Bogor Agricultural
University
Ministry of Agriculture
Supported by
BOGOR
2009
Government of
Indramayu
PENGANTAR
Buku ini pengembangan dari modul pengantar Sekolah Lapangan Iklim (SLI)
yang telah disusun oleh Direktorat Perlindungan Tanaman bersama dengan Institut
Pertanian Bogor, dan Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika. Versi awal buku
ini merupakan produk dari kegiatan Extreme Climate Events Asian Disaster Preparedness
Centre (ADPC) dengan dukungan dana dari NOAA-OGP yang disusun oleh Rizaldi Boer
bersama tenaga penyuluh spesialis dari Dinas Pertanian Indramayu yaitu Srimulya,
Endang Kirno, dan Suparmo.
Penyempurnaan modul ini didasarkan pada masukan yang diberikan oleh
berbagai pihak, khususnya peserta pelatihan SLI yang diselenggarakan oleh Direktorat
Perlindungan Tanaman dan APN CAPaBLE.
Cara penulisan lebih disederhanakan
sehingga diharapkan dapat lebih mudah untuk dipahami. Disamping itu juga ada
ditambahkan beberapa modul applikasi iklim baru. Buku panduan ini dibagi menjadi
dua bagian utama. Bagian Pertama berisikan uraian umum tentang bagaimana
mengidentifikasi permasalahan iklim di suatu daerah dan bentuk dampaknya terhadap
kegiatan budidaya pertanian serta cara memanfaatkan informasi iklim dalam mengelola
risiko iklim yang mungkin muncul. Hal ini sangat diperlukan bagi pemandu lapangan
untuk memudahkan mereka dalam memandu dan memfasilitasi selama proses sekolah
lapang berlangsung. Bagian Kedua berisi modul-modul tentang manfaat informasi iklim
dan applikasinya untuk mengelola risiko iklim yang merupakan panduan atau penuntun
bagi pemandu lapangan dalam melaksanakan sekolah lapang iklim.
Pada bagian ke dua ini, ada beberapa modul applikasi pemanfaatan informasi
prakiraan iklim dalam penetapan pola tanam untuk beberapa tipe iklim dan pola tanam.
Kasus yang diambil ialah dari Bandung-Jawa Barat, Pacitan-Jawa Timur dan KupangNTT. Apabila buku ini digunakan pada daerah lain, maka fasilitator lapangan perlu
melakukan modifikasi buku panduan sesuai dengan permasalahan iklim dan bentuk pola
tanam di daerahnya masing-masing. Bagian pertama dari buku ini dapat dijadikan
pedoman umum bagi para fasilitator lapangan dalam memodifikasi modul terkait. Buku
panduan ini merupakan lanjutan dari Modul Dasar I SLI Pemahaman Tentang Dinamika
Iklim, Pengamatan Unsur Iklim dan Prakiraannya. Oleh karena itu, modul kontrak
belajar dan modul pembuka tidak diperlukan lagi. Namun demikian dalam buku ini
modul ini tidak dipertahankan untuk kelengkapan modul
Akhir kata, tim penulis menyampaikan penghargan dan terima kasih kepada
APN CAPaBLE yang telah memberikan dukungan dalam menyusun buku panduan ini.
Tidak lupa penghargaan juga disampaikan kepada berbagai pihak yang telah memberikan
dukungan sehingga buku ini dapat diselesaikan. Semoga buku ini ada manfaatnya dan
masukan dan kritik yang membangun selalu kami harapkan untuk perbaikan pada masa
yang akan datang.
Tim Penulis:
Rizaldi Boer, Kusnomo Tamkani, Irsal Las, Endang Titi Purwani, Srimulya, Endang
Kirno, dan Suparmo, Ismail Wahab, Elsa Surmaini, Khadijah Elramija, Amir Kedang,
Kiki Kartikasari, Kaimuddin Mole
DAFTAR ISI
Bagian 1
Bagian 2
Modul 0
Modul 1
Modul 2
Modul 3
Modul 4
Modul 5
Modul 6
Modul 7
Teks
Hal.
13
14
17
19
24
28
32
38
41
BAGIAN I
IDENTIFIKASI PERMASALAHAN IKLIM DAN
CARA PENGELOLAAN RISIKONYA MELALUI
PEMANFAATAN INFORMASI IKLIM
Bagian ini menjelaskan metode atau pendekatan dalam
mengidentifikasi permasalahan iklim dan bagaimana iklim
mempengaruhi kegiatan budidaya pertanian sehingga pengelolaan
risiko iklim dapat dilakukan secara efektif. Bagian ini diharapkan
dapat meningkatkan pemahaman pemandu lapang bagaimana
informasi iklim dimanfaatan dalam mengurangi risiko sehingga
dapat membantu dalam berproses bersama petani dalam
pelaksanaan SLI
Hujan
tipuan
Gambar 2.
3. Jeda Musim atau Season Break. Jeda musim ialah suatu masalah dimana
pada musim hujan terjadi hari tidak hujan selama beberapa hari berturut-turut
sehingga dapat menurunkan hasil tanaman (Gambar 3). Masalah ini cukup
sering terjadi di wilayah Indonesia bagian Timur, tetapi akhir-akhir ini juga
sering muncul di wilayah Jawa.
Jeda
musim
Sep Okt
Apr
MH berakhir lebih
awal dan hujan
menghilang di MK
1996
1997
Gambar 5. Pengaruh anomali iklim pada sistem pola tanam dalam usaha
tani pangan (Sumber: Boer, 2004)
Secara umum Gambar 5 menujukkan bahwa pada pola tanam padi sawah
masalah iklim yang muncul ialah terjadinya hujan tipuan yang dapat memicu
petani untuk segera menyiapkan persemaian dan kemudian karena hujan tidak
lagi terjadi dalam waktu yang cukup lama (long dry spell), maka semai menjadi
lewat umur sehingga tidak bisa ditanam lagi. Pada pola tanam lahan kering,
hujan tipuan dapat mengagalkan tanaman yang sudah ditanam sehingga akhirnya
harus menanam ulang setelah musim hujan benar-benar masuk.
Masalah banjir muncul pada bulan puncak musim hujan yaitu apabila
tinggi hujan jauh dari normal. Dari data historis dapat diketahui berapa batas
tinggi hujan yang menimbulkan banjir dan intensitas kerusakan yang
ditimbulkan. Informasi ini dapat digunakan sebagai dasar untuk mengetahui
bentuk informasi prakiraan iklim yang diperlukan untuk mengatasi masalah ini.
Berakhirnya musim hujan lebih cepat dari biasanya atau dari normal,
dapat berdampak pada kegagalan panen pada tanaman musim kemarau tidak
hanya pada lahan tadah hujan tetapi juga pada lahan beririgasi. Hal ini karena
sumber air utama pada musim kemarau ialah dari air irigasi, tetapi karena hujan
turun jauh di bawah normal, maka jumlah air irigasi menjadi berkurang sehingga
tidak cukup untuk bisa mengairi semua pertanaman yang ada dan akhirnya
menimbulkan masalah kekeringan.
Apabila informasi tentang kemungkinan kejadian iklim di atas dapat
diketahui lebih awal, maka upaya pencegahan atau penanggulangan terhadap
kemungkinan dampak negatif yang akan ditiumbulkan oleh kejadian tersebut
pada suatu musim dapat dihindari atauy dimiminumkan. Sub-Bab berikut
menguraikan bagaimana informasi prakiraan iklim dapat digunakan untuk
mengatasi risiko iklim yang mungkin terjadi pada suatu musim.
3. Penyusunan Strategi Pola Tanam dan Budidaya yang Disesuaikan
dengan Informasi Prakiraan Iklim
Penyedian jasa informasi iklim yaitu BMKG (Badan Meteorologi,
Klimatologi dan Geofisika) memberikan dua jenis informasi prakiraan iklim
utama yaitu informasi awal musim dan sifat musim. Informasi prakiraan untuk
awal MH dan sifat MH biasanya diberikan sekitar bulan Juni atau Juli sedangkan
informasi prakiraan untuk awal MK dan sifat hujan MH pada bulan
Januari/Februari. Selain itu, setiap bulannya BMKG juga memberikan evaluasi
prakiraan sifat hujan dan hasil prakiraan bulan berikutnya. Pada saat ini
Departemen Pertanian sudah mengembangkan sistem kelembagaan bagaimana
informasi iklim dapat disampaikan ke daerah dan digunakan dalam menentukan
kebijakan dan program mitigasi dan adaptasi perubahan iklim (Gambar 6).
Kelompok Kerja (POKJA) Varibilitas dan Perubahan Iklim Departemen
Pertanian yang sudah berjalan sejak tahun 2002 bertugas untuk mengkaji,
membahas dan mengkomunikasikan informasi hasil prediksi iklim serta
menyiapkan rekomendasi kebijakan dan teknis yang harus dilakukan departemen
dalam merespon informasi iklim tersebut. Sedangkan Pos Komando (POSKO)
Penanggulangan Bencana Kekeringan dan Banjir
yang dikoordinir oleh
Direktorat Perlindungan Tanaman bertugas untuk melaksanakan dan
menyampaikan hasil prakiraan dan langkah-langkah penanggulangan yang perlu
dilakukan di daerah untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya banjir dan
kekeringan. POSKO ini memanfaatkan hasil telaah yang dilakukan oleh POKJA
dalam menyusun langkah operasional penanggulangan risiko banjir dan
Sumber Informasi
Iklim lainnya
BMKG
LAPAN
INFORMASI
POKJA Variabilitas
dan Perubahan Iklim
DITJEN BP.
TAN
PEMDA PROV
KEBIJAKAN DAN
PROGRAM MITIGASI
& ADAPTASI
DIPERTA PROV
BPTPH
DIPERTA KAB
OPERASIONAL
daerah yang rawan banjir direkomendasikan 2.5 bulan sebelum bulan puncak
musim hujan sehingga kalau banjir terjadi tanaman sudah cukup tinggi sehingga
tidak tenggelam pada saat banjir terjadi. Kalau akhir musim hujan diperkirakan
lebih awal dari normal, penanaman padi kedua tidak disarankan atau kalau mau
tetap ditanam padi disarankan digunakan sistem culik. Dalam sistem culik
penyiapan semai dilakukan sebelum panen padi pertama, sehingga penanaman
kedua dapat dilaksanakan langsung setelah panen padi pertama.
Bentuk masalah iklim yang paling sering terjadi di daerah hujan bertipe
Monsoon seperti Jawa ialah mundurnya awal MH dan berakhirnya musim hujan
lebih cepat atau hujan musim kemarau turun secara drastis. Gambar 7
mengilustrasikan bagaimana perubahan sifat hujan pada musim tanam tahun
1990/91 dan dampaknya terhadap kejadian kekeringan pada tanaman padi MK.
Tahun 1990/91 merupakan tahun El Nino, dimana awal musim hujan 1990
mengalami kemunduran sekitar satu bulan. Awal musim normal ialah bulan
November, tetapi pada tahun tersebut awal MH mundur menjadi Desember.
Mundurnya awal MH menyebabkan musim tanam padi kedua juga mengalami
kemunduran. Karena hujan MK pada musim 1991 turun secara nyata, khususnya
pada bulan Juni dan Juli, luas pertanaman padi MK terkena kekeringan dan puso
meningkat drastis. Berdasarkan prakiraan hujan yang dibuat bulan April sudah
diketahui bahwa hujan MK akan di bawah normal. Seharusnya petani yang
biasanya masih menanam pada bulan Mei dan Juni sebaiknya tidak lagi
menanam padi karena risiko terkena kekeringan akan tinggi. Apabila tetap akan
menanam padi seharusny diganti dengan varietas yang berumur lebih genjah atau
diganti dengan tanaman palin yang kebutuhan airnya tidak banyak.
Curah Hujan
rata-rata
Curah Hujan
bulanan 90/91
Luas Terkena
kekeringan
Luas
Puso
Okt Nov
90
90
Des Jan
90 91
Mei
91
Jun
91
Luas Tambah
Tanam
Gambar 7. Sifat hujam pada musim tanam 1990/1991 dan hubungannya dengan
kejadian kekeringan di Indramayu (Boer et al., 2002)
Cara lain ialah melakukan pemanenan lebih awal dua minggu untuk padi
pertama (padi yang ditanam MH1990/91) untuk luasan tertentu dan lahannya
kemudian digunakan untuk penyiapan semai persiapan tanam MK (tanam kedua).
Dengan demikian setelah selesai panen raya padi pertama, lahan langsung bisa
ditanami lagi dengan padi kedua dengan menggunakan bibit yang sudah
disiapkan pada petakan. Dengan strategi ini diharapkan tanaman kedua bisa
ditanam sebelum lewat bulan Mei sehingga risiko terkena kekeringan di MK
dapat dikurangi. Strategi ini dikenal dengan sistem culik seperti yang sudah
disingung di atas.
Porekat
Gambar 8.
Ceboran
Wuku
Masalah iklim yang dihadapi ialah hujan tipuan yang terjadi pada
musim wuku. Kalau hujan tipuan tidak terjadi dan kemunduran awal
musim lebih dari satu bulan, maka biasanya benih yang dihasilkan pada
musim ceboran akan kadaluarsa karena disimpan lebih dari tiga bulan.
Apabila dari informasi prakiraan menyatakan bahwa awal musim hujan
akan mundur, maka petani kentang seharusnya tidak memaksa menanam
pada awal musim wuku (September) walaupun hujan mungkin sudah
terjadi pada awal September karena hujan tersebut berkemungkinan besar
merupakan hujan tipuan. Apabila informasi prakiraan menyatakan bahwa
mundurnya awal musim agak panjang, maka benih yang sudah mendekati
kadaluarsa dan tidak bisa menunggu untuk digunakan pada saat musim
hujan masuk, maka benih tersebut dapat dijual atau uangnya dapat
digunakan untulk membeli benih yang berumur lebih muda sehingga pada
waktu MH masuk masih belum kadaluarsa.
Kasus Kupang untuk SUT Lahan Kering. Masalah iklim utama petani
lahan kering di Kupang-NTT ialah hujan tipuan. Petani seringkali tertipu oleh
hujan ini karena hujan lebat yang berlangsung dalam 1 atau 2 hari pada awalawal Oktober atau November biasanya memicu petani untuk mulai menanam
karena berasumsi bahwa musim hujan sudah masuk, padahal belum. Akibatnya
petani sering gagal pada penanaman pertama sehingga harus melakukan tanam
ulang. Pada beberapa daerah penanaman ulang ini bisa sampai tiga kali. Karena
awal musim hujan di wilayah ini dapat diprediksi dengan baik (lihat buku
Panduan Dasar Iklim), seharusnya petani dapat menghindari masalah ini. Petani
biasanya sudah terbiasa dengan kondisi ini sehingga biasanya diterapkan
penanaman lebih dari satu jenis tanaman pada satu lobang, yaitu benih jagung
dan benih kacang-kacangan yang lebih tahan kering. Harapannya ialah kalau
terjadi false rain, masih ada benih yang dapat bertahan hidup sampai panen.
Penerapan teknologi penanaman lebih dari sati jenis tanaman pada satu
lobang cukup efektif mengatasi masalah false rain, namun ini kurang ekonomis
karena terlalu banyak benih yang digunakan. Apabila petani dapat menggunakan
informasi prakiraan bahwa awal musim hujan akan mundur, maka apabila terjadi
false rain, petani sebaiknya tidak menanam dulu, kecuali kalau informasi
prakiraan menyatakan bahwa musim hujan juga akan berakhir lebih cepat.
Penanaman benih lebih dari satu jenis pada satu lubang juga tidak perlu
dilakukan sehingga akan ada penghematan dan disamping itu pertumbuhan
tanaman akan lebih baik.
Kasus Kupang di Desa Noelbaki SUT Lahan Sawah Beririgasi. Kasus
Pada daerah ini banjir terjadi akibat terjadinya peningkatan hujan di MH,
umumnya sekitar bulan Februari. Pertanaman yang ada di wilayah pantai
biasanya mengalami genangan yang lebih tinggi sedangkan yang di jauh dari
pantai mengalami genangan yang lebig rendah. Bagi petani yang terlalu
terlambat melakukan penanaman akan mengalami kegagalan karena tanamannya
10
akan terendam dan produktivitas menjadi terganggu atau bisa juga mati (Gambar
9). Dengan masalah iklim seperti ini, petani dapat memanfaatkan informasi
prakiraan untuk menentukan kapan waktu tanam yang paling lambat yang harus
dilakukan oleh petani yang lahannya dekat pantai dan yang jauh dari pantai.
Dalam kaitan kondisi di atas, dampak banjir terhadap tanaman sawah di
daerah ini dapat ditekan apabila informasi ramalan sifat hujan musim hujan dapat
diketahui 1-2 bulan sebelumnya, karena petani akan dapat mengatur waktu tanam
mereka lebih tepat. Apabila prakiraan mengatakan bahwa hujan MH akan jauh
di atas normal dan kemugkinan banjir akan terjadi pada akhi Februari, maka
waktu tanam di daerah yang jauh dari garis pantai (in-land) sebaiknya dilakukan
awal Februari, sedangkan yang dekat pantai lebib awal yaitu awal Januari.
Dengan pengaturan waktu tanam seperti ini diharapkan apabila banjir terjadi di
akhir Februari tanaman di daerah yang lebih jauh dari garis pantai sudah
mencapai 0.5 m sedangkan yang dekat garis pantai seudah mencapai 1 m
(Gambar 9). Apabila petani menanam lebih lambat dari waktu yang
direkomendasikan tersebut maka apabila banjir terjadi tanamannya akan terkena
dampak yang lebih besar.
Hujan
tinggi
Runoff
Tinggi
genangan
n waktu
Daerah
In-land:
Penanam
an awal
Februari
Daerah
pantai:
Penana
man
awal
Januari
Tinggi
tanaman
saat terjadi
banjir
banjir
Gambar 9.
11
Daftar Pustaka
Boer, R.., Tamkani, K., 2002
Boer, R. 2006. Pendekatan dalam Mengelola Risiko Iklim. Paper disajikan
dalam Seminar Pelatihan Dosen-Dosen Perguruan Tinggi Indonesia
Bagian Barat, Biotrop 7 September 2006
Boer, R. and Wahab, I. 2007. Use of sea surface temperature for predicting
optimum planting window for potato at Pengalengan, West JavaIndonesia. In M.V.K. Sivakumar, and J. Hansen (eds). Climate
prediction and agriculture: Advance and Challenges. Springer-Verlag
Berlin.
Ditlin. 2007. Pedoman Mitigasi Dampak Fenomena Iklim: Pengelolaan Dampak
Kejadian Iklim Ekstrim pada Tanaman Pangan.
Direktorat
Perlindungan Tanaman, Departemen Pertanian, Jakarta.
12
BAGIAN II
PEMANFAATAN INFORMASI IKLIM UNTUK
MENGELOLA RISIKO IKLIM
13
14
PROGRAM
TUJUAN
MAKSUD
HASIL
TINDAK LANJUT
15
PEMERINTAH
16
Suhu udara
Kelembaban udara
Jenis hama
dominan
yang
ditemui
Kepadatan
Populasi
Jenis
penyakit
dominan
yang
ditemui
Tingkat
kerusakan
tanaman
akibat
penyakit
Berat tanah/
Kondisi air
di sawah
Kondisi
tanaman
17
Catatan: Cara pengukuran suhu dan kelembaban udara dan pengambilan contoh
tanah untuk pengukuran kadar air tanah, serta pengamatan hama dan penyakit
tanaman langsung dijelaskan di lapangan oleh Pemandu. Kondisi air di sawah
apabila dalam kondisi tergenang atau macak-macak cukup ditulis kondisi
tersebut dan contoh tanah tidak perlu diambil. Contoh tanah di lahan sawah
hanya perlu diambil apabila sawah dalam kondisi tidak ada air (tidak tergenang
atau macak-macak). Kondisi tanaman cukup dinilai dari vigor saja (sehat/baik,
kurang baik karena ada gejala terkena kekeringan atau kena serangan
hama/penyakit yang diperkirakan melewati ambang batas).
2. Pemandu menyiapkan Tabel untuk menkonversikan data berat tanah menjadi
persen kadar air tanah dan data suhu bola basah dan bola kering yang diukur
oleh Psikrometer Assmann menjadi data kelembaban udara.
3. Kegiatan pengamatan di lapangan dilaksanakan antara 30 sampai 45 menit
sebelum sekolah lapangan iklim dimulai.
18
Modul ini bersifat spesifik lokasi, sehingga penggunaannya hanya berlaku pada lokasi
yang memiliki masalah iklim dan kasus yang sama. Apabila tidak sama, maka modul ini
harus disesuaikan dengan kondisi daerah setempat. Uraian pada Bagian I dapat dijadikan
sebagai pedoman bagaimana modul ini seharusnya direvisi sesuai dengan kondisi
daerahnya.
19
Gambar 1.
Petani Ciparay mulai melakukan penanaman jagung/padi gogo apabila tanah sudah basah sedalam
40 cm setelah hujan 2-3 hari.
20
Gambar 3.
21
Bentuk Permainan
1. Setelah pemandu menjelaskan gambaran umum tentang musim tanam dan
kaitan antara sifat hujan dengan kejadian kekeringan dan banjir, kepada
peserta diminta untuk membuat tiga kelompok menurut lokasi hamparan
lahan. Petani yang lahannya berdekatan berada pada satu kelompok yang
sama.
2. Kepada peserta diminta untuk memplotkan data rata-rata hujan sepuluh
harian dan kemudian memplotkan pola tanam yang biasa dilakukan di bagian
bawah grafik (lihat Gambar 2).
3. Selanjutnya kepada masing-masing kelompok diminta untuk mendiskusikan
tentang kondisi pertanaman mereka beberapa tahun terakhir dan kaitannya
dengan kondisi hujan.
4. Masing-masing kelompok diminta menyampaikan hasil diskusi mereka
kepada kelompok lain dan pemandu memfasilitasi diskusi sehingga
mengiring diskusi ke arah kesimpulan pentingnya mempertimbangkan
kondisi hujan dalam menentukan waktu tanam dan pentingnya informasi
ramalam musim digunakan dalam menentukan strategi penanaman.
5. Pemandu memfasilitasi lebih lanjut permainan yaitu dengan memberikan
prakiraan musim atau ramalan kepada petani, dan kemudian kepada masing
22
23
24
25
26
2. Pemandu menyiapkan bahan dan alat yang diperlukan untuk pemainan, yaitu
Gambar grafik kondisi hujan rata-rata sepuluh harian untuk kecamatan
terkait.
3. Peserta diminta untuk membawa data hujan harian yang mereka miliki dan
diminta untuk menghitung tinggi hujan sepuluh harian.
Bahan-bahan
Bentuk Permainan
1. Setelah pemandu menjelaskan gambaran umum tentang musim tanam dan
kaitan antara sifat hujan dengan kejadian kekeringan dan banjir, kepada
peserta diminta untuk membuat kelompok menurut waktu tanam. Jadi
peserta yang waktu tanamnya sama akan berada dalam kelompok yang sama.
2. Kepada peserta diminta untuk memplotkan data hujan sepuluh harian mereka
ke kertas grafik hujan sepuluh harian yang sudah disiapkan oleh pemandu,
dan kemudian plotkan pola tanam pada bagian bawah grafik.
3. Selanjutnya kepada masing-masing kelompok diminta untuk mendiskusikan
tentang kondisi pertanaman mereka beberapa tahun terakhir dan kaitannya
dengan kondisi hujan.
4. Masing-masing kelompok diminta menyampaikan hasil diskusi mereka
kepada kelompok lain dan Pemandu memfasilitasi diskusi sehingga
mengiring diskusi ke arah kesimpulan pentingnya mempertimbangkan
kondisi hujan dalam menentukan waktu tanam dan pentingnya informasi
ramalam musim digunakan dalam menentukan strategi penanaman.
5. Pemandu memfasilitasi lebih lanjut permainan yaitu dengan memberikan
prakiraan musim atau ramalan kepada petani, dan kemudian kepada masing
masing kelompok diminta untuk menjelaskan apa strategi penanaman yang
akan mereka lakukan kalau ramalan yang disampaikan oleh pemandu terjadi
(Pemandu dapat menggunakan kondisi musim tahun 1990/91 atau 1997/98
atau 1999/00 sebagai ramalan) dan dukungan apa yang diharapkan oleh
masing-masing kelompok agar strategi yang diterapkan bisa dijalankan.
27
28
3. Peserta diminta untuk membawa data kadar air tanah yang sudah diukur
setiap 10 hari pada pertemuan-pertemuan sebelumnya dan data hujan harian
yang mereka miliki untuk dihitung tinggi hujan sepuluh hariannya (seperti
pada Pertemuan 8).
Bahan-Bahan
Data hujan harian dan data kadar air tanah yang sudah dikumpulkan dan
gambar grafik rata-rata hujan sepuluh harian pada masing-masing kecamatan
terkait.
Siapkan bahan-bahan seperti yang digunakan pada Pertemuan 3 yaitu tiga
buah seng persegi panjang dengan ukuran sekitar 50x60 cm2. Satu seng
dilubangi dengan paku dengan jarak antar lubang sekitar 1 cm, satu lagi
dengan jarak 5 cm dan satu seng lagi dengan jarak 20 cm.
Penampung air
Gelas ukur untuk mengukur volume air
Dua buah keset kaki dari ijuk yang ukurannya dibuat sama dengan seng yaitu
50x60 cm2.
Bentuk Permainan A:
1. Pemandu meminta peserta membentuk kelompok berdasarkan jenis lahan,
lahan kering dan lahan sawah.
2. Pemandu menjelaskan kepada peserta urutan kegiatan yang dilakukan yaitu
sebagai berikut. Pertama ambil air dengan gayung mandi yang volumenya
sudah diketahui (diukur dengan gelas ukur). Kedua letakkan keset kaki di
atas seng yang jarak lubangnya 5 cm (sebagai lahan kering dimana
kemampuan perkolasinya lebih tinggi dari sawah) dan dibawahnya
diletakkan wadah penampung air. Ketiga tuangkan air yang ada dalam
gayung ke atas seng yang jarak lubangnya 1 cm (air yang ke luar lewat
lubang dianggap sebagai hujan dan keset kaki dianggap sebagai lahan
pertanaman). Ke-empat ukur air yang menetes lewat keset ke wadah
penampung dan ukur berapa perbedaan antara air yang dituangkan dengan
yang tertampung oleh wadah penampung yang ada di bawah keset dengan
gelas ukur.
3. Lakukan hal yang sama seperti langkah ke dua, tetapi gunakan keset kaki
yang masih kering dan diletakkan di atas seng yang jarak antar lubang 20 cm
(dianggap sebagai lahan sawah yang kemampuan perkolasinya lebih rendah
dari lahan kering). Kemudian amati, berapa lama air mengenang di atas
keset sampai sampai kering kembali dan ukur berapa yang menetes dan
tertampung pada wadah penampung.
4. Ambil wadah yang sudah basah dan kemudian jemur di luar.
5. Lakukan curah pendapat antar masing-masing kelompok tentang temuannya
dan pemandu membantu mengarahkan sehingga peserta memahami bahwa
air yang tertampung pada wadah lebih sedikit dari jumlah air yang
29
dituangkan karena sebagian akan terserap oleh keset (yang dianggap sebagai
tanah) dan sebagian lagi menguap. Sedangkan air yang tertampung oleh
wadah sebagai kelebihan hujan yang dibuang. Pada permainan dengan seng
yang jarak lubangnya lebih jarang (20 cm) setelah air dituangkan akan terjadi
pengenangan di atas keset untuk sementara waktu karena penetesan air lewat
lubang yang jarang akan lebih lama. Penggenangan ini mencerminkan
banjir. Proses permainan di atas dapat diilustrasikan sebagai berikut:
2.
30
4.
Peserta diminta untuk melakukan curah pendapat terhadap hasil gambar yang
sudah dihasilkan dan Pemandu memfasilitasi dan mengarahkan diskusi
sehingga peserta dapat menangkap arti penting dari Gambar di atas, yaitu:
Hubungan antara nilai perbedaan antara CH dan ETP dengan kondisi air
tanah (dalam contoh di atas misalnya, hujan tidak terjadi dari Jun-1 s/d
Agu-1, bagaimana kondisi air tanah dari hasil pengamatan mereka ~
sangat kering, kering atau lembab. Dari sini peserta diharapkan dapat
menduga secara kasar berapa hari minimal tinggi hujan dan interval
kejadiannya agar tanah lembab atau tidak terlalu kering untuk tanaman
dan kapan air irigasi harus diberikan dan berapa jumlahnya agar tanah
tidak kering ~ secara umum jumlah air yang harus diberikan apabila
hujan tidak terjadi dalam dasarian dimaksud ialah sebesar nilai ETP-nya
yaitu 50 mm. Misalnya untuk kasus di atas kalau ternyata pada Agustus1 air tanah sudah kering, berarti hujan setinggi 55 mm yang terjadi pada
Juni-3 tidak cukup untuk mempertahankan kelembaban tanah sampai
Agustus-1 sehingga diperlukan air irigasi).
Hubungan antara kondisi air tanah dengan kondisi tanaman di lapangan
Selanjutnya diskusikan lebih jauh sumber air irigasi apa saja yang potensial
yang ada di lokasi petani dan dukungan apa yang diharapkan petani agar
potensi sumber daya air yang ada dapat dimanfaatkan secara optimal.
31
32
Kertas koran
Spidol permanen
Kelereng
Rantang atau wadah lainnya untuk tempat kelereng
Hasil catatan Pemandu tentang data kerugian petani kalau penanaman
jagung/padi gogo atau kaang tanah terkena bencana iklim.
Bentuk Permainan
1.
2.
3.
33
4.
Skenario III : petani responsif pada kondisi normal hanya menanam dua
kali dengan pola tanam jagung/padi gogobengkoang-bera karena resiko
kegagalan pertanaman ketiga tinggi sehingga keuntungan yang didapat
adalah Rp 13.000.000,- (keuntungan jagung/padi gogo Rp 3.000.000.,- +
keuntungan Bengkoang Rp 10.000.000,-), sedangkan petani yang tidak
responsif melakukan tiga kali tanam, dan petanaman ketiga gagal
sehingga keuntungan yang didapatkan hanya Rp 9.000.000,- (
keuntungan jagung/padi gogo Rp 3.000.000,- + keuntungan bengkoang
Rp 10.000.000,- dikurangi kerugian investasi kaang tanah Rp 2.000.000,dan kerugian opportunity untuk mendapatkan keuntungan kaang tanah
sebesar Rp 2.000.000,-).
34
akan diperoleh oleh kedua kelompok petasni tersebut pada skenario iklim II
dan kemudian satu kali permainan lagi untuk membandingkan pendapatan
yang akan diperoleh dengan skenario iklim III. Dalam permainan ini
dikatakan ketepatan ramalan 70%.
a) Permainan I: Menilai perbedaan pendapatan kelompok petani
responsif dan tidak responsif pada kondisi La Nina. Berikut adalah
contoh hasil dari permainan
Pengambilan
kelereng ke
(Ramalan
ke)
1 (Hijau)
2 (putih)
3 (Hijau)
4 (Putih)
5 (Putih)
6 (Putih)
7 (Putih)
8 (Putih)
9 (Putih)
10 (Hijau)
Total
Pendapatan
petani
Selisih
pendapatan
Petani Responsif
Ramalan
Ramalan
benar
Salah
(kelereng
(kelereng
putih)
Hijau)
9.000.000,15.000.000,9.000.000,15.000.000,15.000.000,15.000.000,15.000.000,15.000.000,15.000.000,9.000.000,105.000.000,- 27.000.000
132.000.000
24.000.000,-
35
36
Petani Responsif
Ramalan
Ramalan
benar
Salah
(kelereng
(kelereng
putih)
Hijau)
1 (Hijau)
2 (putih)
3 (Hijau)
4 (Putih)
5 (Putih)
6 (Putih)
7 (Putih)
8 (Putih)
9 (Putih)
10 (Hijau)
Total
Pendapatan
petani
Selisih
pendapatan
5.
37
Gambar 1. Hubungan anomali curah hujan dan kejadian banjir dan kekeringan di
Kecamatan Ciparay dan Bojongsoang, kabupaten Bandung
Pada daerah-daerah ini apabila diperkirakan akan terjadi kejadian iklim
ekstrim perlu dilakukan tindakan atau upaya pencegahan dalam bentuk kegiatan
operasional di lapangan misalnya membuat embung atau memberakan lahan pada
musim gadu kalau diramalkan ada kemarau panjang atau memperbaiki saluran
38
pembuang pada musim rendeng apabila diramalkan hujan akan jauh di atas
normal atau dicari bentuk usahatani lain yang memiliki risiko lebih rendah
terhadap kejadian iklim ekstrim misalnya dengan diversifikasi usahatani. Upaya
atau tindakan ini disebut sebagai kegiatan yang bersifat operasional. Agar upaya
dan tindakan tepatguna maka tingkat ketepatan ramalan harus tinggi. Upaya
untuk meningkatkan ketepatan ramalan disebut sebagai upaya yang bersifat
taktis.
Dari uraian di atas hal-hal yang perlu dilakukan dalam mengatasi
kejadian iklim ekstrim ialah:
Kenali terlebih dahulu wilayah mana yang termasuk rawan, atau yang selalu
terkena kekeringan atau banjir apabila hujan menyimpang dari normal.
Temukan atau pelajari faktor-faktor dominan yang menyebabkan terjadinya
penyimpangan iklim. Di Kabupaten Bandung faktor global yang dominan
yang sangat mempengaruhi keragaman iklim di ialah fenomena ENSO (ElNino dan La-Nina).
Cari sumber informasi untuk memperoleh informasi iklim atau ramalan
tentang kejadian iklim ekstrim (diantaranya BMG atau situs-situs di internet)
dan catat nomor hotline untuk menghubungi sumber informasi.
Identifikasi bentuk kegiatan operasional atau program yang dapat dilakukan
untuk mengantisipasi atau mengatasi kejadian iklim ekstrim, khususnya pada
daerah yang rawan. Beberapa bentuk program diantaranya pembuatan
embung, sumur pompa, pemanenan air hujan, diversifikasi usahatani dari
satu komoditi padi menjadi beberapa komoditi, penerapan sistem sorjan,
mina padi dan lain-lain.
Tujuan
1. Membuka wawasan petani tentang berbagai bentuk kegiatan oprasional atau
program yang dapat dilakukan dalam mengantisipasi dan mengatasi kejadian
iklim ekstrim.
2. Menawarkan beberapa program yang dapat dilakukan untuk mengantisipasi
dan mengatasi kejadian iklim ekstrim dan
3. Mengidentifikasi kendala-kendala pelaksanaan program di lapangan
Program Pengendalian Bencana
Beberapa bentuk program yang dapat dilakukan untuk mengatasi
masalah kejadian iklim ekstrim pada prinsipnya dapat dibagi menjadi dua yaitu
pertama program pengendalian banjir diantaranya dengan memperbaiki saluran
pembuangan. Petani perlu diberikan pengetahuan tentang cara menentukan
ukuran saluran pembuang yang optimal agar kelebihan air hujan yang terjadi
pada musim hujan tidak menimbulkan banjir. Kedua ialah program pengendalian
kekeringan, diantaranya program pembuatan embung, sumur pompa atau
teknologi pemanenan air hujan lainnya (misalnya penampungan air curahan atap
39
40
41