Anda di halaman 1dari 3

Review Manusia dan Masyarakat Indonesia

Nama

: Dwi Riza Kurnia

NPM

: 1406540736

Program Studi : Ilmu Administrasi Fiskal


Publikasi

: -

Indutrialisasi di Indonesia : Beberapa Kajian (LP3ES)

Industrialization and Development in the Third World

(Rajesh Chandra)
Haula Rosdiana, Slamet Irianto. 2013, Pengantar Ilmu
Pajak: Kebijakan dan Implementasi di Indonesia. Jakarta :

Rajawali Pers
Undang Undang Dasar 1945 Pasal 33
Republik Indonesia. 2003. Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 tentang
BUMN. Sekretariat Negara. Jakarta

Industrialisasi
Perkembangan industri di Indonesia baru berkembang pesat sejak
pemerintahan Orde Baru pada tahun 1966, dimana pada masa pemerintahan
tersebut pembangunan ekonomi, termasuk pembangunan sektor industri
manufaktur dapat dilaksanakan. Hal ini berbeda jauh dengan kondisi
Indonesia pada pertengahan tahun 1960-an yang belum mengalami
kemajuan yang berarti di bidang industri karena pemimpinnya terlalu sibuk
dengan masalah politik. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari PDB Indonesia
pada tahun 1960 - 1967 yang hanya tumbuh dengan laju pertumbuhan
penduduk

rata

rata

(2,1%),

sedangkan

setelah

Orde

Baru

laju

peertumbuhan meningkat yaitu 7,9% setahun selama kurun waktu 1967


1973, dan rata rata 7,5% dengan laju setahun selama kurun waktu 1973
1981.

Demikian

pula

dengan

idustri

manufaktur

yang

mengalami

pertumbuhan pesat selama Orde Baru dengan rata rata 9,6% setahun
selama kurun waktu 1967 1973, dan 14,2% selama setahun kurun waktu
1973 1981. Beda halnya dengan sebelum Orde Baru yaitu kurun waktu
1960 1967 yang hanya memiliki pertumbuhan dengan laju rata rata
sebesar 1%.
Pertumbuhan yang pesat ini tidak hanya disebabkan oleh kenaikan
proporsi pengeluaran konsumsi swasta yang dibelanjakan untuk hasil hasil
industri manufaktur, tetapi juga karena kenaikan tajam dalam permintaan
akan hasil hasil industri manufaktur sebagai akibat kenaikan dalam pangsa

penanaman modal. Dari uraian diatas dapat dilihat ada perbedaan signifikan
antara Orde Baru dengan masa sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa
faktor

yang

berpengaruh

besar

terhadap

pesatnya

perkembangan

industrialisasi juga tidak luput dari campur tangan pemerintah. Kebijakan


pada masa Orde Baru yang paling dominan yaitu dengan melakukan
perencanaan

dan

pelaksanaan

pembangunan

melalui

Rencana

Pembangunan Lima Tahun (REPELITA). Selama REPELITA I prioritas diberikan


pada pembangunan industri industri manufaktur yang mendukung sektor
pertanian,

sedangkan

selama

REPELITA

II

prioritas

diberikan

pada

pengolahan SDA yang menghasilkan bahan baku. Sedangkan REPELITA III


industri industri yang didirikan adalah yang dapat mengolah bahan baku
industri menjadi produk produk industri manufaktur, sedangkan selama
REPELITA IV dibangun industri barang barang hasil rekayasa (barang
modal).
Oleh karena perkembangan industri yang semakin hari semakin
maju, tentu para investor asing juga tertarik untuk menanamkan modal atau
bahkan memiliki SDA yang ada di Indonesia ini. Hal ini tentunya tidak bisa
dibiarkan jika SDA yang ada di Indonesia akan dimiliki oleh investor asing
karena akan berdampak pada kolonisasi pada zaman penjajahan dulu serta
semakin liberalnya sistem ekonomi yang dimiliki Indonesia. Oleh karena itu,
dibuatlah Undang Undang yang menjadi dasar dari perekonomian
Indonesia serta melindungi Sumber Daya Alam yang ada di Indonesia,
dimana undang undang ini tertuang dalam UUD 1945 pasal 33. Dalam
tujuan melindungi SDA ini, dituangkan dalam pasal 33 ayat 2 yang berbunyi
Cabang cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai
hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara, serta pasal 33 ayat 3 yang
berbunyi Bumi dan air dan kekaayaan alam yang terkandung di dalamnya
dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar besar kemakmuran
rakyat. Dari UU tersebut dibuatlah perusahaan milik negara yang mengelola
sumber daya alam yang menguasai hidup orang banyak yang dinamakan
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang dilandasi dari UU Nomor 19 Tahun
2003 tentang BUMN. Salah satu tugas dari BUMN atau pemerintah itu sendiri
adalah penyediaan barang publik sesuai dengan fungsi negara yaitu alokasi.
Alasan pemerintah juga harus menyediakan barang publik ini juga untuk
mencegah adanya kegagalan pasar, karena karakteristik dari barang publik
itu sendiri yang non-rivalry dan non-excludability tidak memungkinkan untuk

diserahkan pada ekonomi pasar. Untuk memenuhi penyediaan barang publik,


maka dibutuhkanlah pajak sebagai sumber penerimaan negara yang aman,
murah, dan berkelanjutan. Dengan demikian, tidak hanya pemerintah yang
dapat berperan aktif dalam memajukan perkembangan negara namun juga
masyarakat yang harus berpartisipasi dalam konteks ini yaitu membayar
pajak.
Namun dengan berkembangnya industrialisasi di bidang manufaktur
tersebut, maka investor asing juga akan semakin banyak di Indonesia. Hal ini
dapat dilihat pada zaman Orde Baru yang mempermudah MNC/TNC untuk
berkembang dengan memberikan keunggulan komparatifnya seperti buruh
yang murah, tanah murah sebagai hasil penggusuran sawah sawah milik
petani dan SDA yang melimpah. Hal ini menyebabkan perubahan perilaku
masyarakat dari yang dulunya mempunyai skill dalam bidang agraris,
kemudian dituntut untuk dapat memiliki skill di bidang manufaktur, jasa,
atau yang lainnya. Masyarakat yang tidak mampu bersaing dalam dunia
industri maka akan tersisihkan dan menjadi orang orang terpinggirkan.

Anda mungkin juga menyukai