Anda di halaman 1dari 23

REFERAT

SYOK DAN PENGELOLAAN SYOK SECARA UMUM

PEMBIMBING :
dr. Eko Budi Prasetyo, Sp.An

DISUSUN OLEH :
Meita Kusumo Putri, S. Ked
NIM : 030.10.174

KEPANITERAAN KLINIK ANESTESI


RUMAH SAKIT TNI AL MINTOHARDJO
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
PERIODE 18 AGUSTUS 20 SEPTEMBER 2014
0

LEMBAR PENGESAHAN
Nama mahasiswa

: Meita Kusumo Putri, S. Ked

NIM

: 030.10.174

Bagian

: Kepaniteraan Klinik Anestesi FK Universitas Trisakti

Periode

: 18 Agustus 20 September 2014

Judul

: Syok dan Pengelolaan Syok Secara Umum

Pembimbing

: dr. Eko Budi Prasetyo, Sp.An

Telah diperiksa dan disahkan pada tanggal :


Sebagai salah satu syarat dalam mengikuti dan menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Anestesi
di Rumah Sakit TNI AL Mintohardjo.

Jakarta, September 2014

dr. Eko Budi Prasetyo, Sp.An

KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas segala nikmat,
rahmat, dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul Syok
dan Pengelolaan Syok Secara Umum dengan baik dan tepat waktu.
Referat ini disusun dalam rangka memenuhi tugas Kepaniteraan Anestesi Fakultas
Kedokteran Universitas Trisakti di Rumah Sakit TNI AL Mintohardjo periode 18 Agustus
20 September 2014. Di samping itu, referat ini ditujukan untuk menambah pengetahuan bagi
kita semua tentang syok dan pengelolaannya secara umum.
Melalui kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar besarnya
kepada dr. Eko Budi Prasetyo, Sp.An, selaku pembimbing dalam penyusunan referat ini, serta
kepada dokterdokter pembimbing lain yang telah membimbing penulis selama di
Kepaniteraan Klinik Anestesi Rumah Sakit TNI AL Mintohardjo. Penulis juga mengucapkan
terimakasih kepada rekanrekan anggota Kepaniteraan Klinik Anestesi Rumah Sakit TNI AL
Mintohardjo serta berbagai pihak yang telah memberi dukungan dan bantuan kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna dan tidak luput dari
kesalahan. Oleh karena itu, penulis sangat berharap adanya masukan, kritik maupun saran
yang membangun. Akhir kata penulis ucapkan terimakasih yang sebesarbesarnya, semoga
tugas ini dapat memberikan tambahan informasi bagi kita semua.

Jakarta, September 2014


Penulis

Meita Kusumo Putri

DAFTAR ISI
Lembar Pengesahan ..................................................................................................

Kata pengantar .........................................................................................................

Daftar isi ...................................................................................................................

BAB I

Pendahuluan .....................................................................................

BAB II

Tinjauan Pustaka ..............................................................................

BAB III

Kesimpulan .......................................................................................

22

Daftar Pustaka ..........................................................................................................

23

BAB I
PENDAHULUAN
Syok adalah salah satu sindroma kegawatan yang memerlukan penanganan
intensif dan agresif. Setiap aspek syok mulai dari definisi hingga terapi masih
kontroversial dan akan terus berubah sesuai ilmu kedokteran. Pada awalnya, syok
dikenal dalam dunia kedokteran digambarkan sebagai a rude unhanging of
machinery of life, selanjutnya paradigma syok terus berkembang dengan pendekatan
dari berbagai macam aspek, yaitu aspek sistem, fungsi, terpadu, dan komprehensif,
untuk menjadikan manajemen syok sebagai time saving is life saving.1
Penanganan pasien syok memerlukan kerjasama multidisiplin berbagai ilmu
kedokteran dan multisektoral. Langkah awal penatalaksanaan syok adalah mengenal
diagnosis klinis secara dini, oleh karena manajemen syok harus memperhatikan the
golden period, yaitu jangka waktu dimana hipoksia sel belum menyebabkan
cumulative oxygen deficit melebihi 100-125 ml/kg atau kadar arterial laktat
mencapai 100 mg/dl. Secara empiris, satu jam pertama sejak onset dari syok adalah
batas waktu maksimal untuk mengembalikan sirkulasi yang adekuat kembali.1
Dua manifestasi klinis yang sering muncul pada syok adalah hipotensi dan asidosis
metabolik, tetapi penurunan tekanan darah bukan merupakan indikator utama syok,
sebab patokan tersebut akan menjadi keterlambatan diagnosis.1
Prinsip pengelolaan utama pada pasien dengan syok adalah didasarkan pada
tatalaksana Airway, Breathing, Circulation, dan Brain Support, dan langkah penting
selanjutnya adalah mengatasi kausal syok dengan terapi definitif yang tepat.1

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. DEFINISI
Syok adalah suatu sindroma klinis yang terjadi karena adanya gangguan sistem
sirkulasi yang mengakibatkan tidak adekuatnya perfusi jaringan dan hipoksia sel serta
disfungsi multipel organ.2 Kegagalan perfusi jaringan dan hantaran nutrisi serta oksigen
sistemik yang tidak adekuat tidak mampu memenuhi kebutuhan metabolisme sel, dimana
kondisi ini mempunyai karakteristik, berupa ketergantungan suplai oksigen, kekurangan
oksigen, dan asidosis jaringan, sehingga terjadi metabolisme anaerob, dan berakhir
dengan kegagalan fungsi organ vital, serta kematian.3
II. KLASIFIKASI SYOK
Klasifikasi syok berdasarkan etiologi, secara garis besar didasarkan atas faktor-faktor
yang mempertahankan tekanan darah normal, yaitu :3
1. Volume sirkulasi darah (volume problem)
2. Fungsi pompa jantung (pump problem)
3. Pembuluh darah perifer (pipe problem)
Sehingga syok diklasifikasikan menjadi:1,4
1. Syok hipovolemik
Syok hipovolemik berhubungan dengan faktor volume sirkulasi darah (volume
problem), dimana kegagalan perfusi dan suplai oksigen disebabkan oleh hilangnya
volume intravaskuler sirkulasi darah sebesar 20-25%, yang terjadi akibat:
- Perdarahan :
Perdarahan eksternal: trauma
Perdarahan internal: perdarahan intraorgan, seperti perdarahan
gastrointestinal, hematothoraks, hematoma.
- Kehilangan plasma : luka bakar
- Kehilangan cairan dan elektrolit :
Eksternal : muntah, diare, keringat yang berlebih
Internal : asites, obstruksi usus
Hal-hal tersebut menyebabkan penurunan aliran balik darah, volume jantung semenit,
dan volume sekuncup (preload) menyebabkan terjadi penurunan tekanan darah hingga
sedemikian rendah sehingga aliran darah ke jaringan tidak adekuat dan berdampak
pada penurunan perfusi oksigen ke jaringan dan terjadi hipoksia sel.
2. Syok kardiogenik

Syok kardiogenik berhubungan dengan faktor fungsi pompa jantung (pump problem),
dimana kegagalan perfusi dan suplai oksigen disebabkan oleh adanya kerusakan
fungsi primer atau kapasitas pompa jantung untuk mencukupi volume jantung
semenit, berkaitan dengan terganggunya preload, afterload, kontraktilitas, frekuensi,
atau ritme jantung.1 Syok merupakan komplikasi infark paling berbahaya karena
angka mortalitasnya yang sangat tinggi. Penyebab syok kardiogenik dapat terjadi
akibat:5
a. Disfungsi sistolik, dapat terjadi pada:
Infark miokard akut (penyebab terbanyak)
Kardiomiopati
Hipertensi pulmonal
b. Disfungsi diastolik, dapat terjadi pada:
Hipertrofi ventrikel
Kardiomiopati
c. Disritmia, dapat berupa:
Takiaritmia
Bradiaritmia
d. Gangguan struktur, berupa:
Stenosis atau regurgitasi
Ruptur septal
3. Syok distributif
Syok distributif berhubungan dengan faktor pembuluh darah (pipe problem), dimana
kegagalan perfusi dan suplai oksigen disebabkan oleh menurunnya tonus vaskuler
yang mengakibatkan vasodilatasi arterial, penumpukan vena, dan redistribusi aliran
darah. Penyebab dari kondisi tersebut terutama adalah komponen vasoaktif pada syok
anafilaksis, bakteria dan toksik pada syok septik sebagai mediator dari SIRS, serta
hilangnya tonus vaskuler pada syok neurogenik.
4. Syok obstruktif
Syok obstruktif berhubungan dengan faktor fungsi pompa jantung (pump problem),
dimana kegagalan perfusi dan suplai oksigen berkaitan dengan terganggunya
mekanisme aliran balik darah oleh karena meningkatnya tekanan intrathorakal
(tension pneumothoraks, positive pressure ventilation), atau terganggunya aliran
keluar arterial jantung (bekuan darah dari vena, terutama pada vena tungkai, yang
dikenal sebagai thrombosis vena dalam; emboli pulmoner, emboli udara, tamponade
perikardial).
III. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi sangat berhubungan dengan penyakit primer yang mendasari terjadinya
syok. Namun secara umum, apabila terjadi penurunan tekanan darah, maka tubuh akan
6

mengadakan respon untuk mempertahankan sirkulasi dan perfusi yang adekuat pada
organ-organ vital melalui reflex neurohumoral. Integritas sirkulasi tergantung pada
volume darah sirkulasi, tonus pembuluh darah, dan sistem pompa jantung. Gangguan dari
salah satu fungsi tersebut dapat menyebabkan terjadinya syok.
Keadaan syok akan melalui tiga tahapan, mulai dari tahap kompensasi (masih dapat
ditangani oleh tubuh), progresif (sudah tidak dapat lagi ditangani oleh tubuh), dan
irreversible (tidak dapat pulih).6,7
1. Fase kompensasi
Penurunan curah jantung (cardiac output) terjadi sedemikian rupa sehingga timbul
gangguan perfusi jaringan tetapi belum cukup untuk menimbulkan gangguan seluler.
Mekanisme kompensasi dilakukan melalui vasokonstriksi pembuluh darah untuk
menaikkan aliran darah ke jantung, dan otak, dan penurunan aliran darah ke organ lain
yang kurang vital. Faktor humoral dilepaskan untuk menimbulkan vasokonstriksi dan
menaikan volume darah dengan retensi air. Ventilasi meningkat untuk mengatasi
adanya penurunan kadar oksigen di daerah arteri. Jadi, pada fase kompensasi ini
terjadi peningkatan frekuensi dan kontraktilitas otot jantung untuk meniakkan curah
jantun dan peningkatan respirasi untuk memperbaiki ventilasi alveolar. Walaupun
aliran darah ke ginjal menurun, tetapi ginjal masih mempunyai cara regulasi sendiri
(sistem autoregulasi) untuk mempertahankan filtrasi glomeruler. Akan tetapi, jika
tekanan darah tetap terus menurun, maka filtrasi ginjal juga akan menurun sebagai
respon terhadap keadaan syok dengan peningkatan sekresi renin dari apparatus
juxtaglomeruler. Renin akan mengubah angiotensinogen menjadi angiotensin I, yang
selanjutnya akan dikonversi menjadi angiotensin II di paru-paru dan hati. Angiotensin
II mempunyai 2 efek utama, yang keduanya membantu perbaikan keadaan pada syok
hemoragik, yaitu vasokonstriksi arteriol otot polos, dan menstimulasi sekresi
aldosteron dari korteks adrenal, dimana aldosteron bertanggung jawab pada reabsorbsi
aktif natrium dan akhirnya akan menyebabkan retensi air.
2. Fase progresif
Terjadi jika tekanan darah arteri tidak lagi mampu mengkompensasi kebutuhan
tubuh akan oksigen. Faktor utama yang berperan adalah organ jantung, dimana curah
jantung tidak lagi mencukupi sehingga terjadi gangguan seluler diseluruh tubuh.
Dinding pembuluh darah menjadi lemah, tidak mampu berkonstriksi sehingga
terjadi bendungan vena, aliran vena balik menurun. Relaksasi sfingter prekapiler
diikuti dengan aliran darah ke jaringan tetapi tidak dapat kembali ke jantung peristiwa
ini menyebabkan terjadinya thrombosis kecil sehingga terjadi koagulopati intravasa
yang luas (DIC = Disseminated Intravascular Coagulation).
7

Menurunnya aliran darah ke otak menyebabkan kerusakan pusat vasomotor dan


respirasi di otak. Keadaan ini menambah hipoksia jaringan. Hipoksia dan anoksia
menyebabkan terlepasnya toksin dan bahan lainnya dari jaringan (histamin dan
bradikinin) yang ikut memperburuk keadaan syok dengan menambah vasodilatasi
serta memperlemah fungsi jantung. Iskemia dan anoksia pada organ intestinal
menyebabkan penurunan integritas mukosa usus, sehingga terjadi pelepasan toksin
dan invasi bakteri usus ke sirkulasi. Invasi bakteri dan penurunan fungsi detoksikasi
hepar memperjelek keadaan, dimana dapat timbul sepsis, DIC yang bertambah nyata,
integritas sistem retikuloendotelial rusak, integritas sirkulasi juga rusak.
3. Fase irreversible
Karena kerusakan seluler dan sirkulasi sedemikian luas sehingga tidak dapat
diperbaiki, kekurangan oksigen mempercepat timbulnya irreversibilitas syok. Terjadi
kegagalan sistem kardiorespirasi, dimana jantung tidak mampu lagi memompa darah
yang cukup, terjadi kerusakan jaringan paru, timbul edema interstisial, daya respirasi
menurun, yang pada akhirnya trjadi anoksia dan hiperkapnea.

Tubuh manusia berespon terhadap kehilangan cairan atau perdarahan dengn


mengaktivasi sistem fisiologi utama, yaitu makrosirkulasi dan mikrosirkulasi.
1.
Mikrosirkulasi8
Ketika curah jantung turun, tahanan vaskular sistemik akan berusaha untuk
meningkatkan tekanan sistemik guna menyediakan perfusi yang cukup bagi
jantung dan otak melebihi jaringan lain seperti otot, kulit, dan khususnya traktus
gastrointestinal. Kebutuhan energi untuk pelaksanaan metabolisme di jantung dan
otak sangat tinggi tetapi sel kedua organ tersebut tidak mampu menyimpan
cadangan energi, sehingga keduanya sangat bergantung akan ketersediaan oksigen
dan nutrisi. Akan tetapi, kedua organ ini sangat rentan bila terjadi iskemia berat
untuk waktu yang melebihi kemampuan toleransi jantung dan otak. Ketika
tekanan arteri rata-rata (MAP = Mean Arterial Pressure) jatuh hingga 60 mmHg,
maka aliran darah ke organ akan turun drastis dan fungsi sel di semua organ akan
terganggu.
Akibat dari kekurangan oksigen oksigen dan substrat-substrat penting, maka
sel-sel ini tidak dapat mempertahankan produksi O2 aerobik secara efisien
sehingga menyebabkan terganggunya metabolisme aerob tubuh untuk
menghasilkan ATP sebagai sumber energi. Sel tubuh menggunakan ATP untuk
8

menjalankan berbagai peran, termasuk perannya dalam menjalankan fungsi enzim


pompa membran Na+/K+-ATPase yang memindahkan natrium keluar dari sel dan
mengembalikan kalium ke dalam sel. Sel tubuh menggunakan 2 jalur untuk
mengkonversikan nutrisi menjadi ATP, yaitu melalui jalur glikolisis anaerob, yang
berlokasi di sitoplasma, yang mengubah glukosa menjadi ATP dan piruvat; serta
jalur aerob, yang berlokasi di mitokondria. Pada keadaan normal, metabolisme
aerobic menghasilkan 6 molekul adenosine triphosphate (ATP) tiap 1 molekul
glukosa. Pada keadaan syok yang berat, proses metabolisme seluler utama adalah
metabolisme anaerob, dimana hanya dihasilkan 2 molekul ATP tiap 1 molekul
glukosa, sehingga terjadi penurunan produksi jumlah ATP dan terjadi penumpukan
asam laktat di tingkat kompartemen seluler dan ekstraseluler. Tanpa adanya
jumlah ATP sebagai sumber energi yang memadai, fungsi normal sel akan
terganggu, termasuk fungsi enzim Na+/K+-ATPase yang berdampak pada
penumpukan natrium di intrasel, pengeluaran kalium, dan penumpukan kalsium
sitosol, sehingga menyebabkan edema seluler, membrane sel rusak, dan akhirnya
terjadi kematian sel. Kematian sel yang luas menyebabkan gagal multi organ
2.

(Multi Organ System Failure), dan apabila irreversible, dapat terjadi kematian.
Makrosirkulasi2,9
Respon awal sistem sirkulasi tubuh ketika terjadi syok adalah dengan
meningkatkan denyut jantung, meningkatkan kontraktilitas miokard, dan
vasokonstriksi pembuluh darah perifer untuk menaikkan aliran darah ke jantung,
dan otak, dan penurunan aliran darah ke tempat yang kurang vital. Respon ini
terjadi akibat peningkatan pelepasan norepinefrin dan penurunan ambang dasar
tonus nervus vagus (diatur oleh baroreseptor di arkus karotikus, arkus aorta,
atrium kiri, dan pembuluh darah pulmonal). Reseptor ini mendapat rangsangan
dari perubahan tegangan dalam pembuluh darah. Bila terjadi penurunan tekanan
darah maka rangsangan terhadap baroreseptor akan menurun, sehingga
rangsangan yang dikirim baroreseptor ke pusat juga berkurang sehingga akan
terjadi penurunan rangsangan terhadap cardio inhibitor center dan penurunan
hambatan terhadap pusat vasomotor. Akibat dari semua ini, maka akan terjadi
vasokonstriksi yang luas. Vasokonstriksi yang paling kuat terjadi adalah pada
pembuluh darah skeletal, splancnic, dan kulit, sedangkan pada pembuluh darah
otak dan koronaria tidak terjadi vasokonstriksi, bahkan aliran darah pada kelenjar

adrenal meningkat sebagai usaha kompensasi tubuh untuk meningkatkan respon


katekolamin pada syok.
Akan tetapi, sesuai mekanisme pengaturan tekanan darah, pengaruh faktor
endogen dan eksogen melalui zat-zat vasoaktif dapat menormalkan tanpa
tergantung dari cardiac output. Oleh karena itu, tekanan darah bukan merupakan
indikator utama dari homeostasis kardiovaskuler.
Vasokonstriksi ini juga menyebabkan suhu tubuh perifer menjadi dingin dan
kulit menjadi pucat. Ventilasi meningkat pada keadaan syok untuk mengatasi
adanya penurunan kadar oksigen di daerah arteri. Jadi, pada mekanisme
kompensasi ini terjadi peningkatan denyut dan kontraktilitas otot jantung untuk
menaikkan curah jantung dan peningkatan respirasi untuk memperbaiki ventilasi
alveolar. Walaupun aliran darah ke ginjal menurun, tetapi ginjal masih mempunyai
cara regulasi sendiri (sistem autoregulasi) untuk mempertahankan filtrasi
glomeruler. Akan tetapi, jika tekanan darah tetap terus menurun, maka filtrasi
ginjal juga akan menurun sebagai respon terhadap keadaan syok dengan
peningkatan sekresi renin dari apparatus juxtaglomeruler. Renin akan mengubah
angiotensinogen menjadi angiotensin I, yang selanjutnya akan dikonversi menjadi
angiotensin II di paru-paru dan hati. Angiotensin II mempunyai 2 efek utama,
yang keduanya membantu perbaikan keadaan pada syok hemoragik, yaitu
vasokonstriksi arteriol otot polos, dan menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks
adrenal, dimana aldosteron bertanggung jawab pada reabsorbsi aktif natrium dan
akhirnya akan menyebabkan retensi air.
Penurunan perfusi oksigen ke jaringan otak akan menyebabkan perubahan
status mental, dimana pasien dapat tampak agitasi hingga terjadi penurunan
kesadaran.
Berdasarkan penjelasan diatas, evaluasi secara komprehensif dari denyut
jantung, dan perfusi end-organ, termasuk kualitas dari denyut nadi perifer,
kesadaran, keluaran urin, dan status asam basa lebih bernilai daripada tekanan
darah dalam menentukan status sirkulasi.

10

11

IV.

MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis syok bergantung pada organ apa yang terkena dampak, dimana
manifestasi syok yang secara umum terjadi adalah:
1. Takikardi
2. Nadi yang cepat dan lemah
3. Hipotensi
4. Takipneu
5. Perubahan status mental
6. Penurunan jumlah urin
7. Akral dingin
8. Mual dan muntah
Dengan penjelasan masing-masing gejala telah dijelaskan pada
patofisiologi.
Adapun manifestasi klinis spesifik berdasarkan jenis syok, yaitu:
1. Syok hipovolemik
Tingkat keparahan syok hipovolemik berdasarkan fungsi defisit volume
cairan, laju kehilangan cairan, dan status premorbid pasien akibat
kehilangan cairan.1 Menurut Beecher, syok hipovolemik dibagi atas 4
derajat berdasarkan perkiraan hilangnya darah (estimated blood loss/EBL),
yaitu :1,4

12

Gejala klinis
Blood loss (ml)

Pulse rate / tekanan


nadi
Blood pressure

Class I
10-15% EBV

Class II
15-25% EBV

Class III
25-35% EBV

Class IV
35-45%%

(750-1000 ml)

(1000-1250

(>1250-1750

EBV (>1750-

ml)
>100 / N

ml)
120 / N

2250 ml)
140 / no

<100 / N
mild takikardi
Normal

pulse on
Normal /

Menurun /

carotid
Menurun /

sistolik /

sistolik 20-

tidak terukur

diastolik

30% / diastolik
>40

Respiratory rate

14-20

20-30

15-20 %
30-40

(freq/min)
Urin output (ml/hr)

>30

20-30

5-15

Oligouria /

CNS symptoms

Normal / cemas

Cemas

Bingung,

anuria
Lethargic

Pucat

disorientasi
Pucat,

Dingin, basah

Presyok / syok

diaforesis
Syok,

pucat, sianosis
Stadium

ringan

hipoksemia,

preterminal

ringan
Kulit
Metabolik /

Tidak syok

hemodinamik

asidosis
metabolik,
Koreksi cairan

Kristaloid

Kristaloid

vasokonstriksi
Kristaloid +

Kristaloid +

darah

darah

2. Syok kardiogenik1,10
Gambaran klinis syok kardiogenik tampak sama dengan gejala klnis syok
hipovolemik, disertai adanya disritmia, bising jantung gallop. Terdapat
gejala penyerta faktor predisposisi resiko syok karena infark miokard,
antara lain: umur, riwayat diabetes mellitus, riwayat angina, gagal jantung
kongestif, infark anterior. Tanda awal iskemi jantung akut, yaitu nyeri
dada, sesak nafas, diaforesa, gelisah, dan ketakutan, mual dan muntah,
serta gangguan sirkulasi lanjut yang menimbulkan berbagai disfungsi end
organ. Edema paru yang timbul akibat kelainan jantung dapat diketahui
dengan keluhan sesak napas, sianosis sentral, terdapat ronkhi paru,
13

krepitasi perikardial ataupun wheezing. Beberapa tipe penyebab syok


kardiogenik selain iskemia miokard antara lain :
Tipe kelainan
Kardiomiopati
Iskemik jantung
Stenosis aorta
Regurgitasi

Gejala klinis
Fatigue, gagal jantung kongstif, SVR, CO
Angina, perubahan EKG reversible
Sinkop, angina, gagal jantung kongestif, SVR, CO
Angina, gagal jantung kongestif, SVR

aorta
Stenosis mitral
Regurgitasi

Atrial fibrilasi, edema pulmoner, hipertensi pulmoner


Gagal jantung kongestif, hipertensi pulmoner

mitral
3. Syok distributif
1) Syok septik1,2,11
Gejala klinis syok septik tak dapat dilepaskan dari keadaan sepsis itu
sendiri, berupa sindroma reaksi inflamasi sistemik (SIRS), dimana
terdapat 2 atau lebih gejala:
a) Temperatur >38C atau <36C
b) Heart rate >90x/menit
c) Frekuensi napas >20x/menit atau PaCO2 <4,3 kPa
d) Leukosit >12.000 sel/mm3 atau <4.000 sel/mm3 atau >10% bentuk
imatur.
Syok septik adalah sindroma sepsis disertai hipotensi dan gangguan
perfusi, dimana tekanan sistolik <90 mmHg atau turun >40 mmHg dari
tekanan basal tanpa sebab yang jelas. Terdapat dua fase sindroma
klinis, yaitu warm shock dan cold shock.
Sepsis lanjut diakhiri dengan kerusakan target organ berupa multiple
organ system failure (MSOF), antara lain acute respiratory distress
syndrome (ARDS) dengan gejala dyspnoe, hipoksemia, infiltrate
pulmo difus, dan lain lain. Dengan adanya MSOF ataupn kombinasi
beberapa syok yang terjadi bersamaan, terutama antara syok septik
dengan hipovolemik, maka gejala septik syok akan sangat bervariasi.
Fase syok septik
Awal : Warm shock

Gejala klinis
Vasodilatasi perifer : nadi cepat dan besar,

CO, SVR

demam, ekstremitas hangat, kemerahan,


hipotensi, mual dan muntah, menggigil,
14

Lanjut : Cold Shock

takipneu.
Vasokonstriksi perifer : kulit dingin, basah,

CO, RR, alkalosis

hipotermi, hipoksemia, sianosis, asidosis

resp.

laktat, oligouria, penurunan kesadaran


terutama pasien tua, depresi miokard,
MSOF (multiple organ system failure).

2) Syok anafilaktik1,12
Syok anafilaktik adalah hipotensi yang merupakan bagian dari
sindroma klinis reaksi imunologis antibody-mediated bersifat sistemik.
Gejala klinis timbul setelah kontak dengan antigen dengan manifestasi
klinis yang berbeda-beda dalam berat ringannya, lama serangan,
ataupun perjalanan penyakitnya yang dapat mengenai satu sistem atau
lebih. Tingkat keparahan klinis bergantung pada jalur masuknya dan
dosis antigen.
Efek klinis anafilaktik adalah mengenai sistem pernapasan dan
sistem sirkulasi. Pada sistem pernapasan, dapat terjadi edema
hipofaringdan laring, konstriksi bronkus dan bronkiolus, disertai
hipersekresi mukus, dimana semua keadaan ini menyebabkan spasme
dan obstruksi jalan napas akut dengan gejala : dyspnoe, wheezing,
gagal napas akut.
Mediator terpenting syok anafilaktik adalah histamin, yang
menyebabkan vasodilatasi arteriol, dan peningkatan permeabilitas
vaskuler sehingga terjadi hipotensi. Hal ini diperberat dengan adanya
angioedem yang terjadi di kulit (flushing, urtikaria, eritema) dan organ
visera. Turunnya perfusi koroner akibat hipotensi atau histamin pada
arteri koroner juga akan menyebabkan spasme arteri dan depresi
miokard dengan gejala angina dan takikardi.
Efek substansi mediator primer pada rangkaian konstriksi otot
polos menyebabkan gangguan gastrointestinal berupa mual, muntah,
kram abdomen, dan diare. Pada sistem renal dapat timbul gejala
hematuri yang disebabkan karena proses hemolisis. Akibat syok lebih
lanjut adalah gangguan perfusi ke SSP menyebabkan penurunan
kesadaran. Apabila masuk pada fase syok, maka akan memberikan
gejala seperti syok hipovolemik.
3) Syok neurogenik1
15

Sering terjadi pada cedera cervical atau high thorasic spinal cord
injury. Gejala klinis adalah berupa hipotensi disertai bradikardia, dan
dapat disertai dengan gangguan neurologis, berupa paralisis flaksid dan
hilangnya reflex ekstremitas.
4. Syok obstruktif1,2,7
Gejala klinis yang tampak hampir sama dengan syok kardiogenik dan
hipovolemik, dan bergantung pada etiologi atau penyebabnya, dimana
penyebab tersering adalah tromboemboli paru, tamponade jantung,
obstruksi arterioventrikuler, dan tension pneumothoraks.
Fisiologi jantung pada fase permulaan masih normal, tetapi terdapat
penurunan venous return karena adanya obstruksi. Pada fase selanjutnya,
akan tampak kelelahan, cemas, pucat, penurunan kesadaran, berkeringat
dingin, hipotensi, takikardi, angina, distress pernapasan, hingga
pernapasan Kussmaul. Gejala-gejala ini akan berlanjut menjadi sebagai
tanda-tanda akut kor pulmonal dan payah jantung kanan, berupa pulsasi
dan distensi vena jugularis, gallop, bising pulmonal, dan aritmia.
Karakteristik manifestasi klinis pada tamponade jantung adalah suara
jantung menjauh, pulsus alternans, terlihat pulsasi JVP selama inspirasi;
sedangkan manifestasi klinis emboli paru adalah dyspnoe, nyeri dada
substernal mendadak, hingga dapat terjadi disritmia jantung, dan gagal
jantung kongestif.
V.

PEMANTAUAN SYOK1,4
Pemantauan yang dibutuhkan pada syok, meliputi monitor rutin ataupun non-rutin
untuk mengevaluasi hemodinamik, respirasi dan metabolik, serta serebral.
Monitor hemodinamik dapat berupa monitor non-invasif maupun invasif. Invsif
terutama diperlukan pada pemberian agen vasoaktif guna resusitasi atau terapi
suportif kardiovaskuler.
1. Kardiovaskuler
Penilaian klinis
Monitoring noninvasif
Monitoring invasif

: Tekanan darah secara kontinyu, nadi, perfusi


perifer
: Suhu, EKG, Ekokardiografi
: Tekanan darah intraarteri, CVP, produksi urin,
kateterisasi arterial

2. Respirasi
Penilaian klinis

: Laju, pola, dan ritme pernapasan

Monitoring

: Pulse oksimetri, foto thoraks

3. Metabolik
16

Hematologi
Biokimia

VI.

: Darah rutin, darah serial (3-4 jam pertama),


faktor koagulasi dan pembekuan darah
: Analisa gas darah, urin rutin & sedimen, asambasa, laktat darah, ureum/kreatinin, elektrolit
darah, gula darah, enzim jantung, test fungsi
hati.
: Glassgow Coma Scale, CT Scan, MRI

4. Serebral
PENGELOLAAN SYOK1,2,3,4
Tujuan pengelolaan syok adalah mencapai normalisasi parameter

hemodinamik melalui resusitasi, dengan tujuan akhir adalah meningkatkan


hantaran dan penggunaan oksigen oleh jaringan dan sel. Tindakan ini tidak
bergantung pada penyebab syok.
Tatalaksana utama pengelolaan syok adalah berdasarkan Basic Life Support
dan Advanced Life Support, kemudian menetapkan diagnosis, membatasi
kerusakan dan memberikan terapi definitif berdasarkan penyakit yang mendasari
terjadinya syok.
Pengelolaan syok yang berdasarkan atas prinsip Basic Life Support dan
Advanced Life Support, dimulai dari aspek :
1. Airway dan Breathing
Prioritas pertama adalah menjamin airway atau jalan napas yang paten dengan
cukupnya pertukaran ventilasi dan oksigenasi, dengan :
Pembebasan jalan napas.
Ada dua jenis suara napas yang perlu diperhatikan, yaitu suara napas
tambahan obstruksi parsial, berupa gargling (sumbatan karena cairan), dan
snoring (sumbatan karena udara), dan yang kedua, yaitu suara napas hilang
berupa obstruksi total dan henti napas.
Bila terdapat sumbatan karena cairan atau sekret dalam saluran napas,
maka lakukan penghisapan (suction). Bila terdapat sumbatan karena udara,
maka lakukan teknik manuvre head-tilt dan jaw thrust, jika diperlukan

pasang alat bantu napas.


Memberikan oksigen minimal 6 liter/menit serta mempertahankan saturasi

oksigen lebih dari 95%.


Bila pernapasan atau ventilasi tidak adekuat, oksigen dengan pompa
sungkup (bag valve mask) atau pemasangan endotracheal tube dengan
intubasi, dimana pasien-pasien yang dalam keadaan syok pada umumnya
sulit untuk mempertahankan jalan napas, sehingga hal ini merupakan

indikasi untuk dilakukannya intubasi.


2. Circulation
Prioritas pengelolaan pada aspek sirkulasi adalah :

17

Mengendalikan perdarahan yang terlihat jelas, terutama pada syok


hipovolemik akibat perdarahan eksternal, dengan memberikan tekanan
langsung pada lokasi perdarahan, sedangkan untuk mengendalikan
perdarahan internal mungkin saja dapat dilakukan tindakan operatif
meskipun harus diutamakan pemberian resusitasi cairan terlebih dahulu

untuk mengatasi hilangnya volume sirkulasi.


Memperoleh akses intravena yang cukup, dimana tujuan pengelolaan
terpenting syok adalah mencapai normalisasi parameter hemodinamik
melalui resusitasi cairan untuk mengatasi kegagalan sirkulasi yang terjadi.
Adapun cairan yang diberikan untuk resusitasi adalah cairan isotonik
kristaloid dengan tetesan cepat untuk mengembalikan volume
intravaskuler, volume interstisial, dan volume intraseluler. Cairan plasma
atau pengganti plasma berguna untuk meningkatkan tekanan onkotik
intravaskular.
Perlu diingat bahwa jumlah cairan yang diberikan pada pasien syok,
khususnya syok hipovolemik, harus seimbang dengan jumlah cairan yang
hilang dan sedapat mungkin diberikan cairan yang sama dengan jumlah
cairan yang hilang. Adapun penggantian volume intravaskuler dengan
cairan kristaloid memerlukan volume 3-4 kali volume perdarahan yang
hilang, sedangkan bila koloid memerlukan jumlah volume yang sama
dengan jumlah perdarahan yang hilang.
Dalam pemberian cairan, idealnya harus dilakukan pemantauan tekanan

vena sentral untuk mencegah pemberian cairan yang berlebihan.


Menilai perfusi jaringan
Pemulihan perfusi seluler ditentukan oleh kecukupan dari jumlah cairan
resusitasi yang diberikan. Posisi pasien juga mempengaruhi sirkulasi,
dimana pasien ditempatkan pada posisi terlentang dengan kaki ditinggikan
sekitar 20 dengan posisi tungkai lurus, sehingga aliran darah balik ke

jantung lebih besar dan tekanan darah menjadi meningkat.


3. Drugs
Apabila hipotensi bertambah berat dan persisten dengan pemberian resusitasi
cairan, maka dapat diberikan oba```t-obatan vasopresor, sambil tetap diberikan
terapi cairan. Obat-obatan adrenergik agonis merupakan first-line vasopresor
karena onset of action yang cepat, potensi tinggi, dan waktu paruh yang
singkat, sehingga dapat diberikan secara efektif meskipun dengan dosis yang
sedikit sekalipun. Dobutamin merupakan agonis 1 adrenergik dengan aksi
18

inotropik dan kronotropik. Epinefrin merupakan pilihan obat pada pasien yang
gagal respon dengan dobutamin. Pada pasien yang resisten terhadap
dobutamin, umumnya merespon epinefrin. Epinefrin merupakan neurohormon
yang dihasilkan untuk meningkatkan kontraktilitas selama stress dan syok,
dimana epinefrin merupakan agonis 1, 2, 1, dan 2 adrenergik.

Adapun parameter pencapaian terapi resusitasi syok adalah :


Variabel parameter syok
Mean Arterial Pressure (MAP)
Central Venous Pressure (CVP)
Hemoglobin (Hb)
Heart Rate (HR)
Temperature
Blood Volume
Kadar laktat
Delivery O2 (DO2)
Konsumsi O2 (VO2)

Nilai pencapaian
>84 mmHg
>3 cmH2O
>8 gr/dl
<100 beats/minute
98-101 F
EBV + 500 ml/70kg
0,31 7 mg/ml
>600 ml/mn. m2 (normal)
>170 ml/mn. m2 (30% normal)

Prinsip pengelolaan syok berdasarkan jenis syok :


1. Pengelolaan syok hipovolemik
Tujuan utama adalah restorasi volume intravaskuler dengan target optimalkan
tekanan darah, nadi, dan perfusi organ. Bila hipovolemik telah teratasi, baru
boleh diberikan vasoaktif agent.
2. Pengelolaan syok kardiogenik
Tujuan utama adalah memperbaki fungsi miokardium dan sirkulasi.
Bila CO BP SVR berikan dobutamine 5/kg/min. pada keadaan tekann
darah sangat rendah harus diberikan obat yang berefek inotropik dan
vasopresor, yaitu nor-epinefrin.
3. Pengelolaan syok anafilaktik
Tujuan utama adalah mencegah efek mediator dengan menghabat sintesis dan
pelepasan mediator serta blockade reseptor, mengembalikan fungsi organ dan
perubahan patofisiologi akibat mediator.
Prioritas tindakan utama adalah pembebasan jalan napas dan pemeliharaan
venitlasi adekuat akibat adanya obstruksi jalan napas. Tindakan invasive
seperti intubasi endotrakheal dan cricothyroidotomy atau tracheostomy dapat
dilakukan.
4. Pengelolaan syok neurogenik
Tujuan utama adalah membebaskan jalan napas dan pemberian resusitasi
cairan, serta guna meningkatkan tonus vaskuler dan mencegah bradikardi
19

dapat diberikan norepinefrin. Epinefrin berguna meningkatkan tonus vaskuler


tetapi akan memperberat bradikardi, sehingga dapat ditambahkan dopamine
dan efedrin. Terapi definitif adalah stabilisasi medulla spinalis yang terkena.
5. Pengelolaan syok obstruktif
Resusitasi volume akan memperbaiki pengisian ventrikel, dibutuhkan agen
inotropik untuk meningkatkan cardiac output. Selanjutnya baru dilakukan
terapi definitif sesuai dengan penyakit yang mendasarinya, yaitu berupa
intervensi operatif tension pneumothoraks dengan pungsi dan pemasangan
WSD, tamponade jantung diatasi dengan perikardiosintesis dan emboli
pulmonal dengan trombolisis atau thrombectomy.
VII.

PROGNOSIS13
Untuk menentukan prognosis pasien yang mengalami syok, dipengaruhi oleh
beberapa faktor, yaitu :
Jenis dan stadium atau derajat keparahan syok
Onset dan durasi berlangsungnya syok
Penyakit yang mendasari terjadinya syok
Kerusakan sistem organ yang terlibat

20

BAB III
KESIMPULAN
Syok adalah suatu sindroma klinis yang terjadi karena adanya gangguan sistem
sirkulasi yang mengakibatkan tidak adekuatnya perfusi jaringan dan hipoksia sel serta
disfungsi multipel organ, dimana syok merupakan salah satu sindroma kegawatan yang
memerlukan penanganan intensif dan agresif.
Penanganan pasien syok memerlukan kerjasama multidisiplin berbagai ilmu
kedokteran dan multisektoral, dengan prinsip tatalaksana utama pengelolaan syok adalah
berdasarkan Basic Life Support dan Advanced Life Support, kemudian menetapkan diagnosis,
membatasi kerusakan dan memberikan terapi definitif berdasarkan penyakit yang mendasari
terjadinya syok, dimana dalam manajemen syok harus memperhatikan the golden period,
yaitu jangka waktu dimana hipoksia sel belum menyebabkan cumulative oxygen deficit
melebihi 100-125 ml/kg atau kadar arterial laktat mencapai 100 mg/dl. Secara empiris, satu
jam pertama sejak onset dari syok adalah batas waktu maksimal untuk mengembalikan
sirkulasi yang adekuat kembali.

21

DAFTAR PUSTAKA
1. Suryono B. Diagnosis dan pengelolaan syok pada dewasa.Yogyakarta: SMF Anestesiologi
Fakultas Kedokteran Universits Gadjah Mada; 2008.p.44-60.
2. Vincent JL, Backer DD. Circulatory shock. England: N Engl J Med; 2013;369.p.1726-34.
3. Rizki A. Mengenal syok. Padang: Mini symposium emergency in field activities
Hippocrates emergency team; 2013.p.7-43.
4. Holmes CL, Walley KR. The evaluation and management of shock. Canada: Clin Chest
Med 24; 2003.p.775 789.
5. Zimmerman JL, Taylor RW, Dellinger RP, Farmer JC. Diagnosis and management of
shock. In: Fundamental critical support society of critical care medicine. USA: Support
society of critical care medicine; 2009.p.60-89.
6. Anderson SP, Wilson LM. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. 4 th Ed.
Jakarta: EGC; 1995.
7. Cheatham ML, Block EF, Smith HG, Promes JT. Shock: An overview. Florida: Orlando
Regional Medical Center; 2000.p.2-14.
8. Porth CM. Essentials of pathophysiology: Concepts of altered health states. 7 th Ed. UK:
Lippincott Williams & Wilkins;2004.p.499-500.
9. Fauci AS, Kasper DL, Longo DL, et al. Approach to the patient with shock.. In:
Harrisons principles of internal medicine. 17th Ed. Chapter 264. US: McGraw-Hills;
2008.
10. Dobb J. Cardiogenic shock. In: Intensive care manual. 4 th Ed. UK: Butterworth
Heinemann; 1997.p.146-51.
11. Suharto. Tatalaksana syok septik. In: Update on shock. Surabaya: Pertemuan ilmiah
terpadu FK Universitas Airlangga; 2000.
12. Kemp SF, Lockey RF. Anaphylaxis: a review of causes and mechanisms. J Allergy Clin
immunol; 2002.p.110-41.
13. Ledingham I, Cowan BN, Burns BNJ. Prognosis in severe shock. England: British Med J;
1982.Vol.284.p.443.

22

Anda mungkin juga menyukai