Tn. Andrean berusia 75 tahun mengeluh abses serbasi penyakit paru kronik
(empisema). Dia selalu menjaga dan memposisikan kepala (dalam posisi nyaman)
siang dan malam untuk mempasilitasi pernapasan dan mengurangi nyeri belakang
yang dirasakannya. Asetaminoven (Thylenol) tidak efektif untuk mengurangi
nyerinya. Kemudian health provider meresepkan oksikodone (Asetaminoven) 1-2
tablet per oral setiap 4-6 jam untuk nyeri. Tn. Andrean mendapatkan 2 liter
oksigen dengan nasal kanol dan pengobatan albuterol. (Accuneb, preventil,
pentolin) setiap 6 jam jika diperlukan. Tn. Andrean memerlukan seorang perawat
disampingnya
ketika
bergerak
atau
berjalan
karena
dia
memiliki
menjadi 91% setelah istirahat beberapa menit. Perawat melakukan pengkajian dan
mendengarkan wheezing ekspirasi. Sambil menunggu makan siang perawat
memberikan albuterol. Pengobatan respirasi dan istirahat membatu pengobatan.
STEP 1
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Jawaban sementara ;
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Jawaban Sumber:
1. Asetaminofen (acetaminophen), juga dikenal sebagai parasetamol, adalah
obat analgesik yang digunakan untuk meredakan sakit kepala ringan atau
nyeri otot dan sendi dan untuk mengurangi demam.Asetaminofen
mengurangi rasa sakit dengan menghambat sintesis prostaglandin dalam
sistem saraf pusat dan mengurangi demam dengan bertindak pada pusat
pengatur suhu di otak. (kamuskesehatan.com)
STEP 2 :
1. Novi : Mengapa posisi membungkuk mempermudah bernapas?
2. Tri supartini : Mengapa lebih efektif obat percocet dibanding
asetaminoven?
3. Reza : Apa yang menyebabkan nyeri belakang pada Tn Andrean?
4. Audina : Mengapa suara paru bersih tetapi tidak bilateral?
5. Bagus : Tanda-tanda lain selain CRT dan clubbing pada kasus?
6. Ulfa : Cara kerja percocet dalam mengurangi nyeri punggung?
7. Rinda : Faktor yang dapat mengubah saturasi oksigen?
8. Zeta : Apa yang menyebabkan Tn Andrean mengalami wheezing aspirasi?
9. Fitri : Apa pemeriksaan yang dapat dilakukan?
10. Elsa : Mengapa diberikan oksigen nasal kanol?berapa kebutuhan
oksigennya?
STEP 3:
Jawaban sementara:
1. Tri supartini : Karena menggunakan pernapasan perut
Zeta : Karena posisi jantung, jika posisi jantng lebih tinggi maka akan
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
mempermudah bernapas.
Cristina : Sianosis
Lili : Sesak napas
Riki : Hipoksia
Novi : aktivitas
Khairun nisa: Perubahan posisi, lingkungan
Rinda : Terjadi penyempitan saluran pernapasan/bronkospasme
Riki : Foto toraks
Cristina : CT scan
Tri supartini : AGD
Annisa rosalita : MRI
Zeta : Pemeriksaan darah lengkap
STEP 4: Hipotesa
PPOK
1.KONSEP PENYAKIT
DEFINISI
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) PPOK adalah penyakit paru
kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat
progressif nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari bronkitis kronik
dan emfisema atau gabungan keduanya (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia,
2003). Bronkitis kronik merupakan kelainan saluran napas yang ditandai oleh
batuk kronik berdahak minimal 3 bulan dalam setahun, sekurang-kurangnya dua
tahun berturut turut, tidak disebabkan penyakit lainnya. Sedangkan emfisema
adalah suatu kelainan anatomis paru yang ditandai oleh pelebaran rongga udara
distal bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding alveoli. Penyakit Paru
Obstruksi Kronis (PPOK) adalah suatu penyakit yang dikarakteristikkan oleh
adanya hambatan aliran udara secara kronis dan perubahan-perubahan patologi
pada paru, dimana hambatan aliran udara saluran nafas bersifat progresif dan tidak
sepenuhnya reversibel dan berhubungan dengan respon inflamasi yang abnormal
dari paruparu terhadap gas atau partikel yang berbahaya. (Hariman, 2010)
EPIDEMIOLOGI
Pada studi populasi selama 40 tahun, didapati bahwa hipersekresi mukus
merupakan suatu gejala yang paling sering terjadi pada PPOK, penelitian ini
menunjukkan bahwa batuk kronis, sebagai mekanisme pertahanan akan
hipersekresi mukus di dapati sebanyak 15-53% pada pria paruh umur, dengan
prevalensi yang lebih rendah pada wanita sebanyak 8-22%. Badan Kesehatan
Dunia (WHO) memperkirakan bahwa menjelang tahun 2020 prevalensi PPOK
akan meningkat sehingga sebagai penyebab penyakit tersering peringkatnya
meningkat dari ke-12 menjadi ke-5 dan sebagai penyebab kematian tersering
peringkatnya juga meningkat dari ke-6 menjadi ke-3. Pada 12 negara Asia Pasifik,
WHO menyatakan angka prevalensi PPOK sedang-berat pada usia 30 tahun
keatas, dengan rerata sebesar 6,3%, dimana Hongkong dan Singapura dengan
angka prevalensi terkecil yaitu 3,5% dan Vietnam sebesar 6,7%.
%).
Pertambahan penduduk
Meningkatnya usia rata-rata penduduk dari 54 tahun pada tahun 1960-an
pertambangan
Fasilitas pelayanan kesehatan di Indonesia yang bertumpu di Puskesmas
sampai di rumah sakit pusat rujukan masih jauh dari fasilitas pelayanan
untuk penyakit PPOK.
ETIOLOGI
Ada tiga faktor yang mempengaruhi timbulnya COPD yaitu rokok, infeksi
dan polusi, selain itu pula berhubungan dengan faktor keturunan, alergi, umur
serta predisposisi genetik, tetapi belum diketahui dengan jelas apakah faktorfaktor tersebut berperan atau tidak.
1. Rokok >> Menurut buku report of the WHO expert comitte on smoking
control, rokok adalah penyebab utama timbulnya COPD. Secara fisiologis
rokok berhubungan langsung dengan hiperflasia kelenjar mukosa
bronkusdanmetaplasia skuamulus epitel saluran pernapasan. Juga dapat
menyebabkanbronkokonstriksi akut. Menurut Crofton & Doouglas
MANIFESTASI KLINIS
tanda gejala yang umum muncul pada pasien dengan COPD atau PPOK adalah
sebagai berikut:
Batuk produktif, pada awalnya intermiten, dan kemudian terjadi hampir
berat
terjadi
seiring
dengan
Pelengketan mukosa
Takipnea
KLASIFIKASI
Klasifikasi PPOK dapat dibedakan menjadi tiga yaitu:
1. Asma bronkial: suatu penyakit yang ditandai dengan tanggapan reaksi
yang meningkat dari trakea dan bronkus terhadap berbagai macam
rangsangan dengan manifestasi berupa kesukaran bernafas
yang
Terutama untuk menilai: Gagal napas kronik stabil, Gagal napas akut pada
gagal napas kronik
6) Radiologi
CT Scan resolusi tinggi
Mendeteksi emfisema dini dan menilai jenis serta derajat emfisema atau
bula yang tidak terdeteksi oleh foto toraks polos
Scan ventilasi perfusi
Mengetahui fungsi respirasi paru
PENATALAKSANAAN DAN PENGOBATAN
Penatalaksanaan Umum PPOK
Pentalaksanaan PPOK secara umum meliputi :
1) edukasi
Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada PPOK
stabil. Edukasi pada PPOK berbeda dengan edukasi pada asma. Karena PPOK
adalah penyakit kronik yang ireversibel dan progresif, inti dari edukasi adalah
menyesuaikan keterbatasan aktiviti dan mencegah kecepatan perburukan fungsi
paru. Berbeda dengan asma yang masih bersifat reversibel, menghindari pencetus
dan memperbaiki derajat adalah inti dari edukasi atau tujuan pengobatan dari
asma.
Secara umum bahan edukasi yang harus diberikan adalah
1.
2.
3.
4.
5.
2) Obat- Obatan
Bronkodilator
Antiinflamasi
Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi
intravena, berfungsi menekan inflamasi yang terjadi, dipilih golongan
metilprednisolon atau prednison. Bentuk inhalasi sebagai terapi jangka
panjang diberikan bila terbukti uji kortikosteroid positif yaitu terdapat
Mukolitik
3) Terapi oksigen
Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan yang menyebabkan
kerusakan sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen merupakan hal yang sangat
penting untuk mempertahankan oksigenasi seluler dan mencegah kerusakan sel
baik di otot maupun organ organ lainnya.
Indikasi
Terapi oksigen
Rehabilitasi
nebulizer
Menggunakan oksigen bila aktivitas dan selama tidur
Menambahkan mukolitik
Menambahkan ekspektoran
Bila dalam 2 hari tidak ada perbaikan penderita harus segera ke dokter.
Penatalaksanaan eksaserbasi akut di rumah sakit dapat dilakukan secara
rawat inap. Penanganan di ruang rawat untuk eksaserbasi sedang dan berat
(belum memerlukan ventilasi mekanik)
(sumber : http://askepkita.com/tag/lp-ppok-pdf/)
ASUHAN KEPERAWATAN
PENGKAJIAN
Pada pengkajian dilakukan wawancara dan pemeriksaan laboratorium untuk
memperoleh informasi dan data yang akan digunakan sebagai dasar untuk
menemukan masalah keperawatan dan membuat rencana asuhan keperawatan
.
pasien.
a. Keluhan Utama
Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien mencari
pertolongan atau berobat ke rumah sakit. Biasanya pada pasien dengan Penyakit
Paru Obstriksi Kronik (PPOK) didapatkan keluhan berupa sesak nafas.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dengan PPOK biasanya akan diawali dengan adanya tanda-tanda seperti
batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada dada, berat badan menurun dan
sebagainya. Perlu juga ditanyakan mulai kapan keluhan itu muncul. Apa tindakan
yang telah dilakukan untuk menurunkan atau menghilangkan keluhan-keluhannya
tersebut.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu ditanyakan apakah sebelumnya pasien pernah masuk RS dengan keluhan
yang sama.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit-penyakit
yang sama.
e. Riwayat Psikososial
Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya
serta bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang dilakukan terhadap
dirinya.
IDENTITAS KLIEN
Melliputi nama, usia, jenis kelamin, agama, alamat rumah, pendidikan terakhir,
suku bangsa, status perkawinan, pekerjaan, dan diagnosa medis.
Riwayat atau faktor penunjang :
Merokok merupakan faktor penyebab utama.
Tinggal atau bekerja di area dengan polusi udara berat.
Riwayat alergi pada keluarga
Riwayat Asthma pada anak-anak.
Riwayat atau adanya faktor pencetus eksaserbasi :
Stress emosional.
Aktivitas fisik yang berlebihan.
Polusi udara.
Infeksi saluran nafas.
Pemeriksaan fisik :
Penyakit Paru Obstruktif Kronik :
Peningkatan dispnea.
Penggunaan otot-otot aksesori pernafasan (retraksi otot-otot abdominal,
terikat.
Mengi saat inspirasi maupun ekspirasi yang dapat terdengar tanpa
stetoskop.
Pernafasan cuping hidung.
Ketakutan dan diaforesis.
Bronkhitis
Batuk produktif dengan sputum berwarna putih keabu-abuan, yang
4) Pemeriksaan diagnostik
1. Kapasitas inspirasi menurun.
2. Volume residu : meningkat pada emphysema, bronkhitis dan asthma.
3. FEV1 selalu menurun = derajat obstruksi progresif Penyakit Paru
4.
5.
Obstruktif Kronik.
FVC awal normal menurun pada bronchitis dan astma.
TLC normal sampai meningkat sedang (predominan pada emphysema).
Analisa Gas Darah
PaO2 menurun, PCO2 meningkat, sering menurun pada astma. PH normal
asidosis, alkalosis respiratorik ringan sekunder.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan bronkokontriksi,
peningkatan produksi sputum, batuk tidak efektif, kelelahan/berkurangnya tenaga
dan infeksi bronkopulmonal.
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan jalan nafas kembali efektif
Kriteria Hasil :
a.
Suara nafas bersih, tidah ada sianosis dan dyspneu(mampu bernafas dengan
mudah)
Intervensi :
a.
Rasional :
Mengatasi sesak yang dialami pasien
d. Instruksikan pasien untuk menghindari iritan seperti asap rokok, aerosol, suhu
yang ekstrim, dan asap.
e.
Ajarkan tentang tanda-tanda dini infeksi yang harus dilaporkan pada dokter
dengan segera: peningkatan sputum, perubahan warna sputum, kekentalan
sputum, peningkatan napas pendek, rasa sesak didada, keletihan.
Rasional :
Pemberian tindakan pengobatan selanjutnya
f.
b. Baringkan pasien dalam posisi yang nyaman, dalam posisi duduk, dengan kepala
tempat tidur ditinggikan 60 90 derajat.
Rasional :
Penurunan diafragma memperluas daerah dada sehingga ekspansi paru bisa
maksimal.
c.
Observasi tanda-tanda vital (suhu, nadi, tekanan darah, RR dan respon pasien).
Rasional :
Peningkatan RR dan tachcardi merupakan indikasi adanya penurunan fungsi paru.
d. Bantu dan ajarkan pasien untuk batuk dan nafas dalam yang efektif.
Rasional :
Menekan daerah yang nyeri ketika batuk atau nafas dalam. Penekanan otot-otot
dada serta abdomen membuat batuk lebih efektif.
e. Kolaborasi dengan tim medis lain untuk pemberian O2 dan obat-obatan
Rasional :
Pemberian oksigen dapat menurunkan beban pernafasan dan mencegah terjadinya
sianosis akibat hiponia.
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan peningkatan produksi mukus
Tujuan :
Klien mampu menunjukkan perbaikan oksigenasi
Kriteria hasil :
a. RR normal : 16-20 kali/menit
b. napas panjang
c. Tidak menggunakan otot bantu pernapasan
d. Nadi normal 60-100 kali/menit
Intervensi :
a. Observasi status pernapasan, hasil gas darah arteri, nadi dan nilai oksimetri
Rasional :
Memantau perkembangan kegawatan pernapasan
b. Observasi tanda vital dan status kesadaran
Rasional :
Menentukan status pernapasan dan kesadaran
c. Evaluasi toleransi aktivitas dan batasi aktivitas klien
Rasional :
Mengurangi penggunaan energi berlebihan yang membutuhkan banyak oksigen
d. Berikan oksigenasi yang telah dilembabkan
Rasional :
Memenuhi kebutuhan oksigen
b.
RR 16-20 kali/menit
c.
Intervensi :
a. Kaji tingkat kecemasan yang dialami oleh pasien
Rasional :
Untuk menentukan tingkat kecemasan yang dialami pasien sehingga perawat bisa
memberikan intervensi yang cepat dan tepat
b. Beri kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan rasa cemasnya
Rasional :
Dapat meringankan beban pikiran klien
c. Berikan penjelasan yang sederhana dan singkat tentang tujuan intervensi dan
pemeriksaan diagnostik serta anjurkan kepada klien untuk ikut serta dalam
tindakan keperawatan
Rasional :
Agar klien mngetahui tindakan yang akan dilakukan perawat dan ikut serta dalam
tindakan tersebut
d. Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman
Rasional :
Lingkungan yang tenang dan nyaman dapat membantu mengurangi rasa cemas
pasien
C. IMPLEMENTASI
D. EVALUASI
Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan, dimana
evaluasi adalah kegiatan yang dilakukan secara terus menerus dengan melibatkan
pasien, perawat dan anggota tim kesehatan lainnya.
Tujuan dari evaluasi ini adalah untuk menilai apakah tujuan dalam rencana
keperawatan tercapai dengan baik atau tidak dan untuk melakukan pengkajian
ulang (US. Midar H, dkk, 1989).
.
Daftar Pustaka
Doenges, E. Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta :
EGC
Carpenito, Lynda Jual. Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinis.
Jakarta: EGC
http://askepkita.com/tag/lp-ppok-pdf