Anda di halaman 1dari 42

Laporan Survailens Demam Berdarah Dengue Di Ruang Rawat

Inap Anak RS.Pertamina Bintang Amin


Bandar Lampung

Penyaji :
Dian anggun C 11310098
Lintar Mustafa 11310192
Meta Alvionita 11310222
Widya Rizki A 11310399
Wira Rila Zulma 11310430
Pembimbing :
dr. Sri Maria

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI
RS PERTAMINA BINTANG AMIN LAMPUNG

2016
LEMBAR PERSETUJUAN

Laporan Kegiatan Kepaniteraan Klinik Senior Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran Universitas Malahayati di RS Pertamina Bintang Amin
mengenai Laporan Survailens Demam Berdarah Dengue Di Ruang Rawat Inap
Anak RS Pertamina Bintang Amin Bandar Lampung :

Hari/Tanggal :

, Agustus 2016

Judul

: Laporan Survailens Demam Berdarah Dengue Di Ruang Rawat


Inap Anak RS.Pertamina Bintang Amin Bandar Lampung

Penulis

: Dian Anggun C
Lintar Mustafa
Meta Alvionita
Widya Rizky A
Wira Rila Z

11310098
11310192
11310222
11310399
11310430

Mengetahui,
Sekretaris IKM,

Kepala Departemen
FK Universitas Malahayati,

dr.Neno Fitriyani H

dr. T. Marwan Nusri, M.P.H


i
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wa rahmatullahi wa barokatuh


Puji dan syukur kami ucapkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat
dan karuniaNya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan kegiatan di RS
Pertamina Bintang Amin yang dilaksanakan pada tanggal 08-13 Agustus 2016

sebagai salah satu syarat Kepaniteraan Klinik Senior di Departemen Ilmu


Kesehatan Masyarakat / Ilmu Kedokteran Pencegahan / Ilmu Kedokteran
Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas Malahayati Bandar Lampung yang
berjudul Laporan Survailens Demam Berdarah Dengue Di Ruang Rawat Inap

Anak RS.Pertamina Bintang Amin Bandar Lampung


Kami menyadari bahwa dalam penulisan Laporan ini masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat
kami harapkan demi kesempurnaan laporan ini. Semoga laporan ini dapat
memberikan manfaat dan tambahan pengetahuan khususnya kepada penulis dan
kepada pembaca.

ii
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN
KATA PENGANTAR
....................................................................................................................................
ii
DAFTAR ISI
....................................................................................................................................
iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
....................................................................................................................................
5
1.2 Rumusan Masalah
....................................................................................................................................
7
1.3 Tujuan Penelitian
....................................................................................................................................
8
1.4 Manfaat Penelitian
....................................................................................................................................
8
1.5 Metode Penulisan
....................................................................................................................................
8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Survailens
....................................................................................................................................
9
2.1.1 Definisi Survailens
....................................................................................................................................
9
2.1.2 Tujuan SurvailensTata
.........................................................................................................................
12
2.1.3 Manfaat Survailens

.........................................................................................................................
14
2.1.4 Ruang Lingkung Survailen .................................................................
.........................................................................................................................
16
2.1.5 Jenis Survailens
.........................................................................................................................
16
2.1.6 Survailens Efektif..................................................................
.........................................................................................................................
16
2.1.7 Jenis Penyelenggaraan Survailens ................................................................
.........................................................................................................................
19
2.2 Demam Berdarah
2.2.1 Definisi DBD
.........................................................................................................................
20
2.2.2 Etiologi
.........................................................................................................................
21
2.2.3 Manifestasi
.........................................................................................................................
21
2.2.4 Diagnosis DBD
.........................................................................................................................
22
2.2.5 Diagnosis Laboratorium
.........................................................................................................................
24
2.2.6 Pengobatan DBD
.........................................................................................................................
26
2.2.7 Penularan Virus DBD
.........................................................................................................................
28
2.2.8 Tempat Potensial DBD
.........................................................................................................................
30
BAB III METODE SURVAILENS
.........................................................................................................................
34
BAB IV HASIL SURVAILNES .............................................................................. 35
BAB V KESIMPULAN.............................................................................................40

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Penyakit demam berdarah dengue (dengue haemoragic fever) atau lebih
dikenal dengan penyakit DBD adalah penyakit yang disebabkan oleh virus
dengue. Virus ini ditularkan dari orang ke orang oleh nyamuk aedes aegepty.
Penyakit DBD masih merupakan masalah besar dalam kesehatan masyarakat
dan menimbulkan dampak sosial maupun ekonomi. Hal ini disebabkan karena
DBD adalah penyakit yang angka kesakitan dan kematiannya masih tinggi.1
Menurut Word Health Organization populasi di dunia diperkirakan
berisiko terhadap penyakit DBD mencapai 2,5-3 miliar terutama yang tinggal
di daerah perkotaan di negara tropis dan subtropis. Saat ini juga diperkirakan
ada 50 juta infeksi dengue yang terjadi diseluruh dunia setiap tahun.2
Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan pertama
dalam jumlah penderita DBD setiap tahunnya.

Diperkirakan untuk Asia

Tenggara terdapat 100 juta kasus demam dengue (DD) dan 500.000 kasus
DHF yang memerlukan perawatan di rumah sakit, dan 90% penderitanya
adalah anak-anak yang berusia kurang dari 15 tahun dan jumlah kematian
oleh penyakit DHF mencapai 5% dengan perkiraan 25.000 kematian setiap
tahunnya.2 Sementara itu, terhitung sejak tahun 1968 hingga 2009, WHO

mencatat negara Indonesia sebagai negara dengan kasus DBD tertinggi di


6
Asia Tenggara dan tertiggi nomor dua di dunia setelah Thailand.
Menurut Depkes RI pada tahun 2008 dijumpai kasus DBD di Indonesia
sebanyak 137.469 kasus dengan CFR 0,86% dan IR sebesar 59,02 per
100.000 penduduk dan mengalami kenaikan pada tahun 2009 yaitu sebesar
154.855 kasus dengan CFR 0,89% dengan IR sebesar 66,48 per 100.000, dan
pada tahun 2010 Indonesia menempati urutan tertinggi kasus DBD di ASEAN
yaitu sebanyak 156.086 kasus dengan kematian 1.358 orang. Tahun 2011
kasus DBD mengalami penurunan yaitu 49.486 kasus dengan kematian 403
orang .3
Bandar Lampung merupakan daerah endemis DBD. Data dinas kesehatan
5
kota Bandar lampung menyebutkan pada tahun 2010 jumlah penderita DBD
di Bandar Lampung mencapai 413 orang dan 7 orang diantaranya meninggal
dunia. Pada tahun 2012, terjadi peningkatan jumlah penderita DBD di Bandar
Lampung mencapai 1111 orang dan yang meninggal 11 orang, jumlah
tersebut merupakan tertinggi di banding dengan kabupaten lain.4
Kementerian Kesehatan RI mencatat jumlah penderita Demam Berdarah
Dengue (DBD) di Bandar Lampung pada bulan Januari-Februari 2012
sebanyak 219 orang penderita DBD dengan jumlah kematian 17 orang.
Proporsi penderita terbanyak yang mengalami DBD di Indonesia ada pada
golongan anak-anak usia 5-14 tahun, mencapai 42,72% dan yang kedua pada
rentang usia 15-44 tahun, mencapai 34,49%. Melihat banyaknya kasus DBD
pada anak usia sekolah, Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat
mengimbau sekolah untuk meningkatkan aktivitas fisik khususnya pada pukul
09.00 -10.00 dimana waktu nyamuk aedes aegypty biasa menggigit. Kejadian

penyakit demam berdarah dengue di Indonesia cenderung meningkat pada


pertengahan musim penghujan sekitar Januari, dan cenderung turun pada
Februari hingga ke penghujung tahun. Hingga bulan maret ini belum
ditemukan kembali kasus baru penderita DBD, meskipun begitu masyarakat
diminta untuk tetap waspada terhadap penyakit DBD
Saat ini pengendalian terhadap vektor adalah metode yang tersedia untuk
pencegahan demam berdarah dan kontrol terhadap DBD. WHO sendiri terus
mengembangkan strategi global untuk pencegahan dan pengendalian dengue /
DBD, dengan prioritas utama: memperkuat surveilans epidemiologi,
mempercepat pelatihan dan penerapan standar WHO terkait manajemen dan
pedoman klinis DBD, promosi perubahan perilaku pada tingkat individu,
rumah tangga dan masyarakat untuk meningkatkan pencegahan dan
pengendalian, serta penelitian percepatan pada pengembangan vaksin.5
1.2

Rumusan Masalah
1.

Bagaimana distribusi demam berdarah dengue di ruang Rawat Inap


Anak Rumah Sakit Pertamina Bintang Amin, Bandar Lampung pada
bulan Mei sampai dengan bulan Juli 2016 ?

2. Apa sajakah faktor resiko terjadinya demam berdarah dengue pada anak
diruang Rawat Inap Rumah Sakit Pertamina Bintang Amin, Bandar
Lampung bulan Mei sampai Juli 2016?
3. Apakah angkah-langkah yang dapat dilakukan untuk mengurangi angka
kesakitan dan kematian yang disebabkan oleh penyakit demam berdarah
dengue?

9
8

1.3

Tujuan
1. Untuk mengetahui distribusi 10 penyakit terbesar di Ruang Rawat Inap
Anak Rumah Sakit Pertamina Bintang Amin Bandar Lampung pada
bulan Mei sampai dengan bulan Juli 2016.
2. Untuk mengetahui distribusi demam berdarah dengue di Ruang Rawat
Inap Anak Rumah Sakit Pertamina Bintang Amin Bandar Lampung
pada bulan Mei sampai dengan bulan Juli 2016.
3. Untuk mengetahui faktor resiko angka kejadian demam berdarah
dengue pada anak di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Pertamina
Bintang Amin Bandar Lampung pada bulan Mei sampai dengan bulan
Juli 2016
4. Untuk mengetahui langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk
mengurangi angka kesakitan dan kematian yang disebabkan oleh
penyakit demam berdarah dengue.

1.4

Manfaat Penulisan
Pelaksanaan surveilens tersebut dapat memberikan manfaat:
1. Agar mahasiswa co-ass dapat melihat dan mengaplikasikan teori yang
didapat di ruang kuliah dengan keadaan sebenarnya.
2. Masukan bagi tenaga kesehatan ataupun masyarakat tentang distribusi
penyakit demam berdarah dangue di Ruang Rawat Inap Penyakit
Dalam Rumah Sakit Pertamina Bintang Amin, Bandar Lampung pada
bulan mei-juli 2016.

1.5

Metode Penulisan
Metode penulisan makalah ini berupa tinjauan pustaka yang merujuk pada
berbagai literatur, analisis dan diskusi.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Surveilans

2.1.1 Definisi Surveilans


Beberapa ahli telah mendefenisikan surveilans. Langmuir dari Center
of Disease Control (CDC) dari Atlanta, Amerika Serikat mendefenisikan
surveilans sebagai latihan pengawasan berhati-hati yang terus menerus,
berjaga-jaga terhadap distribusi dan penyebaran infeksi dan faktor-faktor
yang berhubungan dengan itu, yang cukup akurat dan sempurna yang
relevan untuk penanggulangan yang efektif.4
Sementara

menurut

Kepmenkes

RI

Nomor

1479/MENKES/SK/X/2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem


Surveilans Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular
Terpadu, menyebut bahwa surveilans adalah adalah kegiatan analisis secara
sistematis dan terus menerus terhadap penyakit atau masalah-masalah
kesehatan dan kondisi yang mempengaruhi terjadinya peningkatan dan
penularan penyakit atau masalah-masalah kesehatan tersebut, agar dapat
melakukan tindakan penanggulangan secara efektif dan efesien melalui
proses

pengumpulan

data,

pengolahan,

dan

penyebaran

informasi

epidemiologi kepada penyelenggara program kesehatan.4


Dari kedua definisi tersebut diatas maka dapat dirumuskan bahwa
-

kegiatan-kegiatan dalam surveilans adalah sebagai berikut4:


Pengumpulan data secara sistematis dan terus menerus
Pengolahan, analisis dan interpretasi data untuk menghasilkan informasi

11
10
0

Penyebarluasan informasi yang dihasilkan kepada orang-orang atau

institusi yang dianggap berkepentingan, dan


menggunakan informasi yang dihasilkan dalam manajemen yaitu
perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan penilaian.
Surveilans kesehatan masyarakat adalah pengumpulan, analisis dan

analisis data secara terus menerus dan sistematis yang kemudian


didiseminasikan (disebarluaskan) kepada pihak-pihak yang bertanggungjawab
dalam pencegahan penyakit dan masalah kesehatan lainnya 5. Surveilans
memantau terus-menerus kejadian dan kecenderungan penyakit, mendeteksi
dan memprediksi outbreak pada populasi, mengamati faktor-faktor yang
mempengaruhi kejadian penyakit, seperti perubahan-perubahan biologis pada
agen, vektor dan reservoir. Selanjutnya surveilans menghubungkan informasi
tersebut kepada pembuat keputusan agar dapat dilakukan langkah-langkah
pencegahan dan pengendalian penyakit5. Kadang digunakan istilah surveilans
epidemiologi.2
Sistem surveilans epidemiologi merupakan tatanan prosedur
penyelenggaraan surveilans epidemiologi yang terintegrasi antara unit-unit
penyelenggara surveilans dengan laboratorium, sumber-sumber data, pusat
penelitian, pusat kajian dan penyelenggara program kesehatan, meliputi tata
hubungan su rveilans epidemiologi antar wilayah Kabupaten/Kota, Propinsi
dan Pusat6. Baik surveilans kesehatan masyarakat maupun surveilans
epidemiologi hakikatnya sama saja, sebab menggunakan metode yang sama,
dan tujuan epidemiologi adalah untuk mengendalikan masalah kesehatan

masyarakat, sehingga epidemiologi dikenal sebagai sains inti kesehatan


masyarakat (core science of public health).
Surveilans memungkinkan pengambil keputusan untuk memimpin
dan mengelola dengan efektif. Surveilans kesehatan masyarakat memberikan
informasi kewaspadaan dini bagi pengambil keputusan dan manajer tentang
masalah-masalah kesehatan yang perlu diperhatikan pada suatu populasi.
Surveilans kesehatan masyarakat merupakan instrumen penting untuk
mencegah outbreak penyakit dan mengembangkan respons segera ketika
penyakit mulai menyebar. Informasi dari surveilans juga penting bagi
kementerian kesehatan, kementerian keuangan, dan donor, untuk memonitor
sejauh mana populasi telah terlayani dengan baik. Sistem surveilans6

Surveilans berbeda dengan pemantauan (monitoring) biasa.


Surveilans dilakukan secara terus menerus tanpa terputus (kontinu)
sedangkan pemantauan dilakukan intermiten atau episodik. Dengan
mengamati secara terus-menerus dan sistematis maka perubahan-perubahan

12
1 13
2

kecenderungan penyakit dan faktor yang mempengaruhinya dapat diamati


atau diantisipasi, sehingga dapat dilakukan langkah-langkah investigasi dan
pengendalian penyakit dengan tepat.
2.1.2 Tujuan Surveilans
Surveilans bertujuan memberikan informasi tepat waktu tentang
masalah kesehatan populasi, sehingga penyakit dan faktor risiko dapat
dideteksi dini dan dapat dilakukan respons pelayanan kesehatan dengan lebih
efektif.
Tujuan Surveilans4,7
1. Untuk mengetahui gambaran epidemiologi masalah kesehatan atau
penyakit pada suatu wilayah
2. Sebagai bahan pertimbangan dalam menetapkan prioritas masalah
kesehatan. Minimal ada tiga persyaratan untuk menetapkan prioritas
masalah kesehatan untuk ditanggulangi yaitu besarnya masalah, adanya
metode untuk mengatasi masalah, dan tersedianya biaya untuk mengatasi
masalah. Dengan data surveilans yang layak dapat diketahui besaran
masalah dari setiap masalah kesehatan yang ada dan keefektifan dari
sebuah metode yang digunakan.
3. Untuk Mengetahui cakupan pelayanan. Atas dasar data kunjungan ke
puskesmas dapat diperkirakan cakupan pelayanan puskesmas itu terhadap
karakteristik tertentu dari penderita dengan membandingkan proporsi
penderita menurut karakteristik tertentu yang berkunjung ke puskesmas,
dan proporsi penderita menurut karakteristik yang sama di populasi dasar
atas dasar data statistic dari daerah yang bersangkutan.

4. Untuk kewaspadaan dini terjadinya Kejadian Luar Bisaa (KLB).


KLB adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian/kematian yang
bermakna secara epidemiologi pada suatu daerah dalam kurun waktu
tertentu6. Setiap kasus gizi buruk juga diperlakukan sebagai KLB. Salah
satu penyakit yang dapat diimunisasi yang dapat menimbulkan KLB
adalah campak, yang harus dilaporkan oleh puskesmas ke DKK. Bila
puskesmas melakukan pengolahan dan analisa setiap minggu, maka ini
merupakan kewaspadaan dini untuk mengetahui minggu keberapa
frekuensi kasus campak lebih meningkat dari bisaanya.
5. Untuk memantau dan menilai program. Setelah keputusan dirumuskan dan
intervensi dilakukan, kita dapat menilai berhasil atau tidaknya intervensi
tersebut dari data surveilans di rentang waktu berikutnya, apakah sudah
terjadi penurunan insiden atau prevalensi penyakit tersebut.
Tujuan khusus surveilans8:
1. Memonitor kecenderungan (trends) penyakit
2. Mendeteksi perubahan mendadak insidensi penyakit untuk mendeteksi dini
outbreak
3. Memantau kesehatan populasi, menaksir besarnya beban penyakit (disease
burden) pada populasi;
4. Menentukan kebutuhan kesehatan prioritas, membantu perencanaan,
14
14

2.1.3

implementasi, monitoring dan evaluasi program kesehatan


5. Mengevaluasi cakupan dan efektivitas program kesehatan;
6. Mengidentifikasi kebutuhan riset
Manfaat Surveilans9
1. Deteksi perubahan akut dari penyakit yang terjadi dan distribusinya
2. Identifikasi dan perhitungan trend dan pola penyakit
3. Identifikasi kelompok resiko tinggi menurut waktu, orang dan
tempat

15

4.
5.
6.
7.

Identifikasi faktor resiko dan penyebab lainnya


Deteksi perubahan layanan kesehatan yang terjadi
Dapat memonitoring kecenderungan penyakit endemis
Mempelajari riwayat alamiah penyakit dan epidemiologinya
8. Memberikan informasi dan data dasar untuk proyeksi kebutuhan

pelayanan kesehatan di masa datang.


2.1.4 Ruang Lingkup Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi
Masalah kesehatan dapat disebabkan oleh berbagai sebab, oleh
karena itu secara operasional masalah-masalah kesehatan tidak dapat
diselesaikan

oleh

sektor kesehatan

sendiri,

diperlukan

tatalaksana

terintegrasi dan komprehensif dengan kerjasama yang harmonis antar sektor


dan antar program, sehingga perlu dikembangkan subsistem survailans
epidemiologi kesehatan yang terdiri dari Surveilans Epidemiologi Penyakit
Menular, Surveilans Epidemiologi Penyakit Tidak Menular, Surveilans
Epidemiologi

Kesehatan

Lingkungan

Dan

Perilaku,

Surveilans

Epidemiologi Masalah Kesehatan dan Surveilans Epidemiologi Kesehatan


Matra
1. Surveilans Epidemiologi Penyakit Menular
Merupakan analisis terus menerus dan sistematis terhadap penyakit
menular dan faktor risiko untuk mendukung upaya pemberantasan
penyakit menular.
2. Surveilans Epidemiologi Penyakit Tidak Menular
Merupakan analisis terus menerus dan sistematis terhadap penyakit tidak
menular dan faktor risiko untuk mendukung upaya pemberantasan
penyakit tidak menular.
3. Surveilans Epidemiologi Kesehatan Lingkungan dan Perilaku
Merupakan analisis terus menerus dan sistematis terhadap penyakit dan
faktor risiko untuk mendukung program penyehatan lingkungnan.
4. Surveilans Epidemiologi Masalah Kesehatan

Merupakan analisis terus menerus dan sistematis terhadap masalah


kesehatan dan faktor risiko untuk mendukung program-program kesehatan
tertentu.
5. Surveilans Epidemiologi Kesehatan Matra
Merupakan analisis terus menerus dan sistematis terhadap masalah
kesehatan dan faktor risiko untuk upaya mendukung program kesehatan
matra8.

16

2.1.5 Jenis Surveilans


Dikenal beberapa jenis surveilans: (1) Surveilans individu; (2)
Surveilans penyakit; (3) Surveilans sindromik; (4) Surveilans Berbasis
Laboratorium; (5) Surveilans terpadu; (6) Surveilans kesehatan masyarakat
global.
2.1.6

Surveilans Efektif
Karakteristik surveilans yang efektif: cepat, akurat, reliabel,
representatif, sederhana, fleksibel, akseptabel, digunakan7
Kecepatan. Informasi yang diperoleh dengan cepat (rapid) dan tepat waktu
(timely) memungkinkan tindakan segera untuk mengatasi masalah yang
diidentifikasi. Investigasi lanjut hanya dilakukan jika diperlukan informasi
tertentu dengan lebih mendalam.
Kecepatan surveilans dapat ditingkatkan melalui sejumlah cara:

17

1) Melakukan analisis sedekat mungkin dengan pelapor data primer, untuk


mengurangi lag (beda waktu) yang terlalu panjang antara laporan dan
tanggapan
2) Melembagakan pelaporan wajib untuk sejumlah penyakit tertentu (notifiable
diseases)
3) Mengikutsertakan sektor swasta melalui peraturan perundangan
4) Melakukan fasilitasi agar keputusan diambil dengan cepat menggunakan
hasil surveilans
5) Mengimplementasikan sistem umpan balik tunggal, teratur, dua-arah dan
segera.
Akurasi. Surveilans yang efektif memiliki sensitivitas tinggi yakni sekecil
mungkin terjadi hasil negatif palsu. Aspek akurasi lainnya adalah spesifisitas,
yakni sejauh mana terjadi hasil positif palsu. Pada umumnya laporan kasus
dari masyarakat awam menghasilkan false alarm (peringatan palsu).
Karena itu sistem surveilans perlu mengecek kebenaran laporan awam ke
lapangan, untuk mengkonfirmasi apakah memang tengah terjadi peningkatan
kasus/ outbreak.
Akurasi surveilans dipengaruhi beberapa faktor:
1) kemampuan petugas
2) infrastruktur laboratorium. Surveilans membutuhkan pelatihan petugas.
Contoh, para ahli madya epidemiologi perlu dilatih tentang dasar
laboratorium,

sedang

teknisi

laboratorium

dilatih

tentang

prinsip

epidemiologi, sehingga kedua pihak memahami kebutuhan surveilans.


Surveilans memerlukan peralatan laboratorium standar di setiap tingkat
operasi untuk meningkatkan kemampuan konfirmasi kasus.

Standar, seragam, reliabel, kontinu. Definisi kasus, alat ukur, maupun


prosedur yang standar penting dalam sistem surveilans agar diperoleh
informasi yang konsisten. Sistem surveilans yang efektif mengukur secara
kontinu sepanjang waktu, bukannya intermiten atau sporadis, tentang
insidensi kasus penyakit untuk mendeteksi kecenderungan. Pelaporan rutin
data penyakit yang harus dilaporkan (reportable diseases) dilakukan
seminggu sekali.
Representatif dan lengkap. Sistem surveilans diharapkan memonitor situasi
yang sesungguhnya terjadi pada populasi. Konsekuensinya, data yang
dikumpulkan perlu representatif dan lengkap. Keterwakilan, cakupan, dan
kelengkapan data surveilans dapat menemui kendala jika penggunaan
kapasitas tenaga petugas telah melampaui batas, khususnya ketika waktu
petugas surveilans terbagi antara tugas surveilans dan tugas pemberian
pelayanan kesehatan lainnya.
Sederhana, fleksibel dan akseptabel. Sistem surveilans yang efektif perlu
sederhana dan praktis, baik dalam organisasi, struktur, maupun operasi. Data
yang dikumpulkan harus relevan dan terfokus. Format pelaporan fleksibel,
bagian yang sudah tidak berguna dibuang. Sistem surveilans yang buruk
biasanya terjebak untuk menambah sasaran baru tanpa membuang sasaran
lama yang sudah tidak berguna, dengan akibat membebani pengumpul data.
Sistem surveilans harus dapat diterima oleh petugas surveilans, sumber data,
otoritas terkait surveilans, maupun pemangku surveilans lainnya. Untuk

19

memelihara komitmen perlu pembaruan kesepakatan para pemangku secara


berkala pada setiap level operasi.
Penggunaan (uptake). Manfaat sistem surveilans ditentukan oleh sejauh
mana informasi surveilans digunakan oleh pembuat kebijakan, pengambil
keputusan, maupun pemangku surveilans pada berbagai level. Rendahnya
penggunaan data surveilans merupakan masalah di banyak negara
berkembang dan beberapa negara maju. Salah satu cara mengatasi problem
ini adalah membangun network dan komunikasi yang baik antara peneliti,
pembuat kebijakan, dan pengambil keputusan.9,10
2.1.7

Jenis Penyelenggaraan Kegiatan Surveilans


Pelaksanaan surveilans epidemiologi kesehatan dapat menggunakan
satu cara atau kombinasi dari beberapa cara penyelenggaraan surveilans
epidemiologi. Cara-cara penyelenggaraan surveilans epidemiologi dibagi
berdasarkan atas metode pelaksanaan, aktifitas pengumpulan data dan pola
pelaksanaannya.

1. Penyelenggaraan Berdasarkan Metode Pelaksanaan


a. Surveilans Epidemiologi Rutin Terpadu adalah penyelenggaraan
surveilans epidemiologi terhadap beberapa kejadian, permasalahan,
dan atau faktor risiko kesehatan
b. Surveilans Epidemiologi Khusus adalah penyelenggaraan surveilans
epidemiologi terhadap suatu kejadian, permasalahan, faktor risiko atau
situasi khusus kesehatan

c. Surveilans Sentinel adalah penyelenggaraan surveilans epidemiologi


pada populasi dan wilayah terbatas untuk mendapatkan signal adanya
masalah kesehatan pada suatu populasi atau wilayah yang lebih luas
d. Studi Epidemiologi adalah penyelenggaraan surveilans epidemiologi
pada periode tertentu serta populasi dan atau wilayah tertentu untuk
mengetahui lebih mendalam gambaran epidemiologi penyakit,
permasalahan dan atau faktor risiko kesehatan
20

2. Penyelenggaraan Berdasarkan Pola Pelaksanaan


a. Pola Kedaruratan, adalah kegiatan surveilans yang mengacu pada
ketentuan yang berlaku untuk penanggulangan KLB dan atau wabah
dan atau bencana
b. Pola Selain Kedaruratan, adalah kegiatan surveilans yang mengacu
pada ketentuan yang berlaku untuk keadaan diluar KLB dan atau
wabah dan atau bencana
3. Penyelenggaraan Berdasarkan Kualitas Pemeriksaan
a. Bukti klinis atau tanpa peralatan pemeriksaan, adalah kegiatan
surveilans dimana data diperoleh berdasarkan pemeriksaan klinis atau
tidak menggunakan peralatan pendukung pemeriksaan
b. Bukti laboratorium atau dengan peralatan khusus, adalah kegiatan
surveilans

dimana

data

diperoleh

berdasarkan

pemeriksaan

laboratorium atau peralatan pendukung pemeriksaan lainnya11.


2.2

Demam Berdarah Dengue

21

2.2.1 Definisi Demam Berdarah Dengue


Penyakit De
menular

mam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit

yang disebabkan oleh virus

dengue dan ditularkan oleh

nyamuk Aedes aegypti, yang ditandai dengan demam mendadak dua


sampai tujuh hari tanpa penyebab yang jelas, lemah/lesu, gelisah, nyeri
hulu hati, disertai tanda perdarahan dikulit berupa petechie, purpura,
echymosis,

epistaksis,

perdarahan

gusi,

hematemesis,

melena,
3

hepatomegali, trombositopeni dan kesadaran menurun atau renjatan.

2.2.2 Etiologi Demam Berdarah Dengue


Penyakit

DBD disebabkan oleh virus dengue. Virus ini termasuk

dalam grup B Antropod Borne Virus (Arboviroses) kelompok flavivirus


dari family flaviviridae, yang terdiri dari empat serotipe, yaitu DEN 1,
DEN 2, DEN 3, DEN 4. Masing- masing saling berkaitan sifat
antigennya dan dapat menyebabkan sakit pada manusia. Keempat tipe
virus ini telah ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. DEN 3
merupakan serotipe yang paling sering ditemui selama terjadinya KLB di
Indonesia diikuti DEN 2, DEN 1, dan DEN 4. DEN 3 juga merupakan
serotipe yang paling dominan yang berhubungan dengan tingkat
keparahan penyakit yang menyebabkan gejala klinis yang berat dan
penderita banyak yang meninggal.
Nyamuk

Aedes

aegypti

10

maupun

Aedes

albopictus

merupakan

vektor penularan virus dengue dari penderita kepada orang lain melalui

gigitannya. Nyamuk Aedes aegypti merupakan vektor penting di daerah


perkotaan (daerah urban) sedangkan daerah pedesaan (daerah rural)
kedua spesies nyamuk tersebut berperan dalam penularan.

11

2.2.3. Manifestasi Klinis


Infeksi oleh virus dengue dapat bersifat asimtomatik maupun
simtomatik yang meliputi demam biasa (sindrom virus), demam dengue,
atau demam berdarah dengue termasuk sindrom syok dengue (DSS).
Penyakit demam dengue biasanya tidak menyebabkan kematian,
penderita sembuh tanpa gejala sisa. Sebaliknya, DHF merupakan

22

penyakit demam akut yang mempunyai ciri-ciri demam, manifestasi


perdarahan dan berpotensi

mengakibatkan renjatan yang dapat

menyebabkan kematian. Gambaran klinis bergantung pada usia, status


imun penjamu, dan strain virus.

2.2.4. Diagnosis

4,5,18

Diagnosis DBD ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis menurut


WHO tahun 1997 terdiri dari kriteria klinis dan laboratorium.
1. Kriteria Klinis
a.

Demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas, berlangsung


terus menerus selama 2-7 hari.

b. Terdapat manifestasi perdarahan ditandai dengan : uji tourniquet


positif, petechie, echymosis, purpura, perdarahan mukosa,
epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis dan malena.
Uji tourniquet dilakukan dengan terlebih dahulu menetapkan

23

tekanan darah. Selanjutnya diberikan tekanan di antara sistolik


dan diastolik pada alat pengukur yang dipasang pada lengan di
atas siku; tekanan ini diusahakan menetap selama percobaan.
Setelah dilakukan tekanan selama 5 menit, diperhatikan
timbulnya petekia pada kulit di lengan bawah bagian medial
pada sepertiga bagian proksimal. Uji dinyatakan positif apabila
pada 1 inchi persegi (2,8 x 2,8 cm) didapat lebih dari 20
13

petekia.

c. Pembesaran hati (hepatomegali).


d. Syok (renjatan) ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan
tekanan nadi, hipotensi, kaki dan tangan dingin, kulit lembab, dan
gelisah.
2. Kriteria Laboratorium
a. Trombositopeni ( < 100.000 sel/ml)
b. Hemokonsentrasi, dapat dilihat dari peningkatan hematokrit 20%
atau lebih.
3. Derajat Penyakit DBD, menurut WHO tahun 1997

4,5

Derajat penyakit DBD diklasifikasikan dalam 4 derajat, yaitu :


a.

Derajat

I Demam

disertai

dengan

gejala

umum

nonspesifik,satu-satunya manifestasi perdarahan ditunjukkan melalui


uji tourniquet yang positif.
b.

Derajat II Selain manifestasi yang dialami pasien derajat I,

perdarahan spontan juga terjadi, biasanya dalam bentuk perdarahan


kulit dan atau perdarahan lainnya.

c. Derajat III Demam, perdarahan spontan, disertai atau tidak


disertai hepatomegali dan ditemukan gejala-gejala kegagalan
sirkulasi meliputi nadi yang cepat dan lemah, tekanan nadi menurun
(< 20 mmHg) atau hipotensi disertai kulit lembab dan dingin
serta gelisah.
d. Derajat IV

Demam, perdarahan spontan, disertai / tidak

disertai hepatomegali dan ditemukan gejala syok (renjatan) yang


sangat berat dengan tekanan darah dan denyut nadi yang tidak
terdeteksi.

24

2.2.5. Diagnosis Laboratorium


Pemeriksaan laboratorium yang sangat penting untuk
memastikan diagnosis infeksi dengue, meliputi :
1. Pengumpulan Spesimen
Salah

satu aspek yang

esensial untuk diagnosis

laboratorium adalah pengumpulan, pegolahan, penyimpanan, dan


pengantaran spesimen.
Persyaratan dari jenis spesimen, cara penyimpanan dan pengiriman
dapat dilihat
pada tabel berikut ini :
Jenis spesimen
Spesimen darah

Waktu pengambilan
0-5 hari setelah onset

Penyimpanan
0
-70 C

Spesimen darah

2-3 minggu setelah

-20 C

Jaringan

Secepatnya setelah

-70 C

meninggal

Pengiriman
dry-ice

beku/es

dry-ice

25

Spesimen S1 adalah sampel darah yang diambil pada stadium


akut atau secepatnya setelah onset penyakit atau segera setelah
masuk rumah sakit. Spesimen S2 adalah sampel darah yang diambil
pada waktu penderita akan meninggalkan rumah sakit atau
secepatnya sebelum meninggal. Spesimen S3 adalah sampel darah
yang diambil 2-3 minggu setelah spesimen akut. Waktu antara
yang paling baik untuk pengambilan spesimen akut dan kovalesen
adalah

Untuk pemeriksaan serologi pengumpulan spesimen darah dapat


dilakukan dengan 2 cara :
a. dengan menggunakan kertas saring (filter paper khusus).
Darah diteteskan pada kertas saring sampai jenuh, bolak-balik
sehingga seluruh permukaan filter paper terisi darah rata. Darah dapat
dari pembuluh vena dapat pula darah dari ujung jari (ujung jari
ditusuk). Kertas saring yang berisi darah dibiarkan kering pada
temperatur kamar. Jangan dikeringkan dengan panas sinar matahari
atau yang lainnya. Kertas saring yang berisi darah yang telah kering
disimpan dalam tempat yang kering pada suhu kamar tidak lebih dari 3
bulan. Kirimkan dalam amplop atau kantong plastik ke laboratorium
secepatnya sebelum waktu 3 bulan tersebut.
b.dengan serum darah diambil secara asepsis dengan menggunakan
semprit. Serum dipisahkan dengan diputar 1500-2000 putaran sekitar 10-

15 menit. Serum yang terpisah dipindahkan dalam botol kecil dengan


0

menggunakan pipet Pasteur. Serum tersebut disimpan pada suhu -20 C


sebelum dikirim ke laboratorium.
2. Isolasi Virus
Isolasi sebagian besar str

ain virus dengue dari spesimen klinis dapat

dilakukan pada sebagian besar kasus asalkan sampel diambil dalam


beberapa hari pertama sakit dan langsung diproses tanpa penundaan.
Spesimen yang mungkin sesuai untuk isolasi virus diantaranya serum
fase akut dari pasien, autopsi jaringan dari kasus fatal, terutama dari
hati, limpa, nodus limfe.

26

13

3. Uji Serologis
Uji

hemaglutinasi

inhibisi

(uji

HI)

merupakan

salah

satu

pemeriksaaan serologi untuk penderita DBD dan telah ditetapkan


oleh WHO sebagai standar pada
pemeriksaan serologi penderita DBD dibandingkan pemeriksaan
serologi lainnya seperti

ELISA, uji komplemen fikasi, uji


5

netralisasi, dan sebagainya.

Apapun jenis uji yang dilakukan,

konfirmasi serologis sudah pasti bergantung pada kenaikan yang


signifikan (4 kali lipat atau lebih) pada antibodi spesifik dalam
sampel serum diantara fase akut dan fase pemulihan. Kumpulan
antigen untuk sebagian besar uji serologis ini harus mencakup
keempat serotipe dengue.

2.2.6. Pengobatan Penderita DBD

5,12,18

27

Pengobatan penderita DBD pada dasarnya bersifat simptomatik dan


suportif yaitu pemberian cairan oral untuk mencegah dehidrasi.
1. Penatalaksanaan DBD tanpa komplikasi :
a. Istirahat total di tempat tidur.
b. Diberi minum 1,5-2 liter dalam 24 jam (susu, air dengan
gula atau air ditambah garam/oralit). Bila cairan oral tidak
dapat diberikan oleh karena tidak mau minum, muntah atau
nyeri perut berlebihan, maka cairan inravena harus diberikan.
c. Berikan makanan lunak
d. Medikamentosa
hiperpireksia
bersifat

yang

bersifat

dapat diberikan

asetaminofen,

eukinin,

simptomatis.

kompres,

antipiretik

Untuk
yang

atau dipiron dan jangan

diberikan asetosal karena dapat menyebabkan perdarahan.


e. Antibiotik diberikan bila terdapat kemungkinan terjadi infeksi
sekunder.
2. Penatalaksanaan pada pasien syok :
a. Pemasangan infus yang diberikan dengan diguyur, seperti NaCl,
ringer laktat dan dipertahankan selama 12-48 jam setelah syok
diatasi.
b. Observasi keadaan umum, nadi, tekanan darah, suhu, dan
pernapasan tiap jam, serta Hemoglobin (Hb) dan Hematokrit (Ht)
tiap 4-6 jam pada hari pertama selanjutnya tiap 24 jam.
Nilai normal Hemoglobin :
Anak-anak

: 11,5 12,5 gr/100

Laki-laki dewasa

: 13 16 gr/100 ml

Wanita dewasa

: 12 14 gr/100 ml

Nilai normal Hematokrit :


Anak-anak

c.

: 33 38 vol %

Laki-laki dewasa

: 40 48 vol %

Wanita dewasa

: 37 43 vol %

Bila pada pemeriksaan darah didapatkan penurunan kadar Hb


dan Ht maka diberi transfusi darah.
28

2.2.7

Penularan Virus Dengue

D
emam berdarah dengue tidak menular melalui kontak manusia
dengan manusia. Virus dengue sebagai penyebab demam berdarah hanya
dapat ditularkan melalui nyamuk. Oleh karena itu, penyakit ini
termasuk kedalam kelompok arthropod borne diseases. Virus dengue
berukuran 35-45 nm. Virus ini dapat terus tumbuh dan berkembang
12

dalam tubuh manusia dan nyamuk.

Terdapat tiga faktor yang memegang peran pada penularan infeksi


dengue yaitu manusia, virus dan vektor perantara. Virus dengue masuk
ke dalam tubuh nyamuk pada saat

menggigit manusia yang sedang

mengalami viremia, kemudian virus dengue ditularkan kepada manusia


melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus yang
infeksius. Seseorang

yang

di

dalam

darahnya

memiliki

virus

29

dengue

(infektif) merupakan sumber penular DBD. Virus dengue

berada dalam darah selama 4-7 hari mulai 1-2 hari sebelum demam
(masa inkubasi instrinsik). Bila penderita DBD digigit nyamuk penular,
maka virus dalam darah akan ikut terhisap masuk ke dalam lambung
nyamuk. Selanjutnya virus akan berkembangbiak dan menyebar ke
seluruh bagian tubuh nyamuk, dan juga dalam kelenjar saliva. Kira-kira
satu minggu setelah menghisap darah penderita (masa inkubasi
ekstrinsik), nyamuk tersebut siap untuk menularkan kepada orang lain.
Virus ini akan tetap berada dalam tubuh nyamuk sepanjang hidupnya.
Oleh karena itu nyamuk Aedes aegypti yang telah menghisap virus
13

dengue menjadi penular (infektif) sepanjang hidupnya. Penularan ini


terjadi karena setiap kali nyamuk menggigit (menusuk),
sebelum menghisap darah akan mengeluarkan air liur melalui saluran
alat tusuknya (probosis), agar darah yang dihisap tidak membeku.
Bersama air liur inilah virus dengue dipindahkan dari nyamuk ke
orang

lain.

13

Hanya

nyamuk

Aedes

aegypti betina yang dapat

12

menularkan virus dengue.

Nyamuk betina sangat menyukai darah manusia (anthropophilic) dari


pada darah binatang. Kebiasaan menghisap darah terutama pada pagi hari
jam 08.00-10.00 dan sore hari jam 16.00-18.00. Nyamuk betina
mempunyai kebiasaan menghisap darah berpindah-pindah berkali-kali
dari satu individu ke individu lain (multiple biter). Hal ini disebabkan
karena pada siang hari manusia yang menjadi sumber makanan darah
utamanya dalam keadaan aktif bekerja/bergerak sehingga nyamuk tidak

bisa menghisap darah dengan tenang sampai kenyang pada satu individu.
Keadaan inilah yang menyebabkan penularan penyakit DBD menjadi
4

lebih mudah terjadi.

2.2.8 Tempat Potensial Bagi Penularan Penyakit DBD


Penularan penyakit DBD dapat terjadi di semua tempat yang
terdapat nyamuk penularnya. Tempat-tempat potensial untuk terjadinya
penularan DBD adalah
a. Wilayah yang banyak kasus DBD (rawan/endemis)
b. Tempat-tempat umum merupakan tempat berkumpulnya orangorang

yang datang dari berbagai wilayah sehingga kemungkinan

terjadinya pertukaran beberapa tipe virus dengue cukup besar.


Tempat-tempat umum itu antara lain :
i. Sekolah
Anak murid sekolah berasal dari berbagai wilayah,
merupakan kelompok umur yang paling rentan untuk terserang
penyakit DBD.
ii. Rumah Sakit/Puskesmas dan sarana pelayanan kesehatan lainnya :
Orang datang dari berbagai wilayah dan kemungkinan
diantaranya adalah penderita DBD, demam dengue atau carier
virus dengue.
iii. Tempat umum lainnya seperti :Hotel, pertokoan, pasar, restoran,
tempat-tempat ibadah dan lain-lain.
2.2.6 Lingkungan Hidup
Ny
amuk

Aedes

aegypti

seperti

nyamuk

lainnya

mengalami

31

metamorfosis sempurna yaitu telur jentik kepompong nyamuk.


Stadium telur, jentik dan kepompong hidup di dalam air. Pada umumnya
telur akan menetas menjadi jentik dalam waktu kurang lebih 2 hari
setelah telur terendam air. Telur dapat bertahan hingga kurang lebih
selama 2-3 bulan apabila tidak terendam air, dan apabila musim
penghujan tiba dan kontainer menampung air, maka telur akan terendam
kembali dan akan menetas menjadi jentik. Stadium jentik biasanya
berlangsung 6-8 hari, dan stadium pupa (kepompong) berlangsung
antara 2-4 hari. Pertumbuhan dari telur menjadi dewasa 9-10 hari. Umur
16

nyamuk betina dapat mencapai 2-3 bulan.

Pergerakan nyamuk dari tempat perindukan ke tempat mencari


mangsa dan ke tempat istirahat ditentukan oleh kemampuan terbang.
Jarak terbang nyamuk betina biasanya 40-100 meter. Namun secara pasif
misalnya angin atau terbawa kendaraan maka nyamuk

ini dapat

14

berpindah lebih jauh.


2.2.7

Tempat Perkembangbiakan Aedes aegypti


Tempat perkembangbiakan
utama nyamuk Aedes aegypti
ialah pada tempat-tempat penampungan air berupa genangan air
yang tertampung di suatu tempat atau bejana di dalam atau sekitar
rumah atau tempat-tempat umum, biasanya tidak melebihi jarak 500
meter dari rumah. Nyamuk ini biasanya tidak dapat berkembangbiak di
genangan air yang langsung berhubungan dengan tanah.
5. Jenis tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti

dapat

6.

dikelompokkan sebagai berikut :


Tempat Penampungan Air (TPA), yaitu tempat-tempat untuk
menampung air guna keperluan sehari-hari, seperti: tempayan, bak

mandi, ember, dan lain-lain.


7. Bukan tempat penampungan air (non TPA), yaitu tempat-tempat
yang biasa menampung air tetapi bukan untuk keperluan seharihari, seperti : tempat minum hewan peliharaan (ayam, burung dan
lain-lain), barang bekas (kaleng,botol, ban,pecahan gelas, dan lainlain), vas bunga,perangkap semut, penampung air dispenser, dan
32

lain-lain.
8. Tempat penampungan air alami, seperti : Lubang pohon, lubang
batu, pelepah daun, tempurung kelapa, kulit kerang, pangkal pohon
pisang, potongan bambu, dan lain-lain
2.2.8 Pengendalian Vektor
Pengendalian vektor adalah upaya untuk menurunkan kepadatan
populasi nyamuk Aedes aegypti. Secara garis besar ada 3 cara
pengendalian vektor yaitu :
a. Pengendalian Cara Kimiawi
Pada

pengendalian

kimiawi

digunakan

insektisida

yang

ditujukan pada nyamuk dewasa atau larva. Insektisida yang


dapat

digunakan

adalah

dari

golongan organoklorin,

organofosfor, karbamat, dan pyrethoid. Bahan-bahan insektisida


dapat diaplikasikan dalam bentuk penyemprotan (spray) terhadap
rumah-rumah penduduk. Insektisida yang dapat digunakan
terhadap larva Aedes aegypti yaitu dari golongan organofosfor

33

(Temephos) dalam bentuk sand granules yang larut dalam air di


tempat perindukan nyamuk atau sering disebut dengan abatisasi.
b.

Pengendalian hayati/ Biologik


Pengendalian hayati atau sering disebut dengan pengendalian
biologis dilakukan dengan menggunakan kelompok hidup, baik
dari golongan mikroorganisme hewan invertebrate atau vertebrata.
Sebagai pengendalian hayati dapat berperan sebagai patogen,
parasit dan pemangsa. Beberapa jenis ikan kepala timah
(Panchaxpanchax), ikan gabus (Gambusia affinis)

adalah

pemangsa yang cocok untuk larva nyamuk. Beberapa jenis


golongan cacing nematoda seperti Romanomarmis iyengari dan
Romanomarmis culiforax merupakan parasit yang cocok untuk
larva nyamuk.
c. Pengendalian Lingkungan
Pengendalian lingkungan dapat digunakan beberapa cara antara lain
dengan mencegah nyamuk kontak dengan manusia yaitu
memasang kawat kasa pada pintu, lubang jendela dan ventilasi
diseluruh bagian rumah. Hindari menggantung pakaian di kamar
mandi, dikamar tidur,ditempat yang tidak terjangkau sinar
matahari.

BAB III
METODE SURVAILENS
3.1

Waktu dan Tempat Survailens

3.1.1 Tempat Survailens


Ruang Rawat Inap Anak RS Pertamina Bintang Amin, Bandar
Lampung.
3.1.2 Waktu Survailens
Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus 2016.
3.2

Subjek Survailens

3.2.1

Populasi
Seluruh pasien di ruang rawat inap Anak RS Pertamina Bintang Amin,
Bandar Lampung pada bulan Mei 2016 - Juli 2016 yaitu sebesar 82 pasien.

3.2.2 Sampel
Seluruh pasien demam berdarah di ruang rawat inap Anak RS
Pertamina Bintang Amin, Bandar Lampung pada bulan Mei 2016 Juli
2016 yang diambil datanya dari rekam medik yang berjumlah 30 orang.
3.3

Pengumpulan Data Survailens


Data dikumpulkan melalui rekam medik pasien yang dirawat pada
bulan Mei 2016 Juli 2016 di ruang rawat inap Anak RS Pertamina Bintang
Amin, Bandar Lampung.

35

BAB IV
HASIL SURVAILENS
4.1 Jumlah Pasien dan Distribusi Penyakit Infeksi

30
25
20
15

Juli
Juni

10

Mei

5
0
Typhoid

DBD

GEA

Morbili

Jumlah penyakit infeksi dilingkungan Ruang Rawat Inap Anak RS Pertamina


Bintang Amin Periode Mei 2016 Juli 2016. Dari 82 Pasien, pasien
terdiagnosis Penyakit Typhoid adalah 23 pasien , pasien terdiagnosis Penyakit
DBD adalah 30 pasien, pasien terdiagnosis Penyakit GEA adalah 21 pasien,
pasien terdiagnosis Penyakit Morbili adalah 8 pasien.

36

4.2 Distribusi Usia Pasien Demam Berdarah

16
14
12
10
8
6
4
2
0
1 - 5 th

6 - 10 th

11 - 15 th

Berdasarkan distribusi usia pasien DBD di ruang rawat inap Anak Rs.Bintang
Amin, Bandar lampung. Bahwa pasien yang berusia 1 5 tahun berjumlah 5
pasien, pasien yang berusia 6 10 tahun berjumlah 15 pasien, pasien yang
berusia 11 15 tahun berjumlah 10 pasien
4.3 Distribusi Pasien Demam Berdarah Menurut Jenis Kelamin

37

18
16
14
12
10
8
6
4
2
0
Laki-laki
Perempuan

Berdasarkan distribusi jenis kelamin pasien DBD di ruang rawat inap


Anak Rs.Bintang Amin, Bandar lampung. Bahwa,pasien yang berjenis
kelamin laki-laki berjumlah 17 pasien, sedangkan pasien yang berjenis
kelamin perempuan berjumlah 13 pasien
Pembahasan
Sesuai dengan teori yang ada kegiatan-kegiatan dalam surveilans demam
berdarah dengue ini antara lain dengan pengumpulan data secara sistematis,
pengolahan data, analisis dan interpretasi data sehingga menghasilkan
informasi. Survailens mengenai demam berdarah dengue ini memungkinkan
pengambil keeputusan untuk memimpin dan mengelola dengan efektif dari
demam berdarah dengue sendiri Dari data survailens demam berdarah dengue
ini dapat menyebarluasan informasi yang dihasilkan kepada orang-orang atau
institusi yang dianggap berkepentingan dan dapat menggunakan informasi
yang dihasilkan dalam manajemen yaitu perencanaan, pelaksanaan,
pemantauan, dan penilaian.
Kegiatan surailens ini diharapkan dapat dilakukan secara terus
menerus agar didiseminasikan (disebarluaskan) kepada pihak-pihak yang

bertanggungjawab dalam pencegahan penyakit dan masalah kesehatan


lainnya. Sehingga dapat mencegah outbreak penyakit dan mengembangkan
respons segera ketika penyakit mulai menyebar, memonitor kecenderungan
(trends) penyakit mendeteksi perubahan mendadak insidensi penyakit, untuk
mendeteksi dini outbreak memantau kesehatan populasi, menaksir besarnya
beban penyakit (disease burden) pada populasi, menentukan kebutuhan
kesehatan prioritas, membantu perencanaan, implementasi, monitoring, dan
evaluasi program kesehatan, mengevaluasi cakupan dan efektivitas program
kesehatan, mengidentifikasi kebutuhan riset terutama penyakit demam
berdarah dangue.

38

Pada surveilens demam berdarah dengue yang dilakukan di ruang


rawat inap Penyakit Dalam Rumah Sakit Pertamina Bintang Amin pada
periode bulan Mei - juli 2016 ini diawali dengan mengetahui distribusi
penyakit berbasis infeksi. Dari 82 Pasien, pasien terdiagnosis Penyakit
Typhoid adalah 23 pasien, pasien terdiagnosis Penyakit DBD adalah 30
pasien, pasien terdiagnosis Penyakit GEA adalah 21 pasien, pasien
terdiagnosis Penyakit Morbili adalah 8 pasien.
Berdasarkan distribusi jenis kelamin pasien DBD di ruang rawat inap
Anak Rs.Bintang Amin, Bandar lampung. Bahwa,pasien yang berjenis
kelamin laki-laki berjumlah 17 pasien, sedangkan pasien yang berjenis
kelamin perempuan berjumlah 13 pasien
Berdasarkan distribusi usia pasien DBD di ruang rawat inap Anak
Rs.Bintang Amin, Bandar lampung. Bahwa, pasien yang berusia 1 5 tahun
berjumlah 5 pasien, pasien yang berusia 6 10 tahun berjumlah 15 pasien,
pasien yang berusia 11 15 tahun berjumlah 10 pasien.
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit menular
yang disebabkan oleh virus

dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes

aegypti, yang ditandai dengan demam mendadak dua sampai tujuh hari tanpa
penyebab yang jelas, lemah/lesu, gelisah, nyeri hulu hati, disertai tanda

39

perdarahan dikulit berupa petechie, purpura, echymosis, epistaksis,


perdarahan gusi, hematemesis, melena, hepatomegali, trombositopeni, dan
kesadaran menurun atau renjatan
Peran tenaga kesehatan terhadap masalah ini adalah pemberi
pengetahuan kesehatan kepada anggota keluarga yang sakit, sebagai pendidik
kesehatan, dan sebagai fasilitator agar pelayanan kesehatan mudah dijangkau
dan dengan mudah dapat menampung permasalahan yang dihadapi keluarga
serta membantu mencarikan jalan pemecahannya, misalnya mengajarkan
kepada keluarga untuk mencegah agar tidak terjadi penyakit dbd dengan
pendekatan PHBS kepada masyarakat antara lain dengan menjaga kebersihan
lingkungan rumah, seperti menguras kamar mandi, menutup atau membuang
genangan air agar mencegah bersarang nya jentik nyamuk Aedes aegypti.
Dalam hal ini perawatan dirumah sakit sangat dianjurkan untuk
mendapatkan perawatan isolasi untuk mencegah komplikasi yang lebih berat.
Komplikasi sering terjadi pada keadaan hipertermi, toksemia berat ada
kelemahan yang umum agar kematian akibat komplikasi dapat dihindari.
Selain itu juga berikan edukasi berupa pemahaman mengenai demam
berdarah dengue kepada masyarakat mengenai demam berdarah dengue.
Mulai dari pengertian, penyebab, gejala dan tanda, patogenesis atau
perjalanana penyakit serta terapi yang dapat diberikan terutama cara
mencegah agar tidak tterkena demam berdarah dengue dan cara mencegah
penularana demam berdarah dengue.

BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Pasien rawat inap di ruang rawat inap anak sebanyak 82 Pasien. Demam
berdarah dengue merupakan penyakit terbanyak yaitu 30 pasien. Jenis
kelamin paling banyak adalah laki-laki. Usia terbanyak adalah 6 10
tahun.
2. Langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk mengurangi angka kesakitan
dan kematian yang disebabkan oleh penyakit demam DBD adalah dengan
pendekatan PHBS kepada masyarakat dan pemberian edukasi dan
pemahaman mengenai demam berdarah dengue
5.2 Saran
1.

Disarankan kepada pasien agar dapat mengetahui demam berdarah dengue.

2. Disarankan kepada pasien agar perilaku mencuci tangan dapat dilakukan


sesuai dengan standar kesehatan seperti mencuci tangan sebelum dan
sesudah makan, menggunakan sabun antiseptik, menggunakan tehnik
mencuci tangan dan mengeringkan tangan dengan menggunakan tissue
sehingga mengurangi risiko terjadinya demam berdarah dengue.
3. Disarankan kepada tenaga medis agar dapat melakukan penyuluhan
dimasyarakat tentang penyakit demam berdarah dengue, sehingga dapat
mengurangi angka kejadian penyakit demam berdarah dengue.

41

DAFTAR PUSTAKA
1. Fernando RL. Demam Thypoid. Bandung: Binapura Aksara. 2001. Hal: 12-24
2. Suharyo hadisaputro, 1989, dan Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI,
2007
3. Soedarto. Penyakit Demam Thypoid. Jakarta: Rineka cipta. 2005. Hal: 23-5
4. KEMENKES RI. Panduan Sosialisasi Tatalaksana Pada Balita. 2011
5. Buchari, Lapau. Prinsip dan Metode Epidemiologi. Jakarta: Balai Penerbit FK
UI; 2009. Hal: 59
6. KEMENKES/SK/X/2003 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem
Surveilans Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit tidak menular
Terpadu. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia; 2003
7. DCP2. Public health surveillance. The best weapon to avert epidemics.
Disease Control Priority Project. 2008.
www.dcp2.org/file/153/dcpp
surveillance.pdf
8. Last, JM. A dictionary of epidemiology. New York: Oxford University Press,
Inc. 2001. P : 60
9. KEMENKES/SK/VIII/2003 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem
Surveilans Epidemiologi Kesehatan. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia;2003
10. Chin, James. Manual Pemberantasan Penyakit Menular Ed.17. Jakarta:
Depkes RI; 2007
11. Kasjono, Subaris H. Intisari Epidemiologi. Jakarta: Balai Penerbit FK UI;

2009. Hal: 14
12. Muliawan, Surjawidjaya. Diagnosis dini demam tifoid dengan menggunakan
protein membran luar S. Typhi sebagai antigen spesifik. Jakarta: WIDI.
1999. Hal: 7-10
13. Wardani. pemariksaan salmonella typhi. 2008 [cited 2010 06 mei]; Available
from: http://mikrobia.com/2008/05/salmonella-paratyphi_1.pdf.
14. WHO, The diagnosis, treatment and prevention of typhoid fever. 2003,
Geneva: Department of Vaccines and Biologicals.
41

15. Irianto, K., mikrobiologi menguak dunia mikroorganisme. Jakarta:


CV.Yrama Widya.2006. Hal: 150
16. Widodo D. Demam tifoid. Dalam buku ajar ilmu penyakit dalam interna.
Jakarta: EGC.Hal: 142-50
17. Biologicals, D.o.V.a., The diagnosis, treatment and prevention of typhoid
fever. 2003. P: 65-72
18. Prasetyo, R. Ismoedijanto V. Metode diagnostik demam tipoid pada anak.
Dalam divisi tropik dan penyakit infeksi. Bagian/SMF Ilmu Kesehatan
Anak FK UNAIR. 2009.

Anda mungkin juga menyukai