PEMBIMBING :
dr. Eko Budi Prasetyo, Sp.An
DISUSUN OLEH :
Meita Kusumo Putri, S. Ked
NIM : 030.10.174
LEMBAR PENGESAHAN
Nama mahasiswa
NIM
: 030.10.174
Bagian
Periode
Judul
Pembimbing
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas segala nikmat,
rahmat, dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul Syok
dan Pengelolaan Syok Secara Umum dengan baik dan tepat waktu.
Referat ini disusun dalam rangka memenuhi tugas Kepaniteraan Anestesi Fakultas
Kedokteran Universitas Trisakti di Rumah Sakit TNI AL Mintohardjo periode 18 Agustus
20 September 2014. Di samping itu, referat ini ditujukan untuk menambah pengetahuan bagi
kita semua tentang syok dan pengelolaannya secara umum.
Melalui kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar besarnya
kepada dr. Eko Budi Prasetyo, Sp.An, selaku pembimbing dalam penyusunan referat ini, serta
kepada dokterdokter pembimbing lain yang telah membimbing penulis selama di
Kepaniteraan Klinik Anestesi Rumah Sakit TNI AL Mintohardjo. Penulis juga mengucapkan
terimakasih kepada rekanrekan anggota Kepaniteraan Klinik Anestesi Rumah Sakit TNI AL
Mintohardjo serta berbagai pihak yang telah memberi dukungan dan bantuan kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna dan tidak luput dari
kesalahan. Oleh karena itu, penulis sangat berharap adanya masukan, kritik maupun saran
yang membangun. Akhir kata penulis ucapkan terimakasih yang sebesarbesarnya, semoga
tugas ini dapat memberikan tambahan informasi bagi kita semua.
DAFTAR ISI
Lembar Pengesahan ..................................................................................................
BAB I
Pendahuluan .....................................................................................
BAB II
BAB III
Kesimpulan .......................................................................................
22
23
BAB I
PENDAHULUAN
Syok adalah salah satu sindroma kegawatan yang memerlukan penanganan
intensif dan agresif. Setiap aspek syok mulai dari definisi hingga terapi masih
kontroversial dan akan terus berubah sesuai ilmu kedokteran. Pada awalnya, syok
dikenal dalam dunia kedokteran digambarkan sebagai a rude unhanging of
machinery of life, selanjutnya paradigma syok terus berkembang dengan pendekatan
dari berbagai macam aspek, yaitu aspek sistem, fungsi, terpadu, dan komprehensif,
untuk menjadikan manajemen syok sebagai time saving is life saving.1
Penanganan pasien syok memerlukan kerjasama multidisiplin berbagai ilmu
kedokteran dan multisektoral. Langkah awal penatalaksanaan syok adalah mengenal
diagnosis klinis secara dini, oleh karena manajemen syok harus memperhatikan the
golden period, yaitu jangka waktu dimana hipoksia sel belum menyebabkan
cumulative oxygen deficit melebihi 100-125 ml/kg atau kadar arterial laktat
mencapai 100 mg/dl. Secara empiris, satu jam pertama sejak onset dari syok adalah
batas waktu maksimal untuk mengembalikan sirkulasi yang adekuat kembali.1
Dua manifestasi klinis yang sering muncul pada syok adalah hipotensi dan asidosis
metabolik, tetapi penurunan tekanan darah bukan merupakan indikator utama syok,
sebab patokan tersebut akan menjadi keterlambatan diagnosis.1
Prinsip pengelolaan utama pada pasien dengan syok adalah didasarkan pada
tatalaksana Airway, Breathing, Circulation, dan Brain Support, dan langkah penting
selanjutnya adalah mengatasi kausal syok dengan terapi definitif yang tepat.1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. DEFINISI
Syok adalah suatu sindroma klinis yang terjadi karena adanya gangguan sistem
sirkulasi yang mengakibatkan tidak adekuatnya perfusi jaringan dan hipoksia sel serta
disfungsi multipel organ.2 Kegagalan perfusi jaringan dan hantaran nutrisi serta oksigen
sistemik yang tidak adekuat tidak mampu memenuhi kebutuhan metabolisme sel, dimana
kondisi ini mempunyai karakteristik, berupa ketergantungan suplai oksigen, kekurangan
oksigen, dan asidosis jaringan, sehingga terjadi metabolisme anaerob, dan berakhir
dengan kegagalan fungsi organ vital, serta kematian.3
II. KLASIFIKASI SYOK
Klasifikasi syok berdasarkan etiologi, secara garis besar didasarkan atas faktor-faktor
yang mempertahankan tekanan darah normal, yaitu :3
1. Volume sirkulasi darah (volume problem)
2. Fungsi pompa jantung (pump problem)
3. Pembuluh darah perifer (pipe problem)
Sehingga syok diklasifikasikan menjadi:1,4
1. Syok hipovolemik
Syok hipovolemik berhubungan dengan faktor volume sirkulasi darah (volume
problem), dimana kegagalan perfusi dan suplai oksigen disebabkan oleh hilangnya
volume intravaskuler sirkulasi darah sebesar 20-25%, yang terjadi akibat:
- Perdarahan :
Perdarahan eksternal: trauma
Perdarahan internal: perdarahan intraorgan, seperti perdarahan
gastrointestinal, hematothoraks, hematoma.
- Kehilangan plasma : luka bakar
- Kehilangan cairan dan elektrolit :
Eksternal : muntah, diare, keringat yang berlebih
Internal : asites, obstruksi usus
Hal-hal tersebut menyebabkan penurunan aliran balik darah, volume jantung semenit,
dan volume sekuncup (preload) menyebabkan terjadi penurunan tekanan darah hingga
sedemikian rendah sehingga aliran darah ke jaringan tidak adekuat dan berdampak
pada penurunan perfusi oksigen ke jaringan dan terjadi hipoksia sel.
2. Syok kardiogenik
Syok kardiogenik berhubungan dengan faktor fungsi pompa jantung (pump problem),
dimana kegagalan perfusi dan suplai oksigen disebabkan oleh adanya kerusakan
fungsi primer atau kapasitas pompa jantung untuk mencukupi volume jantung
semenit, berkaitan dengan terganggunya preload, afterload, kontraktilitas, frekuensi,
atau ritme jantung.1 Syok merupakan komplikasi infark paling berbahaya karena
angka mortalitasnya yang sangat tinggi. Penyebab syok kardiogenik dapat terjadi
akibat:5
a. Disfungsi sistolik, dapat terjadi pada:
Infark miokard akut (penyebab terbanyak)
Kardiomiopati
Hipertensi pulmonal
b. Disfungsi diastolik, dapat terjadi pada:
Hipertrofi ventrikel
Kardiomiopati
c. Disritmia, dapat berupa:
Takiaritmia
Bradiaritmia
d. Gangguan struktur, berupa:
Stenosis atau regurgitasi
Ruptur septal
3. Syok distributif
Syok distributif berhubungan dengan faktor pembuluh darah (pipe problem), dimana
kegagalan perfusi dan suplai oksigen disebabkan oleh menurunnya tonus vaskuler
yang mengakibatkan vasodilatasi arterial, penumpukan vena, dan redistribusi aliran
darah. Penyebab dari kondisi tersebut terutama adalah komponen vasoaktif pada syok
anafilaksis, bakteria dan toksik pada syok septik sebagai mediator dari SIRS, serta
hilangnya tonus vaskuler pada syok neurogenik.
4. Syok obstruktif
Syok obstruktif berhubungan dengan faktor fungsi pompa jantung (pump problem),
dimana kegagalan perfusi dan suplai oksigen berkaitan dengan terganggunya
mekanisme aliran balik darah oleh karena meningkatnya tekanan intrathorakal
(tension pneumothoraks, positive pressure ventilation), atau terganggunya aliran
keluar arterial jantung (bekuan darah dari vena, terutama pada vena tungkai, yang
dikenal sebagai thrombosis vena dalam; emboli pulmoner, emboli udara, tamponade
perikardial).
III. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi sangat berhubungan dengan penyakit primer yang mendasari terjadinya
syok. Namun secara umum, apabila terjadi penurunan tekanan darah, maka tubuh akan
6
mengadakan respon untuk mempertahankan sirkulasi dan perfusi yang adekuat pada
organ-organ vital melalui reflex neurohumoral. Integritas sirkulasi tergantung pada
volume darah sirkulasi, tonus pembuluh darah, dan sistem pompa jantung. Gangguan dari
salah satu fungsi tersebut dapat menyebabkan terjadinya syok.
Keadaan syok akan melalui tiga tahapan, mulai dari tahap kompensasi (masih dapat
ditangani oleh tubuh), progresif (sudah tidak dapat lagi ditangani oleh tubuh), dan
irreversible (tidak dapat pulih).6,7
1. Fase kompensasi
Penurunan curah jantung (cardiac output) terjadi sedemikian rupa sehingga timbul
gangguan perfusi jaringan tetapi belum cukup untuk menimbulkan gangguan seluler.
Mekanisme kompensasi dilakukan melalui vasokonstriksi pembuluh darah untuk
menaikkan aliran darah ke jantung, dan otak, dan penurunan aliran darah ke organ lain
yang kurang vital. Faktor humoral dilepaskan untuk menimbulkan vasokonstriksi dan
menaikan volume darah dengan retensi air. Ventilasi meningkat untuk mengatasi
adanya penurunan kadar oksigen di daerah arteri. Jadi, pada fase kompensasi ini
terjadi peningkatan frekuensi dan kontraktilitas otot jantung untuk meniakkan curah
jantun dan peningkatan respirasi untuk memperbaiki ventilasi alveolar. Walaupun
aliran darah ke ginjal menurun, tetapi ginjal masih mempunyai cara regulasi sendiri
(sistem autoregulasi) untuk mempertahankan filtrasi glomeruler. Akan tetapi, jika
tekanan darah tetap terus menurun, maka filtrasi ginjal juga akan menurun sebagai
respon terhadap keadaan syok dengan peningkatan sekresi renin dari apparatus
juxtaglomeruler. Renin akan mengubah angiotensinogen menjadi angiotensin I, yang
selanjutnya akan dikonversi menjadi angiotensin II di paru-paru dan hati. Angiotensin
II mempunyai 2 efek utama, yang keduanya membantu perbaikan keadaan pada syok
hemoragik, yaitu vasokonstriksi arteriol otot polos, dan menstimulasi sekresi
aldosteron dari korteks adrenal, dimana aldosteron bertanggung jawab pada reabsorbsi
aktif natrium dan akhirnya akan menyebabkan retensi air.
2. Fase progresif
Terjadi jika tekanan darah arteri tidak lagi mampu mengkompensasi kebutuhan
tubuh akan oksigen. Faktor utama yang berperan adalah organ jantung, dimana curah
jantung tidak lagi mencukupi sehingga terjadi gangguan seluler diseluruh tubuh.
Dinding pembuluh darah menjadi lemah, tidak mampu berkonstriksi sehingga
terjadi bendungan vena, aliran vena balik menurun. Relaksasi sfingter prekapiler
diikuti dengan aliran darah ke jaringan tetapi tidak dapat kembali ke jantung peristiwa
ini menyebabkan terjadinya thrombosis kecil sehingga terjadi koagulopati intravasa
yang luas (DIC = Disseminated Intravascular Coagulation).
7
(Multi Organ System Failure), dan apabila irreversible, dapat terjadi kematian.
Makrosirkulasi2,9
Respon awal sistem sirkulasi tubuh ketika terjadi syok adalah dengan
meningkatkan denyut jantung, meningkatkan kontraktilitas miokard, dan
vasokonstriksi pembuluh darah perifer untuk menaikkan aliran darah ke jantung,
dan otak, dan penurunan aliran darah ke tempat yang kurang vital. Respon ini
terjadi akibat peningkatan pelepasan norepinefrin dan penurunan ambang dasar
tonus nervus vagus (diatur oleh baroreseptor di arkus karotikus, arkus aorta,
atrium kiri, dan pembuluh darah pulmonal). Reseptor ini mendapat rangsangan
dari perubahan tegangan dalam pembuluh darah. Bila terjadi penurunan tekanan
darah maka rangsangan terhadap baroreseptor akan menurun, sehingga
rangsangan yang dikirim baroreseptor ke pusat juga berkurang sehingga akan
terjadi penurunan rangsangan terhadap cardio inhibitor center dan penurunan
hambatan terhadap pusat vasomotor. Akibat dari semua ini, maka akan terjadi
vasokonstriksi yang luas. Vasokonstriksi yang paling kuat terjadi adalah pada
pembuluh darah skeletal, splancnic, dan kulit, sedangkan pada pembuluh darah
otak dan koronaria tidak terjadi vasokonstriksi, bahkan aliran darah pada kelenjar
10
11
IV.
MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis syok bergantung pada organ apa yang terkena dampak, dimana
manifestasi syok yang secara umum terjadi adalah:
1. Takikardi
2. Nadi yang cepat dan lemah
3. Hipotensi
4. Takipneu
5. Perubahan status mental
6. Penurunan jumlah urin
7. Akral dingin
8. Mual dan muntah
Dengan penjelasan masing-masing gejala telah dijelaskan pada
patofisiologi.
Adapun manifestasi klinis spesifik berdasarkan jenis syok, yaitu:
1. Syok hipovolemik
Tingkat keparahan syok hipovolemik berdasarkan fungsi defisit volume
cairan, laju kehilangan cairan, dan status premorbid pasien akibat
kehilangan cairan.1 Menurut Beecher, syok hipovolemik dibagi atas 4
derajat berdasarkan perkiraan hilangnya darah (estimated blood loss/EBL),
yaitu :1,4
12
Gejala klinis
Blood loss (ml)
Class I
10-15% EBV
Class II
15-25% EBV
Class III
25-35% EBV
Class IV
35-45%%
(750-1000 ml)
(1000-1250
(>1250-1750
EBV (>1750-
ml)
>100 / N
ml)
120 / N
2250 ml)
140 / no
<100 / N
mild takikardi
Normal
pulse on
Normal /
Menurun /
carotid
Menurun /
sistolik /
sistolik 20-
tidak terukur
diastolik
30% / diastolik
>40
Respiratory rate
14-20
20-30
15-20 %
30-40
(freq/min)
Urin output (ml/hr)
>30
20-30
5-15
Oligouria /
CNS symptoms
Normal / cemas
Cemas
Bingung,
anuria
Lethargic
Pucat
disorientasi
Pucat,
Dingin, basah
Presyok / syok
diaforesis
Syok,
pucat, sianosis
Stadium
ringan
hipoksemia,
preterminal
ringan
Kulit
Metabolik /
Tidak syok
hemodinamik
asidosis
metabolik,
Koreksi cairan
Kristaloid
Kristaloid
vasokonstriksi
Kristaloid +
Kristaloid +
darah
darah
2. Syok kardiogenik1,10
Gambaran klinis syok kardiogenik tampak sama dengan gejala klnis syok
hipovolemik, disertai adanya disritmia, bising jantung gallop. Terdapat
gejala penyerta faktor predisposisi resiko syok karena infark miokard,
antara lain: umur, riwayat diabetes mellitus, riwayat angina, gagal jantung
kongestif, infark anterior. Tanda awal iskemi jantung akut, yaitu nyeri
dada, sesak nafas, diaforesa, gelisah, dan ketakutan, mual dan muntah,
serta gangguan sirkulasi lanjut yang menimbulkan berbagai disfungsi end
organ. Edema paru yang timbul akibat kelainan jantung dapat diketahui
dengan keluhan sesak napas, sianosis sentral, terdapat ronkhi paru,
13
Gejala klinis
Fatigue, gagal jantung kongstif, SVR, CO
Angina, perubahan EKG reversible
Sinkop, angina, gagal jantung kongestif, SVR, CO
Angina, gagal jantung kongestif, SVR
aorta
Stenosis mitral
Regurgitasi
mitral
3. Syok distributif
1) Syok septik1,2,11
Gejala klinis syok septik tak dapat dilepaskan dari keadaan sepsis itu
sendiri, berupa sindroma reaksi inflamasi sistemik (SIRS), dimana
terdapat 2 atau lebih gejala:
a) Temperatur >38C atau <36C
b) Heart rate >90x/menit
c) Frekuensi napas >20x/menit atau PaCO2 <4,3 kPa
d) Leukosit >12.000 sel/mm3 atau <4.000 sel/mm3 atau >10% bentuk
imatur.
Syok septik adalah sindroma sepsis disertai hipotensi dan gangguan
perfusi, dimana tekanan sistolik <90 mmHg atau turun >40 mmHg dari
tekanan basal tanpa sebab yang jelas. Terdapat dua fase sindroma
klinis, yaitu warm shock dan cold shock.
Sepsis lanjut diakhiri dengan kerusakan target organ berupa multiple
organ system failure (MSOF), antara lain acute respiratory distress
syndrome (ARDS) dengan gejala dyspnoe, hipoksemia, infiltrate
pulmo difus, dan lain lain. Dengan adanya MSOF ataupn kombinasi
beberapa syok yang terjadi bersamaan, terutama antara syok septik
dengan hipovolemik, maka gejala septik syok akan sangat bervariasi.
Fase syok septik
Awal : Warm shock
Gejala klinis
Vasodilatasi perifer : nadi cepat dan besar,
CO, SVR
takipneu.
Vasokonstriksi perifer : kulit dingin, basah,
resp.
2) Syok anafilaktik1,12
Syok anafilaktik adalah hipotensi yang merupakan bagian dari
sindroma klinis reaksi imunologis antibody-mediated bersifat sistemik.
Gejala klinis timbul setelah kontak dengan antigen dengan manifestasi
klinis yang berbeda-beda dalam berat ringannya, lama serangan,
ataupun perjalanan penyakitnya yang dapat mengenai satu sistem atau
lebih. Tingkat keparahan klinis bergantung pada jalur masuknya dan
dosis antigen.
Efek klinis anafilaktik adalah mengenai sistem pernapasan dan
sistem sirkulasi. Pada sistem pernapasan, dapat terjadi edema
hipofaringdan laring, konstriksi bronkus dan bronkiolus, disertai
hipersekresi mukus, dimana semua keadaan ini menyebabkan spasme
dan obstruksi jalan napas akut dengan gejala : dyspnoe, wheezing,
gagal napas akut.
Mediator terpenting syok anafilaktik adalah histamin, yang
menyebabkan vasodilatasi arteriol, dan peningkatan permeabilitas
vaskuler sehingga terjadi hipotensi. Hal ini diperberat dengan adanya
angioedem yang terjadi di kulit (flushing, urtikaria, eritema) dan organ
visera. Turunnya perfusi koroner akibat hipotensi atau histamin pada
arteri koroner juga akan menyebabkan spasme arteri dan depresi
miokard dengan gejala angina dan takikardi.
Efek substansi mediator primer pada rangkaian konstriksi otot
polos menyebabkan gangguan gastrointestinal berupa mual, muntah,
kram abdomen, dan diare. Pada sistem renal dapat timbul gejala
hematuri yang disebabkan karena proses hemolisis. Akibat syok lebih
lanjut adalah gangguan perfusi ke SSP menyebabkan penurunan
kesadaran. Apabila masuk pada fase syok, maka akan memberikan
gejala seperti syok hipovolemik.
3) Syok neurogenik1
15
Sering terjadi pada cedera cervical atau high thorasic spinal cord
injury. Gejala klinis adalah berupa hipotensi disertai bradikardia, dan
dapat disertai dengan gangguan neurologis, berupa paralisis flaksid dan
hilangnya reflex ekstremitas.
4. Syok obstruktif1,2,7
Gejala klinis yang tampak hampir sama dengan syok kardiogenik dan
hipovolemik, dan bergantung pada etiologi atau penyebabnya, dimana
penyebab tersering adalah tromboemboli paru, tamponade jantung,
obstruksi arterioventrikuler, dan tension pneumothoraks.
Fisiologi jantung pada fase permulaan masih normal, tetapi terdapat
penurunan venous return karena adanya obstruksi. Pada fase selanjutnya,
akan tampak kelelahan, cemas, pucat, penurunan kesadaran, berkeringat
dingin, hipotensi, takikardi, angina, distress pernapasan, hingga
pernapasan Kussmaul. Gejala-gejala ini akan berlanjut menjadi sebagai
tanda-tanda akut kor pulmonal dan payah jantung kanan, berupa pulsasi
dan distensi vena jugularis, gallop, bising pulmonal, dan aritmia.
Karakteristik manifestasi klinis pada tamponade jantung adalah suara
jantung menjauh, pulsus alternans, terlihat pulsasi JVP selama inspirasi;
sedangkan manifestasi klinis emboli paru adalah dyspnoe, nyeri dada
substernal mendadak, hingga dapat terjadi disritmia jantung, dan gagal
jantung kongestif.
V.
PEMANTAUAN SYOK1,4
Pemantauan yang dibutuhkan pada syok, meliputi monitor rutin ataupun non-rutin
untuk mengevaluasi hemodinamik, respirasi dan metabolik, serta serebral.
Monitor hemodinamik dapat berupa monitor non-invasif maupun invasif. Invsif
terutama diperlukan pada pemberian agen vasoaktif guna resusitasi atau terapi
suportif kardiovaskuler.
1. Kardiovaskuler
Penilaian klinis
Monitoring noninvasif
Monitoring invasif
2. Respirasi
Penilaian klinis
Monitoring
3. Metabolik
16
Hematologi
Biokimia
VI.
4. Serebral
PENGELOLAAN SYOK1,2,3,4
Tujuan pengelolaan syok adalah mencapai normalisasi parameter
17
inotropik dan kronotropik. Epinefrin merupakan pilihan obat pada pasien yang
gagal respon dengan dobutamin. Pada pasien yang resisten terhadap
dobutamin, umumnya merespon epinefrin. Epinefrin merupakan neurohormon
yang dihasilkan untuk meningkatkan kontraktilitas selama stress dan syok,
dimana epinefrin merupakan agonis 1, 2, 1, dan 2 adrenergik.
Nilai pencapaian
>84 mmHg
>3 cmH2O
>8 gr/dl
<100 beats/minute
98-101 F
EBV + 500 ml/70kg
0,31 7 mg/ml
>600 ml/mn. m2 (normal)
>170 ml/mn. m2 (30% normal)
PROGNOSIS13
Untuk menentukan prognosis pasien yang mengalami syok, dipengaruhi oleh
beberapa faktor, yaitu :
Jenis dan stadium atau derajat keparahan syok
Onset dan durasi berlangsungnya syok
Penyakit yang mendasari terjadinya syok
Kerusakan sistem organ yang terlibat
20
BAB III
KESIMPULAN
Syok adalah suatu sindroma klinis yang terjadi karena adanya gangguan sistem
sirkulasi yang mengakibatkan tidak adekuatnya perfusi jaringan dan hipoksia sel serta
disfungsi multipel organ, dimana syok merupakan salah satu sindroma kegawatan yang
memerlukan penanganan intensif dan agresif.
Penanganan pasien syok memerlukan kerjasama multidisiplin berbagai ilmu
kedokteran dan multisektoral, dengan prinsip tatalaksana utama pengelolaan syok adalah
berdasarkan Basic Life Support dan Advanced Life Support, kemudian menetapkan diagnosis,
membatasi kerusakan dan memberikan terapi definitif berdasarkan penyakit yang mendasari
terjadinya syok, dimana dalam manajemen syok harus memperhatikan the golden period,
yaitu jangka waktu dimana hipoksia sel belum menyebabkan cumulative oxygen deficit
melebihi 100-125 ml/kg atau kadar arterial laktat mencapai 100 mg/dl. Secara empiris, satu
jam pertama sejak onset dari syok adalah batas waktu maksimal untuk mengembalikan
sirkulasi yang adekuat kembali.
21
DAFTAR PUSTAKA
1. Suryono B. Diagnosis dan pengelolaan syok pada dewasa.Yogyakarta: SMF Anestesiologi
Fakultas Kedokteran Universits Gadjah Mada; 2008.p.44-60.
2. Vincent JL, Backer DD. Circulatory shock. England: N Engl J Med; 2013;369.p.1726-34.
3. Rizki A. Mengenal syok. Padang: Mini symposium emergency in field activities
Hippocrates emergency team; 2013.p.7-43.
4. Holmes CL, Walley KR. The evaluation and management of shock. Canada: Clin Chest
Med 24; 2003.p.775 789.
5. Zimmerman JL, Taylor RW, Dellinger RP, Farmer JC. Diagnosis and management of
shock. In: Fundamental critical support society of critical care medicine. USA: Support
society of critical care medicine; 2009.p.60-89.
6. Anderson SP, Wilson LM. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. 4 th Ed.
Jakarta: EGC; 1995.
7. Cheatham ML, Block EF, Smith HG, Promes JT. Shock: An overview. Florida: Orlando
Regional Medical Center; 2000.p.2-14.
8. Porth CM. Essentials of pathophysiology: Concepts of altered health states. 7 th Ed. UK:
Lippincott Williams & Wilkins;2004.p.499-500.
9. Fauci AS, Kasper DL, Longo DL, et al. Approach to the patient with shock.. In:
Harrisons principles of internal medicine. 17th Ed. Chapter 264. US: McGraw-Hills;
2008.
10. Dobb J. Cardiogenic shock. In: Intensive care manual. 4 th Ed. UK: Butterworth
Heinemann; 1997.p.146-51.
11. Suharto. Tatalaksana syok septik. In: Update on shock. Surabaya: Pertemuan ilmiah
terpadu FK Universitas Airlangga; 2000.
12. Kemp SF, Lockey RF. Anaphylaxis: a review of causes and mechanisms. J Allergy Clin
immunol; 2002.p.110-41.
13. Ledingham I, Cowan BN, Burns BNJ. Prognosis in severe shock. England: British Med J;
1982.Vol.284.p.443.
22