Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENGERTIAN DAN DASAR HUKUM BUMN/BUMD


A. Pengertian BUMN dan Dasar Hukum BUMN
Di Indonesia, Badan Usaha Milik Negara adalah badan usaha yang sebagian atau seluruh
kepemilikannya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia. BUMN dapat pula berupa perusahaan
nirlaba yang bertujuan untuk menyediakan barang atau jasa bagi masyarakat.
Berdasarkan Undang- Undang No. 19 tahun 2003 Pasal 1 dijelaskan bahwa pengertian
dari Badan Usaha Milik Negara, yang selanjutnya disebut BUMN, adalah badan usaha yang
seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung
yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan, dan kegiatan utamanya adalah untuk
mengelola cabang- cabang produksi yang penting bagi negara dan digunakan sepenuhnya untuk
kemakmuran rakyat.
1. Bentuk- bentuk BUMN itu sendiri ada 3 yaitu:
a. Perusahaan Perseroan, yang selanjutnya disebut Persero, adalah BUMN yang berbentuk
perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit
51 % (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia yang
tujuan utamanya mengejar keuntungan.
b. Perusahaan Perseroan Terbuka, yang selanjutnya disebut Persero Terbuka, adalah Persero
yang modal dan jumlah pemegang sahamnya memenuhi kriteria tertentu atau Persero
yang melakukan penawaran umum sesuai dengan peraturan perundang-undangan di
bidang pasar modal.
c. Perusahaan Umum, yang selanjutnya disebut Perum, adalah BUMN yang seluruh
modalnya dimiliki negara dan tidak terbagi atas saham, yang bertujuan untuk
kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan
sekaligus mengejar keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan.
2. Maksud dan Tujuan BUMN
Berdasarkan UU no. 19 Tahun 2003 pasal 2, maksud dan tujuan pendirian BUMN
tidak lain adalah sebagai berikut:
a. Memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional pada umumnya dan
penerimaan negara pada khususnya.
b. Mengejar keuntungan.
c. Menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang
bermutu tinggi dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak.
d. Menjadi perintis kegiatan-kegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan oleh sektor
swasta dan koperasi.
e. Turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi
lemah, koperasi, dan masyarakat.
3. Visi dan Misi BUMN
1

Dibawah pembinaan Kementrian BUMN telah tersusun suatu Master Plan BUMN tahun
2002-2008 yang memuat VISI Menjadikan BUMN sebagai Badan Usaha yang tangguh
dalam persaingan global dan mampu memenuhi harapan stakeholder dengan beberapa
catatan :
a. BUMN sebagai Badan Usaha perlu dikembangkan sebagai pelaku usaha dalam
perekonomian Indonesia.
b. Sesuai asa kemanfaatan, pemilikan saham oleh negara tidak harus dipertahankan baik
sebagai pemegang saham mayoritas atau minoritas.
c. Pembinaan BUMN diarahkan untuk meningkatkan nilai perusahaan melalui pengelolaan
secara profesional, efisien dan tangguh sehingga mampu menghadapi persaingan global.
d. Meningkatkan kontribusi kepada negara baik dalam bentuk pajak, deviden maupun hasil
privatisasi serta memenuhi harapan stakeholders.
Dari visi tersebut juga dikandung suatu MISI yang juga tersusun tersusun dalam
suatu Master Plan BUMN tahun 2002-2008 sebagai berikut :
1. Melaksanakan reformasi dalam ruang lingkup budaya kerja, strategi dan pengelolaan
usaha untuk mewujudkan profesionalisme dengan berlandaskan pada prinsip Good
Corporate Governance dalam pengelolaan BUMN.
2. Meningkatkan nilai perusahaan melalui restrukturisasi, privatisasi dan kerjasa usaha
antar BUMN berdasar prinsip bisnis sehat.
3. Meningkatkan daya saing melaui inovasi dan peningkatan efisiensi untuk menyediakan
produk barang dan jasa berkualitas dengan harga kompetitif serta pelayanan bermutu
tinggi.
4. Peningkatan kontribusi BUMN kepada Negara.
5. Peningkatan peran BUMN dalam kepedulian terhadap lingkungan, pembinaan koperasi
dan UKM dalam program kemitraan.
4. Kinerja BUMN
Performance atau kinerja merupakan suatu pola tindakan yang dilaksanakan untuk
mencapai tujuan yang diukur dengan mendasarkan pada suatu perbandingan dengan
berbagai standar. Kinerja adalah pencapaian suatu tujuan dari suatu kegiatan atau pekerjaan
tertentu untuk mencapai tujuan perusahaan yang diukur dengan standar. Penilaian kinerja
perusahaan bertujuan untuk mengetahui efektivitas operasional perusahaan. Pengukuran
kinerja perusahaan dapat dilakukan dengan menggunakan suatu metode atau pendekatan.
Pengukuran kinerja perusahaan dikelompokkan menjadi dua, yaitu pengukuran kinerja non
keuangan (non financial performance measurement) dan pengukuran kinerja keuangan
(financial performance measurement). (Morse dan Davis, 1996 dalam Hiro Tugiman,
2000:96; Hirsch 1994:594-607).
Pengertian kinerja adalah gambaran pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan atau
program atau kebijaksanaan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi.
Pelaporan kinerja merupakan refleksi kewajiban untuk mempresentasikan dan melaporkan
kinerja semua aktivitas dan sumber daya yang perlu dipertanggungjawabkan. Kinerja
perusahaan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain terkonsentrasi atau tidaknya
2

terkonsentrasinya kepemilikan, manipulasi laba, serta pengungkapan laporan keuangan.


Kepemilikan yang banyak terkonsentrasi oleh institusi akan memudahkan pengendalian
sehingga akan meningkatkan kinerja perusahaan.
Dalam hubungannya dengan kinerja suatu perusahaan dapat dilihat dari laporan
keuangan yang sering dijadikan dasar untuk penilaian kinerja perusahaan. Salah satu jenis
laporan keuangan yang mengukur keberhasilan operasi perusahaan untuk suatu periode
tertentu adalah laporan laba rugi. Akan tetapi angka laba yang dihasilkan dalam laporan laba
rugi seringkali dipengaruhi oleh metode akuntansi yang digunakan. Disclosure laporan
keuangan akan memberikan informasi yang berguna bagi pemakai laporan keuangan.
5. BUMN dibagi 2 yaitu :
1. BUMN Non Keuangan
a. Infrastruktur BUMN
b. Noninfrastruktur BUMN
Aspek yang dinilai adalah aspek keuangan, aspek operasional dan aspek
administrasi.
2. BUMN Keuangan
a. Usaha Perbankan
b. Asuransi
c. Usaha Pembiayaan
d. Usaha Penjaminan
Aspek yang dinilai adalah aspek keuangan, aspek operasional dan aspek
administrasi.
6. Tujuan Penilaian Kinerja Perusahaan Adalah:
Penilaian perusahaan khususnya kinerja sering dilakukan untuk tujuan :
a. Untuk memperoleh pendapat wajar atas penyertaan dalam suatu perusahaan atau
menunjukkan bahwa perusahaan bernilai lebih dari apa yang ada di dalam neraca.
b. Untuk keperluan merger dan akuisisi, yaitu untuk mengetahui berapa nilai perusahaan
dan nilai ekuitas dari masing-masing perusahaan.
c. Untuk kepentingan usaha, yang bertujuan untuk mengetahui apakah nilai usaha lebih
besar daripada nilai likuiditasnya.
d. Memperoleh pembelanjaan penetapan besarnya pinjaman atau tambahan modal.

B. Pengertian BUMD dan dasar Hukum


Badan usaha milik negara yang dikelola oleh pemerintah daerah disebut badan usaha
milik daerah (BUMD). Perusahaan daerah adalah perusahaan yang didirikan oleh pemerintah
daerah yang modalnya sebagian besar / seluruhnya adalah milik pemerintah daerah. Tujuan
pendirian perusahaan daerah untuk pengembangan dan pembangunan potensi ekonomi di daerah
yang bersangkutan. Contoh perusahaan daerah antara lain: perusahaan air minum (PDAM) dan
Bank Pembangunan Daerah (BPD). Badan Usaha Milik Daerah ( BUMD ) memiliki kedudukan
sangat panting dan strategis dalam menunjang pelaksanaan otonomi.
Oleh karena itu, BUMD perlu dioptimalkan pengelolaannya agar benar-benar menjadi
kekuatan ekonomi yang handal sehingga dapat berperan aktif, baik dalam menjalankan fungsi
dan tugasnya maupun sebagai kekuatan perekonomian daerah. Laba dari BUMD diharapkan
memberikan kontribusi yang besar terhadap Pendapatan Asli Daerah. Otonomi daerah
memberikan konsekuensi yang cukup besar bagi peran Badan Usaha Milik Daerah ( BUMD )
dalam menopang Pendapatan Asli Daerah (PAD). Sesungguhnya usaha dan kegiatan ekonomi
daerah yang bersumber dari BUMD telah berjalan sejak lama sebelum UU tentang otonomi
daerah disahkan. Untuk mencapai sasaran tujuan BUMD sebagai salah satu sarana PAD, perlu
adanya upaya optimalisasi BUMD yaitu dengan adanya peningkatan profesionalisasi baik dart
segi manajemen. sumber daya manusia maupun sarana dan prasarana yang memadai sehingga
memiliki kedudukan yang sejajar dengan kekuatan sektor perekonomian lainnya.
1. Dasar Hukum BUMD
Dasar hukum pembentukan BUMD adalah berdasarkan UU No 5 tahun 1962 tetang
perusahaan daerah. UU ini kemudian diperkuat oleh UU No 5 tahun 1974 tentang pokokpokok pemerintahan daerah (Nota Keuangan RAPBN, 1997/1998).
2. Ciri-ciri BUMD adalah sebagai berikut:
a. Pemerintah memegang hak atas segala kekayaan dan usaha
b. Pemerintah berkedudukan sebagai pemegang saham dalam pemodalan perusahaan
c. Pemerintah memiliki wewenang dan kekuasaan dalam menetapkan kebijakan perusahaan
d. Pengawasan dilakukan alat pelengkap negara yang berwenang
e. Melayani kepentingan umum, selain mencari keuntungan
f. Sebagai stabillisator perekonomian dalam rangka menyejahterakan rakyat
g. Sebagai sumber pemasukan negara
h. Seluruh atau sebagian besar modalnya milik negara
i. Modalnya dapat berupa saham atau obligasi bagi perusahaan yang go public
j. Dapat menghimpun dana dari pihak lain, baik berupa bank maupun nonbank
k. Direksi bertanggung jawab penuh atas BUMN, dan mewakili BUMN di pengadilan

3. Tujuan Pendirian BUMD:


a. Memberikan sumbangsih pada perekonomian nasional dan penerimaan kas negara
b. Mengejar dan mencari keuntungan
c. Pemenuhan hajat hidup orang banyak
d. Perintis kegiatan-kegiatan usaha
e. Memberikan bantuan dan perlindungan pada usaha kecil dan lemah
f. melaksanakan pembangunan daerah melalui pelayanan jasa kepada masyarakat
g. penyelenggara kemanfaatan umum, dan peningkatan penghasilan pemerintah daerah
Berdasarkan kategori sasarannya secara lebih detail, BUMD dibedakan menjadi dua
yaitu sebagai perusahaan daerah untuk melayani kepentingan umum yang bergerak di bidang
jasa dan bidang usaha. Tetapi, jelas dari kedua sasaran tersebut tujuan pendirian BUMD
adalah untuk meningkatkan PAD.
4. Kesimpulan
Di Indonesia, Badan Usaha Milik Negara adalah badan usaha yang sebagian atau
seluruh kepemilikannya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia. BUMN dapat pula berupa
perusahaan nirlaba yang bertujuan untuk menyediakan barang atau jasa bagi masyarakat.
Berdasarkan Undang- Undang No. 19 tahun 2003 Pasal 1 dijelaskan bahwa pengertian dari
Badan Usaha Milik Negara, yang selanjutnya disebut BUMN.
Badan usaha milik negara yang dikelola oleh pemerintah daerah disebut badan usaha
milik daerah (BUMD). Perusahaan daerah adalah perusahaan yang didirikan oleh
pemerintah daerah yang modalnya sebagian besar / seluruhnya adalah milik pemerintah
daerah.
Dasar hukum pembentukan BUMD adalah berdasarkan UU No 5 tahun 1962 tetang
perusahaan daerah. UU ini kemudian diperkuat oleh UU No 5 tahun 1974 tentang pokokpokok pemerintahan daerah (Nota Keuangan RAPBN, 1997/1998).

BAB II
SEJARAH PENGATURAN BUMN
A. TAHAP PERKEMBANGAN BUMN
1. Generasi Pertama (1945-1959)
a. Pada periode sebelum kemerdekaan, Pemerintah Hindia Belanda melakukan usaha untuk
kepentingan Pemerintah Belanda, diatur dalam IBW (lndische Bedrijven Wet), ICW
(Indische Comptabiliteits Wet), dan Staatsblad Th 1927 No. 419 diubah & ditambah dg
UU No. 12 Th 1955. Contoh: Jawatan Pegadaian, Perc. Negara.
b. Setelah merdeka pengelolaannya beralih kepada Negara RI. Diawali pembentukan PN
(Perusahaan Negara) untuk mengembangkan usaha di sektor public utilities, seperti
Perusahaan Jawatan Kereta Api /PJKA, Pas Telepon Telegraf /PTT), Damri. Setelah
pengakuan kedaulatan, didirikan BNI, BRI, Pelni, Garuda, Semen Gresik, Pupuk
Sriwijaya.
c. Pemerintah juga melakukan Program Benteng untuk membangun usahawan pribumi
untuk mengimbangi usahawan keturunan Cina.
d. Perusahaan berdasarkan UU tertentu
1) UU Darurat No. 5 Th 1952 ttg Badan Industri Negara (BIN) yang berusaha di bidang
Perindustrian, Perdagangan & Perkebunan.
2) Perusahaan asing yang dinasionalisasi
3) Perusahaan Negara yang dibentuk berdasarkan KUHD-PT
4) Usaha Negara dengan Modal pemerintah dalam bentuk Yayasan.
Misal: Yayasan Urusan Badan Makam, Yayasan Motor, Yayasan Prapanca
(Depatemen Penerangan).
2. Genearsi Kedua (1959-1974)
a. Gerakan nasionalisasi (th. 1957) yang diatur dalam PP No. 27/1957 jo. UU No. 26/1959
ttg Nasionalisasi Perusahaan Belanda, sehingga peranan negara sangat dominan (periode
etatisme).
b. Lahir UU. No.1/1967 ttg Penanaman Modal Asing (PMA) dan UU. No.6/1968 ttg
Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) shg sistem ekonomi etatisme mulai ke arah
pasar bebas.
c. Melalui kedua UU tsb, para investor asing dan nasional diundang berpartisipasi dalam
pembangunan ekonomi shg peranan BUMN mulai tersaingi oleh swasta.
3. Generasi Ketiga (1974-1982)
a. Naiknya harga minyak tahun 1973, Pemerintah melakukan ekspansi besar-besaran
dengan mendirikan BUMN, akan tetapi harga minyak mulai merosot tahun 1983. Shg
dilakukan pengetatan anggaran negara melalui berbagai kebijakan, diantaranya Tax
Reform, dengan:

1. UU No.6/1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.


2. UU No.7/1983 tentang Pajak Penghasilan.
3. UU No.8 /1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa, dan Pajak
Penjualan Atas barang Mewah.
4. UU No.12 /1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan.
b. Pada dekade tahun 1980-an, sisa-sisa sektor public utilities yang dicanangkan untuk
BUMN pun mengalami transformasi menuju swastanisasi.
4. Generasi Keempat (1982-1990)
a. Gelombang globalisasi, deregulasi-debirokratisasi, dan swastanisasi melahirkan BUMN
generasi keempat, yang sebenarnya status hukumnya masih kabur, misalnya Bank Duta
status murni swasta atau quasi BUMN. Contoh lainnya perusahaan yang didirikan oleh
Yayasan Dana Pensiun (YPD) yang bernaung di bawah BUMN, secara formal berstatus
swasta, tetapi bisnisnya terikat dengan captive market (pasar yang dapat dikuasai)
BUMN.
b. Masalah kepentingan umum, makin tidak jelas wujud dan bentuknya dalam era ekonomi
global. Sebagai contoh tiga BUMN yang sudah go public, yaitu PT Telkom, PT Timbang
Timah, dan PT Indosat, PT Semen Gresik, dana yang dihasilkan untuk membayar hutang
luar negeri.

B. JENIS-JENIS BUMN
1. Bentuk BUMN (UU No. 9 Tahun 1969)
a. Perusahaan Perseroan (PERSERO)
Persero (Pasal 2 ayat 3 UU No.9/1969) Perusahaan dalam bentuk PT, seperti
diatur menurut ketentuan-ketentuan KUHD Stb. 1847 No.23, baik saham-sahamnya
untuk sebagian maupun seluruhnya dimiliki oleh Negara.
Ciri-ciri Persero (Inpres No.17 Tahun 1967):
1) Makna usahanya untuk memupuk keuntungan pelayanan dan pembinaan organisasi
yang baik, efektif, efisien, dan ekonomis secara business-zakelik, cost-accounting
principles, management effectiveness, dan pelayanan umum yang baik, memuaskan
dan memperoleh laba.
2) Modal seluruhnya atau sebagian merupakan milik negara dari kekayaan negara yang
dipisahkan. Dimungkinkan adanya joint atau mixed enterprise dengan swasta
(nasional dan atau asing) dan adanya penjualan saham perusahaan milik negara.
3) Status adalah badan hukum perdata, yang berbentuk Perseroan Terbatas. Hubungan
usaha diatur menurut hukum perdata.
4) Dipimpin oleh seorang Direksi dibawah pengawasan Dewan Komisaris yang
masing-masing bertanggung jawab kepada RUPS. Status pegawai sebagai pegawai
perusahaan swasta biasa.
5) Barang & jasa yang dihasilkan bukan merupakan kewajiban negara untuk
menghasilkannya.
6) Harga tergantung mekanisme pasar.
7) Melakukan kegiatan perusahaan yang bisa dilakukan swasta & bukan semata-mata
menjadi tugas pemerintah.
b. Perusahaan Jawatan (PERJAN)
Berdasarkan Pasal 2 ayat 1 UU No.9 /1969 adalah Perusahaan Negara yang
didirikan dan diatur dalam ketentuan-ketentuan Indische Bedrijven Wet (IBW)
Staatsblad 1927 No 419 yang telah beberapa kali mengalami perubahan dengan Stb.
1927 No.419 yang telah beberapa kali mengalami perubahan dengan Stb. 1936 No.445,
UU Darurat No.3/1954, dan UU No.13/1955 & ICW (Indische Comptabiliteits Wet)
sepanjang tdk bertentangan dg IBW. Sebagai salah satu bentuk BUMN memiliki modal
yang berasal dari Negara dan Besarnya modal Perjan ditetapkan melalui APBN.
Ciri-Ciri Perusahaan Jawatan:
1) Makna usaha adalah public service, shg barang & jasa yang dihasilkan
merupakan kewajiban pemerintah.
2) Modal permulaan & mutasi modal lainnya tercermin dalam APBN
3) Mempunyai hubungan hukum publik (publik rechteljik verhouding)
4) Hubungan usaha antara Pemerintah & masy. didasarkan pd business-zakelijkheid,
cost accounting principles & management effectiveness.
5) Dipimpin oleh seorang Kepala, yang bertanggung jawab kpd menteri/dirjen,
berkedudukan serendah-rendahnya setingkat Direktorat.
6) Mempunyai dan memperoleh fasilitas negara.
7) Pegawainya berstatus pegawai negeri.
8

8) Pengawsan dilakukan secara hierarki maupun secara fungsional, seperti bagianbagian Dep./Pemda, dan lain-lain.
c. Perusahaan Umum (PERUM)
Perum (Pasal 2 ayat 2/1969) adalah Perusahaan Negara yang didirikan dan diatur
berdasarkan ketentuan-ketentuan yang diatur dalam UU No. 19/Prp/1960.
Ciri-Ciri Perusahaan Jawatan:
1) Makna usahanya adalah melayani kepentingan umum & dijalankan dengan prinsip
efisiensi, efektivitas dan economi cost-accounting principles and management
efektiveness.
2) Status & penghasilan pegawai diatur sendiri dg Peraturan Pemerintah diluar
ketentuan2 bagi pegawai negeri.
3) Bergerak di bidang jasa vital (public utilities).
4) Tidak diperkenankan mempunyai anak perusahaan/menyertakan kekayaannya dalam
permodalaan perusahaan lain (sekarang diperbolehkan)
5) Dapat dituntut dan menuntut, hubungan hukumnya diatur secara hukum keperdataan
(privat rechterlijk).
6) Modal seluruhnya dimiliki negara dari kekayaan negara yang dipisahkan, dapat
mempunyai dan memperoleh dana dari kredit dalam dan luar negeri atau dari
obligasi.
7) Secara finasial harus dapat berdiri sendiri, kecuali ada politik Pemerintah mengenai
tarif dan harga, maka kan diatur melalui subisaidi pemerintah.
8) Dipimpin oleh seorang Direksi, pegawainya adalah pegawai perusahaan negara dan
diatur dalam ketentuan tersendiri, di luar ketentuan pegawai negeri, dan lain-lain.
2. Bentuk BUMN (pasal 9 UU No. 19/2003)
1. Persero
BUMN yg modalnya terbagi dalam saham yg seluruh atau paling sedikit 51 %
sahamnya dimiliki negara RI dg tujuan utama untuk mengejar keuntungan.
1) Pendiriannya diusualkan oleh menteri kpd presiden disertai dg dasar pertimbangan
stlh mengkaji bersama antara menteri teknis & menkeu.
2) Maksud & tujuannya adalah menyediakan barang dan atau jasa yg bermutu tinggi
berdaya saing kuat serta mengejar keuntungan.
3) Organ Persero adalah RUPS, direksi & komisaris.
4) Pengangkatan & pemberhentian direksi dilakukan o/ RUPS. Dlm hal menteri selaku
RUPS, pengangkatan & pemberhentian direksi ditetapkan melalui menteri)
5) Direksi wajib menyiapkan rancangan jangka panjang yg merupakan renstra ttg
sasaran & tujuan Persero dlm jangka wkt 5 th). Rancangan yg tlh ditandatangani
Dewan pengawas disampaikan kpd RUPS untuk mdpt pengesahan.
6) Direksi wajib menyiapkan rancangan rencana kerja & anggaran perusahaan yg
merupakan penjabaran tahunan rencana jangka panjang. Rancangan kerja &
anggaran wajib disampaikan kpd RUPS untuk memperoleh pengesahan.
7) Dalam waktu 5 bulan setelah tahun buku ditutup, direksi wajib menyampaiakn
laporan tahunan kepada RUPS untuk memperoleh pengesahan. Laporan ini
ditandatangani o/ semua anggota direksi & dewan pengawas.
9

8) Pengangkatan & pemberhentian anggota komisaris ddilakukan oleh RUPS. Dalam


bertindak selaku RUPS, pengangkatan & pemberhentian komisaris ditetapkan
o/menteri. Komisaris bertugas mengawasi direksi dlm menjalankan kepengurusan
persero serta memberikan nasehat pd direksi.
2. Perum
BUMN yg seluruh modalnya dimiliki negara & tdk terbagi atas saham, tujuannya
untuk kemanfaatan umum serta untuk mengejar keuntungan berdasarkan prinsip
pengelolaan perusahaan.
1) Pendiriannya diusualkan oleh menteri kpd presiden disertai dg dasar pertimbangan
setelah mengkaji bersama antara menteri teknis & menkeu.
2) Maksud & tujuannya adalah menyelenggarakan usaha yg bertujuan untuk
kemanfaatan umum bersadarkan prinsip pengelolaan perusahaan yg sehat
3) Organ Perum adalah menteri, dirksi & dewan pengawas.
4) Pengangkatan & pemberhentian direksi ditetapkan oleh menteri sesuai dg
mekanisme & Peraturan perundang-undangan.
5) Direksi wajib menyiapkan rancangan jangka panjang yg merupakan renstra ttg
sasaran & tujuan Perum dlm jangka wkt 5 th). Rancangan yg tlh ditandatangani
Dewan Pengawas disampaikan kpd menteri untuk mdpt pengesahan.
6) Direksi wjb menyiapkan rancangan rencana kerja & anggaran perusahaan yg
merupakan penjabaran tahunan rencana jangka panjang. Rancangan kerja &
anggaran wajib disampaikan kpd menteri untuk memperoleh pengesahan.
7) Dlm wkt 5 bln stlh thn buku ditutup, direksi wajib menyampaiakn laporan tahunan
kpd menteri untuk memperoleh pengesahan. Laporan ini ditandatangani o/ semua
anggota direksi & dewan pengawas.
8) Pengangkatan & pemberhentian anggota dewan pengawas ditetapkan oleh menteri.
Dewan pengawas bertugas mengawasi direksi dlm menjalankan kepengurusan perum
serta memberikan nasehat pd direksi.

DAFTAR BUMN DI INDONESIA


Jasa Keuangan, Konstruksi Dan Jasa
B Logistik dan Pariwisata
Lainnya
1. PERBANKAN
1.
PELABUHAN
PT Bank Mandiri Tbk
PT Pelabuhan Indonesia I
PT Bank Negara Ind. Tbk
PT Pelabuhan Indonesia II
PT BRI Tbk
PT Pelabuhan Indonesia III
BTN
PT Pelabuhan Indonesia IV
2. ASURANSI
2.
PELAYARAN
PT ASABRI
PT Angkutan Sungai Danau dan
PT Asuransi Jasa Raharja
Penyeberangan
PT Jamsostek

PT Bahtera Adhiguna
PT Taspen
PT Djakarta Lloyd
PT Pelayaran Nasional Indonesia
3. JASA PEMBIAYAAN
3.
KEBANDAR UDARAAN
Perum Pegadaian
PT Angkasa Pura I
Perum Sarana Pengembangan
PT Angkasa Pura II
Usaha
PT Danareksa
10

PT Kliring Berjangka Indonesia


PT Sarana Multi Infrastruktur
4. JASA KONSTRUKSI
Perum Pengembangan Perumahan
Nasional
PT Adhi Karya Tbk
PT Brantas Abipraya
PT Hutama Karya

4.

ANGKUTAN DARAT
Perum DAMRI
Perum PPD
PT Kereta Api Indonesia

5. KONSULTAN KONSTRUKSI
PT Bina Karya
PT Indah Karya
PT Indra Karya
PT Virama Karya
PT Yodya Karya
6. PENUNJANG KONSTRUKSI
PT Amarta Karya
PT Jasa Marga

5.

7. JASA PENILAI
PT Biro Klasifikasi Indonesia
PT Sucofindo
PT Survai Udara Penas
PT Surveyor Indonesia
8. JASA LAINNYA
Perum Jasa Tirta I
Perum Jasa Tirta II
PT Perusahaan Pengelola Aset

7.

9. PERJAN RUMAH SAKIT


Perjan RS AB Harapan Kita
Perjan RS Cipto Mangunkusumo
Perjan RS Dr. Wahidin
Perjan RS Fatmawati

9.

10. FILM
Perum Produksi Film Negara

10.

LOGISTIK

6.

Perum Bulog
PT Bhanda Ghara Reka
PT Pos Indonesia
PT Varuna Tirta Prakasya
PERDAGANGAN

PT Perusahaan
Indonesia
PT PP Berdikari
PT Sarinah

Perdagangan

PENGERUKAN
PT Pengerukan Indonesia

8.

INDUSTRI FARMASI
PT Biofarma
PT Indofarma Tbk
PT Kimia Farma Tbk
KAWASAN INDUSTRI

PT Kawan Berikat Nusantara


PT Kawasan Industri Makasar
PT Kawasan Industri Medan
PT Kawasan Industri Wijaya Kusuma
PARIWISATA

PT Bali Tourm & Development Corp


PT Hotel Indonesia Natour
PT TWC Borobudur, Prambanan dan
Ratu Boko
11.

USAHA PENERBANGAN
PT Garuda Indonesia
PT Merpati Nusantara Airlines

12.

Agro Industri,Kehutanan Kertas,


Percetakan dan Penerbitan

DOK DAN PERKAPALAN

PT Dok dan Perkapalan Kodja Bahari


PT Dok dan Perkapalan Surabaya
PT Industri Kapal Indonesia
Pertambangan, Industri Strategis, Energi,
& Telekomunikasi
11

1. PERKEBUNAN
PT Perkebunan Nusantara I
PT Perkebunan Nusantara II
PT Perkebunan Nusantara III
PT Perkebunan Nusantara IV
2. PERTANIAN
PT Pertani
PT Sang Hyang Seri

1. DOK & PERKAPALAN


PT PAL

3. PERIKANAN
Perum Prasarana Perikanan
Samudra
PT Perikanan Samudra Besar
PT Perikani
PT Tirta Raya Mina

3. ENERGI
PT EMI (Energy
Management
Indonesia)
PT Perusahaan Gas Negara Tbk
PT PLN

4. PUPUK
PT Pupuk Sriwidjaja

4. INDUSTRI BERBASIS TEKNOLOGI


PT Batan Teknologi
PT Inka
PT INTI
PT LEN Industri

5. KEHUTANAN
Perum Perhutani
PT Inhutani I
PT Inhutani II
PT Inhutani III

5. BAJA dan KONSTRUKSI BAJA


PT Barata Indonesia
PT Boma Bisma Indra
PT Krakatau Steel

6. KERTAS
PT Kertas Kraft Aceh
PT Kertas Leces
7. PERCETAKAN & PENERBITAN
Perum Percetakan Negara RI
Perum Percetakan Uang RI
PT Balai Pustaka
PT Pradnya Paramita

6. TELEKOMUNIKASI
Perjan RRI
PT Telekomunikasi Indonesia Tbk

2. PERTAMBANGAN
PT Antam Tbk
PT Tambang Batubara Bukit Asam
Tbk
PT Pertamina (Persero)
PT Sarana Karya

7. INDUSTRI PERTAHANAN
PT DAHANA
PT PINDAD

8.

SEMEN
PT Semen Baturaja
PT Semen Gresik Group Tbk (Semen
Gresik, Semen Padang, Semen
Tonasa)
9. INDUSTRI SANDANG
PT Cambrics Primissima
PT Ind. Sandang Nusantara
10. ANEKA INDUSTRI
PT Garam
PT Iglas
PT Industri Soda Indonesia (resmi
bubar 4 Nop 2008)
E. Perusahaan Patungan Minoritas
1. ASURANSI
PT Asuransi Kredit Indonesia

2. KAWASAN INDUSTRI
Jakarta Industrial Estate Pulogadung
Surabaya Industrial Estate Rungkut
12

3. INDUSTRI BERBASIS
TEKNOLOGI
PT Dirgantara Indonesia

4. TELEKOMUNIKASI
PT Indosat Tbk

5. SEMEN
PT Semen Kupang
Perjan RRI, mulai 2005, RRI dan TVRI sudah tidak lagi di bawah naungan Kementrian
Negara BUMN, melainkan menjadi lembaga di bawah Presiden, dengan Kementrian
Teknisnya adalah Depkominfo

13

BAB III
A. Pengertian Good Corporate Governance (GCG)
Di Indonesia istilah Good Corporate Governance seringkali diterjemahkan sebagai tata
kelola perusahaan. Sedangkan pengertian good corporate governance itu sendiri telah
dikemukakan oleh banyak institusi dan para pakar. Berikut ini disajikan beberapa definisi good
corporate governance yang banyak digunakan sebagai acuan dalam diskusi dan tulisan - tulisan.
Menurut Surat Keputusan Menteri Negara/Kepala Badan Penanaman Modal dan Pembinaan
BUMN No. 23/M-PM.PBUMN/2000 tentang pengembangan praktek GCG dalam Perusahaan
Perseroan (PERSERO), menjelasakan bahwa GCG adalah prinsip korporasi yang sehat yang
perlu diterapkan dalam pengelolaan perusahaan yang dilaksanakan semata-mata demi menjaga
kepentingan perusahaan dalam rangka mencapai maksud dan tujuan perusahaan.
Untuk memperoleh gambaran tentang pengertian corporate governance di bawah ini dikutip
dari berbagai sumber:
1) Bank Dunia (World Bank)
Good Corporate Governance adalah sekumpulan hukum, peraturan dan kaidahkaidah yang wajib dipenuhi dan dapat mendorong kinerja sumber-sumber perusahaan untuk
bekerja secara efisien, menghasilkan nilai ekonomi jangka panjang yang berkesinambungan
bagi para pemegang saham maupun masyarakat sekitar secara keseluruhan.
2) Budiharta & Gusnadi (2008)
Good corporate goveranance merupakan seperangkat peraturan yang mengatur
hubungan antara pemegang saham, pengelola perusahaan, pihak kreditur, pemerintah,
karyawan serta pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya yang berkaitan dengan
hak-hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain merupakan suatu sistem yang
mengatur dan mengendalikan perusahaan
3) Midiastuty dan Machfoedz (2003)
Good corporate governance merupakan suatu proses dan struktur yang digunakan
oleh organ perusahaan untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas
perusahaan.
Dari beberapa definisi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa GCG adalah sistem
yang mengatur, mengelola dan mengawasi proses pengendalian usaha untuk menaikkan nilai
perusahaan, sekaligus sebagai bentuk perhatian pada para pemegang saham, kreditor dan
masyarakat.
B. Manfaat Good Corporate Governance
1. Mempercepat tercapainya visi, misi, tujuan dan sasaran yang ditetapkan Perusahaan.
2. Memberikan keyakinan kepada pemegang saham bahwa perusahaan dikelola secara baik
dan benar agar dapat memberikan hasil yang wajar dan bernilai tinggi sehingga memiliki
daya saing dan daya tahan yang kuat, baik secara nasional maupun internasional.
3. Mendorong pengelolaan perusahaan secara profesional, transparan dan efisien serta
memberdayakan fungsi dan meningkatkan kemandirian.
14

4. Mendorong pengelolaan resiko dan sumber daya perusahaan ke arah yang lebih efektif.
5. Mendorong agar setiap unsur pimpinan dalam membuat keputusan dan menjalankan
tindakan, dilandasi nilai moral yang tinggi dan kepatuhan terhadap peraturan perundangundangan yang berlaku, serta kesadaran akan adanya tanggung jawab sosial perusahaan
terhadap stakeholders.
6. Meningkatkan kontribusi perusahaan dalam perekonomian nasional.
7. Mencegah terjadinya penyimpangan dalam pengelolaan perusahaan.
Azhar Maksum, Guru Besar Ilmu Akuntansi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas
Sumatera Utara (2005), mengemukakan manfaat dari penerapan Good Corporate Governance
adalah:
1. Mempermudah proses pengambilan keputusan, sehingga berpengaruh positif terhadap
kinerja perusahaan. Penelitian membuktikan bahwa penerapan GCG mempengaruhi kinerja
secara positif (Sakai & Asaoka 2003; Jang Black & Kim 2003)
2. Menghindari penyalahgunaan wewenang oleh pihak direksi dalam pengelolaan perusahaan.
3. Chtourou, et al (2001) menyatakan bahwa penerapan prinsip-prinsip GCG yang konsisten
akan menghalangi kemungkinan dilakukannya rekayasa kinerja yang mengakibatkan nilai
fundamental perusahaan tidak tergambar dalam laporan keuangannya.
4. Meningkatkan nilai perusahaan di mata investor. Peningkatan kepercayaan investor pada
perusahaan akan dapat mengakses taambahan dana yang diperlukan untuk berbagai
keperluan perusahaan, terutama untuk ekspansi.
5. Bagi para pemegang saham, dapat menaikkan nilai saham & meningkatkan perolehan nilai
deviden. Bagi negara, dapat menaikkan jumlah pajak yang dibayarkan oleh perusahaan yang
berarti terjadi peningkatan penerimaan negara dari sektor pajak, terkhusus bagi perusahaan
berbentuk perusahaan BUMN, akan meningkatkan penerimaan negara dari pembagian laba
BUMN.
6. Meningkatkan kepercayaan para stakeholders kepada perusahaan, sehingga citra positif
perusahaan akan naik. Hal ini dapat menekan biaya (cost) yang timbul sebagai akibat
tuntutan para stakeholders kepda perusahaan.
C. Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance
Menurut FCGI (Forum for Corporate Governance in Indonesia), prinsip-prinsip dasar GCG
terdiri dari:
1. Fairness (Kewajaran)
Prinsip kewajaran diartikan sebagai perlakuan yang sama terhadap para pemegang
saham, terutama kepada pemegang saham minoritas & pemegang saham asing, dengan
keterbukaan informasi yang penting serta melarang pembagian untuk pihak sendiri dan
perdagangan saham oleh orang dalam (insider trading).
2. Transparancy (tranparansi), mewajibkan adanya suatu informasi yang terbuka, tepat waktu,
serta jelas dan dapat diperbandingkan, yang menyangkut keadaan keuangan, pengelolaan
perusahaan, dan kepemilikan perusahaan.

15

3. Accountability (akuntabilitas), menjelaskan peran dan tanggung jawab, serta mendukung


usaha untuk menjamin penyeimbangan kepentingan manajemen dan pemegang saham,
sebagaimana yang diawasi oleh Dewan Komisaris.
4. Responsibility (pertanggungjawaban), memastikan dipatuhinya peraturan-peraturan serta
ketentuan yang berlaku sebagai cermin dipatuhinya nilai-nilai sosial.
5. Interdependency (kemandirian), Independensi adalah bahwa setiap pekerjaan dan kegiatan
perusahaan dilakukan secara profesional dengan mengesampingkan pengaruh/ tekanan pihak
manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsipprinsip korporasi yang sehat
D. Tujuan Penerapan Prinsip Good Corporate Governance
1. Memaksimalkan nilai perseroan bagi pemegang saham dengan cara meningkatkan prinsip
keterbukaan, akuntabilitas, dapat dipercaya, bertanggung jawab, dan adil agar perusahaan
memiliki daya saing yang sangat kuat, baik secara nasional maupun secara internasional,
sehingga dengan demikian menciptaan iklim yang mendukung investasi.
2. Mendorong pengelolaan perusahaan secara professional, transparan dan efisien serta
memberdayakan fungsi dan meningkatkan kemandirian dewan komisaris, direksi dan RUPS
(Rapat Umum Pemegang Saham).
3. Mendorong agar pemegang saham, anggota dewan komisaris dan anggota direksi dalam
membuat keputusan dan menjalankan tindakan dilandasi nilai moral yang tinggi dan
kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku serta kesadaran akan
adanya tanggung jawab sosial pereroan terhadap pihak yang berkepentingan (stake holders)
maupun kelestarian lingkungan di sekitar perseroan.
E. Tahap Tahap Pelaksanaan GCG
Dalam pelaksanaan penerapan GCG di perusahaan adalah penting bagi perusahaan untuk
melakukan pentahapan yang cermat berdasarkan analisis atas situasi dan kondisi perusahaan,
dan tingkat kesiapannya, sehingga penerapan GCG dapat berjalan lancar dan mendapatkan
dukungan dari seluruh unsur di dalam perusahaan. Pada umumnya perusahaan-perusahaan yang
telah berhasil dalam menerapkan GCG menggunakan
pentahapan berikut (Chinn, 2000; Shaw,2003).
1. Tahap Persiapan
Tahap ini terdiri atas 3 langkah utama: 1) awareness building, 2) GCG assessment, dan
3) GCG manual building. Awareness building merupakan langkah awal untuk membangun
kesadaran mengenai arti penting GCG dan komitmen bersama dalam penerapannya. Upaya
ini dapat dilakukan dengan meminta bantuan tenaga ahli independen dari luar perusahaan.
Bentuk kegiatan dapat dilakukan melalui seminar, lokakarya, dan diskusi kelompok. GCG
Assessment merupakan upaya untuk mengukur atau lebih tepatnya memetakan kondisi
perusahaan dalam penetapan GCG saat ini. Langkah ini perlu guna memastikan titik awal
level penerapan GCG dan untuk mengidentifikasi langkah-langkah yang tepat guna
16

mempersiapkan infrastruktur dan struktur perusahaan yang kondusif bagi penerapan GCG
secara efektif. Dengan kata lain, GCG assessment dibutuhkan untuk mengidentifikasi aspekaspek apa yang perlu mendapatkan perhatian terlebih dahulu, dan langkah-langkah apa yang
dapat diambil untuk mewujudkannya. GCG manual building, adalah langkah berikut setelah
GCG assessment dilakukan. Berdasarkan hasil pemetaan tingkat kesiapan perusahaan dan
upaya identifikasi prioritas penerapannya, penyusunan manual atau pedoman implementasi
GCG dapat disusun. Penyusunan manual dapat dilakukan dengan bantuan tenaga ahli
independen dari luar perusahaan. Manual ini dapat dibedakan antara manual untuk organorgan perusahaan dan manual untuk keseluruhan anggota perusahaan, mencakup berbagai
aspek seperti:
Kebijakan GCG perusahaan
Pedoman GCG bagi organ-organ perusahaan
Pedoman perilaku
Audit commitee charter
Kebijakan disclosure dan transparansi
Kebijakan dan kerangka manajemen resiko
Roadmap implementasi
2. Tahap Implementasi
Setelah perusahaan memiliki GCG manual, langkah selanjutnya adalah memulai
implementasi di perusahaan. Tahap ini terdiri atas 3 langkah utama yakni:
1. Sosialisasi, diperlukan untuk memperkenalkan kepada seluruh perusahaan berbagai
aspek yang terkait dengan implementasi GCG khususnya mengenai pedoman penerapan
GCG. Upaya sosialisasi perlu dilakukan dengan suatu tim khusus yang dibentuk untuk
itu, langsung berada di bawah pengawasan direktur utama atau salah satu direktur yang
ditunjuk sebagai GCG champion di perusahaan.
2. Implementasi, yaitu kegiatan yang dilakukan sejalan dengan pedoman GCG yang ada,
berdasar roadmap yang telah disusun. Implementasi harus bersifat top down approach
yang melibatkan dewan komisaris dan direksi perusahaan. Implementasi hendaknya
mencakup pula upaya manajemen perubahan (change management) guna mengawal
proses perubahan yang ditimbulkan oleh implementasi GCG.
3. Internalisasi, yaitu tahap jangka panjang dalam implementasi. Internalisasi mencakup
upaya-upaya untuk memperkenalkan GCG di dalam seluruh proses bisnis perusahaan
kerja, dan berbagai peraturan perusahaan. Dengan upaya ini dapat dipastikan bahwa
penerapan GCG bukan sekedar dipermukaan atau sekedar suatu kepatuhan yang bersifat
superficial, tetapi benar-benar tercermin dalam seluruh aktivitas perusahaan.
3. Tahap Evaluasi
Tahap evaluasi adalah tahap yang perlu dilakukan secara teratur dari waktu ke waktu
untuk mengukur sejauh mana efektivitas penerapan GCG telah dilakukan dengan meminta
pihak independen melakukan audit implementasi dan scoring atas praktik GCG yang ada.
Terdapat banyak perusahaan konsultan yang dapat memberikan jasa audit yang demikian,
17

dan di Indonesia ada beberapa perusahaan yang melakukan scoring. Evaluasi dalam bentuk
assessment, audit atau scoring juga dapat dilakukan secara mandatory misalnya seperti yang
diterapkan di lingkungan BUMN. Evaluasi dapat membantu perusahaan memetakan kembali
kondisi dan situasi serta capaian perusahaan dalam implementasi GCG sehingga dapat
mengupayakan perbaikan-perbaikan yang perlu berdasarkan rekomendasi yang diberikan.

18

BAB IV
PRIVATISASI BUMN
A. Pengertian Privatisasi BUMN
Pengertian privatisasi telah diungkapkan oleh sejumlah ahli ekonomi dunia dewasa ini.
Salah seorang ahli dari International Monetary Fund (IMF) yakni Hubert Neiss pada
wawancaranya dengan Reuters Television memberikan definisi atas privatisasi, yaitu:
Privatization is moving ahead but you have to expect there are some difficulties in
implementation. Also the present world economic environment is not conducive to quick
privatization. Privatisasi merupakan pergerakan di muka tetapi pihak yang melakukan
privatisasi harus menantikan beberapa kesulitan dalam pelaksanaannya. Selain itu, suasana
ekonomi dunia saat ini tidak begitu begitu baik untuk dilakukan privatisasi secara cepat.
Berdasarkan pernyataan tersebut, dapat disimpulkan bahwa privatisasi pada masa
merupakan suatu pekerjaan yang harus dilakukan secara berhatihati dan bukan didasarkan pada
targetisme karena banyak faktor-faktor seperti kondisi pasar, minat investor dan semangat
nasionalisme yang merupakan hambatan-hambatan yang sudah dikenal meskipun tidak selalu
mudah untuk diatasi. Sedangkan kriteria kepentingan umum, resistensi birokrasi, kekhawatiran
kehilangan patron, kekhawatiran karyawan dan sebagainya merupakan factor yang lebih halus
tetapi dapat dirasakan.
Selain Hubert, Savas dalam bukunya Privatization, The Key to Better Government
menyatakan bahwa: Privatization is the act of reducing the role of government, or increasing
the role of private sektor, in activity or in the ownership of assets. [Privatisasi adalah
pengurangan peran pemerintah atau peningkatan peran sektor privat (swasta), baik dalam suatu
aktivitas maupun dalam pemilikan jumlah aset.]
Definisi tersebut berarti bahwa apabila pemerintah terlalu banyak bergerak di sektor
ekonomi, akan mengakibatkan terjadinya ketidak efisienan dalam system perekonomian
nasional. Ketidak efisienan dalam sistem perekonomian, dalam arti ketidak mampuan
pemerintah di dalam menata atau mengalokasikan sumber daya yang tersedia, baik yang
menyangkut sumber daya manusia, sumber daya keuangan maupun yang lainnya.
Selain itu, Ernst & Young mengemukakan bahwa privatisasi mempunyai arti yang lebih
luas dari pada menguraikan peranan pemerintah dan peningkatan peranan swasta dalam sektor
ekonomi. Menurut Ernst & Young, privatisasi adalah: Privatization means more than the sale
of ailing public companies at fire sale prices. Privatization can be defined broadly as the
transfer or sale of any asset, organization, function, or activity from the public to private sektor.
As such in addition to the sale of publicity owned assets, the term privatization also applies to
joint public-private ventures, concessions, leases, management contracts, as well as to some
specialized instruments, such as build-own operate and transfer (BOOT) agreements.
[Privatisasi berarti lebih dari sekedar menjual perusahaan publik dengan harga yang disepakati.
Privatisasi juga dapat diartikan sebagai perpindahan atau penjualan aset, organisasi, fungsi dan
aktivitas, publik kepada sector privat. Hal ini berarti yang dilakukakn adalah penjualan aset
19

pribadi yang ditawarkan, pelaksanaan privatisasi juga dapat diaplikasikan dengan melakukan
kerjasama berupa penanaman modal privat dan publik, pemberian hak khusus, produk,
manajemen penyusutan, termasuk di dalamnya beberapa instrumen khusus seperti halnya
perjanjian BOOT.]
Hal ini berarti privatisasi tidak dimaksudkan untuk sekedar mengurangi peranan
pemerintah disebabkan dapat dilakukan pula dengan cara menjual sahamnya kepada investor
swasta melalui sarana pasar modal atau biasa yang disebut dengan go public.26 Penawaran
umum suatu saham perusahaan melalui pasar modal atau bursa saham, dilakukan dengan
didahuluinya proses IPO Dalam masyarakat internasional, dikenal empat komponen pengertian
privatisasi yang dianut, yaitu:
1. Privatisasi berarti peralihan dari sistem bukan pasar ke sistem pasar, yang antara lain
ditandai dengan pembukaan sektor-sektor yang selama ini hanya dikuasai oleh BUMN ke
sektor-sektor swasta;
2. Privatisasi produksi tanpa dilakukan privatisasi keuangan, yang antara lain dapat diartikan
sebagai kerjasama dengan sektor swasta dalam melakukan kegiatan produksi yang dapat
dapat dilakukan misalnya dengan menjalankan teknik BOT (Built Operate and Transfer)
atas aset BUMN pada swasta;
3. Privatisasi diartikan sebagai denasionalisasi, yang antara lain ditandai dengan penjualan
BUMN atau pengalihan kepemilikan BUMN kepada swasta;
4. Privatisasi dapat diartikan pula sebagai liberalisasi.
Dari keempat pengertian diatas, pengikutsertaan peran swasta dalam bidang yang
biasanya dikuasai oleh BUMN termasuk dalam pengertian yang pertama dan kedua. Hal ini
disebabkan pengertian yang pertama menitik beratkan pada pembukaan sektor-sektor yang
selama ini dikuasai oleh pemerintah kepada pihak swasta. Namun, apabila sektor-sektor yang
dibuka itu adalah sector produksi maka termasuk dalam pengertian yang kedua.
Dengan demikian, privatisasi dapat dikatakan sebagai pengalihan suatu kepemilikan
perusahaan milik negara kepada pihak swasta. Pengertian ini lebih dikenal dengan nama
swastanisasi dalam masyarakat. Dengan kata lain, masyarakat juga merupakan pemilik dari
perusahaan milik negara tersebut.
Pengertian tersebut pernah dikemukakan oleh Hasan Zein Mahmud, Mantan Direktur
Utama PT. Bursa Efek Jakarta, dimana privatisasi berarti pengalihan kepemilikan atas bisnis
atau aset perusahaan negara kepada sektor swasta. Dalam arti lain, privatisasi berarti peralihan
kegiatan ekonomi dari sektor publik kepada pihak swasta, dengan atau tanpa terjadi perubahan
kepemilikan.
Privatisasi juga diartikan sebagai salah satu usaha pemerintah dalam mengurangi beban
yang harus ditanggung untuk ongkos pengelolaan perusahaan negara dengan mengikutsertakan
dana dari luar negeri. Dalam hal ini privatisasi dapat dilakukan dengan memasukkan perusahaan
dalam pasar modal atau dengan pengalihan langsung pada pihak swasta baik untuk selamanya
maupun dalam jangka waktu tertentu. Selain itu, privatisasi dapat dilakukan dengan cara
mengontrakkan pengelolaan perusahaan negara kepada swasta.
Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan pemasaran dan meningkatkan mutu pelayanan.
Berdasarkan pengertian tersebut, privatisasi dapat pula dilakukan tanpa melakukan perubahan
20

kepemilikan. Hal ini berarti, pemilikan tetap berada di tangan pemerintah, namun operasional
perusahaan dapat dilakukan oleh pihak swasta. Pemahaman tentang privatisasi di Indonesia
lebih mengarah pada pendapat yang dikemukakan oleh Ernst & Young.
Hal ini dapat ditinjau dari Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 122 Tahun
2001 tentang Tim Kebijakan Privatisasi BUMN, di mana dinyatakan bahwa privatisasi BUMN
merupakan kebijakan pemerintah yang bertujuan untuk meningkatkan kinerja BUMN yang
meliputi perbaikan struktur permodalan, meningkatkan profesionalisme dan efisiensi usaha,
perubahan budaya perusahaan, memperluas partisipasi masyarakat dalam kepemilikian saham
BUMN serta penciptaan nilai tambah perusahaan melalui prinsip good governance yang
didasarkan pada transparansi, akuntabilitas dan kemandirian.
Hal ini berarti, privatisasi dilakukan agar BUMN dapat semakin berkembang dan
mampu bersaing di dalam pasar dunia. Upaya yang harus dilakukan untuk mencapainya tentu
harus melakukan perubahan sistem dalam perusahaan yang sering kali sulit dilakukan apabila
pemerintah bergerak sendiri.
Untuk itu, dibutuhkan bantuan dari pihak swasta agar dapat membantu penyelenggaraan
kinerja BUMN sehingga mampu bersaing. Privatisasi dan go public memiliki kesamaan dan
tidak dapat dipisahkan, tetapi sebenarnya tidak demikian disebabkan disamping persamaan
terdapat pula perbedaannya. Persamaannya adalah sebagian atau seluruh modalnya berasal dari
masyarakat, dan perbedaannya adalah privatisasi dapat menyebabkan hilangnya peran negara
dalam perusahaan sedangkan go public peranannya masih dapat dipertahankan guna mencapai
tujuan yakni mencari dana yang sudah tidak dapat disediakan oleh pemerintah, sehingga
membutuhkan potensi dana dari masyarakat.
Dengan demikian, privatisasi dapat dikatakan sebagai suatu cara pengalihan penguasaan
atas suatu Perusahaan Perseroan (Persero) yang dalam hal ini BUMN dari pemerintah kepada
pihak non pemerintah sebagai bentuk nasionalisasi aset atas perusahaan yang dimiliki oleh
negara tersebut. Hal ini berarti privatisasi dilakukan agar aset milik negara yang terdapat dalam
BUMN juga dapat dimiliki oleh rakyat, selain itu rakyat juga dapat memperoleh manfaat dari
pengelolaan perusahaan yang dimiliki oleh negara tersebut.
B. Maksud dan Tujuan Privatisasi BUMN
BUMN merupakan salah satu penunjang perokonomian Indonesia masih dirasakan
penting. Disamping sebagai sumber pendapatan negara dalam bentuk laba yang dihasilkan,
keberadaan BUMN masih diperlukan dalam merintis sektorsektor penting yang masih belum
dapat menarik minat swasta. Dalam hal demikian BUMN dituntut untuk menyehatkan usahanya
terutama dalam hal perolehan laba.
Privatisasi yang dilakukan pemerintah ternyata merupakan program pemerintah dalam
usaha menyehatkan BUMN. Hal ini disebabkan timbulnya masalah pendanaan bagi BUMN
untuk pengembangan usahanya, sebagai konsekuensi dari kebijakan pemerintah dalam hal
Penyertaan Modal Pemerintah (PMP) bagi BUMN yang akan dikurangi bahkan ditiadakan sama
sekali.

21

Dengan demikian dapat diketahui bahwa penyebab utama privatisasi BUMN adalah
masalah pendanaan bagi BUMN dengan akan dikurangi bahkan ditiadakannya Penyertaan
Modal Pemerintah. Tujuannya adalah agar BUMN lebih mandiri dalam Pendanaan. Oleh karena
itu, privatisasi BUMN oleh pemerintah dimaksudkan agar BUMN lebih mandiri dan mampu
berkembang sendiri tanpa adanya bantuan dari pemerintah terutama dalam hal dana.
Hal ini dapat terjadi karena dana yang ada pada pemerintah lebih diprioritaskan untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Selain itu, privatisasi BUMN juga dimaksudkan untuk
meningkatkan peningkatan penerimaan negara dan devisa, disebabkan keuangan negara yang
semakin sulit dan kebutuhan devisa yang semakin besar dalam membayar kembali hutang luar
negeri. Sehingga privatisasi merupakan alternatif yang tepat untuk meningkatkan kebutuhan
negara dari sector luar negeri.
Privatisasi BUMN ini diharapkan dapat meningkatkan efisiensi, kualitas produksi dan
manajemen perusahaan, sehingga dapat bersaing secara global dan dapat meningkatkan
perekonomian bangsa. Secara umum ada bermacam-macam tujuan privatisasi, yang meliputi:
1. Pengembangan pasar modal domestik;
2. Penyebarluasan kepemilikan saham;
3. Meningkatkan kinerja perusahaan negara, kompetisi, efisiensi dalam penggunaan dan
alokasi sumber daya;
4. Pengurangan peranan negara dalam perekonomian, yang berarti pula pengurangan beban
administratif dan finansiil; 5. Meningkatkan pendapatan negara dan devisa;
5. Meningkatkan investasi swasta, baik domestik maupun asing dan penggunaan teknologi
6.
7.
8.
9.

baru;
Rasionalisasi atau restrukturisasi dari sektor ekonomi tertentu;
Pemerataan distribusi pendapatan;
Peningkatan kesempatan kerja, melalui peningkatan investasi dan pertumbuhan;
Penciptaan suatu kelas manager yang akan tangguh dan berinisiatif.
Secara garis besar tujuan privatisasi BUMN dititik beratkan pada beberapa hal, yang

pertama adalah economic efficiency, dan yang kedua adalah political efficiency. Dengan
demikian, maka hanya yang memahami tujuan dari privatisasi BUMN tersebut adalah
pemerintah dan perusahaan bersangkutan.

22

C. Pengaturan Privatisasi BUMN dalam Peraturan Perundang-Undangan


1. Undang-Undang Dasar 1945
Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, disebutkan bahwa Pasal 33 UndangUndang Dasar 1945 merupakan dasar demokrasi ekonomi. Hal ini berarti produksi oleh
rakyat, untuk rakyat dan diawasi oleh rakyat.
Dengan demikian, yang menjadi fokus dalam ketentuan Pasal ini adalah
kemakmuran masyarakat, bukan perorangan. Penguasaan yang dilakukan oleh negara tidak
perlu secara fisik, tetapi dapat dilakukan dengan cara pembuatan kebijakan dan peraturan
perundang-undangan yang semuanya bertujuan untuk menjamin sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat. Ketentuan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 tersebut dirumuskan
oleh Mohammad Hatta, yang memiliki latar belakang pendidikan ekonomi dari Belanda.
Dalam hal ini Hatta menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan dikuasai oleh negara
dalam ketentuan Pasal 33 UUD 1945 tersebut tidak berarti negara sendiri yang menjadi
pengusaha, usahawan, atau ondernemer. Lebih tepat apabila dikatakan, kekuasaan negara
terdapat pada membuat peraturan guna kelancaran jalan ekonomi, peraturan yang melarang
pula penghisapan orang yang lemah oleh orang yang bermodal.
Dengan demikian, maka privatisasi berdasarkan pengertian dikuasai oleh negara
dapat dinyatakan menjadi sebuah regulator. Oleh sebab itu, privatisasi harus sejalan dengan
Pasal 33 UUD 1945 sehingga harus juga disusun sebagai usaha bersama atas asas
kekeluargaan, melindungi cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai
hajat hidup orang banyak, dan diselenggarakan berdasarkan atas demokrasi ekonomi. Hal ini
sejalan dengan prinsip ekonomi kerakyatan, di mana ekonomi diarahkan untuk memenuhi
kebutuhan rakyat secara umum. Berkaitan dengan asas kekeluargaan, Guru Besar Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia, Sri Edi Swasono menyebutkan bahwa perekonomian secara
keseluruhan harus diatur dan tidak dibiarkan tumbuh sendiri.
Dengan demikian, privatisasi harus diatur, dianalisa, dikaji, direncanakan, dan
dilaksanakan dengan baik sehingga tidak merugikan rakyat. Berkaitan dengan cabangcabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak
dikuasai oleh negara, menurut Ketua Mahkamah Konstitusi, Jimly Asshiddiqie, penguasaan
negara terhadap cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat
hidup orang banyak tersebut tidak sepenuhnya dikuasai. Berikut ini merupakan penjelasan
pernyataan tersebut:
a. Sumber-sumber kekayaan yang penting bagi Negara dan menguasai hajat hidup orang
banyak, harus dikuasai oleh pemerintah;
b. Sumber-sumber kekayaan yang penting bagi Negara, tetapi tidak menguasai hajat hidup
orang banyak dapat dikuasai oleh pemerintah;
c. Sumber-sumber kekayaan yang tidak penting bagi Negara, tetapi menguasai hajat hidup
orang banyak tidak perlu dikuasai oleh pemerintah;
d. Sumber-sumber kekayaan yang tidak penting bagi Negara dan tidak menguasai hajat
hidup orang banyak tidak perlu dikuasai oleh pemerintah.
23

2. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang BUMN


Dalam Undang-undang Nomor 19 tahun 2003 Tentang BUMN (selanjutnya disebut
Undang-undang BUMN) diatur ketentuan mengenai privatisasi dalam tubuh BUMN. Dalam
ketentuan Pasal 1 butir 12 Undang-undang BUMN disebutkan bahwa privatisasi adalah
penjualan saham Persero, baik sebagian maupun seluruhnya, kepada pihak lain dalam
rangka meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan, memperbesar manfaat bagi negara dan
masyarakat, serta memperluas pemilikan saham oleh masyarakat.
Menurut I Putu Gede Ary Suta, Mantan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal
(Bapepam) disebutkan bahwa alasan dari privatisasi antara lain meningkatkan efisiensi dan
efektivitas BUMN dalam rangka menghadapi persaingan di pasar global dan untuk
memberikan kesempatan kepada masyarakat guna turut serta dalam pemilikan saham
BUMN. Dengan kata lain, I Putu Gede Ary Suta menghendaki apabila BUMN tersebut
diprivatisasi maka diharapkan masyarakat dapat berperan serta dalam kepemilikan saham di
suatu BUMN.
Menurut ketentuan Pasal 74 ayat (1) Undang-undang BUMN, disebutkan bahwa
maksud dari privatisasi, adalah:
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Memperluas kepemilikan masyarakat atas Persero;


Meningkatkan efisiensi dan produktivitas perusahaan;
Menciptakan struktur keuangan dan manajemen keuangan yang baik/kuat;
Menciptakan struktur industri yang sehat dan kompetitif;
Menciptakan Persero yang berdaya saing dan berorientasi global;
Menumbuhkan iklim usaha, ekonomi makro, dan kapasitas pasar.
Selain itu, Pasal 74 ayat (2) Undang-undang BUMN menegaskan bahwa privatisasi

dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan kinerja dan nilai tambah perusahaan dan
meningkatkan peran serta masyarakat dalam pemilikan saham Persero. Dengan demikian
berdasarkan penjelasan Pasal 74 Undang-undang BUMN tersebut, maksud dan tujuan
privatisasi pada dasarnya adalah untuk meningkatkan peran Persero dalam upaya
meningkatkan kesejahteraan umum dengan memperluas kepemilikan masyaraka atas
Persero, serta untuk menunjang stabilitas perekonomian nasional.
Privatisasi

dilakukan

dengan

memperhatikan

prinsip-prinsip

transparansi,

kemandirian, akuntabilitas, pertanggungjawaban, dan kewajaran. Dalam hal ini, Undangundang BUMN menghendaki pelaksanaan privatisasi yang dilakukan secara transparan, baik
dalam proses penyiapannya maupun dalam pelaksanaannya. Proses privatisasi dilaksanakan
dengan berpedoman pada prosedur privatisasi yang telah ditetapkan tanpa ada intervensi dari
pihak lain di luar mekanisme korporasi serta ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Proses privatisasi juga dilakukan dengan berkonsultasi secara intensif dengan pihakpihak terkait sehingga proses dan pelaksanaannya dapat dipertanggungjawabkan kepada
masyarakat. Menurut Pasal 76 ayat (1) Undang-undang BUMN dinyatakan bahwa Persero
yang dapat diprivatisasi harus sekurang-kurangnya memenuhi kriteria:

24

a.

Industri/sektor usahanya kompetitif, dalam hal ini industri/sektor usaha tersebut dapat
diusahakan oleh siapa saja, baik BUMN maupun swasta. Dengan kata lain tidak ada
peraturan perundang-undangan (kebijakan sektoral) yang melarang swasta melakukan
kegiatan di sektor tersebut, atau tegasnya sektor tersebut tidak semata-mata dikhususkan

b.

untuk BUMN;
Industri/sektor usaha yang unsur teknologinya cepat berubah yakni industri/sektor usaha
kompetitif dengan ciri utama terjadinya perubahan teknologi yang sangat cepat dan
memerlukan investasi yang sangat besar untuk mengganti teknologinya.
Selain itu pada Pasal 76 ayat (2) disebutkan bahwa sebagian aset atau kegiatan dari
Persero yang melaksanakan kewajiban pelayanan umum dan/atau yang berdasarkan
Undang-undang kegiatan usahanya harus dilakukan oleh BUMN, dapat dipisahkan untuk
dijadikan penyertaan dalam pendirian perusahaan untuk selanjutnya apabila diperlukan
dapat diprivatisasi.
Meninjau pernyataaan tersebut, tentu Undang-undang membuat batasanbatasan jenis
perusahaan yang tidak dapat diprivatisasi. Menurut ketentuan Pasal 77, perusahaan yang
dalam hal ini adalah Persero yang tidak dapat diprivatisasi adalah:
a. Persero yang bidang usahanya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan
hanya boleh dikelola oleh BUMN;
b. Persero yang bergerak di sektor usaha yang berkaitan dengan pertahanan dan keamanan
negara;
c. Persero yang bergerak di sektor tertentu yang oleh pemerintah diberikan tugas khusus
untuk melaksanakan kegiatan tertentu yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat;
d. Persero yang bergerak di bidang usaha sumber daya alam yang secara tegas berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan dilarang untuk diprivatisasi.
Agar suatu privatisasi dapat berjalan dengan baik dan tepat tujuan, tentu harus diatur
ketentuan mengenai bentuk-bentuk privatisasi yang dapat dilakukan oleh BUMN. Bentukbentuk privatisasi tersebut sesungguhnya beraneka ragam, sehingga Undang-undang BUMN
memberikan batasan bentuk privatisasi yang dapat dilakukan oleh BUMN (BUMN) yang
hendak melakukan privatisasi.
Dalam Pasal 78 Undang-undang BUMN privatisasi dapat dilaksanakan dengan cara
sebagai berikut:
a. Penjualan saham berdasarkan ketentuan pasar modal, hal ini berarti privatisasi dilakukan
dengan penjualan saham melalui penawaran umum (Initial Public Offering atau go
public), penerbitan obligasi konversi, dan efek lain yang bersifat ekuitas. Termasuk
dalam pengertian ini adalah penjualan saham kepada mitra strategis (direct placement)
bagi BUMN yang telah terdaftar di bursa;
b. Penjualan saham langsung kepada investor, hal ini berarti suatu privatisasi dilakukan
dengan penjualan saham kepada mitra strategis (direct placement) atau kepada investor
lainnya termasuk financial investor. Cara ini khusus berlaku bagi penjualan saham
BUMN yang belum terdaftar di bursa. Hal ini berarti saham milik suatu BUMN tersebut
dijual kepada pihak tertentu yang hendak menjadi mitra usaha dari BUMN tersebut
25

sehingga mitra usaha tersebut kemudian bertindak sebagai pemilik. Dengan kata lain,
mitra usaha dapat juga bertindak sebagai pemegang saham mayoritas yang kemudian
juga sebagai pengendali perusahaan;
c. Penjualan saham kepada manajemen dan/atau karyawan yang bersangkutan merupakan
penjualan sebagian besar atau seluruh saham suatu perusahaan langsung kepada
manajemen dan/atau karyawan perusahaan yang bersangkutan. Dengan kata lain,
kepemilikan perusahaan beralih pada pihak yang terkait dengan perusahaan.
Dalam Pasal 79 disebutkan bahwa untuk membahas dan memutuskan kebijakan
tentang privatisasi sehubungan dengan kebijakan lintas sektoral, pemerintah membentuk
sebuah komite privatisasi sebagai wadah koordinasi. Komite privatisasi dipimpin oleh
Menteri Koordinator yang membidangi perekonomian dengan anggota, yaitu Menteri,
Menteri Keuangan, dan Menteri Teknis tempat Persero melakukan kegiatan usaha. Dalam
hal ini Menteri Teknis bertindak sebagai regulator di sektor tempat BUMN melakukan
kegiatan usaha, menjadi anggota komite privatisasi dalam privatisasi BUMN di bidangnya.
Dengan kata lain, Menteri Teknis ini menjadi pengendali dalam proses privatisasi
BUMN dalam rangka perannya sebagai Komite privatisasi. Keanggotaan Komite Privatisasi
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Presiden. Komite
privatisasi bertugas untuk:
a. Merumuskan dan menetapkan kebijakan umum dan persyaratan pelaksanaan privatisasi;
b. Menetapkan langkah-langkah yang diperlukan untuk memperlancar proses privatisasi;
c. Membahas dan memberikan jalan keluar atas permasalahan strategis yang timbul dalam
proses privatisasi, termasuk yang berhubungan dengan kebijakan sektoral pemerintah.
Komite privatisasi dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud dalam ayat
dapat mengundang, meminta masukan, dan/atau bantuan instansi pemerintah atau pihak lain
yang dipandang perlu. Ketua komite privatisasi secara berkala melaporkan perkembangan
pelaksanaan tugasnya kepada Presiden.
Dalam melaksanakan privatisasi, Menteri bertugas untuk:
a. Menyusun program tahunan privatisasi;
b. Mengajukan program tahunan privatisasi kepada komite privatisasi untuk memperoleh
arahan;
c. Melaksanakan privatisasi.
Dalam melaksanakan tugas-tugas tersebut, Menteri mengambil langkah-langkah
sebagai berikut:
a.
b.
c.
d.

Menetapkan BUMN yang akan di privatisasi;


Menetapkan metode privatisasi yang akan digunakan;
Menetapkan jenis serta rentangan jumlah saham yang akan dilepas;
Menyiapkan perkiraan nilai yang dapat diperoleh dari program privatisasi suatu BUMN.
Dengan kata lain, Menteri harus menyusun suatu perencanaan dan juga

memperkirakan kemungkinan yang akan terjadi serta tujuan yang hendak dicapai dari suatu
proses privatisasi BUMN. Artinya, langkah-langkah tersebut akan menjadi pedoman dalam
pelaksanaan privatisasi suatu BUMN.

26

Tata cara privatisasi yang diatur dalam Undang-undang BUMN adalah sebagai
berikut:
a. Privatisasi harus didahului dengan tindakan seleksi atas

perusahaanperusahaan dan

mendasarkan pada kriteria yang ditetapkan jdalam Peraturan Pemerintah. Dalam hal ini,
Peraturan Pemerintah yang mengatur ketentuan tersebut adalah Peraturan Pemerintah
Nomor 33 Tahun 2005 Tentang Tata Cara Privatisasi Perusahaan Persero. Dalam

b.

Peraturan Pemerintah diatur antara lain mengenai :


1) Penentuan BUMN yang layak untuk dimasukkan dalam program privatisasi;
2) Penyampaian program tahunan privatisasi kepada komite privatisasi;
3) Konsultasi dengan DPR dan Departemen/Lembaga Non Departemen terkait;
4) Pelaksanaan privatisasi.
Terhadap perusahaan yang telah diseleksi dan memenuhi kriteria yang telah ditentukan,
setelah mendapat rekomendasi dari Menteri Keuangan, selanjutnya disosialisasikan
kepada masyarakat serta dikonsultasikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Setiap
orang dan/atau badan hukum yang mempunyai potensi benturan kepentingan dilarang
terlibat dalam proses privatisasi. Yang termasuk dalam pengertian orang dan/atau badan
hukum yang mempunyai benturan kepentingan adalah meliputi pihak-pihak yang
mempunyai hubungan afiliasi sebagai berikut:
1) Hubungan keluarga karena perkawinan dan keturunan sampai derajat kedua, baik
secara horisontal maupun vertikal;
2) Hubungan antara pihak dengan karyawan, Direktur, atau Komisaris dari pihak
tersebut;
3) Hubungan antara 2 (dua) perusahaan di mana terdapat satu atau lebih anggota
Direksi atau Komisaris yang sama;
4) Hubungan antara perusahaan dan pihak, baik langsung maupun tidak langsung,
mengendalikan atau dikendalikan oleh perusahaan tersebut;
5) Hubungan antara 2 (dua) perusahaan yang dikendalikan, baik langsung maupun tidak
langsung, oleh pihak yang sama; atau
6) Hubungan antara perusahaan dan pemegang saham utama.
Pihak-pihak yang terkait dalam program dan proses privatisasi diwajibkan menjaga

kerahasiaan atas informasi yang diperoleh sepanjang informasi tersebut belum terbuka.
Informasi yang dimaksud ini berkaitan dengan fakta material dan relevan mengenai
peristiwa kejadian, atau fakta yang dapat mempengaruhi harga dan/atau keputusan pemodal,
calon pemodal atau pihak lain yang berkepentingan atas informasi atau fakta tersebut. Atas
informasi atau fakta dimaksud selama belum ditetapkan sebagai informasi atau fakta yang
terbuka atau selama belum diumumkan oleh Menteri semua pihak yang terlibat wajib untuk
merahasiakan informasi tersebut. Pelanggaran dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan. Peraturan perundang-undangan yang dimaksud adalah
peraturan perundang-undangan pidana secara umum.
3. Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2005 Tentang Tata Cara Privatisasi
Perusahaan Perseroan (Persero) dan Peraturan Pemerintah No. 59 Tahun 2009 tentang
Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2005
27

Privatisasi yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2005 Tentang
Tata Cara Privatisasi Perusahaan Perseroan (Persero) adalah negara tidak memiliki seluruh
saham. Dalam hal ini, kepemilikan saham akan disesuaikan dengan pengaturan dari Undangundang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang BUMN, tetapi harus juga memperhatikan aspekaspek perjanjian dan atau kesepakatan dengan pemegang saham lainnya. Hal ini berarti,
pemerintah tidak dapat secara sepihak memutuskan jumlah saham yang menjadi haknya,
sekali pun jumlah saham yang dimiliki pemerintah minimal 51%.
Privatisasi BUMN dapat dilakukan apabila memperoleh persetujuan dari DPRI-RI
yang didalam persetujuannya memuat target penerimaan negara dari hasil privatisasi.
Rencana privatisasi harus

dituangkan dalam program tahunan privatisasi yang

pelaksananannya dikonsultasikan kepada DPR-RI. Privatisasi tersebut dapat dilakukan


terhadap saham milik negara pada Persero dan atausaham dalam simpanan. Dengan kata
lain, terdapat beberapa macam pilihan untuk melakukan privatisasi. Privatisasi memuat
beberapa prinsip yang harus ditaati oleh pemerintah, yaitu:
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Transparansi;
Kemandirian;
Akuntabilitas;
Pertanggungjawaban;
Kewajaran; dan
Prinsip harga terbaik dengan memperhatikan kondisi pasar.
Tata cara melakukan privatisasi sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah

Tentang Tata Cara Privatisasi Perusahaan Perseroan (Persero), yaitu:


a. Penjualan saham berdasarkan ketentuan pasar modal;
b. Penjualan saham secara langsung kepada investor; c. Penjualan saham kepada
manajemen dan/atau karyawan Persero yang bersangkutan.
Penetapan cara privatisasi dilakukan berdasarkan pengkajian yang dilakukan oleh
Menteri. Persero yang dapat diprivatisasi harus sekurang-kurangnya memenuhi kriteria:
a. Industri/sektor usahanya kompetitif; atau
b. Industri/sektor usahanya terkait dengan teknologi yang cepat berubah.
Selain persyaratan bentuk industrinya, ada pun persyaratan yang harus dipenuhi
Perusahaan Perseroan tersebut apabila termasuk dalam kedua criteria tersebut, yaitu
sebagian aset atau kegiatan dari Persero yang melaksanakan kewajiban pelayanan umum
dan/atau yang berdasarkan undang-undang kegiatan usahanya harus dilakukan oleh BUMN,
dapat dipisahkan untuk dijadikan penyertaan dalam pendirian perusahaan untuk selanjutnya
apabila diperlukan dapat diprivatisasi. Aset atau kegiatan Persero adalah aset atau kegiatan
yang bersifat komersial dan merupakan perusahaan yang sektor usahanya seperti yang telah
disebutkan sebelumnya.
Suatu Perusahaan Perseroan (Persero) tidak dapat diprivatisasi apabila memenuhi
beberapa kriteria sebagai berikut:
a. Persero yang bidang usahanya berdasarkan ketentuan peraturan\perundang-undangan
hanya boleh dikelola oleh BUMN;
28

b. Persero yang bergerak di sektor usaha yang berkaitan dengan pertahanan dan keamanan
negara;
c. Persero yang bergerak di sektor tertentu yang oleh Pemerintah diberikan tugas khusus
untuk melaksanakan kegiatan tertentu yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat.
d. Persero yang bergerak di bidang usaha sumber daya alam yang secara tegas berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan dilarang untuk diprivatisasi.
Prosedur awal yang harus dipenuhi oleh Perusahaan Perseroan (Persero) apabila
hendak melakukan privatisasi, adalah membentuk komite privatisasi. Komite privatisasi
yang dimaksudkan wadah koordinasi untuk membahas dan memutuskan kebijakan tentang
privatisasi sehubungan dengan kebijakan lintas sektoral. komite privatisasi dipimpin oleh
Menteri Koordinator yang membidangi perekonomian dengan anggota-anggotanya yaitu
Menteri, Menteri Keuangan, dan Menteri Teknis tempat Persero melakukan kegiatan usaha.
Tugas dan kewenangan dari Komite privatisasi, ialah:
a. Merumuskan dan menetapkan kebijakan umum dan persyaratan pelaksanaan privatisasi;
b. Menetapkan langkah-langkah yang diperlukan untuk memperlancar proses privatisasi
Persero;
c. Membahas dan memberikan jalan keluar atas pemasalahan strategis yang timbul dalam
proses privatisasi Persero termasuk yang berhubungan dengan kebijakan sektoral
Pemerintah.
Program tahunan privatisasi sebagaimana yang dikemukakan sebelumnya, diatur
dalam Pasal 12 Peraturan Pemerintah No. 59 Tahun 2009 Tentang, yaitu:
a. Menteri melakukan seleksi dan menetapkan rencana Persero yang akan diprivatisasi,
metode Privatisasi yang akan digunakan, serta jenis dan rentangan jumlah saham yang
akan dijual.
b. Menteri menuangkan hasil seleksi dan rencana Persero yang akan diprivatisasi, metode
Privatisasi yang akan digunakan, jenis serta rentangan jumlah saham yang akan dijual
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam program tahunan Privatisasi.
c. Menteri menyampaikan program tahunan Privatisasi sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) kepada Komite Privatisasi untuk memperoleh arahan dan kepada Menteri Keuangan
untuk memperoleh rekomendasi, selambat-lambatnya pada akhir tahun anggaran
sebelumnya.
d. Arahan Komite Privatisasi dan rekomendasi Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) harus sudah diberikan selambatlambatnya pada akhir bulan pertama tahun
anggaran berjalan.
e. Menteri mensosialisasikan program tahunan Privatisasi.
f. Menteri mengkonsultasikan rencana Privatisasi Persero yang termuat dalam program
tahunan Privatisasi kepada DPR-RI.
g. Menteri melaksanakan Privatisasi Persero dengan memperhatikan arahan dan
rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan hasil konsultasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (7).
h. Dalam kondisi tertentu Menteri dapat melaksanakan Privatisasi di luar program tahunan
Privatisasi setelah terlebih dahulu memperoleh arahan Komite Privatisasi dan
rekomendasi dari Menteri Keuangan serta dikonsultasikan dengan DPR-RI.
29

i. Ketentuan lebih lanjut mengenai penyusunan program tahunan Privatisasi diatur dengan
Peraturan Menteri.
Peraturan Menteri tersebut, dikeluarkan oleh Menteri Koordinator Bidang
Perekonomian pada tanggal 31 Januari 2008 berdasarkan Keputusan Menteri Koordinator
Bidang Perekonomian Nomor Kep-04/M.Ekon/01/2008 yang memuat berbagai ketentuan
tentang tujuan dari privatisasi suatu Perusahaan Perseroan dan juga modal maksimal yang
dapat dilepas. Salah satu perusahaan yang hendak diprivatisasi pada tahun 2008 adalah PT.
Krakatau Steel (Persero) yang ditujukan bagi pengembangan perusahaan. Tata cara
privatisasi yang hendak dilakukan adalah Initial Public Offering (IPO) atau Strategic Sales
serta modal maksimal yang hendak dilepas sebanyak 60%.
D. Faktor-faktor yang Mendorong terjadinya Privatisasi BUMN
Privatisasi menurut Undang-undang No. 19 tahun 2003 adalah penjualan saham Persero,
baik sebagian maupun seluruhnya, kepada pihak lain dalam rangka meningkatkan kinerja dan
nilai perusahaan, memperbesar manfaat bagi negara dan masyarakat, serta

memperluas

pemilikan saham oleh masyarakat.


Menurut Pasal 74 privatisasi dilakukan dengan maksud untuk:
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Memperluas kepemilikan masyarakat atas Persero;


Meningkatkan efisiensi dan produktivitas perusahaan;
Menciptakan struktur keuangan dan menejemen keuangan yang baik/kuat;
Menciptakan struktur industri yang sehat dan kompetitif;
Menciptakan Persero yang berdaya saing dan berorientasi global;
Menumbuhkan iklim usaha, ekonomi makro, dan kapasitas pasar.
Adapun tujuan privatisasi adalah untuk meningkatkan kinerja dan nilai tambah

perusahaan dan meningkatkan peran serta masyarakat dalam pemilikan saham. Tujuan ini
tercantum dalam Pasal 74 ayat (2). Prinsip-prinsip privatisasi adalah transparansi, kemandirian,
akuntabilitas, pertanggungjawaban dan kewajaran. Sedangkan Persero yang dapat diprivatisasi
yang mempunyai kriteria:
1. Industri/sektor usahanya kompetitif; atau
2. Industri/ sektor usaha yang unsur teknologinya cepat berubah.
Adapun privatisasi dilaksanakan dengan cara:
1. Penjualan saham berdasarkan ketentuan pasar modal;
2. Penjualan saham langsung kepada investor;
3. Penjualan saham kepada manajemen dan/atau karyawan yang bersangkutan.
Privatisasi dilakukan terhadap Persero yang tidak sehat. Berdasarkan Paket
Kebijaksanaan Juni 1989 yang berisi penataan kembali perusahaan-perusahaan milik negara
dengan menetapkan empat kategori : sangat sehat, sehat, kurang sehat, dan tidak sehat. Dengan
kategori ini, banyak BUMN yang tidak sehat, sehingga perlu diadakan reorganisasi, swastanisasi
dan transparansi keuangan publik.
Tujuan privatisasi BUMN adalah untuk meningkatkan kinerja perusahaan sehingga
BUMN dapat melayani masyarakat dengan kualitas yang prima. Kualitas pelayanan yang prima
tercermin dalam:
30

1. Trasparansi, yakni pelayanan yang bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses oleh semua
pihak yang membutuhkan dan disediakan secara memadai serta mudah dimengerti;
2. Akuntabilitas, yakni pelayanan yang dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan;
3. Kondisional, yakni pelayanan yang sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan
penerima pelayanan dengan tetap berpegang pada prinsip efisiensi dan efektif;
4. Partisipatif, yaitu pelayanan yang dapat mendorng peran serta masyarakat dalam
penyelenggaraan pelayanan publik dengan memperhatikan aspirasi kebutuhan , dan harapan
masyarakat;
5. Kesamaan hak, yaitu pelayanan yang tidak melekukan diskriminasi dilihat dari aspek apa
pun khususnya suku, ras, agama, golongan, status social dan lain-lain.. Keseimbangan hak
dan kewajiban, yaitu pelayanan yang mempertimbangkan aspek keadilan antara pemberi dan
penerima layanan.
Dengan privatisasi, membuat sruktur organisasi berubah. Secara teori sumber perubahan
organisasi adalah:
1. Lingkungan di luar organisasi, baik politik, ekonomi, sosial, budaya, agama, kepercayaan,
pertahanan keamanan. Perubahan lingkungan terjadi begitu cepat sehingga memberikan
tekanan pada organisasi untuk merubah tujuan, stategi, kebijaksanaan, dan struktur
organisasi.
2. Perubahan tujuan, baik datangnya dari dalam maupun dari luar. Merubah tujuan berarti
merubah strategi organisasi dan memerlukan perubahan wadah strategi tersebut yaitu
struktur.
3. Teknologi yang berubah jelas akan merubah organisasi, metode baru memerlukan
penanganan khusus dan perlunya bagian penelitian dan pengembangan yang menerapkan
metoda-metoda baru demi perusahaan.
4. Perubahan manajerial,.dulu organisasi hanya perencanaan dan pengawasan. Sekarang karena
kompleksnya kegiatan diperlukan pengorganisasian, pengarahan, dan pengkoordinasian
fungsi-fungsi operasional perusahaan
5. Perubahan srtuktural, merubah organisasi untuk menyesuaikan secara menyeluruh baik
proses maupun perilaku organisasi.
6. Perubahan Psikososial yang bersumber pada para anggota, kemampuan

dan kemauan

anggota akan berakibat pada suksesnya organisasi.


Menurut Suwarno, ada enam faktor lingkungan strategis yang harus diperhatikan oleh
suatu organisasi agar dapat mempertahankan kinerja atau produktivitasnya. Keenam faktor
tersebut adalah: lingkungan, politik, ekonomi, teknologi, sosial, hukum, dan kependudukan.

31

DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Rozali, Pelaksanaan Otonomi Luas dan Isu Federalisme Sebagai Suatu Alternatif, PT
Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2000.
Andrews, Colin Mac & Ichlasul Amal (eds.), Hubungan Pusat Daerah Dalam Pembangunan. PT
Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1993.
Anwar, M. Arsyad, et.al.(eds), Prospek Ekonomi Indonesia dan Sumber Pembiayaan
Pembangunan. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1992.
http://ensiklopedi.mitrasites.com/arti-bumd.html
E.S. Savas, Privatization, The Key to Better Government, (New Jersey: New Jersey
Chattan House Publishers Inc., 1987), hal. 3.
Ernst & Young, Privatization: Investing in State-Owned Enterprises Around the World,
(USA: John Willey & Sons, Inc., 1994), hal. 14.
Arie Sukanti Hutagalung, Dampak Yuridis Ekonomis, Privatisasi Terhadap Status
Aset BUMN yang Bersifat Tetap, Makalah disampaikan pada Seminar Privatisasi BUMN:
Tantangan, Harapan, dan Kenyataan, pada tanggal 4 Juli 2002.
Paul Cook dan Colin Kirkpatrick, Privatization in Less Developed Countries, (New
York: St. Martins Press, 1998), hal. 12-18.
Hasan Zein Mahmud, Kondisi Pasar Modal Indonesia sebagai Alternatif untuk
Meningkatkan Akses Sumber Dana bagi BUMN, Strategi Pembiayaan & Regrouping
BUMN, ed. Toto Pranoto, dkk., (Jakarta: UI Press, 1994), hal. 108.
Heru Sutojo, et al. Alternatif Pendanaan Bagi BUMN, Strategi Pembiayaan &
Regrouping BUMN, ed. Toto Pranoto, et al. (Jakarta: LM FEUI, 1994), hal. 89.

32

Anda mungkin juga menyukai