit. Mereka telah
merampas jam kita, jadi aku tidak tahu waktu lagi."
Pulsa pertama segera akan dipancarkan, pikir Ben. Apakah
orang-orang Luna akan memonitornya? Apa yang akan terjadi apabila
mereka dapat menangkapnnya?
"Bagaimana dengan Aristotle?" ia bertanya sambil menggeliat
letih di atas tempatnya berbaring.
"Kukira ia baik-baik saja," kata Tom. "Ia telah mendapat
perintah agar jangan membiarkan siapa pun memasuki kapal. Namun
segalanya telah terlanjur. Tak ada apa-apa lagi yang dapat dipancarkan
oleh Aristotle."
Ben mengerti, bahwa kata-kata terakhir itu diucapkan demi
mengibuli telinga-telinga lawan yang tersembunyi.
"Menurut engkau, apa yang akan dilakukan Luna terhadap
kita?"
"Merencanakan suatu kecelakaan," kata Anita keras-keras.
"Menyuruh kita pergi dengan pesawat Mime yang dipasangi bom, atau
menabrakkan salah satu batu angkasa dari yang setengah juta itu,
atau.."
"Sudahlah, Anita," kata Tom. "Tetapi ia mungkin juga dapat
melepaskan kita. Atau setidaknya begitu kalau engkau tak memukul
dia." Kata-kata terakhir ini merupakan tuduhan yang berat terhadap
Ben, yang hanya berkedip-kedip.
"Aku hanya." kata Ben. Mungkin Tom menghendaki agar
Luna mengira ada keretakan dalam rombongan mereka.
"He, tunggu sebentar, Swift!" Ben bangkit dari duduk, lalu
mengerang ketika kepalanya terangkat dari tempatnya berbaring.
"Apakah engkau menyalahkan aku hendak berusaha melarikan
diri?"

Ben memandangi Tom sejenak, yang membentuk bulatan


dengan ibu jari dan telunjuknya sebagai isyarat "oke". Jawabnya:
"Itu perbuatan tolol. Aku percaya akan tindakan diplomasi dan
penalaran."
"Yah, nalarilah dirimu sendiri untuk keluar dari sel ini! Swift!
Satu-satunya cara yang dihargai oleh Luna adalah kekuatan dan
kekuasaan!" Ben nampak panas dalam permainan sandiwara mereka
di depan kamera-kamera TV yang tersembunyi.
"Ia seorang pengusaha. Engkau tahu hal itu," kata Tom
sembarangan. "Kita dapat membeli atau membuat persetujuan untuk
melepaskan diri."
"Begitu? Dengan apa? Luna jauh lebih kaya daripada ayahmu!"
"Engkau ingat apa yang dikatakan Aracta kepada kita
tentang." Tiba-tiba Tom berhenti, seolah-olah baru menyadari ada
orang yang mungkin mendengarkan mereka. Ia membungkukkan
tubuhnya ke dekat telinga Ben. "Mungkin tempat ini disadap. Kita
tidak boleh membiarkan Luna mengerti tentang..mengerti?"
"Betul," Ben segera menanggapi dengan suara rendah.
Kemudian dengan suara lebih keras, yang dibuat sedikit berpura-pura.
"Ah! Engkau sama sintingnya dengan si Foster! Aracta sendiri
juga tak beres. Seluruh peristiwa ini benar-benar gila! Tak seorang
pun mempunyai senjata semacam itu, demikian juga bangsa-bangsa
asing di bintang-bintang!"
Tom berpura-pura marah lalu melangkah ke pintu besi yang
kekar, kedua tangan di punggungnya. Sekali lagi Ben melihat tanda
"oke" dari tangan tersebut.
"Sekarang apa lagi?" pikirnya. "Apakah mereka mau
berunding? Apakah mereka akan menangkap lagi pancaran-pancaran
pulsa mikro mereka?"

"Dengar, Tom," Ben menggerutu. "Aku menyesal telah


memukul dia. Itu memang perbuatan tolol. Tetapi ia yang membuat
aku marah sekali!"
Tom membalikkan tubuhnya.
"Oke, Benyamin. Aku tak melihat adanya maksud-maksud lain
pada peristiwa itu, dan hasilnya memang tak dapat diramalkan. Tetapi
aku ikut merasakan rasa keputusasaanmu. Aku hanya berharap,
semoga Aracta tidak terlalu banyak mengungkap." Ia pergi
membaringkan diri pada sebuah bangku besi yang sempit, kuatir
terlalu banyak bersandiwara dengan terlalu banyak mempercakapkan
rahasia yang seolah-olah telah diberikan oleh Aracta. Segala dusta
yang cerdik itu hanya sebagai umpan, sesuatu untuk memberikan
keleluasaan sewaktu berunding.
Kedua pemuda itu diam, memikirkan apakah akal bulus mereka
itu mengena.
Ben sedang tertidur dengan gelisah ketika sebuah tingkap di
dalam pintu terbuka dengan suara menggerit keras.
"He, kalian berdua," seorang penjaga berkata melalui lubang
kecil itu. "Mari kita pergi."
"Ke mana?" tanya Tom.
"Boss ingin bertemu kalian."
"Untuk apa ia ingin bertemu kami?" tanya Ben, hampir-hampir
tak dapat menyembunyikan rasa gembira dalam suaranya. Ia
memandangi Tom sambil mengedipkan rnatanya tak kentara. Luna
telah termakan rencana mereka!
"Jangan tanya. Ikuti saja aku.dan jangan berbuat yang bukanbukan!" kata penjaga itu dengan tajam.
Lubang di pintu itu tertutup keras, dan mereka mendengar
gemerincing rantai serta suara kunci diputar.
"Hee, aw." terdengar suara berseru.

Kemudian terdengar suara bergedebug seperti tubuh yang jatuh


di lantai. Kemudian lagi disusul suara 'klik' yang keras dan pintu besi
yang berat itu terbuka.
"Salam! Tom, Ben," Aristotle memberi salam.
"Aristotle!" seru kedua anak muda itu bersama-sama.
"Bagaimana engkau bisa kemari?" tanya Ben.
"Nanti saja! Semuanya akan baik, kalau kalian mau mengikuti
aku," kata si robot.
Sambil melangkahi si penjaga dengan berhati-hati, Aristotle
memilih sebuah anak kunci yang diambilnya dari si penjaga itu, lalu
membebaskan Anita.
"Aduh! Sungguh suatu pemandangan yang indah bagi mata
yang pedih ini," kata si Rambut merah.
Ia lalu menghambur keluar dan memeluk benda setengah mesin
itu.
"Sungguh senang melihat engkau, Anita. Dan aku bukannya si
'aduh'! Susunan sirkuit ingatanmu kembali ruwet. Aku pun sedih
matamu kurang sehat. Bagaimana pun juga kita tidak boleh hanya
berdiri bengong di sini dan mengobrol. Waktu sangat menentukan.
Karena itu jangan dibuang-buang dengan sia-sia!"
Ketiga sekawan itu mengikuti si robot turun ke koridor, lalu
menuju ke sebuah pintu yang nampak sangat kekar. Aristotle
menunjuk sesuatu pada daun pintu besi dan seberkas sinar putih
kebiruan melesat. Tom mengenali, senjata itu sebagai pemancar laser
yang digunakan untuk mengirimkan berita ke Bumi, tetapi rupanya
kini telah diubah menjadi sepucuk senjata.
Di luar terbaring dua sosok tubuh dari penjaga di lantai.
"Aku telah meramu semacam gas ke dalam kapal ini ketika
kalian diundang makan," Aristotle menjelaskan. "Aku memperkirakan
perlunya memiliki senjata yang tidak melukai orang."

"Aristotle, bangkotan yang baik hati," Ben memuji si robot


sambil mencari jalan keluar.
"Bangkotan?" kata robot itu tercengang, tetapi datar. "Apakah
aku sudah sedemikian rombeng? Tom, bukankah aku baru dibangun
kurang dari setahun yang lalu.?"
"Ia hanya bercanda, Aristotle! Itu merupakan istilah kecintaan."
"Aku mencatat segala kekecualian sebagai kelainan dari
pernyataan dengan perubahan zaman."
"Engkau tidak akan berubah," kata Ben sementara mereka
mendekati sebuah batas bagian yang lain.
"Aku sungguh berharap begitu," jawab Aristotle. "Kecuali hal
ini kaumaksudkan sebagai perintah langsung agar tetap statis. Aku
ingin sekali memperluas kesadaranku seperti dimungkinkan oleh
keadaan."
"Begitulah maksudku," kata Ben sambil menikung.
Mereka berlari ke bagian lain lagi ketika tanda bahaya berbunyi
nyaring. Orang-orang berlarian keluar dari ruangan-ruangan di depan
dan melihat mereka tetapi tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi.
Tom berteriak meminta jalan.
"Minggir! Minggir! Tugas khusus untuk tuan Luna! Minggir!"
Gertakan itu mengena. Mereka bebas dari kerumunan orangorang, lalu menikung ke sebuah lorong yang bertanda: JALAN
KELUAR KE PERMUKAAN. Dalam beberapa langkah lantai logam
yang licin berganti dengan batuan telanjang. Lorong mulai menanjak
dan napas mereka terengah-engah ketika sampai di tempat paling atas.
Pada lorong yang lengkung Tom menduga bahwa mereka tiba
di alas kubah utama. Lalu ke mana mereka harus pergi?
"Ke kiri atau ke kanan?" ia bertanya kepada Aristotle.
"Pintu katup utama dan pesawat Mime ada di sebelah kanan.
Tetapi aku telah menimbulkan banyak kehebohan ketika masuk ...."

Ben tertawa, tetapi kemudian mengerang ketika merasakan


tengkuknya.
"Kukira memang begitu!"
"Di sebelah kiri bagaimana?" tanya Tom sambil menunjuk ke
arah itu.
"Ke kubah-kubah tambahan, pintu-pintu katup untuk keluar
masuk menuju tempat peleburan bijih!"
Tanpa berkata-kata lagi Tom menuju ke bagian kiri kompleks
Ceres, diikuti oleh yang lain. Aristotle berada di paling belakang.
Mata kameranya melihat ke belakang dan lensa-lensa pembantunya
melihat ke depan.
Mereka melewati beberapa pintu katup, kesemuanya ditutup
secara otomatis ketika tanda bahaya berbunyi. Laser Aristotle
menembusi segala benda. Namun setiap celah memakan waktu yang
sangat berharga. Tom mulai mengira-ira berapa lama lagi para penjaga
akan sampai kepada mereka.
Tiba-tiba muncul seseorang berpakaian jump-suit putih kotor
dan Aristotle segera menghadapinya. Senjata lasernya tertuju ke dada.
Orang itu segera mundur. Sekelompok terdiri atas enam orang pekerja
peleburan yang sedang mengangkut batang-batang logam dan
membawa kunci-kunci pas yang besar menghadang jalan mereka.
Tetapi tidak seorang pun dari mereka ingin melawan robot yang
bersenjata laser.
Sebuah jejak berasap setinggi telinga tiba-tiba nampak melesat
di lorong. Tom melihat tubuh yang kekar dari Jonathan Anvil jauh di
belakang mereka. Tangannya membidikkan senjata laser kepada
mereka.
"Yahuuu!" seru Ben, lalu masuk ke pintu katup yang baru saja
dibuka oleh Aristotle. Garis sinar merah menyala memercik di tepi
pintu tepat di mana beberapa detik sebelumnya kepala Tom berada.
"Tutup!" seru Tom, dan mereka menutup pintu.

"Lebih baik dilas yang rapat kuat," kata Tom.


Si Robot segera melas tepi-tepi daun pintu.
"Ini akan dapat menahan mereka!" seru Ben, tetapi Tom
menggeleng.
"Mereka jauh lebih tahu daerah ini daripada kita. Ia tentu segera
dapat menemukan jalan memutar."
Tom mulai berlari lagi dengan kencang dan yang lain-lain
mengikuti. Di sebuah ruas lorong pemuda itu berhenti lagi dan
berpaling ke arah teman-temannya.
"Kita tidak dapat melarikan diri dengan meninggalkan Aracta di
tangan David Luna!"
"Memang, tetapi di mana dia?" tanya Anita.
"Aku mungkin dapat menjawabnya," Aristotle menyela.
Ia menunjuk ke komputer yang ada di lorong di depan mereka.
Robot itu dengan diam-diam menggelinding ke arah itu. Seseorang
yang sedang mendorong sebuah kereta listrik berisi batanganbatangan logam melihat datangnya si robot. Ia meninggalkan
keretanya dan berlari untuk menyelamatkan diri. Kereta listrik melaju
hingga berhenti menabrak dinding.
Di terminal komputer Tom melihat jari-jari Aristotle menarinari dengan cekatan di atas tombol-tombol. Sebuah peta muncul di
layar dan hampir seketika itu pula berganti gambar peta yang lebih
besar berskala lengkap dengan angka-angka dan huruf-huruf.
Robot itu lalu kembali ke teman-temannya.
"Aku tahu suatu daerah terlarang.satu-satunya di luar sel-sel
tahanan. Di sana tentunya.. Robot itu berhenti di tengah-tengah
kalimat.
"Aku benar-benar sebuah mesin yang sering salah!"
Ia berbalik dengan kecepatan yang mengagumkan. Kembali ia
menekan-nekan tombol komputer untuk menghubungi komputer
pusat.

"Aracta memang ada di dalam daerah terlarang!"


"Bagaimana engkau dapat yakin?" tanya Tom.
"Aku baru saja berbicara dengan dia!"

Chapter 13

"Apa?" tanya Tom tercengang.


"Aku malu, tak segera terpikir olehku," jawab Aristotle.
"Ketika aku pada mulanya berbicara dengan Aracta, ia meminta
saluran-saluran lain. Kukira di sini sama masalahnya. Karena tak ada
saluran komersial, maka diadakan komputer pusat yang agak besar.
Aku menanyakan lokasi dari permintaan-permintaan kecepatan tinggi.
Tentu saja aku lalu menemukan Aracta. Aku mengirimkan pesan
kembali secara saling dukung melalui permintaan perpustakaan yang
sehari-hari, dan Aracta menanggapinya dengan memanggil aku
melalui hubunganku di komputer pusat."
"Ah, kalian ini bangsa komputer, selalu saja saling bantu
membantu!" kata Ben. Tetapi ia tersenyum.
"Kemudian ?" tanya Tom.
"Kuberikan Aracta sebuah kopi dari semua pancaran pulsa
mikro, lalu membiarkan dia membuat keputusannya sendiri. Aku tahu,
ia melakukan perekaman suara dari kalian semua dan dari David
Luna."
"Lalu ?" tanya Tom lagi.
"Mungkin saja ia lalu mengetahui bahwa ia telah dibohongi dan
dipergunakan dengan cara yang sangat memalukan. Aracta sedang
menim-bangnimbang mana yang paling rendah dari dua eh, maaf,
tiga kejahatan. Yaitu: David Luna dengan cara-cara memerasnya
yang mungkin berarti tak akan memberikan bantuan kepada bangsa
Skree sama sekali; engkau, Tom, dan apa yang kauwakili sebagai
aspek-aspek yang lebih mulia dari bangsa manusia; dan yang terakhir,
bukan kedua-duanya."

"Apa maksudmu dengan bukan kedua-duanya?" tanya Anita.


"Aracta mungkin tak akan memberikan data mesin stardrive
baik kepada Luna atau kepada kita," kata Tom penuh pikiran.
Ia berpaling kepada Aristotle.
"Kalau saja Aracta masih memiliki kerangka luarnya, yaitu
kapalnya, apakah kaukira kau berlalu begitu saja dengan maksud
menemukan bangsa lain?"
"Kukira ia juga mempertimbangkan kemungkinan itu. Ini
masalah kebebasan pilihan yang logis. Tetapi aku tak dapat
menentukan apa faktor waktunya, atau berapa lama waktu yang
tersedia bagi Aracta atau penjajak-penjajak lainnya. Namun kukira tak
terlalu lama. Faktor demikian ini akan sangat berat."
"Itu dia mereka! Habisi saja!" Beberapa orang tegap besar lari
mendatangi dengan menggenggam senjata. Tom dan teman-temannya
berlari ke balik tikungan dan Tom berteriak kepada Aristotle agar
mengikuti.
Robot yang penyok-penyok itu membidikkan lasernya ke
lorong. Kemudian, dengan dipandangi Tom yang mengangkat
tangannya memprotes, Aristotle menembak. Semburan tunggal sinar
laser itu membelah pipa di atas penyalur air pendingin mesin pelebur.
Air itu demikian panasnya hingga menggelapkan daerah di sekitarnya
dengan uap air!
Tabir uap air itu menghentikan serbuan orang-orang tersebut,
dan Aristotle dengan tenang membalikkan tubuh menggelinding di
lorong. Tom mengikuti, menggeleng-gelengkan kepala memuji segala
usaha robot itu yang tak mau mencederai manusia.
Setelah beberapa saat berjalan melalui lorong-lorong yang
berbelok-belok di belakang tangki-tangki, yang hanya dapat dijalani
oleh mereka yang beringatan kuat tentang tata-letak daerah itu,
mereka sampai di tepi daerah terlarang.

Dinding-dinding dan lantai diberi warna merah cerah dan


langit-langitnya diberi jalur-jalur penerangan yang lembut.
Penjaga-penjaga berseragam hitam-merah berdiri di depan
berbagai pintu. Namun tak seorang pun di antara mereka yang
memakai topeng gas, dan dengan mudah Aristotle menggelinding di
sepanjang lorong, tiap sebentar menyemburkan gas yang membuat
musuh pingsan.
Tom mengikuti, membuka pintu setiap ruangan untuk melongok
ke dalam.
Di ruang ketiga ia menemukan Aracta tergolek di sebuah meja,
dengan kabel-kabel yang menghubungkan kontak-kontak di tubuhnya
dengan berbagai stop kontak di dinding.
"Sudah tiba saatnya, teman-temanmu yang baik," kata Aracta
dengan lafal Inggris. "Aku telah terlalu lama disuruh menunggu."
Ketiga muda-mudi memandanginya dengan tercengang.
"Ia berbicara dengan lafal Inggris!" Ben menggumam.
"Soal selera, kukira," kata Aracta agak angkuh.
"Aku tak mendapatkan informasi yang dapat diberikan oleh
bahasa tubuh kepada pernyataan seseorang, tetapi aku mengetahui
bahwa kebanyakan manusia dipengaruhi oleh lafal, baik yang negatif
maupun yang positif. Aku sendiri memilih salah satu yang kira-kira
paling baik bagi tujuanku."
"Apa saja tujuanmu itu?" tanya Tom.
Ia tak suka membuang-buang waktu, tetapi karena tak tahu
bagaimana tanggapan penjajak asing itu bila ia begitu saja menerima,
ia tak punya pilihan lain daripada meneruskan percakapan.
"Tujuanku hanya satu. Hanya satu tujuan saja: membebaskan
bangsa yang telah memberi aku kesadaran! Kelangsungan hidup
merekalah satu-satunya kepentinganku. Tak menjadi soal berapa
bangsa yang mungkin menjadi punah dalam usaha ini, asal
kelangsungan hidup bangsa Skree terjamin."

Suara yang tak beremosi dari pesawat itu datang dari sebuah
lubang kecil, tetapi terdengar sangat nyata.
"Bahasamu kurang mampu bagiku untuk menyatakan betapa
kuatnya perasaanku mengenai masalah ini. Bangsaku kalau terpilih
akan sangat dihargai atas pengorbanan seperti juga bangsa-bangsa
lain demi kelangsungan hidup bangsa Skree.
Aristotle menggelinding masuk. Maka terjadilah saling bertukar
suara bercuit-cuitan yang memekakkan, hingga Ben dan Tom nampak
tercengang dan Anita terlompat.
"Apa-apaan itu?" tanya Anita.
"Pancaran sinar ultra yang sangat cepat," jawab Tom. Ia
berpaling kepada Aristotle. "Apa yang kauketahui?"
"Aracta membenarkan analisaku mengenai maksud-maksud
David Luna. Ia meminta kepadamu untuk membawa dia pergi dari sini
dengan segera."
"Lalu bagaimana dengan mesin stardrive itu?" tanya Ben. "Kita
akan memperolehnya atau tidak?"
"Masalah yang pertama harus dilakukan!" kata Tom. "Kalau
kita tidak dapat membebaskan diri, semuanya akan harus dilakukan
secara teori. Aristotle, engkau menggendong Aracta."
Terdengar lagi pertukaran suara cuit-cuit. Aristotle mengangkat
penjajak asing yang berbentuk telur itu dan melepaskan semua kabelkabel sambungan. Kemudian ia masukkan tiga kabel dari penjajak itu
ke dalam penghubung sambungan pada sisi luar tubuhnya sendiri, lalu
melepaskan kabel-kabel yang tidak digunakan dan berjalan keluar.
"Ke mana?" tanya Anita.
"Aristotle, tunjukkan jalan ke tempat pakaian ruang angkasa
dan terus ke permukaan!" perintah Tom.
"Ya, Tom!"
Robot itu melangkah melewati puing-puing yang ditinggalkan
di lorong dan mereka berjalan cepat melewati jaringan lorong-lorong

pemeliharaan dan gudang batangan-batangan logam tanpa menemui


hambatan. Ketika mereka mendekati salah satu pintu katup yang ke
permukaan, Tom melihat enam orang pengawal yang bersenjata dan
nampak kekar-kekar. Ia segera bersembunyi sebelum pengawalpengawal itu melihat rombongan mereka.
"Beri mereka gas!" perintah Tom kepada Aristotle.
"Maaf, Tom. Aku tidak memperkirakan penggunaan gas
sedemikian banyak. Aku tinggal mempunyai beberapa cc, dan tidak
cukup untuk musuh sebanyak itu."
"Tom," kata Ben cepat-cepat. "Aristotle dapat menembak
demikian jitu dan tidak tertandingi oleh manusia. Suruhlah dia
menembaki senjata mereka. Itu tidak akan melukai seorang pun,
bukan?"
Sebelum Tom menanggapi, Aristotle telah berkata:
"Aku tidak sanggup melakukan tugas itu. Batere Laser sudah
lemah. Diperlukan waktu satu jam untuk mengisinya kembali agar
mampu melakukan tembakan enam kali. Belum lagi tenaga
cadangannya!"
"Yah ampun," Anita mengeluh, lalu bersandar ke dinding. "Jadi
kita sudah kehabisan mesiu dari jenis apa pun!"
"Belum semua," kata Aracta dari gendongan Aristotle. "Kalau
untuk membantu, kukira aku dapat mengatur pelarian ini."
"Asyiiik!" seru Ben, kemudian ia memandangnya dengan malumalu. "Bagaimana rencanamu?"
"Untung sekali, teman-teman. Aku bukannya tidak berdaya
sama sekali. Aku mempunyai satu dua akal. Tetapi kukira aku harus
dapat lebih dekat lagi!"
Tom mengedip-ngedipkan matanya. Ia berusaha keras untuk
tidak tertawa. Sebuah pesawat asing yang mempunyai lafal demikian,
sungguh lucu.
"Apa yang harus kita kerjakan?"

"Kalau kalian dapat menempatkan aku pada jarak lima atau


enam meter dari mereka, aku akan dapat menguasai mereka dan
semuanya akan menjadi beres!"
"Apa engkau memerlukan tempat menembak yang kokoh?"
tanya Tom. "Atau dapatkah engkau menembak sambil bergerak?"
"Aku khawatirkan, engkau salah mengerti tentang kemampuan
senjataku, temanku yang baik. Serangan yang aku pikirkan ini tidak
akan mencederai musuh secara tetap. Aku tidak menghendaki untuk
menggunakan senjata semacam senjata laser kalian."
"Apa engkau mempunyai senjata laser?"
"Pertanyaan itu tidak mau aku menjawabnya. Bawa saja aku
sampai cukup dekat dengan mereka. Gunga Din, dan kita akan segera
dapat menyelesaikan tugas ini dengan baik."
"Gunga Din?" Anita menaikkan alismatanya.
"Aku telah membaca semua literatur Inggris," kata Aracta.
"Aku cukup mengerti tentang segala cerita kuno, yaitu mengenai harihari jayanya kerajaan Inggris. Cerita-cerita itu tidak seperti sejarah
yang tertulis. Kukira karena itulah disebut sebagai cerita fiksi."
"Semuanya?" tanya Anita. "Engkau telah membaca semuanya?"
"Ia telah selama tiga jam pada saluran C dengan hubungan
langsung pada Perpustakaan Kongres," Aristotle menengahi
pembicaraan.
"Ya benar. Tetapi tiga jam itu hanya.eh..," bantah Anita.
"Pancaran ultra cepat. Tiga detik untuk seluruh karya Kipling.
Beberapa detik lagi untuk buku yang paling laris terbitan mutakhir.
Semenit dua menit untuk karya semua penyair.ya, aku maklum."
"Ya," kata Tom. "Sudahlah! Aku punya rencana, Ben. Carilah
sesuatu untuk membungkus Aracta. Anita, buatlah dirimu seperti baru
saja berkelahi. Acak-acak rambutmu menjadi awut-awutan dan
corengi wajahmu agar nampak kotor." Lalu kepada Aristotle ia
berkata:

"Apa ada wanita-wanita di Ceres ini?"


"Empatpuluh satu, Tom. Pekerjaan mereka bermacam-macam:
dari kepala asisten tungku peleburan sampai ke koki, dan dari pilot
kapal tunda sampai ke pengawas ladang hidroponik."
"Bagus! Kuharap saja Anita bukan satu-satunya wanita!"
Ben memegangi sehelai sobekan kain plastik balon, yaitu
sejenis yang digunakan untuk pembungkus.
"Hanya ini yang dapat kutemukan. Dapat dipakai?"
"Bagus sekali!"
Tom lalu memandangi Anita yang sedang merobek bagian
pundak pakaian jumpsuit yang dikenakannya dan mencorengi
wajahnya dengan gemuk dari pompa darurat. Kemudian ia melumuri
dirinya dengan isi sebuah tempat sampah.
"Wah, wah! Aku nampak mengerikan," kata Anita tersenyum
pahit.
"Engkau nampak sempurna," puji Tom.
Ia bertanya kepada Aracta yang kini telah lepas hubungan
dengan Aristotle dan yang kini telah terbungkus.
"Dapatkah engkau dilemparkan tanpa menjadi cedera?"
"Tentu saja, sobat!" jawab Aracta. "Aku dibuat agar tidak
mudah menjadi rusak. Berilah aku ruang gerak!"
"Oke," kata Tom. "Anita, engkau berjalanlah terhuyung-huyung
ke sana dengan membawa Aracta. Pegangi salah satu sisi kain plastik
pembungkus. Berlakulah seperti sedang dikejar-kejar orang.
Bergumam dan berteriaklah seperti ada 'kebakaran', atau 'itu mereka
datang', atau 'awas'. Yaah, semacam itulah sehingga para pengawal itu
membiarkan saja engkau datang mendekat untuk mengetahui apakah
sebenarnya yang terjadi."
"Sebelum mereka menembakiku, tentunya?" kata si Rambut
merah getir.

"Mereka akan mengira bahwa engkau adalah serombongan


dengan mereka. Paling tidak, kuharap demikianlah mereka menduga.
Aku sendiri mau juga melakukannya, tetapi menghadapi orang lakilaki, mereka akan cepat-cepat menembak dan minta dikirim regu bala
bantuan!"
Tom meletakkan Aracta yang terbungkus itu ke dalam tangan
Anita.
"Lindungilah dia seperti bayi. Menengok-nengoklah seperti
sedang ketakutan!"
"Aku memang takut!"
"Kalau begitu, lakukanlah dan bawalah Aracta mendekat
sedekat mungkin pada mereka. Kemudian jatuhkanlah dirimu, dan
tetaplah berbaring di tanah, lalu biarkanlah Aracta menggelinding ke
arah mereka!"
Tom memandangi pesawat penjajak asing itu yang mengintip
keluar dari celah-celah kain pembungkusnya dengan lensa tunggalnya.
"Engkau, lakukanlah apa yang kaupikirkan!"
"Tentu, bung! Jangan takut! Aracta ada di sini. Sesuatu yang
indah bagi sang Ratu, bukan?"
"Engkau benar-benar yakin tentang literatur yang telah
dibacanya?" Ben menggumam.
"Berterimakasihlah bahwa ia tidak mempermainkan Chaucer.
Kalau tidak, kita tidak akan pernah dapat memahami dia," kata Anita.
Ia lalu mengambil napas dalam-dalam, memeluk Aracta eraterat, lalu berlari-lari masuk ke lorong. Ia membenturkan tubuhnya
dengan pundaknya ke dinding dan lari sempoyongan ke tengah-tengah
mereka.
"Tolong! Tolong! Selamatkanlah aku! Mereka datang! Mereka
menyerang tuan Luna, dan ...."
Anita mengerang dan bersandar terkulai pada dinding, lalu
tegak dan berlari lagi.

Para pengawal membidikkan senjata mereka kepadanya. Tetapi


mereka menjadi bingung dan memandangi dia. Anita mengeluh dan
jatuh. Sambil memegangi tepi kain plastik pembungkus itu ia
menggelindingkan pesawat penjajak asing itu langsung ke arah kakikaki para pengawal yang berdiri terpukau.
Dengan seketika mereka menjadi tegak dan kaku. Senjata
mereka jatuh berkontrangan ke lantai besi. Mereka berteriak-teriak
dengan kedua belah tangan memegangi kepala. Dalam beberapa detik
kemudian mereka jatuh bergulingan di lantai besi itu dan diam tidak
bergerak lagi.

Chapter 14

Tom dan Ben ternganga melihat apa yang dilakukan penjajak


asing itu. Tetapi Aristotle telah menggelinding melewati mereka
menuju ke pos penjagaan. Anita bangkit berdiri dan segera ditemani
oleh kedua temannya.
"Dengan apa ia telah menyerang mereka?" tanyanya sangat
terkesan.
"Getaran sonik mungkin? Atau semacam telepati sonik?" Tom
menduga. "Kita harus hati-hati. Benda itu memiliki kemampuan yang
belum kita kenal!"
"Apakah kaukira ia akan berbalik dan melawan kita?" tanya
Ben.
Tom menengok ke tubuh-tubuh yang terkulai. Aristotle sedang
menyeret dua orang pengawal keluar dari pintu ke dalam ruang pintu
katup.
"Barangkali," jawab Tom, lalu menggigit bibir sejenak.
"Dapatkah engkau memikirkan bila kita dapat melepaskan diri, kita
dapat terkurung di dalam kapal dengan pribadi berbahaya yang tidak
waras. Ia bersenjata lengkap dan tidak dapat diramalkan
kemauannya!"
Anita dan Ben mengangguk dengan wajah muram, lalu berlari
ke ruang pintu katup. Sementara Ben membantu Anita mengenakan
pakaian ruang angkasa, Tom mengangkat Aracta, lalu diberikannya
kepada Aristotle. Robot itu kembali memasukkan kabel-kabel
penjajak itu ke dalam kontak sambungan di tubuhnya sendiri,
sementara yang lain-lain menyelesaikan berpakaian ruang angkasa.
Aristotle memungut sepucuk senjata laser milik salah seorang

pengawal sebagai alat bela diri tambahan. Tom dan Ben meniru
tindakan si robot.
Dalam beberapa menit mereka sudah siap di dalam ruang pintu
katup udara. Udara dalam ruang itu membeku seperti salju ketika
kedinginan angkasa luar memasukinya. Tom menyuruh Aristotle
membuat macet peralatan pintu katup, sehingga musuh tidak dapat
mengejar keluar. Kemudian mereka berlari di permukaan batu yang
kasar dan berlekuk-lekuk mengelilingi kubah-kubah Ceres.
Selang satu jam kemudian mereka baru dapat melihat kapal
mereka Mime, yang tenang-tenang bertengger pada ketiga kakikakinya, jauh di lapangan pendaratan bersemen beton.
"Penjaga!" Tiba-tiba Ben memperingatkan sambil
menyentuhkan topi helmnya ke topi helm Tom. Mereka tidak berani
menggunakan radio, takut kalau diketahui musuh di mana mereka
berada. Tom menunjuk dan Anita mengangguk. Anita juga telah
melihat sepuluh orang penjaga yang menyebar di sekeliling kapal
mereka.
Ben menunjuk ke Aristotle, lalu memberi isyarat bahwa robot
itu boleh mulai beraksi terhadap musuh. Ia sendiri lalu tersenyum
malu. Tentu saja Aristotle sudah tidak mempunyai persediaan gas.
Dan seandainya masih mempunyainya, gas itu tidak akan cukup untuk
menguasai musuh itu, karena gas itu tidak dapat mempengaruhi orang
yang mengenakan pakaian ruang angkasa.
Mereka tidak ingin menembak musuh-musuh itu dengan senjata
laser, dan Aristotle tidak mungkin melanggar larangan
programmingnya untuk tidak mencederai manusia. Tom mendekatkan
topi helmnya kepada topi helm Anita, dan memberi isyarat kepada
Ben agar mendekat.
"Kalau Nabi Muhammad SAW tidak dapat pergi ke gunung,
maka gununglah yang harus datang kepada beliau."
Anita mengernyit.

"Heh, engkau terbalik-balik!"


Tom menggeleng. Ia lalu merosot turun ke sebuah lereng kawah
kecil yang akan mereka lalui, kemudian berjalan ke tempat Aristotle
yang telah mendahului mereka. Ketika Anita dan Ben menyusulnya,
mereka melihat Tom mendekatkan kepalanya kepada Aristotle untuk
beberapa saat.
Si robot berbalik lalu menaiki lereng kawah, meninggalkan
Tom yang kini menggendong Aracta. Tidak lama kemudian Aristotle
menghilang di balik beberapa buah batu-batu besar. Ben mendekatkan
kepalanya kepada Anita.
"Apa kaukira jika Aracta sedang tersambung dengan Aristotle
maka mereka dapat saling berkomuikasi?"
"Tentu! Pada kecepatan robot," jawab Anita. "Tetapi kita tidak
tahu masalah apa."
Mereka lalu mengungkapkan pikiran mereka ini kepada Tom.
Dan Tom hanya mengangguk.
"Aku tidak ingin nampak gila karena ketakutan," kata Ben.
"Tetapi menurutmu apakah kesintingan Aracta itu tidak dapat
menular?"
Tom kelihatan seperti berpikir, kemudian menggeleng.
"Tidak! Tetapi aku juga tidak berani bertaruh untuk itu. Dalam
banyak hal Aristotle lebih mirip dengan Aracta daripada kita."
Ia mengernyitkan alismatanya, lalu melanjutkan kata-katanya.
"Tetapi kita telah membuat programming bagi Aristotle, dan
ingatannya diciptakan oleh manusia yang memberikannya pengertian,
statistik dan informasi."
"Yang semuanya itu engkaulah pengaturnya," sambung Ben.
"Engkaulah yang memilihkan pola dasar pikirannya. Engkau pula
yang menjadi gurunya sejak awal mula!"
"Memang! Tetapi sejak itu Aristotle telah mengajar dirinya
sendiri. Ia melahap segala bahan pengertian."

"Ya, bahan dari manusia dan kemudian pengalaman," Anita


mengingatkan. "Aracta adalah pribadi asing. Ia sebenarnya tidak dapat
mempengaruhi Aristotle."
"Mengenai gagasan-gagasan baru," kata Tom. "Informasiinformasi baru. Aracta merupakan suatu dunia yang baru sama sekali
tentang informasi dan sikap. Kita tidak dapat mempertahankan pokok
pikiran dan sikap kemanusiaan dari Aristotle. Demikian pula bangsa
Skree tidak dapat menahan pula pokok-pokok dasar pemikiran dan
sikap mereka terhadap Aracta."
Tom memandangi Anita, lalu meneruskan kata-katanya.
"Kita harus selalu ingat bahwa meskipun ada sesuatu dari
bangsa asing yang sama sekali berbeda dalam bentuk dan pemikiran,
maka kalau ia memiliki kesadaran diri dan kecerdasan, ia merupakan
suatu kepribadian yang harus kita hormati. Kehidupan yang cerdas
tentu bukan merupakan hal yang sudah biasa di dunia bintang-bintang
sana."
"Atau juga di Bumi," gumam Ben.
"Aristotle tidak mungkin dirubah oleh Aracta," kata Tom
hampir seperti pada dirinya sendiri. "Ia dapat diperluas, ditambah ...
tetapi tidak dapat diubah!"
"Tom," tanya Ben. "Aristotle tadi kausuruh apa ..?"
Sebuah kapal tinggal landas jauh di seberang lapangan.
Semburan api mesinnya menimbulkan bayangan-bayangan yang
kontras, melipat-duakan bayangan yang dibuat matahari. Kapal itu
naik ke angkasa yang hitam bertabur bintang, seperti bertumpu pada
sebuah mata tombak nyala api. Kemudian meledak!

Chapter 15

Ledakan itu tidak mengeluarkan suara. Kapal itu seperti dalam


sebuah film slow motion. Meledak berkeping-keping dan pecahanpecahan berhamburan ke mana-mana. Sebagian meluncur searah
dorongan roket, tetapi beberapa pecahan lainnya jatuh kembali ke
Ceres karena tertarik gravitasi kecil dari asteroid tersebut.
"Lihat mereka!" kata Tom, menunjuk ke arah para penjaga yang
tercengang.
Orang-orang di sekeliling Mime itu telah melemparkan diri
mereka ke atas tanah, atau berlindung di balik kaki pendarat kapal
Jupiter Nine yang putih kuning itu. Ketika pecahan terakhir telah
menghilang, orang-orang itu perlahan-lahan bangkit dan berdiri
kembali.
"Apa yang telah mereka lakukan?" tanya Anita kepada Tom.
"Aku menyuruh Aristotle mencari sebuah kapal yang dapat
diprogram untuk tinggal landas sendiri lalu meledak sendiri pula di
angkasa. Mereka tentu mengira bahwa kitalah yang meledak itu.
Setidak-tidaknya demikianlah yang kuharap!
"Tetapi para penjaga itu tidak bergerak juga," kata Anita.
"Belum. Mereka sedang menunggu perintah!" kata Tom.
Lima menit berlalu. Kemudian sepuluh menit.
Aristotle muncul meluncur turun ke dalam kawah. Ia kembali
mengambil Aracta dan menyambungkan kabel-kabelnya pada dirinya.
Tom menyandarkan kepalanya beberapa saat pada tubuh si robot,
kemudian ia merayap kembali kepada Ben dan Anita dengan
tersenyum-senyum.

"Ia menambah pengalamannya dengan sebuah akal yang cerdik.


Ia berbuat seolah-olah aku memberi perintah untuk tinggal landas,
meniru suaraku, dan dengan tidak sengaja membiarkan radio luar tetap
bekerja. Pintarnya, engkau berikan jawabannya, Ben!"
"Aristotle pandai meniru?" tanya Anita dengan nada keheranheranan.
"Ia cukup banyak mendengar kita berbicara, dan ia memiliki
rekaman-rekaman yang dapat ia gunakan," kata Tom gembira.
"Aku tidak mengerti," Ben menggumam. "Barangkali mesinmesin sudah menjadi terlalu pintar!"
Tom tertawa. Suara tertawanya menghilang sekejap ketika topi
helmnya putus kontak dengan mereka.
"Kecemasan di zaman kuno itu? Atau Technophobia? Memang
mesin-mesin dapat berbahaya kalau engkau tidak menghargainya, atau
tidak tahu cara bagaimana menggunakannya. Ya memang, tingkat
tertinggi yang dicapai manusia tetapi bagaimana pun juga ia tetap
hanya sebuah mesin."
"Aku tidak tahu, Tom," kata Anita ragu-ragu. "Ia mempunyai
kepribadian yang jelas dan nyata, sejumlah besar pengetahuan, dan"
Suaranya menghilang.
"Tetapi kebijaksanaan?" Tom bertahan dengan ngotot. "Hati?
Firasat atau ilham? Kecerdasan, ya memang, dan nanti pada waktunya
batas antara kecerdasan manusia dan mesin akan menjadi kabur.
Orang tidak lagi mampu mengatakannya, ataumenghiraukannya.
Tetapi pada saat ini, belum."
"Namun ia seperti anakmu sendiri," kata Anita.
"Bukan! Tidak demikian!" kembali Tom ngotot. "Aku tidak
ingin merusak khayalanmu, tetapi setinggi-tinggi apa yang dicapai
orang dengan Aristotle, ia tetap merupakan sebuah hasil penemuan
manusia."
Ia kembali berpaling ke arah para penjaga, lalu berseru.

"Lihat!"
"Kalau mereka telah lenyap dari pemandangan..kita
berangkat!"
Tom memberi isyarat kepada Aristotle yang sedang mengintip
dari tepi kawah.
"Anita! Engkau yang pertama-tama. Kemudian Ben. Aku akan
menyusul bersama Aristotle. Dengan cara itu tidak akan saling
menghambat ketika menuju ke tempat duduk masing-masing."
Dengan diam-diam mereka mengawasi para penjaga yang
berbaris pergi atas perintah melalui radio yang mereka tidak
mendengarnya. Rasanya lama sekali orang-orang itu melintas daerah
yang berlekuk-lekuk kembali ke ruang pintu katup. Tom melirik ke
jam digital yang dipasang pada lengan baju ruang angkasanya.
Ia harus memberi mereka cukup waktu hingga telah masuk ke
pintu katup dan terkunci, hingga mereka sudah mulai melepaskan
pakaian ruang angkasa mereka. Dengan demikian para penjaga itu
tidak dapat dengan cepat keluar lagi.
Akhirnya Tom berpaling kepada Aristotle dan memberinya
isyarat. Si robot melangkah naik ke pinggir kawah, memegangi
senjata laser yang diambilnya dari salah seorang pengawal di pintu
katup ketika pingsan tadi.
Tom menepuk-nepuk punggung Ben dan Anita. Mereka mulai
berjalan setengah melayang dalam keadaan gravitasi rendah. Mereka
lebih banyak melompat daripada berlari. Lama benar rasanya
melayang turun ke tanah. Tom merasakan sangat lemah
kedudukannya dan tanpa adanya lindungan di lapangan terbuka.
Dari sudut matanya ia melihat secercah garis tipis berwarna
merah yang melesat sekilas dari mulut sebuah senjata laser Aristotle
dan ditujukan ke antena radar yang terdekat. Tiang itu meledak dalam
percikan bunga api dan perlahan-lahan tumbang.

Garis tipis yang kedua menusuk jantung radar berikutnya.


Antena itu mengepulkan asap dan berhenti berputar.
Anita telah sampai di kaki kapal. Kini ia memanjat batangbatang tangga, diikuti oleh Ben. Tom berhenti sejenak dan menoleh ke
belakang. Aristotle masih tetap berdiri di tepi kawah dengan tetap
membidikkan senjata lasernya sambil menggendong Aracta.
"Ayo!" seru Tom.
"Ia lupa bahwa si robot tidak dapat mendengarnya. Sinar merah
membelah udara, dan antena yang terjatuh menyemburkan bunga api.
Baru setelah itulah Aristotle mulai berlari. Tom meraih batang
tangga yang paling tinggi yang dapat diraihnya dan menarik tubuhnya
ke atas. Ia membuka topi helmnya sambil melompat masuk ke dalam
kabin utama pesawat Mime. Kemudian ia duduk di kursi kemudi dan
segera mulai menghitung.
"Hidupkan komputer," ia memerintah.
"Siap!" jawab komputer.
"Bersiap untuk tinggal landas darurat!"
"Siap, pak!"
"Tom," seru Ben. "Beberapa orang keluar dari pintu katup.
Mereka bersenjata laser!"
"Jangan tentukan arah!" tukas Tom. "Naik!"
"Siap, pak!"
Komputer di dalam tubuh Mime adalah sangat rumit, dan tidak
mampu melakukan tugas bebas seperti Aristotle. Tetapi dalam
perjalanan mereka yang lama itu, Tom berpendapat bahwa sangat baik
bila kapal mereka dapat melakukan tinggal landas yang hampir
seketika.
Berjam-jam ia bekerja dan memberikan programming baru
kepada komputer, agar lebih dapat memonitor kerjanya sendiri dan
menyimpannya untuk menghadapi keadaan darurat. Apa yang perlu
dilakukannya adalah tinggal memberikan perintah, dan dengan

kecepatan kilat serta ketepatan elektronik, komputer itu akan


melakukan apa yang harus dikerjakan.
Mesin peleburan inti yang besar itu bangkit menderu-deru.
Radar kapal selama itu selalu mengawasi udara, mencatat segala
benda angkasa yang mungkin akan merupakan bencana. Radar itu
telah menunda kerja mesin peleburan itu sepersekian detik dan
memberikan jalan kepada sebongkah benda angkasa sebesar piramida
Cheops dari lintas mereka.
Kapal mulai naik, menjejak kuat-kuat pada gravitasi rendah di
Ceres. Tom melihat para penjaga meninggalkan senjata mereka untuk
melompat mencari perlindungan, sementara ia sendiri terdorong kuat
ke kursi kemudi oleh kecepatan kapal.
Kaki-kaki pendarat telah melipat dan masuk ke tubuh kapal.
Ceres segera tertinggal jauh dengan cepat sekali sehingga serupa bola
raksasa bertepi tidak rata dan berwarna bagaikan asap.
Mereka telah bebas!
Tom segera menentukan arah penerbangan yang secepat
mungkin menuju ke Bumi. Ia kemudian duduk kembali dan tiba-tiba
ia merasa lelah dan mengantuk.
"Tom," terdengar suara Aristotle.
Tom berpaling memandangi si robot. Pada dada robot
melintang segaris logam yang lumer sebagian. Suatu garis setengah
kehancuran melintas di tubuh logam dan mengiris permukaan Aracta
yang anggun dan kebal, juga telah mengiris salah satu lensanya.
Aracta telah mati.

Chapter 16

Tom memandang nanar kepada telur mati yang merupakan


utusan dari bangsa Skree. Mati.
Ben mengedip-ngedipkan matanya ke arah penjajak yang
hancur itu. Anita terpukau.
"Engkau tidak apa-apa, Aristotle?" tanya Anita.
"Hanya kerusakan kecil, pada kulit, Anita. Penjaga pertama
yang keluar di pintu katup. Semua memang kesalahanku. Aku
membalikkan tubuh untuk menghidupkan mesin pintu katup.
Seharusnya aku melindungi Aracta dengan tubuhku."
"Aristotle, itu hanya suatu tembakan yang mujur," kata Ben
serak.
"Aku tidak mengerti bahwa manusia dapat demikian tepat.
Manusia mempunyai detak jantung, getaran otot, gerak refleks,
jantung dan urat-urat darah yang tidak selalu baik, penglihatan yang
salah dan.."
"Aristotle!" kata Tom. "Itu hanya tembakan yang betul-betul
mujur! Tidak seorang pun dapat begitu tepat pada jarak sedemikian.
Ini hanya suatu kebetulan, suatu kecelakaan. Mereka mungkin hendak
menembak kaki kapal untuk melumpuhkan kita. Bukan salahmu!"
"Tom, kalau aku memang dapat mengerti kelembutan hati
manusia, engkaulah merupakan individu yang lembut. Tetapi bukan
untuk mengelakkan tanggungjawabku. Aku dipercaya menjaga
Aracta, tetapi aku gagal mempertahankan kepercayaan itu. Aku
sungguh-sungguh hanya sebuah mesin yang banyak membuat
kesalahan. Seharusnya engkau membongkar aku, Tom. Aku
merupakan kekeliruan sejak semula. Peretelilah aku. Aku akan

memasak untukmu. Untuk membersihkan dan menuang keranjang


sampah, aku akan masih mampu."
"Aristotle!" kata Tom dengan penuh kesabaran. "Ini bukan
salahmu. Kita akan berlaku begitu. Pintu itu harus ditutupkalau
tidak demikian kita tidak akan tinggal landas."
"Seharusnya aku dapat memikirkan kemungkinan itu."
"Jangan kau terus menerus menyalahkan dirimu," kata Ben.
"Aracta telah gugur, dan lenyaplah mesin stardrive."
Aristotle diam sejenak. Dengan perlahan-lahan ia berpaling
kepada Ben.
"Ah, tidak Benyamin. Sama sekali tidak. Tidak hilang kalau
Tom dapat memasang pecahan-pecahan itu."
Robot itu kembali menghadapi Tom. Ia menunjuk ke kabelkabel halus yang masih menghubungkan dirinya dengan Aracta. Kami
sering melakukan dialog dengan saluran B dan C. Aku tahu dengan
tepat di mana tinggalnya bangsa Skree, dan mengapa mereka
menghadapi kesulitan-kesulitan, mengenai sejarah mereka, sosiologi,
botani planet-planet, zoologi dan sejumlah ilmu-ilmu lainnya."
"Aristotle!" seru Tom.
"Mesin stardrive-nya?" tanya Ben, suaranya tenang.
"Aku khawatir itulah pancaran yang dilakukan Aracta
kepadaku. Tembakan itu telah membuat sirkuit utamanya luluh. Ia
baru mulai memancarkan perincian-perincian, tetapi kelebihan muatan
menjadi terlalu berat baginya. Ia mengucapkan selamat tinggal."
Tom bangkit berdiri dan memandangi Aristotle.
"Apakah kita dapat membangun sebuah mesin stardrive dari
informasi yang kaudapat?"
"Aku tidak bisa, Tom. Masih terlalu banyak lubang-lubangnya.
Tetapi pikiran manusia banyak memiliki kekuatan-kekuatan naluriah.
Dari data yang paling kecil dapat diperoleh kesimpulan-kesimpulan

yang mengagumkan. Aku sungguh kagum melihat daya pikiran


manusia."
Tom menggigit jari sejenak.
"Kita harus mencobanya, tentu saja!"
"Tentu saja! Aku ingin sekali belajar dari mereka yang
menciptakan Aracta."
Ben ikut bicara dengan ragu-ragu.
"Dengar Aristotle. Engkau tahu apa yang kami duga tentang
Aracta. Engkau tentu tahu, yaah, sinting.."
"Ya, memang banyak benarnya tentang hal itu. Ia pun
menyadari sendiri. Tubuh aslinya jatuh di Io dan menimbulkan
kerusakan yang tidak mungkin lagi untuk diperbaiki pada sirkuitsirkuit yang vital. Ia berkata seperti menonton diri sendiri pada suatu
pertunjukan sandiwara..yaitu mengetahui apa yang dilakukannya,
tetapi tidak dapat menghentikannya atau mengubah garis-garis
pemikirannya. Ada beberapa bagian dari padanya yang sangat jernih,
yang dapat mengawasi bagian yang rusak, tetapi tidak mampu berbuat
apa-apa."
Aristotle berhenti sejenak, lalu melanjutkan.
"Apa kaukira, Benyamin, bahwa informasi-informasi yang
dipercayakan oleh Aracta kepadaku itu salah atau mengacaukan, atau
pun menyesatkan?"
"Ya, semacam itulah!"
"Memang, itu ada kemungkinannya, tetapi.."
"Waduuh!" kata Anita dengan nada sedemikian sehingga yang
lain-lain menoleh kepadanya. Ia menunjuk kepada radar.
Sebuah noktah mengejar mereka ... sebuah kapal yang cepat!

Chapter 17

Tom membelokkan Mime ke arah Sabuk Asteroid. Mereka


memutar melawan arah jarum jam, yaitu arah yang dilalui semua
planet memutari Matahari.
Kapal itu selalu mengikuti mereka.
Tidak seperti yang dikira orang untuk beberapa tahun yang lalu,
Sabuk Asteroid itu bukannya suatu jalur yang penuh padat berbagai
macam batu-batuan angkasa. Sebenarnya terdapat banyak ruang di
antara asteroid-asteroid itu.
Tetapi ruang-ruang itu memang tidak kosong. Di sana terdapat
debu, kerikil, dan pecahan-pecahan kecil dari planet-planet yang
terurai, yang semuanya itu belum tertarik oleh gaya gravitasi batu
yang lebih besar atau asteroid. Seandainya kapal Mime mengitari ke
arah jarum jam, atau melawan massa yang mengorbit, benda-benda
kecil itu akan menembusi kapal mereka bagaikan peluru-peluru. Debu
mungkin tak mampu merobek dinding kapal, tetapi batu-batuan yang
lebih besar tentu akan membentur kapal mereka. Biarpun mereka
melesat searah, mereka masih saja mendengar suara-suara tok-ting
dan duk-dung di dinding kapal, akibat sentuhan dari puing-puing yang
melayang-layang itu.
"Apa itu?" kata Anita tiba-tiba dari kursi kopilotnya.
"Komputer, kenali asteroid yang tepat di depan itu!"
"Siap, pak. Melihat susunan benda-bendanya mirip dengan
vesta. Garis tengahnya 503 kilometer, waktu rotasi 3,63 tahun,
persentase albedo 26,4%, dan diperkirakan salah satu yang terpenting
dari susunan sabuk. Diperkirakan mengandung basalt meskipun belum
diperoleh contohnya. Waktu rasional 10,7 jam dan.."

"Tunggu," kata Anita dengan komputer itu berhenti memberi


laporan. Kalau dibiarkan terus komputer itu akan menyebutkan faktafakta yang telah diketahui, kemudian akan menyebut pula dugaandugaan yang telah tercatat.
Anita menoleh kepada Tom.
"Mengandung basalt..itu hanya satu-satunya, kalau ingatanku
benar. Yang lain-lain mengandung zat kersik atau zat karbon."
"Kalau begitu vesta mungkin dulu merupakan inti sebuah
planet," kata Ben. "Magma yang telah dingin dari isi planet."
"Barangkali," kata Tom. "Tetapi bagaimana kita dapat
menggunakannya untuk melepaskan diri dari kejaran itu?"
Mereka semua berpikir sejenak, sementara asteroid yang selebar
lebih dari limaratus kilometer itu semakin mendekat.
Tiba-tiba Tom menegakkan duduknya, wajahnya bersinar
menemukan suatu akal.
"Seperti katapel," ia berseru.
"Menggunakan gravitasi Vesta agar melontarkan kita ke arah
Bumi!" sambut Ben cepat.
"Betul!"
"Apakah kita akan menang cepat dengan musuh?"
"Tergantung dari betapa kuatnya kapal itu," jawab Tom. "Kita
dapat."
Seberkas tipis cahaya merah melesat melewati kapal mereka,
menyala pijar di tengah-tengah debu. Tom membanting kapal Mime
setengah melingkar, kemudian hampir seketika itu pula kembali arah.
Kapal itu melonjak dan menukik, naik turun tak dapat diperkirakan.
Dua berkas sinar merah melesat lagi, hampir saja menyerempet
mereka.
Yang menyusul tak meleset lagi.
Layar radar menajadi kosong.

"Mereka mengenai antena atas!" seru Ben, matanya mengintai


melalui jendela depan. Sekarang mereka tinggal mempunyai
kemampuan melihat dari mata mereka sendiri!
Bukannya orang-orang yang ada di kapal, demikian juga
Aristotle, tak mempunyai penglihatan yang baik atau pun ruang
angkasa itu tidak terang. Tetapi adalah masalah pedoman atau
perbandingan yang menyulitkan. Karena mereka tak tahu seberapa
besar benda-benda angkasa itu, mereka tak dapat memperkirakan
berapa jarak antaranya. Tanpa sesuatu untuk pembanding, mereka tak
mungkin dapat mengetahui besarnya suatu benda.
Radar memancarkan pulsa yang memantul pada suatu benda
dan kembali ke pesawat. Dengan demikian radar dapat menghitung
berapa lama pulsa itu sampai di benda dan kembali ke pesawat,
seterusnya, karena kecepatan cahaya sudah diketahui, maka dapat
dihitung berapa jauh benda yang memantulkan pulsa tersebut. Dengan
mengetahui jarak, Tom dan teman-temannya dapat memperhitungkan
besarnya. Tetapi tanpa radar mereka dapat dikatakan buta!
Vesta bergaris tengah 503 kilometer, tetapi berapa jaraknya?
Sekali lagi Tom mengira-ngira dan ia mengharapkan keselamatan
yang dapat diberikan oleh peralatan mereka.
Sebuah berkas cahaya merah sekali lagi terlukis di kegelapan,
membentur sebuah asteroid sebesar bak mandi, memanaskannya
sedemikian tingginya dalam sepersekian detik hingga meledak.
Gerakan-gerakan yang dilakukan Tom untuk menghindari sinarsinar maut itu hanya memberinya waktu sedikit untuk mengira-ngira
jarak dan memikirkan apa yang harus diperbuat.
Vesta mendekat dengan cepat, salah satu sisinya terang
benderang luar biasa, akibat terkena sinar matahari dengan latar
belakang yang kelam. Tom bergerak sangat dekat untuk memberikan
kapal Mime pengaruh lontaran yang paling baik dengan

menggabungkan gaya gravitasi Vesta yang ada pada kecepatan


kapalnya.
Mereka meluncur begitu rendah di atas permukaan Vesta
hingga Ben hampir saja tercekik sendiri menahan napasnya,
sedangkan Anita menjerit tertahan. Tiba-tiba Tom mendorong alat
pengontrol jet-jet pengemudi ke depan, dan seluruh jagat raya seperti
terangkat dan berbalik ketika mereka melesat mengitari Batu raksasa
yang hitam kelam.
Kemudian mereka menuju ke arah matahari meninggalkan
sebagian besar Sabuk Asteroid di belakang, mesin-mesin pendorong
utama menyem-nyembur, melaju ke arah Bumi.
Tanpa radar mereka tak dapat mengetahui apakah pengejar
mereka ikut membelok. Tetapi kalau pengejar itu tak siap melakukan
gerakan seperti mereka, kapal musuh itu tentu akan meluncur terlalu
jauh, dan cukup jauh pula untuk dapat menemukan asteroid yang
cukup besar untuk digunakan sebagai tumpuan lontaran katapel.
Kapal Mime telah ada di depan dan tetap ada di depan.
Aristotle berpaling dari jendela sisi di mana ia mengamati.
"Tom, aku mencatat suatu semburan api yang mungkin
merupakan gerakan pembetulan dari kapal Ceres. Mereka masih
berada di Sabuk Asteroid."
Anita melakukan pekik kemenangan lalu memeluk Ben yang
berada paling dekat dengannya, kemudian ia menjulurkan tubuhnya
untuk memeluk Tom.
"Engkau berhasil!" ia berseru.
Setelah kegembiraan mereka reda dan Aristotle menyebutkan
adanya dua semburan jet untuk pembetulan arah yang masih ada di
daerah Sabuk Asteroid, mereka bernapas dengan lega.

Tom menentukan arah ke dalam komputer kapal yang akan


membawa mereka dalam orbit Bumi. Setelah itu ia baru menggeliat
dengan santai.
Ketika ia berdiri Aristotle datang mendekati. "Tom, aku hendak
minta jasa baikmu."
Tom menaikkan alismatanya. Aristotle sebelumnya tak pernah
berkata demikian. Ia menyebutkan apa yang dibutuhkan, keperluankeperluan, atau memberikan pengarahan-pengarahan bagi suatu
gerakan yang dapat dipilih oleh Tom. Tetapi tak pernah yang
demikian!
"Ya, tentu saja, Aristotle, kalau aku dapat."
Dengan lengannya yang bebas, robot itu menunjuk tubuh
Aracta yang mati di dalam gendongannya.
"Bolehkah kami memakamkan Aracta?"
Tom mengedipkan matanya. Mesin tak membutuhkan
pemakaman! Mereka dipereteli atau diloakkan. Dipereteli bagianbagiannya yang masih dapat digunakan, atau dijual bagian-bagian
logam atau elektroniknya. Tetapi mereka tak perlu dikubur!
"Engkau sudah tak dapat mengetahui apa-apa lagi dari dia,"
kata si robot.
"Pola-pola dari susunan sirkuit utamanya sudah kucatat dalam
simpanan ingatanku. Aku tahu susunan kulit tubuhnya. Aku sudah
mengerti 67,4% dari seluruh perbendaharaan ingatannya. Sebuah
otopsi tak akan memberikan banyak faedah."
"Otopsi?" Tom menelan ludahnya.
Terlintas di benaknya hendak membedah tubuh penjajak itu,
melacak sirkuit-sirkuitnya dan berusaha memperoleh pengetahuan
sebanyak-banyaknya dari benda asing yang pertama kali mereka
ketahui.
Tetapi ia sangsi.
"Engkau tahu semua itu?"

"Ya, Tom."
Tom mengangguk, sedikit bingung. Kalau Aristotle mengatakan
bahwa ia tahu, maka ia benar-benar tahu.
"Kaukira tak ada maksud lain, ah."
"Tak ada sama sekali, Tom. Aku ingin memberikan kehormatan
baginya dengan pemakaman yang baik."
"Orang-orang mungkin akan tertarik kalau melihat Aracta."
"Aku telah mengumpulkan sejumlah 1.072 bayangan-bayangan
holografi, dimulai sejak kita mengeluarkan dia dari pesawat
pembawanya."
Tom masih ragu-ragu. Nampaknya kurang benar
menyembunyikan sesuatu yang unik dan berharga seperti Aracta,
sebuah utusan elektronik dari bangsa asing yang mereka ketahui untuk
pertama kali.
"Pemakaman macam apa yang telah kaupikirkan?"
"Aku dapat membuat sebuah pesawat jet yang dikemudikan
dengan radio dari salah satu tabung oksigen yang sudah kosong. Aku
ingin meletakkan Aracta ke dalam suatu orbit yang akan membawa
dia ke asalnya."
"Kremasi," pikir Tom. Langsung ke matahari. Dengan
mendadak ia mendapat suatu keputusan.
"Ya, tentu, Aristotle. Lakukanlah. Engkau ingin aku
mengatakan sesuatu?"
"Itu akan sesuai dengan upacara bagi manusia maupun bangsa
Skree, Tom. Tak perlu panjang-panjang. Ia tentu menyenangi
pemakaman yang sederhana, kukira."
"Oke," kata Tom sambil menepuk lengan Aristotle. "Panggil
saja aku kalau engkau sudah siap."
"Terimakasih, Tom." Aristotle tak bergerak untuk beberapa
saat, seperti sedang memikirkan hendak berbicara lebih lanjut,

kemudian ia membalikkan tubuhnya kembali ke bagian belakang


kapal.
Tom memandangi dari belakang. Mungkinkah Aristotle lebih
dari sekedar mesin? Ataukah ia sedang meniru-niru kelakuan
manusia? Ia telah berjam-jam membaca tape-tape mengenai
antropologi kemanusiaan maupun mitologi, sosiologi dan agama.
Apakah keinginannya untuk memakamkan penjajak asing itu hanya
suatu tiruan dari akibat perasaan manusia, atau sesuatu untuk
mengakhiri suatu pengalaman yang tak menyenangkan?
Tom tak banyak pengalaman mengenai kematian. Seperti
orang-orang kebanyakan, ia tak suka memikirkannya. Tetapi itu
adalah suatu akibat yang tak terelakkan dari kehidupan!
"Tetapi bukankah mesin-mesin itu lain?" pikirnya. Orang akan
mengatakan bahwa sebuah mesin itu mati bila sudah tak dapat
digunakan. Tetapi itu hanya suatu personifikasi, dari benda-benda
yang dapat bergerak. Aristotle memang dapat bergerak, demikian juga
Aracta. Aristotle sudah sedikit lebih pandai, lebih banyak mendapat
informasi, dan .... ya.lebih bijaksana daripada sejumlah manusia. Itu
Tom memang tahu.
Tetapi bagaimana pun ia tetap sebuah mesin!
"Kehidupan elektronik, atau tiruan kehidupan, menjadi agak
kabur pada batasan-batasannya," pikir Tom. Ia telah mengetahui
banyak orang yang tak memiliki kebahagiaan sama sekali dalam
hidupnya, hingga mereka menjadi mirip sekali dengan robot. Tetapi ia
tahu, paling sedikit ada satu robot yang memiliki kebahagiaan dan
khayalan seperti manusia.
Tom melangkah masuk ke kabin kapten pilot. Tetapi
nampaknya hanya pantas kalau ia mengenakan sesuatu yang resmi.

Chapter 18

Segera mereka berkumpul di pintu katup. Suasana murung.


"Aracta telah memberi kita hadiah besar," kata Tom. "Ia membawakan
kepada kita suatu pengetahuan, bahwa kita tidak sendiri saja di jagat
raya ini, bahwa ada suatu kehidupap cerdas di luar sana, di bintangbintang. Ini adalah berita paling besar yang diterima bangsa manusia."
Aristotle mengangkat Aracta, sebuah tangki kecil diikatkan
pada tubuhnya yang berbentuk telur, dan di atasnya ada sebuah kotak
pengendali. Ben dan Anita berdiri di depannya.
"Aracta datang untuk menyelamatkan bangsa yang telah
menciptakannya..suatu utusan dari bintang-bintang. Ia
membawakan harapan dan pengetahuan dan kita berjanji untuk
menyelesaikan tugasnya dengan segala kemampuan kita."
Tom memandangi Ben dan Anita dengan penuh perasaan.
Aracta adalah sebuah ciptaan yang berbahaya, tak berketetapan dan
gila karena kecemasan. Tetapi perjalanannya adalah suatu
pengembaraan yang besar dan agung.
"Kita menyerahkan dia kepada ruang angkasa, dari mana ia
datang," Tom mengakhiri pidatonya. Ia mengangguk kepada Aristotle,
yang kini menghadap ke pintu katup. Ben menekan tombol dan daun
pintu yang berat terbuka dengan suara mendesis. Aristotle melangkah
masuk ke ruang pintu katup, berdiri dengan diam, sementara daun
pintu ruang pintu katup menutup dan terkunci.
Tom melangkah ke jendela kaca glasit dan menjenguk ke dalam
ruang pintu katup. Ia melihat pintu luar terbuka dan udara menyembur
keluar berbentuk salju tipis. Aristotle berdiri diam sejenak, kemudian
meninggikan kedua lengannya dan Aracta melayang keluar dan naik.

Terbawa oleh dorongan kecepatan kapal, penjajak itu melayang tidak


jauh dari kapal dan Aristotle menghidupkan kerja tangki udara.
Dengan semburan-semburan kecil oksigen, tangki udara itu membawa
penjajak asing itu menjauh, kemudian Aristotle memberikan semburan
yang terakhir dan Aracta bergerak berputar membentuk spiral lambatlambat.
Akan memerlukan bertahun-tahun sampai benda tersebut
tertarik oleh gravitasi Matahari, dan masih beberapa tahun lagi ia
disedot ke permukaan Matahari, dilebur oleh panas setinggi 6.000 C.
Akhirnya ia akan dikembalikan menjadi atom-atom. Atom-atom
asing di matahari asing.
Aristotle menutup pintu luar lalu masuk. Ia berpaling kepada
Tom. "Engkau sudah siap untuk mulai? Kita tak punya banyak
waktu."
Mereka masuk ke ruang kerja kapal. Kapal Mime melaju ke
arah Bumi sementara para muda-mudi itu bekerja bersama Aristotle,
berusaha untuk menyelidiki misteri Aracta.

Chapter 19

Sehabis bekerja yang sangat melelahkan, Tom menjatuhkan diri


pada sebuah kursi empuk di kabin utama. Anita, yang selama itu
berada di ruang kemudi memonitor perjalanan mereka ke Bumi,
menjulurkan tubuhnya. "Bagaimana?"
Ben melenggang masuk dan juga duduk lunglai di kursi,
menyandarkan diri dan menutup mata. "Wahhh," katanya. "Sungguh
berat."
"Ayo, bung. Aku hampir tak melihat kalian dalam beberapa hari
ini. Apa saja yang terjadi?"
"Aku menyesal harus membenamkan engkau dalam memonitor
ini," Tom meminta maaf. "Tetapi Aristotle memang benar. Waktu
hanya sedikit. Musuh-musuh bangsa Skree semakin dekat untuk
memusnahkan mereka."
"Bagaimana engkau bisa tahu?" tanya gadis itu sambil
menyibakkan rambut dari dahinya.
"Aracta menimbuni Aristotle dengan informasi-informasi
mentah dalam beberapa menit terakhir dari hidupnya," kata Ben. "aku
memerlukan waktu banyak untuk memilih-milihnya. Seperti sebuah
perpustakaan yang digoyang gempa saja, lalu ditimpa banjir pula!
Semua ada di sana, tetapi bercampur aduk, salah tempat atau tertukar."
Ia menguap dan menutup mulutnya. "Berapa jauh lagi ke rumah?"
"Dua hari lagi, kurang lebih. Kalian benar-benar kehilangan
hitungan!"
"Menurutmu, apa saja yang akan dilakukan tuan besar David
Luna selanjutnya, setelah kita bebas?" tanya Ben.

"Apa yang bisa dilakukannya?" kata Anita. "Atau, pertanyaan


yang lebih baik: Apa yang dapat kita lakukan? Tentunya akan
merupakan pertempuran antara kata-kata kita melawan kata-katanya,
dan ia dapat menuntut bahwa kita telah menghancurkan salah sebuah
kapalnya."
"Itu memang telah kita lakukan," kata Ben. Sejenak ia
membuka rnatanya. "Tetapi kukira ia tak akan mengeluh tentang itu.
Kukira ia akan bersembunyi dan mencoba akalnya yang licik."
"Jangan pikirkan Luna," kata Anita sementara Ben menguap
lagi. "Jangan tunda-tunda lagi. Apa yang sedang terjadi?"
Tom juga menguap, menggeliat meluruskan tubuhnya dengan
lelah. "Aristotle memberi kami apa yang ia punyai, tetapi semuanya
ruwet!"
"Bangsa Skree mengajukan sejumlah teka-teki bagi kita," kata
Ben. "Misalnya, mereka tak memberitahu kita atau tidak ada
informasi pada Aracta bagaimana bentuk tubuh mereka. Mereka
juga merupakan kehidupan yang berdasar pada zat karbon seperti kita,
membutuhkan matahari seperti kita atau kira-kira seperti matahari
kita, tetapi ya hanya itu. Kita tahu sedikit tentang musuh mereka,
tetapi tak tahu bagaimana rupa mereka."
"Seolah-olah mereka menganggap kita sudah tahu atau siapa
saja sudah tahu," kata Tom. Ia menguap lagi, lalu tersenyum meminta
maaf. "Maaf, tetapi kami memang kurang tidur."
"Oke," seru Anita tak sabar. "Kalian dapat memecahkan
masalah stardrive atau tidak? Janganlah berbelit-belit lagi!"
"Lebih dulu biarkanlah aku menjelaskan perihal hyperspace,"
kata Tom sambil tersenyum dan Ben mengerang. "Pikiran Ben
menjadi sedikit tumpul karena hal ini, demikian juga pikiranku."
Ia mendongak, memandangi lampu-lampu di langit-langit dan
mengatur pikirannya. "Di jagat raya ini ada ruang dan ada
kekosongan, atau kehampaan. Yang disebut kehampaan ialah di mana

ruang belum terwujud. Perluasan jagat raya atau semacam itu. Di luar
kehampaan itu seperti pada bidang yang lain ada jagat raya yang
bergetar pada frekuensi yang lain: yaitu hyperspace. Hyperspace ada
di sini di sekeliling kita ada di mana-mana, tetapi kita tak
menyadarinya."
"Ah, kalian belum mendapatkan rahasia mesin stardrive!" Anita
menyela.
"Tunggu dulu," kata Tom sambil mengangkat tangannya. "Kita
merasa, bahwa harus ada hyperspace, atau ruang nol, atau entah apa
orang menyebutnya. Yang jelas, Aracta datang sampai kemari, bukan?
Jadi, karena tahu telah pernah dilakukan, kita lalu mencarinya."
"Jadi, kalian telah menemukannya!"
Tom lagi-lagi mengangkat tangannya. "Sabarlah. Karena tahu
ada sesuatu yang telah dilakukan meskipun baru sekali adalah
lain sama sekali daripada hanya meniru."
"Ruang nol itu semacam lintasan pendek," kata Ben dengan
mata tertutup. "Orang masuk ke dalam ruang nol semacam ini, dan ini
merupakan jarak yang paling pendek ke mana pun."
"Jadi kalian telah benar-benar menemukannya!" seru Anita.
"Nah, siapa yang akan menceritakannya?" Tom tersenyum.
"Kita baru mendapatkan potongan-potongan dari sebuah teka-teki,
belum seluruh potongan-potongan. Sedikit perhitungan, suatu jaringan
diagram yang belum dapat kita perhitungkan, beberapa ungkapan
yang belum dapat kita terjemahkan, suatu kritik yang berkembang
penuh mengapa orang tak mungkin mengarungi ruang nol! Masih
banyak lagi bermacam-macam teori sepotong-sepotong."
"Berantakan semua," Ben menggerutu. "Kita harus mempelajari
lagi apa yang pernah kita pelajari."
Anita nampak marah. "Oke, oke. Jadi memang rumit. Nah,
sekarang yang jujur saja: Kalian sudah mendapatkannya atau belum?"
Tom meringis memandang Anita. "Sudah!"

Chapter 20

Anita memekik dan melompat-lompat kegirangan. "Ben


meringkuk di kursinya. "Jangan peluk aku, jangan peluk aku! Aku
sedang merasa sangat rapuh sekarang ini. Kurang tidur membuat ototototku sakit."
"Kalian telah menemukan mesin stardrive!" Si rambut merah itu
berseri-seri.
"Tom yang menemukannya," kata Ben. "Hanya sedikit sekali
bahan-bahan yang tersedia. Kukira hanya Tom sajalah yang dapat
melakukannya."
Tom nampak malu, tetapi tersenyum menyeringai penuh
kemenangan meskipun nampak sangat letih. "Tak mungkin kalau
tanpa engkau, teman. Engkaulah yang membuat indeks-indeks dari
apa-apa yang masih berantakan itu. Pokoknya, kita kini tahu bahwa
hal ini memang ada. Kita tahu, bahwa kita bukan hanya mengejar
khayalan. Alat stardrive itu ada, dan itulah yang memberi semangat
untuk kita kerjakan."
"Engkau bergurau?" Ben membuka matanya. "Paling tidak
sudah tiga kali aku hendak menyerah, dan hendak menyerahkan
segalanya ini kepada laboratorium NASA, atau siapa saja yang
mampu menyelesaikannya." Dengan bangga ia memandangi Anita.
"Tetapi tidak begitu dengan Tom. Ia tak mau menyerah begitu saja.
Boleh dikata dia sendirilah yang melakukan seluruh bagian fisikanya.
Boleh kukatakan: sembilan puluh persen Tom Swift dan sepuluh
persen teknologi bangsa Skree."
"Ya, aku harus menyesuaikan prinsip-prinsip mereka dengan
teknologi bangsa manusia," kata Tom lembut.

"Bagaimana cara kerjanya?" tanya si rambut merah.


"Yahh, semacam memperluas ruang yang sesungguhnya lalu
masuk ke dalam ruang nol ini," jawab Tom.
"Memperluas? 'Semacam': Istilah teknik apa itu?"
Tom mengangkat bahu dan tersenyum lemah. "Kami merasa
yakin bahwa perhitungan secara matematiknya sudah benar, demikian
pula perhitungannya secara fisika. Kita harus membangun sebuah
prototip dan mengujinya. Kemudian aku baru akan tahu, baru akan
mengerti mengapa bisa demikian."
"Yang mengherankan, hanya memerlukan tenaga sedikit saja,"
Ben menyambung. "Mesin itu akan menciptakan suatu medan
semacam dongkrak elektronik dan ini akan menguakkan sebuah
pintu untuk memasuki ruang nol."
"Sebuah lubang di ruang angkasa," kata Anita, matanya
berputar-putar. "Kalian sajalah yang nanti mengemudikan kapal
demikian itu, aku akan belajar sambil jalan."
"Ahh," kata Ben, tangannya melambai tanpa tujuan dan
mulutnya menganga lagi dengan penuh kekuatan otot-otot rahangnya.
Suasana hening, sementara mereka melihat keluar dari jendela
kabin utama, memandangi bintang-biritang yang berkelap-kelip,
bintang-bintang dari rasi Bimasakti. Senyuman Anita memudar sesaat.
"Tetapi apa saja yang ada di luar sana?"
"Bintang-bintang. Jutaan, mungkin bermilyar-milyar," kata
Ben.
"Dan bangsa Skree hidup pada salah satu bintang itu," kata
Anita hampir tak terdengar. "Aku ingin tahu, apakah mereka juga
mirip dengan kita?" Ia menggeleng. "Mungkin tidak. Kemungkinan
bahwa mereka seperti manusia kukira kecil sekali. Suatu rangkaian
bentuk-bentuk perantara yang luar biasa, ah, lebih tepat serangkaian
bentuk perantara yang unik akhirnya menjadi manusia."

"Perkembangan setiap bentuk kehidupan selalu unik," kata Ben.


"Engkau melihat sendiri, demikian banyaknya aneka ragam jenis-jenis
yang ada. Itu baru di Bumi saja."
Anita tertawa. "Ya, ampuun. Memang. "Aku pernah melihat
kaktus atau serangga, yang boleh kukatakan bukan hasil
perkembangan di planet kita."
"Tetapi jelas berlangsung di Bumi kita," kata Tom. "Alam kita
sangat banyak kelainan-kelainannya. Apa lagi bentuk kehidupan
seperti jenis-jenis yang ada pada tekanan-tekanan lingkungan yang
berbeda seperti bangsa Skree, misalnya."
Tom bangkit duduk dan berseru kepada si robot yang ada di
ruang kemudi. "E, Aristotle! Bisa datang kemari sebentar saja?"
Beberapa saat kemudian benda setengah mesin itu muncul di
ambang pintu tingkap. "Ya, Tom?"
"Kita terbang dengan autopilot?"
"Ya. Tak ada sesuatu yang ada di ruang jangkauan sensorsensor kita. Menjemukan sebenarnya. Aku sebenarnya baru
merenung-renungkan hidup khayalnya Mycroft Holmes."
"Saudara dari Sherlock Holmes yang lebih cerdik," kata Ben
sambil menyeringai.
"Tepat. Aku sedang menyusun kembali mitologi Sherlock
dengan Mycroft. Misalnya dalam The Hound of the Baskervilles,
kukira posisi Mycroft...."
"Aristotle," kata Tom. "Maaf, lain kali saja."
Robot yang mengkilat itu tak mau membantah. "Ya, Tom?"
"Katakan kepada Anita, apa saja yang kauperoleh dari Aracta
mengenai bangsa Skree." Ia segera menyambung: "Maksudku dalam
istilah-istilah percakapan bukan secara matematik."
"Ya, memang. Aracta memiliki perbendaharaan ingatan yang
mengagumkan. Sungguh menyedihkan bahwa hal itu rusak karena

pengaruh radiasi. Pengetahuan yang begitu berharga dan unik hilang


begitu saja." Robot itu berhenti sejenak lalu melanjutkan.
"Kita belum memperoleh informasi mengenai susunan tubuh
bangsa Skree, ukurannya atau secara biologis. Apa yang mereka
berikan kepada Aracta, sebenarnya hanya sejarah mereka menurut
versi kanak-kanakdisederhanakan dan disajikan secara sangat
menarik."
Ben tertawa. "Kedengarannya biasa saja, ya? Ingat di sekolah,
bagaimana mereka membuat tokoh-tokoh sejarah kita menjadi kabur
karena mereka telah diwarnai dan dicopoti dari segala warna dan
kelemahan manusiawinya."
"Teruskan," kata Tom kepada Aristotle. Ia telah mendengar
sebelumnya, tetapi setiap kali ia mendengarnya lagi, ia selalu
bertambah lagi pengetahuannya.
"Bangsa Skree berasal dari planet yang mereka sebut Skranipor.
Matahari mereka ialah Skra. Ada tujuh buah planet dalam tatasurya
mereka, tetapi hanya satu yang dapat ditinggali tanpa teknologi
tambahan.
Mereka telah berhasil memperkembangkan alat-alat angkut
antar planet sejak beberapa waktu yang lalu. Hal itu tak mereka
sebutkan, tetapi aku dapat memperkirakan dari data yang
menyinggungnya secara tak langsung, bahwa hal itu telah berlangsung
sejak 2.000 tahun yang lalu, dihitung dengan tahun kita."
"Engkau tahu, bahwa kita sedang membicarakan suatu tatasurya
yang disebut Alpha Centauri?" tanya Tom dan Anita mengangguk.
"Nampak dari sini hanya sebuah bintang," Aristotle
melanjutkan. "Tetapi sebenarnya ada dua buah bintang. Karena itulah
nampaknya sangat terang. Jaraknya 4,3 tahun cahaya dari Bumi.
Bintang mereka, Skra, hanya sedikit lebih besar dari Matahari kita dan
sangat mirip. Bintang yang kedua lebih kecil dan lebih dingin. Ada
lagi bintang ketiga, Proxima Centauri, yang merupakan bintang kerdil

berwarna merah. Kedua tatasurya ini saling mendekati dengan


kecepatan 25 kilomter setiap jam. Jadi kira-kira 28.000 tahun lagi
jaraknya tinggal 3,1 tahun cahaya dari kita."
"Sejauh ini kita sudah tahu tanpa Aracta," kata Anita. "Tetapi
bagaimana mengenai orang-orangnya?" Ia berhenti dan nampak tak
mengerti. "Apakah itu kata yang tepat? Orang-orang? Pribumi? Atau
penduduk? Pokoknya mereka yang telah menciptakan Aractabangsa
Skree?"
"Ada tujuh planet dalam tatasurya mereka, delapan lagi di
bintang yang lebih dingin, yaitu bintang yang mereka sebut Chiba.
Tak disebut berapa planet yang ada di bintang yang kerdil. Dengan
suatu tatasurya lain yang demikian dekatnya, sebenarnya secara relatif
cukup mudah untuk mencapainya, sekali mereka telah menemukan
penerbangan ruang angkasa."
"Tetapi bukan mesin Stardrive?" tanya Anita.
"Bukan, itu suatu penemuan baru. Mungkin kurang dari seribu
tahun yang lalu. Mereka menduduki beberapa planet di kedua
tatasurya, meskipun planet mereka sendirilah yang sebenarnya dapat
didiami."
"Kira-kira seperti Mars?" tanya Anita. "Engkau hanya dapat
tinggal di sana dengan bantuan teknologi luas."
"Persamaan itu boleh juga, Anita. Bangsa Skree meluas dengan
arah menjauhi kita, ke bintang-bintang yang lebih dekat dengan
mereka. Di sanalah, di sebuah dunia yang disebut Tharcon bangsa
Skree itu menjumpai suatu bangsa yang mereka sebut bangsa Chutan.
Menurut tolok ukuran bangsa Skree, kukira cocok juga dengan
tolok bandingan kita bangsa Chutan ini biadab dan ganas."
"Tetapi termasuk cerdas," sambung Tom.
"Terjadilah sesuatu.semacam musibah atau pengkhianatan.
Bangsa Chutan menyita sebuah kapal Skree. Dalam waktu seratus

tahun bangsa Chutan lalu memiliki angkutan lalulintas antar planet.


Eh, maaf Aristotle, silakan lanjutkan."
"Terimakasih, Tom. Bangsa Chutan sangat agresif dan kejam.
Teknologi yang mereka curi memungkinkan mereka memperbudak
bentuk-bentuk kehidupan di sekelilingnya. Mereka mengidap rasa
dendam yang luar biasa terhadap bangsa Skree."
"Barangkali karena teknologi yang mereka peroleh, yang
membuat mereka begitu agresif dan berhasil itu, berasal dari hasil
curian mereka dari bangsa Skree," kata Ben.
"Begitulah pula analisaku," kata si robot. "Mereka mengingini
semua dunia yang didiami oleh bangsa Skree. Tak perlu dijelaskan
lagi, kalau bukan untuk menduduki suatu dunia mereka tentu tak ada
alasan untuk mengumumkan perang dan ingin menguasainya."
"Nah, mungkin ada jutaan planet di luar sana," kata Tom.
"Tetapi tidak semuanya dalam jangkauan mereka."
"Benar," kata si robot. "Sementara itu bangsa Skree menemukan
mesin pendorong ke bintang-bintang, atau mesin stardrive. Mereka
lalu menyelidiki dan menduduki dunia-dunia yang jauh di luar
jangkauan mesin-mesin antar planet yang telah dicuri oleh bangsa
Chutan."
"Ha," kata Anita. "Jangan katakan bahwa bangsa Chutan telah
mencuri mesin stardrive!"
"Informasi-informasi yang kuperoleh hanya sepotong-sepotong,
Anita. Tetapi kukira ada sebuah kapal Skree yang rusak di daerah
ruang angkasa nol, lalu terlempar kembali ke dalam ruang angkasa
biasa, dimana kapal tersebut dipergoki lalu disita oleh bangsa
Chutan."
"Haa, jadi bangsa biadab itu sudah memiliki mesin stardrive,"
kata Anita dengan menggigil.

"Seorang gila memegang senjata laser di tengah-tengah ruangan


yang penuh orang!"
"Perbandingan yang tepat lagi," kata Aristotle. "Aku
menemukan, bahwa pembicaraan manusia dapat terbungkus menjadi
maksud lain atau analogi-analogi demi pengertian yang lebih mudah.
Aku telah belajar dari engkau, Anita. Terimakasih."
"Terimakasih kembali," Anita meringis.
"Pengalaman manusia terdiri atas demikian banyak faktor," si
robot meneruskan. "Aku dapat memberikan banyak statistik mengenai
peristiwa semu, seolah-olah matahari itu terbit dan naik dari cakrawala
sesungguhnya cakrawalalah yang turun, bukan matahari yang naik
keadaan cuaca, suhu, analisis dan deskripsi yang luas tentang flora
dan fauna di kemudian hari, kelembaban dan angka-angka pada
barometer dan sebagainya. Tetapi sebaris kata-kata puisi dapat
mengungkapkan inti peristiwa itu dengan kejelasan yang luar biasa.
Suatu bentuk pengungkapan yang kini sedang kuselidiki."
"Untuk apa, Aristotle?" Anita tersenyum. "Engkau akan
menulis sajak-sajak?"
"Mungkin saja. Meskipun aku menyadari sepenuhnya
keadaanku yang kurang sempurna. Aku tak akan ragu-ragu untuk
menyusun sajak masih kurang dari sempurna."
"Ah, Aristotle, kita semua tak ada yang sempurna," kata Anita.
"Itu diperbolehkan pada manusia. Tetapi pada robot tidak.
Kesempurnaan adalah bentuk terendah yang dapat diterima."
"Nah, nah, jangan mulai lagi dengan kata-kata 'mesin yang
selalu bisa salah'," kata Tom.
"Baik, Tom. Aku telah mempelajari puisi akhir-akhir ini. Puisi
adalah ungkapan pikiran yang membangunkan emosi-emosi yang
lebih tinggi dan lebih agung atau sebaliknya; dengan kata-kata yang
disusun menurut aturan-aturan yang telah diterima. Aku sedang
mempelajari aturan-aturan ini.."

"Aristotle!"
"Ya, Tom?"
"Cerita bangsa Skree itu?"
"Eh, iya. Sungguh hampir putus asa karena hanya memiliki
tidak lebih dari beberapa sketsa sejarah. Aku memperoleh sepotongsepotong yang belum dapat disambung-sambungkan; kata-kata,
konsep-konsep dan statistik. Siapa atau apa yang disebut Pargin?
Necrotomb? Pahlawan-pahlawan Malam? Musibah di Kailalla
rupanya sangat genting, tetapi aku tak tahu dari sudut mana. Ada
bangsa-bangsa yang telah dihubungi oleh bangsa Skree, tetapi belum
ada petunjuk-petunjuk apakah mereka ini cerdas atau tidak: bangsa
Kiff, bangsa Champorla, bangsa Makhluk-makhluk hitam dan
seterusnya. Ratu Lulana, Ahli Sihir Kegelapan, Raja Matahari, Badik
Merah, bangsa Cirrak dari Li Thorn semuanya sangat misterius dan
penuh teka-teki. Aku tidak mempunyai cara untuk mencatat namanama dan kenyataan-kenyataan ini kecuali dalam berkas campurcampur mengenai bangsa Skree. Ah, sangat membuat putus asa!"
Tom menghela napas dan memandangi Anita. "Yahhh, kalau
kita dapat membuat mesin stardrive itu menjadi kenyataan, kita dapat
mengetahuinya." Tiba-tiba ia tertawa hi-hi-hi. "Semuanya serba
menggairahkan. Rasanya tak bisa aku menunggu lagi."
Anita memandang ke Benyamin Franklin Walking Eagle, lalu
berkata: "Mengertikah engkau? Bergaul dengan kalian tidak terlalu
menjemukan!"
Ben mengucap. "Dan segala kegembiraan itu sedang mulai!"
Mereka tak menyadari sepenuhnya, apa yang akan terjadi dalam
peristiwa-peristiwa selanjutnya.
Tom memandangi keduanya, matanya bersinar. "Tepat sekali
engkau, Ben. Ini hanya baru permulaan!"

Anda mungkin juga menyukai