Anda di halaman 1dari 24

Kasus

Tn. Andrean berusia 75 tahun mengeluh abses serbasi penyakit paru kronik
(empisema). Dia selalu menjaga dan memposisikan kepala (dalam posisi nyaman)
siang dan malam untuk mempasilitasi pernapasan dan mengurangi nyeri belakang
yang dirasakannya. Asetaminoven (Thylenol) tidak efektif untuk mengurangi
nyerinya. Kemudian health provider meresepkan oksikodone (Asetaminoven) 1-2
tablet per oral setiap 4-6 jam untuk nyeri. Tn. Andrean mendapatkan 2 liter
oksigen dengan nasal kanol dan pengobatan albuterol. (Accuneb, preventil,
pentolin) setiap 6 jam jika diperlukan. Tn. Andrean memerlukan seorang perawat
disampingnya

ketika

bergerak

atau

berjalan

karena

dia

memiliki

ketidakseimbangan dan berhenti sebentar untuk menarik napas. Perawat masuk ke


ruangan dan menemukan Tn Andrean membungkuk diatas meja samping tempat
tidurnya yang sedang menonton tv. Dia mengatakan posisi ini membantu untuk
bernapasnya. Suara parunya bersih tetapi tidak bilateral. CRT 4 detik dan kuku
sedikit clubing. Saturasi oksigen dikaji setiap 2 jam untuk memonitor hipoksia.
Saturasi oksigen (SPO2) antara 90%-94% dan menggunakan nasal kanol. Tn.
Andrean mengatakan terjadi peningkatan nyeri pada belakangnya ketika pergi ke
kamar mandi. Dia menggambarkan nyeri sebagai nyeri tumpul dengan rentang 6
dari 0-10. Dia meminta 2 tablet percocet. Perawat mengkaji TTV (TD :150/78,
nadi : 90, RR : 26) dan memberikan percocet sesuai resep. 45 menit kemudian Tn.
Andrean mengatakan percocet telah membantu dalam mengurangi nyeri
punggungya ke skala 2 dan ingin berjalan dilorong. Perawat ingin mengecek
SPO2 sebelum meninggalkan ruangan dengan nilai 92%. Menggunakan oksigen
portable, perawat berjalan dengan Tn. Andrean dari ruangan ke ruang perawat
(kira-kira 60 kaki). Tn. Andrean berhenti untuk istirahat diruang perawat karena
sedikit sesak dan napas pendek. SPO@ naik menjadi 91%. Tn. Andrean berjalan
kembali

ke ruangannya sambil menunggu makan siang. SPO@ awal 87%

menjadi 91% setelah istirahat beberapa menit. Perawat melakukan pengkajian dan
mendengarkan wheezing ekspirasi. Sambil menunggu makan siang perawat
memberikan albuterol. Pengobatan respirasi dan istirahat membatu pengobatan.

STEP 1
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Dea : obat-obatan yaitu asetaminoven atau Tylenol


Novi : Eksaserbasi
Tri mutiara : Albuterol
Lili : Preventil, pentolin
Ulfa : Health provider
Tri supartini : Bilateral
Fitri : Clubbing
Bagus : Oksigen portable
Deni : Percocet

Jawaban sementara ;
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Zeta : Obat nyeri


Cristina : Kekambuhan
Arif : Salah satu jenis obat untuk melonggarkan jalan napsa
Rinda : Contoh obat albuterol
Dea : Konsultan kesehatan
Riki : Pelayanan kesehatan
Cristina : Tidak teratur
Elsa : Bentuk kuku lebih dari 60 derajat
Reza : Oksigen yang bisa dibawa kemana-mana
Dea : Obat nyeri

Jawaban Sumber:
1. Asetaminofen (acetaminophen), juga dikenal sebagai parasetamol, adalah
obat analgesik yang digunakan untuk meredakan sakit kepala ringan atau
nyeri otot dan sendi dan untuk mengurangi demam.Asetaminofen
mengurangi rasa sakit dengan menghambat sintesis prostaglandin dalam
sistem saraf pusat dan mengurangi demam dengan bertindak pada pusat
pengatur suhu di otak. (kamuskesehatan.com)

2. Definisi eksaserbasi berdasarkan konsensus tahun 2000 adalah kondisi


perburukan pasien yang terus menerus dari keadaan stabil dan di luar
variasi normal harian yang bersifat akut dan mengharuskan perubahan
dalam pengobatan yang biasa diberikan pada pasien dengan penyakit

penyerta PPOK.(http://www.klikpdpi.com/jurnal-warta/jri-04 07/dr.Indah


%20JRI.htm)
3. Salbutamol adalah obat yang dapat melebarkan saluran udara pada paruparu. Jenis obat ini disebut bronkodilator dan bekerja dengan melemaskan
otot-otot di sekitar saluran pernapasan yang menyempit sehingga udara
dapat
mengalir
lebih
lancar
ke
dalam
paru-paru.(
www.alodokter.com/salbutamol)
4. 5. Pelayanan Kesehatan(kamus)
6. Bilateral adalah istilah yang menggambarkan suatu kondisi yang
memengaruhi kedua sisi tubuh atau pasangan organ, seperti ginjal.(
http://kamuskesehatan.com/arti/bilateral/)
7. Clubbing adalah proliferasi jaringan lunak di sekitar ujung jari
tangan dan kaki.( http://kamuskesehatan.com/arti/clubbing/)
8. Untuk tabung oksigen teringan adalah 500 ml dimana tabung tersebut
dinamakan dengan tabung oksigen portable, tabung oksigen portable
adalah tabung oksigen yang sangat praktis untuk dibawa dan efisien saat
digunakan karna ukuran yang ringan dan tidak memakan tempat.
Penggunaan pada tabung oksigen portable juga sangat mudah dan praktis
dengan membuka tutup atas pada tabung lalu letakan tutup tabung pada
kepala kaleng gunakan sebagai masker, kemudian tutup hidung dengan
menggunakan tutup kaleng tersebut selama 2 detik, ulangi 5 sampai 10
kali seseuai dengan kebutuhan. Pada tabung oksigen portable tidak
terdapat isi ulang, penggunaan dari tabung oksigen portable hanyalah
sekali pakai. Untuk segi perawatan pada tabung oksigen portable, hindari
dari api atau panas sinar matahari, jauhkan dari jangkauan anak-anak,
jangan melubangi kaleng atau memukul kaleng pada benda keras, jangan
menyemprotkan ke api atau pakaian, jauhkan dari minyak atau oli agar
terhindar dari bahaya ledakan. Tabung oksigen portable adalah pilihan
yang tepat saat anda membutuhkan oksigen jika anda berada dalam
lingkungan umum atau terbuka, harga dari tabung oksigen portable sendiri
sangatlah
terjangkau.
(http://www.tabungoksigenmedis.com/sekilastentang-tabung-oksigen-portable)
9. Nama generik percocet adalah asetaminofen oxycodone. Obat yang
digunakan untuk pengobatan sedang untuk sakit parah. Efek samping yang
umum termasuk mual, muntah, cahaya headedness, obat penenang,

sembelit, gatal-gatal dll.( http://www.internetdict.com/id/answers/what-isthe-generic-name-of-percocet.html).

STEP 2 :
1. Novi : Mengapa posisi membungkuk mempermudah bernapas?
2. Tri supartini : Mengapa lebih efektif obat percocet dibanding
asetaminoven?
3. Reza : Apa yang menyebabkan nyeri belakang pada Tn Andrean?
4. Audina : Mengapa suara paru bersih tetapi tidak bilateral?
5. Bagus : Tanda-tanda lain selain CRT dan clubbing pada kasus?
6. Ulfa : Cara kerja percocet dalam mengurangi nyeri punggung?
7. Rinda : Faktor yang dapat mengubah saturasi oksigen?
8. Zeta : Apa yang menyebabkan Tn Andrean mengalami wheezing aspirasi?
9. Fitri : Apa pemeriksaan yang dapat dilakukan?
10. Elsa : Mengapa diberikan oksigen nasal kanol?berapa kebutuhan
oksigennya?

STEP 3:
Jawaban sementara:
1. Tri supartini : Karena menggunakan pernapasan perut
Zeta : Karena posisi jantung, jika posisi jantng lebih tinggi maka akan
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

mempermudah bernapas.

Dea : Karena terlalu lama membungkuk

Cristina : Sianosis
Lili : Sesak napas
Riki : Hipoksia

Novi : aktivitas
Khairun nisa: Perubahan posisi, lingkungan
Rinda : Terjadi penyempitan saluran pernapasan/bronkospasme
Riki : Foto toraks
Cristina : CT scan
Tri supartini : AGD
Annisa rosalita : MRI
Zeta : Pemeriksaan darah lengkap

Tri mutiara : Biopsi


10. Reza : Karena RR 26 maka diberika 2 liter oksigen

STEP 4: Hipotesa
PPOK

STEP 5 : Learning Object


1. Konsep dasar penyakit
2. Asuhan keperawatan

1.KONSEP PENYAKIT

DEFINISI
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) PPOK adalah penyakit paru
kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat
progressif nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari bronkitis kronik
dan emfisema atau gabungan keduanya (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia,
2003). Bronkitis kronik merupakan kelainan saluran napas yang ditandai oleh
batuk kronik berdahak minimal 3 bulan dalam setahun, sekurang-kurangnya dua
tahun berturut turut, tidak disebabkan penyakit lainnya. Sedangkan emfisema
adalah suatu kelainan anatomis paru yang ditandai oleh pelebaran rongga udara
distal bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding alveoli. Penyakit Paru
Obstruksi Kronis (PPOK) adalah suatu penyakit yang dikarakteristikkan oleh
adanya hambatan aliran udara secara kronis dan perubahan-perubahan patologi
pada paru, dimana hambatan aliran udara saluran nafas bersifat progresif dan tidak
sepenuhnya reversibel dan berhubungan dengan respon inflamasi yang abnormal
dari paruparu terhadap gas atau partikel yang berbahaya. (Hariman, 2010)
EPIDEMIOLOGI
Pada studi populasi selama 40 tahun, didapati bahwa hipersekresi mukus
merupakan suatu gejala yang paling sering terjadi pada PPOK, penelitian ini
menunjukkan bahwa batuk kronis, sebagai mekanisme pertahanan akan
hipersekresi mukus di dapati sebanyak 15-53% pada pria paruh umur, dengan
prevalensi yang lebih rendah pada wanita sebanyak 8-22%. Badan Kesehatan
Dunia (WHO) memperkirakan bahwa menjelang tahun 2020 prevalensi PPOK
akan meningkat sehingga sebagai penyebab penyakit tersering peringkatnya
meningkat dari ke-12 menjadi ke-5 dan sebagai penyebab kematian tersering
peringkatnya juga meningkat dari ke-6 menjadi ke-3. Pada 12 negara Asia Pasifik,
WHO menyatakan angka prevalensi PPOK sedang-berat pada usia 30 tahun
keatas, dengan rerata sebesar 6,3%, dimana Hongkong dan Singapura dengan
angka prevalensi terkecil yaitu 3,5% dan Vietnam sebesar 6,7%.

Indonesia sendiri belumlah memiliki data pasti mengenai PPOK ini


sendiri, hanya Survei Kesehatan Rumah Tangga DepKes RI 1992 menyebutkan
bahwa PPOK bersamasama dengan asma bronkhial menduduki peringkat ke-6
dari penyebab kematian terbanyak di Indonesia.Tingkat morbiditas dan mortalitas
PPOK sendiri cukup tinggi di seluruh dunia. Hal ini di buktikan dengan besarnya
kejadian rawat inap, seperti di Amerika Serikat pada tahun 2000 terdapat 8 juta
penderita PPOK rawat jalan dan sebesar 1,5 juta kunjungan pada Unit Gawat
Darurat dan 673.000 kejadian rawat inap. Angka kematian sendiri juga semakin
meningkat sejak tahun 1970, dimana pada tahun 2000, kematian karena PPOK
sebesar 59.936 pada priaberbanding dengan 59.118 pada wanita.
Faktor yang berperan dalam peningkatan penyakit tersebut :

Kebiasaan merokok yang masih tinggi (laki-laki di atas 15 tahun 60-70

%).
Pertambahan penduduk
Meningkatnya usia rata-rata penduduk dari 54 tahun pada tahun 1960-an

menjadi 63 tahun pada tahun 1990-an


Industrialisasi
Polusi udara terutama di kota besar, di lokasi industri, dan di

pertambangan
Fasilitas pelayanan kesehatan di Indonesia yang bertumpu di Puskesmas
sampai di rumah sakit pusat rujukan masih jauh dari fasilitas pelayanan
untuk penyakit PPOK.

ETIOLOGI
Ada tiga faktor yang mempengaruhi timbulnya COPD yaitu rokok, infeksi
dan polusi, selain itu pula berhubungan dengan faktor keturunan, alergi, umur
serta predisposisi genetik, tetapi belum diketahui dengan jelas apakah faktorfaktor tersebut berperan atau tidak.
1. Rokok >> Menurut buku report of the WHO expert comitte on smoking
control, rokok adalah penyebab utama timbulnya COPD. Secara fisiologis
rokok berhubungan langsung dengan hiperflasia kelenjar mukosa
bronkusdanmetaplasia skuamulus epitel saluran pernapasan. Juga dapat
menyebabkanbronkokonstriksi akut. Menurut Crofton & Doouglas

merokok menimbulkan pula inhibisi aktivitas sel rambut getar, makrofage


alveolar dan surfaktan.
2. Infeksi >> Infeksi saluran pernapasan bagian atas pada seorang penderita
bronchitiskoronis hampir selalu menyebabkan infeksi paru bagian bawah,
sertamenyebabkan kerusakan paru bertambah. Ekserbasi bronchitis
kronisdiperkirakan paling sering diawali dengan infeksi virus, yang
kemudianmenyebabkan infeksi sekunder oleh bakteri
3. Polusi >> Polusi zat-zat kimia yang dapat juga menyebabkan brokhitis
adalahzat pereduksi seperti CO2, zat-zat pengoksidasi seperti N2O,
hydrocarbon,aldehid dan ozon. (Ilmu penyakit dalam, 1996:755).

MANIFESTASI KLINIS
tanda gejala yang umum muncul pada pasien dengan COPD atau PPOK adalah
sebagai berikut:
Batuk produktif, pada awalnya intermiten, dan kemudian terjadi hampir

tiap hari seiring waktu


sputum putih atau mukoid, jika ada infeksi menjadi purulen atau
mukupurulent sesak sampai menggunakan otot-otot pernafasan tambahan
untuk bernafas Batuk dan ekspektorasi,dimana cenderung meningkat dan

maksimal pada pagi hari


Sesak nafas setelah beraktivitas

berat

terjadi

seiring

dengan

berkembangnya penyakit pada keadaan yang berat, sesak nafas bahkan


terjadi dengan aktivitas minimal dan bahkan pada saat istirahat akibat

semakin memburuknya abnormalitas pertukaran udara.


Pada penyakit yang moderat hingga berat, pemeriksaan fisik dapat
memperlihatkan penurunan suara nafas, ekspirasi yang memanjang,

ronchi, dan hiperresonansi pada perkusi


Anoreksia
Penurunan berat badan dan kelemahan
Takikardia, berkeringat
Hipoksia

Semua penyakit pernapasan dikaraktaristikan oleh obstruksi koronis pada aliran


udara. Penyebab utama obstruksi bermacam-macam, misalnya:

Inflamasi jalan napas

Pelengketan mukosa

Penyempitan lumen jalan napas

Kerusakan jalan napas

Takipnea

Ortopnea (Doenges, 1999:152)

KLASIFIKASI
Klasifikasi PPOK dapat dibedakan menjadi tiga yaitu:
1. Asma bronkial: suatu penyakit yang ditandai dengan tanggapan reaksi
yang meningkat dari trakea dan bronkus terhadap berbagai macam
rangsangan dengan manifestasi berupa kesukaran bernafas

yang

disebabkan penyempitan menyeluruh dari saluran pernafasan.


2. Bronkitis kronik: gangguan klinis yang ditandai dengan pembentukan
mukus yang berlebihan dalam bronkus dan dimanifestasikan dalam bentuk
batuk kronis serta membentuk sputum selama 3 bulan dalam setahun,
minimal 2 tahun berturut-turut.
3. Emfisema: perubahan anatomi parenkim paru ditandai dengan pelebaran
dinding alveolus, duktus alveolar, dan destruksi dinding alveolar
(Muttaqin, 2008).
PATOFISIOLOGI
Inhalasi asap rokok atau gas berbahaya lainnya mengaktifkan makrofag
dan sel epitel untuk melepaskan faktor kemotoktik yang merekrut lebih banyak
makrofag dan neutrofil. Kemudian, makrofag dan neutrofil ini melepaskan
protease yang merusak ekemen struktur pada paru-paru. Protease sebenarnya
dapat diatasi dengan antiprotease endogen namun tidak berimbangnya
antiprotease terhadap dominasi aktivitas protease yang pada akhirnya akan
menjadi predisposisi terhadap perkembangan PPOK. Pembentukan spesies
oksigen yang sangat reaktif seperti superoxide, radikal bebas hydroxyl hydrogen
peroxide telah diidentifikasi sebagai faktor yang berkontribusi terhadap
patogenesis karena substansi ini dapat meningkatkan penghancuran antiprotease.

Inflamasi kronik mengakibatkan metaplasia pada dinding epitel bronkial,


hipersekresi mukosa, peningkatan masa otot halus, dan fibrosis. Terdapat pula
disfungsi silier pada epitel, menyebabkan terganggunya klirens produksi mukus
yang berlebihan . Secara klinis, proses inilah yang bermanifestasi sebagai
bronkitis kronis, ditandai oleh batuk produktif kronis. Pada parenkim paru,
penghancuran elemen struktural yang dimediasi protease menyebabkan emfisema.
Kerusakan sekat alveolar menyebabkan berkurangnya elastisitas recoil pada paru
dan kegagalan dinamika saluran udara akibat rusaknya sokongan pada saluran
udara kecil non- kartilago. Keseluruhan proses ini mengakibatkan obstruksi paten
pada saluran nafas dan timbulnya gejala patofisiologis lainnya yang karakteristik
untuk PPOK
Obstruksi saluran udara menghasilkan alveoli yang tidak terventilasi aatu
kurang terventilasi; perfusi berkelanjutan pada alveoli ini akan menyebabkan
hypoksemia (PaO2 rendah) oleh ketidakcocokan antara ventilasi dan aliran darah
(VQ tidak sesuai ). Ventilasi dari alveoli yang tidak berperfusi atau kurang
berpefusi meningkatkan ruang buntu (Vd), menyebabkan pembuangan CO2 yang
tidak efisien. Hiperventilasi biasanya akan terjadi untuk mengkompensasi keadaan
in, yang kemudian akan meningkatkan kerja yang dibutuhkan untuk mengatasi
resistensi saluran nafas yang telah meningkat, pada akhirnya proses ini gagal, dan
terjadilah retensi CO2 (hiperkapnia) pada beberapa pasien dengan PPOK berat.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan rutin
1) Faal paru
Spirometri (VEP 1, VEP 1 prediksi, KVP, VEP1/KVP)#
Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi ( % ) dan atau VEP1/KVP
( % ). Obstruksi : % VEP1(VEP1/VEP1 pred) < 80% VEP1%
(VEP1/KVP) < 75 %. VEP1 merupakan parameter yang paling umum
dipakai untuk menilai beratnya PPOK dan memantau perjalanan penyakit.
Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan, APE

meter walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif dengan


memantau variabiliti harian pagi dan sore, tidak lebih dari 20%
Uji bronkodilator
Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan APE
meter. Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15
20 menit kemudian dilihat perubahan nilai VEP1 atau APE, perubahan
VEP1 atau APE <20% nilai awal dan < 200 ml. Uji bronkodilator

dilakukan pada PPOK stabil


Darah rutin >> Misalnya pemeriksaan Hb, Ht, dan leukosit
Radiologi >> Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan
penyakit paru lain. Pada emfisema terlihat gambaran : Hiperinflasi,
Hiperlusen, Ruang retrosternal melebar, Diafragma mendatar, Jantung
menggantung (jantung pendulum / tear drop / eye drop appearance). Pada
bronkitis kronik : Normal, corakan bronkovaskuler bertambah pada 21 %
kasus

Pemeriksaan khusus (tidak rutin)


1) Faal paru

Volume Residu (VR), Kapasiti Residu Fungsional (KRF), Kapasiti Paru

Total (KPT), VR/KRF, VR/KPT meningkat


DLCO menurun pada emfisema
Raw meningkat pada bronkitis kronik
Sgaw meningkat
Variabiliti Harian APE kurang dari 20 %

2) Uji latih kardiopulmoner

Sepeda statis (ergocycle)


Jentera (treadmill)

3) Uji provokasi bronkus

Untuk menilai derajat hipereaktiviti bronkus, pada sebagian kecil PPOK


terdapat hipereaktiviti bronkus derajat ringan

4) Uji coba kortikosteroid

Menilai perbaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid oral


(prednison atau metilprednisolon) sebanyak 30 50 mg per hari selama

2minggu yaitu peningkatan VEP1 pascabronkodilator > 20 % dan minimal


250 ml. Pada PPOK umumnya tidak terdapat kenaikan faal paru setelah
pemberian kortikosteroid
5) Analisis gas darah

Terutama untuk menilai: Gagal napas kronik stabil, Gagal napas akut pada
gagal napas kronik

6) Radiologi
CT Scan resolusi tinggi
Mendeteksi emfisema dini dan menilai jenis serta derajat emfisema atau
bula yang tidak terdeteksi oleh foto toraks polos
Scan ventilasi perfusi
Mengetahui fungsi respirasi paru
PENATALAKSANAAN DAN PENGOBATAN
Penatalaksanaan Umum PPOK
Pentalaksanaan PPOK secara umum meliputi :
1) edukasi
Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada PPOK
stabil. Edukasi pada PPOK berbeda dengan edukasi pada asma. Karena PPOK
adalah penyakit kronik yang ireversibel dan progresif, inti dari edukasi adalah
menyesuaikan keterbatasan aktiviti dan mencegah kecepatan perburukan fungsi
paru. Berbeda dengan asma yang masih bersifat reversibel, menghindari pencetus
dan memperbaiki derajat adalah inti dari edukasi atau tujuan pengobatan dari
asma.
Secara umum bahan edukasi yang harus diberikan adalah
1.
2.
3.
4.
5.

Pengetahuan dasar tentang PPOK


Obat obatan, manfaat dan efek sampingnya
Cara pencegahan perburukan penyakit
Menghindari pencetus (berhenti merokok)
Penyesuaian aktivitas

2) Obat- Obatan
Bronkodilator

Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator


dan disesuaikan dengan klasifikasi derajat berat penyakit. Pemilihan

bentuk obat diutamakan inhalasi, nebuliser tidak dianjurkan pada


penggunaan jangka panjang. Pada derajat berat diutamakan pemberian
obat lepas lambat ( slow release ) atau obat berefek panjang ( longacting ).
Macam macam bronkodilator :
Golongan antikolinergik >> Digunakan pada derajat ringan sampai berat,
disamping sebagai bronkodilator juga mengurangi sekresi lendir
( maksimal 4 kali perhari ).
Golongan agonis beta-2 >> Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi
sesak, peningkatan jumlah penggunaan dapat sebagai monitor timbulnya
eksaserbasi. Sebagai obat pemeliharaan sebaiknya digunakan bentuk tablet
yang berefek panjang. Bentuk nebuliser dapat digunakan untuk mengatasi
eksaserbasi akut, tidak dianjurkan untuk penggunaan jangka panjang.
Bentuk injeksi subkutan atau drip untuk mengatasi eksaserbasi berat.
Kombinasi antikolinergik dan agonis beta-2 >> Kombinasi kedua
golongan obat ini akan memperkuat efek bronkodilatasi, karena keduanya
mempunyai tempat kerja yang berbeda. Disamping itu penggunaan obat
kombinasi lebih sederhana dan mempermudah penderita.
Golongan xantin >> Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan
pemeliharaan jangka panjang, terutama pada derajat sedang dan berat.
Bentuk tablet biasa atau puyer untuk mengatasi sesak ( pelega napas ),
bentuk suntikan bolus atau drip untuk mengatasi eksaserbasi akut.
Penggunaan jangka panjang diperlukan pemeriksaan kadar aminofilin
darah.

Antiinflamasi

Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi
intravena, berfungsi menekan inflamasi yang terjadi, dipilih golongan
metilprednisolon atau prednison. Bentuk inhalasi sebagai terapi jangka
panjang diberikan bila terbukti uji kortikosteroid positif yaitu terdapat

perbaikan VEP1 pascabronkodilator meningkat > 20% dan minimal 250


mg.
Antioksidan

Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualiti hidup, digunakan


N asetilsistein. Dapat diberikan pada PPOK dengan eksaserbasi yang
sering, tidak dianjurkan sebagai pemberian yang rutin

Mukolitik

Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan mempercepat


perbaikan eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik dengan sputum
yang viscous. Mengurangi eksaserbasi pada PPOK bronkitis kronik, tetapi
tidak dianjurkan sebagai pemberian rutin.

3) Terapi oksigen
Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan yang menyebabkan
kerusakan sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen merupakan hal yang sangat
penting untuk mempertahankan oksigenasi seluler dan mencegah kerusakan sel
baik di otot maupun organ organ lainnya.
Indikasi

Pao2 < 60mmHg atau Sat O2 < 90%


Pao2 diantara 55 59 mmHg atau Sat O2 > 89% disertai Kor Pulmonal,
perubahan P pullmonal, Ht >55% dan tanda tanda gagal jantung kanan,
sleep apnea, penyakit paru lain

Terapi oksigen dapat dilaksanakan di rumah maupun di rumah sakit. Terapi


oksigen di rumah diberikan kepada penderita PPOK stabil derajat berat dengan
gagal napas kronik. Sedangkan di rumah sakit oksigen diberikan pada PPOK
eksaserbasi akut di unit gawat daruraat, ruang rawat ataupun ICU.

Penatalaksanaan PPOK Stabil

Tujuan penatalaksanaan pada keadaan stabil adalah untuk mempertahankan fungsi


paru, meningkatkan kualiti hidup, mencegah eksaserbas. Penatalaksanaan PPOK

stabil dilaksanakan di poliklinik sebagai evaluasi berkala atau dirumah untuk


mempertahankan PPOK yang stabil dan mencegah eksaserbasi. Penatalaksanaan
di rumah ditujukan untuk mempertahankan PPOK yang stabil. Beberapa hal yang
harus diperhatikan selama di rumah, baik oleh pasien sendiri maupun oleh
keluarganya Penatalaksanaan di rumah meliputi :

Penggunakan obat-obatan dengan tepat.

Terapi oksigen

Penggunaan mesin bantu napas dan pemeliharaannya.


Beberapa penderita PPOK

Rehabilitasi

Evaluasi / monitor terutama ditujukan pada tanda


eksaserbasi, efek samping obat.

dan kecukupan dan efek samping penggunaan oksigen.

Penatalaksanaan PPOK Eksaserbasi Akut


Penanganan eksaserbasi akut dapat dilaksanakan di rumah (untuk eksaserbasi
yang ringan) atau di rumah sakit (untuk eksaserbasi sedang dan berat)
Penatalaksanaan eksaserbasi akut ringan dilakukan dirumah oleh penderita yang
telah diedukasi dengan cara :

Menambahkan dosis bronkodilator atau dengan mengubah bentuk


bronkodilator yang digunakan dari bentuk inhaler, oral dengan bentuk

nebulizer
Menggunakan oksigen bila aktivitas dan selama tidur
Menambahkan mukolitik
Menambahkan ekspektoran
Bila dalam 2 hari tidak ada perbaikan penderita harus segera ke dokter.
Penatalaksanaan eksaserbasi akut di rumah sakit dapat dilakukan secara
rawat inap. Penanganan di ruang rawat untuk eksaserbasi sedang dan berat
(belum memerlukan ventilasi mekanik)
(sumber : http://askepkita.com/tag/lp-ppok-pdf/)

ASUHAN KEPERAWATAN
PENGKAJIAN
Pada pengkajian dilakukan wawancara dan pemeriksaan laboratorium untuk
memperoleh informasi dan data yang akan digunakan sebagai dasar untuk
menemukan masalah keperawatan dan membuat rencana asuhan keperawatan
.

pasien.
a. Keluhan Utama
Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien mencari
pertolongan atau berobat ke rumah sakit. Biasanya pada pasien dengan Penyakit
Paru Obstriksi Kronik (PPOK) didapatkan keluhan berupa sesak nafas.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dengan PPOK biasanya akan diawali dengan adanya tanda-tanda seperti
batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada dada, berat badan menurun dan
sebagainya. Perlu juga ditanyakan mulai kapan keluhan itu muncul. Apa tindakan
yang telah dilakukan untuk menurunkan atau menghilangkan keluhan-keluhannya
tersebut.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu ditanyakan apakah sebelumnya pasien pernah masuk RS dengan keluhan
yang sama.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit-penyakit
yang sama.
e. Riwayat Psikososial
Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya
serta bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang dilakukan terhadap
dirinya.

IDENTITAS KLIEN
Melliputi nama, usia, jenis kelamin, agama, alamat rumah, pendidikan terakhir,
suku bangsa, status perkawinan, pekerjaan, dan diagnosa medis.
Riwayat atau faktor penunjang :
Merokok merupakan faktor penyebab utama.
Tinggal atau bekerja di area dengan polusi udara berat.
Riwayat alergi pada keluarga
Riwayat Asthma pada anak-anak.
Riwayat atau adanya faktor pencetus eksaserbasi :
Stress emosional.
Aktivitas fisik yang berlebihan.
Polusi udara.
Infeksi saluran nafas.
Pemeriksaan fisik :
Penyakit Paru Obstruktif Kronik :
Peningkatan dispnea.
Penggunaan otot-otot aksesori pernafasan (retraksi otot-otot abdominal,

mengangkat bahu saat inspirasi, nafas cuping hidung).


Penurunan bunyi nafas.
Takipnea.
Gejala yang menetap pada penyakit dasar: Asthma
Batuk (mungkin produktif atau non produktif), dan perasaan dada seperti

terikat.
Mengi saat inspirasi maupun ekspirasi yang dapat terdengar tanpa

stetoskop.
Pernafasan cuping hidung.
Ketakutan dan diaforesis.
Bronkhitis
Batuk produktif dengan sputum berwarna putih keabu-abuan, yang

biasanya terjadi pada pagi hari.


Inspirasi ronkhi kasar dan whezzing.
Sesak nafas
Bronkhitis (tahap lanjut)
Penampilan sianosis
Pembengkakan umum atau blue bloaters (disebabkan oleh edema

asistemik yang terjadi sebagai akibat dari kor pulmunal).


Emphysema
Penampilan fisik kurus dengan dada barrel chest (diameter thoraks
anterior posterior meningkat sebagai akibat hiperinflasi paru-paru).

Fase ekspirasi memanjang.


Emphysema (tahap lanjut)
Hipoksemia dan hiperkapnia.
Penampilan sebagai pink puffers Jari-jari tabuh.

4) Pemeriksaan diagnostik
1. Kapasitas inspirasi menurun.
2. Volume residu : meningkat pada emphysema, bronkhitis dan asthma.
3. FEV1 selalu menurun = derajat obstruksi progresif Penyakit Paru
4.
5.

Obstruktif Kronik.
FVC awal normal menurun pada bronchitis dan astma.
TLC normal sampai meningkat sedang (predominan pada emphysema).
Analisa Gas Darah
PaO2 menurun, PCO2 meningkat, sering menurun pada astma. PH normal
asidosis, alkalosis respiratorik ringan sekunder.

Transfer gas (kapasitas difusi).


Pada Penyakit Paru Obstruktif Kronik Transfer gas relatif baik.
Pada emphysema : area permukaan gas menurun.
Transfer gas (kapasitas difusi).menurun
Hb dan Hematokrit meningkat pada polisitemia sekunder.
Jumlah darah merah meningkat Eo dan total IgE serum meningkat.
Analisa Gas Darah gagal nafas kronis.
Pulse oksimetri SaO2 oksigenasi menurun.
Elektrolit menurun oleh karena pemakaian deuritika pada corpulmunale.
Sputum :
Pemeriksaan gram kuman/kultur adanya infeksi campuran.
Kuman patogen >> :
Streptococcus pneumoniae.
Hemophylus influenzae.
Moraxella catarrhalis.
Radiologi :
Thorax foto (AP dan lateral).
Hiperinflasi paru-paru, pembesaran jantung dan bendungan area paruparu.
(sumber : http://askepkita.com/tag/lp-ppok-pdf/)

DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan bronkokontriksi,


peningkatan produksi sputum, batuk tidak efektif, kelelahan/berkurangnya tenaga
dan infeksi bronkopulmonal.
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan napas pendek, mucus,
bronkokontriksi dan iritan jalan napas.
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan peningkatan produksi mukus
4. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya

C. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan bronkokontriksi,
peningkatan produksi sputum, batuk tidak efektif, kelelahan/berkurangnya tenaga
dan infeksi bronkopulmonal.
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan jalan nafas kembali efektif
Kriteria Hasil :
a.

Menunjukkan jalan nafas yang paten

b. Mampu mengidentifikasi dan mencegah factor yang dapat menghambat jalan


nafas
c.

Suara nafas bersih, tidah ada sianosis dan dyspneu(mampu bernafas dengan
mudah)
Intervensi :

a.

Beri pasien 6 sampai 8 gelas cairan/hari kecuali terdapat kor pulmonal.


Rasional:
Mencegah terjadinya dehidrasi

b. Ajarkan dan berikan dorongan penggunaan teknik pernapasan diafragmatik dan


batuk.
Rasional :
Mengajarkan cara batuk efektif
c.

Bantu dalam pemberian tindakan nebuliser, inhaler dosis terukur.

Rasional :
Mengatasi sesak yang dialami pasien
d. Instruksikan pasien untuk menghindari iritan seperti asap rokok, aerosol, suhu
yang ekstrim, dan asap.
e.

Ajarkan tentang tanda-tanda dini infeksi yang harus dilaporkan pada dokter
dengan segera: peningkatan sputum, perubahan warna sputum, kekentalan
sputum, peningkatan napas pendek, rasa sesak didada, keletihan.
Rasional :
Pemberian tindakan pengobatan selanjutnya

f.

Berikan antibiotik sesuai yang diharuskan.

2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan napas pendek, mucus,


bronkokontriksi dan iritan jalan napas.
Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan ketidakefektifan pola nafas
pasien dapat teratasi
Kriteria Hasil :
a.

Irama, frekuensi dan kedalaman pernafasan dalam batas normal

b. Bunyi nafas terdengar jelas.


Intervensi :
a.

Kaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, laporkan setiap perubahan


yang terjadi.
Rasional :
Dengan mengkaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, kita dapat
mengetahui sejauh mana perubahan kondisi pasien.

b. Baringkan pasien dalam posisi yang nyaman, dalam posisi duduk, dengan kepala
tempat tidur ditinggikan 60 90 derajat.
Rasional :
Penurunan diafragma memperluas daerah dada sehingga ekspansi paru bisa
maksimal.
c.

Observasi tanda-tanda vital (suhu, nadi, tekanan darah, RR dan respon pasien).

Rasional :
Peningkatan RR dan tachcardi merupakan indikasi adanya penurunan fungsi paru.
d. Bantu dan ajarkan pasien untuk batuk dan nafas dalam yang efektif.
Rasional :
Menekan daerah yang nyeri ketika batuk atau nafas dalam. Penekanan otot-otot
dada serta abdomen membuat batuk lebih efektif.
e. Kolaborasi dengan tim medis lain untuk pemberian O2 dan obat-obatan
Rasional :
Pemberian oksigen dapat menurunkan beban pernafasan dan mencegah terjadinya
sianosis akibat hiponia.
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan peningkatan produksi mukus
Tujuan :
Klien mampu menunjukkan perbaikan oksigenasi
Kriteria hasil :
a. RR normal : 16-20 kali/menit
b. napas panjang
c. Tidak menggunakan otot bantu pernapasan
d. Nadi normal 60-100 kali/menit
Intervensi :
a. Observasi status pernapasan, hasil gas darah arteri, nadi dan nilai oksimetri
Rasional :
Memantau perkembangan kegawatan pernapasan
b. Observasi tanda vital dan status kesadaran
Rasional :
Menentukan status pernapasan dan kesadaran
c. Evaluasi toleransi aktivitas dan batasi aktivitas klien
Rasional :
Mengurangi penggunaan energi berlebihan yang membutuhkan banyak oksigen
d. Berikan oksigenasi yang telah dilembabkan
Rasional :
Memenuhi kebutuhan oksigen

4. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya


Tujuan :
Rasa cemas berkurang atau hilang
Kriteria Hasil :
a.

Ekspresi wajah rileks

b.

RR 16-20 kali/menit

c.

Nadi 60-100 kali/menit

Intervensi :
a. Kaji tingkat kecemasan yang dialami oleh pasien
Rasional :
Untuk menentukan tingkat kecemasan yang dialami pasien sehingga perawat bisa
memberikan intervensi yang cepat dan tepat
b. Beri kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan rasa cemasnya
Rasional :
Dapat meringankan beban pikiran klien
c. Berikan penjelasan yang sederhana dan singkat tentang tujuan intervensi dan
pemeriksaan diagnostik serta anjurkan kepada klien untuk ikut serta dalam
tindakan keperawatan
Rasional :
Agar klien mngetahui tindakan yang akan dilakukan perawat dan ikut serta dalam
tindakan tersebut
d. Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman
Rasional :
Lingkungan yang tenang dan nyaman dapat membantu mengurangi rasa cemas
pasien
C. IMPLEMENTASI

Implementasi merupakan pelaksanaan rencana keperawatan oleh perawat


terhadap pasien. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan
rencana keperawatan diantaranya :
Intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi ;
ketrampilan interpersonal, teknikal dan intelektual dilakukan dengan cermat dan
efisien pada situasi yang tepat, keamanan fisik dan psikologis klien dilindungi
serta dokumentasi intervensi dan respon pasien.
Pada tahap implementasi ini merupakan aplikasi secara kongkrit dari
rencana intervensi yang telah dibuat untuk mengatasi masalah kesehatan dan
perawatan yang muncul pada pasien (Budianna Keliat, 1994)

D. EVALUASI
Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan, dimana
evaluasi adalah kegiatan yang dilakukan secara terus menerus dengan melibatkan
pasien, perawat dan anggota tim kesehatan lainnya.
Tujuan dari evaluasi ini adalah untuk menilai apakah tujuan dalam rencana
keperawatan tercapai dengan baik atau tidak dan untuk melakukan pengkajian
ulang (US. Midar H, dkk, 1989).
.

Daftar Pustaka
Doenges, E. Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta :
EGC
Carpenito, Lynda Jual. Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinis.
Jakarta: EGC
http://askepkita.com/tag/lp-ppok-pdf

Anda mungkin juga menyukai