LP Asma Bronkhial
LP Asma Bronkhial
Oleh
Winda Sulistya Safitri
NIM 102311101036
Diagnosa medik
: Asma bronkhial
A. Tinjauan Teori
1. Definisi
Asma adalah suatu kelainan berupa inflamasi (peradangan) kronik saluran
napas yang menyebabkan hipereaktivitas bronkus terhadap berbagai rangsangan
yang ditandai dengan gejala episodik berulang berupa mengi, batuk, sesak napas
dan rasa berat di dada terutama pada malam dan atau dini hari yang umumnya
bersifat reversibel baik dengan atau tanpa pengobatan. Asma bersifat fluktuatif
(hilang timbul) artinya dapat tenang tanpa gejala tidak mengganggu aktifitas tetapi
dapat eksaserbasi dengan gejala ringan sampai berat bahkan dapat menimbulkan
kematian (Kementerian Kesehatan RI, 2008).
Asma merupakan penyakit inflamasi kronik saluran napas yang
disebabkan oleh reaksi hiperresponsif sel imun tubuh seperti mast sel, eosinophils,
dan T-lymphocytes terhadap stimuli tertentu dan menimbulkan gejala dyspnea,
whizzing, dan batuk akibat obstruksi jalan napas yang bersifat reversibel dan
terjadi secara episodik berulang (Smeltzer dan Bare, 2002).
2.
Etiologi
Ada beberapa faktor yang dapat menjadi penyebab timbulnya atau
Faktor Presdiposisi
Genetik, yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui
bagaiaman cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi
biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena
adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma
bronkhial jika terpapar dengan faktor pencetus. Selain itu, hipersensitifitas
saluran pernapasannya juga bisa diturunkan.
b.
Faktor Presipitasi
1) Alergen
Alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis alergi, yaitu inhalan, ingestan dan
kontaktan.
a) Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan. Misalnya debu, bulu
binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi. Jenis inhalan
merupakan jenis alergen yang paling sering dijumpai.
b) Ingestan, yang masuk melalui mulut. Misalnya makanan dan obat-obatan.
c) Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit. Misalnya perhiasan,
logam dan jam tangan.
2) Perubahan Cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi
asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya
serangan asma.
3) Stress
Stress atau gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain
itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala
asma yang timbul segera diobati, penderita asma yang mengalami stress
atau gangguan emosional perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah
pribadinya. Karena jika streesnya belum diatasi maka gejala asmanya belum
bisa diobati.
4) Lingkungan
Lingkungan mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya asma.
Hal ini berkaitan dengan dimana klien dengan asma melakukan aktivitasnya
dan melakukan kontak dengan lingkungan yang ada disekitarnya. Misalnya
orang yang bekerja di pabrik atau industri batu bata, saat proses pembuatan
batu bata akan dilakukan pembakaran yang menghasilkan asap yang dapat
terhirup dan mempengaruhi pernapasan pekerja.
5) Olahraga/Aktivitas Jasmani yang Berat
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan
aktifitas jasmani atau olahraga yang berat. Lari cepat paling mudah
menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya
terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.
3.
Patofisiologi
Asma adalah obstruksi jalan napas difus reversibel. Obstruksi disebabkan
oleh satu atau lebih penyebab, seperti penyempitan jalan napas karena kontraksi
otot yang mengelilingi bronki, lapisan bronki yang mengalami pembengkakan
atau inflamasi dan penumpukan mukus atau sekret yang kental disekitar bronki.
Selain itu, otot-otot bronkial dan kelenjar mukosa membesar, sputum atau sekret
yang kental, banyak dihasilkan dan alveoli menjadi hiperinflasi, dengan udara
terperangkap di dalam jaringan paru. Mekanisme yang pasti dari perubahan ini
tidak diketahui, tetapi apa yang paling diketahui adalah keterlibatan sistem
imunologis dan sistem saraf otonom.
bronki.
Ketika
reseptor
-adrenergik
dirangsang,
akan
terjadi
oleh
sel-sel
mast
bronkokontriksi.
Stimulasi
reseptor-beta
dan dengan tepat akan dapat mengakibatkan kematian. Komplikasi yang mungkin
terjadi akibat penyakit asma bronkial, yaitu status asmatikus, hipoksemia,
pneumothorax, pneumomediastinum, atelektasis, gagal napas, bronkitis, fraktur
iga, dan kematian (Vitahealth, 2006).
6.
Penatalaksanaan
Tatalaksana klien dengan asma adalah manajemen kasus untuk
meningkatkan dan mempertahankan kualitas hidup klien dengan asma agar dapat
hidup normal tanpa hambatan dalam melakukan segala aktivitas sehari-hari (asma
terkontrol) (Kementerian Kesehatan RI, 2008).
Pada prinsipnya penatalaksanaan asma yang telah diklasifikasikan dapat
dibedakan sebagai berikut (Kementerian Kesehatan RI, 2008).
a. Penatalaksanaan asma akut (saat serangan)
Serangan asma akut adalah episodik perburukan pada asma yang harus
diketahui oleh klien. Penanganan harus cepat dan disesuaikan dengan derajat
serangan. Penilaian beratnya serangan berdasarkan riwayat serangan termasuk
gejala, pemeriksaan fisik dan sebaliknya pemeriksaan faal paru, untuk
selanjutnya diberikan pengobatan yang tepat dan cepat. Pada serangan asma
obat-obat yang digunakan adalah:
1) bronkodilator (2 agonis kerja cepat dan ipratropium bromida);
2) kortikosteroid sistemik.
b. Penatalaksanaan asma jangka panjang
Penatalaksanaan asma jangka panjang bertujuan untuk mengontrol asma
dan mencegah serangan. Pengobatan asma jangka panjang disesuaikan dengan
klasifikasi beratnya asma dan sesuai dengan prinsip yang telah ditentukan.
1) Edukasi
Edukasi atau pendidikan kesehatan yang dapat diberikan oleh klien
dengan asma:
a) kapan pasien berobat/ mencari pertolongan;
b) mengenali gejala serangan asma secara dini;
c) mengetahui obat-obat pelega dan pengontrol serta cara dan waktu
penggunaannya;
7.
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada klien yang mengalami
terjadi
pneumonia
mediastinum,
pneumotoraks,
dan
d. Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat dibagi
menjadi 3 bagian, dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada
empisema paru yaitu :
1) perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis deviasi
dan clock wise rotation.
2) Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB
(Right bundle branch block).
3) Tanda-tanda hopoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia, SVES, dan
VES atau terjadinya depresi segmen ST negative.
e. Scanning paru
Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi
udara selama serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru.
f. Spirometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara yang paling
cepat dan sederhana diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan
bronkodilator. Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan sesudah
pemberian bronkodilator aerosol (inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik.
Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis
asma. Tidak adanya respon aerosol bronkodilator lebih dari 20%. Pemeriksaan
spirometri tidak saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting
untuk menilai berat obstruksi dan efek pengobatan. Benyak penderita tanpa
keluhan tetapi pemeriksaan spirometrinya menunjukkan obstruksi.
8.
Pathway
B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas Klien: nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, alamat,
b.
meningkat.
Pengkajian Fisik (inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi):
a. Kepala
Tidak terdapat gangguan yang diakibatkan oleh asma bronchial.
b. Mata
Tidak terdapat gangguan yang diakibatkan oleh asma bronchial.
c. Telinga
Tidak terdapat gangguan yang diakibatkan oleh asma bronchial.
d. Hidung
Terdapat pernafasan cuping hidung.
e. Mulut
Klien mengalami sianosis sekunder terhadap hipoksia hebat.
f. Leher
Tidak terdapat gangguan yang diakibatkan oleh asma bronchial.
g. Dada
Pada pengakjian system respirasi biasanya didapatkan data sebagai
berikut:
a) Inspeksi
Pada klien asma terlihat adanya peningkatan usaha dan frekuensi
pernapasan, serta penggunaan otot bantu pernapasan. Inspeksi dada
terutama untuk melihat postur bentuk dan kesimetrisan, adanya
peningkatan diameter anteroposterior, retraksi otot-otot interkostalis,
sifat, dan irama pernapasan, dan frekuensi pernapasan.
b) Palpasi
Pada palpasi biasanya kesimetrisan, ekspansi, dan taktil fremitus
normal.
c) Perkusi
Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor sedangkan
diafragma menjadi datar dan rendah.
d) Auskultasi
Terdapat suara vesikuler yang meningkat disertai dengan ekspirasi
lebih dari 4 detik atau lebih dari 3 kali inspirasi, dengan bunyi napas
tambahan utama wheezing pada akhir ekspirasi.Pada auskultasi suara
nafas klien mengi (wheezing).
Pada system kardiovaskuler klien mengalami gejala-gejala retensi
kabondioksida, yaitu berkeringat, takikardia, dan pelebaran tekanan
nadi.
h. Abdomen
Tidak terdapat gangguan yang diakibatkan oleh asma bronchial.
i. Urogenital
Tidak terdapat gangguan yang diakibatkan oleh asma bronchial.
j. Ekstremitas
Tidak terdapat gangguan yang diakibatkan oleh asma bronchial.
k. Kulit dan kuku
Klien dapat mengalami sianosis.
l. Keadaan lokal
g. Terapi, pemeriksaan penunjang & laboratorium
2.
Diagnosa Keperawatan
3.
Intervensi Keperawatan
No
Diagnosa
1. Ketidakefektifan
Tujuan
Bersihan
Kriteria hasil
NOC: Respiratory
dengan
efektif
bronkospasme
setelah
diberikan
Intervensi
NIC: Airway management
Indicator:
a. Mendemonstrasika
n nafas dalam dan
Rasional
1. Evaluasi keefektifan tindakan
2. Pengeluaran secret akan menjadi
sulit bila sekret sangat kental
tidak
Gangguan
Setelah
NIC:
Respiratory
Airway Management
pertukaran
gas dilakukan
berhubungan
dengan
suplai
tindakan
Status:
Gas
Exchange
napas,
(spasme bronkus)
24
jam,
pertukaran
gas
tekanan oksigen
PaO2
lebih baik.
normal
upaya
dan kelemahan
warna
kulit,
termasuk
rentang normal
perawatan
diri
Unt
uk mengidentifikasi adanya hipoksia
3. Tanda-tanda
vital
peningkatan
Unt
rentang normal
menjadi
Unt
uk mengurangi penggunaan oksigen
sehari-hari
posisi
semi
4.
Pos
isi
semi
fowler
dapat
dapat masuk
5.
Unt
uk memeriksa kadar O2 (PaO2) atau
saturasi
6.
Ter
api oksigen dapat membantu klien
Ketidakefektivan
pola
berhubungan
dengan
Pola
nafas NOC:
nafas klien
status
menjadi
penurunan efektif
ekspansi paru
Respiratory
Indikator:
1. Frekuensi
setelah
pernafasan
dilakukan
dalam
tindakan
normal (RR =
keperawatan
16-24x/menit)
rentang
kecepatan
dispnea,
pernapasan,
sianosis
pernafasan
dalam
rentang
dan
2. Posisi
semi
fowler
dapat
selama 1 x 2. Kedalaman
24 jam
dapat
3. Berikan terapi oksigen sesuai
dosis
normal
mengakibatkan
keracunan
meningkatkan RR klien
5. Mendilatasi bronkus agar respirasi
klien menjadi lancar.
DAFTAR PUSTAKA
Kementerian Kesehatan RI. 2008. Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia
Nomor:
1023/Menkes/SK/XI/2008
tentang
Pedoman