Anda di halaman 1dari 106

PEGATAR PEGIDERAA JAUH

A. PEDAHULUA
1. Pengertian
Penginderaan jauh berasal dari kata Remote sensing memiliki
pengertian bahwa penginderaan jauh merupakan suatu ilmu dan seni
untuk memperoleh data dan informasi dari suatu objek di permukaan
bumi dengan menggunakan alat yang tidak berhubungan langsung
dengan objek yang dikajinya (Lillesand dan Kiefer, 1979). Jadi
penginderaan
jauh
merupakan
ilmu
dan
seni
untuk
mengindera/menganalisis permukaan bumi dari jarak yang jauh,
dimana perekaman dilakukan di udara atau di angkasa dengan
menggunakan alat (sensor) dan wahana.
Alat yang dimaksud adalah alat perekam yang tidak berhubungan
langsung dengan objek yang dikajinya yaitu alat tersebut pada waktu
perekaman tidak ada di permukaan bumi, tetapi di udara atau di
angkasa. Karena itu dalam perekaman tersebut menggunakan wahana
(platform) seperti satelit, pesawat udara, balon udara dan sebagainya.
Sedangkan data yang merupakan hasil perekaman alat (sensor) masih
merupakan data mentah yang perlu dianalisis. Untuk menjadi suatu
informasi tentang permukaan bumi yang berguna bagi berbagai
kepentingan bidang ilmu yang berkaitan perlu dianalisis dengan cara
interpretasi.

Lindgren (1985) mengemukakan bahwa Penginderaan Jauh


merupakan variasi teknik yang dikembangkan untuk perolehan dan
analisis informasi tentang bumi. Informasi tersebut berbentuk
radiasi elektromagnetik yang dipantulkan dan dipancarkan dari
permukaan bumi.
Pendapat Lindgren tersebut menunjukkan bahwa penginderaan jauh
merupakan teknik, karena dalam perolehan data menggunakan teknik,
dimana data tersebut merupakan hasil interaksi antara tenaga, objek,
alat, dan wahana yang membentuk suatu gambar yang dikenal dengan
citra (imagery) dan data citra. Untuk menterjemahkan data menjadi
informasi perlu teknik analisis. Data yang diperoleh saat perekaman
akibat adanya interaksi objek dengan tenaga elektromagnetik yang
dipancarkan oleh tenaga yang ada diluar permukaan bumi, seperti
perekaman planet lain atau bulan termasuk dalam penginderaan jauh.
Karena data yang direkam dengan menggunakan alat, sehingga data
yang tergambar diperoleh menunjukkan gambaran yang sebenarnya
pada saat perekaman. Keakuratan dan kecepatan data yang diperoleh
dengan teknologi tersebut pada akhirnya dikembangkan oleh berbagai
Negara, maka timbulah istilah-istilah baru yang dikembangkan sesuai
dengan bahasa setempat.
Penginderaan jauh yang disingkat dengan PJ atau Inderaja, dalam
bahasa inggris disebut Remote sensing, bahasa Perancis disebut
Telediction, bahasa Jerman adalah Fernerkundung, Portugis
menyebutnya dengan Sensoriamento remota, bahasa Rusia disebut
Distantionaya, dan bahasa Spanyol disebut Perception remota dan
lain-lain. Artinya penginderaan jauh yang berkembang saat ini di
Indonesia sudah digunakan hampir semua negara maju. Negara-negara
maju menggunakan penginderaan jauh karena kebutuhan data dan
informasi sangat mendesak, karena data dan informasi tersebut banyak
digunakan untuk perencanaan pengembangan fisik, sosial maupun
militer. Pengembangan itu sendiri memerlukan data dan informasi
yang akurat, cepat dan mudah, dengan keakuratan data dan informasi,
maka perencanaan dapat dilakukan sebaik-baiknya.

2. Komponen Dasar Penginderaan Jauh


Penginderaan jauh didefinisikan sebagai suatu metode untuk mengenal
dan menentukan obyek di permukaan bumi tanpa melalui kontak
langsung dengan obyek tersebut. Banyak pakar memberi batasan,
penginderaan jauh hanya mencakup pemanfaatan gelombang
elektromaknetik saja, sedangkan penginderaan yang memanfaatkan
sifat fisik bumi seperti kemagnetan, gaya berat, dan seismik tidak
termasuk dalam klasifikasi ini. Namun sebagian pakar memasukkan
pengukuran sifat fisik bumi ke dalam lingkup penginderaan jauh.
Empat komponen dasar dari sistem penginderaan jauh adalah target,
sumber energi, alur transmisi, dan sensor. Komponen dalam sistem ini
berkerja bersama untuk mengukur dan mencatat informasi mengenai
target tanpa menyentuh obyek tersebut. Sumber energi yang menyinari
atau memancarkan energi elektromagnetik pada target mutlak
diperlukan. Energi berinteraksi dengan target dan sekaligus berfungsi
sebagai media untuk meneruskan informasi dari target kepada sensor.
Sensor adalah sebuah alat yang mengumpulkan dan mencatat radiasi
elektromagnetik. Setelah dicatat, data akan dikirimkan ke stasiun
penerima dan diproses menjadi format yang siap pakai, diantaranya
berupa citra. Citra ini kemudian diinterpretasi untuk mencari informasi
mengenai target. Proses interpretasi biasanya berupa gabungan antara
visual dan automatic dengan bantuan komputer dan perangkat lunak
pengolah citra. Berikut ini merupakan komponen dasar penginderaan
jauh :

Gambar 1.1.
Komponen Dasar Penginderaan Jauh (Yaslinus, 2003)

Pada dasarnya teknologi pemotretan udara dan penginderaan jauh


adalah suatu teknologi yang merekam interaksi sinar/berkas cahaya
yang berasal dari sinar matahari dan benda/obyek di permukaan bumi.
Pantulan sinar matahari dari benda/obyek di permukaan bumi
ditangkap oleh kamera/sensor, tiap benda/obyek memberikan nilai
pantul yang berbeda sesuai dengan sifatnya.
Pada pemotretan udara rekaman dilakukan dengan media
seluloid/film, sedangkan penginderaan jauh melalui media pita
magnetik dalam bentuk sinyal-sinyal digital. Dalam perkembangannya
batasan tersebut menjadi tidak jelas karena rekaman potret udarapun
seringkali dilakukan dalam bentuk digital pula.

3. Data Penginderaan Jauh


Perekaman objek dapat dilakukan, karena tenaga dalam bentuk tenaga
elektromagnetik yang dipancarkan oleh matahari ke segala arah
terutama ke permukaan bumi, tenaga tersebut dipantulkan dan
dipancarkan oleh permukaan bumi. Tenaga pantulan dan pancaran

tersebut direkam oleh alat yang disimpan oleh wahana. Karena itu
untuk memperoleh data penginderaan jauh tersebut diperlukan
komponen-komponen penginderaan jauh diantaranya tenaga, objek,
sensor, detektor dan wahana. Komponen tersebut saling mendukung
dalam perekaman objek, karena setiap komponen harus saling
berinteraksi. Akibat adanya interaksi tenaga dengan objek, tenaga
terebut dipantulkan dan direkam oleh alat. Data hasil perekaman
tersebut menghasilkan 2 jenis data yaitu; (1) data visual (citra) dan (2)
data citra (numerik).
Data visual merupakan gambar dari objek yang direkam yang disebut
dengan citra. Menurut Hornby (1974) bahwa citra adalah
gambaran yang tampak pada cermin atau melalui lensa kamera.
Sedangkan Simonett dkk (1983) mengemukakan bahwa citra adalah
gambaran suatu objek biasanya berupa gambaran objek pada foto yang
dihasilkan dengan cara optik, elektro-optik, optik mekanik atau
elektronik. Pada umumnya ia digunakan bila radiasi elektromagnetik
yang dipancarkan atau dipantulkan oleh suatu objek tidak langsung
direkam pada film. Jadi atas dasar uraian tersebut penulis berpendapat
bahwa citra adalah gambaran objek yang direkam akibat adanya
interaksi tenaga elektromagnetik yang dipantulkan dan dipancarkan
objek yang direkam detektor pada alat (sensor).
Selain data visual (citra) juga diperoleh data citra (numerik), karena
tiap objek mempunyai kepekaan dan karakteristik yang berbeda, maka
tiap objek akan memantulkan atau memancarkan tenaga
elektromagnetik membentuk karakteristik yang berbeda, juga dalam
interaksinya antara tenaga dan objek dipengaruhi oleh kondisi
atmosferik. Gastellu dan Wtchegorry (tanpa tahun) mengemukakan
bahwa kondisi atmosfer yang transparan pada julat yang dapat
diamati. Besar kecilnya konsentrasi kelembaban air dan ozon dan oleh
kepekaan karakteristik optik yang mempengaruhi proses interaksi
tenaga dari matahari dengan objek di permukaan. Menurut S. Sardi
dan D. Sudiana (1991) mengemukakan bahwa suatu digit dapat
dipertimbangkan sebagai suatu matriks, dimana baris dan kolom
menunjukkan identitas suatu titik pada citra, hubungan keberadaan

tingkat keabuan pada titik tersebut menunjukkan tingkat pancaran atau


pancaran tenaga elektromagentik. Julat secara dinamis tingkat
pantulan atau pancaran standar dengan nilai antara 0 (gelap) sampai
255 (cerah). Selanjutnya dikatakan bahwa dalam sistem Remote
sensing, tingkat keabuan sebenarnya berasal dari intensitas pantulan
atau intensitas pantulan atau identitas pancaran yang datang dari
objek.

B. ITERPRETASI CITRA
Data yang diperoleh melalui perekaman tenaga elektromagnetik yang
dipantulkan atau dipancarkan objek berdasarkan sistem peninderaan
jauh, maka hasilnya disebut dengan data penginderaan jauh. Data
pengideraan jauh tersebut berupa data visual (citra) dan data citra
(numerik). Data tersebut belum memberikan arti dan manfaat,
meskipun data yang diperoleh akurat, datanya mutakhir, karena itu
agar data tersebut mempunyai arti yang penting dan bermanfaat bagi
bidang lain maupun pengguna data perlu adanya teknik analisis data
penginderaan jauh. Analisis citra dalam pengideraan jauh merupakan
langkah-langkah untuk interpretasi citra merupakan suatu perbuatan
untuk mengkaji gambaran objek yang direkam. Esyang berbeda
dengan Simonett (1975) dan Sutanto (1986) mengemukakan bahwa
interpretasi citra merupakan suatu perbuatan untuk mengkaji foto
maupun citra non foto dengan maksud untuk mengidentifikasi objek
dan menilai arti pentingnya objek yang tergambar pada citra tersebut.
Dalam interpretasi, maka interpreter atau penafsir citra melakukan
beberapa penalaran dengan tahapan (1) deteksi, (2) identifikasi, (3)
klasifikasi dan (4) menilai arti pentingnya suatu objek yang
tergambar pada citra. Proses penalaran ini harus bersifat objektif,
kewajaran, rasionalisasi, karena objek yang ada di permukaan bumi
mempunyai sifat dan karakteristik yang berbeda. Sifat dan
karakteristik objek yang ada di permukaan bumi yang tergambar pada

citra memiliki bentukan yang sama, sedangkan ukuran objek yang


tergambar berbeda.

C. PEGIDERAA JAUH DA GEOGRAFI


Geografi adalah ilmu yang mempelajari persamaan dan perbedaan
gejala atau fenomena geosfer (Atmosfer, Litosfer, Hidrosfer,
Biosfer dan Antroposfer) dengan pendekatan kewilayahan dan
lingkungan dalam kontek keruangan. Dari pengertian penginderaan
jauh tersebut menunjukkan bahwa data dan informasi mengenai objek
atau fenomena objek di permukaan bumi, sedangkan dari pengertian
geografi adalah geosfer yang sebagian besar mengkaji permukaan
bumi dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Dari pengertian tersebut menunjukkan bahwa objek atau fenomena
yang ada di permukaan bumi dapat diperoleh data dan informasinya.
Data ini dapat diperoleh dengan menggunakan jasa sistem
penginderaan jauh. Dengan menggunakan data pengideraan jauh
tersebut, secara langsung interpreter dalam mengkaji objek permukaan
bumi yang tergambar pada citra tersebut secara langsung
menunjukkan pendekatan kewilayahan, lingkungan dalam kontek
ruangan. Hal ini didasarkan bahwa sifat dan karakteristik objek di
permukaan bumi terjadi relasi, interaksi komponen penginderaan jauh
dan objek di permukaan bumi menunjukkan relasi, interaksi dan
interdepedensi antara suatu faktor dengan faktor lainnya dalam suatu
ruang maupun faktor-faktor antar ruang.
Untuk mengkaji suatu daerah banjir, data diperoleh dari beberapa
lembar foto udara. Banjir terjadi di daerah dataran, maka timbul
pertanyaan mengapa di daerah tersebut terjadi banjir. Untuk menjawab
maka perlu dikaji bagaimana sifat-sifat tanahnya, bagaimana
penggunaan lahannya dan darimana air luapan tersebut datang. Air
meluap berarti kapasitas sungai tidak seimbang, mengapa? ada
peningkatan limpasan permukaan (runoff), mengapa meningkat?

Mengapa banjir? karena adanya peningkatan debit limpasan


permukaan, sehingga air sungai meluap dan membanjiri daerah
dataran.
Mengapa banjir di daerah dataran? karena gerakan air dipengaruhi
oleh topografi, dimana air bergerak dari daerah lebih tinggi (gunung,
pegunungan, perbukitan) ke daerah yang lebih rendah.
Bagaimana penggunaan lahan di dataran? lahan sebagian besar
tertutup lapisan kedap air (tembok, bangunan, aspal), sehingga
limpasan permukaan tidak terserap (infiltrasi) oleh tanah.
Bagaimana penggunaan lahan dipegunungan? sebagian lahan beralih
fungsi dalam pegunungan.
Apa pengaruh perubahan fungsi lahan? tiap lahan yang dimanfaatkan
atau tertutup vegetasi alami mempunyai fungsi yang berbeda. Dengan
berubahnya fungsi lahan berakibat terhadap infiltrasi dan limpasan
permukaan.
Siapa yang mengubah fungsi lahan? untuk memenuhi kebutuhan
pangan dan papan, manusia mengubah fungsi lahan tersebut.
Dari gambaran masalah di atas menunjukkan bahwa satu faktor
dengan faktor lainnya saling berealisasi, berinteraksi, dan
ketergantungan, maka dalam pemecahan masalah tersebut perlu
ditangani secara geografis terpadu. Karena dengan menggunakan data
penginderaan jauh dapat dikaji faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap masalah banjir tersebut dengan pendekatan pendekatan
kewilayahan, lingkungan dalam kontek keruangan dan dengan data
penginderaan jauh pendekatan tersebut dapat dilakukan dengan cermat
dan akurat, sehingga suatu masalah dapat diketahui dan dipahami
proses terjadinya masalah tersebut serta usaha pemecahannnya.

FISIKA PEGIDERAA JAUH

A. FISIKA PEGIDERAA JAUH


Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi terutama teknologi
dirgantara/angkasa memberikan pengaruh terhadap perkembangan
ilmu dan teknik penginderaan jauh serta Geografi. Perkembangan ini
memberikan data dan informasi tentang permukaan bumi. Data
tersebut diperoleh melalui perekaman dari dirgantara/angkasa,
sehingga menguntungkan interpreter maupun pengguna data dan
informasi secara akurat dan cepat dengan data yang mutakhir. Data
dan informasi tentang mengenai objek di permukaan bumi diperoleh
dengan cara merekam sebagian objek permukaan bumi yang
tergambar pada citra. Gambaran objek permukaan bumi merupakan
hasil interaksi antara tenaga dan objek yang direkam. Tenaga yang
dimaksud adalah radiasi matahari, tetapi jika perekaman tersebut
dilakukan pada malam hari, maka tidak ada tenaga, maka perekaman
dilakukan dengan tenaga buatan. Karena itu untuk kepentingan
perekaman objek pada malam hari, diperlukan tenaga buatan yang
dikenal dengan tenaga pulsa. Dengan demikian berdasarkan tenaga,
sistem pengideraan jauh diklasifikasikan menjadi 2 yaitu (1) Sistem
pasif dengan sumber tenaga berasal dari matahari (alam) dan (2)
Sistem aktif dengan sumber tenaga buatan yang disebut tenaga pulsa.

1. Sistem Tenaga
Untuk memperoleh data objek permukaan diperlukan tenaga. Salah
satu tenaga yang digunakan untuk memperoleh data yang digunakan
pengideraan jauh adalah tenaga matahari. Tenaga matahari yang
memancar ke segala penjuru termasuk ke permukaan bumi memancar
dalam bentuk tenaga elektromagnetik yang membentuk berbagai
panjang gelombang (). Radiasi matahari tersebut memancar ke
permukaan bumi terhambat oleh atmosfer bumi, sehingga bagian
radiasi sebagai tenaga tersebut dipantulkan kembali, dihamburkan,
diserap, dan diteruskan. Oleh karena itu tenaga yang berasal dari
matahari yang sampai ke permukaan bumi hanya sebagian kecil dan
atmosfer berfungsi sebagai filter dan penghambat masuknya radiasi
matahari.
Penginderaan jauh dalam perekamannya tidak hanya menggunakan
radiasi matahari sebagai sumber utama, karena jika malam hari di
suatu tempat, maka tidak ada sumber tenaga. Untuk menanggulangi
tenaga pada malam hari dibuat sumber tenaga buatan yang disebut
dengan tenaga pulsa. Karena itu dalam sistem penginderaan jauh
digunakan 2 sumber tenaga.

Gambar 2.1.
Proses perekaman dari sumber tenaga matahari

a. Sumber Tenaga Alam (Matahari)


Pengideraan jauh yang menggunakan tenaga matahari sebagai sumber
tenaga, maka penginderaan jauh tersebut dikenal dengan sistem pasif.
Pengideraan jauh sistem pasif yang menggunakan tenaga matahari
dengan cara perekaman tenaga pantulan maupun pancaran yaitu
sistem fotografik, termal, gelombang mikro, dan satelit. Proses
perekaman objek dengan cara pantulan tenaga ditunjukkan pada
gambar di atas.

b. Sumber Tenaga Buatan


Penginderaan jauh yang menggunakan tenaga buatan dalam
perekamannya disebut dengan sistem aktif, hal ini didasarkan bahwa
perekaman objek pada malam hari memerlukan tenaga. Proses
perekaman objek tersebut melalui pantulan tenaga buatan yang disebut
dengan tenaga pulsa yang dipancarkan alat yang berkecepatan tinggi
dipantulkan objek, karena pada saat pesawat bergerak tenaga pulsa
yang dipantulkan oleh objek direkam. Karena tenaga pulsa memantul,
maka pantulan yang tegak lurus memantulkan tenaga yang tinggi,
sehingga jika pancaran tenaga 100%, maka pantulan tenaga 100%
akan membentuk rona yang gelap, sedangkan tenaga pantulan pulsa
radar yang rendah, rona yang berbentuk akan cerah. Proses perekaman
objek dengan cara merekam tenaga pantulan dengan pantulan pulsa
radar tersebut, maka perekaman objek dilakukan ke arah samping.
Sensor yang tegak lurus dengan objek membentuk rona yang gelap
yang disebut near range, akibatnya sulit diinterpretasi, sedangkan
yang membentuk sudut jauh dari pusat perekaman disebut far range
mudah diinterpretasi karena pancaran tenaga pulsa 100%
memantulkan tenaga pulsa radar kurang dari 100%. Perekaman yang
miring merupakan fungsi dari sudut-sudut secara geometrik. Unsurunsur geometrik SLAR ditunjukkan pada gambar berikut.

Gambar 2.2.
Unsur-unsur pokok dari geometrik SLAR (Trevett, 1986)

Radiasi matahari yang terpancar ke segala arah terutama ke bumi


terurai menjadi berbagai panjang gelombang () mulai dari panjang
gelombang () dengan unit terkecil (pikometer) dikenal dengan
gelombang pendek sampai panjang gelombang () dengan unit
terbesar (kilometer) yang dikenal dengan gelombang panjang. Untuk
lebih jelasnya ukuran satuan dari panjang gelombang ditunjukkan
pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1.
Ukuran panjang gelombang () yang dipancarkan
( Sabin, 1978; Lintz jr dan Simonett, 1976)
Unit
(Satuan)

Ekivalen

Keterangan

Kilometer
Meter
Ukuran
Milimeter
Mikrometer
Nanometer
Angstrom
Pikometer

1.000 m
1m
0,01 m
0,001 m
0,000001 m
0,000000001 m
0,0000000001 m
0,000000000001 m

Ukuran
Ukuran
Ukuran
Ukuran
Sama dengan mikron ()
Ukuran umum sinar X

Matahari memancarkan tenaganya ke segala arah dengan panjang


gelombang yang berbeda, kecepatan yang tetap, dan tenaga yang
digunakan untuk penginderaan jauh adalah tenaga elektromagnetik.
Chanlett (1979) dalam Sutanto (1986) mengemukakan bahwa tenaga
elektromagnetik adalah paket elektrisitas dan magnitisme yang
bergerak dengan kecepatan sinar pada frekuensi dan panjang
gelombang dengan sejumlah tenaga tertentu. Ini menunjukkan bahwa
tenaga radiasi dalam bentuk tenaga elektromagnetik memancar dengan
berbagai panjang gelombang dan kecepatan yang sifatnya tetap.
Tenaga elektromagnetik yang dipancarkan matahari dengan suhu
6.000 20.000 oK membentuk tenaga elektromagnetik yang terjalin
dalam hubungan yang serasi antara panjang gelombang dengan
frekuensinya. Tenaga elektromagnetik yang membentuk gelombang
elektromagnetik dan diklasifikasikan menjadi spektrum dan saluran
(band) ditunjukkan pada gambar berikut :

Gambar 2.3.
Gelombang elektromagnetik (Paine, 1981)

B. JEDELA ATMOSFER
Energi yang dipancarkan dalam bentuk tenaga elektromagnetik hanya
sebagian kecil yang masuk ke permukaan bumi dan sebagian besar
tenaga elektromagnetik yang dihamburkan, dipantulkan dan diserap
oleh atmosfer. Energi yang dapat mencapai permukaan bumi melalui
celah-celah atmosfer yang dikenal dengan istilah jendela Atmosfer.
Jendela atmosfer terbentuk karena atmosfer terdiri dari unsur-unsur
kimia mempunyai fungsi untuk menyerap, bila diatmosfer terdapat
lapisan atmosfer yang banyak mengandung O, O2 dan O3 (Ozon), 5,

H, dan sebagainya, tetapi bila unsur-unsur itu terisi oleh unsur C


(karbon) akan menimbulkan senyawa kimia menjadi CO, CO2,
CaCO3, debu, dan sebagainya akan memberikan dampak terhadap
perluasan jendela atmosfer. Hal ini memungkinkan gelombang energi
yang lain dan berbahaya bagi kelanjutan hidup masuk ke permukaan
bumi, karena lapisan atmosfer tersebut kurang berfungsi sebagai
menyerap dan menyaring gelombang energi. Jendela atmosfer yang
dilalui gelombang energi ditunjukkan pada gambar 2.4.

Gambar 2.4.
Jendela atmosfer (Paine, 1981)

Tenaga yang masuk ke permukaan bumi dan mencapai objek, maka


sebagian tenaga oleh objek akan dihamburkan, dipantulkan, dan
sebagaian lagi diserap. Pada waktu suhu udara di atas permukaan
bumi lebih rendah dibandingkan suhu objek, maka tenaga yang
diserap oleh objek tersebut dikeluarkan kembali ke udara/angkasa
dalam bentuk tenaga pancar. Tenaga yang terpancar maupun yang
terpantul oleh objek mempunyai perbedaan pantulan dan panjang
gelombang, karena tiap objek di permukaan bumi mempunyai
perbedaan tingkat kekerasan, kandungan air, mineral, dan sebagainya.
Oleh karena perbedaan pantulan dan pancaran yang berbeda, maka
tenaga tersebut bila direkam akan menunjukkan gambaran objek yang
berbeda. Untuk merekam tenaga tersebut perlu adanya suatu alat yang
dapat merekam tenaga pantulan dan pancaran dari objek yang
direkam.
Dengan demikian dalam perekaman objek oleh alat harus terjadi
interaksi antara tenaga dan objek yang direkam. Hasil interaksi
tersebut, maka tenaga direkam oleh suatu alat (sensor). Dan hasil
rekaman alat merupakan data yang sesuai dengan keadaan sebenarnya
dari sebagian permukaan bumi yang direkam oleh alat berupa Scanner
pada saat perekaman.
Pada dasarnya energi yang masuk ke permukaan bumi tidak
seluruhnya sampai, tapi hanya sebagian kecil masuk ke permukaan
bumi. Energi tersebut dihambat oleh atmosfer melalui serapan,
pantulan dan transmisi (diteruskan). Energi yang mencapai permukaan
bumi dan berinteraksi dengan objek, sehingga sebagian energi diserap,
dipantulkan dan diteruskan oleh objek. Jadi ke-3 energi yang
berinteraksi tersebut merupakan energi yang sampai ke permukaan
bumi. Interaksi energi tersebut ditunjukkan pada gambar 2.5.
Data hasil perekaman belum menjadi suatu informasi yang
bermanfaat, data tersebut dapat menjadi informasi yang sesuai dengan
keadaan yang sebenarnya dan bermanfaat bila data tersebut
dianalisis/diinterpretasi. Artinya keakuratan suatu informasi
tergantung pada interpreter, karena itu interpreter harus memiliki

wawasan luas mengenai sifat dan ciri-ciri objek yang ada di


permukaan bumi, selain memahami sifat dan ciri-ciri tenaga yang
digunakan dalam perekaman.

Gambar 2.5.
Interakasi antara sistem elektromagnetik dan atmosfer
(Sabin,1978 dalam Sutanto, 1986)

C. ITERAKSI KOMPOE PEGIDERAA JAUH


Untuk memperoleh data penginderaan jauh, maka dalam perekaman
objek di permukaan bumi diperlukan adanya wahana (Platform),
tenaga alami atau buatan, objek yang direkam, alat (sensor) dan
deteksi (detektor). Tenaga yang memancar dari matahari ke
permukaan bumi (objek) akan memantul maupun memancar kembali
dan sebagian tenaga yang memantul maupun yang memancar direkam
oleh alat (sensor). Pada sensor terdapat detektor yang ada di dalam
alat yang dipasang pada wahana (seperti pesawat, balon udara).

Komponen dari sistem penginderaan jauh ditunjukkan pada gambar


2.5

Gambar 2.5.
Komponen sistem penginderaan jauh (Sutanto, 1986)

Jenis pantulan spektral menunjukkan perbedaan panjang gelombang


yang membentuk suatu kurva. Pantulan spektrum tenaga
elektromagnetik dari tumbuhan sehat dimanifestasikan pada pundak
dan lembah dari suatu kurva. Chlorofil daun, secara kuat menyerap
energi pada 0,45 0,65 m, sementara mata manusia menerima
pantulan dari tumbuhan sehat dengan warna hijau. Kurangnya
pantulan tenaga dari chlorofil terletak pada saluran biru dan merah.
Pantulan dari vegetasi sehat meningkat secara dramatik pada spektrum
inframerah pada 0,7-1,3 m, karena pantulan tenaga dari daun
sekitar 50 % meningkat pada energi yang sampai pada objek. Pantulan
dari ke-3 jenis objek tersebut ditunjukkan pada gambar 2.6.

Gambar 2.6.
Tipe kurva pantulan spektrum dari tumbuhan, tanah, dan Air
(Ford, 1979 dalam sutanto, 1986)
Atas dasar cara perolehan data penginderaan jauh dalam sistem
perekamannya, maka penginderaan jauh diklasifikasikan menjadi 2
sistem yaitu (1) Sistem Fotografik, dan (2) Sistem Non Fotografik.
1. Sistem Fotografik
Sistem fotografik adalah sistem penginderaan jauh yang perekamanya
didasarkan pada tenaga alami (matahari). Sistem ini digunakan, karena
tenaga yang berasal dari matahari dan masuk ke permukaan bumi
(objek) memantul kembali. Pantulan tenaga dari objek tersebut
direkam oleh alat (sensor), sehingga pantulan tersebut yang direkam
akan membentuk gambar dari objek. Jadi inti dari sistem fotografik
didasarkan pada tenaga pantulan. Oleh karena tenaga tersebut
terpantul, maka perlu alat dan detektor yang mampu merekam tenaga

pantulan. Artinya detektor dari alat harus peka terhadap tenaga


pantulan. Detektor yang peka terhadap tenaga pantulan adalah film,
dimana pada film tersebut terisi oleh unsur kimia yang disebut dengan
perak halid. Perak halid ini peka terhadap sinar, karena bila perak
halid kena sinar, maka perak halid akan terbakar. Atas dasar pantulan
tenaga elektromagnetik tersebut, maka semakin besar tenaga yang
dipantulkan, maka pembakaran pada film semakin besar. Jadi rona
yang terbentuk pada film tetap, sedangkan setelah dicetak rona yang
terbentuk cerah. Sebaliknya semakin kecil tenaga yang dipantulkan,
maka pembakaran pada film semakin kecil. Jadi rona yang terbentuk
pada film cerah, sedangkan setelah dicetak rona yang terbentuk gelap.

2. Sistem on Fotografik


Sistem non fotografik yaitu suatu sistem yang menggunakan tenaga
elektromagnetik alami maupun buatan, hanya perbedaan dengan
sistem fotografi, maka pada sistem non fotografi dalam perekaman
objek menggunakan sensor elektrik (Scanner) dengan detektornya pita
magnetik. Jadi proses perekaman bukan pembakaran seperti pada film,
tetapi merekam tenaga pantulan maupun tenaga pancaran.
Radiasi matahari yang mencapai permukaan bumi selain tenaga
tersebut dipantulkan oleh objek, juga sebagian diserap oleh objek
permukaan bumi. Objek yang menyerap tenaga tersebut dapat
memancarkan tenaga, bila suhu udara di sekitar objek tersebut lebih
rendah dibandingkan dengan suhu objek tersebut. Pancaran tenaga
dari objek di permukaan bumi memancarkan radiasi dengan panjang
gelombang sekitar 9,6 m, sehingga detektor (film) yang digunakan
untuk merekam dengan sistem fotografik tidak dapat digunakan. Oleh
karena itu untuk merekam objek dengan puncak pancaran diperlukan
detektor yang peka terhadap panjang gelombang tersebut. Detektor
untuk merekam dengan spektrum termal, gelombang mikro tersebut
dikenal dengan pita magnetik, sedangkan alat (sensor) yang digunakan

Scanner (penyiam), sedangkan untuk mendeteksi pantulan maupun


pancaran tenaga tersebut tercatat pada pita magnetik.

D. SISTEM PEGIDERAA JAUH


1. Wahana dan Sensor (alat)
Oleh karena perekaman objek permukaan bumi harus dilakukan di
angkasa maupun diluar angkasa, maka diperlukan wahana untuk
menyimpan alat perekam. Hasil yang diperoleh pengideraan jauh
dipengaruhi oleh kerincian objek, sehingga diperlukan wahana yang
mampu pada ketinggian yang berbeda, selain harus ditunjang alat
perekam yang mempunyai resolusi tinggi. Wahana yang digunakan
untuk penginderaan jauh diantaranya: balon udara, pesawat terbang,
roket, pesawat ulang alik, dan satelit. Khusus wahana yang
menggunakan pesawat terbang, maka tingkat kerincian objek dapat
ditingkatkan, karena dapat digunakan secara multi tingkat (pada
ketinggian yang berbeda). Sedangkan wahana selain pesawat, seperti
satelit ketinggian wahana sudah ditentukan sebelumnya, sehingga
tingkat kerincian objek tergantung pada kemampuan pixel dan
kemampuan lensa dalam merekam objek terkecil.
Alat perekam (sensor) merupakan alat yang berfungsi sebagai
penerima tenaga pantulan maupun pancaran yang direkam oleh
detektor. Atas dasar proses perekaman, sensor, detektor dan panjang
gelombang yang digunakan, maka sensor sistem penginderaan jauh
diklasifikasikan menjadi 2 yaitu :
a. Sensor Fotografik
Sensor yang digunakan penginderaan jauh sistem fotografik adalah
kamera. Cara kerja sensor ini di dasarkan pada pantulan tenaga dari
objek, sedangkan detektornya adalah film yang dilapisi oleh unsur
kimia seperti perak halid yang mempunyai sifat mudah terbakar jika

terkena cahaya. Oleh karena jika ada tenaga yang terpantul dan
direkam oleh kamera dan tergambar pada detektor, karena tenaga
tersebut akan membakar perak halid yang ada pada film.

b. Sensor Elektrik
Sensor elektrik ini digunakan untuk perekaman data sistem
penginderaan jauh non fotografik, karena proses perekaman onjek
permukaan bumi tidak didasarkan pada pembakaran pada film, tetapi
didasarkan pada sinyal elektrik yang dipantulkan maupun dipancarkan
objek dan direkam Scanner yang tercatat pada detektor. Detektor
untuk sensor ini adalah pita magnetik dan proses perekamannya
didasarkan pada energi yang dipantulkan maupun energi yang
dipancarkan. Perekaman tenaga tersebut merupakan tenaga yang
dipancarkan dikurangi dengan tenaga yang diserap objek, diteruskan
objek maupun dipantulkan objek, sehingga tenaga yang terekam dapat
berupa data visual (citra) dan data Digit (numerik).
Perbedaan sistem penginderaan jauh digambarkan oleh wahana,
sensor (alat) dan detektor, meskipun nama sistem tersebut didasarkan
pada spektrum tenaga elektromagnetik yang digunakan. Perbedaan
sistem penginderaan jauh ditunjukkan pada tabel 2.2.

Tabel 2.2.
Wahana, Sensor (alat) dan Detektor
Sumber : Sutanto, 1986
o

Sistem Penginderaan
Jauh

1.

Fotografik

Balon udara, Pesawat


Udara

Kamera

2.

Termal

Pesawat Udara

Scanner (penyiam) Pita magnetik

3.

Gelombang mikro &


Radar

Pesawat Udara, Satelit Scanner (penyiam) Pita magnetik

4.

Satelit

Satelit

Wahana

Sensor

Detektor
Film

Scanner (penyiam) Pita magnetik

2. Fisika Penginderaan Jauh


Data yang diperoleh penginderaan jauh disimpan (disiam) dari jarak
jauh. Oleh karena itu data yang direkam (disiam) dalam bentuk data
mentah perlu dianalisis, maka data tersebut perlu dianalisis menjadi
informasi yang diperlukan. Data tersebut diperoleh melalui interaksi
antara objek dengan tenaga elektromagnetik, dimana radiasi matahari
merupakan sumber tenaga. Tenaga elektromagnetik tidak nampak,
kecuali bila berinteraksi. Tenaga matahari yang dipancarkan bergerak
secara statis dan terurai dan membentuk berbagai panjang gelombang
(). Gelombang elektromagnetik yang terpancar meliputi gelombang
elektrik dan magnetik yang ditunjukkan gambar 2.7.

Gambar 2.7.
Gelombang elektromagnetik, Komponen gelombang
elektromagnetik dan magnetik (Lillesand dan Kiefer, 1979)

Tenaga radiasi yang memancarkan tenaga dalam bentuk tenaga


gelombang elektromagnetik yang bergerak ke segala arah dengan
kecepatan simultan (c), sedangkan jarak dari puncak gelombang ke
puncak lain () dan kecepatan gelombang persatuan unit/waktu
disebut frekuensi (f). Kecepatan cahaya, frekuensi dan dapat
dirumuskan sebagai berikut :
c=f
c = Kecepatan cahaya ( 3 x 100.000.000 m/detik )
f = Perputaran gelombang dalam satuan detik
= Panjang gelombang (mikrometer = m)
Gelombang elektromagnetik tersebut memancar secara tetap, maka
suhu permukaan matahari tersebut sekitar 6000oK dan semua material
permukaan bumi di atas 0oK (-273oC). Dengan mengetahui suhu

permukaan matahari, maka puncak gelombang dapat dihitung dengan


rumus :

m =

A
T

m = Panjang gelombang maksimum


A = Konstante (2898 m /oK)
T = Suhu oK
Suhu matahari dengan puncak radiasi sekitar 0,48 m dan
perluasannya, dimana kepekaan mata manusia sekitar 0,4 0,7 m.
Gelombang elektromagnetik yang didasarkan pada suhu bumi
(300oK), puncak radiasi dari bumi pada sekitar 9,6 m. Karena itu
penginderaan jauh sistem fotografik tidak dapat merekam, karena
pancaran bumi dengan 9,6 m. Formula di atas menggambarkan
semakin besar suhu akan semakin besar tenaga kinetik yang
dipancarkan. Perubahan suhu akan menggeser puncak dan besar
pancaran. Dengan semakin suhu tinggi akan bergeser kearah
gelombang panjang. Tenaga pancaran benda hitam sempurna pada
berbagai suhu ditunjukkan pada gambar 2.8

Gambar 2.8.
Tenaga pancaran oleh benda hitam sempurna pada berbagai suhu
(Lillesand dan Kiefer, 1979)

3. Spektrum Elektromagnetik
Tenaga elektromagnetik merupakan suatu berkas sinar atau dikenal
dengan spektrum yang luas, karena luasnya tenaga elektromagnetik
dengan berbagai panjang gelombang, maka berbagai panjang
gelombang tersebut diklasifikasikan menjadi spektrum. Klasifikasi
tenaga tersebut diantaranya : Spektrum kosmik, Gamma, X, Ultra
Violet, Tampak, Imfra Merah, Termal, Gelombang Mikro dan Radio.

Spektrum elektromagnetik yang dipancarkan oleh matahari sangat


bervariasi panjang gelombangnya (. Klasifikasi spektrum
elektromagnetik dan panjang gelombang () ditunjukkan pada gambar
2.8.

Gambar 2.8.
Spektrum Elektromagnetik ( Trevett, 1986 )
Spektrum elektromagnetik tidak seluruhnya masuk ke permukaan
bumi, tetapi hanya sebagian kecil spektrum elektromagnetik yang
dapat mencapai permukaan bumi. Spektrum yang mampu mencapai
permukaan bumi melalui celah-celah atmosfer disebut dengan jendela
atmosfer. Jendela atmosfer yang sejak dahulu digunakan oleh manusia
adalah spektrum nampak. Spektrum ini mempunyai 0,4-0,7 m dan
sesuai dengan kepekaan mata manusia. Atas dasar puncak pancaran
radiasi matahari dengan menggunakan formula dari Wien, maka
puncak pancaran matahari terletak pada 0,48 m. Oleh karena itu
penggunaan jendela atmosfer dengan spektrum tampak digunakan
pertama kali oleh penginderaan jauh. Perkembangan selanjutnya,

maka penggunaan jendela atmosfer pada spektrum lain digunakan


sistem penginderaan jauh.
Jendela atmosfer merupakan celah-celah yang ada di atmosfer, karena
bumi yang dikelilingi oleh lapisan udara diisi oleh material-material
yang ringan. Material tersebut mempunyai diameter lebih kecil
maupun lebih besar dari spektrum tampak, dimana material ini
berperan sebagai penghambat masuknya spektrum tenaga
elektromagnetik.

4. Hambatan dari Atmosfer


Material-material yang melayang dan tersebar di atmosfer ini
berfungsi untuk menghambat, menyerap, dan memantulkan tenaga
radiasi matahari. Oleh karena itu material ini disebut dengan
hamburan. Atas dasar besarnya material dan fungsi dari material
hamburan ini, maka hamburan diklasifikasikan menjadi : (1)
Hamburan Rayleigh, (2) Hamburan Mie dan (3) Hamburan Non
Selektif.
a. Hamburan Rayleigh
Hamburan ini terisi oleh material maupun unsur-unsur kimia yang
sangat ringan seperti Nitrogen, Oksigen, Gas, Ozon dan sebagainya.
Diameter dari hamburan ini lebih kecil dari spektrum tampak. Ini
dicirikan dengan warna langit yang cerah kebiruan. Oleh karena
butiran hamburan lebih kecil dibandingkan panjang gelombang pada
spektrum tampak banyak tersebar pada saluran biru ( 0,4 - 0,5 m).
Lillesand dan Kiefer (1979) menyebutkan bahwa hamburan Rayleigh
menyebabkan foto hitam putih nampak berkabut, sedangkan pada foto
berwarna memberikan warna abu kebiruan yang mengurangi
ketajaman objek pada foto. Meskipun di atmosfer sendiri memberikan
warna kebiruan yang menunjukkan keadaan atmosfer cerah.

b. Hamburan Mie
Hamburan ini terisi oleh material-material yang diameternya hampir
sama dengan spektrum tampak, karena inti kebiruan ini menempati
lapiran atmosfer yang tersebar di bawah hamburan Rayleigh.
Hamburan ini terdiri dari debu, kabut, asap dan sebagainya. Hal ini
dicirikan dengan warna langit yang cerah keputihan. Hamburan Mie
banyak tersebar pada saluran hijau.

c. Hamburan on Selektif


Hamburan ini memiliki diameter material yang lebih besar dari
spektrum tampak dengan material seperti : debu, asap, uap air, Co3,
dan sebagainya. Hamburan ini dicirikan dengan warna langit yang
gelap (awan Kumulonimbus).
Hamburan ini mempunyai fungsi yang berbeda tergantung dari unsur
kimia atau material yang dikandungnya. Kandungan material atau
unsur kimia ini dapat berubah tergantung kondisi dari permukaan
bumi. Artinya bahwa bila semakin banyak hamburan non selektif
memungkinkan terjadinya penutupan atmosfer bagian bawah,
sedangkan dengan unsur kimia tersebut mempengaruhi tingkat
penyebaran matahari. Penyebaran hamburan ini semakin luas akan
mendesak hamburan yang lebih ringan, sehingga akan menambah atau
memperluas jendela atmosfer, terutama hamburan yang mengandung
unsur C (karbon), karena C memiliki bejar jenis (BJ) yang berbeda,
sehingga menempati atmosfer bagian bawah. Unsur ini dapat
bersenyawa dengan unsur O, O2, O3, dan sebagainya.

TEKIK DA USUR ITERPRETASI


CITRA

Dalam suatu analisis citra penginderaan jauh dilakukan dengan cara


interpretasi, ada objek yang nampak pada citra dan ada objek yang
tidak nampak. Untuk interpretasi objek yang nampak dapat secara
langsung mendeteksi, mengidentifikasi dan menganalisis objek
tersebut, tetapi objek-objek tertentu kemungkinan tidak nampak pada
citra, karena tertutup oleh penutup lahan. Meskipun demikian objek
yang tidak nampak dapat diinterpretasi dengan cara mengasosiasikan
objek yang tidak nampak dengan objek yang nampak. Dalam
interpretasi citra penginderaan jauh digunakan teknik dan unsur
interpretasi citra.

A. Teknik Interpretasi Citra


Faktor-faktor alam yang terbentuk menjadi suatu objek di permukaan
bumi pada kenyataan mempunyai keterkaitan antara satu faktor
dengan faktor lainnya, dimana faktor-faktor tersebut saling
berinteraksi dan berinterdepedensi. Oleh karena itu objek-objek yang
tidak nampak dapat dilakukan teknik interpretasi. Dalam interpretasi
citra, maka teknik diklasifikasikan menjadi 2, yaitu :

1. Teknik Langsung
Teknik ini dilakukan dengan cara menginterpretasi citra maupun
digitasi secara langsung terhadap objek-objek yang nampak, seperti :
vegetasi dan penggunaan lahan, pola aliran sungai, jaringan jalan, dan
sebagainya.

2. Teknik Tidak Langsung


Teknik ini dilakukan dengan cara menginterpretasi objek-objek yang
tidak nampak pada citra, karena tertutup oleh vegetasi dan
penggunaan lahan, tetapi objek tersebut dapat diinterpretasi dengan
menggunakan asosiasi suatu objek. Artinya, harus dicari keterkaitan
objek yang tidak nampak dengan yang nampak di citra. Sebagai
contoh : bila diketahui jenis vegetasinya adalah padi dengan
morfologinya datar, terdapat sungai, maka dapat diduga bahwa daerah
tersebut merupakan tempat sedimentasi dengan material halus, maka
objek yang diinterpretasi yang dapat diperkirakan adalah jenis tanah
aluvial.

B. Unsur Interpretasi Peta


Dalam analisis citra diperlukan langkah-langkah tertentu, sehingga
dapat memberikan suatu data dan informasi yang berguna. Analisis
citra diwujudkan dengan cara interpretasi, maka untuk interpretasi
diperlukan unsur-unsur interpretasi, sehingga gambar citra dapat
menjadi suatu data dan informasi. Unsur-unsur yang digunakan
diklasifikasikan menjadi 2 karakteristik, yaitu (1) karakteristik
spektral dan (2) karakteristik spatial. Unsur-unsur interpretasi citra
ditujukan pada gambar berikut.

Gambar 3.1.
Susunan Hierarki Unsur Interpretasi Citra
(Sutanto, 1986)
a. Rona/Warna
Rona/warna merupakan karakteristik spektral, karena rona/warna
termasuk akibat besar kecilnya tenaga pantulan maupun pancaran.
Unsur ini nampak pada citra dengan tingkat cerah dan gelapnya suatu
objek. Umumnya rona/warna diklasifikasikan menjadi cerah, agak
cerah, sedang, agak kelabu dan kelabu. Tingkatan rona/warna ini
diukur secara kualitatif.

b. Ukuran
Unsur ini menunjukkan ukuran dari suatu objek secara kualitatif
maupun kuantitatif. Ukuran kualitatif ditunjukkan dengan besar,

sedang, dan kecil (seperti objek hutan, perkebunan). Sedangkan


ukuran dapat diukur secara kuantitatif yang ditunjukkan dengan
ukuran objek di lapangan, karena itu skala harus diperhitungkan
sebelum dilakukan interpretasi citra.

c. Bentuk
Unsur ini ditunjukkan dengan bentuk dari objek, karena setiap objek
mempunyai bentuk. Sebagai contoh : Jalan berbentuk memanjang,
lapangan bola berbentuk lonjong, dan sebagainya.

d. Tekstur
Tekstur suatu objek ditunjukkan dengan kehalusan suatu rona, dimana
perbedaan rona tidak terlalu mencolok. Sebagai contoh : rona air kotor
mempunyai tekstur halus, tetapi bila objek bervariasi seperti, objek
hutan belukar, pantulan tenaga dari pohon bervariasi ditunjukkan
dengan tekstur yang kasar.

e. Pola
Pola merupakan unsur keteraturan dari suatu objek di lapangan yang
nampak pada citra. Objek buatan manusia umumnya memiliki suatu
pola tertentu yang diklasifikasikan menjadi : teratur, kurang teratur,
dan tidak teratur.

f. Tinggi

Unsur ini akan nampak bila objek mempunyai nilai ketinggian. Untuk
citra skala kecil tinggi objek tidak nampak. Tinggi objek dapat diukur
bila skalanya memungkinkan, terutama citra foto yang menunjukkan
bentuk 3 dimensi.

g. Bayangan
Objek yang mempunyai tinggi akan mempunyai bayangan yang dapat
digunakan untuk mengukur ketinggian suatu objek. Bayangan
ditunjukkan dengan ukuran yang nampak pada citra. Dengan
pengukuran panjang bayangan dan mengetahui jam terbang dapat
diketahui tinggi suatu objek.

h. Situs
Unsur ini merupakan ciri khusus yang dimiliki suatu objek dan setiap
objek mempunyai situs, seperti lapangan bola mempunyai situs anak
gawang dan podium, sawah mempunyai situs pematang atau galengan
dan sebagainya. Sehingga tinggi objek dapat diketahui.

i. Asosiasi
Unsur ini digunakan untuk menghubungkan suatu objek dengan objek
lain, karena kenyataan suatu objek akan berasosiasi dengan objek lain
dan berkaitan seperti sawah berasosiasi dengan aliran air (irigasi),
pemukiman dan sebagainya.
Pantulan dari suatu tenaga dan sebagai unsur primer. Artinya sebelum
unsur yang lain, unsur ini nampak lebih dahulu dan rona atau warna
dalam interpretasi digunakan lebih dulu sebelum unsur lainnya.

Rona/warna merupakan akibat interaksi antara tenaga dan objek dan


rona/warna menunjukkan gambaran spekterum yang digunakan,
karena itu rona/warna disebut unsur spektral.
Unsur-unsur interpretasi seperti Rona/warna merupakan unsur primer,
rona/warna merupakan unsur spektral karena menunjukkan tingkat
kecerahan objek, sebab jika objek belum dapat diperkirakan, maka
unsur selanjutnya digunakan unsur sekunder. Unsur seperti ukuran,
bentuk dan tekstur merupakan unsur sekunder. Unsur ini merupakan
unsur spatial, tetapi dalam interpretasi sebelum menggunakan unsur
tersier lebih dulu digunakan unsur sekunder, sedangkan situs dan
asosiasi merupakan unsur spatial yang digunakan jika objek yang
nampak belum dapat diperkirakan. Oleh karena itu unsur ini unsur
yang mempunyai tingkat kerumitan tinggi, karena menyangkut
interelasi dan interdepedensi objek.
Dalam interpretasi citra tidak harus semua unsur digunakan, meskipun
hanya beberapa unsur yang digunakan, tetapi objek dapat diperkirakan
maka unsur lain diabaikan. Sebaliknya jika objek belum diketahui
dengan semua unsur tersebut, seharusnya objek tersebut dilakukan
checking lapangan.

PEGIDERAA JAUH SISTEM


FOTOGRAFIK

A. Spektrum Elektromagnetik
Penginderaan jauh sistem fotografi dalam perekaman objek,
didasarkan pada pantulan tenaga alami (matahari), sehingga disebut
dengan sistem pasif. Sistem fotografik menggunakan 0,3 0,9 m
yang terbagi menjadi beberapa spektrum dan satu spektrum tersebut
diklasifikasikan menjadi beberapa saluran (band).

1. Spektrum Ultraviolet 0,002 0,4 m


a. Saluran ultra violet jauh 0,002 0,2 m, tetapi belum
dimanfaatkan untuk penginderaan jauh.
b. Saluran ultra violet sedang 0,002 0,3 m, tetapi belum
dimanfaatkan untuk penginderaan jauh.
c. Saluran ultra violet dekat 0,3 0,4 m, saluran ini dimanfaatkan
untuk penginderaan jauh.

2. Spektrum Tampak 0,4 0,7 m

a. Saluran biru 0,4 0,5 m, saluran ini digunakan untuk


penginderaan jauh dengan warna dasar biru.
b. Saluran hijau 0,5 0,6 m, saluran hijau dan biru pernah
digunakan dalam penginderaan jauh dan citranya disebut dengan
citra ortokromatik.
c. Saluran merah 0,6 0,7 m, saluran merah digunakan untuk
penginderaan jauh dengan warna dasar merah.
Saluran biru, hijau dan merah digunakan bersama-sama dalam
perekamannya dengan hasil citranya adalah citra pankromatik, tetapi
dalam perekaman objek dapat dilakukan dengan menggunakan
campuran spektrum tampak dan inframerah. Hal ini tergantung dari
kepekaan detektor (film), karena film hitam putih hanya memiliki
kemampuan merekam dengan 0,4 0,7 m, sedangkan film
berwarna memiliki kemampuan merekam dengan 0,3 0,9 m.

B. Jenis Foto Udara


Citra merupakan gambaran visual yang direkam dari objek di
permukaan bumi. Atas dasar spektrum, sensor dan detektornya yang
berbeda, maka citra diklasifikasikan menjadi 2 yaitu (1) Citra Foto
dan, (2) Citra Non Foto.
Citra foto dalam perekamannya didasarkan pada pantulan tenaga dari
objek dan perekamannya menggunakan sensor kamera sedangkan
detektornya adalah film dengan prosesnya bersifat kimiawi. Oleh
karena perbedaan spektrum elektromagnetik yang digunakan, maka
citra foto diklasifikasikan menjadi beberapa citra.
Penginderaan jauh dengan sistem fotografik didasarkan kepada
tenaga/sinar yang dipantulkan oleh objek. Umumnya tenaga yang
digunakan sistem ini adalah tenaga matahari, sehingga pengideraan

jauh yang menggunakan tenaga/sinar matahari (alami) disebut sistem


pasif. Hasil dari sistem ini dan sebutannya didasarkan kepada
spektrum alat, detektor dan proses yang digunakan. Atas dasar
penggunaan spektrum maupun saluran, maka hasil citra sistem
fotografik diklasifikasikan menjadi foto ultraviolet, foto ortokromatik,
foto pankromatik, dan foto inframerah.
1. Foto Ultraviolet
Foto ini menggunakan spektrum elektromagnetik dengan 0,02 0,4
m. Spektrum ultra violet dibagi menjadi 3 saluran, yaitu : (1) saluran
ultra violet dekat dengan 0,29 0,4 m, (2) saluran ultra violet
sedang dengan 0,3 0,2 m dan (3) saluran ultra violet jauh dengan
0,2 0,02 m. Saluran ultra violet sedang dan jauh belum
dimanfaatkan. Meskipun demikian saluran ultra violet dekat
mempunyai keterbatasan dalam merekam objek, karena pada di bawah
0,36 m lensa menjadi tidak tembus cahaya.
Spektrum yang digunakan untuk citra ultra violet adalah spektrum
ultra violet dekat dengan 0,29 0,4 m. Spektrum ini memiliki
kepekaan terhadap objek yang lembab terutama air, karena air banyak
menyerap tenaga pancaran dari matahari. Penyerapan tenaga yang
banyak menyebabkan pantulan rendah, sehingga rona yang terbentuk
adalah gelap. Spektrum ini kurang memiliki kemampuan untuk
menembus lapisan minyak, sehingga tenaga yang sampai pada objek
yang dilapisi minyak banyak memantulkan tenaga radiasi matahari.
Pantulan yang tinggi menyebabkan rona yang terbentuk adalah cerah.
Oleh karena itu penggunaan spektrum ultraviolet baik digunakan
untuk mendeteksi pencemaran minyak dilautan.
a. Citra Ortokromatik
Citra ortokromatik menggunakan spektrum tampak pada saluran biru
dan hijau dengan 0,4 0,56 . Artinya film yang digunakan hanya
mampu terhadap tersebut karena saluran hijau masih dipengaruhi oleh
hamburan Rayleigh dan Mie, sehingga gambaran objek kurang jelas

(Lo, 1976, Sutanto, 1986). Oleh karena spektrum ini banyak hamburan
Rayleigh di atmosfer, sehingga tenaga yang melalui atmosfer
dihambat oleh hamburan tersebut dan sebagian sampai ke permukaan
bumi. Akibat tenaga terhambat oleh hamburan dengan material gas,
oksigen, ozon, dan nitrogen, maka pantulan yang sampai pada sensor
berkurang. Hasil perekaman pada objek kurang begitu jelas (seperti
berkabut).
Keunggulan dari foto ortokromatik terletak pada kemampuannya
saluran tersebut memiliki terhadap daya tembus pada objek yang ada
di bawah permukaan air laut yang jernih, karena itu foto ini baik
digunakan untuk mempelajari perairan yang dangkal dan pantai.
Tewinkel (1963) mengemukakan bahwa jenis film yang khusus
digunakan untuk pemetaan dasar perairan dimana daya tembus tenaga
tersebut mencapai kedalaman 20 meter dengan kondisi air laut jernih,
tenang dan keadaan cuaca cerah, sehingga tenaga tersebut mencapai
dasar laut dangkal.
Sehubungan dengan keterbatasan dan keunggulan foto ortokromatik
Lillesand dan Kiefer (1979) mengemukakan bahwa sinar yang
digunakan sebaiknya dengan 0,48 0,6 m, karena saluran biru
mempunyai daya tembus yang besar terhadap air. Daya tembus
saluran inipun mempunyai perbedaan terhadap berbagai jenis air.
Sabin (1978) membandingkan nilai tembus sinar terhadap 4 tingkat
kejernihan air dari beberapa panjang gelombang dengan kedalaman 10
meter ditunjukkan pada gambar 4.1.

Gambar 4.1.
5ilai tembus dan kerapatan air sampai kedalaman 10 meter dengan 4
jenis air ( Sabin 1978, Sutanto, 1986 )

b. Citra Pankromatik
Citra pankromatik menggunakan spektrum tampak dengan 0,4 0,7
m. Karena menggunakan semua saluran pada spektrum tampak,
maka kesan objek yang direkam sesuai dengan keadaan sebenarnya
dan sesuai dengan kepekaan mata manusia. Citra pankromatik dibagi
2 yaitu, (1) citra pankromatik hitam putih dan (2) citra pankromatik
berwarna.

Oleh karena semua saluran digunakan, maka hasil rekamannya sesuai


dengan kemampuan mata manusia. Hal ini memudahkan untuk
menganalisis objek yang ada di permukaan bumi terutama objek-objek
yang telah dikenal. Objek yang tergambar pada citra pankromatik
berwarna sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, sehingga
memudahkan untuk analisis. Kelemahan dari pankromatik berwarna
adalah harga yang mahal dan resolusinya masih terlalu kasar
dibandingkan dengan pankromatik hitam putih. Keunggulan foto
udara pankromatik hitam putih dan berwarna ditunjukkan pada tabel
4.1.
Tabel 4.1.
Keunggulan foto pankromatik hitam putih dan berwarna
(Colwell, 1976; Lo, 1976; Lillesand dan Kiefer, 1979; Avery dan
Berlin, 1985; Oaine, 1981; Curran, 1985; Sutanto, 1986)
KEUGGULA FOTO UDARA PAKROMATIK
o
Hitam Putih

Berwarna

1.

Rona objek sesuai dengan kesan mata dan


spektrum yang digunakan sesuai dengan
kepekaan mata manusia

Kemampuan mata
membedakan rona objek
sampai 200 tingkat rona,
sedangkan warna mencapai
20.000 warna

2.

Resolusi spesial halus yang memungkinkan


pengenalan objek berukuran kecil

Gambar objek mirip dengan


warna sebenarnya, sehingga
objek mudah dikenal.

3.

Stabilitas dimensional tinggi, sehingga baik


digunakan bidang fotogrametri

Stabilitas dimensional
rendah dibandingkan
pankromatik hitam putih

4.

Film yang digunakan lebih lama digunakan,


dan sudah terbiasa menggunakannya.

Mampu menduga
kedalaman air, karena warna
dapat menunjukkan
perkiraan kedalaman.

c. Citra Inframerah

Citra inframerah menggunakan spektrum inframerah saluran dekat


pada jendela atmosfer dengan 0,7 0,9 m dan perluasannya sampai
1,2 m. Spektrum ini mempunyai kemampuan untuk menembus
hujan kecil, tetapi tenaga pada spektrum inframerah akan diserap oleh
air, sehingga jika objek tersebut adalah air, maka rona yang terbentuk
adalah gelap lebih gelap dari rona dengan menggunakan spektrum
tampak. Air yang keruh banyak memantulkan tenaga, sehingga rona
yang terbentuk adalah cerah, lebih cerah dari spektrum tampak.
Perbedaan dalam berinteraksi tenaga tersebut, maka dalam analisis
citra mudah dibedakan, karena pada salah satu citra tidak nampak,
tetapi pada citra dengan menggunakan spektrum yang lain akan
nampak. Sifat pada spektrum ini pada lapisan daun adalah mempunyai
kemampuan menembus lapisan luar dari daun, sedangkan tenaga
tersebut akan diserap dan dipantulkan oleh lapisan parensima, karena
pada lapisan itu terkandung air. Pantulan dari vegetasi ditunjukkan
pada gambar 4.2.

Gambar 4.2.
Pantulan dari vegetasi dengan spektrum inframerah (Sutanto, 1986)
Sifat spektrum dan pantulan dari daun vegetasi bukan dari permukaan
kulit luar, maka warna yang terbentuk pada citra imfra merah tidak
sesuai dengan kesan mata manusia. Vegetasi sehat memiliki
kandungan air yang lebih banyak dibandingkan dengan vegetasi yang
kurang sehat. Oleh karena itu keunggulan dari citra inframerah ini
adalah untuk membedakan tanaman yang sehat dan vegetasi yang
kurang sehat. Keunggulan foto udara inframerah hitam putih dan
berwarna ditunjukkan pada tabel 4.2.

Tabel 4.2.
Keunggulan foto inframerah hitam putih dan berwarna
(Schwatz , 1985; Wells dan Holzo, 1985; Avery dan Berlin, 1985; Lo,
1976; Curran, 1985; Sutanto, 1986)
KEUGGULA FOTO UDARA IFRAMERAH
o
Hitam Putih

Berwarna

1.

Tenaga dipantukan dari mesofil daun


yaitu: jaringan sel parensima,
sehingga rona tidak mirip dengan
wujud aslinya.

Warna yang tidakserupa


dengan warna aslinya
memudahkan pengenalan
objek.

2.

Daya tembus saluran inframerah


terhadap kabut tipis, sehingga dapat
dilakukan pemotretan dari pesawat
terbang tinggi.

Bentuk samaran bangunan


militer yang dibentuk seperti
vegetasi mudah dikenal,
karena vegetasi tidak berair
akan memantulkan tenaga
lebih besar.

3.

Daya serap terhadap air lebih besar,


sehingga rona air lebih gelap
dibandingkan saluran tampak.

Daya serap terhadap air besar,


sehingga memudahkan
pengenalan vegetasi sehat dan
tidak sehat.

4.

Film mempunyai kepekaan terhadap


spektrum unltraviolet, tampak dan
inframerah, sehingga dapat memilih
saluran yang lebih sempit.

Saluran yang lentur dan dapat


dilakukan pemotretan
multispektral, untuk
melengkapi data.

Keunggulan lain dari spektrum inframerah adalah filmnya. Film


inframerah peka
terhadap
beberapa
spektrum,
sehingga
memungkinkan perekaman objek dari beberapa spektrum. Spektrum
inframerah peka terhadap spektrum inframerah, spektrum tampak dan
spektrum ultraviolet.

d. Citra Multispektral
Jendela atmosfer yang terletak dengan 0,3 1,2 m memungkinkan
perekaman objek dengan menggunakan beberapa spektrum yaitu
spektrum inframerah, spektrum tampak dan spektrum ultraviolet atau
saluran dari satu spektrum. Perekaman objek pada objek, waktu yang
sama dengan menggunakan beberapa spektrum disebut dengan
multispektral. Dalam perekaman objek dengan tujuan membandingkan
kepekaan dari saluran dan lensa, maka kamera dalam perekaman
objek menggunakan beberapa lensa pada objek dan waktu yang sama
disebut multi lensa. Selain itu untuk membandingkan tingkat kerincian
objek, maka perekaman objek dapat dilakukan dengan ketinggian
wahana yang berbeda ketinggiannya. Oleh karena kerincian suatu data
dan informasi dipengaruhi oleh fokus kamera, ketinggian wahana,
resolusi film, liputan objek, maka kerincian ini akan menyangkut skala
foto. Untuk kerincian data dan informasi, maka dalam perekaman
objek dilakukan dengan berbeda ketinggian yang disebut dengan multi
tingkat. Perekaman objek dengan berbeda ketinggian ditunjukkan
pada gambar 4.3.

Gambar 4.3.
Perekaman objek pada ketinggian berbeda (Sutanto, 1986)

FOTOGRAMETRI

A. Pendahuluan
Penginderaan jauh sistem fotogrametri adalah sistem perekaman objek
yang didasarkan pantulan. Semakin besar pantulan tenaga dari objek
maka rona yang tergambar akan cerah, dan sebaliknya semakin kecil
pantulan objek rona yang terbentuk akan gelap. Karena itu objek yang
tegak lurus dengan sumbu kamera dengan pantulan tinggi, rona yang
tergambar akan cerah dibandingkan objek yang jauh dari sumbu
kamera.
Sehubungan dengan sumbu kamera yang tegak lurus, maka ukuran
objek yang lebih sesuai dan akurat adalah objek yang tegak lurus.
Artinya semakin jauh dari sumbu tegak lurus dengan kamera, maka
kesalahan ukuran makin besar. Oleh karena itu semakin jauh dari titik
tembus sumbu kamera (titik prinsipal) skala semakin kecil dan
kesalahan (distorsi) pada foto udara bersifat radial.
Kedudukan sumbu kamera mempengaruhi skala, karena bila sumbu
kamera tidak tegak lurus, maka jarak medan yang sama akan
mempunyai perbedaan jarak pada foto udara. Panjang fokus
merupakan perbandingan antara ketinggian objek dengan wahana.
Oleh karena itu skala diperhitungkan berdasarkan formula :

S=

f
H h

S = Skala
f = Panjang Fokus
H = Ketinggian wahana
h = Ketinggian objek dari permukaan laut
Sumbu kamera berkaitan dengan sumbu liputan, semakin panjang
fokus kamera, maka sudut liputan semakin kecil. Artinya lahan yang
terliput semakin sempit dan sebaliknya. Sudut liputan mempengaruhi
skala dan kerincian objek yang direkam, karena semakin kecil
sudutnya liputan lahan semakin kecil, tetapi kemampuan mendeteksi
objek semakin besar.

B. Hasil Rekaman
Sumbu kamera dan sudut liputan berkaitan dengan geometriknya foto
udara. Sumbu kamera merekam suatu objek yang luas dalam bentuk
persegi panjang atau bujur sangkar, meskipun distorsinya bersifat
radial. Ukuran foto udara yang dicetak berukuran standar yaitu 23 x
23 cm ( 9 x 9 inci).
Kamera yang digunakan untuk perekaman objek memiliki sumbu
kamera yang terletak pada pusat film dalam kamera dan tembus pada
bidang objek. Sumbu kamera dalam perekamannya tidak selalu tegak
lurus dengan bidang objek yang direkam, karena dipengaruhi keadaan
atmosfer. Sehubungan dengan kedudukan kamera, maka foto udara
diklasifikasikan menjadi 2 jenis.

a. Foto Udara Vertikal


Foto udara sebagai produk penginderaan jauh sistem fotografik
dikatakan foto udara vertikal bila sumbu kamera tegak lurus dengan
pusat objek yang direkam. Titik tembus sumbu kamera pada foto
udara vertikal diperoleh perpotongan garis yang ditarik dari tanda
fiducial yang terletak di pinggir maupun susut foto udara dan disebut
dengan titik prinsipal. Titik pusat foto udara ini berimpit antara titik
prinsipal dan nadir. Maka foto udara tersebut dikatakan foto udara
vertikal. Letak sumbu kamera dan hasil foto udara ditunjukkan pada
gambar 5.1.
F

H-h

Objek

Gambar 5.1.
Letak Sumbu Kamera dan Hasil Foto Udara Vertikal

Gambar 5.2.
Contoh Foto Udara Vertikal

Oleh karena itu, maka distorsi pada foto udara bersifat radial, artinya
semakin jauh dari titik pusat (prinsipal) tersebut kesalahan semakin
besar.

b. Foto Udara Miring (Oblique)


Geometrik dari foto udara vertikal lebih baik, karena sudut-sudut
liputan yang sama pada foto udara mempunyai kesalahan yang sama
bila dibandingkan dengan foto udara miring. Oleh karena itu
perekaman diusahakan vertikal. Kenyataannya dalam perekaman
terdapat gangguan pada pesawat (wahana). Gangguan tersebut berupa
badai, angin, awan, dan sebagainya. Sehingga pesawat mengalami
perubahan kedudukan, sedangkan perekaman secara otomatis
merekam objek pada waktu yang telah ditentukan, sehingga objek
yang direkam miring dan hasilnya disebut foto udara miring. Pada saat
perekaman objek gangguan yang dialami kecil atau besar, sehingga

kedudukan kamera rendah atau miring tinggi. Oleh karena itu foto
udara miring diklasifikasikan menjadi foto udara miring rendah dan
miring tinggi.
Foto udara miring rendah
Foto udara miring rendah terjadi pada saat pemotretan terjadi
gangguan di atmosfer, sehingga kedudukan pesawat mengalami
perubahan dan berakibat terhadap perubahan kedudukan sumbu
kamera tidak tegak lurus dengan objek yang direkam. Titik nadir
merupakan titik pada foto dimana objek yang direkam tegak lurus
dengan kedudukan kamera, sedangkan sumbu kamera tidak tegak
lurus. Akibat dari perekaman objek dengan sumbu kamera yang
tidak lurus, maka sebagian objek yang jauh terekam dan sebagian
tidak terekam. Oleh karena itu kedudukan kamera yang condong
maka distorsi (kesalahan) pada foto meskipun radial, tetapi ukuran
pada setiap sudut liputan berbeda yang diukur dari jarak titik
prinsipal. Kedudukan kamera pada foto udara miring rendah
ditunjukkan pada gambar 5.3.

H-h

Objek

Gambar 5.3.
Letak sumbu dan kedudukan kamera dan hasil foto udara
miring rendah

Gambar 5.4.
Letak sumbu dan kedudukan kamera dan hasil foto udara
miring rendah

Foto udara miring tinggi


Foto udara miring tinggi terjadi bila gangguan pada wahana besar,
sehingga mempengaruhi perekaman objek. Akibat gangguan
tersebut kedudukan sumbu kamera tidak tegak lurus dengan objek
yang direkam, sedangkan kedudukan kamera sangat miring,
sehingga dalam perekaman objek sebagian cakrawala terekam.
Dengan kedudukan sumbu kamera tidak tegak lurus dengan objek,
maka menyebabkan titik nadir dan titik prinsipal tidak bersatu atau
berjauhan. Secara geometrik distorsi pada foto udara miring tinggi
sangat besar. Kedudukan sumbu kamera dan hasil foto udara
miring tinggi ditunjukkan pada gambar 5.5.

Gambar 5.5.
Letak sumbu dan kedudukan kamera dan hasil foto udara miring
tinggi

Gambar 5.6.
Contoh foto udara miring tinggi

C. Penentuan Skala Foto Udara


Skala merupakan perbandingan antara jarak 2 titik pada foto udara dan
jarak 2 titik secara mendatar di lapangan. Untuk mengetahui skala foto
udara, maka perlu diamati mengenai keterangan pada tepi foto udara.
Kamera ditunjukkan pada gambar 5.7.

Gambar 5.7.
Kamera Foto Udara.

Dari gambar tersebut menunjukkan bahwa panjang fokus berbanding


lurus dengan jarak kamera dengan objek, panjang film berbanding
lurus dengan jarak datar di foto. Oleh karena itu skala diperoleh dari
perbandingan jarak di foto dan jarak datar di lapangan. Untuk
penentuan skala digunakan formula :

S=
S = Skala foto udara
f

= Fokus Kamera

f
H h

H = Tinggi Pesawat
h = Tinggi Objek
misal : Perekaman objek dengan menggunakan kamera yang memiliki
panjang fokus 152 mm (f), tinggi terbang pesawat 5000 meter di atas
permukaan laut (H) dan ketinggian objek 1200 meter di atas
permukaan laut (h). Berapa skala foto udara ?

S=

f
H h

S=

15,2
500000 120000

S=

15,2
380000

S=

1
25000

S = 1 : 25.000
Perhitungan skala yang dilakukan dengan membandingkan panjang
fokus dengan ketinggian terbang dari objek, tetapi bila foto udara
tidak dicantumkan ketinggian terbang, maka perhitungan skala dapat
ditentukan dengan membandingkan jarak foto udara dengan jarak
datar di lapangan dengan menggunakan formula sebagai beriktu :

jf
jl

= Skala Foto Udara

jf

= Jarak di foto

jl

= jarak datar di lapangan

misal : Jarak antara 2 titik pada foto udara = 5cm, sedangkan jarak
datar di lapangan = 500 meter, maka berapa skala foto udara tersebut ?
Selain membandingkan jarak di foto dan di lapangan dapat juga
dilakukan dengan membandingkan jarak di foto dengan jarak di peta
yang ada skalanya dengan menggunakan formula :

jf
jl

5cm
50000m

1
10.000

= 1 : 10.000

misal : Pada peta skala 1 : 25.000, jarak titik A dan B = 2 cm,


sedangkan jarak pada foto udara 4 cm, hitung skala foto udara tersebut
?

jf
x skala peta
jp

jf
1
x
jp 25.000

4
50.000

1
12.500

= 1 : 12.500

D. Keterangan pada Foto Udara


Foto udara dengan ukuran standar yaitu: 23 x 23 cm. Untuk
mengetahui titik tengan suatu foto, daerah yang ada pada poto, jalur
terbang dan nomor foto dapat diketahui dari keterangan tepi dari foto
udara. Keterangan ini berfungsi untuk memudahkan interpretasi.
Keterangan tepi dari foto udara ditujukan pada gambar 5.8.
1. Tanda Fiducial

Tanda fiducial berfungsi untuk mengetahui titik prinsipal dari foto


udara, dimana titik prinsipal foto merupakan titik tembus dari sumbu
kamera pada objek/daerah yang direkam. Titik prinsipal diperoleh dari
perpotongan garis dari tanda fiducial yang perpotongan garis tersebut
tergambar dalam bentuk + atau X. Pada umumnya tanda fiducial pada
foto udara terdapat 8 tanda.
X

Fokus kamera

Waterpass

Tanda fiducial
Jam terbang

Tinggi terbang

Nomor Seri
X Pemotret/daerah/tahun/jalur/nomor foto

Gambar 5.8.
Keterangan tepi peta dari foto udara

2. omor Seri
Pada setiap foto udara diberi nomor registrasi yang berfungsi
memberikan informasi mengenai daerah yang dipotret, tanggal
pemotretan, jalur terbang dan nomor lembar foto. Tujuan nomor seri
ini adalah untuk mempermudah dalam pengarsipan dan
penyusunan/kompilasi foto udara waktu membuat mozaik foto udara.

3. Tanda Tepi
Untuk menentukan skala dan orientasi, maka foto udara diberi tanda
tepi, sehingga pada foto udara biasanya tercantum ketinggian terbang,
jam terbang, panjang fokus kamera, dan waterpass. Jam terbang
menunjukkan waktu pemotretan objek/daerah, sehingga dapat
diketahui orientasi. Panjang fokus kamera dan ketinggian terbang
untuk mengetahui skala foto udara. Waterpass untuk mengetahui
kedudukan kamera.

E. Distorsi dan Displacement


Gerakan wahana sebagai pembawa alat perekam (pesawat udara) yang
tidak stabil dapat dipengaruhi oleh keadaan udara pada saat
perekaman, sehingga menyebabkan terjadinya perubahan arah,
ketinggian maupun kedudukan kamera, sedangkan permukaan bumi
tidak selalu datar. Keadaan udara akan berpengaruh terhadap
perekaman objek/daerah, sehingga menimbulkan terjadinya distorsi
dan displacement.
1. Distorsi
Pergeseran letak suatu objek menyebabkan perubahan karakteristik
objek pada foto udara yang disebut distorsi. Distorsi sulit diperbaiki

karena menyangkut pengaruh alam maupun ukuran terhadap alat


perekaman tersebut. Distorsi disebabkan oleh :
a. Pengkerutan film
b. Refraksi atmosferik berkas sinar
c. Gerakan objek saat pemotretan
d. Distorsi lensa

2. Displacement
Displacement yang terjadi pada foto udara adalah pergeseran letak
suatu objek yang tidak menyebabkan perubahan karakteristik objek.
Displacement ini dapat diperbaiki dengan menggunakan alat, sehingga
geometrik foto udara sesuai dengan keadaan sebenarnya.
Displacement disebabkan oleh :
a. Bentuk muka bumi yang lengkung
b. Kedudukan pesawat
c. Tofografi objek

F. Kedudukan Pesawat
Pada saat foto udara melakukan perekaman terhadap objek,
kedudukan pesawat tidak selalu stabil, tetapi mengalami berbagai
gangguan. Oleh karena itu perekaman objek dipengaruhi oleh
atmosfer dan keadaan udara, sehingga pesawat udara labil dan

pesawat udara saat melakukan perekaman mengalami perubahan


kedudukan.

1. O (Phi)-tilt; Pesawat udara mengalami gangguan dari arah terbang,


sehingga kedudukan pesawat udara menengadah atau menukik saat
perekaman objek, sehingga sumbu Y mengalami perputaran.
Perubahan sumbu Y ditunjukkan pada gambar 5.9.

2. W (Omega)-tilt; Kedudukan pesawat mengalami kedudukan dari


arah samping dan depan, sehingga kedudukan pesawat mengalami
perputaran dan
miring sewaktu perekaman objek yang
mengakibatkan perubahan sumbu X. Perubahan sumbu X
ditunjukkan pada gambar 5.10.

3. K (Kappa)-tilt; Kedudukan pesawat terbang mengalami gangguan


dari samping, sehingga arah terbang pesawat mengalami
perubahan arah. Perubahan arah ini mengakibatkan perubahan
sumbu Z menjadi sumbu Z1. Perubahan sumbu Z ditunjukkan
pada gambar 5.11.

Gambar 5.9.
O (Phi)-tilt disebabkan kedudukan pesawat menengadah atau
menukik, sehingga sumbu Y mengalami perputaran

X
Gambar 5.10.
W (Omega)-tilt disebabkan kedudukan pesawat miring kearah kanan
atau kiri; sehingga sumbu X mengalami perubahan

Arah jalur

Gambar 5.11.
K (Kappa)-tilt disebabkan kedudukan pesawat berubah arah (tidak
lurus), sehingga terjadi perubahan sumbu Z

G. Misi Pemotretan udara


Pemotretan udara pada umumnya menggunakan kamera dan film, dan
menghasilkan potret (data analog). Berikut ini adalah hal teknis dalam
misi pemotretan udara :
1. Perencanaan pemotretan yang meliputi pemilihan kamera udara,
disain pemotretan, pemilihan film dan cara pemotretan.
2. Pemrosesan laboratorium, meliputi pencetakan, penyusunan,
pengarsipan potret.
3. Pengolahan dan pemanfaatan seperti penggabungan potret
(mosaik), pembuatan peta topografi.
Dalam melaksanakan misi pemotretan udara harus memenuhi
persyaratan khusus dan baku, antara lain :

a. Dibuat dalam bentuk potret tegak (vertikal).


b. Dibuat dengan sistem tumpang tindih (overlap) antara satu potret
dengan potret berikutnya. Cara demikian dilakukan untuk
mendapatkan kenampakan 3 dimensi dan untuk keperluan
pembuatan peta topografi. Tumpang tindih ke arah samping juga
dibuat dalam jarak lebih pendek, sehingga seluruh daerah yang
dipotret tidak ada yang terlewat.

Gambar 5.12.
Pelaksanaan Pemotretan Udara

c. Kamera udara dapat berupa kamera tunggal atau majemuk, pada


umumnya diletakkan di perut pesawat, di masa lalu diletakkan di
luar badan pesawat. Untuk mendapatkan potret yang sesuai dengan
keperluan dasar pemotretaan dipertahankan pada posisi mendatar
serta diatur selang pengambilannya secara tetap.

Gambar 5.13.
Kamera udara dalam pesawat terbang

H. Kegunaan Pemotretan Udara


Pemotretan udara pada umumnya digunakan untuk dua hal, yaitu (1)
Untuk membuat peta topografi dengan menggunakan peralatan yang
khusus dibuat untuk itu. (2) Untuk pemetaan sumberdaya alam seperti
geologi, kehutanan, pertanian, sumberdaya air, bencana alam dan
sebagainya (peta-peta tematik).
Peta tematik dibuat dengan cara menafsirkan kenampakan pada potret
udara sesuai dengan tujuannya melalui pengenalan tanda-tanda yang
khas dari obyek yang diamati. Ilmu ini dikenal dengan
penafsiran/interpretasi potret udara. Orang yang dapat menafsirkan
potret udara disebut sebagai penafsir potret udara atau photo
interpreter. Sebagai contoh kita bisa mengenal gunungapi karena
bentuknya yang seperti kerucut, adanya kepundan dipuncaknya,
torehan air/sungai berbentuk radial dan sebagainya.

Beberapa sifat potret udara yang dapat memperkuat pengamatan


adalah pengamatan tiga dimensi (3D) yang diakibatkan oleh sifat
tumpang
tindih
(overlaping)
dari
potretpotret
yang
berdekatan/berurutan. Untuk mengamati kenampakan 3D tersebut
diperlukan suatu alat yang bernama stereoskop seperti terlihat pada
gambar berikut :

Gambar 5.14.
Pengamatan 3D dengan alat stereoskop

PEGIDERAA JAUH SISTEM TERMAL

A. Sistem Dasar Pancaran Tenaga Termal


Sistem termal yang digunakan dalam penginderaan jauh umumnya
didasarkan pada tenaga alami. Perekaman sistem termal didasarkan
pada pancaran panas dari objek yang direkan alat penyiam (scanner).
Sistem termal tidak tergantung dari keadaan cuaca, karena setiap
objek/benda memancarkan panas yang berbeda.
Semua objek memancarkan panas akibat gerak partikel setiap benda,
karena itu tenaga yang dipancarkan membentuk tenaga yang dapat
direkam. Panas yang dikandung oleh suatu objek/benda disebut tenaga
kinetik (T kin), sedangkan panas yang dipancarkan disebut tenaga
radiasi (T rad), suatu benda merupakan ukuran untuk memancarkan
panas dan tenaga yang direkam adalah tenaga radiasi. Suhu yang
merupakan titik pencairan es adalah 0oC, tetapi yang digunakan untuk
ukuran pancaran adalah derajat kalvin, karena suhu pada -273oC = 0oK
merupakan batas ukuran ada atau tidak adanya gerak partikel. Oleh
karena itu suhu objek di permukaan bumi rata-rata -27oC = 300oK
terjadi gerak partikel, sehingga objek memancarkan tenaga radiasi.
Dengan demikian suhu matahari 6000oK, maka berdasarkan hukum
Wien, maka puncak pancaran tenaga radiasi ada pada 0,48 m,
sedangkan suhu permukaan bumi 300oK, maka puncak pancaran objek
di permukaan bumi ada pada 9,6 m. Untuk mengetahui puncak
pancaran dari radiasi matahari dan bumi dengan menggunakan hukum
Wien yaitu dengan formula :

m =

A
T

m = Panjang gelombang pada pancaran maksimum,


A

= Konstante (2898oK),

= Suhu absolut suatu benda (oK).

B. Variasi Pancaran
Oleh karena suhu di atas -273oK terjadi gerak partikel, sehingga
menimbulkan tenaga pancaran dari objek tersebut. Curran, 1985.
Sabin, 1978 mengemukakan bahwa tenaga pancaran suatu benda
umumnya lebih kecil dari tenaga kinetiknya. Konsentrasi tenaga
kinetik tersebut dengan suhu kinetik yang dapat diukur dengan
termometer yang ditempelkan pada benda tersebut. Dengan suhu
objek di atas -273oK memancarkan tenaga, maka pancaran terbaiknya
ada pada 9,6 m, dimana puncak pancaran ini melalui jendela
atmosfer pada 8 - 14 m. Meskipun jendela atmosfer juga terdapat
pada 3,5 5,5 m, tetapi sistem termal dengan menggunakan tenaga
termal kurang cocok. Jendela atmosfer pada 3,5 5,5 m baik
digunakan untuk mendeteksi kebakaran hutan (Sutanto, 1986).
Suhu setiap benda dan waktu berbeda, sehingga perlu diketahui variasi
suhu harian. Nilai pancaran suatu objek diperhitungkan dngan
formula:
W = eT4
W = jumlah tenaga termal yang dipancarkan oleh benda,
e = nilai pancaran benda,

= konstante Stefan-Boltsmann, dan


T = suhu absolut suatu benda.
Formula tersebut memberikan gambaran bahwa jumlah tenaga termal
yang dipancarkan berbanding lurus terhadap pangkat 4 suhu
absolutnya. Dalam perekaman suhu sekitar objek mempengaruhi
pancaran objek, karena itu perekaman sistem termal paling baik
dilakukan pada saat perbedaan suhunya besar.
Untuk mengukur tenaga pancaran suatu objek perlu perhitungan
tenaga kinetik tersebut. Untuk mengukur tenaga kinetik digunakan
formula :
Trad = e Tkin
Dengan menggunakan formula tersebut, maka tenaga yang
dipancarkan oleh suatu benda dapat diukur, tetapi alat yang digunakan
untuk merekam pancaran tenaga tersebut harus peka terhadap
pancaran objek, meskipun wahana yang digunakan untuk perekaman
objek sama dengan sistem penginderaan jauh.

C. Sensor dan Detektor


Pancaran dari objek di permukaan bumi dan mencapai sensor termal
direkam oleh sensor (alat) tersebut yang diproses agar menjadi data
dalam bentuk citra maupun non citra. Oleh karena suhu di atas -273oK
memancarkan tenaga dan suhu permukaan bumi rata-rata 300oK, maka
sensor tersebut harus peka terhadap suhu yang paling rendah pada
objek di permukaan bumi. Laird (1978) mengemukakan sensor termal
dibuat yang mampu untuk mendeteksi suhu benda dengan perbedaan
minimal 0,1oC.

Sensor/alat yang digunakan perekaman tenaga pancaran adalah (1)


radiometer termal dan (2) spektometer termal dengan detektornya pita
magnetik.
1. Sensor Radiometer Termal
Sensor ini dibagi menjadi beberapa bagian sesuai dengan fungsinya,
bagian dari sensor ini adalah :
a. Memfokuskan tenaga pancaran pada detektor,
b. Optik sebagai pengumpul tenaga elektromagnetik,
c. Chopper mirror sebagai alat untuk memandang objek permukaan
bumi,
d. Acuan suhu ini dipanaskan secara elektrik,
e. Tenaga dari objek maupun suhu acuan disaring oleh filter untuk
memperoleh tenaga elektromagnetik yang dikehendaki, dan
f. Detektor berfungsi sebagai pengubah tenaga pancaran menjadi
sinyal elektrik.
Detektor terbagi menjadi 2, yaitu detektor termal (bolometer) dan
detektor kuantum (foton). Detektor termal berfungsi sebagai pengubah
suhu yang berkaitan dengan serapan tenaga yang mengenainya dan
dipantau secara elektrik. Detektor ini proses perubahan tenaga serapan
menjadi tenaga elektrik memerlukan waktu relatif lama. Detektor
kuantum dapat bekerja cepat dibandingkan dengan detektor termal,
tetapi kemampuan terhadap saluran sempit dari spektrum tampak dan
diperlukan pendinginan agar suhu mendekati 0oK.

Gambar 6.1.
Medan pandang sesaat (IFOV) dan perekaman daerah
(Lillesand dan Kiefer, 1979; Sutanto 1986)

2. Spektometer Termal
Radiometer termal menggunakan saluran lebar, tetapi spektometer
termal menggunakan saluran sempit, tetapi mempunyai kecepatan
dalam mengamati dan memproses perubahan suhu. Proses perekaman

objek dilakukan dengan melakukan suhu pancaran objek. Dan


dibandingkan dengan objek yang menjadi sampel, perubahan suhu
tetrsebut direkam oleh spektometer termal.

D. Hambatan dalam Perekaman


Dalam perekaman suatu objek terutama menggunakan sistem termal
kedudukan pesawat direncanakan, sehingga kedudukan pesawat tidak
miring (datar), gangguan tersebut akibat oleh adanya gangguan di
atmosfer seperti terjadinya angin besar yang mengarah pada pesawat.
1. Distorsi Oleh Kedudukan Pesawat
Meskipun pesawat telah direncanakan agar kedudukanya tegak lurus
terhadap objek yang direkam. Pada kenyataannya, kedudukan pesawat
tidak sesuai dengan yang direncanakan, karena adanya gangguan dari
atmosfer. Gangguan yang disebabkan oleh kedudukan pesawat
ditunjukkan pada gambar 6.2.

Gambar 6.2.
Sumbu putar dari pesawat (Curran, 1985)

Dari gambar tersebut menunjukkan akibat kedudukan pesawat


berubah terjadi beberapa gangguan seperti pitch, roll, dan yaw.

a. Pitch yaitu perubahan kedudukan pesawat terbang searah jalur


terbang tetapi menyebabkan pesawat menukik atau menengadah.
b. Roll yaitu gangguan terhadap kedudukan pesawat yang
menyebabkan perputaran tubuh pesawat, meskipun serah dengan
jalur terbang akibatnya sayap pesawat miring.
c. Yaw (crab) yaitu gangguan yang menyebabkan kedudukan arah
pesawat berupah arah terbang.

2. Gangguan Elektronik
Gelombang radio yang memancar dari matahari dan pesawat terbang
mempengaruhi perekaman objek dengan sistem termal. Oleh itu
semakin ramainya lalulintas udara akan semakin besar gangguannya.
Sabin (1978), mengemukakan perekaman terbaik memilih saat
penerbangan untuk perekaman diantara keramaian gelombang radio.

3. Gangguan Atmosfer
Atmosfer merupakan gangguan di udara yang sulit untuk dinetralisir,
karena udara yang mengandung salju, awan, kabut serta angin
membentuk lapisan seperti semir (Sutanto, 1986). Ketinggian pesawat
terbang di atas awan dan kabut akan menghambat tenaga termal untuk
mencapai alat perekam, kecuali kabut dan awan tipis.
Selain awan dan kabut yang mempengaruhi secara langsung daerah
bayangan dari awan merupakan daerah yang suhunya relatif rendah
sehingga pancaran tenaganya kurang. Sabin (1978) mengemukakan
bahwa gangguan oleh awan tidak hanya disebabkan oleh tutupannya,
melainkan juga oleh keanekaan suhunya. Oleh karena itu sebaran

awan dan ketebalannya mempengaruhi


menggunakan tenaga termal.

kualitas

data

yang

4. Efek Perekaman
Perubahan suhu setiap saat pada saat perekaman dapat terjadi.
Perubahan ini akan berpengaruh terhadap hasil perekaman objek, baik
dengan menggunakan film maupun pita magnetik.

E. Keunggulan dan Keterbatasan Citra Inframerah Termal


Keunggulan dari penginderaan jauh sistem tenaga termal yaitu (1)
perekaman dapat dilakukan pada siang maupun malam hari, (2)
merekam wujud yang tidak nampak, seperti kebakaran tambang
batubara di bawah tanah, kebocoran pipa gas atau pencemaran air.
Selain keunggulan juga tenaga termal mempunyai kelemahan yaitu (1)
aspek geometrik yang penyimpangannya lebih besar dari sistem foto
udara dan (2) sifat tenaga termal lebih rumit dibandingkan sifat
pantulan dari objek.

SISTEM GELOMBAG MIKRO DA


RADAR

Penginderaan jauh gelombang mikro adalah penginderaan jauh dengan


menggunakan tenaga alami dengan menggunakan gelombang mikro
yaitu julat dari 1.000 m (1 mm) sampai 100 cm. Meskipun julat
gelombang mikro luas, tetapi yang dimanfaatkan untuk penginderaan
jauh sistem ini menggunakan panjang gelombang dengan 1 mm 30
cm.
Pantulan tenaga dengan julat tersebut tidak sesuai dengan kepekaan
mata manusia yang kepekaanya pada spektrum tampak, sehingga
antara tenaga dengan objek terjadi interaksi, manusia tidak mampu
melihat objek tersebutnya. Untuk dapat merekam pantulan data
tersebut, maka digunakan alat yang mempunyai kepekaan terhadap
panjang gelombang mikro.

A. Sistem Pasif
Penginderaan jauh sistem pasif menggunakan spektrum gelombang
mikro, maka penginderaan jauh ini disebut gelombang mikro. Hasil
perekamannya dapat berupa data numerik maupun data visual.
Sistem kerja gelombang mikro didasarkan pada pantulan tenaga dari
objek. Hampir sama dengan sistem penginderaan jauh lain, banwa

sistem gelombang mikro dalam perekaman objeknya diperlukan


beberapa komponen seperti tenaga, objek, sensor (alat perekam),
detektor dengan wahana. Tenaga yang digunakan adalah gelombang
mikro dengan julat 1 mm 100 cm. Kurva pantulan tenaga
elektromagnetik yang digunakan sistem gelombang mikro ditunjukkan
pada gambar 7.1.

Gambar 7.1.
Kurva tenaga elektromagnetik penginderaan jauh sistem gelombang
mikro dan radar (Lillesand dan Kiefer, 1979)

Tenaga yang direkam oleh sensor gelombang mikro berasal dari


beberapa objek yang memancarkan tenaga (1) Pancaran oleh gas di
atmosfer (2) Pancaran oleh awan (3) Pancaran dari bawah permukaan
tanah (4) Pancaran dari permukaan objek (5) sinar dari luar (6)
Pancaran oleh atmosfer (Sutanto, 1986). Komponen tenaga alamiah
dari gelombang mikro ditunjukkan pada gambar 7.2.

Gambar 7.2.
Komponen tenaga gelombang mikro alamiah
(Henderson dan Merchant Jr, 1978; Sutanto, 1986)

Sensor yang digunakan oleh penginderaan jauh sistem gelombang


mikro adalah radiometer dan penyiam. Radiometer adalah pengukuran
radiasi elektromagnetik yang peka terhadap tenaga yang lemah.
Komponen radiometer pada dasarnya lebih dari 3, yaitu (1) sebuah
antena penerima yang peka terhadap gelombang mikro (2) amplifier
untuk memperkuat sinyal gelombang mikro dan (3) perekam atau
penyaji data.

Pantulan dari objek dipengaruhi oleh sifat objek, karena objek yang
mengandung air kurang memantulkan tenaga. Perekaman oleh tenaga
gelombang mikro dan keluarannya ditunjukkan pada gambar 7.3.

Gambar 7.3.
Radiometer gelombang mikro dan keluarannya
(Henderson dan Merchan Jr, 1978; dan Sutanto, 1986)

Penyiam gelombang mikro hampir sama dengan radiometer, hanya


perbedaanya pada antena pada penyiam tidak dipasang melainkan
bergerak untuk menyiam.

1. Keunggulan dan Keterbatasan

Hampir sama dengan pengideraan jauh sistem yang lain, maka sistem
gelombang mikro mempunyai keunggulan dalam (1) dapat beroperasi
siang dan malam hari (2) dapat menembus awan.
Selain keunggulan dari sistem gelombang mikro, juga terdapat
keterbatasan dari sistem ini yaitu resolusi spasialnya yang rendah dan
geometriknya kasar. Resolusi spasial merupakan fungsi dari antena,
jarak sensor ke objek. Oleh karena itu untuk meningkatkan kualitas
citra dapat dilakukan dengan (1) memperpanjang antena (2)
meningkatkan kepekaan sensor dan (3) memperbesar IFOV.

2. Penggunaan Citra Gelombang Mikro


Dengan kemampuannya untuk merekam objek pada waktu siang
maupun malam, dapat menembus awan, kabut, tetapi mempunyai
keterbatasan resolusi yang rendah, maka penginderaan jauh sistem
gelombang mikro ini banyak digunakan untuk : (1) Oseanografi (2)
Hidrologi (3) Meteorologi (4) Geologi dan Geomorfologi (5)
Pemetaan dan penggunaan lahan (6) Kelembaban tanah dan (7)
Pertanian (Lillesan dan Kiefer, 1979. Handerson dan Merchant Jr,
1978, Sutanto, 1986).

B. Sistem Aktif
Spektrum gelombang mikro yang digunakan sistem gelombang mikro
juga digunakan oleh sistem radar. Perbedaan gelombang mikro dan
radar terletak pada tenaga yang digunakan untuk perekaman. Radar
merupakan singkatan dari Radio Detection and Ranging artinya
menentukan jarak objek berdasarkan gelombang radio.
Penginderaan jauh sistem radar yaitu penginderaan jauh yang
menggunakan spektrum gelombang mikro, sedangkan tenaga yang

diperoleh dibangkitkan oleh sensor (buatan). Sutanto (1986)


mengemukakan tenaga ini merupakan tenaga pulsa berkekuatan tinggi
yang dipancarkan dalam waktu yang relatif pendek yaitu sekitar 106/detik. Tenaga yang dipancarkan pada objek dipantulkan kembali,
sehingga mencatat waktu-waktu dipancarkan sampai kembali ke
sensor. Intensitas pulsa radar menentukan karakteristik spektral objek
dari radar. Hasil dari radar dapat berupa data citra dan non citra.
Oleh karena tenaga dibangkitkan oleh sensor, maka tenaga yang
dipancarkan pada objek yang tegak dengan sensor akan memantul
dengan tenaga yang sama, sehingga objek akan gelap dan tidak dapat
diinterpretasi. Oleh karena itu radar dalam perekamannya dilakukan
ke arah samping yang disebut dengan Side Looking Airbone Radar
(SLAR).
Intensitas tenaga pantulan ini pada dasarnya dipengaruhi oleh dua sifat
utama, yaitu sifat objek yang direkam dan sifat radarnya (Sutanto,
1986), kedua sifat tersebut dipengaruhi oleh sifat objek ; (1) lereng,
(2) kekasaran permukaan, (3) complex dielectric constant, (4) arah
objek, (5) panjang gelombang yang digunakan, (6) sudut depresi
antena, (7) polarisasi, dan (8) arah pengamatan antena (Avery dan
Berlin, 1985).
1. Lereng suatu objek/daerah berpengaruh terhadap pantulan tenaga
pulsa radar. Lereng yang menghadap sensor disebut lereng papan
pantulan tenaganya lebih besar dibandingkan lereng belakangnya,
karena itu rona yang terbentuk adalah gelap, sehingga akan
menghilangkan wujud relief.
2. Kekerasan permukaan adalah kasar dan halusnya permukaan
objek/daerah. Kekerasan permukaan ini mempengaruhi intensitas
tenaga. Kekasaran permukaan merupakan fungsi dari panjang
gelombang dan sudut depresi. Kekerasan permukaan objek
ditentukan berdasarkan kriteria Rayleigh. Untuk menentukan kasar
dengan menggunakan formula ;

hs <

25 sin

Untuk objek yang permukaannya kasar dengan formula ;

hk <

4,4 sin

h = benda tinggi rata-rata permukaan objek,


= panjang gelombang yang digunakan,
= sudut depresi antena, sudut yang dibentuk garis lurus arah
pulsa radar ke objek dan garis horizontal antena radar dan tegak
lurus jalur terbang.
Formula tersebut menunjukkan bahwa adanya hubungan antara
kekasaran objek, panjang gelombang pulsa radar dengan sudut
depresi. Semakin kecil sudut datang semakin besar hamburan
baliknya.
Complec dielectric constant adalah ukuran kemampuan sebuah
benda untuk memantulkan dan meneruskan tenaga radar. Jika
Complec dielectric constant lebih besar, maka nilai pantulannya
juga besar, sedangkan konduktivitas dan daya tembusnya
menurun. Sutanto (1986) mengemukakan complec dielectric
constant bagi benda kering pada umumnya antara 3 8 pada
gelombang radar, nilai bagi air mendekati 80, karena kisarannya
kecil-kecil, maka gelombang radar tidak peka terhadap sifat
elektrik benda kering kepekaannya tergantung pada kebasahannya.

Polarisasi yaitu pengarahan vektor elektrik pada gelombang


elektromagnetik. Gelombang elektrik dan magnetik saling tegak
lurus dan bergerak ke arah sumbu Z. Gelombang elektrik
ditunjukkan pada gambar 7.3.

Gambar 7.3.
Gelombang elektromagnetik (Lewis, 1985)
Panjang gelombang dan daya tembus pulsa radar, daya tembus
pulsa radar terbagi 2, yaitu daya tembus terhadap atmosfer dan
daya tembus terhadap permukaan tanah. Spektrum gelombang
radar tinggi menjadi beberapa saluran ditunjukkan pada gambar
7.4.

Gambar 7.4.
Spektrum gelombang mikro dan bagiannya
( Laird, 1978, Sutanto, 1986)
Kemampuan untuk menembus permukaan objek tergantung pada
panjang gelombang dan complex dielectric constant. Daya tembus
semakin besar bagi panjanng gelombang semakin besar. Daya
tembus sinyal radar pada vegetasi ditunjukkan pada gambar 7.5.

Gambar 7.5.
Daya tembus sinar radar pada vegetasi
(Ulaby, Moore dan Fung 1981 dalam Sutanto, 1986)

Arah pengamatan anterana dan arah objek berhubungan dengan


pantulan gelombang radar. Avery dan Berlin (1979) dalam Sutanto
(1986) menyatakan bahwa sudut yang terbentuk antara arah objek
kultural dan arah pengamatan antena besar sekali pengaruhnya
terhadap rona objek pada citra radar.

PEGIDERAA JAUH SISTEM SATELIT

Penginderaan jauh sistem satelit mempunyai kesamaan dengan sistem


fotografik, sistem termal, sistem gelombang mikro dan radar, karena
pada sistem satelit dapat menggunakan gelombang elektromagnetik,
sensor, dan detektor. Sensor yang digunakan sesuai dengan
kemampuan detektornya, sehingga perlu sensor dan detektor yang
sesuai dengan kepekaan dari pancaran gelombang yang digunakan.
Perbedaan terletak pada wahana yang digunakan. Sehubungan dengan
perkembangan penginderaan jauh, negara lain mengembangkan sistem
atelit, sehingga data dan informasi dapat diperoleh dengan cepat.
Selain terletak pada wahana sistem satelit dalam perekaman objeknya
dapat menggunakan beberapa spektrum, sehingga satu kali perekaman
pada saat dan objek yang sama dapat diperoleh data dan informasi dari
berbagai spektrum.
Jumlah satelit yang telah diluncurkan sebanyak 490 buah. Negara
paling banyak meluncurkan satelit adalah Rusia (361), Amerika
Serikat (81), Jepang (7) dan Perancis (6) buah (Sutanto, 1986).
Curran (1985) menyebutkan bahwa satelit untuk perlombaan
antariksa. Satelit sumber daya laut dikelompokan pada satelit sumber
daya bumi, sedangkan satelit cuaca diklasifikasikan tersendiri. Satelit
militer dari Rusia dimasukan pada satu kelas, karena datanya tidak
diketahui. Klasifikasi satelit ditunjukkan pada gambar 8.1.

Penginderaan Jauh
Satelit Militer dan
Satelit RUSIA

Satelit Sipil Barat


Satelit Sumber
Daya Bumi
Berawak

Perlombaan Antariksa

Stasiun
experimen

Satelit Cuaca

Tak Berawak

Orbit
Poler

Sensor
tampak &
Im dekat

Tirus /
NOAA
Nimbus

Sensor
termal
Mercury
Gemini
Apollo

Skylab
Spaceshutle

Sensor
Gel
Mikro

Satelit Militer
Geostasioner
SMS
(Geo Meteo
Sat)

Pengintai

AS

Area Survey
Close Look
Big Bird

Cuaca

Satelit RUSIA

Berawak

Tak Berawak

AS
Inggris
Perancis

Non AS

Cosmos
Molniya
Meteor

Rusia
Cina
Perancis

HCMM
Seasat
ERS
Generasi 1

Landsat
14

Perlombaan
Antariksa

Stasiun
experimen

Vostok
Voskod
Soyus

Salut

Generasi 2

SPOT
Landsat D

Gambar 8.1.
Klasifikasi satelit penginderaan jauh ( Curran, 1985)

A. Satelit Sumber Daya Bumi


Satelit ini dikembangkan untuk kepentingan perlombaan antariksa,
juga didasarkan untuk kepentingan eksperimen. Tujuan dari

kepentingan tersebut, maka satelit dapat diklasifikasikan menjadi 2,


yaitu (1) satelit berawak dan (2) satelit tak berawak.
Sebelum peluncuran satelit berawak dilakukan percobaan-percobaan
dan berhasil meluncurkan roket yang dilengkapi dengan kamera pada
tahun 1912. Sedangkan satelit berawak pertama yang berhasil
diluncurkan pada tanggal 4 Oktober 1957, yaitu satelit Sputnik I milik
Rusia dengan ketinggian orbit sekitar 900 km di atas permukaan bumi.
Peluncuran satelit rusia diikuti dengan peluncuran satelit milik
Amerika Serikat yaitu Explorer I pada bulan Januari 1958.
Dari satelit yang diluncurkan dan dapat melakukan pemotretan dari
antariksa dilakukan oleh satelit TIROS (Teletion and Infrared
Observation Satellite) pada tahun 1960 (Simonet, 1983; Lillesand dan
Kiefer 1979; Sutanto, 1986). Pemotretan selanjutnya dilakukan oleh
satelit selanjutnya.
Selain satelit berawak juga diluncurkan satelit tak berawak dengan
tujuan untuk eksperimen, para ilmuan dalam mengamati objek yang
tidak dapat diamati dari permukaan bumi. Atas dasar tenaga yang
digunakan dalam perekaman objek dibedakan atas 4 kelompok, yaitu
(1) satelit dengan sensor generasi pertama dengan menggunakan
spektrum tampak dan perluasannya, (2) satelit dengan sensor generasi
kedua, (3) satelit dengan menggunakan saluran inframerah termal dan
(4) satelit yang menggunakan gelombang mikro.
1. Satelit Sumber Daya Bumi Generasi Pertama
Satelit yang termasuk satelit sumber daya bumi pertama diantaranya
adalah Landsat I, II, dan III yang merupakan hasil modifikasi dari
satelit Nimbus. Satelit Landsat berukuran 1,5 x 3 meter, dengan berat
959 kg (Paine, 1981) dan mengorbit bumi pada ketinggian 917 km
dari permukaan bumi. Arah orbit (perputaran mengelilingi bumi) dari
utara ke selatan. Orbit satelit Landsat tidak tepat melewati kutub tapi
membentuk sudut 9 dari kutub utara kearah timur dan 90 dari kutub
selatan ke arah barat. Orbit yang diukur dari equator pada 90 dari garis

equator sebelah timur. Orbit satelit Landsat ditunjukkan pada gambar


8.2.

Gambar 8.2.
Kedudukan relatif satelit generasi pertama dan orbitnya
(Tatanik 1985 dan Sutanto, 1986)

Sensor yang digunakan adalah Returm Beam Vidicon (RBV) yaitu


sistem kamera yang menyimpan pola sinar pada foto konduktor dan
sensor multi spektral yaitu penyiam yang menggunakan beberapa
spektral. Kamera RBV mempunyai resolusi 80 meter dan meningkat
lagi menjadi 30 meter dengan sekali perekaman meliputi daerah seluas
98 km x 98 km.
Sutanto (1986), menyatakan bahwa sensor penyiam multi spektral
menggunakan 4 saluran, yaitu :
a. Saluran 4 : 0,5 m 0,6 m (hijau)

b. Saluran 5 : 0,6 m 0,7 m (merah)


c. Saluran 6 : 0,7 m 0,8 m (inframerah) dan
d. Saluran 7 : 0,8 m 1,1 m (inframerah)
Sensor ini mempunyai resolusi medan 79m x 79m, dapat mengubah
nilai pantulan pada tiap pixel, kecepatan perubahannya tidak sama
dengan kecepatan penyiamannya. Sebagai akibatnya pixel yang
terbentuk bukan berbentuk bujur sangkar tetapi berbentuk persegi
panjang dengan sisi 56m x 79m (Curran, 1985). Objek yang diliputi
dengan batas objek yang direkam membentuk sudut 11,5o, sedangkan
satu kali perekaman meliputi daerah seluas 185km x 185km. Ukuran
pixel pada Landsat ditunjukkan pada gambar 8.3.

Gambar 8.3.
Ukuran pixel pada Landsat multi spektral scanner
(Curran, 1985) Short, 1982; Sutanto, 1986)

2. Satelit Sumber Daya Bumi Generasi Kedua


Satelit generasi ini merupakan kelanjutan dari satelit generasi pertama,
hanya waktu peluncuran yang berbeda. Satelit generasi ke dua adalah
Landsat IV dan V. Satelit ini merupakan satelit semi operasional,
karena bukan eksperimen, perbedaan dengan satelit sebelumnya
terletak pada resolusi spasial 30 meter, sedangkan sensor diganti dari
RBV menjadi sensor Tematik Mapper (TM), sehingga ketelitian
radiometrik bertambah tinggi.
Perbaikan pada resolusi spektral melalui perubahan radiometrik
dengan cara memperbesar penilaian nilai spektral dari 0 63 menjadi
0 255 (Lined Gren, 1985). Satelit ini dilengkapi dengan sensor MSS
dan produknya berupa data visual (citra) dan data digit (numerik) yang
disimpan pada CCT.

3. Satelit Dengan Menggunakan Spektrum Inframerah Termal


Pada satelit ini bukan satelitnya yang mengalami perubahan atau
perbaikan, tetapi pada satelit-satelit tertentu yang dilengkapi dengan
spektrum inframerah termal. Satelit yang menggunakan spektrum
inframerah termal yaitu pada satelit III, IV, dan V. Yang artinya
bahwa satelit ini dipasang sensor inframerah termal. Pada satelit
Landsat hanya menggunakan satu saluran dengan panjang gelombang
10,40 m 12,50 m dengan resolusi 120 meter.
Satelit yang termasuk periode ini adalah satelit Heat Capacity
Mapping Mission (HCMM). Satelit ini satelit NASA yang diluncurkan
pada tanggal 26 April 1978 dengan ketinggian orbit 620km di atas
permukaan bumi. Satelit ini menggunakan spektrum tampak dan
saluran inframerah dekat (0,55 m 1,1 m). Satelit ini tidak
dilengkapi dengan detektor (pita magnetik) tetapi pada perekaman
datanya langsung dikirim ke stasiun penerima data bila jarak jangkau
pencatatan data memungkinkan. Menurut Curran (1985) dan Sutanto

(1986), mengemukakan bahwa satelit ini digunakan untuk


dikonversikan menjadi peta ketahanan termal untuk pemetaan
vegetasi, gangguan pada vegetasi, mikro klimatologi, kelembaban
tanah, prakiraan pencairan salju, pemetaan pulau panas pada daerah
perkotaan, dan pantauan pencemaran termal pada daerah industri.

4. Satelit Yang Menggunakan Spektrum Gelombang Mikro


Satelit yang menggunakan spektrum gelombang mikro adalah satelit
kelautan (Seasat) dan satelit sumber daya bumi (ERS) yang dilengkapi
dengan radar SAR.
Seasat dirancang untuk mengamati sumber daya laut dan Seasat
merupakan satelit ekperimen. Seasat diluncurkan pada tanggal 26 Juni
1978, dengan ketinggian orbit 800km di atas permukaan bumi. Satelit
sumber daya bumi ERS I diluncurkan pada 1988, dan merupakan
milik European Space Agency (ESA), dengan ketinggian orbit 700km
di atas permukaan bumi. Pada satelit ini digunakan 2 sensor, yaitu (1)
sensor yang digunakan untuk memantau daratan dan (2) sensor yang
digunakan untuk memantau lautan. Satelit khusus yang menggunakan
gelombang mikro adalah satelit yang diluncurkan Kanada pada tahun
1989. Sensor yang dipasang adalah sensor SAR dengan saluran C
dengan resolusi spasial 25m. Tujuan peluncuran satelit Radar (Radar
SAT) adalah untuk pemetaan es, khususnya daerah yang dekat
pengeboran minyak lepas pantai Kanada Utara. Curran (1985),
mengemukakan bahwa ketersediaan data penginderaan jauh sangat
penting bagi penggunaannya, karena sistem Radar SAT diatur,
sehingga datanya dapat tersedia tiga jam setelah perekaman.

B. Satelit Cuaca

Perkembangan satelit cuaca lebih dahulu dibandingkan dengan satelit


sumber daya bumi dengan diluncurkan satelit pertama Vanguard dan
Explorer (Amerika Serikat tahun 1959). Tujuan dari satelit cuaca
untuk studi cuaca dan prakiraan cuaca. Satelit ini terbagi menjadi 2,
yaitu (1) Orbit sinkron matahari dan (2) Orbit sinkron bumi
(Geostationer).
1. Orbit Sinkron Matahari
Sutanto (1986) mengemukakan bahwa satelit ini mempunyai orbit
poler atau hampir poler dengan arah orbit utara selatan. Satelit sinkron
matahari diorbitkan pada ketinggian lebih dari 500km di atas
permukaan laut dengan kedudukan satelit hampir tetap terhadap
mamahari. Ciri lain dari satelit ini mengorbit setiap 100 menit dan tiap
hari 14 15 kali melintas pada jam yang sama daerah setempat.
Satelit ini mengorbit matahari diantaranya seri TIROS/NOAA dan
NOAA (Television and Infrared Observation Satelite dan 5ational
Oceanic and Atmospheric Administration). Satelit ini menggunakan
spektrum tampak, inframerah dan impramerah termal. Saluran dari
spektrum tampak inframerah dekat yang digunakan adalah panjang
gelombang ( 0,55 0,9 m), saluran inframerah dekat ( 0,725 1,0
m), saluran inframerah sedang ( 3,55 3,93 m), dan saluran
inframerah termal ( 10,5 12,5 m).

2. Orbit Sinkron Bumi (Geostationer)


Satelit sinkron bumi mengorbit mengelilingi bumi searah dengan
rotasi bumi dan satelit ini merekam atmosfer yang mengelilingi bumi
antara 60oLU dan 60oLS. Satelit yang diluncurkan adalah GOES
(Geostationary Operational Environmental Satellites), Meteosat, dan
Himawari.

Satelit GOES terbagi 2, yaitu GOES barat yang meliputi Amerika


Serikat bagian barat dan lautan Pasifik, sedangkan GOES Timur
meliputi Amerika Serikat bagian timur dan Lautan Atlantik. Curran
(1985), mengemukakan bahwa satelit GOES dirancang untuk meliput
daerah yang dibatasi oleh 70 garis bujur, sehingga seluruh permukaan
bumi direkam oleh sekitar 5-6 satelit jenis GOES. Spektrum yang
digunakan adalah spektrum tampak pada saluran merah dengan 0,66
0,7 m dan spektrum inframerah termal dengan 10,5 12,5 m.
Meteosat adalah satelit cuaca yang dikembangkan oleh Eropa (ESA)
dan diletakan pada garis 0o atau Greenwich di atas Afrika. Spektrum
yang digunakan adalah spektrum tampak inframerah dekat ( 0,4 1,1
m), dan inframerah termal ( 10,5 12,5 m). Selain untuk
pengamatan cuaca satelit ini dapat digunakan untuk pengamatan
daratan untuk pemetaan penggunaan lahan di Afrika. Satelit Himawari
adalah satelit cuaca milik jepang yang diluncurkan pada bulan April
1978 dengan sensor hampir sama dengan satelit GOES.

C. Satelit Militer
Satelit ini diluncurkan untuk kepentingan militer dengan tujuan untuk
mengenal medan/daerah lawan. Oleh karena satelit ini mengintai
daerah lawan, maka datanya kurang diketahui secara umum. Satelit
Militer ini dimiliki oleh Amerika Serikat dan Rusia.
1. Satelit Militer Amerika Serikat.
Amerika Serikat mengembangkan beberapa jenis satelit pengintai
yang dilengkapi oleh sensor pembuat citra. Satelit ini dapat
ditempatkan diantariksa dengan orbit tertentu. Ciri utama satelit ini
adalah sensornya mampu menggunakan spektrum tampak pada malam
hari.

2. Satelit Militer Rusia.


Satelit ini dikembangkan Rusia pada awal tahun 1960-an. Satelit
Militer sekarang merupakan pengembangan satelit Cosmos yang
dilengkapi kamera dangan fokus panjang dan dilengkapi sensor SAR.
Satelit ini mampu ditempatkan pada daerah-daerah penting jika
diperlukan.

PEMROSESA DA AALISIS DATA


PEGIDERAA JAUH

A. Data Penginderaan Jauh


Data penginderaan jauh pada umumnya berbentuk data digital yang
merekam unit terkecil dari permukaan bumi dalam sistem perekam
data. Unit terkecil ini dikenal dangan nama pixel (picture element)
yang berupa koordinat 3 dimensi (x,y,z). Koordinat x,y menunjukkan
lokasi unit tersebut dalam koordinat geografi x, y dan z menunjukkan
nilai intensitas pantul dari tiap pixel dalam tiap selang panjang
gelombang yang dipakai. Nilai intensitas pantul dibagi menjadi 256
tingkat berkisar antara 0 255 dimana 0 merupakan intensitas
terrendah (hitam) dan 255 intensitas tertinggi (putih). Dengan data
citra asli (raw data) tidak lain adalah kumpulan dari sejumlah pixel
yang bernilai antara 0 -255.
Ukuran pixel berbeda tergantung pada sistem yang dipakai,
menunjukkan ketajaman/ketelitian dari data penginderaan jauh, atau
yang dikenal dengan resolusi spasial. Makin besar nilai resolusi
spasial suatu data makin kurang detail data tersebut dihasilkan,
sebaliknya makin kecil nilai resolusi spasial makin detail data tersebut
dihasilkan.

Gambar 9.1.
Gambaran perbedaan nilai resolusi spasial data
penginderaan jauh

Selain resolusi spasial data penginderaan jauh mengenal suatu istilah


lain yaitu resolusi spektral. Data penginderaan jauh yang
menggunakan satu band pada sensornya hanya akan memberikan satu
data intensitas pantul pada tiap pixel. Apabila sensor menggunakan 5
band maka data pada tiap pixel akan menghasilkan 5 nilai intensitas
yang berbeda. Dengan menggunakan banyak band (multiband) maka
pemisahan suatu obyek dapat dilakukan lebih akurat berdasarkan nilai
intensitas yang khas dari masing-masing band yang dipakai.

Gambar 9.2.
Diagram yang menunjukkan resolusi spektral dari
data penginderaan jauh multispectral

B. Pemrosesan dan analisis data


Karena data penginderaan jauh berupa data digital maka penggunaan
data memerlukan suatu perangkat keras dan lunak khusus untuk
pemrosesannya. Komputer PC dan berbagai software seperti
ERMapper, ILWIS, IDRISI, ERDAS, PCI, dan ENVI dapat
dipergunakan sebagai pilihan. Untuk keperluan analisis dan
interpretasi dapat dilakukan dengan dua cara : (1) Pemrosesan dan
analisis digital dan (2) Analisis dan interpretasi visual. Kedua metode
ini mempunyai keunggulan dan kekurangan, seyogyanya kedua
metode dipergunakan bersama-sama untuk saling melengkapi.
Pemrosesan digital berfungsi untuk membaca data, menampilkan data,
memodifikasi dan memproses, ekstraksi data secara otomatik,
menyimpan, mendesain format peta dan mencetak. Sedangkan analisis

dan interpretasi visual dipergunakan apabila pemrosesan data secara


digital tidak dapat dilakukan dan kurang berfungsi baik.

C. Pemrosesan data digital


Pemrosesan data secara digital dilakukan dengan menggunakan
perangkat lunak (software) yang khusus dibuat untuk keperluan
tersebut. Berbagai algoritma tersedia di dalam perangkat lunak
tersebut yang memungkinkan data penginderaan jauh diproses secara
otomatik. Salah satu contoh misalnya adalah menggabungkan data (3 4 band) dalam citra gabungan dengan menggunakan filter merah,
hijau dan biru (RGB) yang menghasilkan citra komposit (color
composite image).

Gambar 9.3.
Beberapa color composite data Landsat

Pemrosesan secara digital lain misalnya adalah edge enhancement


yang bertujuan untuk menajamkan atau melembutkan tampilan citra.

Gambar 9.4.
Cara mempertajam dan memperlembut tampilan citra
dengan edge enhancement

Selain untuk mengubah tampilan citra pemrosesan digital dapat pula


dipakai untuk memperoleh data secara otomatik (ekstraksi data).
Ekstraksi ini antara lain dapat dipakai untuk memetakan tanaman hijau
(NDVI), klasifikasi (supervise dan unsupervise) seperti dalam
memetakan tutupan lahan (land cover), memetakan badan air dan
sebagainya.

Gambar 9.5.
Ekstraksi otomatik peta tutupan lahan

D. Analisis visual
Berbeda dengan pemrosesan digital dimana hampir seluruh pekerjaan
dilakukan oleh komputer, analisis visual sebagian besar dilakukan
oleh manusia. Dengan analisis digital komputer hanya dapat mengenal
dan mengolah nilai spektralnya saja, sedangkan analisis visual
manusia dapat memperkirakan dan menentukan suatu obyek
berdasarkan sifat fisiknya dan nilai spektralnya. Ciri pengenal yang
biasa dipakai dalam penafsiran potret udara secara utuh dapat
diterapkan pada data citra penginderaan jauh.
Pada data potret udara, yang berupa data analog, penafsiran dalam
bentuk penarikan garis dan penandaan dilakukan pada lembar
potretnya (hard copy), sedangkan pada data digital selain dilakukan
pada hard copy dapat juga dilakukan langsung dari layar monitor dan
hasilnya langsung disimpan dalam bentuk data digital.
Analisis visual hanya dapat dilakukan oleh manusia yang terlatih
dalam bidang pekerjaannya. Dalam prakteknya tidak semua informasi
di permukaan bumi dapat diperoleh melalui pemrosesan digital

maupun analisis visual. Untuk mendapatkan hasil maksimak kedua


cara harus digabungkan yang akan saling melengkapi.

DAFTAR PUSTAKA

Avery.T.E and G.L.Berlin, 1985., Interpretation of Aerial


Photographs, Burgess Publishing Company, Minneapolis, Minn.
Chanlet E.T, 1979., Environmental Protection, Mc Graw Hill Book
Company Inc, New York.
Colwell.R.N, 1976., The Visible Portion of The Spectrum, In ; Remote
Sensing of Environment, J.Lintz Jr and D.S.Simonett, AddisionWesly Publishing of Company, Inc, London.
Curran.P.J, 1985., Principles of Remote Sensing, Published in The
United States of America by Longman Inc, New York.
Direktorat Topografi.AD, 1957., Pengetahuan Elementer tentang Foto
Udara, Balai Fotogrametri, Dir. Tofografi AD, Djakarta.
Estes.J.E. and Simonett.D.S, 1975., Fundamentals of Image
Interpretation, In Manual of Remote Sensing, First Edition, The
American Society of Photogrametry, Falls Church, Virginia.
Ford.K, 1979., Remote Sensing for Planners, Center for Urban Policy
Research, State University of New Jersey.
Henderson.F.F. and J.W.Merchant Jr, 1978., micriwave Remote
Sensing, In : Introduction to Remote Sensing of The
Environment, B.F. Richardson Jr : ed., Kendall/Hunt Publishing
Company, Dubuque, Iowa.
Hornby, 1974., Oxford Advanced Learners Dictionary of Current
English, Oxford University Press, London.

Lewis. A.J, 1985., Active Microwave Workshop, Presented of The


Workshop Held by The University of Oregon.
Lillesand.T.M. and R.W.Kiefer, 1979., Remote Sensing and Image
Interpretation, John Willey and Sons, New York.
Lindgren.D.T, 1985., Land Use Planning and Remote Sensing,
Martinus Nijhoff Publishers, Doldrecht.
Lintz.J.Jr and Simonett.D.S. 1976., Remote Sensing and Environment,
Addison Wesley Publishing Caompany London.
Lo. C.P, 1976., Geographical Application of Remote Sensing, David
and Charles, London.
Paine.D.L, 1981., Aerial Photography and Image Interpretation for
Resources Management, John Willey and Sons, New York.
Sabin.F.F, Jr, 1978., Remote Sensing, Principles and Interpretation,
W.H. Freeman and Co, San Francisco.
Sardy dan D.Sudiana, 1991., Profile and Projection for The Analysis
of Intensity Characteristic of Image, MAPIN Jakarta.
Schwatz.D, 1985., Remote Sensing : A Brief Introduction to sensor,
Platform, and Techniques, In : The Surveillant Sciences-Remote
Sensing of The Environment, R.K.Holz:ed., John Wiley and
Sons, New York.
Short.N.M, 1982., The Landsat Tutorial Workbook, NASA, New
York.
Simonett.D.S, dkk, 1983., The Development and Principles of Remote
Sensing, In : Gastellu and Etcheorry, tanpa tahun., Remote
Sensing With SPOT, An Assessment of SPOT Capability in

Indonesia. Gadjah Mada University Press BAKOSURTANAL


Yogyakarta.
Sutanto, 1986., Penginderaan Jauh, Jilid 1 dan 2, Gadjah Mada
University Press Yogyakarta.
Taranik.J.V, 1985., Characteristics of The Landsat Multispectral Data
Systems, In : The Surveillent Sciences-Remote Sensing of The
Environment, R.K. Holtz;ed., John Wiley and Sons, New York.
Tewinkel.G.C, 1963., Water Depths From Aerial Photographs,
Photogrammetric Engineering, Vol 29, No. 6.
Trevett. J.W., 1986., Imaging Radar For Resources Survey, Chapman
and Hall, London-New York.
Ulaby.F.T, Moore.R.K and A.K. Fung, 1981., Microwave Remote
Sensing active and Passive, Addison-Wesley Publishing
Company, London.
Wells.G and Holz.R.K, 1985., Color Infrared Photography, In : The
Surveillent Sciences-Remote Sensing of The Environment,
R.K.Holz:ed., John Wiley and Sons, New York.
Yaslinus, 2003., Penginderaan Jauh (Remote Sensing), tersedia di :
http://www.geocities.com/yaslinus/pj_01.html

Anda mungkin juga menyukai