Anda di halaman 1dari 7

Kortison asetat mengandung tidak kurang dari 97.

0
% dan tidak lebih dari 102.0 % C23H30O6,
dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan.
Pemerian : Serbuk hablur; putih atau praktis
putih; tidak berbau. Mantap di udara.
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air; sukar
larut dalam etanol (95 %) P; mudah larut dalam
kloroform P; sangat sukar larut dalam aseton P;
larut dalam dioksan P.
Indikasi : Terapi substitusi meliputi
insufisiensi adrenal kronik, hyperplasia,
adrenal congenital, insufisiensi adrenal
sekunder akibat insufisiensi adenohipofisis.
Terapi non endokrin meliputi karditis reumatik,
penyakit ginjal, penyakit kolagen, asma
bronchial dan penyakit ginjal.
Kontraindikasi : Diabetes militus, tukak
peptic atau duodenum, infeksi berat, hipertensi
dan gangguan system kardiovaskular.
Efek samping : Insufisiensi adrenal akut
dengan gejala demam, mialgia, artralgia dan
malaise.
Dosis:
Berdasarkan Farmakope III
1xp= 150 mg
1xh=400mg
FORMULASI FORNAS
a. Cortisoni Injectio Injeksi Kortison
b. Komposisi : Tiap ml mengandung:
Cortison acetas 25 mg
Polysorbatum 80 4 mg
Carboxymethylcellulosum Natrium 3 mg
Natrii chloridum 9 mg
Benzylalcoholum 9 mg
Aqua pro injectione hingga 1 ml
c. Penyimpanan : Dalam wadah dosis tunggal,
terlindung dari cahayad.
d. Dosis : IM, sehari 2 ml sampai 16 ml, dalam
dosis bagi
e. Catatan :
Digunakan kortison asetat serbuk sangat
halus
pH 5,0 sampai dengan 7.2
Dibuat dengan teknik aseptic

Pada etiket harus juga tertera: tidak untuk


intravenous
FORMULASI
Cortison acetas 25 mg
Polysorbatum 80 4 mg
Carboxymethylcellulosum Natrium 3 mg
Natrii chloridum 9 mg
Benzylalcoholum 9 mg
Aqua pro injectione hingga 1 ml
PERHITUNGAN
E kortison asetat = = = 0,076
E polisorbat 80 = 0,02
E Na CMC = 0,03
E NaCl = 1
E
benzyl
alcohol
=
0,17
Karena kortison tidak larut, maka ia tidak
diperhitungkan dalam perhitungan isotonis.
V
=
W
x
E
x
111,1
= (0,004g x 0,02 x 111,1)+(0,003g x 0,03 x
111,1)+(0,009g x 1 x 111,1)+ (0,009g x 0,17 x
111,1)
= 1,1888 ml (Hipertonis)
ALAT DAN BAHAN
A. ALAT
Alat Sterilisasi Suhu dan Waktu Literatur
1. Beker glass 50ml dan 100ml Autoklaf 1210
C, 30 menit FI IV
2. Erlenmeyer 50ml dan 100ml Autoklaf 1210
C, 30 menit FI IV
3. Gelas ukur 10ml dan 25ml Autoklaf 1210
C, 30 menit FI IV
4. Kaca arloji Oven 1500 C, 30 menit FI IV
5. Batang Pengaduk Oven 1500 C, 30 menit
FI IV
6. Spatula Oven 1500 C, 30 menit FI IV
7. Ampul Autoklaf 1210 C, 30 menit FI IV
8. Pipet Direndam alcohol Suhu kamar, 30
menit
Watt
1/45
karet pipet Direbus dengan air mendidih 30
menit Watt 1/45
9. Spuit Direndam alcohol Suhu kamar, 30
menit Watt 1/45

10. Kertas saring Autoklaf 1210 C, 30 menit FI


IV
11. Corong pisah Oven 1500 C, 30 menit FI IV
12. Pinset Oven 1500 C, 30 menit FI IV
13. Krustang Oven 1500 C, 30 menit FI IV
14. Spatula Direndam alkohol Suhu kamar, 30
menit Watt 1/45
15. Mortir Dibakar dengan etanol 95% - B. BAHAN
Kortison
Polisorbat
Na
NaCl
Benzyl alcohol

asetat
80
CMC

KORTISON ASETAT
Bahan yang digunakan adalah bentuk asetat
dari kortison karena kortison asetat memiliki
kelarutan lebih baik dalam air sehingga lebih
mudah melarut dalam air meskipun masih
termasuk kriteria tidak larut. Jadi, berdasarkan
sifat tersebut dan informasi dari beberapa
literatur, kami memilih membuat sediaan
injeksi kortison asetat berupa suspens. Karena
kortison tidak larut, maka ia tidak
diperhitungkan dalam perhitungan isotonis.
Kortison asetat merupakan senyawa yang tidak
larut air. Berdasarkan karakteristik ini, untuk
tujuan injeksi, kortison asetat dibentuk sediaan
supensi.
TWEEN 80
Kortison asetat merupakan zat yang sulit
dibasahi, sehingga perlu adanya tambahan zat
yang mampu menurunkan tegangan permukaan
antara zat aktif dengan air yang dikenal dengan
istilah
wetting
agent
(sifatnya
yang
menurunkan tegangan permukaan, surfaktan
dapat digunakan sebagai bahan pembasah)
Wetting agent yang kami gunakan adalah
tween 80. Wetting agent mempermudah
partikel-partikel tersuspensi kembali setelah
mengendap saar penyimpanan dalam waktu
yang lama.

CMC Na
Eksipien,
suspending
agent,
kami
menggunakan CMC-Na. CMC-Na merupakan
suatu suspending agent yang baik karena ia
membentuk mucilago dengan penampilan baik
atau lebih jelasnya ia membentuk mucilago gel
bening yang tidak terlalu mengganggu warna
sediaan. Suatu suspensi harus berkriteria zatzat yang disuspensikan harus mudah
tersuspensi kembali saat dilakukan pengocokan
NaCl
Sebagai pengisotoni, kami menggunakan NaCl.
Hasilnya, sediaan bersifat hipertonis. Keadaan
ini dapat diterima untuk sediaan suspensi
injeksi untuk tujuan intramuskular.
BENZIL ALKOHOL
Pengawet dan anastesi, Berguna sebagai
pengawet karena sediaan merupakan sediaan
dosis berulang dan dapat pula berfungsi
sebagai anestesi saat penyuntikan untuk
menghilangkan rasa sakit.

PROSEDUR KERJA
1. Sterilisasi alat dengan cara yang telah diuraikan
di atas.
2. Na-CMC dikembangkan dalam 2 bagian air
hangat sampai menjadi mucilago.
3. Lalu eksipien lainnya disuspensikan ke dalam
mucilago.
4. Sterilisasi eksipen yang telah disuspensikan ke
mucilago dan tween 80 ke dalam autoklaf
(121oC selama 15 menit).
5. Timbang zat aktif, sterilisasi, gerus dalam
mortar yang steril kemudian dicampurkan
dengan pembawa yang telah disterilkan (dalam
keadaan dingin) sedikit demi sedikit sambil
digerus.
6. Suspensi tersebut dituang ke dalam gelas ukur
yang dilengkapi batang pengaduk dan volume
akhir dicapai dengan penambahan aqua pro
injeksi.
7. Setelah diaduk homogen, suspensi dituang ke
dalam vial steril yang telah dikalibrasi.
EVALUASI

1. Kekedapan
Ampul dikumpulkan pada bak 3L, lalu
dimasukkan larutan metilen blue (0,08-0,09%),
ditambahi 0,9% benzyl alcohol dan 3ppm
sodium hydrochloiride. Bak ditutup dan
divakumkan dengan tekanan 70mmHg
(0,96kg/sq.cm) selama beberapa menit, <15
menit. Lalu bak dinormalkan kembali dan
dibuka. Perhatikan apakah ampul diwarnai
pewarna. Dengan adanya celah kapiler, larutan
berwarna akan masuk dan mewarnai ampul
sehingga menandakan ampul rusak. Pada
ampul berwarna, diuji dengan larutan
berflouresensi dan diakhiri dengan pengamatan
pada sinar UV.
2. Kejernihan
Ampul diputar 1800 secara berulang-ulang
didepan latar gelap dan sisisnya diberi cahaya.
Dengan demikian, serpihan gelas akan
berjatuhan yang mulka-mula turun, lalu
berkumpul didasar ampul. Bahan melayang
akan berkilauan jika terkena cahaya.
Pencahayaan menggunakan lampu Atherman
atau lampu proyeksi dengan cahaya 1000 lux
3500 lux dan jarak 25cm, latar gelap/hitam.
3. Kadar
Zat
Aktif
Volumetrik,
spektrofotometer, HPLC, atau standar
farmakope
4. Sterilitas
Pengujian dilakukan secara mikrobiologis
dengan menggunakan medium pertumbuhan
tertentu. Penetepan jumlah wadah yang diuji
pada setiap kelompok dan masing-masing
farmakope berbeda-beda. Produk dikatakan
bebas mikroorganisme bila sterility Assurance
Level (SAL) = 106 atau 12 log reduction (over
kill sterilization). Bila proses pembuatan
produk menggunakan aseptic maka SAL =
104.
5. Pirogenitas
Pengujian dilakukan dengan tes kelinci (FI)
dan tes limulus.
6. Volume Terpindahkan

Volume didalam ampul diambil menggunakan


spuit, volume yang diambil harus sesuai
dengan volume awal yang dimasukkan.
7. pH
Menggunakan indicator pH universal dan pH
meter
8. Homogenitas
Diberlakukan untuk suspensi yang harus
menunjukkan tampak luar homogen setelah
penggocokan
dalam
waktu
tertentu
menggunakan alat viscometer Brookfield,
sedangkan pengujian emulsi dilakukan secara
visual.
9. Toksisitas
Uji BSLT LD50
HASIL PERCOBAAN DAN EVALUASI
Pada percobaan ini, kami membuat dua ampul
suspensi injeksi masing-masing 5 ml. Terhadap
hasil percobaan, kami melakukan hanya dua
evaluasi, yaitu:
1. Uji pH
Uji pH kami lakukan menggunakan indikator
pH universal. pH sediaan berdasarkan evaluasi
adalah 6. pH ini telah sesuai dengan rentang
stabil pH sediaan.
2. Volume terpindahkan
Volume terpindahkan seharusnya telah
terhitung saat membuat sediaan. Volume
sediaan per vial adalah 5 ml. Berdasarkan
referensi farmakope Indonesia edisi III, untuk
sediaan kental volume 5 ml, perlu ditambahkan
0.5 ml sehingga volume total per vial adalah
5.5 ml. Setelah uji pemindahan menggunakan
spuit, volume yang ikut terukur setelah
dipindah adalah 5 ml. Hal ini menunjukkan
kesesuaian yang baik dengan literatur.
PEMBAHASAN
Sediaan injeksi tidak selalu berupa larutan
air. Selain terdapat juga larutan dengan pelarut non
air, terdapat pula sediaan injeksi berupa suspense
dan emulsi. Masing-masing zat aktif memiliki
spesifikasi
kelarutan
berbeda
berdasarkan

stabilitasnya. Ada beberapa zat aktif yang tidak


larut dan stabil dalam air. Untuk mengatasi
masalah tersebut, dapat digunakan pelarut non air,
dibuat suspensi,atau dibuat emulsi. Zat aktif yang
disuspensikan biasanya karena zat tersebut tidak
larut air namun membutuhkan pembawa air. Zat
aktif disuspensikan dengan membuat mucilage dari
suspending agent yang sesuai.
Zat aktif yang kami gunakan dalam praktek
ini adalah kortison. Bahan yang digunakan adalah
bentuk asetat dari kortison karena kortison asetat
memiliki kelarutan lebih baik dalam air sehingga
lebih mudah melarut dalam air meskipun masih
termasuk kriteria tidak larut. Jadi, berdasarkan sifat
tersebut dan informasi dari beberapa literatur, kami
memilih membuat sediaan injeksi kortison asetat
berupa suspensi. Kami juga menggunakan
formulasi yang telah familiar, yaitu formulasi
berdasarkan FORNAS.
Sebagai
suspending
agent,
kami
menggunakan CMC-Na. CMC-Na merupakan
suatu suspending agent yang baik karena ia
membentuk mucilago dengan penampilan baik
atau lebih jelasnya ia membentuk mucilago gel
bening yang tidak terlalu mengganggu warna
sediaan.
Suatu suspensi harus berkriteria zat-zat yang
disuspensikan harus mudah tersuspensi kembali
saat dilakukan pengocokan. Kortison asetat
merupakan zat yang sulit dibasahi, sehingga perlu
adanya tambahan zat yang mampu menurunkan
tegangan permukaan antara zat aktif dengan air
yang dikenal dengan istilah wetting agent. Wetting
agent yang kami gunakan adalah polysorbat 80.
Wetting agent mempermudah partikel-partikel
tersuspensi kembali setelah mengendap saar
penyimpanan dalam waktu yang lama.
Selain itu, kami menggunakan bahan
tambahan lain seperti benzyl alkohol yang berguna
sebagai pengawet karena sediaan merupakan
sediaan dosis berulang dan dapat pula berfungsi
sebagai anestesi saat penyuntikan untuk
menghilangkan rasa sakit. Sebagai pengisotoni,
kami menggunakan NaCl. Hasilnya, sediaan

bersifat hipertonis. Keadaan ini dapat diterima


untuk sediaan suspensi injeksi untuk tujuan
intramuskular.
Proses pembuatan sediaan dilakukan
dengan teknik aseptis sehingga membutuhkan
sterilisasi awal. Beberapa alat yang digunakan
dalam proses pembuatan di white area disterilisasi
terlebih dahulu menggunakan alat yang sesuai
dengan karakteristik komponen penyusun alat. Hal
ini telah diuraikan dalam tabel sebelumnya. Saat
sterilisasi awal, kami membuat mucilago terlebih
dahulu yang terdiri dari CMC-Na, beberapa bagian
dari API yang dibutuhkan. Selain itu, pada wadah
berbeda, kami mendispersikan kortison asetat
dalam air disertai tambahan polysorbat 80 dan
benzyl alkohol. Mucilago dan campuran kortison
asetat, air, dan bahan lain ditempatkan masingmasing dalam beaker glass lalu disterilisasi dengan
autoklaf dengan suhu 121oC.
Proses ini membutuhkan waktu 15 menit.
Sebetulnya, berdasarkan pengalaman percobaan
sebelumnya, kortison asetat dapat disterilkan
dalam keadaan kering, tanpa perlu didispersikan
dalam air terlebih dahulu, tidak perlu ada
kekhawatiran
menjadi
gosong/
abu.
Setelah masing-masing disterilisasi, campuran
kortison asetat dimasukkan ke dalam mucilago
CMC-Na sambil langsung diaduk sampai
homogen. Dari sediaan yang dihasilkan, tampak
beberapa pertikulat dapat terlarut sehingga
partikulat yang masih terlihat hanya sedikit
meskipun pada dasarnya, kortison asetat masih
merupakan zat yang sangat tidak larut.
Ternyata, setelah peninjauan ulang pasca
pembuatan, kami menggunakan zat aktif yang
salah. Lebih jelasya, kami menggunakan zat lain
yang tidak sesuai dengan yang dituliskan pada
etiket di wadah stok bahan baku laboratorium
(KORTISON ASETAT). Dapat diperkirakan, zat
yang kami gunakan dalam percobaan ini memiliki
kelarutan yang jauh lebih besar daripada kortison
asetat.
Evaluasi lain yanng kami lakukan selain
evaluasi penampilan adalah evaluasi pH. Uji pH

menggunakan indikator universal menunjukkan


sediaan memiliki pH 6. Nilai pH ini masuk dalam
rentang pH stabil sediaan, yaitu antara 5 dan 7.
KESIMPULAN
1. Kortison asetat merupakan senyawa yang tidak
larut air. Berdasarkan karakteristik ini, untuk
tujuan injeksi, kortison asetat dibentuk sediaan
supensi.
2. Eksipien yang digunakan antara lain CMC Na
sebagai suspending agent, benzyl alcohol
sebagai pengawet dan anastesi, polisorbat 80
sebagai wetting agent, dan NaCl sebagai
pengisotoni.
3. Sterilisasi injeksi kortison asetat ini di
sterilisasi dengan sterilisasi awal.
4. Hasil yang diperoleh kurang baik dikarenakan
kortison asetat yang digunakan bukanlah
kortison asli, zat aktif pada tempat yang
berlabelkan kortison asetat ternyata bukan
kortison asetat.
5. Evaluasi yang dilakukan adalah uji pH, pH
yang diperoleh adalah 6. Nilai ini sesuai
dengan rentang nilai yang telah ditentukan
yaitu pH 5-7
LAMPIRAN
Brosur
KORSET
INJEKSI SUSPENSI KORTISON ASETAT
Kortison Asetat 25mg/mL
Komposisi :
Tiap ml mengandung Kortison Asetat ......... 25 mg

Indikasi : Terapi substitusi meliputi


insufisiensi adrenal kronik, hyperplasia,
adrenal congenital, insufisiensi adrenal
sekunder akibat insufisiensi adenohipofisis
Efek Samping : Insufisiensi adrenal akut
dengan gejala demam, mialgia, artralgia dan
malaise.
Kontraindikasi : Diabetes militus, tukak
peptic atau duodenum, infeksi berat, hipertensi
dan gangguan system kardiovaskular.

Dosis : 1xp= 25mg


Penyimpanan : Simpan di tempat sejuk,
terlindung dari cahaya
Kemasan : Box, 3 ampul @ 1 ml
Diproduksi
oleh:
PT.
NAFTALEN
PHARMACEUTICAL, Jakarta, Indonesia

1. Apa khasiat zat aktif hidrokortison


asetat?
diindikasikan
untuk
mengurangi
gejala inflamasi dan manifestasi
piuritik pada dermatosis yang bersifat
responsive terhadap kortikosteroid.
Menekan reaksi radang pada kulit
yang
bukan
disebabkan
infeksi
seperti: eksema, dermatitis alergi,
dermatitis seboreik
2. Apa saja bahan antioksidan lain yang
dapat dipakai untuk injeksi suspense
selain Cystein?
Garamgaram sulfurdioksida, termasuk

bisulfit,metasulfitdansulfitadalahyang
paling umum digunakan sebagai
antioksidan.Selainitudigunakan:Asam
askorbat, Sistein, Monotiogliseril,
Tokoferol.
Tujuannya
untuk
meningkatkan
kestabilan
produk
dengan
mencegah reaksi
kimia
antara oksigen dalam udara dengan
obat. Dan zat khasiat dpt terurai
akibat oksidasi, untuk mengatasinya
dpt ditambahkan suatu antioksidan
yg punya potensial lebih rendah dari
zat khasiatnya.
3. Apa saja bahan pengawet lain yang
dapat dipakai untuk injeksi suspense
selain methyl parabene?
Bahan antimikroba atau pengawet :
Benzalkonium klorida, Benzil alcohol,
Klorobutanol, Metakreosol, Timerosol,
Butil p-hidroksibenzoat, Metil phidroksibenzoat,
Propil
phidroksibenzoat, Fenol.
4. Mengapa harus dilakukan uji bebas
pirogen?

Uji pirogenitas
adalah uji yang dilakukan untuk
mengetahui apakan suatu sediaan uji
bebas pirogen atau tidak uji pirogen
dilakukan untuk membatasi resiko
reaksi demam pada tingkat yang dpt
diterima
oleh
si
pasien
pada
pemberian sediaan injeksi. Pirogen itu
dibentuk
karena
adanya
mikroorganisme
yang
kadang2
terdapat didlm cairan parentral
membentuk reaksi fibril ketika larutan
di injeksikan ke pasien.
5. Apa
saja
langkah-langkah
untuk
menentukan uji bebas pirogen?
Sterilisasikan alat suntik, jarum dan
alat kaca dgn pemanasan 250oC tdk
kurang dr 30 menit.
Menggunakan
rekaman
suhu/alat
pengukur
sprit
thermometer
klinik/termistor/alat
kalibrasi
untk
menjamin ketelitiannya
Menggunakan hewan
uji kelinci
dewasa yg sehat utuk mengukur
perubahan suhu
Pengujian dilakukan diruang terpisah
yg khusus untuk uji pirogen & dgn
kondisi lingkungan yg sama dgn
ruang penelitian
Kelinci tdk diberi makan selama wktu
pengujian
Minum dibolehkan setiap saat tapi
tetap harus dibatasi saat pengujian
Tentukan suhu awal kelinci sebelum
disuntikan
Perbedaan
suhu
kelinci
setiap
kelompok tdk boleh lebih dr 1C dan
suhu awal kelinci tdk boleh dr 39,8C
Suntikan 10ml/kgBB ditepi telinga
kelinci (vena)
6. Mengapa jika menggunakan wadah vial
harus diberi pengawet?
Vial kan umumnya digunakan pada
dosis ganda yg punya kapasitas
volume 0,5-100ml, berupa takaran
tunggal/ganda. Perlu pengawet krna
digunakan berulang kali shingga

kemungkinan adanya kontak dgn


lingkungan
luar
yg
ada
mikroorganismenya
7. Mengapa injeksi suspense umumnya
menggunakan vial?
8. Mengapa
injeksi
suspense
tidak
diberikan secara intravena?
Larutan injeksi intervena, harus jernih
betul bebas dari endapan atau
partikel
padat
karena
dapat
menyumbat
kapiler
dan
menyebabkan
kematian. Ukuran
partikel suspensi biasanya kecil dan
distribusi
ukuran
partikel
harus
dikontrol untuk meyakinkan partikel
dapat melewati jarum suntik saat
pemberian. Ukuran partikel tidak
boleh membesar dan tidak boleh
terjadi caking saat penyimpanan.
9. Apa yang dimaksud dengan sterilis
asiaseptis?
Cara aseptik hanya bisa dilakukan
khusus untuk zat aktif yang tidak
tahan/rusak terhadap suhu tinggi,
antibiotik dan beberapa hormon
merupakan contoh sediaan dengan
perlakuan metode aseptis. Cara
aseptis pada prinsipnya adalah cara
kerja untuk memperoleh sediaan
steril
dengan
cara
mencegh
kontaminasi jasad renik/partikel asing
kedalam
sediaan.
Proses
cara
aseptisnya
adalah
melakukan
sterilisasi pada semua bahan sediaan
(pada awal sebelum pembuatan
sediaan) sesuai dengan sifat dari
bahan yang digunakan. kemudian
dilanjutkan pada proses pembuatan
dan pengemasan dalam ruang steril
atau didalam laminar air flow untuk
mencegah kontaminasi. Pada proses
aseptis
masih
terdapat
celah
terjadinya
kontaminasi,
sehingga
apabila metode sterilisasi akhir bisa
dilakukan maka metode aseptis tidak
perlu dilakukan

10.Apa
yang
membedakan
sediaan
suspense steril seperti untuk injeksi
dengan suspensi non steril?

Anda mungkin juga menyukai