A. PEDAHULUA
1. Pengertian
Penginderaan jauh berasal dari kata Remote sensing memiliki
pengertian bahwa penginderaan jauh merupakan suatu ilmu dan seni
untuk memperoleh data dan informasi dari suatu objek di permukaan
bumi dengan menggunakan alat yang tidak berhubungan langsung
dengan objek yang dikajinya (Lillesand dan Kiefer, 1979). Jadi
penginderaan
jauh
merupakan
ilmu
dan
seni
untuk
mengindera/menganalisis permukaan bumi dari jarak yang jauh,
dimana perekaman dilakukan di udara atau di angkasa dengan
menggunakan alat (sensor) dan wahana.
Alat yang dimaksud adalah alat perekam yang tidak berhubungan
langsung dengan objek yang dikajinya yaitu alat tersebut pada waktu
perekaman tidak ada di permukaan bumi, tetapi di udara atau di
angkasa. Karena itu dalam perekaman tersebut menggunakan wahana
(platform) seperti satelit, pesawat udara, balon udara dan sebagainya.
Sedangkan data yang merupakan hasil perekaman alat (sensor) masih
merupakan data mentah yang perlu dianalisis. Untuk menjadi suatu
informasi tentang permukaan bumi yang berguna bagi berbagai
kepentingan bidang ilmu yang berkaitan perlu dianalisis dengan cara
interpretasi.
Gambar 1.1.
Komponen Dasar Penginderaan Jauh (Yaslinus, 2003)
tersebut direkam oleh alat yang disimpan oleh wahana. Karena itu
untuk memperoleh data penginderaan jauh tersebut diperlukan
komponen-komponen penginderaan jauh diantaranya tenaga, objek,
sensor, detektor dan wahana. Komponen tersebut saling mendukung
dalam perekaman objek, karena setiap komponen harus saling
berinteraksi. Akibat adanya interaksi tenaga dengan objek, tenaga
terebut dipantulkan dan direkam oleh alat. Data hasil perekaman
tersebut menghasilkan 2 jenis data yaitu; (1) data visual (citra) dan (2)
data citra (numerik).
Data visual merupakan gambar dari objek yang direkam yang disebut
dengan citra. Menurut Hornby (1974) bahwa citra adalah
gambaran yang tampak pada cermin atau melalui lensa kamera.
Sedangkan Simonett dkk (1983) mengemukakan bahwa citra adalah
gambaran suatu objek biasanya berupa gambaran objek pada foto yang
dihasilkan dengan cara optik, elektro-optik, optik mekanik atau
elektronik. Pada umumnya ia digunakan bila radiasi elektromagnetik
yang dipancarkan atau dipantulkan oleh suatu objek tidak langsung
direkam pada film. Jadi atas dasar uraian tersebut penulis berpendapat
bahwa citra adalah gambaran objek yang direkam akibat adanya
interaksi tenaga elektromagnetik yang dipantulkan dan dipancarkan
objek yang direkam detektor pada alat (sensor).
Selain data visual (citra) juga diperoleh data citra (numerik), karena
tiap objek mempunyai kepekaan dan karakteristik yang berbeda, maka
tiap objek akan memantulkan atau memancarkan tenaga
elektromagnetik membentuk karakteristik yang berbeda, juga dalam
interaksinya antara tenaga dan objek dipengaruhi oleh kondisi
atmosferik. Gastellu dan Wtchegorry (tanpa tahun) mengemukakan
bahwa kondisi atmosfer yang transparan pada julat yang dapat
diamati. Besar kecilnya konsentrasi kelembaban air dan ozon dan oleh
kepekaan karakteristik optik yang mempengaruhi proses interaksi
tenaga dari matahari dengan objek di permukaan. Menurut S. Sardi
dan D. Sudiana (1991) mengemukakan bahwa suatu digit dapat
dipertimbangkan sebagai suatu matriks, dimana baris dan kolom
menunjukkan identitas suatu titik pada citra, hubungan keberadaan
B. ITERPRETASI CITRA
Data yang diperoleh melalui perekaman tenaga elektromagnetik yang
dipantulkan atau dipancarkan objek berdasarkan sistem peninderaan
jauh, maka hasilnya disebut dengan data penginderaan jauh. Data
pengideraan jauh tersebut berupa data visual (citra) dan data citra
(numerik). Data tersebut belum memberikan arti dan manfaat,
meskipun data yang diperoleh akurat, datanya mutakhir, karena itu
agar data tersebut mempunyai arti yang penting dan bermanfaat bagi
bidang lain maupun pengguna data perlu adanya teknik analisis data
penginderaan jauh. Analisis citra dalam pengideraan jauh merupakan
langkah-langkah untuk interpretasi citra merupakan suatu perbuatan
untuk mengkaji gambaran objek yang direkam. Esyang berbeda
dengan Simonett (1975) dan Sutanto (1986) mengemukakan bahwa
interpretasi citra merupakan suatu perbuatan untuk mengkaji foto
maupun citra non foto dengan maksud untuk mengidentifikasi objek
dan menilai arti pentingnya objek yang tergambar pada citra tersebut.
Dalam interpretasi, maka interpreter atau penafsir citra melakukan
beberapa penalaran dengan tahapan (1) deteksi, (2) identifikasi, (3)
klasifikasi dan (4) menilai arti pentingnya suatu objek yang
tergambar pada citra. Proses penalaran ini harus bersifat objektif,
kewajaran, rasionalisasi, karena objek yang ada di permukaan bumi
mempunyai sifat dan karakteristik yang berbeda. Sifat dan
karakteristik objek yang ada di permukaan bumi yang tergambar pada
1. Sistem Tenaga
Untuk memperoleh data objek permukaan diperlukan tenaga. Salah
satu tenaga yang digunakan untuk memperoleh data yang digunakan
pengideraan jauh adalah tenaga matahari. Tenaga matahari yang
memancar ke segala penjuru termasuk ke permukaan bumi memancar
dalam bentuk tenaga elektromagnetik yang membentuk berbagai
panjang gelombang (). Radiasi matahari tersebut memancar ke
permukaan bumi terhambat oleh atmosfer bumi, sehingga bagian
radiasi sebagai tenaga tersebut dipantulkan kembali, dihamburkan,
diserap, dan diteruskan. Oleh karena itu tenaga yang berasal dari
matahari yang sampai ke permukaan bumi hanya sebagian kecil dan
atmosfer berfungsi sebagai filter dan penghambat masuknya radiasi
matahari.
Penginderaan jauh dalam perekamannya tidak hanya menggunakan
radiasi matahari sebagai sumber utama, karena jika malam hari di
suatu tempat, maka tidak ada sumber tenaga. Untuk menanggulangi
tenaga pada malam hari dibuat sumber tenaga buatan yang disebut
dengan tenaga pulsa. Karena itu dalam sistem penginderaan jauh
digunakan 2 sumber tenaga.
Gambar 2.1.
Proses perekaman dari sumber tenaga matahari
Gambar 2.2.
Unsur-unsur pokok dari geometrik SLAR (Trevett, 1986)
Tabel 2.1.
Ukuran panjang gelombang () yang dipancarkan
( Sabin, 1978; Lintz jr dan Simonett, 1976)
Unit
(Satuan)
Ekivalen
Keterangan
Kilometer
Meter
Ukuran
Milimeter
Mikrometer
Nanometer
Angstrom
Pikometer
1.000 m
1m
0,01 m
0,001 m
0,000001 m
0,000000001 m
0,0000000001 m
0,000000000001 m
Ukuran
Ukuran
Ukuran
Ukuran
Sama dengan mikron ()
Ukuran umum sinar X
Gambar 2.3.
Gelombang elektromagnetik (Paine, 1981)
B. JEDELA ATMOSFER
Energi yang dipancarkan dalam bentuk tenaga elektromagnetik hanya
sebagian kecil yang masuk ke permukaan bumi dan sebagian besar
tenaga elektromagnetik yang dihamburkan, dipantulkan dan diserap
oleh atmosfer. Energi yang dapat mencapai permukaan bumi melalui
celah-celah atmosfer yang dikenal dengan istilah jendela Atmosfer.
Jendela atmosfer terbentuk karena atmosfer terdiri dari unsur-unsur
kimia mempunyai fungsi untuk menyerap, bila diatmosfer terdapat
lapisan atmosfer yang banyak mengandung O, O2 dan O3 (Ozon), 5,
Gambar 2.4.
Jendela atmosfer (Paine, 1981)
Gambar 2.5.
Interakasi antara sistem elektromagnetik dan atmosfer
(Sabin,1978 dalam Sutanto, 1986)
Gambar 2.5.
Komponen sistem penginderaan jauh (Sutanto, 1986)
Gambar 2.6.
Tipe kurva pantulan spektrum dari tumbuhan, tanah, dan Air
(Ford, 1979 dalam sutanto, 1986)
Atas dasar cara perolehan data penginderaan jauh dalam sistem
perekamannya, maka penginderaan jauh diklasifikasikan menjadi 2
sistem yaitu (1) Sistem Fotografik, dan (2) Sistem Non Fotografik.
1. Sistem Fotografik
Sistem fotografik adalah sistem penginderaan jauh yang perekamanya
didasarkan pada tenaga alami (matahari). Sistem ini digunakan, karena
tenaga yang berasal dari matahari dan masuk ke permukaan bumi
(objek) memantul kembali. Pantulan tenaga dari objek tersebut
direkam oleh alat (sensor), sehingga pantulan tersebut yang direkam
akan membentuk gambar dari objek. Jadi inti dari sistem fotografik
didasarkan pada tenaga pantulan. Oleh karena tenaga tersebut
terpantul, maka perlu alat dan detektor yang mampu merekam tenaga
terkena cahaya. Oleh karena jika ada tenaga yang terpantul dan
direkam oleh kamera dan tergambar pada detektor, karena tenaga
tersebut akan membakar perak halid yang ada pada film.
b. Sensor Elektrik
Sensor elektrik ini digunakan untuk perekaman data sistem
penginderaan jauh non fotografik, karena proses perekaman onjek
permukaan bumi tidak didasarkan pada pembakaran pada film, tetapi
didasarkan pada sinyal elektrik yang dipantulkan maupun dipancarkan
objek dan direkam Scanner yang tercatat pada detektor. Detektor
untuk sensor ini adalah pita magnetik dan proses perekamannya
didasarkan pada energi yang dipantulkan maupun energi yang
dipancarkan. Perekaman tenaga tersebut merupakan tenaga yang
dipancarkan dikurangi dengan tenaga yang diserap objek, diteruskan
objek maupun dipantulkan objek, sehingga tenaga yang terekam dapat
berupa data visual (citra) dan data Digit (numerik).
Perbedaan sistem penginderaan jauh digambarkan oleh wahana,
sensor (alat) dan detektor, meskipun nama sistem tersebut didasarkan
pada spektrum tenaga elektromagnetik yang digunakan. Perbedaan
sistem penginderaan jauh ditunjukkan pada tabel 2.2.
Tabel 2.2.
Wahana, Sensor (alat) dan Detektor
Sumber : Sutanto, 1986
o
Sistem Penginderaan
Jauh
1.
Fotografik
Kamera
2.
Termal
Pesawat Udara
3.
4.
Satelit
Satelit
Wahana
Sensor
Detektor
Film
Gambar 2.7.
Gelombang elektromagnetik, Komponen gelombang
elektromagnetik dan magnetik (Lillesand dan Kiefer, 1979)
m =
A
T
Gambar 2.8.
Tenaga pancaran oleh benda hitam sempurna pada berbagai suhu
(Lillesand dan Kiefer, 1979)
3. Spektrum Elektromagnetik
Tenaga elektromagnetik merupakan suatu berkas sinar atau dikenal
dengan spektrum yang luas, karena luasnya tenaga elektromagnetik
dengan berbagai panjang gelombang, maka berbagai panjang
gelombang tersebut diklasifikasikan menjadi spektrum. Klasifikasi
tenaga tersebut diantaranya : Spektrum kosmik, Gamma, X, Ultra
Violet, Tampak, Imfra Merah, Termal, Gelombang Mikro dan Radio.
Gambar 2.8.
Spektrum Elektromagnetik ( Trevett, 1986 )
Spektrum elektromagnetik tidak seluruhnya masuk ke permukaan
bumi, tetapi hanya sebagian kecil spektrum elektromagnetik yang
dapat mencapai permukaan bumi. Spektrum yang mampu mencapai
permukaan bumi melalui celah-celah atmosfer disebut dengan jendela
atmosfer. Jendela atmosfer yang sejak dahulu digunakan oleh manusia
adalah spektrum nampak. Spektrum ini mempunyai 0,4-0,7 m dan
sesuai dengan kepekaan mata manusia. Atas dasar puncak pancaran
radiasi matahari dengan menggunakan formula dari Wien, maka
puncak pancaran matahari terletak pada 0,48 m. Oleh karena itu
penggunaan jendela atmosfer dengan spektrum tampak digunakan
pertama kali oleh penginderaan jauh. Perkembangan selanjutnya,
b. Hamburan Mie
Hamburan ini terisi oleh material-material yang diameternya hampir
sama dengan spektrum tampak, karena inti kebiruan ini menempati
lapiran atmosfer yang tersebar di bawah hamburan Rayleigh.
Hamburan ini terdiri dari debu, kabut, asap dan sebagainya. Hal ini
dicirikan dengan warna langit yang cerah keputihan. Hamburan Mie
banyak tersebar pada saluran hijau.
1. Teknik Langsung
Teknik ini dilakukan dengan cara menginterpretasi citra maupun
digitasi secara langsung terhadap objek-objek yang nampak, seperti :
vegetasi dan penggunaan lahan, pola aliran sungai, jaringan jalan, dan
sebagainya.
Gambar 3.1.
Susunan Hierarki Unsur Interpretasi Citra
(Sutanto, 1986)
a. Rona/Warna
Rona/warna merupakan karakteristik spektral, karena rona/warna
termasuk akibat besar kecilnya tenaga pantulan maupun pancaran.
Unsur ini nampak pada citra dengan tingkat cerah dan gelapnya suatu
objek. Umumnya rona/warna diklasifikasikan menjadi cerah, agak
cerah, sedang, agak kelabu dan kelabu. Tingkatan rona/warna ini
diukur secara kualitatif.
b. Ukuran
Unsur ini menunjukkan ukuran dari suatu objek secara kualitatif
maupun kuantitatif. Ukuran kualitatif ditunjukkan dengan besar,
c. Bentuk
Unsur ini ditunjukkan dengan bentuk dari objek, karena setiap objek
mempunyai bentuk. Sebagai contoh : Jalan berbentuk memanjang,
lapangan bola berbentuk lonjong, dan sebagainya.
d. Tekstur
Tekstur suatu objek ditunjukkan dengan kehalusan suatu rona, dimana
perbedaan rona tidak terlalu mencolok. Sebagai contoh : rona air kotor
mempunyai tekstur halus, tetapi bila objek bervariasi seperti, objek
hutan belukar, pantulan tenaga dari pohon bervariasi ditunjukkan
dengan tekstur yang kasar.
e. Pola
Pola merupakan unsur keteraturan dari suatu objek di lapangan yang
nampak pada citra. Objek buatan manusia umumnya memiliki suatu
pola tertentu yang diklasifikasikan menjadi : teratur, kurang teratur,
dan tidak teratur.
f. Tinggi
Unsur ini akan nampak bila objek mempunyai nilai ketinggian. Untuk
citra skala kecil tinggi objek tidak nampak. Tinggi objek dapat diukur
bila skalanya memungkinkan, terutama citra foto yang menunjukkan
bentuk 3 dimensi.
g. Bayangan
Objek yang mempunyai tinggi akan mempunyai bayangan yang dapat
digunakan untuk mengukur ketinggian suatu objek. Bayangan
ditunjukkan dengan ukuran yang nampak pada citra. Dengan
pengukuran panjang bayangan dan mengetahui jam terbang dapat
diketahui tinggi suatu objek.
h. Situs
Unsur ini merupakan ciri khusus yang dimiliki suatu objek dan setiap
objek mempunyai situs, seperti lapangan bola mempunyai situs anak
gawang dan podium, sawah mempunyai situs pematang atau galengan
dan sebagainya. Sehingga tinggi objek dapat diketahui.
i. Asosiasi
Unsur ini digunakan untuk menghubungkan suatu objek dengan objek
lain, karena kenyataan suatu objek akan berasosiasi dengan objek lain
dan berkaitan seperti sawah berasosiasi dengan aliran air (irigasi),
pemukiman dan sebagainya.
Pantulan dari suatu tenaga dan sebagai unsur primer. Artinya sebelum
unsur yang lain, unsur ini nampak lebih dahulu dan rona atau warna
dalam interpretasi digunakan lebih dulu sebelum unsur lainnya.
A. Spektrum Elektromagnetik
Penginderaan jauh sistem fotografi dalam perekaman objek,
didasarkan pada pantulan tenaga alami (matahari), sehingga disebut
dengan sistem pasif. Sistem fotografik menggunakan 0,3 0,9 m
yang terbagi menjadi beberapa spektrum dan satu spektrum tersebut
diklasifikasikan menjadi beberapa saluran (band).
(Lo, 1976, Sutanto, 1986). Oleh karena spektrum ini banyak hamburan
Rayleigh di atmosfer, sehingga tenaga yang melalui atmosfer
dihambat oleh hamburan tersebut dan sebagian sampai ke permukaan
bumi. Akibat tenaga terhambat oleh hamburan dengan material gas,
oksigen, ozon, dan nitrogen, maka pantulan yang sampai pada sensor
berkurang. Hasil perekaman pada objek kurang begitu jelas (seperti
berkabut).
Keunggulan dari foto ortokromatik terletak pada kemampuannya
saluran tersebut memiliki terhadap daya tembus pada objek yang ada
di bawah permukaan air laut yang jernih, karena itu foto ini baik
digunakan untuk mempelajari perairan yang dangkal dan pantai.
Tewinkel (1963) mengemukakan bahwa jenis film yang khusus
digunakan untuk pemetaan dasar perairan dimana daya tembus tenaga
tersebut mencapai kedalaman 20 meter dengan kondisi air laut jernih,
tenang dan keadaan cuaca cerah, sehingga tenaga tersebut mencapai
dasar laut dangkal.
Sehubungan dengan keterbatasan dan keunggulan foto ortokromatik
Lillesand dan Kiefer (1979) mengemukakan bahwa sinar yang
digunakan sebaiknya dengan 0,48 0,6 m, karena saluran biru
mempunyai daya tembus yang besar terhadap air. Daya tembus
saluran inipun mempunyai perbedaan terhadap berbagai jenis air.
Sabin (1978) membandingkan nilai tembus sinar terhadap 4 tingkat
kejernihan air dari beberapa panjang gelombang dengan kedalaman 10
meter ditunjukkan pada gambar 4.1.
Gambar 4.1.
5ilai tembus dan kerapatan air sampai kedalaman 10 meter dengan 4
jenis air ( Sabin 1978, Sutanto, 1986 )
b. Citra Pankromatik
Citra pankromatik menggunakan spektrum tampak dengan 0,4 0,7
m. Karena menggunakan semua saluran pada spektrum tampak,
maka kesan objek yang direkam sesuai dengan keadaan sebenarnya
dan sesuai dengan kepekaan mata manusia. Citra pankromatik dibagi
2 yaitu, (1) citra pankromatik hitam putih dan (2) citra pankromatik
berwarna.
Berwarna
1.
Kemampuan mata
membedakan rona objek
sampai 200 tingkat rona,
sedangkan warna mencapai
20.000 warna
2.
3.
Stabilitas dimensional
rendah dibandingkan
pankromatik hitam putih
4.
Mampu menduga
kedalaman air, karena warna
dapat menunjukkan
perkiraan kedalaman.
c. Citra Inframerah
Gambar 4.2.
Pantulan dari vegetasi dengan spektrum inframerah (Sutanto, 1986)
Sifat spektrum dan pantulan dari daun vegetasi bukan dari permukaan
kulit luar, maka warna yang terbentuk pada citra imfra merah tidak
sesuai dengan kesan mata manusia. Vegetasi sehat memiliki
kandungan air yang lebih banyak dibandingkan dengan vegetasi yang
kurang sehat. Oleh karena itu keunggulan dari citra inframerah ini
adalah untuk membedakan tanaman yang sehat dan vegetasi yang
kurang sehat. Keunggulan foto udara inframerah hitam putih dan
berwarna ditunjukkan pada tabel 4.2.
Tabel 4.2.
Keunggulan foto inframerah hitam putih dan berwarna
(Schwatz , 1985; Wells dan Holzo, 1985; Avery dan Berlin, 1985; Lo,
1976; Curran, 1985; Sutanto, 1986)
KEUGGULA FOTO UDARA IFRAMERAH
o
Hitam Putih
Berwarna
1.
2.
3.
4.
d. Citra Multispektral
Jendela atmosfer yang terletak dengan 0,3 1,2 m memungkinkan
perekaman objek dengan menggunakan beberapa spektrum yaitu
spektrum inframerah, spektrum tampak dan spektrum ultraviolet atau
saluran dari satu spektrum. Perekaman objek pada objek, waktu yang
sama dengan menggunakan beberapa spektrum disebut dengan
multispektral. Dalam perekaman objek dengan tujuan membandingkan
kepekaan dari saluran dan lensa, maka kamera dalam perekaman
objek menggunakan beberapa lensa pada objek dan waktu yang sama
disebut multi lensa. Selain itu untuk membandingkan tingkat kerincian
objek, maka perekaman objek dapat dilakukan dengan ketinggian
wahana yang berbeda ketinggiannya. Oleh karena kerincian suatu data
dan informasi dipengaruhi oleh fokus kamera, ketinggian wahana,
resolusi film, liputan objek, maka kerincian ini akan menyangkut skala
foto. Untuk kerincian data dan informasi, maka dalam perekaman
objek dilakukan dengan berbeda ketinggian yang disebut dengan multi
tingkat. Perekaman objek dengan berbeda ketinggian ditunjukkan
pada gambar 4.3.
Gambar 4.3.
Perekaman objek pada ketinggian berbeda (Sutanto, 1986)
FOTOGRAMETRI
A. Pendahuluan
Penginderaan jauh sistem fotogrametri adalah sistem perekaman objek
yang didasarkan pantulan. Semakin besar pantulan tenaga dari objek
maka rona yang tergambar akan cerah, dan sebaliknya semakin kecil
pantulan objek rona yang terbentuk akan gelap. Karena itu objek yang
tegak lurus dengan sumbu kamera dengan pantulan tinggi, rona yang
tergambar akan cerah dibandingkan objek yang jauh dari sumbu
kamera.
Sehubungan dengan sumbu kamera yang tegak lurus, maka ukuran
objek yang lebih sesuai dan akurat adalah objek yang tegak lurus.
Artinya semakin jauh dari sumbu tegak lurus dengan kamera, maka
kesalahan ukuran makin besar. Oleh karena itu semakin jauh dari titik
tembus sumbu kamera (titik prinsipal) skala semakin kecil dan
kesalahan (distorsi) pada foto udara bersifat radial.
Kedudukan sumbu kamera mempengaruhi skala, karena bila sumbu
kamera tidak tegak lurus, maka jarak medan yang sama akan
mempunyai perbedaan jarak pada foto udara. Panjang fokus
merupakan perbandingan antara ketinggian objek dengan wahana.
Oleh karena itu skala diperhitungkan berdasarkan formula :
S=
f
H h
S = Skala
f = Panjang Fokus
H = Ketinggian wahana
h = Ketinggian objek dari permukaan laut
Sumbu kamera berkaitan dengan sumbu liputan, semakin panjang
fokus kamera, maka sudut liputan semakin kecil. Artinya lahan yang
terliput semakin sempit dan sebaliknya. Sudut liputan mempengaruhi
skala dan kerincian objek yang direkam, karena semakin kecil
sudutnya liputan lahan semakin kecil, tetapi kemampuan mendeteksi
objek semakin besar.
B. Hasil Rekaman
Sumbu kamera dan sudut liputan berkaitan dengan geometriknya foto
udara. Sumbu kamera merekam suatu objek yang luas dalam bentuk
persegi panjang atau bujur sangkar, meskipun distorsinya bersifat
radial. Ukuran foto udara yang dicetak berukuran standar yaitu 23 x
23 cm ( 9 x 9 inci).
Kamera yang digunakan untuk perekaman objek memiliki sumbu
kamera yang terletak pada pusat film dalam kamera dan tembus pada
bidang objek. Sumbu kamera dalam perekamannya tidak selalu tegak
lurus dengan bidang objek yang direkam, karena dipengaruhi keadaan
atmosfer. Sehubungan dengan kedudukan kamera, maka foto udara
diklasifikasikan menjadi 2 jenis.
H-h
Objek
Gambar 5.1.
Letak Sumbu Kamera dan Hasil Foto Udara Vertikal
Gambar 5.2.
Contoh Foto Udara Vertikal
Oleh karena itu, maka distorsi pada foto udara bersifat radial, artinya
semakin jauh dari titik pusat (prinsipal) tersebut kesalahan semakin
besar.
kedudukan kamera rendah atau miring tinggi. Oleh karena itu foto
udara miring diklasifikasikan menjadi foto udara miring rendah dan
miring tinggi.
Foto udara miring rendah
Foto udara miring rendah terjadi pada saat pemotretan terjadi
gangguan di atmosfer, sehingga kedudukan pesawat mengalami
perubahan dan berakibat terhadap perubahan kedudukan sumbu
kamera tidak tegak lurus dengan objek yang direkam. Titik nadir
merupakan titik pada foto dimana objek yang direkam tegak lurus
dengan kedudukan kamera, sedangkan sumbu kamera tidak tegak
lurus. Akibat dari perekaman objek dengan sumbu kamera yang
tidak lurus, maka sebagian objek yang jauh terekam dan sebagian
tidak terekam. Oleh karena itu kedudukan kamera yang condong
maka distorsi (kesalahan) pada foto meskipun radial, tetapi ukuran
pada setiap sudut liputan berbeda yang diukur dari jarak titik
prinsipal. Kedudukan kamera pada foto udara miring rendah
ditunjukkan pada gambar 5.3.
H-h
Objek
Gambar 5.3.
Letak sumbu dan kedudukan kamera dan hasil foto udara
miring rendah
Gambar 5.4.
Letak sumbu dan kedudukan kamera dan hasil foto udara
miring rendah
Gambar 5.5.
Letak sumbu dan kedudukan kamera dan hasil foto udara miring
tinggi
Gambar 5.6.
Contoh foto udara miring tinggi
Gambar 5.7.
Kamera Foto Udara.
S=
S = Skala foto udara
f
= Fokus Kamera
f
H h
H = Tinggi Pesawat
h = Tinggi Objek
misal : Perekaman objek dengan menggunakan kamera yang memiliki
panjang fokus 152 mm (f), tinggi terbang pesawat 5000 meter di atas
permukaan laut (H) dan ketinggian objek 1200 meter di atas
permukaan laut (h). Berapa skala foto udara ?
S=
f
H h
S=
15,2
500000 120000
S=
15,2
380000
S=
1
25000
S = 1 : 25.000
Perhitungan skala yang dilakukan dengan membandingkan panjang
fokus dengan ketinggian terbang dari objek, tetapi bila foto udara
tidak dicantumkan ketinggian terbang, maka perhitungan skala dapat
ditentukan dengan membandingkan jarak foto udara dengan jarak
datar di lapangan dengan menggunakan formula sebagai beriktu :
jf
jl
jf
= Jarak di foto
jl
misal : Jarak antara 2 titik pada foto udara = 5cm, sedangkan jarak
datar di lapangan = 500 meter, maka berapa skala foto udara tersebut ?
Selain membandingkan jarak di foto dan di lapangan dapat juga
dilakukan dengan membandingkan jarak di foto dengan jarak di peta
yang ada skalanya dengan menggunakan formula :
jf
jl
5cm
50000m
1
10.000
= 1 : 10.000
jf
x skala peta
jp
jf
1
x
jp 25.000
4
50.000
1
12.500
= 1 : 12.500
Fokus kamera
Waterpass
Tanda fiducial
Jam terbang
Tinggi terbang
Nomor Seri
X Pemotret/daerah/tahun/jalur/nomor foto
Gambar 5.8.
Keterangan tepi peta dari foto udara
2. omor Seri
Pada setiap foto udara diberi nomor registrasi yang berfungsi
memberikan informasi mengenai daerah yang dipotret, tanggal
pemotretan, jalur terbang dan nomor lembar foto. Tujuan nomor seri
ini adalah untuk mempermudah dalam pengarsipan dan
penyusunan/kompilasi foto udara waktu membuat mozaik foto udara.
3. Tanda Tepi
Untuk menentukan skala dan orientasi, maka foto udara diberi tanda
tepi, sehingga pada foto udara biasanya tercantum ketinggian terbang,
jam terbang, panjang fokus kamera, dan waterpass. Jam terbang
menunjukkan waktu pemotretan objek/daerah, sehingga dapat
diketahui orientasi. Panjang fokus kamera dan ketinggian terbang
untuk mengetahui skala foto udara. Waterpass untuk mengetahui
kedudukan kamera.
2. Displacement
Displacement yang terjadi pada foto udara adalah pergeseran letak
suatu objek yang tidak menyebabkan perubahan karakteristik objek.
Displacement ini dapat diperbaiki dengan menggunakan alat, sehingga
geometrik foto udara sesuai dengan keadaan sebenarnya.
Displacement disebabkan oleh :
a. Bentuk muka bumi yang lengkung
b. Kedudukan pesawat
c. Tofografi objek
F. Kedudukan Pesawat
Pada saat foto udara melakukan perekaman terhadap objek,
kedudukan pesawat tidak selalu stabil, tetapi mengalami berbagai
gangguan. Oleh karena itu perekaman objek dipengaruhi oleh
atmosfer dan keadaan udara, sehingga pesawat udara labil dan
Gambar 5.9.
O (Phi)-tilt disebabkan kedudukan pesawat menengadah atau
menukik, sehingga sumbu Y mengalami perputaran
X
Gambar 5.10.
W (Omega)-tilt disebabkan kedudukan pesawat miring kearah kanan
atau kiri; sehingga sumbu X mengalami perubahan
Arah jalur
Gambar 5.11.
K (Kappa)-tilt disebabkan kedudukan pesawat berubah arah (tidak
lurus), sehingga terjadi perubahan sumbu Z
Gambar 5.12.
Pelaksanaan Pemotretan Udara
Gambar 5.13.
Kamera udara dalam pesawat terbang
Gambar 5.14.
Pengamatan 3D dengan alat stereoskop
m =
A
T
= Konstante (2898oK),
B. Variasi Pancaran
Oleh karena suhu di atas -273oK terjadi gerak partikel, sehingga
menimbulkan tenaga pancaran dari objek tersebut. Curran, 1985.
Sabin, 1978 mengemukakan bahwa tenaga pancaran suatu benda
umumnya lebih kecil dari tenaga kinetiknya. Konsentrasi tenaga
kinetik tersebut dengan suhu kinetik yang dapat diukur dengan
termometer yang ditempelkan pada benda tersebut. Dengan suhu
objek di atas -273oK memancarkan tenaga, maka pancaran terbaiknya
ada pada 9,6 m, dimana puncak pancaran ini melalui jendela
atmosfer pada 8 - 14 m. Meskipun jendela atmosfer juga terdapat
pada 3,5 5,5 m, tetapi sistem termal dengan menggunakan tenaga
termal kurang cocok. Jendela atmosfer pada 3,5 5,5 m baik
digunakan untuk mendeteksi kebakaran hutan (Sutanto, 1986).
Suhu setiap benda dan waktu berbeda, sehingga perlu diketahui variasi
suhu harian. Nilai pancaran suatu objek diperhitungkan dngan
formula:
W = eT4
W = jumlah tenaga termal yang dipancarkan oleh benda,
e = nilai pancaran benda,
Gambar 6.1.
Medan pandang sesaat (IFOV) dan perekaman daerah
(Lillesand dan Kiefer, 1979; Sutanto 1986)
2. Spektometer Termal
Radiometer termal menggunakan saluran lebar, tetapi spektometer
termal menggunakan saluran sempit, tetapi mempunyai kecepatan
dalam mengamati dan memproses perubahan suhu. Proses perekaman
Gambar 6.2.
Sumbu putar dari pesawat (Curran, 1985)
2. Gangguan Elektronik
Gelombang radio yang memancar dari matahari dan pesawat terbang
mempengaruhi perekaman objek dengan sistem termal. Oleh itu
semakin ramainya lalulintas udara akan semakin besar gangguannya.
Sabin (1978), mengemukakan perekaman terbaik memilih saat
penerbangan untuk perekaman diantara keramaian gelombang radio.
3. Gangguan Atmosfer
Atmosfer merupakan gangguan di udara yang sulit untuk dinetralisir,
karena udara yang mengandung salju, awan, kabut serta angin
membentuk lapisan seperti semir (Sutanto, 1986). Ketinggian pesawat
terbang di atas awan dan kabut akan menghambat tenaga termal untuk
mencapai alat perekam, kecuali kabut dan awan tipis.
Selain awan dan kabut yang mempengaruhi secara langsung daerah
bayangan dari awan merupakan daerah yang suhunya relatif rendah
sehingga pancaran tenaganya kurang. Sabin (1978) mengemukakan
bahwa gangguan oleh awan tidak hanya disebabkan oleh tutupannya,
melainkan juga oleh keanekaan suhunya. Oleh karena itu sebaran
kualitas
data
yang
4. Efek Perekaman
Perubahan suhu setiap saat pada saat perekaman dapat terjadi.
Perubahan ini akan berpengaruh terhadap hasil perekaman objek, baik
dengan menggunakan film maupun pita magnetik.
A. Sistem Pasif
Penginderaan jauh sistem pasif menggunakan spektrum gelombang
mikro, maka penginderaan jauh ini disebut gelombang mikro. Hasil
perekamannya dapat berupa data numerik maupun data visual.
Sistem kerja gelombang mikro didasarkan pada pantulan tenaga dari
objek. Hampir sama dengan sistem penginderaan jauh lain, banwa
Gambar 7.1.
Kurva tenaga elektromagnetik penginderaan jauh sistem gelombang
mikro dan radar (Lillesand dan Kiefer, 1979)
Gambar 7.2.
Komponen tenaga gelombang mikro alamiah
(Henderson dan Merchant Jr, 1978; Sutanto, 1986)
Pantulan dari objek dipengaruhi oleh sifat objek, karena objek yang
mengandung air kurang memantulkan tenaga. Perekaman oleh tenaga
gelombang mikro dan keluarannya ditunjukkan pada gambar 7.3.
Gambar 7.3.
Radiometer gelombang mikro dan keluarannya
(Henderson dan Merchan Jr, 1978; dan Sutanto, 1986)
Hampir sama dengan pengideraan jauh sistem yang lain, maka sistem
gelombang mikro mempunyai keunggulan dalam (1) dapat beroperasi
siang dan malam hari (2) dapat menembus awan.
Selain keunggulan dari sistem gelombang mikro, juga terdapat
keterbatasan dari sistem ini yaitu resolusi spasialnya yang rendah dan
geometriknya kasar. Resolusi spasial merupakan fungsi dari antena,
jarak sensor ke objek. Oleh karena itu untuk meningkatkan kualitas
citra dapat dilakukan dengan (1) memperpanjang antena (2)
meningkatkan kepekaan sensor dan (3) memperbesar IFOV.
B. Sistem Aktif
Spektrum gelombang mikro yang digunakan sistem gelombang mikro
juga digunakan oleh sistem radar. Perbedaan gelombang mikro dan
radar terletak pada tenaga yang digunakan untuk perekaman. Radar
merupakan singkatan dari Radio Detection and Ranging artinya
menentukan jarak objek berdasarkan gelombang radio.
Penginderaan jauh sistem radar yaitu penginderaan jauh yang
menggunakan spektrum gelombang mikro, sedangkan tenaga yang
hs <
25 sin
hk <
4,4 sin
Gambar 7.3.
Gelombang elektromagnetik (Lewis, 1985)
Panjang gelombang dan daya tembus pulsa radar, daya tembus
pulsa radar terbagi 2, yaitu daya tembus terhadap atmosfer dan
daya tembus terhadap permukaan tanah. Spektrum gelombang
radar tinggi menjadi beberapa saluran ditunjukkan pada gambar
7.4.
Gambar 7.4.
Spektrum gelombang mikro dan bagiannya
( Laird, 1978, Sutanto, 1986)
Kemampuan untuk menembus permukaan objek tergantung pada
panjang gelombang dan complex dielectric constant. Daya tembus
semakin besar bagi panjanng gelombang semakin besar. Daya
tembus sinyal radar pada vegetasi ditunjukkan pada gambar 7.5.
Gambar 7.5.
Daya tembus sinar radar pada vegetasi
(Ulaby, Moore dan Fung 1981 dalam Sutanto, 1986)
Penginderaan Jauh
Satelit Militer dan
Satelit RUSIA
Perlombaan Antariksa
Stasiun
experimen
Satelit Cuaca
Tak Berawak
Orbit
Poler
Sensor
tampak &
Im dekat
Tirus /
NOAA
Nimbus
Sensor
termal
Mercury
Gemini
Apollo
Skylab
Spaceshutle
Sensor
Gel
Mikro
Satelit Militer
Geostasioner
SMS
(Geo Meteo
Sat)
Pengintai
AS
Area Survey
Close Look
Big Bird
Cuaca
Satelit RUSIA
Berawak
Tak Berawak
AS
Inggris
Perancis
Non AS
Cosmos
Molniya
Meteor
Rusia
Cina
Perancis
HCMM
Seasat
ERS
Generasi 1
Landsat
14
Perlombaan
Antariksa
Stasiun
experimen
Vostok
Voskod
Soyus
Salut
Generasi 2
SPOT
Landsat D
Gambar 8.1.
Klasifikasi satelit penginderaan jauh ( Curran, 1985)
Gambar 8.2.
Kedudukan relatif satelit generasi pertama dan orbitnya
(Tatanik 1985 dan Sutanto, 1986)
Gambar 8.3.
Ukuran pixel pada Landsat multi spektral scanner
(Curran, 1985) Short, 1982; Sutanto, 1986)
B. Satelit Cuaca
C. Satelit Militer
Satelit ini diluncurkan untuk kepentingan militer dengan tujuan untuk
mengenal medan/daerah lawan. Oleh karena satelit ini mengintai
daerah lawan, maka datanya kurang diketahui secara umum. Satelit
Militer ini dimiliki oleh Amerika Serikat dan Rusia.
1. Satelit Militer Amerika Serikat.
Amerika Serikat mengembangkan beberapa jenis satelit pengintai
yang dilengkapi oleh sensor pembuat citra. Satelit ini dapat
ditempatkan diantariksa dengan orbit tertentu. Ciri utama satelit ini
adalah sensornya mampu menggunakan spektrum tampak pada malam
hari.
Gambar 9.1.
Gambaran perbedaan nilai resolusi spasial data
penginderaan jauh
Gambar 9.2.
Diagram yang menunjukkan resolusi spektral dari
data penginderaan jauh multispectral
Gambar 9.3.
Beberapa color composite data Landsat
Gambar 9.4.
Cara mempertajam dan memperlembut tampilan citra
dengan edge enhancement
Gambar 9.5.
Ekstraksi otomatik peta tutupan lahan
D. Analisis visual
Berbeda dengan pemrosesan digital dimana hampir seluruh pekerjaan
dilakukan oleh komputer, analisis visual sebagian besar dilakukan
oleh manusia. Dengan analisis digital komputer hanya dapat mengenal
dan mengolah nilai spektralnya saja, sedangkan analisis visual
manusia dapat memperkirakan dan menentukan suatu obyek
berdasarkan sifat fisiknya dan nilai spektralnya. Ciri pengenal yang
biasa dipakai dalam penafsiran potret udara secara utuh dapat
diterapkan pada data citra penginderaan jauh.
Pada data potret udara, yang berupa data analog, penafsiran dalam
bentuk penarikan garis dan penandaan dilakukan pada lembar
potretnya (hard copy), sedangkan pada data digital selain dilakukan
pada hard copy dapat juga dilakukan langsung dari layar monitor dan
hasilnya langsung disimpan dalam bentuk data digital.
Analisis visual hanya dapat dilakukan oleh manusia yang terlatih
dalam bidang pekerjaannya. Dalam prakteknya tidak semua informasi
di permukaan bumi dapat diperoleh melalui pemrosesan digital
DAFTAR PUSTAKA