Anda di halaman 1dari 3

Mahasiswa dalam Panggung Demokrasi

Mahasiswa merupakan pelopor yang dapat bersinergi terhadap kesatuan dari dinamika
masyarakat indonesia. Menjadi seorang mahasiswa seharusnya sudah tidak lagi memikirkan
urusan internalnya tetapi juga peduli terhadap nasib umat dan bangsa kedepan, mau
dikemanakan bangsa ini tergantung kepada tingkat sensitifitas mahasiswa dalam menyikapi
dan bertindak.
Kepedulian mahasiswa terhadap bangsa sebagai salah satu bentuk tanggung jawab
sosialnya. Maka mahasiswa jangan sampai diam, seperti yang terjadi pada era 1978, ketika
pemerintah mengeluarkan kebijakan NKK (normalisasi kehidupan kampus), sehingga
mahasiswa terjebak dalam dunia akademis dan ilmiah, dan tidak peka terhadap lingkungan
sekitarnya.
Pada era reformasi saat ini merupakan momen yang paling tepat bagi mahasiswa
dalam mengekspresikan gagasannya dimuka umum. Tentu apa yang ditawarkan kepada
publik bukanlah keinginan dari golongan elite politik, tetapi mereka berjuang dengan
membawa nama rakyat dan rela berkorban demi rakyat. Karena pada hakikatnya perjuangan
lebih penting dari pada materi.
Mahasiswa sebagai agent of change sudah seharusnya memiliki sikap berpandangan
jauh kedepan, tidak jangka pendek. Tenaga mereka masih sangat diperlukan untuk
menyikapi berbagai keadaan dan problema ditanah air. Maka perlu bagi mahasiswa dalam
menegakkan sistem demokrasi yang seadil-adilnya, karena demokrasi sebagai sarana dan
pilihan terbaik dalam mengatasi krisis.
Gerakan mahasiswa terkadang memiliki kekuatan yang tidak terduga. Sejarah telah
membuktikan, beberapa perubahan bangsa terjadi karena dimulai oleh gerakan mahasiswa.
Seperti gerakan mahasiswa Argentina (1955), yang berhasil meluluhlantakkan kekuasaan
diktator Juan Veron. Gerakan mahasiswa Kuba (1957) juga berhasil menjatuhkan diktator
Batista. Keberhasilan itu, sebagaimana juga keberhasilan mahasiswa Indonesia pada 1998,
yang menggulingkan kekuasaan orde baru lalu diganti dengan era reformasi.

Menegakkan panggung demokrasi merupakan salah satu jalan mahasiswa untuk


memberikan solusi dalam mengatasi masalah di negeri ini. Negara kita memiliki perangkat
demokrasi yang komplet seperti partai, pemilu, parlemen, pers, dan mahkamah konstitusi.
Akan tetapi, yang mengalir dalam instalasi itu bukan politik yang ada pikirannya.
Mahasiswa bukan dicirikan oleh aktifitas berpikir intrinsik yang dimiliki oleh semua
orang, namun oleh fungsi yang mereka jalankan. Oleh karena itu, kita bisa mengatakan
bahwa semua orang intelektual, namun tidak semua orang mempunyai fungsi intelektual.
(roger simon: 2004). Panggung demokrasi membutuhkan mahasiswa berintelektual; mengajar
rakyat umtuk merdeka dalam berpikir agar merdeka memutuskan pilihan, untuk membantu
rakyat keluar dari kolonialisme, fasisme, dan feodalisme.
Namun mahasiswa sekarang ini lebih senang menyuarakan pendapatnya pada saatsaat terjadinya momentum. Seperti saat hari pendidikan, hari proklamasi kemerdekaan, hari
peringatan G30S/PKI, sumpah pahlawan. Mengapa pada saat momen-momen penting barulah
mahasiswa memberanikan diri untuk memberikan kritik atau masukannya. Apakah kita
sebagai mahasiswa selalu berpangkal kepada momentum ? Sedangkan permasalahan yang
terjadi kepada rakyat dapat terjadi setiap saat.
Lantas dimanakah idealisme yang selalu kita perjuangkan apakah tenggelam di bawa
arus-arus politik global. Yang telah mengubah segalanya secara pragmatis dan normatif
modern. Hal ini terlihat bahwa kesibukan mahasiswa yang dihabiskan kepada urusan
individualis. Terlebih lagi jika melihat kebanyakan mahasiswi saat ini, yang hanya
menghabiskan separuh waktu untuk mengurus fashion dan kecantikannya. Mahasiswi
(perempuan) seperti itu akan selamanya berada dibawah kaum laki-laki. (soe hok gie).
Julukan agent of change tidak lagi sepenuhnya berlaku dalam kehidupan mahasiswa
yang telah digantikan dengan sebutan agent of follower. Merasa telah memiliki pengaruh
dengan mengikuti tren masa kini, tanpa memberikan timbal balik sebagai seorang mahasiswa
kearah yang lebih positif.
Keberanian mengemukakan pendapat dan bertindak seakan luntur dari dalam diri
mahasiswa. Sebenarnya mereka banyak mengetahui persoalan yang terjadi dan memiliki cara
tersendiri dalam mengatasinya. Namun hal tersebut tidak kunjung disalurkan ke hadapan
publik, lantaran tidak memiliki keberanian dan cukup pengaruh dalam mengekspresikannya.

Panggung demokrasi telah terbuka lebar dan siap mendengarkan setiap aspirasiaspirasi rakyat. Lantas mengapa kita sebagai mahasiswa hanya diam saja, tanpa berkomentar
sedikitpun seakan merasa setuju dengan situasi dan kondisi yang terjadi saat ini. Mobilisasi
yang terjadi saat ini merupakan pengaruh kondisi global yang telah meracuni fikiran generasi
muda dan mahasiswa. Tentu mereka harus tetap bebas dari segala arus-arus masyarakat yang
kacau, tetapi mereka tidak bisa lepas dari fungsi sosialnya. Yakni berfikir dan menciptakan
hal-hal yang baru secara nyata dan operasional.
Optimalisasi peran mahasiswa tentu didukung oleh tindakan-tindakan mahaiswa itu
sendiri yang dapat membawa perubahan kearah yang lebih baik. Maka sudah seharusnya bagi
mahasiswa memanfaatkan momen demokrasi sebagai ajang kebebasan berpendapat. Jangan
terlalu banyak menunggu sedangkan rakyat telah banyak mengeluh. Jadilah pelopor
perubahan bukan pelopor pengikut terbanyak.
Mahasiswa tanpa perjuangan hanya ibarat sebagai angin kencang yang tidak mampu
mematahkan rumput di padang tandus, maka jadilah mahasiswa sebagai angin kencang yang
mampu mematahkan dahan beringin tua, walau terhalang oleh bukit-bukit rimba.

Oleh Abi Mufti


Mahasiswa Prodi Komunikasi Penyiaran Islam
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai