Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Tuberculosis adalah suatu penyakit menular yang paling sering (80%) terjadi di paru-paru.
Penyebabnya adalah suatu basil gram positif tahan asam dengan pertumbuhan sangat lamban,
yakni Mycobacterium tubercolusis. Penyakit TBC tersebar di seluruh dunia, dengan sepertiganya
telah terinfeksi, di samping banyak kasus baru (insidensi) kurang lebih 8 juta per tahun dengan
angka kematian meningkat 2-3 juta manusia per tahun. Dilaporkan bahwa diseluruh dunia setiap
18 detik ada seseorang yang meninggal karena penyakit ini. TBC merupakan penyakit infek yang
paling mematikan dan penyebab kematin nomor dua akibat penyakit infeksi tunggal, setelah
penyakit jantung. Prevalensinya sangat besar di Negara-negara Asia dan Afrika, yang 60-80%
dari anak-anak dibawah usia 14 tahun sudah terinfeksi. Di egara-negra berkembang pada
umumnya, infeksi timbu pada masa kanak-kanak. Di Indonesi dengan prevalensi TBC positif
0,22% (laporan WHO 1998), penyakit ini merupakan penyakit rakyat penting yang tiap tahun
mengambil banyak korban. Jumlah penderita di Indonesia menduduki peringkat ketiga terbesar
setelah India dan Cina, dengan angka kematian sebesar 175.000 per tahun dan kasus baru 450
per tahun (berita Depkes RI). Menurut WHO di Indonesia setiap 4 menit satu orang meninggal
akibat TBC.
Tuberkulosis (TBC atau TB) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri
Mikobakterium tuberkulosa. Bakteri ini merupakan bakteri basil yang sangat kuat sehingga
memerlukan waktu lama untuk mengobatinya. Bakteri ini lebih sering menginfeksi organ paruparu dibandingkan bagian lain tubuh manusia.
Insidensi TBC dilaporkan meningkat secara drastis pada dekade terakhir ini di seluruh
dunia. Demikian pula di Indonesia, Tuberkulosis / TBC merupakan masalah kesehatan, baik dari
sisi angka kematian (mortalitas), angka kejadian penyakit (morbiditas), maupun diagnosis dan

terapinya. Dengan penduduk lebih dari 200 juta orang, Indonesia menempati urutan ketiga
setelah India dan China dalam hal jumlah penderita di antara 22 negara dengan masalah TBC
terbesar di dunia.
Pada tahun 1992 WHO telah mencanangkan tuberkulosis sebagai Global Emergency.
Laporan WHO tahun 2004 menyatakan bahwa terdapat 8,8 juta kasus baru tuberkulosis pada
tahun 2002, sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman tuberkulosis dan menurut regional
WHO jumlah terbesar kasus ini terjadi di Asia Tenggara yaitu 33% dari seluruh kasus di dunia.
Indonesia berada dalam peringkat ketiga terburuk di dunia untuk jumlah penderita TB.
Setiap tahun muncul 500 ribu kasus baru dan lebih dari 140 ribu lainnya meninggal. Seratus
tahun yang lalu, satu dari lima kematian di Amerika Serikat disebabkan oleh tuberkulosis.
Tuberkulosis masih merupakan penyakit infeksi saluran napas yang tersering di Indonesia.
Keterlambatan dalam menegakkan diagnosa dan ketidakpatuhan dalam menjalani pengobatan
mempunyai dampak yang besar karena pasien Tuberkulosis akan menularkan penyakitnya pada
lingkungan,sehingga jumlah penderita semakin bertambah.
Pengobatan Tuberkulosis berlangsung cukup lama yaitu setidaknya 6 bulan pengobatan
dan selanjutnya dievaluasi oleh dokter apakah perlu dilanjutkan atau berhenti, karena pengobatan
yang cukup lama seringkali membuat pasien putus berobat atau menjalankan pengobatan secara
tidak teratur, kedua hal ini ini fatal akibatnya yaitu pengobatan tidak berhasil dan kuman menjadi
kebal disebut MDR ( multi drugs resistance ), kasus ini memerlukan biaya berlipat dan lebih sulit
dalam pengobatannya sehingga diharapkan pasien disiplin dalam berobat setiap waktu demi
pengentasan tuberkulosis di Indonesia.
B. Tujuan Praktikum
1. Menjelaskan tentang penyakit
2. Menjelaskan farmakologi obat-obat yang digunakan
3. Menjelaskan tujuan terapi pasien
4. Memilih pengobatan yang sesuai
5. Menjelaskan Drug related Problems (DRP) atau masalah-masalah yang terkait
penggunaan obat
6. Merumuskan point-point yang perlu dikonselingkan kepada pasien

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi penyakit
Tuberkulosis adalah penyakit yang menular langsung yang di sebabkan oleh kuman
TBC(Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TBC menyerang paru, tetapi
dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.
Kuman TBC berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam. Oleh
Karena itu di sebut juga sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Kuman TBC cepat mati dengan
sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan
lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat dormant atau tertidur lama selama beberapa
tahunn
B. Epidemiologi dan Etiologi
1. Epidemiologi
Kira-kira satu dari setiap tiga orang di bumi terinfeksi oleh M. tuberculosis terdistribusi sangat
tidak merata, dengan insiden tertinggi ditemukan di Asia selatan dan Afrika. Di Amerika Serikat,
sekitar 13 juta orang memiliki LTBI, dibuktikan dengan tes kulit positif [turunan protein
dimurnikan (PPD)] tapi tidak ada tanda-tanda atau gejala penyakit. Pasien tersebut memiliki
kira-kira 1 dalam 10 kesempatan penyakit aktif selama hidup mereka, dengan risiko terbesar
dalam 2 tahun pertama setelah infeksi. Penyakit TBC terjadi pada lebih dari 14.000 orang
Amerika setiap tahun, sehingga sekitar 1500 meninggal dunia.

Faktor Risiko Infeksi


a. Lokasi dan Tempat Lahir
California, Florida, Illinois, New York, dan Texas menyumbang selama lebih dari
50% dari semua kasus TB pada tahun 2002, yang mencerminkan imigrasi yang tinggi
tarif ke dalam TB states. Paling umum di besar perkotaan, diperburuk oleh
berkerumun di wilayah imigran miskin. Mereka yang memiliki kontak langsung atau
dekat dengan pasien dengan TB paru aktif yang paling mungkin untuk menjadi

infeksi termasuk anggota keluarga, rekan kerja, atau di tempat seperti penjara, tempat
penampungan, dan panti jompo.
b. Ras, Etnis, Usia, dan Gender
Di Amerika Serikat, insiden TB lebih terkonsentrasi pada individu non-putih atau
kulit hitam. Pada tahun 2002, orang kulit hitam menyumbang 30% dari semua kasus
TB, diikuti oleh data pada 27% 0,5 di Asia dan Kepulauan Pasifik menyumbang 22%,
sedangkan kulit putih hanya menyumbang 20% dari kasus TB baru. TB adalah yang
paling umum di antara orang 25-44 tahun (35% dari semua kasus), diikuti oleh orangorang 45 hingga 64 tahun (28%) dan 65 + tahun (21%).
c. Koinfeksi dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV)
HIV merupakan faktor risiko yang paling penting untuk TB aktif karena faktor
kekebalan tubuh dapat mencegah pasien terinfeksi TB. Sekitar 10% dari pasien
Amerika Serikat TB yang koinfeksi dengan HIV, dan kira-kira 20% dari TB pasien
usia 25-44 tahun yang koinfeksi dengan HIV.4,5 Konsisten dengan HIV secara

umum, TB terkait dengan HIV yang paling umum di antara 25 hingga 44-tahun.
Faktor Risiko Penyakit

Setelah terinfeksi dengan M. tuberculosis, risiko seumur hidup seseorang dari TB aktif adalah
sekitar 10%, dengan sekitar setengah risiko ini jelas selama 2 tahun pertama setelah anak muda
terinfeksi, orang tua, dan pasien immunocompromised memiliki resiko yang lebih besar. Pasien
terinfeksi HIV kira-kira 100 kali lebih mungkin untuk mengembangkan TB aktif dari normal
host karena kurangnya imunitas seluler normal.
2. Etiologi
Pemeriksaan mikroskopis (smear") mendeteksi sekitar 8 sampai 10 106 organisme / L
spesimen menggunakan AFB (asam-cepat bacillus), dengan auramine-rhodamine fluorescent.

Budaya dan Kerentanan Pengujian


Uji kerentanan sangat penting untuk mengarahkan pengobatan yang tepat. metode agar
yang paling umum, yang dikenal sebagai proporsi metode yang membutuhkan beberapa
minggu untuk menghasilkan hasil. Tes cepat untuk mengidentifikasi termasuk probe asam
nukleat dan sidik jari DNA menggunakan pembatasan panjang fragmen polymorphism

(RFLP) analisis, dan polymerase chain reaction (PCR). Tes ini membedakan di antara

spesies mikobakteri namun saat ini tidak bisa memberikan data kerentanan.
Transmisi
M. tuberculosis ditularkan dari orang ke orang melaluibatuk atau sneezing.2,6,15 ini
menghasilkan partikel kecil dikenal sebagai droplet nuklei yang mengapung di udara
untuk jangka waktu yang cepat. Setiap tetesan berisi 1-3 organisme. Diperkirakan bahwa
30% dari individu dengan kontak lama dengan pasien TB menular menjadi terinfeksi.

C. Patofisiologi

Infeksi primer.

Pertama kali klien terinfeksi oleh tuberculosis disebut sebagai infeksi primer dan biasanya
terdapat pada apeks paru atau dekat pleura lobus bawah. Infeksi primer mungkin hanya
berukuran mikroscopis, dan karenanya tidak tampak pada foto ronsen.
Sebagian besar tuberkel primer menyembuh dalam periode bulanan dengan membentuk
jaringan

parut, dan pada akhirnya terbentuk lesi pengapuran yang juga dikenal sebagai

tuberkel ghon. Lesi ini


telah bertahun-tahun, dan

dapat mengandung basil hidup yang dapat aktif kembali meski


menyebabkan infeksi sekunder.

Faktor yang tampaknya mempunyai peran dalam perkembangan TB menjadi penyakit aktif
termasuk: usia lanjut, imunosupresi, infeksi HIV, malnutrisi, alkoholisme dan penyalahgunaan
obat, adanya keadaan penyakit lain, predispose genetic

Infeksi sekunder.

Selain penyakit primer yang progresif, infeksi ulang juga mengarah pada bentuk klinis TB aktif.
Tempat primer infeksi yang mengandung basil TB dapat tetap laten selama bertahun-tahun dan
kemudian teraktifkan kembali jika daya tahan tubuh klien menurun. Penting artinya untuk
mengkaji kembali secara periodik klien yang telah mengalami infeksi TB untuk mengetahui
adanya penyakit aktif.

D. Gejala
Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum, gejala khusus dan gejala
tambahan yang timbul sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis tidak terlalu
khas terutama pada kasus baru, sehingga cukup sulit untuk menegakkan diagnosa secara klinik :

Gejala sistemik/umum:

Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari disertai
keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul.

a.

Penurunan nafsu makan dan berat badan.

b.

Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah).

c.

Perasaan tidak enak,mudah lelah

Gejala khusus:
a.

Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian
bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah bening
yang membesar, akan menimbulkan suara mengi, suara nafas melemah yang
disertai sesak.

b.

Jika ada cairan di rongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan
keluhan sakit dada.

c.

Jika mengenai tulang, akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada suatu saat
dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada muara ini akan
keluar cairan nanah.

d.

Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut sebagai
meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi, adanya penurunan
kesadaran dan kejang-kejang.

Gejala tambahan
a.

Dahak bercampur darah/batuk darah

b.

Sesak nafas dan rasa nyeri pada dada

c.

Demam/meriang lebih dari sebulan

d.

Berkeringat pada malam hari tanpa penyebab yang jelas

e.

Badan lemah dan lesu

f.

Nafsu makan menurun dan terjadi penurunan berat badan

E. Diagnosis
1. Pengujian kulit
Pengujian kulit TB dengan kekuatan 5-TU merek dimurnikan protein derivatif (PPD), juga
dikenal sebagai tes Mantoux. Produk disuntikkan ke kulit (tidak subkutan) dengan baik (27gauge).

2. Tes tambahan
Sputum memiliki yield tertinggi untuk organisms. Memeriksa sputum harian selama tiga kali
berturut-turut akan meningkatkan hasil dari hasil positif. Induksi dahak
dengan aerosol dapat menghasilkan diagnostic sampel pada pasien tidak dapat memproduksi
sputum. Bronkoskopi atau aspirasi cairan lambung melalui nasogastric tabung dapat dicoba pada
pasien tertentu, yang terakhir lebih sering digunakan pada anak, Untuk pasien yang dicurigai TB
ekstra paru dapat dilakukan kultur darah positif kadang-kadang, terutama di defisiensi imun
didapat Sindrom pasien (AIDS) yang memiliki jumlah CD4 rendah.

3. Rontgen X-ray dada dapat menunjukkan apakah ada kesan-kesan TBC pada paruparu.

F. Penatalaksanaan Penyakit
1. Pendekatan Umum untuk Pengobatan
Monoterapi dapat digunakan hanya untuk pasien yang terinfeksi yang melakukan tidak memiliki
TB aktif [infeksi TB laten (LTBI), seperti yang ditunjukkan oleh tes kulit positif dengan tidak
adanya tanda-tanda atau gejala penyakit]. Setelah penyakit aktif hadir, minimal dua obat dan
biasanya tiga atau empat obat harus digunakan secara bersamaan dari awal treatment. Untuk
sebagian besar pasien,durasi terpendek pengobatan adalah 6 bulan, dan 2 sampai 3 tahun
pengobatan mungkin diperlukan untuk kasus-kasus lanjutan dari multidrugresistant TB (MDRTB). Terapi yang diawasi langsung (DOT) oleh petugas kesehatan adalah cara hemat biaya untuk
memastikan penyelesaian treatment.
2. Terapi nonfarmakologis
Langkah yang harus diambil untuk mencegah penyebaran TB (pernapasan isolasi) yaitu dengan
menemukan di mana TB telah menyebar (kontak investigasi), dan diet sehat atau melakukan pola
hidup yang sehat apabila pasien mengalami berat badan yang berlebih maka disarankan agar
pasien melakukan diet. Para dokter yang terlibat dalam pengobatan TB harus memastikan bahwa
departemen kesehatan setempat telah diberitahu tentang semua kasus baru TB. Operasi mungkin
diperlukan untuk menghilangkan jaringan paru-paru hancur, menempati ruang-terinfeksi lesi
(tuberkuloma).
3. Terapi farmakologis
Mengobati Infeksi laten (LTBI), Isoniazid digunakan untuk mengobati LTBI.2,6,12,28 Biasanya,
isoniazid 300 mg setiap hari (5-10 mg / kg berat badan) diberikan saja untuk 9 bulan. dosis yang
lebih rendah biasanya kurang effective. Pengobatan dari LTBI mengurangi risiko seseorang TB
aktif dari sekitar 10% sampai sekitar 1% 20 (Tabel 72-2). Rifampisin 600 mg

setiap hari selama 4 bulan. Rifabutin 300 mg sehari-hari mungkin diganti untuk rifampisin di
pasien berisiko tinggi interaksi obat. Kombinasi pirazinamid dan rifampin tidak lagi dianjurkan
karena tingkat yang tidak dapat diterima perlawanan hepatotoxicity.

Penggolongan obat TB

I. Lini pertama
a. Isoniazid
Isoniazid bersifat bakterisid terhadap basil yang sedang tumbuh pesat, aktif terhadap
kuman yang berada intraseluler dalam makrofag maupun diluar sel (ekstraseluler).

Mekanisme kerja
Dengan menghambat biosintesis asam mikolat (micolic acid) yang merupakan unsur
penting dingding sel mikrobakterium.
Efek samping

Mengakibatkan gatal-gatal dan ikterus juga polyneuritis, yakni radang saraf dengan
gejala kejang dan gangguan penglihatan, perasaan tidak sehat, letih dan lemah serta
anoreksia.

Farmakokinetik
Dari usus sangat cepat difusinya ke dalam jaringan dan cairan tubuh, di dalam hati, INH
diasetilasi oleh enzim asetiltransferase menjadi metabolit inaktif. PP-nya ringan sekali,
plasma-t nya antara 1 dan 4 jam tergantung pada kecepatan asetilasi. Eksresinya
terutama melalui ginjal dan sebagian besar sebagai asetilisoniazid.

b. Rifampisin
Antibiotikum ini adalah derivat semi sintetis dari rifampisin B (1965) yang dihasilkan
oleh Streptomyces mediterranei. Rifampisin berkhasiat bakterisid luas, baik yang berada
diluar maupun di dalam sel (ekstra-intraseluler).

Mekanisme kerja
Berdasarkan perintangan spesifik dari suatu enzim bakteri RNA-polymerase, sehingga
sintesa RNA terganggu.
Efek samping
Penyakit kuning (icterus), terutama bila dikombinasikan dengan INH yang juga agak
toksis bagi hati. Rifampisin juga dapat menyebabkan gangguan saluran cerna seperti
mual, muntah, sakit ulu hati, kejang perut dan diare, begitu pula gejala gangguan SSP

dan reaksi hipersensitasi.


Farmakokinetik
Reabsorpsinya di usus sangat tinggi, distribusi ke jaringan dan cairan tubuh juga baik.
Plasma-t nya berkisar antara 1,5 sampai 5 jam. Ekskresinya khusus melalui empedu,
sedangkan melalui ginjal berlangsung secara fakultatif.

c. Etambutol
Etambutol bersifat bakteriostatik. Obat ini tetap menekan pertumbuhan kuman
tuberculosis yang telah resisten terhadap isoniazid dan streptomisin.

Mekanisme kerjA

Etambutol bekerjanya menghambat sintesis metabolit sel sehingga metabolisme sel

terhambat dan sel mati.


Efek samping
Etambutol jarang menimbulkan efek samping. Dosis harian sebesar 15 mg/kg BB
menimbulkan efek toksis yang minimal. Pada dosis ini kurang 2% pasien akan
mengalami efek samping yaitu penurunan ketajaman penglihatan, ruam kulit dan

demam.
Farmakokinetik
Pada pemberian oral sekitar 75-80% etambutol di serap dari saluran cerna. Kadar
puncak dari plasma di capai dalam waktu 2-4 jam setelah pemberian. Dosis tunggal 15
mg/kg BB menghasilkan kadar plasma sekitar 5 ml pada 2-4 jam.

d. Pirazinamid
Analogon pirazin dari nikotinamida ini (1952) bekerja bakterisid pada suasana asam atau
bakteriostatik, tergantung pada pH dan kadarnya di dalam darah. Spektrum kerjanya sangat
sempit dan hanya meliputi M.tuberculosis.

Mekanisme kerja
Berdasarkan pengubahannya menjadi asam pirazinat oleh enzim pyrazinamidase yang
berasal dari basil TBC. Begitu pH dalam makrofag di turunkan, maka kuman yang

berada di sarang infeksi yang menjadi asam akan mati .


Efek samping
Kerusakan hati dengan ikterus (hepatotoksis) terutama pada dosis diatas 2 g sehari.
Dapat pula menimbulkan serangan encok (gout) juga gangguan pada lambung-usus,
fotosensibilisasi, artralgia, demam, malaise dan anemia, juga menurunkan kadar gula

darah.
Famakokinetik
Reabsorpsinya cepat & sempurna, kadar maksimal dalam plasma dicapai dalam waktu
1-2 jam . Distribusinya ke jaringan dan cairan serebrospinal baik. Kurang lebih 70%
pirazinamida diekskresikan lewat urin.

e. Streptomisin

Suatu aminoglikosida , diperoleh dari Streptomyces griseus (1944), senyawa ini bersifat
bakterisid terhadap banyak kuman Gram negatif dan Gram positif.

Mekanisme kerja
Berdasarkan penghambatan sintesa protein kuman dengan jalan pengikatan pada RNA
ribosomal. Antibiotik ini toksis untuk organ pendengaran dan keseimbangan.

Efek samping
Gangguan penglihatan berupa Neuritis optica (radang saraf mata) dan bersifat reversible
bila pengobatan dihentikan. Sebaiknya jangan diberikan pada anak kecil, karena

kemungkinan gangguan penglihatan (visus) sulit di deteksi.


Farmakokinetik
Reabsorpsinya baik (75-80%) , plasma-t nya 3-4 jam .Ekskresinya lewat ginjal (80%).

II. Lini Kedua


a. Ofloxacin
Suatu senyawa antibakteri sintetik dari golongan kuinolon yang bersifat bakterisida.
Ofloksasin aktif terhadap bakteri aerobik gram positif termasuk penghasil penisilinase
Mekanisme kerja
Menghambat DNA girase, suatu enzim essensial yang merupakan katalitas penting
dalam duplikasi dan transkripsi DNA bakteri.
Efek samping
Mual, muntah, diare, sakit kepala, ruam dan gatal
b. Levofloxacin
Levofloxacin memiliki spectrum antibakteri yang luas, yang aktif terhadap bakteri gram

positif dan gram negative.


Mekanisme kerja
Dengan cara menghambat replikasi dan transkripsi DNA bakteri
Efek samping
Mual, muntah, diare, konstipasi, sakit kepala, insomnia, mengantuk, gatal, keringat

berlebih dan lelah.


Farmakokinetik
Pada pemberian oral, levofloxacin diabsorpsi secara cepat dan hamper sempurna.
Konsentrasi plasma tertinggi biasanya dicapai 1-2 jam setelah minum obat. Penetrasi

levofloxacin pada jaringan paru sangat baik


c. Ciprofloxacin

Ciprofloxacin merupakan suatu anti infeksi sintetik golongan quinolon, ciprofloxacin


efektif terhadap bakteri gram-negatif dan gram-positif.

Mekanisme kerja
Dengan cara menghambat DNA topoisomerase yang biasa disebut DNA girase.
Efek samping
Mual, muntah, diare, sakit kepala, letih, gangguan penglihatan dan anemia.
Farmakinetik
Ciprofloxacin diabsorpsi dengan baik oleh saluran pencernaan. Ciprofloxacin dan
metabolitnya di eksresikan melalui urin dan feses.

2.5 FDC (Fixed Dose Combination)


FDC juga dapat di sebut sebagai KDT (kombinasi dosis tetap) yang berarti gabungan
antara beberapa obat anti tuberculosis dalam satu macam obat.
Pengobatan Tuberulosis diberikan dalam dua tahap, yaitu :
Tahap intensif
a. Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara
langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat.
b. Bila pengobatan tahap intesif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien menular
menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.
c. Sebagian besar pasien Tuberkulosis BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2
bulan.
Tahap lanjutan
a. Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka
waktu yang lebih lama.
b. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah
terjadinya kekambuhan.
a. FDC kategori 1
Tahap intensif terdiri dari 2RHZE (Rifampisin, Isoniazid, Pyrazinamid, Etambutol).
Obat-obat tersebut di berikan setiap hari selama 2 bulan Kemudian di teruskan dengan
tahap intermiten (lanjut) yang terdiri dari 4RH3 (Rifampisin dan Isoniazid), di berikan
tiga kali dalam seminggu selama 4 bulan, di berikan untuk :
- Pasien Baru TB paru BTA
-Pasien Paru BTA (-) ronsen (+)
-Pasien TB Ekstra Paru

b. FDC kategori 2
Tahap intensif terdiri dari 2RHEZS (Rifampisin, Isoniazid, Ethambutol, Pirazinamid,
Streptomisin). Dan obat-obat tersebut diberikan setiap hari selama 2 bulan, kemudian
diteruskan dengan RHEZ (Rifampisin, Isoniazid, Ethambutol, pirazinamid) yang
diberikan setiap hari selama satu bulan.
Tahap lanjutan terdiri dari 5R3H3E3 (Rifampisin, Isoniazid, Ethambutol) yang
diberikan tiga kali seminggu dalam waktu 5 bulan.
Paduan OAT ini di berikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati sebelumnya :
a.

Pasien kambuh

b. Pasien gagal
c.

Pasien dengan pengobatan setelah default (terputus)

c. FDC kategori anak


Tahap intensif terdiri dari 2RHZ (Rifampicin, Isoniazid, pirazinamid) yang di berikan
setiap hari selama 2 bulan.
Tahap lanjutan terdiri dari 4RH (Rifampisin, Isoniazid) yang diberikan 3 kali seminggu
selama 4 bulan.

BAB III
METODOLOGI
A.
B.
C.
1.

Tanggal dan Waktu Praktikum


Judul Praktikum
Resep dan Pertanyaan
Resep

Seorang pasien laki-laki 30 thn ke poli paru-paru dengan keluhan batuk berdahak sejak 2 bulan
yang lalu disertai dengan penurunan berat badan. Berat badan pasien diketahui 45 kg dan tinggi
160 cm. dari pemeriksaan diketahui pasien mengalami infeksi TB dan BTA (+). Kemudian
dokter meresepkan obat sbg berikut:
R/ Rifampisin 450 mg

No. VII

S 1 dd 1
R/ INH 300 mg

No. VII

S 1 dd 1
R/ Pyrazinamid 500 mg

No. XV

S 1 dd 1
R/ Etambutol 500 mg

No. XV

S 1 dd 1
R/ Oflxacin 400 mg

No. XV

S 1 dd 1
R/ Vitamin B6

No. VII

S 1 dd 1
R/ Curcuma

No. VII

S 1 dd 1

2. Pertanyaan
a. Berdasarkan terapi yang diperoleh pengobatan pasien berada difase apa?
b. Jelaskan DRP yang diterima pasien, dan Interaksi Obat serta tatalaksananya?
c. Jelaskan pendapat saudara tentang penggunaan vit.B6, ofloxacin, dan curcuma?
d.
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Jawaban Terkait Kasus
B. Pertanyaan dan Jawaban Hasil Diskusi
BAB V

PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai