Anda di halaman 1dari 17

1

BAB I
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
1.1 BATASAN
Otitis Media Akut (OMA) merupakan peradangan telinga tengah dengan
gejala dan tanda-tanda yang berat dan singkat (Dorland, 1998). OMA disebut juga
Otitis Media Purulenta Akut (OMPA) atau Otitis Supuratif Akut (OMSA). Otitis
media supuratif akut adalah infeksi akut yang mengenai mukoperiosteum kavum
timpani dengan disertai pembentukan sekret purulen (Harmadji, Sri, dkk. dalam
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Penyakit THT RSU Dokter Soetomo, 2005).

Gambar 1.1. Otitis media


1.2 KUMAN PENYEBAB
OMA dapat disebabkan oleh adanya ISPA, trauma (gendang terbuka), atau
secara hematogen (tuberkulosis dan hipertensi). Kuman penyebab tersering
adalah S. pneumonia dan H. influenza. Kuman lain yang lebih jarang adalah S.
aureus, S. pyogenes, B. catarrhalis (Harmadji, Sri, dkk. dalam Pedoman
Diagnosis dan Terapi Ilmu Penyakit THT RSU Dokter Soetomo, 2005).

Etiologi OMA berdasarkan jenis kumannya, yaitu:

1) Bakteri
Bakteri piogenik merupakan penyebab OMA yang tersering. Menurut
penelitian, 65-75% kasus OMA dapat ditentukan jenis bakteri piogeniknya
melalui isolasi bakteri terhadap kultur cairan atau efusi telinga tengah.
Kasus lain tergolong sebagai non-patogenik karena tidak ditemukan
mikroorganisme penyebabnya. Tiga jenis bakteri penyebab otitis media
tersering

adalah

Streptococcus

pneumoniae

(40%),

diikuti

oleh

Haemophilus influenzae (25-30%) dan Moraxella catarhalis (10-15%).


Kira-kira 5% kasus dijumpai patogen-patogen yang lain seperti
Streptococcus pyogenes (group A beta-hemolytic), Staphylococcus aureus,
dan organisme gram negatif. Staphylococcus aureus dan organisme gram
negatif banyak ditemukan pada anak dan neonatus yang menjalani rawat
inap di rumah sakit. Haemophilus influenzae sering dijumpai pada anak
balita. Jenis mikroorganisme yang dijumpai pada orang dewasa juga sama
dengan yang dijumpai pada anak-anak (Kerschner, 2007).
2) Virus
Virus juga merupakan penyebab OMA. Virus dapat dijumpai tersendiri
atau bersamaan dengan bakteri patogenik yang lain. Virus yang paling
sering dijumpai pada anak-anak, yaitu respiratory syncytial virus (RSV),
influenza virus, atau adenovirus (sebanyak 30-40%). Kira-kira 10-15%
dijumpai parainfluenza virus, rhinovirus atau enterovirus. Virus akan
membawa dampak buruk terhadap fungsi tuba Eustachius, menganggu
fungsi imun lokal, meningkatkan adhesi bakteri, menurunkan efisiensi obat
antimikroba

dengan

menganggu

mekanisme

farmakokinetiknya

(Kerschner, 2007).
Predisposisi terjadinya otitis media adalah umur, jenis kelamin, ras, faktor
genetik, status sosioekonomi serta lingkungan, asupan air susu ibu (ASI) atau
susu formula, lingkungan merokok, kontak dengan anak lain, abnormalitas
kraniofasialis kongenital, status imunologi, infeksi bakteri atau virus di saluran

pernapasan atas, disfungsi tuba Eustachius, inmatur tuba Eustachius dan lainlain (Kerschner, 2007). Faktor umur juga berperan dalam terjadinya OMA.
Peningkatan insidens OMA pada bayi dan anak-anak kemungkinan disebabkan
oleh struktur dan fungsi tidak matang atau imatur tuba Eustachius. Selain itu,
sistem pertahanan tubuh atau status imunologi anak juga masih rendah. Otitis
media merupakan komplikasi yang sering terjadi akibat infeksi saluran napas
atas, baik bakteri atau virus (Kerschner, 2007).

1.3 PATOFISIOLOGI
Patofisiologi biasanya diawali dengan terjadinya infeksi akut saluran
pernapasan atas (ISPA). Mukosa saluran pernapasan atas mengalami inflamasi
akut berupa hyperemia dan udema, termasuk juga pada mukosa tuba
Eustachius, sehingga terjadi penyumbatan ostiumnya yang akan diikuti
dengan gangguan fungsi drainase dan ventilasi tuba Eustachius. Kavum
timpani menjadi vakum dan disusul dengan terbentuknya transudat hydrops
ex vacuo. Infiltrasi kuman patogen ke dalam mukosa kavum timpani yang
berasal dari hidung dan nasofaring menimbulkan supurasi (Harmadji, Sri, dkk.
dalam Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Penyakit THT RSU Dokter
Soetomo, 2005).
Anak lebih mudah terserang OMA dibanding dengan orang dewasa.
Ini karena pada anak dan bayi, tuba lebih pendek, lebih lebar dan
kedudukannya lebih horizontal dari tuba orang dewasa (Gambar 2.3),
sehingga infeksi saluran pernapasan atas lebih mudah menyebar ke telinga
tengah. Panjang tuba orang dewasa 37,5 mm dan pada anak di bawah umur
sembilan bulan adalah 17,5 mm (Djaafar, dkk. dalam Buku Ajar THT-KL
FKUI, 2007). Hal ini meningkatkan peluang terjadinya refluks dari nasofaring
menganggu drainase melalui tuba eustachius. Insidens terjadinya otitis media
pada anak yang berumur lebih tua berkurang, karena tuba telah berkembang

sempurna dan diameter tuba eustschius meningkat, sehingga jarang terjadi


obstruksi dan disfungsi tuba. Selain itu, sistem pertahanan tubuh anak masih
rendah sehingga mudah terkena ISPA lalu terinfeksi di telinga tengah.

Gambar 2.4. Perbedaan tuba eustachius pada anak-anak dan orang dewasa.

Adenoid merupakan salah satu organ di tenggorokan bagian atas yang


berperan dalam kekebalan tubuh. Pada anak, adenoid relatif lebih besar dibanding
orang dewasa. Posisi adenoid yang berdekatan dengan muara tuba eustachius
sehingga adenoid yang besar dapat mengganggu terbukanya tuba eustachius.
Selain itu, adenoid dapat terinfeksi akibat ISPA kemudian menyebar ke telinga
tengah melalui tuba eustachius (Kerschner, 2007).

1.4 DIAGNOSIS
Diagnosis cukup dilakukan dengan diagnosis klinik, yang meliputi
anamnesis dan pemeriksaan telinga (otoskopi).

Gambar 2.5. Pemeriksaan otoskopi


OMA dibagi menjadi empat stadium (Harmadji, Sri, dkk. dalam Pedoman
Diagnosis dan Terapi Ilmu Penyakit THT RSU Dokter Soetomo, 2005) seperti
pada tabel 2.1.
Tabel 2.1. Stadium OMA
NO. STADIUM
1.
Kataral

ANAMNESIS
OTOSKOPI
Diawali dengan ISPA akut o Membran timpani:
dan diikuti dengan gejala di
retraksi,
warna
telinga:
mulai hiperemia.
o
Kadang-kadang
o Terasa penuh;
o Grebeg-grebeg; dan
tampak adanya airo Gangguan pendengaran.
fluid level.

2.

Supurasi atau o Otalgia hebat.


o Membran timpani:
o Gangguan pendengaran.
Bombans
bombans
dan
o Febris, batuk, pilek.
hiperemia.
o Pada bayi dan anak o Belum ada sekret di
kadang disertai dengan:
liang telinga luar.
gelisah, rewel, konvulsi,
gastro-enteritis.
o Belum terjadi otore.

3.

Perforasi

o Otore mukopurulen.
o Membran timpani:
o Otalgi
dan
febris
perforasi,
sentral,
mereda.
kecil di kuadran
o Gangguan pendengaran.
anteroinferior.
o Masih ada batuk dan o Sekret: mukopurulen
pilek.
kadang
tampak
pulsasi.
o Warna
membran
timpani hiperemia.

4.

Resolusi

Gejala-gejala pada stadium o Membran timpani:


sebelumnya sudah banyak
sudah pulih menjadi

mereda.
normal kembali.
o
Masih
dijumpai
Kadang masih ada gejala
lubang perforasi.
sisa: tinnitus dan gangguan
o Tidak
dijumpai
pendengaran.
sekret lagi (telinga
telah kering).

(A)

(B)

(C)

(D)

(E)

Gambar 2.6. (A) Membran timpani normal; (B) Membran timpani hiperemis pada stadium kataral; (C)
Membran timpani bulging dengan pus purulen pada stadium supurasi; (D) Membran timpani perforasi; (E)
Membran timpani pada stadium resolusi.

Manifestasi klinis yang mendukung diagnosis OMA seperti nyeri hilang


timbul dalam waktu 1 3 hari, gangguan pendengaran, rasa penuh di telinga
(grebeg-grebeg), otorea, panas, malaise,disertai dengan adanya riwayat ISPA,
dan ditunjang pada data objektif pemeriksaan telinga seperti pada stadium

OMA. Menurut Kerschner (2007), kriteria diagnosis OMA harus memenuhi


tiga hal berikut, yaitu:
1) Penyakitnya muncul secara mendadak dan bersifat akut.
2) Ditemukan adanya tanda efusi. Efusi merupakan pengumpulan cairan di
telinga tengah. Efusi dibuktikan dengan adanya salah satu di antara tanda
berikut, seperti menggembungnya membran timpani atau bulging, terbatas
atau tidak ada gerakan pada membran timpani, terdapat bayangan cairan di
belakang membran timpani, dan terdapat cairan yang keluar dari telinga.
3) Terdapat tanda atau gejala peradangan telinga tengah, yang dibuktikan
dengan adanya salah satu di antara tanda berikut, seperti kemerahan atau
erythema pada membran timpani, nyeri telinga atau otalgia yang
mengganggu tidur dan aktivitas normal.

1.5 DIAGNOSA BANDING


furunkel liang telinga dan
otitis eksterna.
1.6 PENATALAKSANAAN
1.6.1 Non Farmakologi:
1. Mencegah agar tidak bertambah parah

Tidak mengorek-ngorek telinga sendiri


2. Meningkatkan kondisi badan
Olah raga teratur
Makanan bergizi

1.6.2 Farmakologi :
Penatalaksanaan OMA tergantung pada stadium penyakitnya. Pengobatan
pada stadium awal ditujukan untuk mengobati infeksi saluran napas, dengan
pemberian antibiotik, dekongestan lokal atau sistemik, dan antipiretik. Tujuan
pengobatan pada otitis media adalah untuk menghindari komplikasi yang
mungkin terjadi, mengobati gejala, memperbaiki fungsi tuba eustachius,
menghindari perforasi membran timpani, dan memperbaiki sistem imum lokal
dan sistemik.
1) Antibiotik

Lini I :

Amoxycilline
Erytromycine
Cotrimoxazole

: Dewasa 3 x 500 mg/hari


Bayi atau anak
: 50 mg/kgBB/hari
: sama dengan dosis Amoxycilline.
: TM 80 mg dan SMZ 400 mg tablet
Dewasa : 2 x 2 tablet
Anak-anak:
(Trimethoprim 40 mg dan
Sulfamethoxazole

Lini II:

200

mg) Suspensi 2 x 1 cth


Bila ditemukan kuman sudah resisten (infeksi berulang)
Kombinasi amoxycilline dan clavulanic acid:
Dewasa: 3 x 625 mg/hari
Bayi atau anak-anak: disesuaikan dengan berat badan dan
usia.
Cephalosporine II/III oral (cefuroxime, cefixime, cefadroxil,
dsb)
Antibiotik diberikan 7 10 hari. Pemberian yang tidak
adekuat dapat menyebabkan kekambuhan. Penderita alergi
penicillin

dapat

diberikan

makrolid

(Azithromycine,

Roxithromycine).
2) Memperbaiki fungsi drainase dan ventilasi tuba Eustachius (bila
diperlukan).
Dekongestan: oral atau topikal.
3) Evakuasi mukopus (bila diperlukan, pada stadium II).
Dilakukan miringotomi (parasentesis) pada kuadran posteroinferior
membrane timpani dengan menggunakan bius lokal (larutan Xylocain 8%).
Miringotomi ialah tindakan insisi pada pars tensa membran timpani, supaya terjadi
drainase sekret dari telinga tengah ke liang telinga luar. Syaratnya adalah harus
dilakukan secara dapat dilihat langsung, anak harus tenang sehingga membran
timpani dapat dilihat dengan baik. Lokasi miringotomi ialah di kuadran posteriorinferior. Bila terapi yang diberikan sudah adekuat, miringotomi tidak perlu dilakukan,
kecuali jika terdapat pus di telinga tengah (Djaafar, 2007). Indikasi miringostomi
pada anak dengan OMA adalah nyeri berat, demam
1.7

Komplikasi
Sebelum adanya antibiotik, OMA dapat menimbulkan komplikasi, mulai dari
abses subperiosteal sampai abses otak dan meningitis. Komplikasi OMA
berdasarkan atas batas-batas telinga tengah, yaitu:
Lateral: mengenai membran timpani dapat menyebabkan perforasi.
Medial: mengenai koklea dapat menyebabkan labirinitis.

Anterior: mengenai tuba eustachius, vena jugularis, arteri corotis,

komplikasinya bisa terjadi tromboflebitis.


Posterior: komplikasinya dapat berupa mastoiditis akut.
Superior: komplikasinya bisa sampai ke meningen (otak) yang dapat

menyebabkan meningitis dan abses otak.


Inferior: mengenai canalis nervus fasialis yang dapat menyebabkan parese
nervus fasialis.

BAB II
STATUS PASIEN
DM Ariska Wirayanti
Laporan Kasus / Ujian Kasus Pasien (Coret yang tidak perlu )
STATUS PASIEN TELINGA, HIDUNG DAN TENGGOROK
NAMA
UMUR
ALAMAT
PEKERJAAN
BERAT BADAN
KESADARAN
GCS

: An. H F
: 4 tahun
: Blitar
: Belum bekerja
: 24 KG, TENSI: , TEMPERATUR: 37,30C
: Composmentis
:456

KELUHAN
UTAMA

: Sakit pada telinga kiri

ANAMNESA

: Telinga terasa sakit dan grebek-grebek

Sakit dirasakan pada saat bangun tidur


Nyeri dan seperti ada semut atau hewan kecil yang berjalan pada telinga
Pasien batuk pilek sejak 2 minggu dan saat ini sudah mulai membik, 2hari yng lalu
pasien juga sempat demam dan menurun setelah minum obat
Pasien hanya minum obat untuk batuk, pilek dan demam, tetapi sudah berhenti seja
sminggi yang lalu
RPD

: Kejang (-), asma (-), alergi makanan (-), alergi obat (-)

10

KELUHAN DARI PASIEN :


TELINGA :
Otorea ka./ki. ( - / - )

HIDUNG :
Pilek ka./ki. : ( + / + )

Lamanya : ( - / - )

Lamanya : (2 minggu)

terus-terus / kadang-kadang

terus-terus / kadang-kadang

Pendengaran ka./ki. : DBN

Buntu ka./ki. : ( - / - )

Tinnitus ka./ki.: ( - / - )

Lamanya (-)

Nyeri ka/ki : (-/+)

terus-terus / kadang-kadang

Mau jatuh ke ka./ki. : ( - / - )

sekret encer/kental (+)

Muka miring ke ka./ki. : ( - / - )

berbau (-)

Panas : (-)

campur darah (-)

Keluhan lain : grebek-grebek seperti ada

Bersin-bersin : (-)

semut yang beralan

Epistaksis ka./ki : ( - / - )
Anosmia : (-)
Sakit kepala : (-)
Sakit di hidung : (-)
Keluhan lain : (-)

TENGGOROK :
Sakit menelan lamanya : (+)
sering-sering

LARING:
Sakit menelan : (-)
Parau / serak lamanya : (-)

yang terakhir : 2minggu yang lalu


Trismus : (-)

terus-terus / kadang-kadang
(-)

Ptialismus : (-)

Sesak : (-)

Panas sering-sering: (-)

Rasa ngganjel : (-)

yang terakhir : (-)


Rasa ngganjel : (-) di bagian tenggorokan
kanan dan kiri.
Rasa mukus : (-)
Keluhan lain :
-

Tidur mendengkur (+)

STATUS LOKALIS :

Keluhan lain : (-)

11

TELINGA :
LIANG TELINGA LUAR :
Bau Busuk : ( - / - )

Gejala intracranial : (-)

Sekret : tak ada

Gejala labirin : (-)

Granulasi / polip : tak ada

Saraf fasialis / N.VII : Parese / Paralise : ( -

Dinding belakang atas : tidak

/-)

Fistula : ( - / - )

Udem / abses aurikularis : (-)

Gejala fistula pre aurikularis :

Fistel retro aurikularis : (-)


Nyeri tekan : (-)

Utuh

Telinga

hiperemi
Bombans

sebelah
Tes Bisik 1 10/10

Perforasi

meter :

Sekret

Tes

Patologi

tala

kanan

Kiri
10/10

garpu

frekuensi :
+
+

+
+

+
+

+
+

Rinne
Schwabach

+
+
memendek

+
+
memendek

Weber

Lateralisasi Lateralisasi

1024 Hz
952 Hz
512 Hz
426 Hz
341 Hz
286 Hz

Lateralisasi

ke

Kesimpulan Test Bisik dan Garpu Tala: Telinga kanan dan kiri pendengaran
dalam batas normal.

HIDUNG :
Keadaan luar : dalam batas normal

12

Rinoskopia anterior :
Vestibulum nasi

: dalam batas normal

Dasar kavum nasi

: dalam batas normal

Meatus nasi inferior

: dalam batas normal

Konka nasi inferior

: dalam batas normal

Meatus nasi media

: dalam batas normal

Konka nasi media

: dalam batas normal

Fisura olfaktoria

: dalam batas normal

Septum nasi

: dalam batas normal

Benda asing

: (-)

Rinoskopia posterior

: tidak dilakukan

Koana

:tidak dilakukan

Kauda konka nasi

:tidak dilakukan

Nasofaring : - Atap

:tidak dilakukan

Dinding posterior

:tidak dilakukan

Dinding lateral

:tidak dilakukan

Ostium tubae

:tidak dilakukan

Torus tubarius

:tidak dilakukan

Fosa rosenmuller

:tidak dilakukan

Transiluminasi : - Sinus Frontalis

: T/T

- Sinus Maksilaris : T/T


Gejala lain : (-)
TENGGOROKAN :
Bibir

: Dalam batas normal

Mulut

: Dalam batas normal

Gusi

: Dalam batas normal

Lidah

: Dalam batas normal

Palatum durum

: Torus palatinus ( - / - )

Palatum mole

: Dalam batas normal

Uvula : bentuk

: normal

posisi

: tengah

tumor

: (-)

Arkus anterior

: posisi : Dalam batas normal

radang

: (-)

tumor

: (-)

Arkus posterior : posisi

: sulit dievaluasi

radang

: sulit dievaluasi

13

tumor

: sulit dievaluasi

Tonsil :
Besar

: T2/T2

Warna

: Hiperemis / Hiperemis

Udem

: +/+

Kripte

:-/-

Detritus

: -/-

Membran

: -/-

Ulkus

: -/-

Tumor

: -/-

Faring :
warna

: Dalam batas normal

udem

: Dalam batas normal

granula

: Dalam batas normal

lateral band

: Dalam batas normal

sekret

: (-)

reflex muntah

: (+)

lain lain : Dalam batas normal


Kelenjar getah bening

: tidak membesar

warna kulit

:(-/-)

soliter / multiple

:(-/-)

ukuran

:(-/-)

konsistensi

:(-/-)

nyeri tekan

:(-/-)

mobilitas

:(-/-)

PEMERIKSAAN LAIN-LAIN

14

Laringoskopi : (tidak dilakukan)


Tak langsung (LI = Laringoskopi

Langsung

Indirek) :

(LD=Laringoskopi
epiglotis

Direk) : tdk dilakukan)

aritenoid
plica
ventrikularis
korda vokalis
subglotik
Esofagoskopia

: (tidak dilakukan)

Ukuran

Kardia

Kelainan

krikofaring

Bronkoskopia

: (tidak dilakukan)

Kelainan

Fluoroskopi : (tidak dilakukan)


USULAN
PEMERIKSAAN
PENUNJANG
DIAGNOSA
UTAMA
KOMPLIKASI
DIAGNOSA
SEKUNDER
DIFFERENTIAL
DIAGNOSA

PLAN
TERAPI

PLAN
KOMUNIKASI

INFORMASI

: Otitis Media Akut stadium Hiperemi


:: Tonsilitis Akut
:-

1. Antibiotik : Amoxan syr 3x1cth


2. Flutamol syr 3x2cth
3. Prednisone tab 3x1/5
Dengan komunikasi dua arah antara pemeriksa dan pasien
( orang tua pasien ) diharapkan pengobatan terhadap penyakit
pasien dapat tercapai secara maksimal.
Menjelaskan tentang penyebab, perjalanan penyakit dan
kemungkinan komplikasi yang dapat terjadi bila tidak segera
dilakukan terapi yang adekuat.

15

Memberi pengetahuan tentang makanan yang harus


dihindari dan yang sebaiknya dikonsumsi sehingga

EDUKASI

EVALUASI

diharapkan tidak terjadi kekambuhan pada penyakit yang


diderita.
kontrol jika keluhan tidak berkurang

Dokumen Medik THT ini dibuat untuk : Laporan Kasus /Ujian Pasien.
(*Coret yang tidak perlu)

BBlitar, 18 Januari 2014


Penguji:

Dokter Muda:

( dr. ERIE TRIJONO, Sp. THT )

(Ariska Wirayanti.)

NIP. 19610923 198901 1 002

NIM.207.121.0038

BAB III
KESIMPULAN
1. Berdasarkan hasil anamnesa didapatkan bahwa pasien datang dengan keluhan
telinga terasa sakit pada saat bangun tidur sjak 1 hari ini,, terasa gatal dan
grebek-grebek seperti ada semut atau hewan kecil yang sedang berjalan.
2minggu sebelumnya pasien menderita batuk, pilek dan deman dan saat ini
sudah mulai membaik.
2. Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik, didapatkan hiperemi telinga tengah pada
telinga kiri pasien, pada pemeriksaan rinoskopi anterior, tidak didapatkan

16

adanya kelainan pada hidung kiri maupun kanan pasien. Pada pemeriksaan
tenggorok, didapatkan adanya pembesaran tonsil berukuran T2-T2, dimana
tonsil memenuhi rongga orofaring sebanyak 50%-50% dari arkus anterior.
Pada permukaan tonsil didapatkan hiperemis pada permukaan tonsil, tetapi
tidak ditemukan adanya kripte dan detritus pada tonsil.
3. Berdasarkan hasil anamnesa dan pemeriksaan fisik yang didapatkan,
mendekatkan kepada diagnosis Otitis media akut stadium hiperemi. Dari
anamnesis didapatkan kemungkinan yang menjadi fakor predisposisi
terjadinya OMA akut pada pasien ini adalah akibat dari ISPA yang di derita
psien 2minggu sebelumnya
4. Pada kasus ini, di lakukan pengobatan jalan dengan pemberian obat orang dan
edukasi kepada orang tua pasien untuk mencegah sakit bertambah parah dan
kekambuhan.

17

DAFTAR PUSTAKA
Al-Abdulhadi, Khalid, 2007. Common throat infections: a review, ORL-HNS
Department, Zain and Al-Sabah Hospital, Kuwait, Bull Kuwait Inst Med
Spec 2007; 6:63-67
Efiaty, Soepardi, 2001. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan,
Edisi 5, Jakarta: FK UI
Mansjoer, et all. (2001). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : EGC
Rusmardjono & Soepardi, 2007. Faringitis, Tonsilitis, dan Hipertrofi Adenoid.
Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher.
Hal. 223-224. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Sjamsuhidajat ; R & Jong, W.D. (1997). Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta ; EGC.
Soepriyadi, Rukmini S, Harmadji S.2005. Pedoman Diagnosis dan Terapi.
Bag/SMF THT RSU Dokter Soetomo Surabaya.
Trijono E. 2005. Kumpulan Makalah di Bidang THT. BPK RSD Mardi Waluyo
Kota Blitar.
Wanri. 2007.Tonsilektomi.Departemen Telinga, Hidung dan Tenggorok Fakultas
Kedokteran

Universitas

Sriwijaya

Palembang

2007.

from :http://klikharry.files.wordpress.com/tonsilektomi.pdf

Available

Anda mungkin juga menyukai