Anda di halaman 1dari 20

TUGAS INTEGUMEN

ANALISIS JURNAL

Disusun Oleh
Kelompok 8
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Heni M
Ika Darwati
Hidayati
Kurniatiningsih
Nurhandewi
Indriyanto
Trimas Hardika E

STIKES HARAPAN BANGSA PURWOKERTO


PRODI SI KEPERAWATAN ALIH JENJANG
2016
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Anemia adalah salah satu penyakit yang sering diderita masyarakat, baik
anak-anak, remaja usia subur, ibu hamil ataupun orang tua. Penyebabnya sangat
beragam, dari yang karena perdarahan, kekurangan zat besi, asam folat, vitamin B12,
sampai kelainan hemolitik. Anemia dapat diketahui dengan pemeriksaan fisik
maupun dengan pemeriksaan laboratorium. Secara fisik penderita tampak pucat,
lemah, dan secara laboratorik didapatkan penurunan kadar Hemoglobin (Hb) dalam
darah dari harga normal.
B. Tujuan
1. Mampu mengetahui pengertian anemia.
2. Mampu menyebutkan penyebab anemia.
3. Mampu mengetahui diagnosa-diagnosa yang mungkin muncul pada pasien
anemia.
4. Mampu memahami penatalaksanaan pada pasien dengan anemia

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. PENGERTIAN

Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar Hb dan atau hitung eritrosit lebih
rendah dari normal. Anemia adalah berkurangnya jumlah eritrosit serta jumlah Hb
dalam 1mm3 darah atau berkurangnya volume sel yang didapatkan (packed red cells
volume) dalam 100 ml darah. Anemia adalah gejala dari kondisi yang mendasari,
seperti kehilangan komponen darah, elemen tak adekuat atau kurangnya nutrisi yang
dibutuhkan untuk pembentukan sel darah merah, yang mengakibatkan penurunan
kapasitas pengangkut oksigen darah (Doenges,1999).
Anemia adalah istilah yang menunjukan rendahnya hitungan sel darah merah
dan kadar hemoglobin dan hematokrit di bawah normal (Smeltzer, 2002). Anemia
adalah berkurangnya hingga di bawah nilai normal sel darah merah, kualitas
hemoglobin dan volume packed red bloods cells (hematokrit) per 100 ml darah
(Price, 2006).
B. ETIOLOGI
Penyebab tersering dari anemia adalah kekurangan zat gizi yang diperlukan
untuk sintesis eritrosit, antara lain besi, vitamin B12 dan asam folat. Selebihnya
merupakan akibat dari beragam kondisi seperti perdarahan, kelainan genetik,
penyakit kronik, keracunan obat, dan sebagainya.
Klasifikasi anemia menurut Etiopatogenesis:
1. Anemia karena gangguan pembentukan eritrosit dalam sumsum tulang
a. Kekurangan bahan esensial pembentuk eritrosit
1) Anemia defisiensi besi
2) Anemia defisiensi asam folat
3) Anemia defisiensi vitamin B12
b. Gangguan penggunaan (utilisasi) besi
1) Anemia akibat penyakit kronik
2) Anemia sideroblastik
c. Kerusakan sumsum tulang
4) Anemia aplastik
5) Anemia mieloptisik
6) Anemia pada keganasan hematologi
7) Anemia diseritropoietik
8) Anemia pada sindrom mielodisplastik

C. KRITERIA ANEMIA
Untuk memenuhi definisi anemia, maka perlu ditetapkan batas hemoglobin
atau hematokrit yang dianggap sudah terjadi anemia. Batas tersebut sangat
dipengaruhi oleh usia,jenis kelamin,dan ketinggian tempat tinggal dari permukaan
laut.
Batasan yang umum dipengaruhi adalah kriteria WHO pada tahun 2001
dinyatakan sebagai anemia bila tedapat nilai dengan criteria sebagai berikut:
No
1
2
3
4
5

Jenis kelamin/ usia


Laki-laki dewasa
Wanita dewasa tidak hamil
Wanita hamil
Anak usia 6-14 tahun
Anak usia 6 bulan-6 tahun

Kadar hemoglobin
Hb <13gr/dl
Hb <12gr/dl
Hb <11gr/dl
Hb <12gr/dl
Hb <11gr/dl

Pasien dalam kasus menderita anemia akibat defisiensi besi, padahal tingkat
kebutuhan besi (Fe) meningkat dalam masa pertumbuhan. Akibat kurangnya asupan
zat gizi berupa besi yang penting dalam proses hemopoiesis ini menimbulkan
konsekuensi berbagai gejala klinis yang dialami oleh pasien tersebut. Dalam laporan
ini, penulis membahas perbandingan berbagai jenis anemia, namun lebih fokus
difokuskan kepada anemia defisiensi besi.
D. PATOFISIOLOGI
Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum atau kehilangan
sel darah merah secara berlebihan atau keduanya. Lisis sel darah merah (disolusi)
terjadi terutama dalam sel fagositik atau dalam system retikuloendotelial, terutama
dalam hati dan limpa. Hasil samping proses ini adalah bilirubin yang akan
memasuki aliran darah. Setiap kenaikan destruksi sel darah merah (hemolisis) segera
direfleksikan dengan peningkatan bilirubin plasma (konsentrasi normal 1 mg/dl,
kadar diatas 1,5 mg/dl mengakibatkan ikterik pada sclera).

Apabila sel darah merah mengalami penghancuran dalam sirkulasi, (pada


kelainan

hemolitik)

maka

hemoglobin

akan

muncul

dalam

plasma

(hemoglobinemia). Apabila konsentrasi plasmanya melebihi kapasitas haptoglobin


plasma (protein pengikat untuk hemoglobin bebas) untuk mengikat semuanya,
hemoglobin

akan

berdifusi

dalam

glomerulus

ginjal

dan

kedalam

urin

(hemoglobinuria).
E. MANIFESTASI KLINIS
1. Manifestasi klinis yang sering muncul: pusing, lesu, berkunang-kunang.
2. Gejala khas masing-masing anemia
3. Pada pemeriksaan fisik:
b.
Tanda-tanda anemia umum: pucat, takikardi, suara pembuluh darah spontan,
c.

bising karotis, bisisng sistolik anorganik.


Manifestasi khusus anemia
1) Defisiensi besi: spoon nail, glostis
2) Defisienasi B12: paresis, ulkus di tungkai
3) Hemolitik: ikterus, splenomegali
4) Aplastik: anemia berat, perdarahan, infeksi

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Tes penyaring
Dikerjakan pada tahap awal pada setiap kasus anemia. Dengan pemeriksaan ii
dapat dipastikan adanya anemia dan bentuk morfologi anemia tersebut.
Pemeriksaan ini meliputi: kadar Hb, indeks eritrosit (MCV dan MCHC),
apusan darah tepi.
b. Pemeriksaan darah seri anemia: hitung leukosit, trombosit, LED, dan hitung
retikulosit.
c. Pemeriksaan sumsum tulang: pemeriksaan ini memberikan informasi
mengenai keadaan sistem hematopoiesis.
d. Pemeriksaan indikasi khusus
1) Anemia defisiensi besi: serum ion, TIBC, saturasi transferin dan feritin
serum.
2) Anemia megaloblastik: asam folat darah, vitamin B12
3) Anemia hemolitik: hitung retikulosit, tes coombs dan elektroforesis Hb.
4) Anemia pada leukemia akut biasanya dilakukan pemeriksaan sitokimia.

e. Pemeriksaan laboratorium nonhematologis: faal ginjal, faal endokrin, asam


urat, faal hati, biakan kuman.
2. Radiologi: torak, bone survey, USG atau linfangiografi.
3. Pemeriksaan biologi molekuler (PCR = polymerase chain raction, FISH =
fluorescence in situ hybridization)

G. PENCEGAHAN ANEMIA
Banyak jenis anemia tidak dapat dicegah. Menghindari anemia kekurangan
zat besi dan anemia kekurangan vitamin dengan makan yang sehat, variasi makanan,
termasuk:
1. Zat besi
Sumber terbaik zat besi adalah daging sapi dan daging lainnya. Makanan lain
yang kaya zat besi, termasuk kacang-kacangan, lentil, sereal kaya zat besi,
sayuran berdaun hijau tua, buah kering, selai kacang dan kacang-kacangan.
2. Folat
Gizi ini, dan bentuk sintetik, asam folat, dapat ditemukan di jus jeruk dan buahbuahan, pisang, sayuran berdaun hijau tua, kacang polong dan dibentengi roti,
sereal dan pasta.
3. Vit B12
Vitamin ini banyak dalam daging dan susu.
4. Vit C
Makanan yang mengandung vitamin C, seperti jeruk, melon dan beri, membantu
meningkatkan penyerapan zat besi.
Banyak makan makanan yang mengandung zat besi sangat penting bagi
orang-orang yang memiliki kebutuhan besi yang tinggi, seperti anak-anak - besi
yang diperlukan selama ledakan pertumbuhan - dan perempuan hamil dan
menstruasi.

H. PENATALAKSANAAN ANEMIA
Pengobatan anemia tergantung pada penyebabnya:
1. Anemia kekurangan zat besi
Bentuk anemia ini diobati dengan suplemen zat besi, yang mungkin Anda
harus minum selama beberapa bulan atau lebih. Jika penyebab kekurangan zat
besi kehilangan darah - selain dari haid - sumber perdarahan harus diketahui dan
dihentikan. Hal ini mungkin melibatkan operasi.
2. Anemia kekurangan vitamin
Anemia pernisiosa diobati dengan suntikan yang seringkali suntikan seumur
hidup vitamin B-12. Anemia karena kekurangan asam folat diobati dengan
suplemen asam folat.
3. Anemia penyakit kronis
Tidak ada pengobatan khusus untuk anemia jenis ini. Suplemen zat besi dan
vitamin umumnya tidak membantu jenis anemia ini . Namun, jika gejala menjadi
parah, transfusi darah atau suntikan eritropoietin sintetis, hormon yang biasanya
dihasilkan oleh ginjal, dapat membantu merangsang produksi sel darah merah dan
mengurangi kelelahan.
4. Anemia aplastik
Pengobatan untuk anemia ini dapat mencakup transfusi darah untuk
meningkatkan kadar sel darah merah. Anda mungkin memerlukan transplantasi
sumsum tulang jika sumsum tulang Anda berpenyakit dan tidak dapat membuat
sel-sel darah sehat. Anda mungkin perlu obat penekan kekebalan tubuh untuk
mengurangi sistem kekebalan tubuh Anda dan memberikan kesempatan sumsum
tulang ditransplantasikan berespon untuk mulai berfungsi lagi.
5. Anemia terkait dengan penyakit sumsum tulan
Anemia terkait dengan penyakit sumsum tulang. Pengobatan berbagai penyakit
dapat berkisar dari obat yang sederhana hingga kemoterapi untuk transplantasi
sumsum tulang.
6. Anemia hemolitik
Mengelola anemia hemolitik termasuk menghindari obat-obatan tertentu,
mengobati infeksi terkait dan menggunakan obat-obatan yang menekan sistem
kekebalan Anda, yang dapat menyerang sel-sel darah merah. Pengobatan singkat

dengan steroid, obat penekan kekebalan atau gamma globulin dapat membantu
menekan sistem kekebalan tubuh menyerang sel-sel darah merah.
7. Sickle cell anemia
Pengobatan untuk anemia ini dapat mencakup pemberian oksigen, obat
menghilangkan rasa sakit, baik oral dan cairan infus untuk mengurangi rasa sakit
dan mencegah komplikasi. Dokter juga biasanya menggunakan transfusi darah,
suplemen asam folat dan antibiotik. Sebuah obat kanker yang disebut hidroksiurea
(Droxia, Hydrea) juga digunakan untuk mengobati anemia sel sabit pada orang
dewasa.
I. KONSEP KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a. Aktivitas / istirahat
Gejala :keletihan, kelemahan, malaise umum. Kehilangan produktivitas;
penurunan semangat untuk bekerja. Toleransi terhadap latihan rendah.
Kebutuhan untuk tidur dan istirahat lebih banyak.
Tanda : takikardia/ takipnae ; dispnea pada waktu bekerja atau istirahat.
Letargi, menarik diri, apatis, lesu, dan kurang tertarik pada sekitarnya.
Kelemahan otot, dan penurunan kekuatan. Tubuh tidak tegak. Bahu
menurun, postur lunglai, berjalan lambat, dan tanda-tanda lain yang
menunujukkan keletihan
b. Sirkulasi
Tanda : TD : peningkatan sistolik dengan diastolik stabil dan tekanan nadi
melebar, hipotensi postural. Disritmia : abnormalitas EKG, depresi
segmen ST dan pendataran atau depresi gelombang T; takikardia. Bunyi
jantung : murmur sistolik (DB). Ekstremitas (warna) : pucat pada kulit dan
membrane mukosa (konjuntiva, mulut, faring, bibir) dan dasar kuku.
(catatan: pada pasien kulit hitam, pucat dapat tampak sebagai keabuabuan). Kulit seperti berlilin, pucat (aplastik, AP) atau kuning lemon
terang (AP). Sklera : biru atau putih seperti mutiara (DB). Pengisian
kapiler melambat (penurunan aliran darah ke kapiler dan vasokontriksi

kompensasi) kuku : mudah patah, berbentuk seperti sendok (koilonikia)


(DB). Rambut : kering, mudah putus, menipis, tumbuh uban secara
premature (AP).
c. Integritas ego
Gejala : Keyakinanan agama/budaya mempengaruhi pilihan pengobatan,
misalnya penolakan transfusi darah.
Tanda : Depresi
d. Eleminasi
Gejala : Riwayat pielonefritis, gagal ginjal. Flatulen, sindrom malabsorpsi
(DB). Hematemesis, feses dengan darah segar, melena. Diare atau
konstipasi. Penurunan haluaran urine.
Tanda : distensi abdomen.
e. Makanan/cairan
Gejala : penurunan masukan diet, masukan diet protein hewani
rendah/masukan produk sereal tinggi (DB). Nyeri mulut atau lidah,
kesulitan menelan (ulkus pada faring). Mual/muntah, dyspepsia,
anoreksia. Adanya penurunan berat badan. Tidak pernah puas mengunyah
atau peka terhadap es, kotoran, tepung jagung, cat, tanah liat, dan
sebagainya (DB).
Tanda : lidah tampak merah daging/halus (AP; defisiensi asam folat dan
vitamin B12). Membrane mukosa kering, pucat. Turgor kulit : buruk,
kering, tampak kisut/hilang elastisitas (DB). Stomatitis dan glositis (status
defisiensi). Bibir : selitis, misalnya inflamasi bibir dengan sudut mulut
pecah. (DB).
f. Neurosensori
Gejala : Sakit kepala, berdenyut, pusing, vertigo, tinnitus, ketidak
mampuan berkonsentrasi. Insomnia, penurunan penglihatan, dan bayangan
pada mata. Kelemahan, keseimbangan buruk, kaki goyah ; parestesia
tangan/kaki (AP) ; klaudikasi. Sensasi manjadi dingin.
Tanda : Peka rangsang, gelisah, depresi cenderung tidur, apatis. Mental :
tak mampu berespons, lambat dan dangkal. Oftalmik : hemoragis retina
(aplastik, AP). Epitaksis : perdarahan dari lubang-lubang (aplastik).

Gangguan koordinasi, ataksia, penurunan rasa getar, dan posisi, tanda


Romberg positif, paralysis (AP).
g. Nyeri/kenyamanan
Gejala : nyeri abdomen samara : sakit kepala (DB)
h. Pernapasan
Gejala : riwayat TB, abses paru. Napas pendek pada istirahat dan aktivitas.
Tanda : takipnea, ortopnea, dan dispnea.
i. Keamanan
Gejala : riwayat pekerjaan terpajan terhadap bahan kimia,. Riwayat
terpajan pada radiasi; baik terhadap pengobatan atau kecelekaan. Riwayat
kanker, terapi kanker. Tidak toleran terhadap dingin dan panas. Transfusi
darah sebelumnya. Gangguan penglihatan, penyembuhan luka buruk,
sering infeksi.
Tanda : demam rendah, menggigil, berkeringat malam, limfadenopati
umum. Ptekie dan ekimosis (aplastik).
2. Diagnosa Keperawatan
a. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen
seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen/nutrient ke sel.
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurangdari kebutuhan tubuh b.d intake yang
kurang
c. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder tidak adekuat.
d. Kecemasan berhubungandengan perubahan status kesehatan

3. Intervensi keperawatan
a. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen
seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen/nutrient ke sel.
Tujuan : peningkatan perfusi jaringan.
Kriteria hasil : menunjukkan perfusi adekuat, misalnya tanda vital stabil.
Intervensi:
- Awasi tanda vital kaji pengisian kapiler, warna kulit/membrane
mukosa, dasar kuku.

Rasional : memberikan informasi tentang derajat/keadekuatan perfusi


-

jaringan dan membantu menetukan kebutuhan intervensi.


Tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi.
Rasional : meningkatkan ekspansi paru dan memaksimalkan
oksigenasi untuk kebutuhan seluler. Catatan : kontraindikasi bila ada

hipotensi.
Awasi upaya pernapasan ; auskultasi bunyi napas perhatikan bunyi
adventisius.
Rasional : dispnea, gemericik menununjukkan gangguan jantung

karena regangan jantung lama/peningkatan kompensasi curah jantung.


Kaji keluhan nyeri dada/palpitasi.
Rasional : iskemia seluler mempengaruhi jaringan miokardial/
potensial risiko infark.
Hindari penggunaan botol penghangat atau botol air panas. Ukur suhu
air mandi dengan thermometer.
Rasional : termoreseptor jaringan dermal dangkal karena gangguan

oksigen.
Kolaborasi:
Awasi hasil pemeriksaan laboraturium. Berikan sel darah merah
lengkap/packed

produk

darah

sesuai

indikasi.Rasional

mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan pengobatan /respons


-

terhadap terapi.
Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi
Rasional : memaksimalkan transport oksigen ke jaringan.

b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake yang


kurang
Tujuan: kebutuhan nutrisi terpenuhi.
Kriteria hasil: Menunujukkan peningkatan / mempertahankan berat badan
dengan nilai laboratorium normal.
Intervensi
- Kaji riwayat nutrisi, termasuk makan yang disukai.
- Observasi dan catat masukan makanan pasien.
- Timbang berat badan setiap hari.

Berikan makan sedikit dengan frekuensi sering atau makan diantara


waktu makan.

Rasional
-

Mengidentifikasi defisiensi, mengawasi masukkan kalori atau kualitas

kekurangan konsumsi makanan.


- Memudahkan intervensi.
- Mengawasi penurunan berat badan.
- Menurunkan kelemahan, meningkatkan pemasukan nutrisi.
c. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder
tidak adekuat.
Tujuan : Infeksi tidak terjadi.
Kriteria hasil :
Mengidentifikasi perilaku untuk mencegah/menurunkan risiko infeksi.
Meningkatkan penyembuhan luka, bebas drainase purulen atau eritema,
dan demam.
Intervensi:
- Tingkatkan cuci tangan yang baik ; oleh pemberi perawatan dan
pasien
Rasional : mencegah kontaminasi silang/kolonisasi bacterial.
Catatan : pasien dengan anemia berat/aplastik dapat berisiko akibat
-

flora normal kulit.


Pertahankan teknik aseptic ketat pada prosedur/perawatan luka.
Rasional : menurunkan risiko kolonisasi/infeksi bakteri.
Berikan perawatan kulit, perianal dan oral dengan cermat.
Rasional : menurunkan risiko kerusakan kulit/jaringan dan infeksi.
Motivasi perubahan posisi/ambulasi yang sering, latihan batuk dan
napas dalam.
Rasional : meningkatkan ventilasi semua segmen paru dan

membantu memobilisasi sekresi untuk mencegah pneumonia.


Tingkatkan masukkan cairan adekuat.
Rasional : membantu dalam pengenceran secret pernapasan untuk
mempermudah pengeluaran dan mencegah stasis cairan tubuh

misalnya pernapasan dan ginjal


Pantau/batasi pengunjung. Berikan isolasi bila memungkinkan.
Rasional

membatasi

pemajanan

pada

bakteri/infeksi.

Perlindungan isolasi dibutuhkan pada anemia aplastik, bila respons


-

imun sangat terganggu.


Pantau suhu tubuh. Catat adanya menggigil dan takikardia dengan
atau tanpa demam.
Rasional : adanya

proses

inflamasi/infeksi

membutuhkan

evaluasi/pengobatan.

d. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan.


Tujuan : Kecemasan berkurang
Kriteria hasil : Tampak rileks dan tidur / istirahat tidur
Intervensi:
- Kaji tingkat kecemasan klien.
Rasional : Untuk mengetahui faktor predis-posisi

yang

menimbulkan kece-masan sehingga memudahkan mengantisipasi


-

rasa cemasnya.
Dorong klien dapat mengekspresikan pera-saannya.
Rasional dengan
mengungkapkan
perasaannya

maka

kecemasannya berkurang.
Beri informasi yang jelas proses penyakitnya.
Rasional : Memudahkan klien dalam memahami dan mengerti

tentang proses penyakitnya.


Beri dorongan spiritual
Rasional : Kesembuhan bukan hanya dipe-roleh dari pengobatan
atau pera-watan tetapi yang menentukan adalah Tuhan.

DAFTAR PUSTAKA
Doengoes, Mariliynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan, Jakarta : EGC
Price, Sylvia. 2005. Patofisiologis : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta :
EGC
Handayani Wiwik dan Andi Sulistyo. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan
Gangguan Sistem Hematologi.Jakarta : Salemba Medika

ANALISIS JURNAL
ASUPAN ZAT GIZI, STATUS GIZI, DAN STATUS ANEMIA PADA REMAJA
LAKI-LAKI PENGGUNA NARKOBA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN
ANAK PRIA TANGERANG
A. Latar Belakang
Perubahan gaya hidup masyarakat dewasa ini mengakibatkan adanya
perubahan pada pergaulan di kalangan remaja seperti merokok, seks bebas,
dan salah satunya yang masih menjadi masalah utama adalah penyalahgunaan
narkoba. Jumlah pecandu narkoba di Indonesia berdasarkan survey Badan
Narkotika Nasional (BNN) tahun 2008 adalah sebanyak 2% dari jumlah
penduduk atau sekitar 3.3 juta orang. Sekitar 1.3 juta orang di antaranya
adalah pelajar atau mahasiswa yang masih digolongkan sebagai remaja.
Sekitar 74% pecandu narkoba mengalami defisiensi gizi, sehingga sangat
diperlukan gizi yang adekuat dalam proses pemulihan narkoba. Pecandu
narkoba ini cenderung memiliki kebiasaan makan yang buruk karena
pengaruh narkoba yang dikonsumsi. Jika konsumsi pangan narapidana
tersebut kurang dan ditambah masih adanya pengaruh narkoba dalam tubuh,
maka masalah status gizi kurang dan anemia akan muncul.
B. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Menganalisis asupan energi dan zat gizi, status gizi, dan status anemia
pada remaja laki-laki pengguna narkoba di Lembaga Pemasyarakatan
(LAPAS) Anak Pria Kelas IIA Kota Tangerang.
2. Tujuan Khusus

Menganalisis asupan, tingkat kecukupan, dan tingkat ketersediaan energi


dan zat gizi (protein, zat besi, dan vitamin C) subjek, dan menganalisis
status gizi serta status anemia subjek.
C. Metode Penelitian
Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional study.
Cross sectional adalah suatu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi
antara faktor-faktor resiko dengan efek, dengan cara pendekatan observasi
atau

pengumpulan

data

sekaligus

pada

suatu

saat

(poin

time

approach).Artinya, tiap subjek penelitian hanya diobservasi sekali saja dan


pengukuran dilakukan terhadap status karakter atau variabel subjek pada saat
pemeriksaan. Hal ini tidak berarti semua subjek penelitian diamati pada waktu
yang sama.
D. Populasi dan Sampel
Subjek adalah remaja laki-laki pengguna narkoba. Kriteria inklusi subjek
adalah dipenjara karena memakai narkoba, minimal berada dalam lembaga
pemasyarakatan selama tiga bulan, dalam keadaan sehat, tidak memiliki
penyakit kronis. Jumlah subjek sebanyak 40 orang dan dipilih secara
purposive.
E. Analisis Data yang Digunakan
Data status gizi dikelompokkan menggunakan Indeks Massa Tubuh menurut
umur (IMT/U) berdasarkan Kemenkes (2010) untuk remaja 1518 tahun
sedangkan untuk remaja 1920 tahun menggunakan IMT berdasarkan WHO
(2004). Kriteria anemia menurut WHO (2001) untuk remaja laki-laki adalah
<13 g/dl.
F. Hasil dan Pembahasan
1. Frekuensi Konsumsi Pangan
Jenis serealia dan umbi-umbian yang paling sering dikonsumsi adalah
nasi, singkong, dan kentang. Tiga jenis pangan sumber protein hewani
yang paling sering dikonsumsi oleh subjek adalah telur ayam, ikan bawal,
dan daging ayam. Jenis pangan sumber protein nabati yang paling sering

dikonsumsi subjek adalah tempe, kacang hijau, dan kacang tanah. Pangan
nabati yang juga dikonsumsi oleh subjek adalah tahu dan susu kedelai.
Protein hewani membantu penyerapan zat besi dalam tubuh. Protein
hewani dari daging dapat meningkatkan dan mempercepat penyerapan
besi heme yang merupakan pembentuk hemoglobin. Protein hewani juga
sebagai sumber dari zat besi heme pembentuk hemoglobin. Tempe dan
tahu juga merupakan sumber protein dari protein nabati yang
menyumbangkan kandungan protein cukup besar dan zat gizi. Namun
protein nabati mempunyai mutu yang lebih rendah dibanding protein
hewani karena protein nabati sulit dicerna (Andarina & Sumarmi 2006).
Tiga jenis buah yang paling sering dikonsumsi adalah pisang, jeruk, dan
apel. Jenis sayuran yang paling sering dikonsumsi adalah wortel, sup
sayuran, dan kangkung. Sayuran yang juga dikonsumsi oleh subjek adalah
kol, daun singkong, terong, sayur lodeh, toge, pecel sayur, buncis, sayur
asem, bayam, kacang panjang, sawi, urap sayuran, labu siam, dan sayur
kare. Pangan berbahan dasar tepung yang termasuk kategori makanan
sepinggan yang paling sering dikonsumsi adalah mie, bakso, dan siomay.
2. Asupan dan Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi
Asupan energi subjek berkisar antara 792 2 983 kkal. Asupan protein
subjek berkisar antara 2386 g. Asupan zat besi subjek berkisar antara 6
33 mg. Rata-rata asupan energi subjek baru memenuhi 79.0%
kebutuhan sehari, sedangkan rata-rata asupan protein subjek sedikit lebih
tinggi yaitu memenuhi 84.0% kebutuhan sehari. Berbeda jauh dengan ratarata asupan zat besi, rata-rata asupan vitamin C subjek hanya memenuhi
24.0% kebutuhan subjek. Hal ini menunjukkan bahwa asupan energi dan
protein subjek belum cukup memenuhi kebutuhannya. Hasil penelitian
Dwiningsih dan Pramono (2013) menyatakan bahwa rata-rata asupan
energi dan protein remaja masih tergolong dalam kategori kurang. Asupan

zat besi subjek sudah cukup memenuhi kebutuhannya, dan asupan vitamin
C subjek sangat kurang memenuhi kebutuhannya.
Tingkat kecukupan energi dan zat gizi diukur dengan cara
membandingkan konsumsi energi dan zat gizi subjek dengan kebutuhan
energi dan zat gizi subjek. Sebagian besar tingkat kecukupan energi dan
protein subjek yang mengalami defisit berat ini diduga karena makanan
yang disediakan oleh LAPAS tidak dikonsumsi sama sekali ataupun hanya
separuh. Rasa dan kualitas bahan makanan yang kurang menjadi faktor
utama penyebabnya. Tingkat kecukupan zat besi yang mayoritas termasuk
dalam kategori cukup ini karena subjek sering dan banyak mengonsumsi
pangan yang menjadi sumber zat besi. Tingkat kecukupan vitamin C yang
semuanya berada pada kategori kurang karena subjek hanya mengonsumsi
buah pisang yang kurang mengandung vitamin C. Sayuran yang disediakan oleh LAPAS banyak yang mengandung vitamin C tinggi seperti
kol, namun mayoritas subjek tidak mengonsumsi sayuran tersebut karena
rasa yang kurang. Rosidi dan Sulistyowati (2012), menyatakan kurangnya
mengonsumsi sayuran dapat mengakibatkan kekurangan salah satu atau
lebih vitamin dan mineral.
3. Energi dan zat gizi dari makanan dan minuman yang disajikan oleh
LAPAS
LAPAS berperan dalam pemenuhan zat gizi remaja yang sedang dalam
masa pertumbuhan dan perkembangan. Rata-rata energi dan zat gizi dari
makanan dan minuman yang disajikan oleh LAPAS menunjukkan bahwa
energi dari makanan dan minuman yang disajikan oleh LAPAS belum
cukup memenuhi kebutuhan subjek, sedangkan protein sudah cukup
memenuhi kebutuhan subjek. Jika dilihat dari kebutuhan subjek, zat besi
dari makanan dan minuman yang disajikan oleh LAPAS memenuhi lebih
dari kebutuhan subjek, sedangkan vitamin C masih kurang memenuhi
kebutuhan.

4. Status gizi dan status anemia


Sebagian besar subjek berada dalam kategori status gizi normal (85%)
dan sisanya berada dalam kategori status gizi kurus (15.0%). Hasil
penelitian Anggarini dan Cahyaningrum (2012) menyatakan bahwa ada
hubungan yang signifikan antara kadar hemoglobin dan status gizi pada
remaja. Status gizi merupakan gambaran secara makro akan zat gizi tubuh,
termasuk salah satunya adalah zat besi. Dimana bila status gizi tidak
normal dikhawatirkan status zat besi dalam tubuh juga tidak baik. Hal ini
dapat dikatakan bahwa status gizi merupakan salah satu faktor risiko terjadinya anemia. Keadaan status gizi atau IMT yang kurang dapat
berpotensi menimbulkan kejadian anemia (Permaesih & Herman 2005).
Anemia adalah suatu keadaan kadar hemoglobin (Hb) dalam darah
kurang dari normal, berdasarkan kelompok umur, jenis kelamin, dan
kehamilan. Sebagian besar anemia disebabkan oleh kekurangan satu atau
lebih zat gizi esensial (zat besi, asam folat, B12) yang digunakan dalam
pembentukan sel-sel darah merah (Masrizal 2007).
Sebanyak 57.5% subjek mengalami anemia. Hasil ini sejalan dengan
hasil peneltian Islam et al. (2002) di Dhaka yang menyebutkan bahwa
60% dari pecandu narkoba mengalami anemia dan narkoba berpengaruh
nyata menurunkan kadar hemoglobin. Hasil penelitian lain juga
menyebutkan bahwa narkoba secara signifikan menurunkan konsentrasi
zat besi (Hossain et al. 2007).
Asupan zat besi subjek berasal dari pangan sumber non-heme (kacangkacangan, serealia, dan sayuran) yang memiliki bioavailabilitas yang
rendah. Zat besi non-heme tersebut membutuhkan zat untuk membantu
penyerapan zat besi tersebut. Zat yang membantu penyerapannya adalah
vitamin C. Buah-buahan sumber vitamin C seperti jeruk, pepaya, tomat,

jambu biji, dan mangga dapat membantu penyerapan zat besi non heme
dengan cara mengubah bentuk feri menjadi bentuk fero yang lebih mudah
diserap (Briawan et al. 2011). Namun tingkat kecukupan vitamin C semua
subjek mengalami defisit. Hal inilah yang diduga menyebabkan mayoritas
subjek mengalami anemia.
Subjek juga sering mengonsumsi kopi, teh, dan susu. Ketiga minuman
ini dapat menghambat proses penyerapan zat besi di dalam tubuh. Susu
merupakan pangan yang memiliki bioavailabilitas yang tinggi, namun
kalsium tinggi yang terkan-dung dalam susu dapat menghambat absorpsi
besi (Briawan et al. 2011).
G. Kelemahan Penelitian
1. Tidak adanya data pendukung seperti pemeriksaan lab terutama Hb
2. Tidak mengetahui apakah kebutuhan asupan gizi narapidana terpenuhi
atau tidak.
3. Kurang dapat mengembangkan proses perkembangan anemia.
H. Kelebihan penelitian
1. Mengetahui bahaya narkoba menyebabkan anemia
2. Bisa menilai salah satu jenis anemia.
I. Apakah penelitian tersebut dapat diaplikasikan untuk meningkatkan asuhan
keperawatan
Meningkatkan pengetahuan perawat dalam peningkatan asupan gizi
pada anemia.
J. Kesimpulan
Tingkat kecukupan zat besi subjek mayoritas berada pada kategori
cukup dan tingkat kecukupan vitamin C subjek semuanya berada pada
kategori kurang. Rata-rata tingkat ketersediaan energi dari makanan LAPAS
belum mencukupi kebutuhan subjek, sedangkan rata-rata tingkat ketersediaan
protein sudah memenuhi kebutuhan subjek. Sebagian besar subjek berada
dalam kategori status gizi normal dan sebagian besar subjek pun mengalami
anemia.

Anda mungkin juga menyukai