Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. ANALISIS SITUASI
Diare adalah salah satu penyebab utama kesakitan dan kematian. Hampir
seluruh daerah geografis dunia dan semua kelompok usia diserang diare, tetapi
penyakit berat dengan kematian yang tinggi terutama didapatkan pada bayi dan
anak-anak. Di negara Amerika Utara anak-anak menderita diare lebih dari 12 kali
pertahun. Sementara menurut Zubir diare menyebabkan kematian sebesar 15-34%
dari semua kematian, kurang lebih 300 kematian per tahun. Kematian anak di
Indonesia sangat tinggi. Ada beberapa faktor yang berkaitan dengan kejadian
diare, yaitu tidak memadainya penyediaan air bersih, air tercemar oleh tinja,
kekurangan sarana kebersihan, pembuangan tinja yang tidak higienis, kebersihan
perseorangan dan lingkungan yang jelek, serta penyiapan dan penyimpanan
makanan yang tidak semestinya.Faktor lingkungan yang paling dominan yaitu
sarana penyediaan air bersih dan pembuangan tinja, kedua faktor ini akan
berinteraksi bersama dengan perilaku manusia. Apabila faktor lingkungan tidak
sehat karena terkena kuman diare serta berakumulasi dengan perilaku manusia
yang tidak sehat pula, maka penularan diare dengan mudah dapat terjadi. Data
terakhir menunjukkan bahwa kualitas air minum yang buruk menyebabkan 300
kasus diare per 1000 penduduk. Sanitasi yang buruk diduga penyebab banyaknya
kontaminasi bakteri E.coli dalam air bersih yang dikonsumsi masyarakat.
Kontaminasi bakteri E.coli terjadi pada air tanah yang banyak disedot penduduk,
1

dan sungai yang menjadi sumber air baku di pdam pun tercemar bakteri ini
sehingga mengakibatkan masalah kesehatan.1 Kondisi lingkungan yang buruk
adalah salah satu faktor meningkatnya kejadian diare karena status kesehatan
suatu lingkungan yang mencakup perumahan, pembuangan kotoran, dan
penyediaan air bersih. Hal ini dapat menyebabkan masalah kesehatan lingkungan
yang besar karena dapat menyebabkan mewabahnya penyakit diare dan
mempengaruhi kondisi kesehatan masyarakat.1,2
Kesehatan lingkungan sebagai salah satu upaya kesehatan ditujukan untuk
mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat, baik fisik, kimia, biologi, maupun
sosial yang memungkinkan setiap orang mencapai derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya, sebagaimana tercantum dalam Pasal 162 Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Ketentuan mengenai penyelenggaraan
kesehatan lingkungan selanjutnya diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 66
Tahun 2014 tentang Kesehatan Lingkungan, yang pengaturannya ditujukan dalam
rangka terwujudnya kualitas lingkungan yang sehat tersebut melalui upaya
pencegahan penyakit dan/atau gangguan kesehatan dari faktor risiko kesehatan
lingkungan di permukiman, tempat kerja, tempat rekreasi serta tempat dan
fasilitas umum. Hal lain yang menyebabkan meningkatnya permasalahan penyakit
juga diakibatkan oleh keterbatasan akses masyarakat terhadap kualitas air minum
yang sehat sebesar 63 % dan penggunaan jamban sehat sebanyak 69%.2,3
Air bersih dan sanitasi merupakan sasaran Tujuan Pembangunan Milenium
(MDG) yang ketujuh. Indonesia perlu mencapai angka peningkatan akses air
bersih hingga 68,9 persen dan 62,4 persen, untuk sanitasi. Indonesia memang
2

tercatat mempunyai sumber daya air 3,22 triliun meter kubik per tahun, setara
ketersediaan air per kapita sebesar 16.800 meter kubik per tahun. data World
Health Organization menunjukkan bahwa tiap tahun sebanyak 2 juta orang
meninggal akibat penyakit yang disebabkan karena kekurangan air bersih. Air
bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya
memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah dimasak. Sebagian
masyarakat telah menggunakan sarana PAM yaitu sumber air minum yang
terlindung sebagai sumber air utama keluarga dan sebagian masih menggunakan
sumber air minum tidak terlindung yaitu sumur, sebagai sumber air utama
keluarga. Menggunakan air minum yang tercemar, dapat menjadi salah satu faktor
risiko terjadinya diare pada balita. Air mungkin sudah tercemar dari
sumbernyaatau pada saat penyimpanan di rumah, seperti ditampung pada tempat
penampungan air.4,6,7
Tempat pembuangan tinja juga merupakan sarana sanitasi yang berkaitan
dengan kejadian diare. Jenis tempat pembuangan tinja yang tidak saniter akan
memperpendek rantai penularan penyakit diare. Syarat pembuangan kotoran yang
memenuhi aturan kesehatan adalah tidak mengotori permukaan tanah di
sekitarnya, tidak mengotori air permukaan di sekitarnya, tidak mengotori air
dalam tanah di sekitarnya, dan kotoran tidak boleh terbuka sehingga dapat dipakai
sebagai tempat lalat bertelur atau perkembangbiakan vektor penyakit lainnya.
Tempat pembuangan tinja merupakan salah satu fasilitas yang harus ada dalam
rumah yang sehat. Tinja yang sudah terinfeksi mengandung virus atau bakteri
dalam jumlah besar. Bila tinja tersebut dihinggapi oleh binatang dan kemudian
3

binatang tersebut hinggap di makanan, maka makanan itu dapat menularkan diare
ke orang yang memakannya. Pembuangan tinja merupakan bagian yang penting
dari kesehatan lingkungan. Pembuangan tinja yang tidak menurut aturan,
memudahkan terjadinya penyebaran penyakit tertentu yang penularannya melalui
tinja,

antara

lain

penyakit

diare.

Menurut

Kepmenkes

RI

No.

852/MENKES/SK/IX/2008 tentang strategi nasional sanitasi total berbasis


masyarakat, jamban sehat adalah fasilitas pembuangan tinja yang efektif untuk
memutus mata rantai penularan penyakit.4,5,6,7
B. PERMASALAHAN
Berdasarkan data laporan tahunan Puskesmas Landasan Ulin tahun 2014
menunjukkan selama bulan Januari hingga Desember 2014 dari 6.513 rumah
tangga dan 25.042 jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas landasan Ulin
terdapat 5.068 sumur gali sebagai sarana air bersih, dari hasil tersebut terbagi atas
1.690 (33%) resiko tinggi dan amat tinggi, dan 3.378 (67%) resiko sedang dan
rendah terhadap air bersih. Laporan tahunan Puskesmas Landasan Ulin tahun
2015 menunjukkan peningkatan menjadi 5.597 sumur gali sebagai sarana air
bersih. Selain itu, dari data hasil pemeriksaan kualitas air di wilayah kerja
Puskesmas tahun 2015 menunjukkan jumlah bakteri coliform sebanyak

1.898/100ml dari air sumur gali di wilayah Landasan Ulin Utara dan 95/100ml
bakteri coliform di wilayah Landasan Ulin Tengah. Hal tersebut menunjukkan
jumlah bakteri yang berada di wilayah Puskesmas Landasan Ulin berada diatas
batas normal (< 50/100ml). Puskesmas juga menunjukkan data penyehatan dan
4

pembuangan yang salah satunya diukur dengan keberadaan jamban keluarga


dimana terdapat sebanyak 5068 buah rumah keluarga terdapat jamban, dengan
1270 (25%) diantaranya masuk kategori berisiko amat tinggi dan tinggi
mencemari lingkungan sekitar. Peningkatan penggunaan sumur gali dari tahun
2014 hingga 2015 diiringi rata-rata dari jumlah sumur menunjukkan berisiko
amat tinggi dan tinggi, dan dari hasil pemeriksaan bakteriologi sumur gali ternyata
memiliki bakteri coliform yang sangat tinggi di wilayah kerja Puskesmas
Landasan Ulin berarti air dari sumur gali tercemar bakteri yang dapat
menimbulkan penyakit infeksi salah satunya adalah diare.
Berdasarkan data laporan tahunan Puskesmas Landasan Ulin tahun 2014
diare merupakan peringkat kedelapan dari 10 penyakit terbanyak di Puskesmas
Landasan Ulin, yaitu sebanyak 448, sedangkan pada tahun 2015 kasus diare
meningkat menjadi peringkat ketujuh sebanyak 661 orang, dan pada bulan januari
2016 sebanyak 43 orang, tingginya angka tersebut tidak terlepas oleh faktor
lingkungan terutama air bersih yang dikonsumsi tercemar oleh bakteri penyebab
diare salah satunya dapat melalui jarak antara pembuangan kotoran dan sumur gali
yang terlalu dekat, selain itu penyehatan pembuangan kotoran yang 1/4nya masih
berisiko tinggi untuk tercemar ke lingkungan sekitar.
Dari data tersebut, didapatkan identifikasi masalah: Mengapa kondisi
sumber air bersih khususnya pengguna sumur gali masih banyak tergolong risiko
tinggi dan amat tinggi?. Air dan lingkungan yang tidak sehat dapat tercemar
kuman diare ditambah dengan perilaku manusia yang tidak sehat pula, maka
5

penularan diare dengan mudah dapat terjadi dan ditetapkan sebagai prioritas
masalah.
Setelah dilakukan survey pada 20 KK yang menggunakan sumur gali
sebagai sumber air bersih, diketahui risiko pencemaran rendah sebanyak 2 KK
(10%), risiko sedang 7 KK (35%), risiko tinggi 7 KK (35%), dan risiko amat
tinggi 4 KK (20%). Hal ini juga tentunya berkaitan dengan banyak faktor yaitu,
jarak antara septik tank dan sumur terlalu dekat, jarak antara sumur gali, kamar
mandi, kandang ternak yang terlalu dekat, keadaan fisik sumur yang tidak
mendukung untuk air bersih,

kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai

indikator air bersih.


Dari hasil survei ada 10 indikator untuk sumur gali sesuai persyaratan
untuk sumber air bersih, indikator tersebut, yaitu: jarak antara jamban dengan
sumur gali <10 m sebanyak 17 KK (85%), jarak antara sumber pencemaran lain
dengan sumur gali <10 meter 13 KK 65%, ada genangan air <2 m dari sumur gali
11 KK (55%), ada saluran pembuangan air yang rusak 3 KK (15%), lantai semen
yang mengitari sumur gali < 1 m 19KK (95%), ada genangan air di atas lantai
semen sekeliling sumur 12 KK (60%), ada kerusakan lantai sekirar sumur yang
merembes kedalam sumur 16 KK (80%), adakah ember atau tali timba yang
sewaktu-waktu diletakkan sedemikian rupa 11 KK (55%), adakah bibir sumur
yang tidak sempurna sehingga air bisa merembes dalam sumur 12 KK (60%), dan
adakah dinding semen sepanjang ke dalam 3 m diatas permukaan tanah tidak di

plester cukup rapat/ sempurna 15 KK (75%), dapat dilihat seperti pada diagram
berikut:

DIAGRAM PERSENTASE INDIKATOR SUMUR SEHAT DI WILAYAH PUSKESMAS LANDASAN ULIN


100%
90%
80%
70%
60%
50%
40%
30%
20%
10%
0%
A

Gambar 1.1 diagram persentase indikator sumur gali di


wilayah puskesmas landasan ulin tahun 2015
Dari 10 indikator tersebut didapatkan analisis masalah, yaitu:
A. Lantai semen yang mengitari sumur gali < 1 m 19KK (95%)
B. Jarak antara jamban dengan sumur gali <10 m sebanyak 17 KK (85%)
C. Ada kerusakan lantai sekirar sumur yang merembes kedalam sumur 16 KK
(80%)
D. Ada dinding semen sepanjang ke dalam 3 m diatas permukaan tanah tidak
di plester cukup rapat/ sempurna 15 KK (75%)
E. Jarak antara sumber pencemaran lain dengan sumur gali <10 meter 13 KK
65%
7

F. Adakah bibir sumur yang tidak sempurna sehingga air bisa merembes
dalam sumur 12 KK (60%)
G. ada genangan air di atas lantai semen sekeliling sumur 12 KK (60%)
H. adakah ember atau tali timba yang sewaktu-waktu diletakkan sedemikian
rupa 11 KK (55%),
I. ada genangan air <2 m dari sumur gali 11 KK (55%)
J. ada saluran pembuangan air yang rusak 3 KK (15%)
Dari hasil diatas didapatkan bahwa indikator yang paling besar berperan
menyebabkan sumber air bersih dari sumur gali tercemar adalah Lantai semen
yang mengitari sumur gali < 1 m 19KK (95%).

A
D
L
S
P
IE
P
II
U
A
R
E
M
N
R
N
G
U
Y
E
B
C
K
R
A
E
U
K
R
M
N
IG
S
A
G
A
T
R
AI
L
H
A
IN
N
Gambar 1.2 Problem tree

C. ALTERNATIF PEMECAHAN MASALAH


Adapun alternatif pemecahan permasalahan yang dapat dilakukan untuk
memberikan pengetahuan tentang air bersih dan jamban untuk menurunkan angka
kejadian diare yaitu:
Tabel 1.1 Daftar masalah dan alternatif
No.
1

Masalah
Alternatif
Tingginya penyediaan air bersih dari 1. memperluas jarak
sumur gali yang berisiko tinggi/amat
tinggi yang dibuktikan dengan:

semen

yang

lantai

mengitari

sumur minimal 1 m
2. memperluas jarak jamban

1. Lantai semen yang mengitari


dengan sumur minimal 10
sumur gali < 1 m
2. Jarak

antara

m
dengan 3. memperbaiki lantai yang

jamban

sumur gali <10 m sebanyak


3. Ada

kerusakan

lantai

rusak sekitar sumur


4. memperbaiki dinding sumur

sekirar
sedalam 3 m yang di plester

sumur yang merembes kedalam


kuat
5. menjauhkan

sumur

sumber

4. Adakah dinding semen sepanjang

pencemaran dengan sumur

ke dalam 3 m diatas permukaan

gali minimal 10 m
6. memperbaiki bibir sumur

tanah tidak di plester cukup rapat/


yang tidak sempurna
7. meletakkan ember dan tali

sempurna
5. Jarak antara sumber pencemaran

timba di atas sumur


8. memperbaiki
saluran

lain dengan sumur gali <10 meter


pembuangan air yang rusak
6. Adakah bibir sumur yang tidak 9. memberikan
penyuluhan
sempurna

sehingga

air

bisa
9

mengenai sumur gali sehat

merembes dalam sumur

10. bekerjasama dengan lintas

7. ada genangan air di atas lantai


semen sekeliling sumur

sektoral untuk memperbaiki


sumur gali sebagai sumber

8. adakah ember atau tali timba


yang sewaktu - waktu diletakkan

air bersih sesuai peraturan


kesehatan

sedemikian rupa
9. ada genangan air <2 m dari sumur
gali
10. ada saluran pembuangan air yang
rusak
D. PRIORITAS PEMECAHAN MASALAH
Metode PAHO-CENDES (Pan American Health Organization-Center for
Development Studies). Cara ini digunakan di Amerika Latin. Kriteria yang dipakai
adalah:

M = Magnitude of the problem yaitu besarnya masalah yang dapat dilihat dari
1% atau jumlah/kelompok yang terkena masalah, keterlibatan masyarakat

serta kepentingan instansi terkait.


I= Importancy atau kegawatan masalah yaitu tingginya angka morbiditas dan
mortalitas serta kecenderungan dari waktu ke waktu. Importancy terdiri dari:
Severity (S): berat ringannya masalah tersebut terhadap masalah
kesehatan pada umumnya (semakin berat, nilai semakin tinggi)
Rate of increase (RI): berat ringannya hambatan juka masalah tersebut
tidak ditangani (semakin berat hambatan, nilai semakin tinggi)
10

Public concern (Pco): banyak sedikitnya masalah tersebut menjadi


perhatian masyarakat (semakin menjadi perhatian, nilai semakin tinggi)
Political climate (PC): banyak sedikitnya perhatian politik terhadap
masalah tersebut (semakin menjadi perhatian politik, nilai semakin
tinggi)
Social benefit (SB): banyak sedikitnya masalah tersebut memberikan
manfaat sosial jika ditangani (semakin banyak memberi manfaat sosial,

nilai semakin tinggi)


V = Vulnerability yaitu sensitif atau tidaknya pemecahan masalah dalam
menyelesaikan masalah yang dihadapi. Sensitifitas dapat diketahui dari
perkiraan hasil (output) yang diperoleh dibandingkan dengan pengorbanan

(input) yang dipergunakan.


C = Cost yaitu biaya atau dana yang dipergunakan untuk melaksanakan
pemecahan masalah. Semakin besar biaya semakin kecil skornya.
Hubungan keempat kriteria dalam menetukan prioritas masalah (P), yaitu:
P = M.I.V.C
Parameter diletakkan pada baris atas dan masalah-masalah yang ingin

dicari prioritasnya diletakkan pada kolom. Pengisian dilakukan dari satu


parameter ke parameter lain. Hasilnya didapat dari perkalian parameter.
Interpretasi angka hasil penilaian adalah sebagai berikut:
a. Besarnya masalah (Magnitude), diberi skor 1 5 yaitu:
1. Hanya sebagian kecil masyarakat
2. Sebagian kecil masyarakat
3. Hanya sebagian besar masyarakat
4. Sebagian besar masyarakat
11

5. Hampir seluruh masyarakat


b. Seberapa jauh masalah dapat diselesaikan (Vulnerability), diberi skor 12,yaitu:
1.

Tidak ada cara yang efektif

2.

Ada cara yang efektif

c. Derajat kepentingan diselesaikannya masalah (Importancy), diberi skor 1 5


yaitu:
1.

Tidak ada kepentingan

2.

Kepentingannya sangat rendah

3.

Kepentingannya cukup rendah

4.

Kepentingannya cukup tinggi

5.

Kepentingannya sangat tinggi


d. Biaya (Cost), diberi skor 1 5 yaitu :
1. Sangat tidak murah
2. Tidak murah
3. Cukup murah
4. Murah
5. Sangat murah
Sesuai cara scoring di atas maka prioritas pemecahan masalah untuk
kegiatan PBL kali ini adalah sebagai berikut.
Tabel 1.2. Alternatif Pemecahan Masalah dengan Metode PAHO-CENDES
N

Alternatif Pemecahan

Masalah

RI
12

I
PC

PCl SB

memperluas jarak lantai


1

semen yang mengitari

o
2

2 4

96

III

2 2

48

VII

2 3

72

4 2 2

64

VI

2 2 2

24

IX

3 2 3

36

VIII

4 3 4

96

IV

2 1 2

sumur minimal 1 m
Memperluas jarak
2

jamban dengan sumur

2
3

minimal 10 m
memperbaiki lantai yang
3

rusak sekitar sumur

2
3
2

memperbaiki dinding
4 sumur sedalam 3 m yang di

plester kuat

menjauhkan sumber

pencemaran dengan sumur


5

gali minimal 10 m

memperbaiki bibir sumur

6 yang tidak sempurna

meletakkan ember dan tali

2
2

7 timba di atas sumur

8 memperbaiki saluran

3
2

2
13

pembuangan air yang rusak


memberikan penyuluhan
9

2
4

5 2 4

160

4 2 4

128

II

mengenai sumur gali sehat


bekerjasama dengan lintas

3
4

sektoral untuk
10 memperbaiki sumur gali

sebagai sumber air bersih


sesuai peraturan kesehatan

14

Anda mungkin juga menyukai