Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

MENINGITIS
A. DEFINISI
Meningitis adalah radang pada meningen (membran yang mengelilingi
otak dan medula spinalis) dan disebabkan oleh virus, bakteri atau organ-organ
jamur. ( NANDA, 2012 )
Meningitis adalah

radang

pada

membran

pelindung

yang

menyelubungi otak dan sumsum tulang belakang, yang secara kesatuan


disebut meningen. ( Fransisca ,2008 )
Meningitis adalah peradangan pada meninges, membran dari otak dan
sumsum tulang belakang. Hal ini paling sering disebabkan oleh infeksi
(bakteri, virus, atau jamur), tetapi juga dapat diproduksi oleh iritasi kimia,
perdarahan subarachnoid, kanker dan kondisi lainnya. ( WHO, 2014 )
Meningitis merupakan inflamasi yang terjadi pada lapisan arahnoid
dan piamatter di otak serta spinal cord. Inflamasi ini lebih sering disebabkan
oleh bakteri dan virus meskipun penyebab lainnya seperti jamur dan protozoa
juga terjadi. (Donna D.,1999).

B. KLASIFIKASI
a. Meningitis purulenta
Adalah radang selaput otak ( aracnoid dan piamater ) yang
menimbulkan eksudasi berupa pus, disebabkan oleh kuman non spesifik
dan non virus. Penyakit ini lebih sering didapatkan pada anak daripada
orang dewasa.

Meningitis purulenta pada umumnya sebagai akibat komplikasi


penyakit lain. Kuman secara hematogen sampai keselaput otak; misalnya
pada penyakit penyakit faringotonsilitis, pneumonia, bronchopneumonia,
endokarditis dan lain lain.
Penyebab meningitis purulenta adalah sejenis kuman
pneomococcus, hemofilus influenza, stafhylococcus, streptococcus,
E.coli, meningococcus, dan salmonella.
Komplikasi pada meningitis purulenta dapat terjadi sebagai akibat
pengobatan yang tidak sempurna / pengobatan yang terlambat . pada
permulaan gejala meningitis purulenta adalah panas, menggigil, nyeri
kepala yang terus menerus, mual dan muntah, hilangnya napsu makan,
kelemahan umum dan rasa nyeri pada punggung dan sendi, setelah 12
(dua belas ) sampai 24 (dua pulu empat ) jam timbul gambaran klinis
meningitis yang lebih khas yaitu nyeri pada kuduk dan tanda tanda
rangsangan selaput otak seperti kaku kuduk dan brudzinski. Bila terjadi
koma yang dalam , tanda tanda selaput otak akan menghilang, penderita
takut akan cahaya dan amat peka terhadap rangsangan, penderita sering
gelisah, mudah terangsang dan menunjukan perubahan mental seperti
bingung, hiperaktif dan halusinasi. Pada keadaan yang berat dapat terjadi
herniasi otak sehingga terjadi dilatasi pupil dan koma.
b. Meningitis serosa ( tuberculosa )
Meningitis tuberculosa masih sering dijumpai di Indonesia, pada
anak dan orang dewasa. Meningitis tuberculosa terjadi akibat komplikasi
penyebab tuberculosis primer, biasanya dari paru paru. Meningitis bukan
terjadi karena terinpeksi selaput otak langsung penyebaran hematogen,
tetapi biasanya skunder melalui pembentukan tuberkel pada permukaan
otak, sumsum tulang belakang atau vertebra yang kemudian pecah
kedalam rongga archnoid.
Tuberkulosa ini timbul karena penyebaran mycobacterium
tuberculosa. Pada meningitis tuberkulosa dapat terjadi pengobatan yang
tidak sempurna atau pengobatan yang terlambat. Anak juga biasa menjadi
tuli atau buta dan kadang kadang menderita retardasi mental.
C. ETIOLOGI

Meningitis disebabkan oleh berbagai macam organisme, tetapi kebanyakan


pasien dengan meningitis mempunyai faktor predisposisi seperti fraktur
tulang tengkorak, infeksi, operasi otak atau sum-sum tulang belakang.
macam-macam penyebab meningitis:
a. Meningitis bacterial ( meningitis sepsis )
Meningitis bacterial adalah suatu keadaan ketika selaput dari otak
mengalami peradangan akibat bakteri. Bakteri paling sering dijumpai
pada meningitis bakteri akut yaitu Neiserria Meningitidis ( meningitis
meningokokus), sterptococus pneumonia ( pada dewasa ), dan
haemophilus influenza ( pada anak-anak dan dewasa muda ). Ketiga
organisme ini menyebabkan sekitar 75% kasus meningitis bakteri. Bentuk
penularannya melalui kontak langsung, yang mencakup secret dari hidung
dan tenggorok yang membawa kuman atau infeksi dari orang lain.
b. Meningitis virus ( meningitis aseptis )
Meningitis virus adalah infeksi pada meningen; cenderung jinak dan bisa
sembuh sendiri. Virus biasanya bereplikasi sendiri ditempat terjadinya
infeksi awal (misalnya sistem nasofaring dan saluran cerna) dan
kemudian menyebar kesistem saraf pusat melalui sistem vaskuler.
Virus penyebab meningitis dapat dibagi dalam dua kelompok, yaitu virus
RNA (ribonuclear acid) dan virus DNA (deoxyribo nucleid acid). Contoh
virus RNA adalah enterovirus (polio), arbovirus (rubella), flavivirus
(dengue), mixovirus (influenza, parotitis, morbili). Sedangkan contoh
virus DNA antaa lain virus herpes, dan retrovirus (AIDS).
c. Meningitis Jamur
Meningitis Cryptococcus adalah infeksi jamur yang mempengaruhi
sistem saraf pusat pada klien dengan AIDS. Infeksi jamur dan parasit
pada susunan saraf pusat merupakan penyakit oportunistik yang pada
beberapa keadaan tidak terdiagnosa sehingga penanganannya juga sulit.
Manifestasi infeksi jamur dan parasit pada susunan saraf pusat dapat
berupa meningitis (paling sering) dan proses desak ruang (abses atau
kista).
Gejala klinisnya bervariasi tergantung dari system kekebalan tubuh yang
akan berefek pada respon inflamasi Respon inflamasi yang ditimbulkan

pada klien dengan menurunnya sistem imun antara lain: bisa

demam/tidak, sakit kepala, mual, muntah dan menurunnya status mental.


Faktor resiko terjadinya meningitis :
1) Infeksi sistemik
Didapat dari infeksi di organ tubuh lain yang akhirnya menyebar
secara hematogen sampai ke selaput otak, misalnya pneumonia, TBC,
perikarditis, dll.
Pada meningitis bacterial, infeksi yang disebabkan oleh bakteri terdiri
atas faktor pencetus sebagai berikut diantaranya adalah :
o Pneumonia
o Sinusitis
o Fraktur cranial, trauma otak
o Operasi spinal
o Meningitis bakteri juga bisa disebabkan oleh adanya penurunan
system kekebalan tubuh seperti AIDS.
2) Trauma kepala
Bisanya terjadi pada trauma kepala terbuka atau pada fraktur basis
cranii yang memungkinkan terpaparnya CSF dengan lingkungan luar
melalui othorrhea dan rhinorrhea
3) Kelainan anatomis
Terjadi pada pasien seperti post operasi di daerah mastoid, saluran

telinga tengah, operasi cranium.


D. PATHOFISIOLOGI
Otak dilapisi oleh tiga lapisan, yaitu: duramater, arachnoid, dan piamater.
Cairan otak dihasilkan di dalam pleksus choroid ventrikel bergerak/mengalir
melalui sub arachnoid dalam sistem ventrikuler dan seluruh otak dan sumsum
tulang belakang, direabsorbsi melalui villi arachnoid yang berstruktur seperti
jari-jari di dalam lapisan subarachnoid. Organisme masuk ke dalam aliran
darah dan menyebabkan reaksi radang di dalam meningen dan di bawah
korteks, yang dapat menyebabkan trombus dan penurunan aliran darah
serebral. Jaringan serebral mengalami gangguan metabolisme akibat eksudat
meningen, vaskulitis dan hipoperfusi. Eksudat purulen dapat menyebar
sampai dasar otak dan medula spinalis. Radang juga menyebar ke dinding
membran ventrikel serebral. Cairan hidung (sekret hidung) atau sekret telinga
yang disebabkan oleh fraktur tulang tengkorak dapat menyebabkan
meningitis karena hubungan langsung antara cairan otak dengan lingkungan
(dunia luar), mikroorganisme yang masuk dapat berjalan ke cairan otak

melalui ruangan subarachnoid. Adanya mikroorganisme yang patologis


merupakan penyebab peradangan pada piamater, arachnoid, cairan otak dan
ventrikel.
Meningitis bakteri dimulai sebagai infeksi dari oroaring dan diikuti dengan
septikemia, yang menyebar ke meningen otak dan medula spinalis bagian
atas.

Meningitis

bakteri

dihubungkan

dengan

perubahan

fisiologis

intrakranial, yang terdiri dari peningkatan permeabilitas pada darah, daerah


pertahanan otak (barier otak), edema serebral dan peningkatan TIK. Faktor
predisposisi mencakup infeksi jalan nafas bagian atas, otitis media,
mastoiditis, anemia sel sabit dan hemoglobinopatis lain, prosedur bedah saraf
baru, trauma kepala dan pengaruh imunologis. Saluran vena yang melalui
nasofaring posterior, telinga bagian tengah dan saluran mastoid menuju otak
dan dekat saluran vena-vena meningen; semuanya ini penghubung yang
menyokong perkembangan bakteri.
Pada infeksi akut pasien meninggal akibat toksin bakteri sebelum terjadi
meningitis. Infeksi terbanyak dari pasien ini dengan kerusakan adrenal,
kolaps sirkulasi dan dihubungkan dengan meluasnya hemoragi (pada
sindromWaterhouse-Friderichssen) sebagai akibat terjadinya kerusakan
endotel dan nekrosis pembuluh darah yang disebabkan oleh meningokokus.
Selain dari adanya invasi bakteri, virus, jamur maupun protozoa, point
dentry masuknya kuman juga bisa melalui trauma tajam, prosedur operasi,
dan abses otak yang pecah, penyebab lainnya adalah adanya rinorrhea,
otorrhea pada fraktur bais cranii yang memungkinkan kontaknya CSF dengan
lingkungan luar.
POHON MASALAH

E. MANIFESTASI KLINIS
6

1. Meningitis
Manifestasi klinis Gejala meningitis diakibatkan dari infeksi dan peningkatan
TIK :
a. Sakit kepala dan demam (gejala awal yang sering)
b. Perubahan pada tingkat kesadaran dapat terjadi letargik, tidak responsif,
dan koma.
c. Iritasi meningen mengakibatkan sejumlah tanda sebagai berikut
1) Rigiditas nukal ( kaku leher ). Upaya untuk fleksi kepala mengalami
kesukaran karena adanya spasme otot-otot leher.
2) Tanda kernig positip
ketika pasien dibaringkan dengan paha dalam keadan fleksi kearah
abdomen, kaki tidak dapat di ekstensikan sempurna.
3) Tanda brudzinki (+)
Bila leher pasien di fleksikan maka dihasilkan fleksi lutut dan
pinggul. Bila dilakukan fleksi pasif pada ekstremitas bawah pada
salah satu sisi maka gerakan yang sama terlihat peda sisi ektremitas
yang berlawanan.
d.
Mengalami foto

fobia,

atau

sensitif

yang

berlebihan
pada
cahaya.
e. Kejang akibat area fokal

kortikal yang peka dan

peningkatan TIK akibat eksudat purulen dan edema serebral dengan


tanda-tanda perubahan karakteristik tanda-tanda vital (bradikardi),
pernafasan tidak teratur, sakit kepala, muntah dan penurunan tingkat
kesadaran.
f. Adanya ruam merupakan ciri menyolok pada meningitis meningokokal.
g. Infeksi fulminating dengan tanda-tanda septikimia : demam tinggi tibatiba muncul, lesi purpura yang menyebar, syok dan tanda koagulopati
intravaskuler diseminata
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan laboratorium yang khas pada meningitis adalah analisa cairan
otak. Analisa cairan otak diperiksa untuk jumlah sel, protein, dan konsentrasi

glukosa Lumbal Pungsi. Lumbal pungsi biasanya dilakukan untuk


menganalisa hitung jenis sel dan protein.cairan cerebrospinal, dengan syarat
tidak ditemukan adanya peningkatan TIK. Lumbal fungsi tidak bisa
dikerjakan pada pasien dengan peningkatan tekanan intra kranial..
Meningitis bacterial
Tekanan meningkat, cairan keruh/berkabut, leukosit dan protein
meningkat, glukosa menurun, kultur posistif terhadap beberapa jenis

bakteri.
Meningitis virus : tekanan bervariasi, CSF jernih, leukositosis, glukosa
dan protein normal, kultur biasanya negative.
Kaku kuduk pada meningitis bisa ditemukan dengan melakukan
pemeriksaan fleksi pada kepala klien yang akan menimbulkan nyeri,
disebabkan oleh adanya iritasi meningeal khususnya pada nervus cranial
ke XI, yaitu Asesoris yang mempersarafi otot bagian belakang leher,
sehingga akan menjadi hipersensitif dan terjadi rigiditas.
Sedangan pada pemeriksaan Kernigs sign (+) dan Brudzinsky sign
(+) menandakan bahwa infeksi atau iritasi sudah mencapai ke medulla
spinalis bagian bawah.
Pemeriksaan darah ini terutama jumlah sel darah merah yang
biasanya meningkat diatas nilai normal. Serum elektrolit dan serum
glukosa dinilai untuk mengidentifikasi adanya ketidakseimbangan
elektrolit terutama hiponatremi. Kadar glukosa darah dibandingkan
dengan kadar glukosa cairan otak. Normalnya kadar glukosa cairan otak
adalah 2/3 dari nilai serum glukosa dan pada pasien meningitis kadar
glukosa cairan otaknya menurun dari nilai normal.
Glukosa serum: meningkat (meningitis)
LDH serum: meningkat (meningitis bakteri)
Sel darah putih: sedikit meningkat dengan peningkatan neutrofil

(infeksi bakteri)
Elektrolit darah: Abnormal
ESR/LED: meningkat pada meningitis
MRI/CT-scan: dapat membantu dalam melokalisasi lesi, melihat
ukuran/letak ventrikel; hematom daerah serebral, hemoragik atau

tumor
Kultur darah/ hidung/ tenggorokan/ urine: dapat mengindikasikan
daerah pusat infeksi atau mengindikasikan tipe penyebab infeksi

Ronsen dada/kepala/ sinus: mungkin ada indikasi sumber infeksi

intra kranial
Arteriografi karotis : Letak abses

G. KOMPLIKASI
Komplikasi yang muncul pada anak dengan meningitis, antara lain:
a. Munculnya cairan pada lapisan subdural (efusi subdural). Cairan ini
muncul karena adanya desakan pada intrakranial yang meningkat
sehingga memungkinkan lolosnya cairan dari lapisan otak ke daerah
subdural.
b. Peradangan pada daerah ventrikuler ke otak (ventrikulitis). Abses pada
meningen dapat sampai ke jaringan kranial lain baik melalui perembetan
langsung maupun hematogen termasuk ke ventrikuler.
c. Hidrosepalus. Peradangan pada meningen dapat merangsang kenaikan
produksi Liquor Cerebro Spinal (LCS). Cairan LCS pada meningitis lebih
kental sehingga memungkinkan terjadinya sumbatan pada saluran LCS
yang menuju medulla spinalis. Cairan tersebut akhirnya banyak tertahan
di intrakranial.
d. Kelumpuhan saraf kranial merupakan komplikasi umum pada meningitis
bakterial
e. Abses otak. Abses otak terjadinya apabila infeksi sudah menyebar ke otak
karena meningitis tidak mendapat pengobatan dan penatalaksanaan yang
tepat.
f. Epilepsi
g. Retardasi mental. Retardasi mental kemungkinan terjadi karena
meningitis yang sudah menyebar ke serebrum sehingga mengganggu
gyrus otak anak sebagai tempat menyimpan memori.
h. Serangan meningitis berulang. Kondisi ini terjadi karena pengobatan yang
tidak tuntas atau mikroorganisme yang sudah resisten terhadap antibiotik
yang digunakan untuk pengobatan.
i. Komplikasi lanjutan yang dialami oleh klien adalah menjadi tuli akibat
kerusakan saraf kranial VIII.
H. PENATALAKSANAAN
a. Penatalaksanaan Terapeutik
- Isolasi
- Terapi antimikroba: antibiotik yang diberikan berdasarkan pada hasil
kultur, diberikan dengan dosis tinggi melalui intravena.

Mempertahankan hidrasi optimum: mengatasi kekurangan cairan dan

mencegah kelebihan cairan yang dapat menyebabkan edema.


Mencegah dan mengobati komplikasi: aspirasi efusi subdural (pada

bayi), terapi heparin pada anak


- Mengontrol kejang
- Mempertahankan ventilasi
- Mengurangi meningkatnya tekanan intra cranial
- Penatalaksanaan syok bacterial
- Mengontrol perubahan suhu lingkungan yang ekstrim
- Memperbaiki anemia
b. Penatalaksanaan Medis
- Antibiotik sesuai jenis agen penyebab
- Steroid untuk mengatasi inflamasi
- Antipiretik untuk mengatasi demam
- Antikonvulsant untuk mencegah kejang
- Neuroprotector untuk menyelamatkan sel-sel otak yang masih bisa

dipertahankan
- Pembedahan.
- Pemberian cairan intravena.
Perawatan
a. Pada waktu kejang
1) Longgarkan pakaian, bila perlu dibuka.
2) Hisap lendir
3) Hindarkan penderita dari jatuh
b. Bila penderita tidak sadar lama.
1) Beri makanan melalui sonde.
2) Cegah dekubitus dan pnemunia ortostatik dengan merubah posisi
penderita sesering mungkin.
3) Cegah kekeringan kornea dengan boor water atau saleb
antibiotika.
c. Pada inkontinensia urine lakukan katerisasi.
d. Pemantauan ketat.
1) Tekanan darah
2) Respirasi
3) Nadi
4) Produksi air kemih

I. KONSEP DASAR KEPERAWATAN


PENGKAJIAN
1. Identitas klien
Nama klien, tanggal lahir, umur, jenis kelamin, agama, bangsa, bahasa,
pendidikan, pekerjaan. Status pernikahan, alamat/ no. Telp., tanggal masuk
RS, no. Registrasi, diagnosa medis, sumber informasi, tanggal pengkajian.
2. Riwayat Penyakit
a. Kesehatan Sekarang
10

1) Alasan masuk RS: hal yang mendorong klien mencari pertolongan


tenaga kesehatan.
2) Keluhant utama: panas badan meningkat 1-4 hari, kejang, kesadaran
menurun, gelisah, muntah-muntah, sakit kepala, dan perkembangan
penyakit saat ini dan sekarang yang masih dirasakan dengan kriteria
PQRST.
3) Upaya dan terapi yang telah dilakukan untuk mengatasinya
b. Riwayat Kesehatan Dahulu
Klien sebelumnya menderita batuk , pilek kurang lebih 1-4 hari,
pernah menderita penyakit Herpes, penyakit infeksi pada hidung,telinga
dan tenggorokan.
Pengkajian pemakaian obat-obat yang sering digunakan klien
seperti pemakaian oba kortikosteroid, pemakaian jenis-jenis antibiotic
dan reaksinya (untuk menilai resistensi pemakaian antibiotic) dapat
meningkatkan komprehensifnya pengkajian.Pengkajian riwayat ini dapat
mendukung pengkajian dari riwayat penyakit sekarang dan merupakan
data dasar untuk mengkaji lebh jauh serta untuk memberikan tindakan
selanjutnya.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Keluarga ada yang menderita penyakit yang disebabkan oleh virus
contoh: Herpes dan lain-lain. Bakteri contoh: Staphylococcus Aureus,
Streptococcus, E. Coli , dan lain-lain.
d. Riwayat Psikososial
Pola peran berhubungan dengan keluarga, orang lain, dan tim kesehatan
apakah baik dan tidak ada masalah.
e. Riwayat Spiritual
Dapat terjadi gangguan dalam melaksanakan ibadah rutin yang biasa
dilakukan berhubungan dengan keterbatasan gerak dan nyeri yang dapat
mempengaruhi kegiatan ibadah rutin yang biasa dilakukan klien seharihari.
f. Riwayat Sosial
Faktor menderita meningitis dapat menyebabkan interaksi sosial klien
dengan keluarga atau dengan orang lain: perubahan peran: isolasi diri.
3. Pemenuhan Kebutuhan Dasar
a. aktivitas / Istirahat
Gejala:
Perasaan tidak enak (malaise).

11

Keterbatasan yang ditimbulkan oleh kondisinya.

Tanda:
Ataksia, masalah berjalan, kelumpuhan, gerakan involunter.
Kelemahan secara umum, keterbatasan dalam rentang gerak.
b. Sirkulasi
Gejala
Adanya riwayat kardiopatologi, seperti endokarditis, beberapa
Penyakit jantung kongenital (abses otak).
Tanda:

TIK dan pengaruh pada pusat vasomotor.


Takikardia, disritmia (pada Tekanan darah meningkat, nadi
menurun, dan tekanan nadi berat (berhubungan dengan
peningkatan

fase

akut),

seperti

disritmia

sinus

(pada

meningitis).
c. Eliminasi
Tanda :
Adanya inkontinensia dan / atau retensi.
d. Makanan / Cairan
Gejala :
Kehilangan nafsu makan.
Kesulitan menelan (pada periode akut).
Tanda :
Anoreksia, muntah.
Turgor kulit jelek, membran mukosa kering.
e. Hygiene
Tanda :
Ketergantungan terhadap semua kebutuhan perawatan diri
(pada periode akut).
f. Neurosensori
Gejala :
Sakit kepala (mungkin merupakan gejala pertama dan biasanya

berat).
Parestesia, terasa kaku pada semua persarafan yang terkena,
kehilangan sensasi (kerusakan pada saraf kranial). Hiperalesia /

meningkatnya sensitivitas pada nyeri (mengitis).


Timbul kejang (meningitis bakteri atau abses otak).
Gangguan dalam penglihatan, seperti diplopia (fase awal dari

beberapa infeksi).
Fotofobia (pada meningitis).
12

Ketulian atau mungkin hipersensitif terhadap kebisingan.


Adanya halusinasi penciuman atau sentuhan.

Tanda :

Kehilangan memori, sulit dalam mengambil keputusan (dapat


merupakan

awal

gejala

berkembangnya

hidrosefalus

komunikan yang mengikuti meningitis bakterial).


Afasia / kesulitan dalam berkomunikasi.
Mata (ukuran / reaksi pupil); unisokor atau tidak berespons
terhadap cahaya (peningkatan TIK), nistagmus (bola mata

bergerak-gerak terus-menerus).
Ptosis (kelopak mata atau jatuh). Karakteristik fasial (wajah):
perubahan pada fungsi motorik dan sensorik (saraf kranial V

dan VII terkena).


Tanda Brudzinski positif dan atau tanda kernig positif

merupakan indikasi adanya iritasi meningeal (fase akut).


Rigiditas nukal (iritasi meningeal).
Refleks tendon dalam: terganggu, Babinski positif.
Refleks abdominal menurun / tidak ada, refleks kremastetik
hilarg pada laki-laki (meningitis).

g. Nyeri / Kenyaman
Gejala :
Sakit kepala (berdenyut dengan hebat, frontal) mungkin akan
diperburuk oleh ketegangan leher / punggung kaku; nyeri pada
gerakan okular, fotosensitivitas, sakit; tenggorok nyeri.
Tanda :
Tampak
terus
terjaga,
perilaku
distraksi/gelisah.
Menangis/mengaduh/ mengeluh.
h. Pernapasan
Gejala :
Adanya riwayat infeksi sinus atau paru (abses otak).
Tanda :
Peningkatan kerja pernapasan (episode awal).
Perubahan mental (letargi sampai koma) dan gelisah.
i. Keamanan
Gejala :

13

Adanya riwayat infeksi saluran napas atas / infeksi lain,


meliputi: mastoiditis, telinga tengah, sinus, abses gigi; infeksi
pelvis, abdomen atau kulit, fungsi lumbal, pembedahan, fraktur

pada tengkorak / cedera kepala, anemia sel sabit.


Imunisasi yang baru saja berlangsung; terpajan

pada

meningitis, terpajan oleh campak, chickenpox, herpes simpleks,

mononukleosis, gigitan binatang, benda asing yang terbawa.


Gangguan penglihatan / pendengaran.

Tanda :

Suhu meningkat, diaforesis, menggigil.


Adanya ras, purpura menyeluruh, perdarahan subkutan.
Kelemahan secara umum; tonus otot flaksid atau spastik; paralisis

atau paresis.
Gangguan sensasi.

4. Pemeriksaan Fisik (Head to Toe)


a. Kepala
Inspeksi : bentuk kepala oval, rambut kusam, sedikit pembengkakan pada
bagian kepala.
Palpasi : nyeri tekan pada bagian kepala.
b. Mata
Inspeksi : ketika dilakukan pemeriksaan reaksi pupil menggunakan senter
klien memejamkan matanya dengan kuat, konjungtiva pucat, warna
sklera putih, terdapat lingkaran hitam disekitar mata.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan pada bagian mata.
c. Hidung
Inspeksi : simetris kiri dan kanan, warna hidung sama dengan warna kulit
sekitar wajah.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
d. Mulut
Inspeksi : mukosa bibir kering dan pucat, terdapat warna keputih-putihan
pada lidah, gusi warna merah muda, gigi kurang bersih.
Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan di sekitar mulut.
e. Telinga
Inspeksi : warna kulit sama dengan warna kulit disekitar, simetris telinga
kiri dengan yang kanan.
Palpasi : nyeri tekan disekitar telinga.
f. Leher
14

Inspeksi : warna kulit sama dengan warna kulit disekitar , tidak ada
pembesaran vena jugularis.
Palpasi : tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, terdapat nyeri tekan pada
punggung leher.
g. Dada
Inspeksi : warna kulit sama dengan warna kulit disekitar, tidak ada
pembengkakan.
Palpasi : nyeri tekan pada dada.
Perkusi : pekak.
Auskultasi : bunyi pernafasan rales (crekles).
h. Abdomen
Inspeksi : warna kulit sama dengan warna kulit disekitar, bentuk
abdomen cekung.
Auskultasi : bunyi peristaltik usus 37x/menit
Palpasi : nyeri tekan di abdomen kiri atas
Perkusi : bunyi timpani
i. Ektremitas atas dan bawah
atas
Inspeksi : terdapat ruam petechie.
Palpasi : nyeri tekan pada kulit.
bawah
Inspeksi : ektremitas bawah simetris kiri dan kanan dan terdapat
pembengkakan pada bagian lutut dan pergelangan kaki, babinski positif
Palpasi : nyeri tekan pada bagian lutut dan pergelangan kaki.
A. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Hipertermia b.d proses infeksi.
2. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak b/d edema serebral /
3.
4.
5.
6.

penyumbatan aliran darah.


Nyeri akut b/d proses infeksi.
Hambatan mobilitas fisik b/d kerusakan neuromuskuler.
Resiko cedera b/d kejang.
Resiko infeksi b/d daya tahan tubuh berkurang.

B. RENCANA KEPERAWATAN
N
o

Diagnosa
keperawat
an

Hipertermi

Tujuan dan Kriteria


Hasil

NOC :

Intervensi

NIC :

15

b/d proses
infeksi

- Thermoregulation
Kriteria Hasil :
Suhu tubuh
dalam rentang
normal
Nadi dan RR
dalam rentang
normal
Tidak ada
perubahan warna
kulit dan tidak
ada pusing,
merasa nyaman

Kaji penyebab hipertermi


R/ Hipertermi merupakan salah satu
gejala/kompensasi tubuh
terhadap adanya infeksi baik
secara lokal maupun secara
sistemik. hal ini perlu diketahui
sebagai dasar dalam rencana
intervensi.
Observasi suhu badan
R/ proses peningkatan suhu
menunjukkan proses penyakit
infeksius akut
Beri kompres hangat pada
dahi/axilla
R/ Daerah dahi / axilla merupakan
jaringan tipius dan terdapat
pembuluh darah sehingga proses
vasodilatasi pembuluh darah
lebih cepat sehingga pergerakan
molekul cepat.
Beri minum sering tapi sedikit.
R/ Untuk mengganti cairan yang
hilang selama proses evaporasi.
Anjurkan ibu untuk memakaikan
pakaian tipis dan yang dapat
menyerap keringat.
R/ Pakaian yang tipis dapat
membantu mempercepat proses
evaporasi.
Kolaborasi dalam pemberian obat
antipiretik
R/ Obat antipiretik bekerja sebagai
pengatur kembali pusat pengatur
panas

Nyeri akut
b/d proses
infeksi

NOC :
dalam waktu 3x24 jam
keluhan nyeri
berkurang/rasa sakit
terkendali.
Kriteria Hasil :
Mampu
mengontrol nyeri
(tahu penyebab
nyeri, mampu
menggunakan
tehnik
nonfarmakologi

NIC :
Usahakan membuat lingkungan

16

yang aman dan tenang.


R/Menurunkan reaksi terhadap
ransangan eksternal atau
kesensitifan terhadap cahaya dan
menganjurkan klien untuk
beristirahat.

Compress dingin (es) pada

untuk
mengurangi
nyeri, mencari
bantuan)
Melaporkan
bahwa nyeri
berkurang
dengan
menggunakan
manajemen nyeri
Mampu
mengenali nyeri
(skala, intensitas,
frekuensi dan
tanda nyeri)
Menyatakan rasa
nyaman setelah
nyeri berkurang

kepala.
R/Dapat menyebabkan
vasokonstriksi pembuluh darah
otak.

Lakukan penatalaksanaan nyeri


dengan metode distraksi dan
relaksasi nafas dalam.

R/Membantu menurunkan
(memutuskan ) stimulassi rasa
nyeri.

Lakukan latihan gerak aktif atau


pasif sesuai kondisi dengan
lembut dan hati-hati.

R/ Dapat membantu ralaksasi otototot yang tegang dan dapat


menurunkan nyeri atau rasa tidak
nyaman.

Kolaborasi pemberian analgesic

R/ Pemberian analgesic dapat


menurunkan rasa nyeri.
3

Risiko
cedera b/d
kejang

NOC :
dalam waktu 3x24 jam ,

NIC :
Monitor kejang pada tangan,

klien bebas dari cedera

kaki, mulut, dan otot-otot muka

yang disebabkan oleh


kejang dan penurunan

lainnya.
R/ Gambaran iritabilitas system

kesadaran.

saraf pusat memerlukan evaluasi


yang sesuai dengan intervensi

Kriteria Hasil :
klien tidak mengalami
cedera apabila ada

yang dapat untuk mencegah

kejang berulang.

terjadinya komplikasi.
Persiapkan lingkungan yang
aman seperti batasan ranjang,
papan pengaman, dan alat
suction selalu berada dekat klien.
R/Melindungi klien bila kejang
terjadi.

17

Pertahankan bedrest total selama


fase akut.
R/Mengurangi risiko jatuh/cidera

jika terjadi vertigo dan ataksia.


Kolaborasi pemberian terapi;
diazepam, fenobarbital.
R/Untuk mencegah atau

Hambatan

NOC
Klien dapat beraktifitas
mobilitas
kembali dengan normal
KRITERIA HASIL :
fisik b/d
Klien meningkat
kerusakan
dalam aktivitas
fisik
neuromusku
Bantu untuk
ler.
mobilisasi
(walker)

Resiko
infeksi b/d
daya tahan
tubuh
berkurang.

NOC :
Meminimalkan proses
penyebaran infeksi
KRITERIA HASIL :
Klien bebas dari
tanda dan gejala
infeksi
Menunjukan
kemampuan
untuk mencegah
18

mengurangi kejang.
NIC
Bantu latihan rentang gerak.
R/ Mempertahankan mobilisasi
dan fungsi sendi/posisi normal
akstremitas dan menurunkan
terjadinya vena yang statis
Berikan perawatan kulit, masase
dengan pelembab.
R/ Meningkatkan sirkulasi,
elastisitas kulit, dan menurunkan
resiko terjadinya ekskoriasi ku
Berikan matras udara atau air,
perhatikan kesejajaran tubuh
secara fumgsional.
R/ Menyeimbangkan tekanan
jaringan, meningkatkan sirkulasi
dan membantu meningkatkan
arus balik vena untuk
menurunkan resiko terjadinya
trauma
Berikan program latihan dan
penggunaan alat mobilisasi.
R/ Proses penyembuhan yang
lambat seringkali menyertai
trauma kepala dan pemulihan
secara fisik merupakan bagian
yang amat penting dari suatu
program pemulihan tersebut.
NIC :
Beri tindakan isolasi sebagai
pencegahan
R/ Pada fase awal meningitis, isolasi
mungkin diperlukan sampai
organisme diketahui/dosis
antibiotik yang cocok telah
diberikan untuk menurunkan

timbulnya infeksi
Jumlah leukosit
dalam batas
normal

resiko penyebaran pada orang


lain

Pertahankan teknik aseptik dan


teknik cuci tangan yang tepat

R/Menurunkan resiko pasien terkena


infeksi sekunder. Mengontrol
penyebaran sumber infeksi

Ubah posisi pasien secara teratur,


dianjurkan nafas dalam
R/ Memobilisasi secret dan
meningkatkan kelancaran secret
yang akan menurunkan resiko
terjadinya komplikasi terhadap
pernapasan

Berikan terapi antibiotik iv:


penisilin G, ampisilin,
klorampenikol, gentamisin.

R/ Obat yang dipilih tergantung


pada tipe infeksi dan sensitivitas
individu
6

Ketidakefekt
ifan

perfusi

jaringan otak
b/d

edema

serebral

penyumbatan
aliran darah.

NOC :
Tujuan :
Dalam waktu 3x24 jam
setelah diberikan
intervensi perfusi jaringa
otak meningkat.

NIC :

Anjurkan klien berbaring


minimal 4-6 jam setelah lumbal

pungsi.
R/ Mencegah nyeri kepala yang

Kriteria Hasil :
Tingkat kesadaran

menyertai perubahan tekanan

meningkat menjadi sadar,


disorientasi negative,
konsentrasi baik, perfusi
jaringan dan oksigenassi
baik, TTV dalam batas
normal, dan syok dapat
dihindari.

intracranial.

Monitor tanda-tanda peningkatan


tekanan intracranial selama
perjalanan penyakit (nadi lambat,
TD meningkat, kesadaran
menurun, nafas ireguler, refleks

pupil menurun, kelemahan).


R/ Mendeteksi tanda-tanda syok.
Monitor TTV dan neurologis tiap
5-30 menit. Catat dan laporkan

19

segera perubahan-perubahan
tekanan intra-cranial ke dokter.
R/ Perubahan-perubahan ini
manandakan ada perubahan
tekanan intracranial dan penting
untuk intervensi awal.

Hindari posisi tungkai ditekuk


atau gerakan-gerakan klien,

anjurkan untuk tirah baring.


R/ Mencegah peningkatan tekanan

intracranial.
Tinggikan sedikit kepala klien
dengan hati-hati, cegah gerakan
yang tiba-tiba dan tidak perlu
dari kepala dan leher, hindari

fleksi leher.
R/Mengurangi tekanan intracranial.
Bantu seluruh aktivitas dan
gerakan-gerakan klien. Anjurkan
klien untuk menghembuskan
nafas dalam bila miring dan
bergerak ditempat tidur. Cegah
posisi fleksi pada lutut.
R/ Mencegah keregangan otot yang
dapat menimbulkan peningkatan
tekanan intracranial

Sesuaikan dan atur waktu


prosedur perawatan dengan
periode reelaxsasi; hidari
rangsangan lingkungan yang

tidak perlu.
R/ Mencegah eksitasi yang
merangsang otak yang sudah
iritasi dan dapat menimbulkan

kejang.
Beri penjelasan kepada klien
tentang keadaan lingkungan.

20

R/ Mengurangi disorientasi dan


untuk klarifikasi persefsi sensorik

yang terganggu
Evaluasi selama masa
penyembuhan terhadap gangguan

motorik, sensorik dan intelektual.


R/ Untuk merujuk ke rehabilitasi.
Kolaborasi pemberian steroid
osmotic.
R/ Menurunkan tekanan intracranial.

DAFTAR PUSTAKA
Batticaca, Fransisca B. 2008. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
Sistem Saraf. Jakarta : Salemba
Doenges, Marilynn E, dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta:
EGC
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Jakarta: Media
Aesculapius
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Dgn Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta : Salemba
Nuratif, Amin Huda. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis & NANDA NIC NOC. Yogyakarta: Mediaction
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth. Jakarta: EGC

21

Anda mungkin juga menyukai