MENINGITIS
A. DEFINISI
Meningitis adalah radang pada meningen (membran yang mengelilingi
otak dan medula spinalis) dan disebabkan oleh virus, bakteri atau organ-organ
jamur. ( NANDA, 2012 )
Meningitis adalah
radang
pada
membran
pelindung
yang
B. KLASIFIKASI
a. Meningitis purulenta
Adalah radang selaput otak ( aracnoid dan piamater ) yang
menimbulkan eksudasi berupa pus, disebabkan oleh kuman non spesifik
dan non virus. Penyakit ini lebih sering didapatkan pada anak daripada
orang dewasa.
Meningitis
bakteri
dihubungkan
dengan
perubahan
fisiologis
E. MANIFESTASI KLINIS
6
1. Meningitis
Manifestasi klinis Gejala meningitis diakibatkan dari infeksi dan peningkatan
TIK :
a. Sakit kepala dan demam (gejala awal yang sering)
b. Perubahan pada tingkat kesadaran dapat terjadi letargik, tidak responsif,
dan koma.
c. Iritasi meningen mengakibatkan sejumlah tanda sebagai berikut
1) Rigiditas nukal ( kaku leher ). Upaya untuk fleksi kepala mengalami
kesukaran karena adanya spasme otot-otot leher.
2) Tanda kernig positip
ketika pasien dibaringkan dengan paha dalam keadan fleksi kearah
abdomen, kaki tidak dapat di ekstensikan sempurna.
3) Tanda brudzinki (+)
Bila leher pasien di fleksikan maka dihasilkan fleksi lutut dan
pinggul. Bila dilakukan fleksi pasif pada ekstremitas bawah pada
salah satu sisi maka gerakan yang sama terlihat peda sisi ektremitas
yang berlawanan.
d.
Mengalami foto
fobia,
atau
sensitif
yang
berlebihan
pada
cahaya.
e. Kejang akibat area fokal
bakteri.
Meningitis virus : tekanan bervariasi, CSF jernih, leukositosis, glukosa
dan protein normal, kultur biasanya negative.
Kaku kuduk pada meningitis bisa ditemukan dengan melakukan
pemeriksaan fleksi pada kepala klien yang akan menimbulkan nyeri,
disebabkan oleh adanya iritasi meningeal khususnya pada nervus cranial
ke XI, yaitu Asesoris yang mempersarafi otot bagian belakang leher,
sehingga akan menjadi hipersensitif dan terjadi rigiditas.
Sedangan pada pemeriksaan Kernigs sign (+) dan Brudzinsky sign
(+) menandakan bahwa infeksi atau iritasi sudah mencapai ke medulla
spinalis bagian bawah.
Pemeriksaan darah ini terutama jumlah sel darah merah yang
biasanya meningkat diatas nilai normal. Serum elektrolit dan serum
glukosa dinilai untuk mengidentifikasi adanya ketidakseimbangan
elektrolit terutama hiponatremi. Kadar glukosa darah dibandingkan
dengan kadar glukosa cairan otak. Normalnya kadar glukosa cairan otak
adalah 2/3 dari nilai serum glukosa dan pada pasien meningitis kadar
glukosa cairan otaknya menurun dari nilai normal.
Glukosa serum: meningkat (meningitis)
LDH serum: meningkat (meningitis bakteri)
Sel darah putih: sedikit meningkat dengan peningkatan neutrofil
(infeksi bakteri)
Elektrolit darah: Abnormal
ESR/LED: meningkat pada meningitis
MRI/CT-scan: dapat membantu dalam melokalisasi lesi, melihat
ukuran/letak ventrikel; hematom daerah serebral, hemoragik atau
tumor
Kultur darah/ hidung/ tenggorokan/ urine: dapat mengindikasikan
daerah pusat infeksi atau mengindikasikan tipe penyebab infeksi
intra kranial
Arteriografi karotis : Letak abses
G. KOMPLIKASI
Komplikasi yang muncul pada anak dengan meningitis, antara lain:
a. Munculnya cairan pada lapisan subdural (efusi subdural). Cairan ini
muncul karena adanya desakan pada intrakranial yang meningkat
sehingga memungkinkan lolosnya cairan dari lapisan otak ke daerah
subdural.
b. Peradangan pada daerah ventrikuler ke otak (ventrikulitis). Abses pada
meningen dapat sampai ke jaringan kranial lain baik melalui perembetan
langsung maupun hematogen termasuk ke ventrikuler.
c. Hidrosepalus. Peradangan pada meningen dapat merangsang kenaikan
produksi Liquor Cerebro Spinal (LCS). Cairan LCS pada meningitis lebih
kental sehingga memungkinkan terjadinya sumbatan pada saluran LCS
yang menuju medulla spinalis. Cairan tersebut akhirnya banyak tertahan
di intrakranial.
d. Kelumpuhan saraf kranial merupakan komplikasi umum pada meningitis
bakterial
e. Abses otak. Abses otak terjadinya apabila infeksi sudah menyebar ke otak
karena meningitis tidak mendapat pengobatan dan penatalaksanaan yang
tepat.
f. Epilepsi
g. Retardasi mental. Retardasi mental kemungkinan terjadi karena
meningitis yang sudah menyebar ke serebrum sehingga mengganggu
gyrus otak anak sebagai tempat menyimpan memori.
h. Serangan meningitis berulang. Kondisi ini terjadi karena pengobatan yang
tidak tuntas atau mikroorganisme yang sudah resisten terhadap antibiotik
yang digunakan untuk pengobatan.
i. Komplikasi lanjutan yang dialami oleh klien adalah menjadi tuli akibat
kerusakan saraf kranial VIII.
H. PENATALAKSANAAN
a. Penatalaksanaan Terapeutik
- Isolasi
- Terapi antimikroba: antibiotik yang diberikan berdasarkan pada hasil
kultur, diberikan dengan dosis tinggi melalui intravena.
dipertahankan
- Pembedahan.
- Pemberian cairan intravena.
Perawatan
a. Pada waktu kejang
1) Longgarkan pakaian, bila perlu dibuka.
2) Hisap lendir
3) Hindarkan penderita dari jatuh
b. Bila penderita tidak sadar lama.
1) Beri makanan melalui sonde.
2) Cegah dekubitus dan pnemunia ortostatik dengan merubah posisi
penderita sesering mungkin.
3) Cegah kekeringan kornea dengan boor water atau saleb
antibiotika.
c. Pada inkontinensia urine lakukan katerisasi.
d. Pemantauan ketat.
1) Tekanan darah
2) Respirasi
3) Nadi
4) Produksi air kemih
11
Tanda:
Ataksia, masalah berjalan, kelumpuhan, gerakan involunter.
Kelemahan secara umum, keterbatasan dalam rentang gerak.
b. Sirkulasi
Gejala
Adanya riwayat kardiopatologi, seperti endokarditis, beberapa
Penyakit jantung kongenital (abses otak).
Tanda:
fase
akut),
seperti
disritmia
sinus
(pada
meningitis).
c. Eliminasi
Tanda :
Adanya inkontinensia dan / atau retensi.
d. Makanan / Cairan
Gejala :
Kehilangan nafsu makan.
Kesulitan menelan (pada periode akut).
Tanda :
Anoreksia, muntah.
Turgor kulit jelek, membran mukosa kering.
e. Hygiene
Tanda :
Ketergantungan terhadap semua kebutuhan perawatan diri
(pada periode akut).
f. Neurosensori
Gejala :
Sakit kepala (mungkin merupakan gejala pertama dan biasanya
berat).
Parestesia, terasa kaku pada semua persarafan yang terkena,
kehilangan sensasi (kerusakan pada saraf kranial). Hiperalesia /
beberapa infeksi).
Fotofobia (pada meningitis).
12
Tanda :
awal
gejala
berkembangnya
hidrosefalus
bergerak-gerak terus-menerus).
Ptosis (kelopak mata atau jatuh). Karakteristik fasial (wajah):
perubahan pada fungsi motorik dan sensorik (saraf kranial V
g. Nyeri / Kenyaman
Gejala :
Sakit kepala (berdenyut dengan hebat, frontal) mungkin akan
diperburuk oleh ketegangan leher / punggung kaku; nyeri pada
gerakan okular, fotosensitivitas, sakit; tenggorok nyeri.
Tanda :
Tampak
terus
terjaga,
perilaku
distraksi/gelisah.
Menangis/mengaduh/ mengeluh.
h. Pernapasan
Gejala :
Adanya riwayat infeksi sinus atau paru (abses otak).
Tanda :
Peningkatan kerja pernapasan (episode awal).
Perubahan mental (letargi sampai koma) dan gelisah.
i. Keamanan
Gejala :
13
pada
Tanda :
atau paresis.
Gangguan sensasi.
Inspeksi : warna kulit sama dengan warna kulit disekitar , tidak ada
pembesaran vena jugularis.
Palpasi : tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, terdapat nyeri tekan pada
punggung leher.
g. Dada
Inspeksi : warna kulit sama dengan warna kulit disekitar, tidak ada
pembengkakan.
Palpasi : nyeri tekan pada dada.
Perkusi : pekak.
Auskultasi : bunyi pernafasan rales (crekles).
h. Abdomen
Inspeksi : warna kulit sama dengan warna kulit disekitar, bentuk
abdomen cekung.
Auskultasi : bunyi peristaltik usus 37x/menit
Palpasi : nyeri tekan di abdomen kiri atas
Perkusi : bunyi timpani
i. Ektremitas atas dan bawah
atas
Inspeksi : terdapat ruam petechie.
Palpasi : nyeri tekan pada kulit.
bawah
Inspeksi : ektremitas bawah simetris kiri dan kanan dan terdapat
pembengkakan pada bagian lutut dan pergelangan kaki, babinski positif
Palpasi : nyeri tekan pada bagian lutut dan pergelangan kaki.
A. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Hipertermia b.d proses infeksi.
2. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak b/d edema serebral /
3.
4.
5.
6.
B. RENCANA KEPERAWATAN
N
o
Diagnosa
keperawat
an
Hipertermi
NOC :
Intervensi
NIC :
15
b/d proses
infeksi
- Thermoregulation
Kriteria Hasil :
Suhu tubuh
dalam rentang
normal
Nadi dan RR
dalam rentang
normal
Tidak ada
perubahan warna
kulit dan tidak
ada pusing,
merasa nyaman
Nyeri akut
b/d proses
infeksi
NOC :
dalam waktu 3x24 jam
keluhan nyeri
berkurang/rasa sakit
terkendali.
Kriteria Hasil :
Mampu
mengontrol nyeri
(tahu penyebab
nyeri, mampu
menggunakan
tehnik
nonfarmakologi
NIC :
Usahakan membuat lingkungan
16
untuk
mengurangi
nyeri, mencari
bantuan)
Melaporkan
bahwa nyeri
berkurang
dengan
menggunakan
manajemen nyeri
Mampu
mengenali nyeri
(skala, intensitas,
frekuensi dan
tanda nyeri)
Menyatakan rasa
nyaman setelah
nyeri berkurang
kepala.
R/Dapat menyebabkan
vasokonstriksi pembuluh darah
otak.
R/Membantu menurunkan
(memutuskan ) stimulassi rasa
nyeri.
Risiko
cedera b/d
kejang
NOC :
dalam waktu 3x24 jam ,
NIC :
Monitor kejang pada tangan,
lainnya.
R/ Gambaran iritabilitas system
kesadaran.
Kriteria Hasil :
klien tidak mengalami
cedera apabila ada
kejang berulang.
terjadinya komplikasi.
Persiapkan lingkungan yang
aman seperti batasan ranjang,
papan pengaman, dan alat
suction selalu berada dekat klien.
R/Melindungi klien bila kejang
terjadi.
17
Hambatan
NOC
Klien dapat beraktifitas
mobilitas
kembali dengan normal
KRITERIA HASIL :
fisik b/d
Klien meningkat
kerusakan
dalam aktivitas
fisik
neuromusku
Bantu untuk
ler.
mobilisasi
(walker)
Resiko
infeksi b/d
daya tahan
tubuh
berkurang.
NOC :
Meminimalkan proses
penyebaran infeksi
KRITERIA HASIL :
Klien bebas dari
tanda dan gejala
infeksi
Menunjukan
kemampuan
untuk mencegah
18
mengurangi kejang.
NIC
Bantu latihan rentang gerak.
R/ Mempertahankan mobilisasi
dan fungsi sendi/posisi normal
akstremitas dan menurunkan
terjadinya vena yang statis
Berikan perawatan kulit, masase
dengan pelembab.
R/ Meningkatkan sirkulasi,
elastisitas kulit, dan menurunkan
resiko terjadinya ekskoriasi ku
Berikan matras udara atau air,
perhatikan kesejajaran tubuh
secara fumgsional.
R/ Menyeimbangkan tekanan
jaringan, meningkatkan sirkulasi
dan membantu meningkatkan
arus balik vena untuk
menurunkan resiko terjadinya
trauma
Berikan program latihan dan
penggunaan alat mobilisasi.
R/ Proses penyembuhan yang
lambat seringkali menyertai
trauma kepala dan pemulihan
secara fisik merupakan bagian
yang amat penting dari suatu
program pemulihan tersebut.
NIC :
Beri tindakan isolasi sebagai
pencegahan
R/ Pada fase awal meningitis, isolasi
mungkin diperlukan sampai
organisme diketahui/dosis
antibiotik yang cocok telah
diberikan untuk menurunkan
timbulnya infeksi
Jumlah leukosit
dalam batas
normal
Ketidakefekt
ifan
perfusi
jaringan otak
b/d
edema
serebral
penyumbatan
aliran darah.
NOC :
Tujuan :
Dalam waktu 3x24 jam
setelah diberikan
intervensi perfusi jaringa
otak meningkat.
NIC :
pungsi.
R/ Mencegah nyeri kepala yang
Kriteria Hasil :
Tingkat kesadaran
intracranial.
19
segera perubahan-perubahan
tekanan intra-cranial ke dokter.
R/ Perubahan-perubahan ini
manandakan ada perubahan
tekanan intracranial dan penting
untuk intervensi awal.
intracranial.
Tinggikan sedikit kepala klien
dengan hati-hati, cegah gerakan
yang tiba-tiba dan tidak perlu
dari kepala dan leher, hindari
fleksi leher.
R/Mengurangi tekanan intracranial.
Bantu seluruh aktivitas dan
gerakan-gerakan klien. Anjurkan
klien untuk menghembuskan
nafas dalam bila miring dan
bergerak ditempat tidur. Cegah
posisi fleksi pada lutut.
R/ Mencegah keregangan otot yang
dapat menimbulkan peningkatan
tekanan intracranial
tidak perlu.
R/ Mencegah eksitasi yang
merangsang otak yang sudah
iritasi dan dapat menimbulkan
kejang.
Beri penjelasan kepada klien
tentang keadaan lingkungan.
20
yang terganggu
Evaluasi selama masa
penyembuhan terhadap gangguan
DAFTAR PUSTAKA
Batticaca, Fransisca B. 2008. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
Sistem Saraf. Jakarta : Salemba
Doenges, Marilynn E, dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta:
EGC
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Jakarta: Media
Aesculapius
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Dgn Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta : Salemba
Nuratif, Amin Huda. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis & NANDA NIC NOC. Yogyakarta: Mediaction
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth. Jakarta: EGC
21