0
% dan tidak lebih dari 102.0 % C23H30O6,
dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan.
Pemerian : Serbuk hablur; putih atau praktis
putih; tidak berbau. Mantap di udara.
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air; sukar
larut dalam etanol (95 %) P; mudah larut dalam
kloroform P; sangat sukar larut dalam aseton P;
larut dalam dioksan P.
Indikasi : Terapi substitusi meliputi
insufisiensi adrenal kronik, hyperplasia,
adrenal congenital, insufisiensi adrenal
sekunder akibat insufisiensi adenohipofisis.
Terapi non endokrin meliputi karditis reumatik,
penyakit ginjal, penyakit kolagen, asma
bronchial dan penyakit ginjal.
Kontraindikasi : Diabetes militus, tukak
peptic atau duodenum, infeksi berat, hipertensi
dan gangguan system kardiovaskular.
Efek samping : Insufisiensi adrenal akut
dengan gejala demam, mialgia, artralgia dan
malaise.
Dosis:
Berdasarkan Farmakope III
1xp= 150 mg
1xh=400mg
FORMULASI FORNAS
a. Cortisoni Injectio Injeksi Kortison
b. Komposisi : Tiap ml mengandung:
Cortison acetas 25 mg
Polysorbatum 80 4 mg
Carboxymethylcellulosum Natrium 3 mg
Natrii chloridum 9 mg
Benzylalcoholum 9 mg
Aqua pro injectione hingga 1 ml
c. Penyimpanan : Dalam wadah dosis tunggal,
terlindung dari cahayad.
d. Dosis : IM, sehari 2 ml sampai 16 ml, dalam
dosis bagi
e. Catatan :
Digunakan kortison asetat serbuk sangat
halus
pH 5,0 sampai dengan 7.2
Dibuat dengan teknik aseptic
asetat
80
CMC
KORTISON ASETAT
Bahan yang digunakan adalah bentuk asetat
dari kortison karena kortison asetat memiliki
kelarutan lebih baik dalam air sehingga lebih
mudah melarut dalam air meskipun masih
termasuk kriteria tidak larut. Jadi, berdasarkan
sifat tersebut dan informasi dari beberapa
literatur, kami memilih membuat sediaan
injeksi kortison asetat berupa suspens. Karena
kortison tidak larut, maka ia tidak
diperhitungkan dalam perhitungan isotonis.
Kortison asetat merupakan senyawa yang tidak
larut air. Berdasarkan karakteristik ini, untuk
tujuan injeksi, kortison asetat dibentuk sediaan
supensi.
TWEEN 80
Kortison asetat merupakan zat yang sulit
dibasahi, sehingga perlu adanya tambahan zat
yang mampu menurunkan tegangan permukaan
antara zat aktif dengan air yang dikenal dengan
istilah
wetting
agent
(sifatnya
yang
menurunkan tegangan permukaan, surfaktan
dapat digunakan sebagai bahan pembasah)
Wetting agent yang kami gunakan adalah
tween 80. Wetting agent mempermudah
partikel-partikel tersuspensi kembali setelah
mengendap saar penyimpanan dalam waktu
yang lama.
CMC Na
Eksipien,
suspending
agent,
kami
menggunakan CMC-Na. CMC-Na merupakan
suatu suspending agent yang baik karena ia
membentuk mucilago dengan penampilan baik
atau lebih jelasnya ia membentuk mucilago gel
bening yang tidak terlalu mengganggu warna
sediaan. Suatu suspensi harus berkriteria zatzat yang disuspensikan harus mudah
tersuspensi kembali saat dilakukan pengocokan
NaCl
Sebagai pengisotoni, kami menggunakan NaCl.
Hasilnya, sediaan bersifat hipertonis. Keadaan
ini dapat diterima untuk sediaan suspensi
injeksi untuk tujuan intramuskular.
BENZIL ALKOHOL
Pengawet dan anastesi, Berguna sebagai
pengawet karena sediaan merupakan sediaan
dosis berulang dan dapat pula berfungsi
sebagai anestesi saat penyuntikan untuk
menghilangkan rasa sakit.
PROSEDUR KERJA
1. Sterilisasi alat dengan cara yang telah diuraikan
di atas.
2. Na-CMC dikembangkan dalam 2 bagian air
hangat sampai menjadi mucilago.
3. Lalu eksipien lainnya disuspensikan ke dalam
mucilago.
4. Sterilisasi eksipen yang telah disuspensikan ke
mucilago dan tween 80 ke dalam autoklaf
(121oC selama 15 menit).
5. Timbang zat aktif, sterilisasi, gerus dalam
mortar yang steril kemudian dicampurkan
dengan pembawa yang telah disterilkan (dalam
keadaan dingin) sedikit demi sedikit sambil
digerus.
6. Suspensi tersebut dituang ke dalam gelas ukur
yang dilengkapi batang pengaduk dan volume
akhir dicapai dengan penambahan aqua pro
injeksi.
7. Setelah diaduk homogen, suspensi dituang ke
dalam vial steril yang telah dikalibrasi.
EVALUASI
1. Kekedapan
Ampul dikumpulkan pada bak 3L, lalu
dimasukkan larutan metilen blue (0,08-0,09%),
ditambahi 0,9% benzyl alcohol dan 3ppm
sodium hydrochloiride. Bak ditutup dan
divakumkan dengan tekanan 70mmHg
(0,96kg/sq.cm) selama beberapa menit, <15
menit. Lalu bak dinormalkan kembali dan
dibuka. Perhatikan apakah ampul diwarnai
pewarna. Dengan adanya celah kapiler, larutan
berwarna akan masuk dan mewarnai ampul
sehingga menandakan ampul rusak. Pada
ampul berwarna, diuji dengan larutan
berflouresensi dan diakhiri dengan pengamatan
pada sinar UV.
2. Kejernihan
Ampul diputar 1800 secara berulang-ulang
didepan latar gelap dan sisisnya diberi cahaya.
Dengan demikian, serpihan gelas akan
berjatuhan yang mulka-mula turun, lalu
berkumpul didasar ampul. Bahan melayang
akan berkilauan jika terkena cahaya.
Pencahayaan menggunakan lampu Atherman
atau lampu proyeksi dengan cahaya 1000 lux
3500 lux dan jarak 25cm, latar gelap/hitam.
3. Kadar
Zat
Aktif
Volumetrik,
spektrofotometer, HPLC, atau standar
farmakope
4. Sterilitas
Pengujian dilakukan secara mikrobiologis
dengan menggunakan medium pertumbuhan
tertentu. Penetepan jumlah wadah yang diuji
pada setiap kelompok dan masing-masing
farmakope berbeda-beda. Produk dikatakan
bebas mikroorganisme bila sterility Assurance
Level (SAL) = 106 atau 12 log reduction (over
kill sterilization). Bila proses pembuatan
produk menggunakan aseptic maka SAL =
104.
5. Pirogenitas
Pengujian dilakukan dengan tes kelinci (FI)
dan tes limulus.
6. Volume Terpindahkan
bisulfit,metasulfitdansulfitadalahyang
paling umum digunakan sebagai
antioksidan.Selainitudigunakan:Asam
askorbat, Sistein, Monotiogliseril,
Tokoferol.
Tujuannya
untuk
meningkatkan
kestabilan
produk
dengan
mencegah reaksi
kimia
antara oksigen dalam udara dengan
obat. Dan zat khasiat dpt terurai
akibat oksidasi, untuk mengatasinya
dpt ditambahkan suatu antioksidan
yg punya potensial lebih rendah dari
zat khasiatnya.
3. Apa saja bahan pengawet lain yang
dapat dipakai untuk injeksi suspense
selain methyl parabene?
Bahan antimikroba atau pengawet :
Benzalkonium klorida, Benzil alcohol,
Klorobutanol, Metakreosol, Timerosol,
Butil p-hidroksibenzoat, Metil phidroksibenzoat,
Propil
phidroksibenzoat, Fenol.
4. Mengapa harus dilakukan uji bebas
pirogen?
Uji pirogenitas
adalah uji yang dilakukan untuk
mengetahui apakan suatu sediaan uji
bebas pirogen atau tidak uji pirogen
dilakukan untuk membatasi resiko
reaksi demam pada tingkat yang dpt
diterima
oleh
si
pasien
pada
pemberian sediaan injeksi. Pirogen itu
dibentuk
karena
adanya
mikroorganisme
yang
kadang2
terdapat didlm cairan parentral
membentuk reaksi fibril ketika larutan
di injeksikan ke pasien.
5. Apa
saja
langkah-langkah
untuk
menentukan uji bebas pirogen?
Sterilisasikan alat suntik, jarum dan
alat kaca dgn pemanasan 250oC tdk
kurang dr 30 menit.
Menggunakan
rekaman
suhu/alat
pengukur
sprit
thermometer
klinik/termistor/alat
kalibrasi
untk
menjamin ketelitiannya
Menggunakan hewan
uji kelinci
dewasa yg sehat utuk mengukur
perubahan suhu
Pengujian dilakukan diruang terpisah
yg khusus untuk uji pirogen & dgn
kondisi lingkungan yg sama dgn
ruang penelitian
Kelinci tdk diberi makan selama wktu
pengujian
Minum dibolehkan setiap saat tapi
tetap harus dibatasi saat pengujian
Tentukan suhu awal kelinci sebelum
disuntikan
Perbedaan
suhu
kelinci
setiap
kelompok tdk boleh lebih dr 1C dan
suhu awal kelinci tdk boleh dr 39,8C
Suntikan 10ml/kgBB ditepi telinga
kelinci (vena)
6. Mengapa jika menggunakan wadah vial
harus diberi pengawet?
Vial kan umumnya digunakan pada
dosis ganda yg punya kapasitas
volume 0,5-100ml, berupa takaran
tunggal/ganda. Perlu pengawet krna
digunakan berulang kali shingga
10.Apa
yang
membedakan
sediaan
suspense steril seperti untuk injeksi
dengan suspensi non steril?