Anda di halaman 1dari 44

MODUL DASAR II

SEKOLAH LAPANGAN IKLIM


Pemanfaatan Informasi Iklim
dalam Pengelolaan Risiko Iklim
Kerjasama Antara
Institut Pertanian Bogor, Departemen Pertanian,
Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika dan
Pemerintah Daerah Indramayu

Agency for Meteorology,


Climatology and Geophysics

Bogor Agricultural
University

Ministry of Agriculture

Supported by

BOGOR
2009

Government of
Indramayu

PENGANTAR
Buku ini pengembangan dari modul pengantar Sekolah Lapangan Iklim (SLI)
yang telah disusun oleh Direktorat Perlindungan Tanaman bersama dengan Institut
Pertanian Bogor, dan Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika. Versi awal buku
ini merupakan produk dari kegiatan Extreme Climate Events Asian Disaster Preparedness
Centre (ADPC) dengan dukungan dana dari NOAA-OGP yang disusun oleh Rizaldi Boer
bersama tenaga penyuluh spesialis dari Dinas Pertanian Indramayu yaitu Srimulya,
Endang Kirno, dan Suparmo.
Penyempurnaan modul ini didasarkan pada masukan yang diberikan oleh
berbagai pihak, khususnya peserta pelatihan SLI yang diselenggarakan oleh Direktorat
Perlindungan Tanaman dan APN CAPaBLE.
Cara penulisan lebih disederhanakan
sehingga diharapkan dapat lebih mudah untuk dipahami. Disamping itu juga ada
ditambahkan beberapa modul applikasi iklim baru. Buku panduan ini dibagi menjadi
dua bagian utama. Bagian Pertama berisikan uraian umum tentang bagaimana
mengidentifikasi permasalahan iklim di suatu daerah dan bentuk dampaknya terhadap
kegiatan budidaya pertanian serta cara memanfaatkan informasi iklim dalam mengelola
risiko iklim yang mungkin muncul. Hal ini sangat diperlukan bagi pemandu lapangan
untuk memudahkan mereka dalam memandu dan memfasilitasi selama proses sekolah
lapang berlangsung. Bagian Kedua berisi modul-modul tentang manfaat informasi iklim
dan applikasinya untuk mengelola risiko iklim yang merupakan panduan atau penuntun
bagi pemandu lapangan dalam melaksanakan sekolah lapang iklim.
Pada bagian ke dua ini, ada beberapa modul applikasi pemanfaatan informasi
prakiraan iklim dalam penetapan pola tanam untuk beberapa tipe iklim dan pola tanam.
Kasus yang diambil ialah dari Bandung-Jawa Barat, Pacitan-Jawa Timur dan KupangNTT. Apabila buku ini digunakan pada daerah lain, maka fasilitator lapangan perlu
melakukan modifikasi buku panduan sesuai dengan permasalahan iklim dan bentuk pola
tanam di daerahnya masing-masing. Bagian pertama dari buku ini dapat dijadikan
pedoman umum bagi para fasilitator lapangan dalam memodifikasi modul terkait. Buku
panduan ini merupakan lanjutan dari Modul Dasar I SLI Pemahaman Tentang Dinamika
Iklim, Pengamatan Unsur Iklim dan Prakiraannya. Oleh karena itu, modul kontrak
belajar dan modul pembuka tidak diperlukan lagi. Namun demikian dalam buku ini
modul ini tidak dipertahankan untuk kelengkapan modul
Akhir kata, tim penulis menyampaikan penghargan dan terima kasih kepada
APN CAPaBLE yang telah memberikan dukungan dalam menyusun buku panduan ini.
Tidak lupa penghargaan juga disampaikan kepada berbagai pihak yang telah memberikan
dukungan sehingga buku ini dapat diselesaikan. Semoga buku ini ada manfaatnya dan
masukan dan kritik yang membangun selalu kami harapkan untuk perbaikan pada masa
yang akan datang.
Tim Penulis:
Rizaldi Boer, Kusnomo Tamkani, Irsal Las, Endang Titi Purwani, Srimulya, Endang
Kirno, dan Suparmo, Ismail Wahab, Elsa Surmaini, Khadijah Elramija, Amir Kedang,
Kiki Kartikasari, Kaimuddin Mole

DAFTAR ISI

Bagian 1
Bagian 2
Modul 0
Modul 1
Modul 2
Modul 3
Modul 4
Modul 5
Modul 6
Modul 7

Teks

Hal.

Identifikasi permasalahan iklim dan cara


pengelolaan risikonya melalui pemanfaatan
informasi iklim .......................................................
Pemanfaatan Informasi Iklim untuk Mengelola
Risiko Iklim ............................................................
Kontrak Belajar ......................................................
Modul Pembuka......................................................
Penggunaan Informasi ENSO Untuk Mengatur
Strategi Penanaman pada SUT Lahan Kering ........
Penggunaan Informasi ENSO Untuk Mengatur
Strategi Penanaman pada SUT Sawah Berigasi .....
Mempelajari neraca air lahan dan manfaatnya
untuk menentukan kebutuhan air irigasi dan
menilai potensi terjadinya banjir ............................
Menilai arti ekonomi informasi prakiraan
musim/iklim............................................................
Mengenal program pengendalian masalah banjir
dan kekeringan........................................................
Field Day ................................................................

13
14
17
19
24
28

32
38
41

BAGIAN I
IDENTIFIKASI PERMASALAHAN IKLIM DAN
CARA PENGELOLAAN RISIKONYA MELALUI
PEMANFAATAN INFORMASI IKLIM
Bagian ini menjelaskan metode atau pendekatan dalam
mengidentifikasi permasalahan iklim dan bagaimana iklim
mempengaruhi kegiatan budidaya pertanian sehingga pengelolaan
risiko iklim dapat dilakukan secara efektif. Bagian ini diharapkan
dapat meningkatkan pemahaman pemandu lapang bagaimana
informasi iklim dimanfaatan dalam mengurangi risiko sehingga
dapat membantu dalam berproses bersama petani dalam
pelaksanaan SLI

IDENTIFIKASI PERMASALAHAN IKLIM DAN


CARA PENGELOLAAN RISIKONYA MELALUI
PEMANFAATAN INFORMASI IKLIM
1. Pendahuluan
Beragamnya kondisi cuaca dan iklim dari waktu ke waktu dan dari satu
tempat ke tempat yang lain menyebabkan hasil dan produksi tanaman juga
beragaman baik menurut tempat maupun menurut waktu.
Terjadinya
penyimpangan iklim jauh dari normal yang sering disebut sebagai kejadian iklim
ekstrim, seringkali mengagalkan panen. Gagal panen akibat iklim ekstrim selalu
terjadi berulang-ulang tanpa mampu mengatasinya. Adanya informasi prakiraan
iklim yang andal, kemungkinan gagal panen seharusnya dapat dihindari dengan
cara menyesuaikan sistem budidaya atau strategi penanaman dengan informasi
prakiraan iklim tersebut.
Tulisan ini menjelaskan langkah-langkah analisis yang perlu dilakukan
untuk memahami masalah iklim di suatu daerah dan bagaimana informasi
prakiraan iklim digunakan untuk menyusun langkah-langkah antisipatif.
Langkah antisipatif disusun dengan tujuan untuk menghindari
atau
meminimumkan kemungkinan dampak negatif yang akan terjadi pada suatu
musim tertentu atau memanfaatkan kemungkinan kondisi iklim yang baik pada
suatu musim sehingga produksi dapat ditingkatkan. Langkah analisis dimaksud
ialah pertama memahami terlebih dahulu bentuk permasalahan iklim yang ada di
daerah tersebut dan bagaimana iklim akan mempengaruhi tanaman. Kedua ialah
menyusun strategi budidaya atau pola tanam yang disesuaikan dengan informasi
prakiraan iklim.
2. Mengenal Permasalahan Iklim
Beberapa bentuk permasalahan iklim yang umum terjadi di suatu daerah
diantaranya ialah:
1. Hujan Tipuan atau False Rain. Hujan tipuan ialah hujan yang hanya terjadi
satu atau dua hari pada bulan awal musim hujan dan kemudian diikuti oleh
hari tidak hujan selama beberapa hari sehingga dapat mengagalkan kembali
tanaman yang sudah ditanam (Gambar 1). Masalah hujan tipuan ini
seringkali terjadi di wilayah Indonesia Timur. Sebagian besar petani di
wilayah ini sering menanam sampai dua atau tiga kali karena mereka sudah
terlanjur tanam karena adanya hujan tipuan padahal sebenarnya musim hujan
belum benar-benar masuk.

Hujan
tipuan

Gambar 1. Hujan tipuan


2. Hujan ekstrim tinggi pada puncak musim hujan. Terjadinya hujan ekstrim
(tinggi hujan jauh di atas normal) pada musim hujan dapat menimbulkan
banjir dan menghanyutkan atau menggagalkan tanaman (Gambar 2). Pada
daerah yang memiliki hujan tipe monsoon, kejadian ini sering terjadi pada
bulan-bulan Januari-Februari.
Luas terkena banjir
Februari: 50.478 ha

Gambar 2.

Hujan bulanan ekstrim yang menimbulkan banjir besar di


Indramayu (Ditlin, 2007)

3. Jeda Musim atau Season Break. Jeda musim ialah suatu masalah dimana
pada musim hujan terjadi hari tidak hujan selama beberapa hari berturut-turut
sehingga dapat menurunkan hasil tanaman (Gambar 3). Masalah ini cukup
sering terjadi di wilayah Indonesia bagian Timur, tetapi akhir-akhir ini juga
sering muncul di wilayah Jawa.

Jeda
musim

Sep Okt

Nov Des Jan Feb Mar

Apr

Gambar 3. Jeda musim


4. Musim Hujan Berakhir Lebih Awal. Pada saat fenomena El Nino
berlangsung (lihat buku Modul Dasar I), pada banyak daerah musim hujan
dapat berakhir lebih cepat dari biasanya atau hujan mendadak hilang pada
bulan-bulan berikutnya, sehingga tanaman kedua terkena kekeringan
(Gambar 4). Bentuk masalah iklim seperti ini sering melanda daerah pusat
pertanaman padi di Sumatera Selatan dan Lampung, Jawa/Bali dan Sulawesi
Selatan. Masalah ini muncul ialah karena pada waktu musim tanam pertama
berakhir, hujan biasanya masih banyak dan petani biasanya akan
melanjtkannya dengan penanaman kedua.
Setelah penanaman
dilakukan,.musim hujan berakhir lebih cepat sehingga tanaman terkena
kekeringan.

MH berakhir lebih
awal dan hujan
menghilang di MK

1996

1997

Gambar 4. MH berakhir lebih awal dan hujan menghilang di MK tahun


1996/97 di Indramayu (Ditlin, 2007)

Setelah mengenal masalah iklim, selanjutnya ialah memahami


bagaimana bentuk dampak yang ditimbulkan oleh kejadian-kejadian di atas.
Untuk memahami dampaknya, maka perlu diketahui bentuk pola tanam dan
bagaimana kejadian-kejadian iklim di atas mempengaruhi tanaman. Sebagai
ilustrasi, gambaran umum tentang bentuk kejadian anomali iklim dan waktu
terjadinya serta dampaknya terhadap sistem pola tanam dapat dilihat pada
Gambar 5.

Gambar 5. Pengaruh anomali iklim pada sistem pola tanam dalam usaha
tani pangan (Sumber: Boer, 2004)
Secara umum Gambar 5 menujukkan bahwa pada pola tanam padi sawah
masalah iklim yang muncul ialah terjadinya hujan tipuan yang dapat memicu
petani untuk segera menyiapkan persemaian dan kemudian karena hujan tidak
lagi terjadi dalam waktu yang cukup lama (long dry spell), maka semai menjadi
lewat umur sehingga tidak bisa ditanam lagi. Pada pola tanam lahan kering,

hujan tipuan dapat mengagalkan tanaman yang sudah ditanam sehingga akhirnya
harus menanam ulang setelah musim hujan benar-benar masuk.
Masalah banjir muncul pada bulan puncak musim hujan yaitu apabila
tinggi hujan jauh dari normal. Dari data historis dapat diketahui berapa batas
tinggi hujan yang menimbulkan banjir dan intensitas kerusakan yang
ditimbulkan. Informasi ini dapat digunakan sebagai dasar untuk mengetahui
bentuk informasi prakiraan iklim yang diperlukan untuk mengatasi masalah ini.
Berakhirnya musim hujan lebih cepat dari biasanya atau dari normal,
dapat berdampak pada kegagalan panen pada tanaman musim kemarau tidak
hanya pada lahan tadah hujan tetapi juga pada lahan beririgasi. Hal ini karena
sumber air utama pada musim kemarau ialah dari air irigasi, tetapi karena hujan
turun jauh di bawah normal, maka jumlah air irigasi menjadi berkurang sehingga
tidak cukup untuk bisa mengairi semua pertanaman yang ada dan akhirnya
menimbulkan masalah kekeringan.
Apabila informasi tentang kemungkinan kejadian iklim di atas dapat
diketahui lebih awal, maka upaya pencegahan atau penanggulangan terhadap
kemungkinan dampak negatif yang akan ditiumbulkan oleh kejadian tersebut
pada suatu musim dapat dihindari atauy dimiminumkan. Sub-Bab berikut
menguraikan bagaimana informasi prakiraan iklim dapat digunakan untuk
mengatasi risiko iklim yang mungkin terjadi pada suatu musim.
3. Penyusunan Strategi Pola Tanam dan Budidaya yang Disesuaikan
dengan Informasi Prakiraan Iklim
Penyedian jasa informasi iklim yaitu BMKG (Badan Meteorologi,
Klimatologi dan Geofisika) memberikan dua jenis informasi prakiraan iklim
utama yaitu informasi awal musim dan sifat musim. Informasi prakiraan untuk
awal MH dan sifat MH biasanya diberikan sekitar bulan Juni atau Juli sedangkan
informasi prakiraan untuk awal MK dan sifat hujan MH pada bulan
Januari/Februari. Selain itu, setiap bulannya BMKG juga memberikan evaluasi
prakiraan sifat hujan dan hasil prakiraan bulan berikutnya. Pada saat ini
Departemen Pertanian sudah mengembangkan sistem kelembagaan bagaimana
informasi iklim dapat disampaikan ke daerah dan digunakan dalam menentukan
kebijakan dan program mitigasi dan adaptasi perubahan iklim (Gambar 6).
Kelompok Kerja (POKJA) Varibilitas dan Perubahan Iklim Departemen
Pertanian yang sudah berjalan sejak tahun 2002 bertugas untuk mengkaji,
membahas dan mengkomunikasikan informasi hasil prediksi iklim serta
menyiapkan rekomendasi kebijakan dan teknis yang harus dilakukan departemen
dalam merespon informasi iklim tersebut. Sedangkan Pos Komando (POSKO)
Penanggulangan Bencana Kekeringan dan Banjir
yang dikoordinir oleh
Direktorat Perlindungan Tanaman bertugas untuk melaksanakan dan
menyampaikan hasil prakiraan dan langkah-langkah penanggulangan yang perlu
dilakukan di daerah untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya banjir dan
kekeringan. POSKO ini memanfaatkan hasil telaah yang dilakukan oleh POKJA
dalam menyusun langkah operasional penanggulangan risiko banjir dan

kekeringan. Secara periodik, Pokja melakukan sidang atau pertemuan, terutama


menjalang musim tanam (MH dan MK) dan pada saat adanya kejadian-kejadian
khusus yang berkaitan dengan iklim dan musim yang membutuhkan penelaahan
dan penanggulangan cepat.

Sumber Informasi
Iklim lainnya

BMKG

LAPAN

INFORMASI

POKJA Variabilitas
dan Perubahan Iklim

DITJEN BP.
TAN

POSKO Kekeringan dan


banjir

PEMDA PROV
KEBIJAKAN DAN
PROGRAM MITIGASI
& ADAPTASI

DIPERTA PROV

BPTPH

DIPERTA KAB
OPERASIONAL

Gambar 6. Sistem kelembagaan untuk diseminasi Informasi Iklim (Ditlin, 2007)


Untuk dapat mengefektifitaskan pemanfaatan informasi iklim ini di
daerah, kemampuan petani dapat merespon informasi ini dengan cara melakukan
penyesuaian kegiatan budidaya mereka sehingga kemungkinan risiko iklim yang
akan muncul dapat dikurangi atau dihindari. Berikut diberikan beberapa contoh
bagaimana informasi prakiraan iklim digunakan untuk mengelola risiko iklim.
Kasus Indramayu dan Bandung untuk SUT Padi Sawah. Tiga masalah
iklim utama yang sering dihadapi petani di Indramayu dan Bandung ialah
masalah hujan tipuan, hujan pada puncak musim yang lebih tinggi dari normal
sehingga menimbulkan banjir dan musim hujan yang berakhir lebih cepat atau
musim kemarau tidak lagi ada hujan sehingga meluasnya tanaman yang terkena
kekeringan. Kondisi ekstrim ini biasanya terjadi pada waktu fenomena ENSO
berlangsung.
Beberapa bentuk penyesuaian budidaya tanaman terhadap
informasi iklim ialah sebagai berikut; Apabila prakiraan sifat musim
mengindikasikan bahwa tinggi hujan musim hujan diperkirakan rendah dari
normal tetapi hari hujan cukup banyak maka pola tanam yang disarankan ialah
teknologi gogo rancah bukan transplanting (sistem semai). Kalau hujan pada
puncak musim hujan diperkirakan di atas normal, maka waktu penanaman pada

daerah yang rawan banjir direkomendasikan 2.5 bulan sebelum bulan puncak
musim hujan sehingga kalau banjir terjadi tanaman sudah cukup tinggi sehingga
tidak tenggelam pada saat banjir terjadi. Kalau akhir musim hujan diperkirakan
lebih awal dari normal, penanaman padi kedua tidak disarankan atau kalau mau
tetap ditanam padi disarankan digunakan sistem culik. Dalam sistem culik
penyiapan semai dilakukan sebelum panen padi pertama, sehingga penanaman
kedua dapat dilaksanakan langsung setelah panen padi pertama.
Bentuk masalah iklim yang paling sering terjadi di daerah hujan bertipe
Monsoon seperti Jawa ialah mundurnya awal MH dan berakhirnya musim hujan
lebih cepat atau hujan musim kemarau turun secara drastis. Gambar 7
mengilustrasikan bagaimana perubahan sifat hujan pada musim tanam tahun
1990/91 dan dampaknya terhadap kejadian kekeringan pada tanaman padi MK.
Tahun 1990/91 merupakan tahun El Nino, dimana awal musim hujan 1990
mengalami kemunduran sekitar satu bulan. Awal musim normal ialah bulan
November, tetapi pada tahun tersebut awal MH mundur menjadi Desember.
Mundurnya awal MH menyebabkan musim tanam padi kedua juga mengalami
kemunduran. Karena hujan MK pada musim 1991 turun secara nyata, khususnya
pada bulan Juni dan Juli, luas pertanaman padi MK terkena kekeringan dan puso
meningkat drastis. Berdasarkan prakiraan hujan yang dibuat bulan April sudah
diketahui bahwa hujan MK akan di bawah normal. Seharusnya petani yang
biasanya masih menanam pada bulan Mei dan Juni sebaiknya tidak lagi
menanam padi karena risiko terkena kekeringan akan tinggi. Apabila tetap akan
menanam padi seharusny diganti dengan varietas yang berumur lebih genjah atau
diganti dengan tanaman palin yang kebutuhan airnya tidak banyak.

Curah Hujan
rata-rata

Curah Hujan
bulanan 90/91

Luas Terkena
kekeringan
Luas
Puso

Okt Nov
90
90

Des Jan
90 91

Feb Mar Apr


91 91
91

Mei
91

Jun
91

Luas Kekeringamn (ha)

Curah Hujan (mm)

Luas Tambah
Tanam

Jul Agu Sep


91 91
91

Gambar 7. Sifat hujam pada musim tanam 1990/1991 dan hubungannya dengan
kejadian kekeringan di Indramayu (Boer et al., 2002)

Cara lain ialah melakukan pemanenan lebih awal dua minggu untuk padi
pertama (padi yang ditanam MH1990/91) untuk luasan tertentu dan lahannya
kemudian digunakan untuk penyiapan semai persiapan tanam MK (tanam kedua).
Dengan demikian setelah selesai panen raya padi pertama, lahan langsung bisa
ditanami lagi dengan padi kedua dengan menggunakan bibit yang sudah
disiapkan pada petakan. Dengan strategi ini diharapkan tanaman kedua bisa
ditanam sebelum lewat bulan Mei sehingga risiko terkena kekeringan di MK
dapat dikurangi. Strategi ini dikenal dengan sistem culik seperti yang sudah
disingung di atas.

Luas Tanam (ha)

Kasus Bandung untuk Tanaman Hortikultura (Kentang).


Masalah iklim utama petani kentang di Bandung ialah terjadinya hujan
tipuan atau mundurnya awal musim hujan. Petani kentang di Bandung
memiliki tiga musim tanam yaitu, musim Porekat (Januari April),
Ceboran (Mei Juli) dan Wuku (September Desember). Musim tanam
kedua (Ceboran) biasanya dilakukan lahan-lahan sawah yang masih
memiliki sumber air irigasi cukup (Gambar 8) dan hasil panennya tidak
untuk dijual tetapi digunakan sebagai benih untuk musim tanam
berikutnya (Wuku). Benih yang ditanam pada musim ceboran dapat
disimpan paling lama tiga bulan. Apabila lebih dari tiga bulan viabilitas
benih menurun sehingga hasil tanaman menjadi rendah.

Porekat
Gambar 8.

Ceboran

Wuku

Luas tanam kentang bulanan di wilayah Pangalengan (Boer


and Wahab, 2007)

Masalah iklim yang dihadapi ialah hujan tipuan yang terjadi pada
musim wuku. Kalau hujan tipuan tidak terjadi dan kemunduran awal
musim lebih dari satu bulan, maka biasanya benih yang dihasilkan pada
musim ceboran akan kadaluarsa karena disimpan lebih dari tiga bulan.
Apabila dari informasi prakiraan menyatakan bahwa awal musim hujan
akan mundur, maka petani kentang seharusnya tidak memaksa menanam
pada awal musim wuku (September) walaupun hujan mungkin sudah
terjadi pada awal September karena hujan tersebut berkemungkinan besar
merupakan hujan tipuan. Apabila informasi prakiraan menyatakan bahwa
mundurnya awal musim agak panjang, maka benih yang sudah mendekati
kadaluarsa dan tidak bisa menunggu untuk digunakan pada saat musim
hujan masuk, maka benih tersebut dapat dijual atau uangnya dapat
digunakan untulk membeli benih yang berumur lebih muda sehingga pada
waktu MH masuk masih belum kadaluarsa.
Kasus Kupang untuk SUT Lahan Kering. Masalah iklim utama petani
lahan kering di Kupang-NTT ialah hujan tipuan. Petani seringkali tertipu oleh
hujan ini karena hujan lebat yang berlangsung dalam 1 atau 2 hari pada awalawal Oktober atau November biasanya memicu petani untuk mulai menanam
karena berasumsi bahwa musim hujan sudah masuk, padahal belum. Akibatnya
petani sering gagal pada penanaman pertama sehingga harus melakukan tanam
ulang. Pada beberapa daerah penanaman ulang ini bisa sampai tiga kali. Karena
awal musim hujan di wilayah ini dapat diprediksi dengan baik (lihat buku
Panduan Dasar Iklim), seharusnya petani dapat menghindari masalah ini. Petani
biasanya sudah terbiasa dengan kondisi ini sehingga biasanya diterapkan
penanaman lebih dari satu jenis tanaman pada satu lobang, yaitu benih jagung
dan benih kacang-kacangan yang lebih tahan kering. Harapannya ialah kalau
terjadi false rain, masih ada benih yang dapat bertahan hidup sampai panen.
Penerapan teknologi penanaman lebih dari sati jenis tanaman pada satu
lobang cukup efektif mengatasi masalah false rain, namun ini kurang ekonomis
karena terlalu banyak benih yang digunakan. Apabila petani dapat menggunakan
informasi prakiraan bahwa awal musim hujan akan mundur, maka apabila terjadi
false rain, petani sebaiknya tidak menanam dulu, kecuali kalau informasi
prakiraan menyatakan bahwa musim hujan juga akan berakhir lebih cepat.
Penanaman benih lebih dari satu jenis pada satu lubang juga tidak perlu
dilakukan sehingga akan ada penghematan dan disamping itu pertumbuhan
tanaman akan lebih baik.
Kasus Kupang di Desa Noelbaki SUT Lahan Sawah Beririgasi. Kasus
Pada daerah ini banjir terjadi akibat terjadinya peningkatan hujan di MH,
umumnya sekitar bulan Februari. Pertanaman yang ada di wilayah pantai
biasanya mengalami genangan yang lebih tinggi sedangkan yang di jauh dari
pantai mengalami genangan yang lebig rendah. Bagi petani yang terlalu
terlambat melakukan penanaman akan mengalami kegagalan karena tanamannya

10

akan terendam dan produktivitas menjadi terganggu atau bisa juga mati (Gambar
9). Dengan masalah iklim seperti ini, petani dapat memanfaatkan informasi
prakiraan untuk menentukan kapan waktu tanam yang paling lambat yang harus
dilakukan oleh petani yang lahannya dekat pantai dan yang jauh dari pantai.
Dalam kaitan kondisi di atas, dampak banjir terhadap tanaman sawah di
daerah ini dapat ditekan apabila informasi ramalan sifat hujan musim hujan dapat
diketahui 1-2 bulan sebelumnya, karena petani akan dapat mengatur waktu tanam
mereka lebih tepat. Apabila prakiraan mengatakan bahwa hujan MH akan jauh
di atas normal dan kemugkinan banjir akan terjadi pada akhi Februari, maka
waktu tanam di daerah yang jauh dari garis pantai (in-land) sebaiknya dilakukan
awal Februari, sedangkan yang dekat pantai lebib awal yaitu awal Januari.
Dengan pengaturan waktu tanam seperti ini diharapkan apabila banjir terjadi di
akhir Februari tanaman di daerah yang lebih jauh dari garis pantai sudah
mencapai 0.5 m sedangkan yang dekat garis pantai seudah mencapai 1 m
(Gambar 9). Apabila petani menanam lebih lambat dari waktu yang
direkomendasikan tersebut maka apabila banjir terjadi tanamannya akan terkena
dampak yang lebih besar.

Hujan
tinggi
Runoff
Tinggi
genangan
n waktu

Daerah
In-land:
Penanam
an awal
Februari

Daerah
pantai:
Penana
man
awal
Januari

Tinggi
tanaman
saat terjadi
banjir

banjir
Gambar 9.

Pengaturan waktu tanam untuk menghindari kemungkinan banjir


akhir Februari di Noelbaki (Boer, 2006)

11

Daftar Pustaka
Boer, R.., Tamkani, K., 2002
Boer, R. 2006. Pendekatan dalam Mengelola Risiko Iklim. Paper disajikan
dalam Seminar Pelatihan Dosen-Dosen Perguruan Tinggi Indonesia
Bagian Barat, Biotrop 7 September 2006
Boer, R. and Wahab, I. 2007. Use of sea surface temperature for predicting
optimum planting window for potato at Pengalengan, West JavaIndonesia. In M.V.K. Sivakumar, and J. Hansen (eds). Climate
prediction and agriculture: Advance and Challenges. Springer-Verlag
Berlin.
Ditlin. 2007. Pedoman Mitigasi Dampak Fenomena Iklim: Pengelolaan Dampak
Kejadian Iklim Ekstrim pada Tanaman Pangan.
Direktorat
Perlindungan Tanaman, Departemen Pertanian, Jakarta.

12

BAGIAN II
PEMANFAATAN INFORMASI IKLIM UNTUK
MENGELOLA RISIKO IKLIM

Bagian ini merupakan panduan bagi pemandu lapang dalam


memberikan materi kepada peserta sekolah lapang tentang
pemanfaatan informasi iklim dalam mengelola risiko iklim pada
kegiatan budidaya. Bagian ini dibagi dalam beberapa modul,
yaitu modul untuk memandu pelaksanaan kontrak belajar dan
kemudian diikuti dengan modul pembuka dan modul applikasi
informasi iklim specifik untuk daerah tertentu

13

Modul 0. Kontrak Belajar


Latar Belakang
Metoda pembelajaran partisipatoris yang dikembangkan bertujuan agar
semua orang yang terlibat mempunyai rasa memiliki terhadap program sekolah
lapangan iklim (SLI) yang akan dilakukan. proses belajar yang akan kita lakukan,
sehingga para peserta memiliki motivasi dan komitmen yang kuat untuk
mengikuti seluruh kegiatan sekolah lapangan. Jadi keinginan si pemilik ide dan
peserta dapat diselaraskan. Dengan cara ini maka peserta akan memiliki
komitmen untuk ikut terus kegiatan SLI karena program yang ditawarkan oleh si
pemilik ide sejalan dengan keinginan peserta (petani). Proses belajar itu sendiri
merupakan sebuah rangkaian panjang untuk mancari, membaca, mengkaji, dan
merumuskan berbagai pengalaman yang berhubungan dengan topik belajar kita.
Langkah awal dari proses belajar partisipatif adalah Kontrak Belajar
yang berisi:
Menjawab secara bersama-sama, mengapa kita belajar IKLIM? Arti
penting kita belajar IKLIM dalam dunia kerja kita
Merumuskan bersama, Tujuan, Maksud, Hasil dan Tindak Lanjut
proses belajar IKLIM dalam rangka kepentingan petani, keberlanjutan
program dan perbaikian kebijakan pemerintah
Membangun bersama kondisi belajar yang dinamis, yang didukung
dengan rasa saling mengenal dan akrab diantara orang yang terlibat
dalam proses belajar
Mempraktekkan dan mengembangkan nilai-nilai belajar partisipatif
yaitu mengembangkan kreatifitas dan jiwa sains, demokrasi dan
kebersamaan, serta proses belajar yang mudah dipahami
Membaca dan mengkaji masalah IKLIM dan USAHA TANI yang ada
didaerah sebagai dasar acuan materi pembahasan
Kontrak Belajar ini dapat dimisalkan sebagai Pintu Gerbang yang
dibuka pada awal sebelum kita memasuki Rumah Belajar . Dalam rumah dan
ruang-ruang yang ada di dalam rumah tak akan kita ketahui dan pahami apabila
pintu gerbangnya tidak kita buka lebih dahulu.
Tujuan
1. Mersumuskan tujuan, maksud, hasil dan tindak lanjut proses belajar
2. Membangun kondisi belajar yang dinamis dengan pondasi rasa memiliki
proses belajar oleh semua orang yang terlibat
3. Memunculkan jiwa sains dan kreatifitas peserta sebagai kunci keberhasilan
proses belajar
4. Merumuskan masalah yang ada didaerah dan dipetakan untuk mencari
hubungan diantara masalah
Hal hal yang akan dipelajari

14

Tujuan, maksud, hasil dan tindak lanjut proses belajar


Perkenalan dan Pengakraban
Sifat dan nilai-nilai proses belajar
Identifikasi dan pemetaan masalah

Alat dan Bahan


Kertas Koran, Kertas manila, Spidol, Lakban Kertas dan Bola pimpong
Langkah-langkah Proses belajar
1) Perumusan Tujuan, Maksud, Hasil dan Tindak Lanjut proses belajar
Tampilkan Poster tentang IKLIM dan kita pahami makna yang
terkandung dalam poster tersebut
Tempelkan 2 lembar kertas koran lalu diberi judul Mengapa kita
belajar Iklim dan Apa Tujuannya
Pemandu bisa membuka diskusi dengan melontarkan pertanyaan
yang dapat memancing peserta untuk memberikan pemikiran dan
pendapatnya, kemudian peserta diarahkan untuk menjawab dua
pertanyaan di atas. Contoh pertanyaan misalnya:
a. Nenek moyang kita sampai pada kita sudah biasa bertani, dan
kita juga sudah tahu hanya ada dua musim, musim hujan dan
musim kemarau. Tetapi kenapa kita sering juga kena banjir pada
musim hujan atau kekeringan pada musim kemarau, apa faktor
yang menyebabkan kita tidak bisa mengatasi masalah ini?
b. Kalau tanam padi musim kemarau sering kena kekeringan,
kenapa kita tidak mau ganti tanaman?
Mintalah peserta untuk menjawab secara bergantian dan jawaban
peserta ditulis pada kertas koran tersebut
Rumuskan jawaban peserta dengan cara mengisi format berikut ini
Tempelkan hasil rumusan pada tempat yang mudah dibaca
Contoh format rumusan jawaban peserta
PETANI

PROGRAM

TUJUAN
MAKSUD
HASIL
TINDAK LANJUT

15

PEMERINTAH

2) Perkenalan dan Pengakraban

Pemandu menjelaskan aturan main perkenalan, setiap peserta yang


meme-gang bola pimpong bertugas membuat 3 pertanyaan yaitu :
a. Nama
b. Data Pribadi
Setelah menyampaikan pertanyaan, bola yang dipegang diberikan
kepada peserta lain yang akan menjawab, begitu seterusnya kepada
semua peserta. Jawaban yang diberikan tidak boleh lebih dari satu
kalimat
Peserta diminta untuk menyembunyikan ballpointnya diluar ruangan
dan berusaha untuk tidak diketahui oleh yang lainnya
Mintalah peserta membuat dua barisan yang saling berhadapan,
setiap peserta berdiri dengan berkecak pinggang dan menkaitkan
tangannya dengan tangan peserta lain disebelahnya
Dengan tetap bergandeng tangan dalam barisan, setiap peserta
diminta mengambil kembali ballpointnya
Mintalah peserta mengungkapkan makna dari permainan ini.

3) Sifat dan Nilai-nilai Proses Belajar


Pemandu mengungkapkan bahwa proses belajar yang akan kita
lakukan bersifat Partisipatif, lalu tanyakan apa yang dimaksud
dengan partisipatif ?
Tulis jawaban peserta pada kertas koran, bila ada jawaban yang
artinya hampir sama, coba diklarifikasi dan bila memang artinya
sama, maka tak perlu ditulis
Diskusikan, semua jawaban peserta merupakan nilai-nilai proses
belajar yang akan kita jaga dan lakukan secara bersama-sama.
4) Identifikasi dan Pemetaan Masalah

Bagikan kartu pernyataan (potongan kertas manila ukuran 20 x 10


Cm pada semua peserta, dan mintalah peserta untuk menulis
permasalahan iklim yang terjadi didaerahnya dan dampak terhadap
usahataninya
Gambarlah peta pada 4 lembar kertas koran yang disambung. Peta
terse-but mencakup wilayah dimana peserta berasal
Mintalah peserta untuk menempelkan kartu pernyataan sesuai
dengan peserta berasal
Diskusikan secara bersama-sama peta masalah tersebut untuk
membahas :
a. Bobot setiap masalah, dari masalah terbanyak ke masalah yang
paling sedikit
b. Mencari masalah pokok / utama
c. Tempelkan peta masalah pada tempat yang mudah dibaca.

16

Modul 1. Modul Pembuka (Panduan Pengamatan Lapangan)


Latar Belakang
Dalam sekolah lapangan kegiatan pengamatan di lapang sangat penting
artinya untuk dapat memahami lebih baik berbagai materi pelatihan yang
diberikan, yaitu hubungan antara iklim dan perkembangan hama dan penyakit
tanaman serta pertumbuhan tanaman. Unsur iklim yang penting yang perlu
diamati di lapangan diantaranya suhu dan kelembaban udara serta kadar air
tanah. Suhu dan kelembaban udara sangat berpengaruh terhadap perkembangan
hama dan penyakit tanaman, dan kadar air tanah berpengaruh besar terhadap
pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
Tujuan
1. Mengamati kondisi suhu dan kelembaban udara serta air tanah pada lahan
pertanaman (lahan kering dan sawah).
2. Mempelajari hubungan antara kondisi iklim (khususnya suhu dan
kelembaban udara) dengan perkembangan hama dan penyakit tanaman
3. Mempelajari hubungan antara kondisi air tanah dengan perkembangan
tanaman
Proses
1. Sebelum ke lapangan, pemandu menjelaskan kepada peserta cara melakukan
pengukuran suhu dan kelembaban udara dengan Psikrometer Assmann dan
pengambilan sample tanah dan membagikan lembar pengamatan seperti
berikut:
Jam dan tanggal
Pengamatan

Jam dan tanggal


Pengamatan

Suhu udara

Kelembaban udara

Jenis hama
dominan
yang
ditemui

Kepadatan
Populasi

Jenis
penyakit
dominan
yang
ditemui

Tingkat
kerusakan
tanaman
akibat
penyakit

Berat tanah/
Kondisi air
di sawah

Kondisi
tanaman

17

Catatan: Cara pengukuran suhu dan kelembaban udara dan pengambilan contoh
tanah untuk pengukuran kadar air tanah, serta pengamatan hama dan penyakit
tanaman langsung dijelaskan di lapangan oleh Pemandu. Kondisi air di sawah
apabila dalam kondisi tergenang atau macak-macak cukup ditulis kondisi
tersebut dan contoh tanah tidak perlu diambil. Contoh tanah di lahan sawah
hanya perlu diambil apabila sawah dalam kondisi tidak ada air (tidak tergenang
atau macak-macak). Kondisi tanaman cukup dinilai dari vigor saja (sehat/baik,
kurang baik karena ada gejala terkena kekeringan atau kena serangan
hama/penyakit yang diperkirakan melewati ambang batas).
2. Pemandu menyiapkan Tabel untuk menkonversikan data berat tanah menjadi
persen kadar air tanah dan data suhu bola basah dan bola kering yang diukur
oleh Psikrometer Assmann menjadi data kelembaban udara.
3. Kegiatan pengamatan di lapangan dilaksanakan antara 30 sampai 45 menit
sebelum sekolah lapangan iklim dimulai.

18

Modul 2. Penggunaan Informasi ENSO Untuk Mengatur Strategi


Penanaman pada SUT Lahan Kering1
Latar Belakang
Petani pada umumnya cenderung mengikuti kebiasaan dalam melakukan
kegiatan penanaman, karena memang mengikuti kebiasaan itu seringkali berhasil.
Namun kadangkala petani tidak menyadari bahwa kondisi iklim pada satu waktu
tertentu bisa jauh menyimpang dari biasanyanya sehingga budidaya penanaman
yang biasa digunakan tidak lagi dapat memberikan hasil yang baik. Bahkan
seringkali petani mengalami kegagalan panen akibat dari penyimpangan iklim
tersebut. Dengan perkembangan teknologi, kemungkinan terjadi atau tidak
terjadinya penyimpangan dapat diketahui lebih awal. Apabila informasi ini
digunakan maka petani seharusnya dapat menghindari dampak negative dari
penyimpangan iklim tersebut dengan merubah teknik budidaya atau pola
tanamnya.
Penyimpangan iklim jauh dari normal yang terjadi di wilayah Jawa
umumnya sangat terkait dengan fenomena ENSO. Fenomena ini seringkali
disebut fenomena El-Nino kalau menimbulkan masalah kekeringan dan
fenomena La-Nina kalau menimbulkan masalah banjir. Fenomena ENSO dapat
diketahui dengan melihat kondisi suhu muka laut (SML) di Samudera Pasifik
(lihat Buku Dasar I). Sebagai contoh bentuk hubungan antara keragaman curah
hujan di wilayah Jawa Barat yaitu Kecamatan Ciparay dengan anomali suhu
muka laut di kawasan Pasifik dapat dilihat pada Gambar 1.
Pada kasus tahun 1994 dan 1995, anomali SML tahun 1994 naik dengan
cepat sampai awal 1995. Kondisi ini diikuti oleh menurunnya curah hujan
MK1994 sehingga pada tahun itu lama MK menjadi lebih panjang. Awal masuk
MH tahun 1994/95 juga menjadi mundur. Sebaliknya pada pertengahan tahun
1995, anomali SML turun dengan cepat sampai dibawah 0oC dan kondisi ini
diikuti oleh meningkatnya tinggi hujan MK sehingga lama musim kemarau 1995
menjadi lebih pendek (Gambar 1a). Hal yang sama pada tahun 1997 dan 1998.
Kenaikan hujan pada MH 1998 jauh lebih tinggi dari MH 1995 karena penurunan
suhu muka laut pada tahun 1998 jauh di bawah tahun 1995 (Gambar 1b). Pada
Modul Dasar 1 sudah dijelaskan bahwa pada tahun ENSO kemampuan prakiraan
sangat baik, namun demikian informasi ini tidak digunakan oleh petani dalam
mengatasi risiko kekeringan.

Modul ini bersifat spesifik lokasi, sehingga penggunaannya hanya berlaku pada lokasi
yang memiliki masalah iklim dan kasus yang sama. Apabila tidak sama, maka modul ini
harus disesuaikan dengan kondisi daerah setempat. Uraian pada Bagian I dapat dijadikan
sebagai pedoman bagaimana modul ini seharusnya direvisi sesuai dengan kondisi
daerahnya.

19

Gambar 1.

Hubungan antara ASML NINO3.4 tahun 1994/95 dan 1997/98 dan


hujan bulanan di Ciparay-Kabupaten Bandung

Berdasarkan data perkembangan luas tanam, petani lahan kering di


Ciparay dengan pola tanam Jagung-Benkoang-Kacang-kacangan atau JagungBengkoang-kacang kacangan (Gambar 2), masih belum memanfaatkan informasi
ENSO ini. Sebagai contoh ialah kasus El Nino 2002/2003, dimana awal MH
2002/03 diprakirakan akan mundur antara dua sampai tiga bulan yaitu dari
Oktober menjadi Desember 2002 atau Januari 2003. Namun demikian, pada
bulan November 2002, sebagai petani sudah mulai menanam karena pada bulan
November terjadi false rain yang cukup untuk mendorong petani segera tanam
karena mereka mengasumsikan MH sudah masuk2. Hal ini dapat dimengerti
karena MH biasanya sudah mulai pada bulan Oktober yang ditunjukkan oleh
tinggi hujan rata-rata oktober di atas 150 mm (Gambar 3). Sebagai akibatnya,
banyak petani yang tanaman mati sehingga harus melakukan penanaman ulang.
Hal yang sama juga terjadi pada petani padi gogo.

Gambar 2. Pola tanam petani lahan kering di Ciparay

Petani Ciparay mulai melakukan penanaman jagung/padi gogo apabila tanah sudah basah sedalam
40 cm setelah hujan 2-3 hari.

20

Gambar 3.

Hubungan anomali SML dengan luas tambah tanam jagung.


Catatan: Hujan Tipuan (False Rain) terjadi di bulan November
yang cukup untuk mendorong sebagian besar petani melakukan
penanaman Jagung

Disamping itu, tanaman ke 3 atau Musim Kemarau 2 (kacang-kacangan


pada MK2) juga sering terkena kekeringan apabila hujan pada MK2 turun drastis
atau tidak turun sama sekali yang biasanya terjadi pada waktu fenomena El Nino
berlangsung. Petani biasanya melakukan penanaman ketiga (MK2) apabila pada
bulan Mei hujan masih tinggi (Gambar 2). Kegagalan terjadi apabila setelah Mei
hujan mendadak menghilang karena berlangsungnya fenomena El Nino. Namun
sebaliknya petani dapat hasil panen yang tinggi apabila fenomena La-Nina yang
terjadi karena hujan pada MK2 biasanya lebih tinggi dari normal.
Dengan memahami sifat hujan dalam hubungannya dengan fenomena
ENSO dan pola tanam, petani seharusnya dapat memanfaatkan informasi ENSO
ini dalam mengelola risiko iklim dan juga memanfaatkannya untuk
meningkatkan indek penanaman jadi tiga kali. Dalam kaitan ini bentuk pola
tanam seharusnya disesuaikan dengan informasi ENSO. Secara umum bentuk
penyesuaian pola tanam ialah sebagai berikut:
1. Apabila El-Nino terjadi dan berkembang sampai akhir tahun, awal hujan
biasanya akan mundur antara 1-3 bulan. Apabila terjadi hujan pada awal
Oktober atau November, berkemungkinan besar merupakan hujan tipuan.
Oleh karena sebaiknya penanaman jangan dimulai dahulu.

21

2. Apabila penanaman pertama terlambat, penanaman tanaman ketiga


sebaiknya tidak dilakukan apabila fenomena El Nino berlangsung terus.
Akan tetapi apabila terjadii fenomena La-Nina maka penanaman ketiga
sangat disarankan.
Tujuan:
Melatih petani untuk bisa memanfaatkan infomasi ENSO dalam menentukan
pola tanam yang tepat sehingga risiko iklim dapat dikurangi atau dihindari.
Proses
1. Pemandu menjelaskan kepada peserta gambaran umum tentang musim tanam
dan kaitan dengan sifat hujan dan ENSO (lihat Buku Dasar 1) serta
hubungannya dengan kejadian kekeringan
2. Pemandu menyiapkan bahan dan alat yang diperlukan untuk pemainan, yaitu
Gambar grafik data hujan rata-rata sepuluh harian untuk kecamatan terkait.
3. Peserta diminta untuk membawa data hujan harian yang mereka miliki kalau
ada dan diminta untuk menghitung tinggi hujan sepuluh harian.
Bahan-bahan

Gambar grafik curah hujan sepuluh harian


Spidol permanen
Kertas

Bentuk Permainan
1. Setelah pemandu menjelaskan gambaran umum tentang musim tanam dan
kaitan antara sifat hujan dengan kejadian kekeringan dan banjir, kepada
peserta diminta untuk membuat tiga kelompok menurut lokasi hamparan
lahan. Petani yang lahannya berdekatan berada pada satu kelompok yang
sama.
2. Kepada peserta diminta untuk memplotkan data rata-rata hujan sepuluh
harian dan kemudian memplotkan pola tanam yang biasa dilakukan di bagian
bawah grafik (lihat Gambar 2).
3. Selanjutnya kepada masing-masing kelompok diminta untuk mendiskusikan
tentang kondisi pertanaman mereka beberapa tahun terakhir dan kaitannya
dengan kondisi hujan.
4. Masing-masing kelompok diminta menyampaikan hasil diskusi mereka
kepada kelompok lain dan pemandu memfasilitasi diskusi sehingga
mengiring diskusi ke arah kesimpulan pentingnya mempertimbangkan
kondisi hujan dalam menentukan waktu tanam dan pentingnya informasi
ramalam musim digunakan dalam menentukan strategi penanaman.
5. Pemandu memfasilitasi lebih lanjut permainan yaitu dengan memberikan
prakiraan musim atau ramalan kepada petani, dan kemudian kepada masing

22

masing kelompok diminta untuk menjelaskan apa strategi penanaman yang


akan mereka lakukan kalau ramalan yang disampaikan oleh pemandu terjadi.
Dalam permainan ini prakiraan yang diberikan ialah akan iklim tetap normal,
terjadi El Nino dan La-Nina.
6. Pemandu menyerahkan lembar peraga kepada ke tiga kelompok. Kelompok
I untuk permainan yang menggunakan hasil prakiraan iklim normal,
kelompok II untuk prakiraan iklim El Nino dan kelompok III untuk prakiraan
iklim La Nina. Grafik rata-rata curah hujan, dan data hujan tahun El Nino
dan tahun La-Nina (Data hujan yang digunakan untuk tahun El Nino bisa
data hujan 1997 dan tahun La Nina data hujan tahun 1998 seperti Gambar 1).
7. Selanjutnya masing-masing kelompok diminta untuk berdiskusi pada
kelompoknya masng-masing untuk menyusun pola tanam yang disesuaikan
dengan prakiraan hujan, yaitu normal, El Nino dan La Nina.
8. Masing-masing kelompok kemudian diminta untuk menyampaikan hasil
diskusinya dan minta tanggapan dari kelompok lain yang dipandu oleh
pemandu. Apabila pada musim mendatang diinformasikan bahwa akan
terjadi El Nino, apakah semua anggota sepakat akan mengikuti pola tanam
yang disusun oleh kelompok yang menyusun skenario pola tanam tahun El
Nino? Kalau tidak sepakat, minta alasannya dan dokumentasikan jawaban
peserta.

23

Modul 3. Penggunaan Informasi ENSO Untuk Mengatur Strategi


Penanaman pada SUT Sawah Beirigasi
Latar Belakang
Petani pada umumnya cenderung mengikuti kebiasaan dalam melakukan
kegiatan penanaman, karena memang mengikuti kebiasaan itu seringkali berhasil.
Namun kadangkala petani tidak menyadari bahwa kondisi iklim pada satu waktu
tertentu bisa jauh menyimpang dari biasanyanya sehingga budidaya penanaman
yang biasa digunakan tidak lagi dapat memberikan hasil yang baik. Bahkan
seringkali petani mengalami kegagalan panen akibat dari penyimpangan iklim
tersebut. Dengan perkembangan teknologi, kemungkinan terjadi atau tidak
terjadinya penyimpangan dapat diketahui lebih awal. Apabila informasi ini
digunakan maka petani seharusnya dapat menghindari dampak negative dari
penyimpangan iklim tersebut dengan merubah teknik budidaya atau pola
tanamnya.
Penyimpangan iklim jauh dari normal yang terjadi di wilayah Jawa
umumnya sangat terkait dengan fenomena ENSO. Fenomena ini seringkali
disebut fenomena El-Nino kalau menimbulkan masalah kekeringan dan
fenomena La-Nina kalau menimbulkan masalah banjir. Fenomena ENSO dapat
diketahui dengan melihat kondisi suhu muka laut (SML) di Samudera Pasifik
(lihat Buku Dasar I). Sebagai contoh, kejadian iklim ekstrim yang melanda
kabupaten Indramayu seringkali berhubungan dengan kejadian El-Nino dan LaNina. El-Nino berkaitan dengan kejadian kekeringan sedangkan La-Nina
berkaitan dengan kejadian banjir. Sebagai contoh luas terkena kekeringan
meningkat tajam pada tahun El-Nino 1991, 1994 dan 1997, sedangkan banjir
juga meningkat cukup besar pada tahun berlangsung curah hujan pada musim
hujan meningkat jauh di atas normal seperti tahun 95/96dan 99/00 (Gambar 1).
Oleh karena itu, kalau kita informasi ramalan iklim dapat diketahui lebih dini,
maka antisipasi dapat kita lakukan.

Gambar 1. Kejadian kekeringan dan banjir di Kabupaten Indramayu

24

Gambar 2 dan 3 berikut menyajikan contoh kejadian kekeringan tahun


1990/91 dan 1997/98, dan kejadian banjir tahun 1999/00 di Kabupaten
Indramayu. Gambar 2 dan 3 menunjukkan bahwa umumnya penanaman musim
rendeng dimulai bulan November dan puncaknya bulan Desember, sedangkan
gadu sudah dimulai Maret dan puncaknya Mai. Untuk musim tanam 1990/91,
puncak penanaman rendeng mengalami keterlambatan satu bulan dari biasanya,
akan tetapi penanaman pada musim gadu 1991 dapat dilakukan seperti biasanya
dan luas penanaman bulan April mengalami sedikit penurunan dari biasanya.
Selanjutnya luas penanaman bulan Mei dan Juni hampir sama dengan kondisi
biasanya (kondisi normal). Jadi secara total luas penanaman gadu tahun 1991
sedikit lebih rendah dari biasanya karena adanya keterlambatan penanaman pada
musim redeng sehingga lahan untuk penanaman bulan April belum cukup luas
tersedia. Akan tetapi setelah bulan Mai hujan turun drastis dari biasanya bahkan
pada bulan Juni-September sudah tidak ada lagi hujan, akibatnya mulai bulan
Juni terjadi kekeringan yang luas.
Untuk MT 1997/98, penanaman musim
rendeng juga mengalami keterlambatan satu bulan akibat keterlambatan
masuknya awal musim hujan tahun 1997. Puncak penanaman musim gadu sama
dengan tahun biasanya yaitu bulan Mai tetapi luas lahan yang ditanami pada
bulan Juni jauh lebih tinggi dari biasanya. Namun demikian, tidak ada laporan
terkena kekeringan. Hal ini disebabkan karena curah hujan pada bulan JuniSeptember jauh di atas normal. Jadi dari dua contoh ini dapat kita simpulkan
bahwa di Kabupaten Indramayu, apabila penanaman musim rendeng mengalami
keterlambatan dan diikuti oleh keterlambatan tanam untuk musim gadu,
kekeringan tidak akan terjado apabila hujan pada musim gadu jauh di atas
normal, sebaliknya kalau hujan di bawah normal, kekeringan akan terjadi. Oleh
karena itu, apabila dilaporkan pada pada musim gadu El-Nino terjadi, maka
risiko terkena kekeringan akan tinggi kalau penanaman tetap dilakukan seperti
biasanya, khususnya pada daerah yang rentan, sehingga sebaiknya penanaman
tidak dilakukan atau kalau dilakukan harus digunakan varietas yang tahan kering
atau diganti dengan komoditi non-padi yang kebutuhan airnya sedikit.

Gambar 2. Kejadian kekeringan pada MT 1990/91 dan 1997/98

25

Gambar 3 menunjukkan bahwa luas tanam tahun 1999/00 jauh lebih


tinggi dari biasanya (normal) baik pada musim rendeng maupun gadu. Pada
bulan Januari terlihat bahwa curah hujan jauh di atas normal dan diketahui pada
bulan tersebut Indramayu dilaporkan mengamai banjir yang cukup luas. Pada
musim gadu 2000, laporan kekeringan hanya sedikit (Gambar 1) walaupun luas
penanaman gadu lebih tinggi dari normal. Hal ini disebabkan karena hujan pada
bulan Juni masih cukup tinggi (di atas normal) sehingga ketersediaan air masih
mencukupi. Dengan demikian kalau diketahui bahwa tinggi hujan pada musim
rending diramalkan akan lebih tinggi dari normal, maka daerah-daerah yang
biasa terkena banjir sebaiknya jangan ditanami atau kalau akan ditanami
sebaiknya penanaman dilakukan lebih awal, sehingga panen dapat terjadi
sebelum masuk Januari. Atau penanaman dapat dilakukan setelah bulan Januari,
setelah puncak musim hujan lewat.

Gambar 3. Kejadian banjir pada MT 1999/00


Tujuan:
Melatih petani untuk bisa memanfaatkan infomasi ENSO dalam menentukan
pola tanam yang tepat sehingga risiko iklim dapat dikurangi atau dihindari.
Proses
1. Pemandu menjelaskan kepada peserta gambaran umum tentang musim tanam
dan kaitan antara sifat hujan dengan kejadian kekeringan dan banjir di
Indramayu (kalau mungkin dapat digunakan data kecamatan terkait).

26

2. Pemandu menyiapkan bahan dan alat yang diperlukan untuk pemainan, yaitu
Gambar grafik kondisi hujan rata-rata sepuluh harian untuk kecamatan
terkait.
3. Peserta diminta untuk membawa data hujan harian yang mereka miliki dan
diminta untuk menghitung tinggi hujan sepuluh harian.
Bahan-bahan

Gambar grafik curah hujan sepuluh harian


Spidol permanen
Kertas

Bentuk Permainan
1. Setelah pemandu menjelaskan gambaran umum tentang musim tanam dan
kaitan antara sifat hujan dengan kejadian kekeringan dan banjir, kepada
peserta diminta untuk membuat kelompok menurut waktu tanam. Jadi
peserta yang waktu tanamnya sama akan berada dalam kelompok yang sama.
2. Kepada peserta diminta untuk memplotkan data hujan sepuluh harian mereka
ke kertas grafik hujan sepuluh harian yang sudah disiapkan oleh pemandu,
dan kemudian plotkan pola tanam pada bagian bawah grafik.
3. Selanjutnya kepada masing-masing kelompok diminta untuk mendiskusikan
tentang kondisi pertanaman mereka beberapa tahun terakhir dan kaitannya
dengan kondisi hujan.
4. Masing-masing kelompok diminta menyampaikan hasil diskusi mereka
kepada kelompok lain dan Pemandu memfasilitasi diskusi sehingga
mengiring diskusi ke arah kesimpulan pentingnya mempertimbangkan
kondisi hujan dalam menentukan waktu tanam dan pentingnya informasi
ramalam musim digunakan dalam menentukan strategi penanaman.
5. Pemandu memfasilitasi lebih lanjut permainan yaitu dengan memberikan
prakiraan musim atau ramalan kepada petani, dan kemudian kepada masing
masing kelompok diminta untuk menjelaskan apa strategi penanaman yang
akan mereka lakukan kalau ramalan yang disampaikan oleh pemandu terjadi
(Pemandu dapat menggunakan kondisi musim tahun 1990/91 atau 1997/98
atau 1999/00 sebagai ramalan) dan dukungan apa yang diharapkan oleh
masing-masing kelompok agar strategi yang diterapkan bisa dijalankan.

27

Modul 4. Mempelajari Neraca Air Lahan Dan Manfaatnya Untuk


Menentukan Kebutuhan Air Irigasi Dan Menilai Potensi Terjadinya Banjir
Latar Belakang
Hujan merupakan sumber air utama untuk memenuhi kebutuhan air
tanaman. Sebagian besar dari air hujan ini tidak dapat dimanfaatkan tanaman
karena air tersebut sebagian akan menguap dalam bentuk evaporasi dan sebagian
lagi kembali masuk ke sungai melalui saluran-saluran pembuangan dan terus ke
laut dalam bentuk aliran permukaan. Apabila sistem saluran pembuangan air
tidak baik, maka pada saat terjadi kelebihan hujan, air akan tergenang dan
akhirnya dapat menimbulkan banjir. Sebaliknya pada musim kemarau, dimana
hujan jarang terjadi, air yang diuapkan berasal dari air tanah sehingga lama
kelamaan tanah akan menjadi kering. Kalau tidak ada air irigasi, maka tanaman
akan mengalami kekeringan. Neraca air lahan menunjukkan keseimbangan
antara jumlah air yang diberikan ke suatu lahan (hujan dan irigasi) dan jumlah air
yang hilang baik lewat penguapan ataupun aliran permukaan dan pengisian air
tanah.
Neraca air lahan paling sederhana yang digunakan untuk menunjukkan
keseimbangan air ialah perbedaan antara hujan dan penguapan. Penguapan yang
berlangsung dari tanah dan tanaman disebut evapotranspirasi. Secara potensial,
laju evapotranspirasi dari kawasan pertanian ialah sekitar 5 mm per hari atau 150
mm per bulan. Kalau hujan yang terjadi kurang dari 150 mm, maka air tanah
akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan penguapan tersebut. Kalau hujan
lebih tinggi dari 150 mm, maka kelebihannya akan digunakan dibuang kembali
ke sungai lewat saluran pembuangan. Kalau saluran pembuangan yang dibuat
tidak cukup besar untuk menampung kelebihan air, maka kemungkinan
terjadinya banjir akan besar. Jadi neraca air lahan secara sederhana dapat
dinyatakan dalam bentuk persamaan berikut:
CH = ETP + Kelebihan/Kekurangan air
Tujuan:
Melatih petani untuk mampu:
1. Memahami neraca air lahan dan unsur-unsur neraca air lahan
2. Menduga kebutuhan air irigasi dari neraca air lahan sederhana
3. Menggunakan neraca air lahan untuk menilai potensi banjir
Proses
1. Pemandu menjelaskan secara umum tentang konsep neraca air lahan dan
unsur-unsurnya seperti yang diuraikan dalam latar belakang.
2. Pemandu menyiapkan bahan-bahan yang diperlukan untuk pelaksanaan
pelatihan

28

3. Peserta diminta untuk membawa data kadar air tanah yang sudah diukur
setiap 10 hari pada pertemuan-pertemuan sebelumnya dan data hujan harian
yang mereka miliki untuk dihitung tinggi hujan sepuluh hariannya (seperti
pada Pertemuan 8).
Bahan-Bahan

Data hujan harian dan data kadar air tanah yang sudah dikumpulkan dan
gambar grafik rata-rata hujan sepuluh harian pada masing-masing kecamatan
terkait.
Siapkan bahan-bahan seperti yang digunakan pada Pertemuan 3 yaitu tiga
buah seng persegi panjang dengan ukuran sekitar 50x60 cm2. Satu seng
dilubangi dengan paku dengan jarak antar lubang sekitar 1 cm, satu lagi
dengan jarak 5 cm dan satu seng lagi dengan jarak 20 cm.
Penampung air
Gelas ukur untuk mengukur volume air
Dua buah keset kaki dari ijuk yang ukurannya dibuat sama dengan seng yaitu
50x60 cm2.

Bentuk Permainan A:
1. Pemandu meminta peserta membentuk kelompok berdasarkan jenis lahan,
lahan kering dan lahan sawah.
2. Pemandu menjelaskan kepada peserta urutan kegiatan yang dilakukan yaitu
sebagai berikut. Pertama ambil air dengan gayung mandi yang volumenya
sudah diketahui (diukur dengan gelas ukur). Kedua letakkan keset kaki di
atas seng yang jarak lubangnya 5 cm (sebagai lahan kering dimana
kemampuan perkolasinya lebih tinggi dari sawah) dan dibawahnya
diletakkan wadah penampung air. Ketiga tuangkan air yang ada dalam
gayung ke atas seng yang jarak lubangnya 1 cm (air yang ke luar lewat
lubang dianggap sebagai hujan dan keset kaki dianggap sebagai lahan
pertanaman). Ke-empat ukur air yang menetes lewat keset ke wadah
penampung dan ukur berapa perbedaan antara air yang dituangkan dengan
yang tertampung oleh wadah penampung yang ada di bawah keset dengan
gelas ukur.
3. Lakukan hal yang sama seperti langkah ke dua, tetapi gunakan keset kaki
yang masih kering dan diletakkan di atas seng yang jarak antar lubang 20 cm
(dianggap sebagai lahan sawah yang kemampuan perkolasinya lebih rendah
dari lahan kering). Kemudian amati, berapa lama air mengenang di atas
keset sampai sampai kering kembali dan ukur berapa yang menetes dan
tertampung pada wadah penampung.
4. Ambil wadah yang sudah basah dan kemudian jemur di luar.
5. Lakukan curah pendapat antar masing-masing kelompok tentang temuannya
dan pemandu membantu mengarahkan sehingga peserta memahami bahwa
air yang tertampung pada wadah lebih sedikit dari jumlah air yang

29

dituangkan karena sebagian akan terserap oleh keset (yang dianggap sebagai
tanah) dan sebagian lagi menguap. Sedangkan air yang tertampung oleh
wadah sebagai kelebihan hujan yang dibuang. Pada permainan dengan seng
yang jarak lubangnya lebih jarang (20 cm) setelah air dituangkan akan terjadi
pengenangan di atas keset untuk sementara waktu karena penetesan air lewat
lubang yang jarang akan lebih lama. Penggenangan ini mencerminkan
banjir. Proses permainan di atas dapat diilustrasikan sebagai berikut:

Gambar 1. Alat peraga


Bentuk Permainan B:
1.

2.

Setelah permainan pertama selesai, masing-masing kelompok selanjutnya


melakukan permainan dengan menggunakan data hujan hasil pengamatan
mereka dan data kadar air tanah yang diukur pada pertemuan-pertemuan
sebelumnya.
Pemandu selanjutnya meminta peserta untuk memplotkan data hujan sepuluh
harian dan data kadar air tanah (sesuai hasil pengamatan mereka) pada grafik
rata-rata hujan sepuluh harian serta membuat garis evapotranspirasi setinggi
50 mm. Hasil plot akan membentuk gambar seperti berikut:

30

Gambar 2. Neraca air


3.

4.

Peserta diminta untuk melakukan curah pendapat terhadap hasil gambar yang
sudah dihasilkan dan Pemandu memfasilitasi dan mengarahkan diskusi
sehingga peserta dapat menangkap arti penting dari Gambar di atas, yaitu:
Hubungan antara nilai perbedaan antara CH dan ETP dengan kondisi air
tanah (dalam contoh di atas misalnya, hujan tidak terjadi dari Jun-1 s/d
Agu-1, bagaimana kondisi air tanah dari hasil pengamatan mereka ~
sangat kering, kering atau lembab. Dari sini peserta diharapkan dapat
menduga secara kasar berapa hari minimal tinggi hujan dan interval
kejadiannya agar tanah lembab atau tidak terlalu kering untuk tanaman
dan kapan air irigasi harus diberikan dan berapa jumlahnya agar tanah
tidak kering ~ secara umum jumlah air yang harus diberikan apabila
hujan tidak terjadi dalam dasarian dimaksud ialah sebesar nilai ETP-nya
yaitu 50 mm. Misalnya untuk kasus di atas kalau ternyata pada Agustus1 air tanah sudah kering, berarti hujan setinggi 55 mm yang terjadi pada
Juni-3 tidak cukup untuk mempertahankan kelembaban tanah sampai
Agustus-1 sehingga diperlukan air irigasi).
Hubungan antara kondisi air tanah dengan kondisi tanaman di lapangan
Selanjutnya diskusikan lebih jauh sumber air irigasi apa saja yang potensial
yang ada di lokasi petani dan dukungan apa yang diharapkan petani agar
potensi sumber daya air yang ada dapat dimanfaatkan secara optimal.

31

Modul 5. Menilai Arti Ekonomi Informasi Prakiraan Musim/Iklim


Latar Belakang
Suatu informasi akan dicari-cari dan digunakan orang apabila informasi
tersebut mempunyai nilai atau memberikan manfaat. Salah satu ukuran yang
biasa digunakan ialah keuntungan ekonomis yang akan dihasilkan apabila
informasi tersebut digunakan. Misalnya informasi prakiraan musim dapat
digunakan untuk menyusun strategi penanaman sehingga tanaman dapat
terhindar dari kerusakan akibat kekeringan, atau kebanjiran. Masalahnya ialah
suatu prakiraan atau ramalan tidak bersifat mutlak, karena ada kemungkinan
bahwa ramalan itu tidak terjadi atau salah. Petani seringkali kecewa apabila saat
mereka menggunakan ramalan, ternyata ramalan tersbut meleset dan kemudian
tidak mau menggunakannya lagi. Di dalam ramalan yang penting ialah sejauh
mana tingkat ketepatan ramalan tersebut. Apabila ramalan yang disampaikan
seorang peramal sering benarnya (lihat Pertemuan 5), maka apabila secara
konsisten ramalan itu digunakan maka kita akan sering pula berhasil. Oleh
karena itu, manfaat dari penggunaan hasil ramalan iklim tidak dapat dinilai dari
satu kali penggunaan saja, tetapi harus dari beberapa kali penggunaan.
Tujuan
1. Memberikan pemahaman yang lebih baik kepada petani akan pentingnya
penggunaan ramalan iklim/musim dalam penyusunan strategi penanaman.
2. Membangun kemampuan petani untuk menghitung keuntungan ekonomi
pemanfaatan informasi prakiraan musim atau iklim pada tingkat wilayah dan
satu satuan lahan.
Proses
1. Pemandu menyegarkan kembali permainan peluang (kelereng) yang
dilakukan pertemuan ke 5, bahwa kalau peluang ketepatan ramalan tinggi,
ramalan yang diberikan peramal sering benarnya daripada salahnya. Maka
kita katakan kita percaya pada si peramal dan akan mengikuti secara
konsisten apa yang dikatakan si peramal. Permainan ini akan menunjukkan
bahwa apabila kita secara konsisten mengikuti ramalan yang ketepatan
ramalan si peramal sudah kita ketahui tinggi, maka kita akan mendapatkan
keuntungan ekonomi yang cukup signifikan.
2. Pemandu memfasilitasi diskusi dengan petani berapa keuntungan yang biasa
mereka peroleh setiap musim, dengan pola tanam jagung/padi gogo +
bengkoang + kacang tanah/bera. Keuntungan dari tanaman jagung/padi
gogo tanaman MH1 adalah Rp 3.000.000,-, keuntungan dari bengkoang pada
MH2 adalah Rp 10.000.000,-, sedangkan keuntungan dari tanaman kacang
tanah apda MK-1 adalah sebesar Rp 2.000.000,-. Apabila ketiga tanaman
berhasil maka keuntungan dalam setahun adalah sebesar Rp 15.000.000,- dan

32

penanaman ketiga diberakan maka keuntungan yang diperoleh adalah Rp


13.000.000,-. Apabila pertanaman pertama gagal dan petani melakukan
penanaman kembali maka akan kehilangan investasi (benih dan pengolahan
tanah)sebesar Rp 2.000.000, dan keuntungan yang diperoleh Rp 13.000.000-,
Sedangkan apabila pertanaman MK-1 gagal maka petani akan mengalami
kerugian sebesar Rp 4.000.000,-( investasi dan opportunity) dan keuntungan
yang diperoleh Rp 9.000.000,-. (nilai-nilai ini nanti disesuaikan dengan hasil
diskusi dengan petani).
3. Kemudian pemandu menyiapkan bahan untuk permainan
Bahan

Kertas koran
Spidol permanen
Kelereng
Rantang atau wadah lainnya untuk tempat kelereng
Hasil catatan Pemandu tentang data kerugian petani kalau penanaman
jagung/padi gogo atau kaang tanah terkena bencana iklim.

Bentuk Permainan
1.

Pemandu menjelaskan kembali tentang permainan kelereng dimana apabila


kelereng yang terambil berwarna putih berarti ramalan benar dan apabila
terambil warna hijau berarti ramalan salah. Kemudian dijelaskan kembali
beberapa kemungkinan respon petani kalau ramalan mengatakan iklim akan
menyimpang atau akan terjadi kekeringan sesuai dengan hasil diskusi pada
waktu berproses. Adapun tiga skenario ramalan yang digunakan yaitu (i)
menggunakan informasi iklim untuk menanam lebih awal dari biasa
(Oktober) supaya penanaman bisa dilakukan 3 kali dalam setahun dan resiko
tanaman ketiga terkena kekeringan kecil. (ii) menggunakan informasi iklim
untuk menanam lebih lambat dari biasa pada kondisi El Nino dan tidak
tanam pada MK-1 karena awal tanam terlambat untuk menghindari false rain
dan (iii) menggunakan informasi iklim pada kondisi normal dan tidak
tanam pada MK-1 karena resiko terkena kekeringan tinggi

2.

Pemandu membagi peserta ke dalam dua kelompok untuk setiap skenario,


yaitu Kelompok I adalah ialah petani yang mengikuti hasil ramalan
(responsif) dan kelompok 2 adalah petani yang tidak mengikuti hasil
ramalan (tidak responsif).

3.

Pemandu menjelaskan bentuk keuntungan dan kerugian petani yang


mengikuti ramalan dengan menggunakan angka-angka rupiah yang telah
didiskusikan sebelumnya, yaitu:

Skenario I : petani responsif pada kondisi La Nina akan menanam lebih


awal dengan pola tanam jagung/padi gogobengkoangkacang tanah
dan ketiga tanaman berhasil sehingga keuntungan yang didapat adalah

33

Rp 15.000.000,- dan petani yang tidak responsif menaman dengan pola


tanam yang sama tetapi waktunya seperti biasa (November) sehingga
penanaman ketiga lebih lambat dan mengalami kegagalan karena
kekeringan sehingga keuntungan yang didapat hanya Rp 9.000.000,(kerugian investasi Rp 2.000.000,- dan kehilangan kesempatan untuk
mendapatkan keuntangan sebesar Rp 2.000.000,-).
Bagi petani
responsif, apabila ramalan benar maka pendapatannya adalah Rp
15.000.000,- sebaliknya apabila ramalan salah maka pendapatan
pendapatanya adalah Rp 9.000.000,-. Sebaliknya bagi petani yang tidak
responsif apabila ramalan salah maka ketiga tanaman berhasil dan
pendapatan petani sebesar Rp 15.000.000,- , tetapi apabila ramalan benar
maka tanaman ketiga gagal dan pendapatan petani hanya sebesar Rp
9.000.000,-.

4.

Skenario II : petani responsif pada kondisi El Nino akan menanam lebih


lambat dengan pola tanam jagung/padi gogobengkoang- bera dengan
keuntungan Rp 13.000.000,- (keuntungan dari jagung/padi gogo Rp
3.000.000,- + keuntungan dari Bengkoang Rp 10.000.000,- ) sedangkan
petani yang tidak responsif menanam dengan pola tanam yang sama
tetapi dengan waktu seperti biasa sehingga pertanaman pertama gagal
karean false rain dan melakukan penanaman kembali sehingga
keuntungan yang didapat adalah Rp 11.000.000,- (kerugian investasi
pertanaman pertama Rp 2.000.000,- + keuntungan pertanaman pertama
Rp 3.000.000,- + keuntungan tanaman bengkoang Rp 10.000.000,- ).

Skenario III : petani responsif pada kondisi normal hanya menanam dua
kali dengan pola tanam jagung/padi gogobengkoang-bera karena resiko
kegagalan pertanaman ketiga tinggi sehingga keuntungan yang didapat
adalah Rp 13.000.000,- (keuntungan jagung/padi gogo Rp 3.000.000.,- +
keuntungan Bengkoang Rp 10.000.000,-), sedangkan petani yang tidak
responsif melakukan tiga kali tanam, dan petanaman ketiga gagal
sehingga keuntungan yang didapatkan hanya Rp 9.000.000,- (
keuntungan jagung/padi gogo Rp 3.000.000,- + keuntungan bengkoang
Rp 10.000.000,- dikurangi kerugian investasi kaang tanah Rp 2.000.000,dan kerugian opportunity untuk mendapatkan keuntungan kaang tanah
sebesar Rp 2.000.000,-).

Lakukan permainan pengambilan kelereng yaitu membandingkan


pendapatan yang akan diperoleh oleh petani responsif dan petani yang tidak
responsif pada ketiga skenario prakiraan iklim diatas. Pengambilan kelereng
dilakukan secara bergantian oleh anggota kelompok petani responsif
anggota kelompok petani yang tidak responsif sampai 10 kali pengambilan
(10 kali ramalan). Kemudian masukkan nilai pendapatan yang diperoleh
oleh petani sesuai dengan warna kelereng yang terambil ke tabel berikut.
Kalau kelereng putih yang terambil berarti ramalan terjadi, dan kalau
kelereng hijau yang terambil berarti ramalan tidak terjadi. Lakukan
permainan tersebut kembali untuk membandingkan antara pendapatan yang

34

akan diperoleh oleh kedua kelompok petasni tersebut pada skenario iklim II
dan kemudian satu kali permainan lagi untuk membandingkan pendapatan
yang akan diperoleh dengan skenario iklim III. Dalam permainan ini
dikatakan ketepatan ramalan 70%.
a) Permainan I: Menilai perbedaan pendapatan kelompok petani
responsif dan tidak responsif pada kondisi La Nina. Berikut adalah
contoh hasil dari permainan
Pengambilan
kelereng ke
(Ramalan
ke)
1 (Hijau)
2 (putih)
3 (Hijau)
4 (Putih)
5 (Putih)
6 (Putih)
7 (Putih)
8 (Putih)
9 (Putih)
10 (Hijau)
Total
Pendapatan
petani
Selisih
pendapatan

Petani Responsif
Ramalan
Ramalan
benar
Salah
(kelereng
(kelereng
putih)
Hijau)
9.000.000,15.000.000,9.000.000,15.000.000,15.000.000,15.000.000,15.000.000,15.000.000,15.000.000,9.000.000,105.000.000,- 27.000.000
132.000.000

Petani tidak responsif


Ramalan
Ramalan
benar
Salah
(kelereng
(kelereng
putih)
Hijau)
15.000.000,9.000.000,15.000.000,9.000.000,9.000.000,9.000.000,9.000.000,9.000.000,9.000.000,15.000.000,63.000.000 45.000.000
1086.000.000

24.000.000,-

35

b) Permainan II: Menilai perbedaan pendapatan petani responsif dan


tidak responsif pada kondisi El Nino
Petani Responsif
Petani tidak responsif
Pengambilan
Ramalan
Ramalan
Ramalan
Ramalan
kelereng ke
benar
Salah
benar
Salah
(Ramalan ke)
(kelereng
(kelereng
(kelereng
(kelereng
putih)
Hijau)
putih)
Hijau)
1 (Hijau)
2 (putih)
3 (Hijau)
4 (Putih)
5 (Putih)
6 (Putih)
7 (Putih)
8 (Putih)
9 (Putih)
10 (Hijau)
Total
Pendapatan
petani
Selisih
pendapatan

36

c) Permainan III: Menilai perbedaan pendapatan petani responsif dan


tidak responsif pada kondisi Normal
Pengambilan
kelereng ke
(Ramalan ke)

Petani Responsif
Ramalan
Ramalan
benar
Salah
(kelereng
(kelereng
putih)
Hijau)

Petani tidak responsif


Ramalan
Ramalan
benar
Salah
(kelereng
(kelereng
putih)
Hijau)

1 (Hijau)
2 (putih)
3 (Hijau)
4 (Putih)
5 (Putih)
6 (Putih)
7 (Putih)
8 (Putih)
9 (Putih)
10 (Hijau)
Total
Pendapatan
petani
Selisih
pendapatan
5.

Setelah permainan selesai, masing-masing kelompok menyampaikan hasil


permainannya dan lakukan dengar pendapat bagaimana pandangan peserta
apabila pada musim tanam mendatang diberikan ramalan bahwa akan terjadi
kekeringan. Pemandu mencatat hasil disuksi untuk digunakan sebagai bahan
masukan dalam kegiatan selanjutnya.

37

Modul 6. Program Pengendalian Masalah Banjir Dan Kekeringan


Latar Belakang
Banjir dan kekeringan merupakan dua bentuk bencana alam yang
disebabkan oleh iklim ekstrim yang sering melanda petani di Kabupaten
Bandung. Gambar 1 keragaman curah hujan dan luas kerusakan lahan sawah
akibat banjir dan kekeringan di Kecamatan Bojongsoang dan Ciparay.
Peningkatan curah hujan pada musim hujan seringkali menyebabkan banjir yang
berdamapak terhadap kerusakan pada lahan sawah seperti pada tahun 2001, 2003
dan 2005. Sebaliknya curah hujan yang dibawah normal pada musim kemarau
menyebabkan kerusakan lahan sawah akibat kekeringan seperti pada tahun 2002,
2003 dan dan 2004. Untuk mengatasi masalah ini banyak upaya yang dapat
dilakukan baik yang bersifat strategis, taktis maupun operasional. Yang bersifat
strategis ialah mengindentifikasi daerah-daerah yang rawan atau endemik
terhadap bencana kekeringan dan banjir.

Gambar 1. Hubungan anomali curah hujan dan kejadian banjir dan kekeringan di
Kecamatan Ciparay dan Bojongsoang, kabupaten Bandung
Pada daerah-daerah ini apabila diperkirakan akan terjadi kejadian iklim
ekstrim perlu dilakukan tindakan atau upaya pencegahan dalam bentuk kegiatan
operasional di lapangan misalnya membuat embung atau memberakan lahan pada
musim gadu kalau diramalkan ada kemarau panjang atau memperbaiki saluran

38

pembuang pada musim rendeng apabila diramalkan hujan akan jauh di atas
normal atau dicari bentuk usahatani lain yang memiliki risiko lebih rendah
terhadap kejadian iklim ekstrim misalnya dengan diversifikasi usahatani. Upaya
atau tindakan ini disebut sebagai kegiatan yang bersifat operasional. Agar upaya
dan tindakan tepatguna maka tingkat ketepatan ramalan harus tinggi. Upaya
untuk meningkatkan ketepatan ramalan disebut sebagai upaya yang bersifat
taktis.
Dari uraian di atas hal-hal yang perlu dilakukan dalam mengatasi
kejadian iklim ekstrim ialah:
Kenali terlebih dahulu wilayah mana yang termasuk rawan, atau yang selalu
terkena kekeringan atau banjir apabila hujan menyimpang dari normal.
Temukan atau pelajari faktor-faktor dominan yang menyebabkan terjadinya
penyimpangan iklim. Di Kabupaten Bandung faktor global yang dominan
yang sangat mempengaruhi keragaman iklim di ialah fenomena ENSO (ElNino dan La-Nina).
Cari sumber informasi untuk memperoleh informasi iklim atau ramalan
tentang kejadian iklim ekstrim (diantaranya BMG atau situs-situs di internet)
dan catat nomor hotline untuk menghubungi sumber informasi.
Identifikasi bentuk kegiatan operasional atau program yang dapat dilakukan
untuk mengantisipasi atau mengatasi kejadian iklim ekstrim, khususnya pada
daerah yang rawan. Beberapa bentuk program diantaranya pembuatan
embung, sumur pompa, pemanenan air hujan, diversifikasi usahatani dari
satu komoditi padi menjadi beberapa komoditi, penerapan sistem sorjan,
mina padi dan lain-lain.
Tujuan
1. Membuka wawasan petani tentang berbagai bentuk kegiatan oprasional atau
program yang dapat dilakukan dalam mengantisipasi dan mengatasi kejadian
iklim ekstrim.
2. Menawarkan beberapa program yang dapat dilakukan untuk mengantisipasi
dan mengatasi kejadian iklim ekstrim dan
3. Mengidentifikasi kendala-kendala pelaksanaan program di lapangan
Program Pengendalian Bencana
Beberapa bentuk program yang dapat dilakukan untuk mengatasi
masalah kejadian iklim ekstrim pada prinsipnya dapat dibagi menjadi dua yaitu
pertama program pengendalian banjir diantaranya dengan memperbaiki saluran
pembuangan. Petani perlu diberikan pengetahuan tentang cara menentukan
ukuran saluran pembuang yang optimal agar kelebihan air hujan yang terjadi
pada musim hujan tidak menimbulkan banjir. Kedua ialah program pengendalian
kekeringan, diantaranya program pembuatan embung, sumur pompa atau
teknologi pemanenan air hujan lainnya (misalnya penampungan air curahan atap

39

pada bak penampung). Kepada petani perlu diberikan pengetahuan tentang


penentuan ukuran bak penampung/embung sesuai dengan potensi air hujan dan
cara menghitung luas lahan yang dapat diairi sesuai dengan potensi ketersediaan
air.
Optimalisasi Sistem Usaha Tani
Kegiatan ini diarahkan untuk membuka wawasan petani tentang
diversifikasi usaha dan pemanfaatan sistem usaha tani terpadu. Beberapa bentuk
program diantaranya ialah penggunaan sistem mina padi, khususnya pada musim
rendeng dimana ketersediaan air lebih terjamin, sistem sorjan (kombinasi antara
tanaman tahunan dan padi, atau sistem pertanian terpadu lainnya (kombinasi
tanaman semusim, tahunan dan ternak).

40

Modul 7. Field Day


Latar Belakang
Untuk dapat memberikan dampak yang luas, kegiatan ekspose kegiatan
Sekolah Lapangan Iklim (SLI) dalam bentuk Field Day (Hari Lapangan) sangat
diperlukan. Proses pelaksanaan Sekolah Lapangan Iklim mulai dari tahap
persiapan, pelaksanaan sampai evaluasi perlu dijelaskan kepada berbagai pihak
yang dinilai dapat mengambil manfaat dari kegiatan SLI. Penyampaian secara
langsung pengalaman petani oleh petani kepada petani akan lebih efektif dari
pada disampaikan oleh bukan petani. Disamping itu, kegiatan ini diharapkan
akan dapat memotifasi kelompok tani lain untuk mengikutin kegiatan SLI.
Tujuan
1. Memperagakan hasil-hasil penelitian terkait dan hasil kerja kelompok selama
mengikuti sekolah lapangan iklim
2. Menyampaikan pengalaman selama berporses atau mengikuti kegiatan SLI
untuk menarik minat kelompok lain untuk mengikuti proses yang sama.
3. Menyampaikan program lanjutan SLI dan mencari wilayah baru yang
potensial (rawan terhadap kejadian iklim ekstrim) untuk tujuan replikasi
kegiatan SLI
4. Mendapatkan masukan dari berbagai pihak terkait untuk perbaikan dan
penyempurnaan program SLI.
Pelaksanaan
Kegiatan Field Day akan diadakan selama satu hari di salah satu
kecamatan tempat pelaksanaan kegiatan SLI. Dalam kegiatan ini kelompok tani
dari kecamatan lain dan beberapa wakil PPL dari luas Kabupaten Indramayu
akan diundang. Para pembuat kebijakan baik dari pemerintah pusat, propinsi dan
kabupaten diharapkan juga berpartisipasi dalam kegiatan Field Day dan dapat
menjadikan kegiatan SLI sebagai salah satu program nasional dalam mengatasi
masalah kejadian iklim ekstrim.

41

Anda mungkin juga menyukai