Hipertensi Pada Penyakit Ginjal
Hipertensi Pada Penyakit Ginjal
PEMBIMBING :
dr. Tony Prasetya, Sp.PD
Disusun Oleh :
Intan Nabilah Pratiwi, S.Ked
Revi Fitradewi, S.Ked
Rino Agustian Praja, S.Ked
Tri Rahayu Marbaniati, S.Ked
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
Tekanan darah tinggi atau hipertensi adalah kondisi medis di mana terjadi
peningkatan tekanan darah secara kronis (dalam jangka waktu lama). Menurut
The seventh Report of the Joint National Commite on Detection, Evaluation, and
Treatment of High Blood Pressure (JNC-VII), hipertensi didefinisikan sebagai
tekanan darah sistolik 140 mmHg atau tekanan darah diastolik 90 mmHg.
Klasifikasi ini diperuntukkan pada dewasa 15 tahun ke atas dan berdasarkan pada
nilai rata-rata dari dua atau lebih pengukuran tekanan darah dalam keadaan duduk
dan dalam beberapa kali kunjungan.5
Beratnya pengaruh hipertensi pada ginjal tergantung dari tingginya
tekanan darah dan lamanya menderita hipertensi. Makin tinggi tekanan darah
dalam waktu lama makin berat komplikasi yang ditimbulkan. Selain itu
variabilitas tekanan darah berperan penting sebagai penyebab kerusakan target
organ. 1,2
EPIDEMIOLOGI
Di Indonesia, penyakit hipertensi terus mengalami peningkatan karena
tingkat kesadaran dan kewaspadaan masyarakat akan kesehatan masih rendah.
Dari 4.000 penderita hipertensi, sekitar 17% di antaranya juga menderita penyakit
gagal ginjal. Kejadian hipertensi tertinggi ada pada usia di atas 60 tahun dan
terendah pada usia di bawah 40 tahun. Di negara berkembang, sekitar 80%
pengeluaran
renin
dapat
disebabkan
aktivasi
saraf
simpatis
akibat
dari
penurunan
asupan
garam),
enzim
renin
mengawali
untuk
menyerap
mengurangi garam dan air yang diekskresikan dalam urin dan akibatnya adalah
peningkatan volume darah dan tekanan darah (Campbell, et al. 2004).
Pengaruh lain angiotensin II adalah perangsangan kelenjar adrenal, yaitu
organ yang terletak diatas ginjal, yang membebaskan hormon aldosteron.
Hormon aldosteron bekerja pada tubula distal nefron, yang membuat tubula
+
tersebut menyerap kembali lebih banyak ion natrium (Na ) dan air, serta
meningkatkan volume dan tekanan darah (Campbell, et al. 2004). Hal tersebut
akan memperlambat
kenaikan
voume
cairan
ekstraseluler
yang
2.
3.
4.
1.
2.
Penyakit Vaskuler
Pada keadaan ini terjadi iskemi yang kemudia merangsang system renin
angiotensin aldosteron.1
3.
Retensi natrium
Peningkatan system RAA akibat iskemi relative karena kerusakan regional
Aktivitas saraf simpatis meningkat akibat kerusakan ginjal
Hiperparatiroid sekunder
Pemberian eritropoeitin
4.
dengan kontrol normal. Sejak ditemukan cara penentuan praktis kadar renin dan
angiotensin II dalam plasma maka renin-angiotensin-aldosterone (RAA) sistem
diteliti secara luas. Renin dihasilkan oleh sel-sel jukstaglomerulus di ginjal dan
DIAGNOSIS
Hipertensi
Penyakit Ginjal
Penyakit ginjal dini adalah silent problem, seperti tekanan darah tinggi,
dan tidak memiliki gejala apapun. Seseorang mungkin memiliki penyakit ginjal
kronik tetapi tidak tahu itu karena mereka tidak merasa sakit. Glomerulus
Filtration Rate (GFR) adalah ukuran seberapa baik ginjal menyaring buangan dari
darah. GFR didapatkan dari pengukuran rutin kreatinin dalam darah. Hasilnya
disebut estimated GFR (eGFR).7
Kreatinin adalah produk limbah yang dibentuk dari kerusakan sel-sel otot
normal. Ginjal sehat mengambil kreatinin keluar dari darah dan memasukkannya
ke dalam urin agar keluar dari dalam tubuh. Ketika ginjal tidak bekerja dengan
baik, maka kreatinin akan menumpuk dalam darah.7
eGFR dengan nilai di bawah 60 mililiter per menit (ml/menit) artinya
beberapa kerusakan ginjal telah terjadi. Skor tersebut menunjukkan bahwa ginjal
seseorang tidak bekerja pada kekuatan penuh.7
Tanda lain dari penyakit ginjal kronik adalah protein dalam urin
(proteinuria). Ginjal sehat mengambil buangan keluar dari darah tetapi
meninggalkan protein. Pada gangguan ginjal mungkin gagal untuk memisahkan
protein darah yang disebut albumin dari limbah buangan. Pada awalnya, hanya
sejumlah kecil albumin dapat bocor ke dalam urin, kondisi ini yang dikenal
sebagai mikroalbuminuria yang merupakan tanda gagal fungsi ginjal. Sejalan
dengan memburuknya fungsi ginjal, jumlah albumin dan protein lain dalam urin
meningkat, yang disebut proteinuria. CKD hadir ketika lebih dari 30 mg albumin
per gram kreatinin diekskresikan dalam urin, dengan atau tanpa penurunan eGFR.7
PENATALAKSANAAN
Medikamentosa
secara
sendiri-sendiri
atau
kombinasi.
Komplikasi
terjadinya
hiperkalemi pada pemberian ACEI atau Beta Blocker atau penurunan fungsi ginjal
pada pemberian ACEI harus menjadi perhatian. Bila terjadi hiperkalemi atau
penurunan fungsi ginjal lebih dari 30%, pemberian obat ini harus dihentikan.
Sesuai anjuran dari The Seventh Report of the Joint National Commitee on
Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC7),
tahun 2003, tekanan darah sasaran pada penyakit ginjal kronik adalah 130/80
mmHg untuk menahan progresi penurunan fungsi ginjal, maka tekanan darah
diusahakan diturunkan untuk mencapai sasaran dengan kombinasi obat-obatan di
atas.1,8
Pengobatan
hipertensi
pada
penyakit
glomerulus
kronik
dapat
Renoprotektif
Maksud dari pengobatan hipertensi selain untuk menurunkan tekanan
darah, juga untuk mencegah terjadinya kerusakan pada organ target. Terbentuknya
AII baik dari alur ACE maupun alur non ACE dapat menyebabkan
glomerulofibrosis
karena
terjadi
infiltrasi
makrofag,
naiknya
tekanan
ARB merupakan obat oral aktif dan bekerja spesifik menghambat ikatan
AII dengan reseptor AT1, sedangkan ACEI hanya menghambat pembentukan AII
melalui jalur ACE. Pada data penelotian hewan menunjukkan bahwa ARB lebih
sedikit mengurangi GFR bila dibandingkan dengan ACEI. Jelas bahwa ARB dan
ACEI sama-sama mempunyai sifat renoprotektif pada berbagai jenis gangguan
faal ginjal. ARB mempunyai efek natriuretik yang sama dengan dosis sedang dari
tiasid.1,8
Telah diketahui bahwa reseptor AT, antagonis memiliki potensi untuk
mengurangi proteinuri dan menurunkan tekanan darah tanpa terjadi perubahanperubahan yang dapat mengganggu GFR.1,8
Perlu penelotian jangka panjang untuk menentukan apakah reseptor AT1
antagonis dapat bersifat nefroprotective seperti halnya ACEI. Reseptor AT1
antagonis dapat digunakan pada pasien penyakit ginjal. Pada beberapa studi
berkesimpulan bahwa perlu hati-hati dalam penggunaan reseptor AT1 antagonis
dan ACEI pada penyakit ginjal akut dan bila dipergunakan maka perlu
pengamatan yang vermat fungsi ginjal.1,8
Interaksi Nitric Oxide (NO) dengan Angiotensin II
Angiotensin II juga berperan dalam hal pengaturan GFR melalui spasme
vasa afaren dan eferen. Pada penelitian lanjut menemukan bahwa AII dapat
meningkatkan oksidasi pada otot polos pembuluh darah dan sel-sel mesangial
sehingga sintesis sel yang berlarut-larut dari superoksida anion nitrik oksida dan
selanjutnya dapat menghambat respon sel-sel mesangial yang berakibat terjadinya
hipertrofi dan hiperplasia serta peningkatan produksi matriks. Karena angiostensin
II dan sintesin NO yang dikeluarkan secara lokal, maka terjadi interaksi antara
keduanya yang akhhirnya berperan dalam hal fisiologi dan patologi ginjal. Nitric
oxide mengatur sintesis ACE dan reseptor AT1 pada jaringan vaskular.1,8
Bila terjadi penghambatan sintesis NO yang kronis maka akan
menyebabkan gangguan pada glomerulus dan tubulointerstitial dan terjadi
remodeling koroner, LVH dan hipertensi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
berkurangnya bioaktivitas NO vaskular akibat disfungsi endotel seperti pada
hipertensi akan mempercepat remodeling vaskular akibat berkurangnya kombinasi
NO dengan Angiotensin II lokal.1,8
Nitric Oxide berperan mengatur sirkulasi darah ginjal dan dapat
meningkatkan retensi natrium sehingga bila terjadi gangguan sintesis NO
berakibat terjadi ketidakseimbangan antara pengaturan aliran darah ginjal dan
natrium yang berakibat buruk pada hipertensi yang peka garam. Disimpulkan
bahwa aktifitas sintesis NO lebih berperan pada hipertensi yang peka terhadap
garam. Khususnya pada hipertensi yang peka garam akan lebih cepat terjadi
gangguan pada organ target misalnya ginjal dan jantung. Dapat disimpulkan
bahwa aktifitas sintesis NO dapat terjadi secara genetik dan gangguan respon
sintesis NO vaskular dapat menyebabkan tingkat gangguan target organ yang
berbeda. Sedangkan pada organ tua karena berkurangnya aktivitas NO endotel
yang terjadi pada usia lanjut.1,8
Nonmedikamentosa
PROGNOSIS
BAB III
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
1. Sudoyo A.W,dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Ed.5.
Jakarta:Interna Publishing; 2009.
2. Kasper, Branwauld, et al. Harrisons Principals of Internal Medicine. Ed.16.
McGraww Hill; 2005.
3. Youshauddin M, Bakris GL. The kidney and hypertension. In: EJ
Battegay,editors. Hypertension Principles and Practice. New York. Taylor and
Francis Group; 2005..
4. Toto RD. Management of hypertensive chronic kidney disease: Role of
Calcium Channel Blockers. J Clin Hypertens 2005; 7: 15-20.
5. NHLBI. The Seventh Report of the Joint National Committe on Prevention,
Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure. New York:U.S
Department of Health and Human Disease; 2004.
6. Epidemiologi Hipertensi sebagai Penyebab Penyakit Ginjal Kronik. (Online).
(Available at http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/21480 diakses 20
7.
Januari 2013)
Kidney
Disease-Hyprtension
related(Online).
(Available
at
http://www.medicinenet.com/kidney_disease_hypertension-related diakses 20
Januari 2013)
8. Brenner, BM. Clinical Nephrology. Canada : W. B. Saunders Company. 1987
9. Guyton AC, Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Penterjemah:
Irawati, Ramadani D, Indriyani F. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC,
2006
22