Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN
1.1

LATAR BELAKANG
Kemantapan

(stabilitas)

lereng merupakan suatu faktor yang sangat

penting dalam pekerjaan yang berhubungan dengan penggalian dan penimbunan


tanah, batuan dan bahan galian, karena menyangkut persoalan keselamatan
manusia (pekerja), keamanan peralatan serta kelancaran produksi. Keadaan ini
berhubungan dengan terdapat dalam bermacam-macam jenis pekerjaan, misalnya
pada pembuatan jalan, bendungan, penggalian kanal, penggalian untuk konstruksi,
penambangan dan lain-lain.
Dalam operasi penambangan masalah kemantapan lereng ini akan
diketemukan pada penggalian tambang terbuka, bendungan untuk cadangan air
kerja, tempat penimbunan limbah buangan (tailing disposal) dan penimbunan bijih
(stockyard). Apabila lereng-lereng yang terbentuk sebagai akibat dari proses
penambangan (pit slope) maupun yang merupakan sarana penunjang operasi
penambangan (seperti bendungan dan jalan) tidak stabil, maka akan mengganggu
kegiatan produksi.
Dari keterangan diatas, dapat dipahami bahwa analisis kemantapan lereng
merupakan suatu bagian yang penting untuk mencegah terjadinya gangguan
terhadap kelancaran produksi maupun terjadinya bencana yang fatal. Dalam
keadaan tidak terganggu (alamiah), tanah atau batuan umumnya berada dalam
keadaan seimbang terhadap gaya-gaya yang timbul dari dalam. Kalau misalnya
karena sesuatu sebab mengalami perubahan keseimbangan akibat pengangkatan,
penurunan, penggalian, penimbunan, erosi atau aktivitas lain, maka tanah atau
batuan itu akan berusaha untuk mencapai keadaaan yang baru secara alamiah.
Cara ini biasanya berupa proses degradasi atau pengurangan beban, terutama
dalam bentuk longsoran-longsoran atau gerakan-gerakan lain sampai tercapai
keadaaan keseimbangan yang baru. Pada tanah atau batuan dalam keadaan tidak
terganggu (alamiah) telah bekerja tegangan-tegangan vertikal, horisontal dan

tekanan air dari pori. Ketiga hal di atas mempunyai peranan penting dalam
membentuk kestabilan lereng
Sedangkan tanah atau batuan sendiri mempunyai sifat-sifat fisik asli
tertentu, seperti sudut geser dalam (angle of internal friction), gaya kohesi dan
bobot isi yang juga sangat berperan dalam menentukan kekuatan tanah dan yang
juga mempengaruhi kemantapan lereng. Oleh karena itu dalam usaha untuk
melakukan analisis kemantapan lereng harus diketahui dengan pasti sistem
tegangan yang bekerja pada tanah atau batuan dan juga sifat-sifat fisik
aslinya. Dengan pengetahuan dan data tersebut kemudian dapat dilakukan analisis
kelakuan tanah atau batuan tersebut jika digali atau diganggu. Setelah itu, bisa
ditentukan geometri lereng yang diperbolehkan atau mengaplikasi cara-cara lain
yang dapat membantu lereng tersebut menjadi stabil dan mantap.
1.2.

Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, penulis membatasi dengan hanya

mengkaji masalah - masalah sebagai berikut:


1.

Apakah yang dimaksud dengan Stabilitas lereng/longsor?

2.

Jenis- jenis lereng/longsor?

3.

Apa saja pencegahan terjadinya lereng/longsor?

1.3. Tujuan Penulisan


Berdasarkan latar belakang di atas dapat dibuat tujuan masalah sebagai
berikut:
1.

Menjelaskan apa itu Stabilitas lereng/longsor.

2.

Menjelaskan beberapa jenis- jenis lereng/longsor.

3.

Menjelaskan pencegahan terjadinya lereng/longsor.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1. PENGERTIAN STABILITAS LERENG/LONGSOR
Lereng adalah permukaan bumi yang membentuk sudut kemiringan
tertentu dengan bidang horizontal Lereng dapat terbentuk secara alamiah karena
proses geologi ataukarena dibuat oleh manusia. Lereng yang terbentuk secara
alamiah misalnya lereng bukitdan tebing sungai, sedangkan lereng buatan
manusia antara lain yaitu galian dan timbunanuntuk membuat jalan raya dan jalan
kereta api, bendungan, tanggul sungai dan kanal sertatambang terbuka.Suatu
longsoran adalah keruntuhan dari massa tanah yang terletak pada sebuahlereng
sehingga terjadi pergerakan massa tanah ke bawah dan ke luar. Longsoran
dapatterjadi dengan berbagai cara, secara perlahan-lahan atau mendadak serta
denganataupun tanpa tanda-tanda yang terlihat.Setelah gempa bumi, longsoran
merupakan bencana alam yang paling banyak mengakibatkan kerugian materi
maupun kematian. Kerugian dapat ditimbulkan oleh suatulongsoran antara lain
yaitu rusaknya lahan pertanian, rumah, bangunan, jalurtransportsi serta sarana
komunikasi.Analisis kestabilan lereng harus berdasarkan model yang akurat
mengenai kondisimaterial bawah permukaan, kondisi air tanah dan pembebanan
yang mungkin bekerja padalereng. Tanpa sebuah model geologi yang memadai,
analisis hanya dapat dilakukandengan menggunakan pendekatan yang kasar
sehingga kegunaan dari hasil analisis dapatdipertanyakan.Beberapa pendekatan
yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan metode-metode seperti :
metode Taylor, metode janbu, metode Fenellius, metode Bishop, dll
Dalam menentukan kestabilan atau kemantapan lereng dikenal istilah faktor
keamanan (safety factor) yang merupakan perbandingan antara gaya-gaya yang
menahan gerakan terhadap gaya-gaya yang menggerakkan tanah tersebut
dianggap stabil, bila dirumuskan sebagai berikut :
Faktor kemanan (F) = gaya penahan / gaya penggerak
Dimana untuk keadaan :
a.

F > 1,0 : lereng dalam keadaan mantap.

b. F = 1,0 : lereng dalam keadaan seimbang, dan siap untuk longsor.


c. F < 1,0: lereng tidak mantap.
Jadi dalam menganalisis kemantapan lereng akan selalu berkaitan dengan
perhitungan untuk mengetahui angka faktor keamanan dari lereng tersebut. Ada
beberapa faktor yang mempengaruhi kemantapan lereng, antara lain :
1. Penyebaran Batuan.
Penyebaran dan keragaman jenis batuan sangat berkaitan dengan
kemantapan lereng, ini karena kekuatan, sifat fisik dan teknis suatu jenis batuan
berbeda dengan batuan lainnya. Penyamarataan jenis batuan akan mengakibatkan
kesalahan hasil analisis. Misalnya: kemiringan lereng yang terdiri dari pasir tentu
akan berbeda dengan lereng yang terdiri dari lempung atau campurannya.
2. Struktur Geologi
Struktur geologi yang mempengaruhi kemantapan lereng dan perlu
diperhatikan dalam analisis adalah struktur regional dan lokal. Struktur ini
mencakup sesar, kekar, bidang perlapisan, sinklin dan antiklin, ketidakselarasan,
liniasi, dll. Struktur ini sangat mempengaruhi kekuatan batuan karena umumnya
merupakan bidang lemah pada batuan tersebut, dan merupakan tempat rembesan
air yang mempercepat proses pelapukan.
3. Morfologi
Keadaan morfologi suatu daerah akan sangat mempengaruhi kemantapan
lereng didaerah tersebut. Morfologi yang terdiri dari keadaan fisik, karakteristik
dan bentuk permukaan bumi, sangat menentukan laju erosi dan pengendapan
yang terjadi, menent ukan arah aliran air permukaan maupun air tanah dan proses
pelapukan batuan.
4. Iklim
Iklim mempengaruhi temperatur dan jumlah hujan, sehingga berpengaruh
pula pada proses pelapukan. Daerah tropis yang panas, lembab dengan curah
hujan tinggi akan menyebabkan proses pelapukan batuan jauh lebih cepat
daripada daerah sub-tropis. Karena itu ketebalan tanah di daerah tropis lebih tebal
dan kekuatannya lebih rendah dari batuan segarnya.
5. Tingkat Pelapukan

Tingkat pelapukan mempengaruhi sifat-sifat asli dari batuan, misalnya


angka kohesi, besarnya sudut geser dalam, bobot isi, dll. Semakin tinggi tingkat
pelapukan, maka kekuatan batuan akan menurun.
6. Hasil kerja manusia
Selain faktor alamiah, manusia juga memberikan andil yang tidak kecil.
Misalnya, suatu lereng yang awalnya mantap, karena manusia menebangi pohon
pelindung, pengolahan tanah yang tidak baik, saluran air yang tidak baik,
penggalian / tambang, dan lainnya menyebabkan lereng tersebut menjadi tidak
mantap, sehingga erosi dan longsoran mudah terjadi. Pada dasarnya longsoran
akan terjadi karena dua sebab, yaitu naiknya tegangan geser (she ar st ree s) dan
menurunnya kekuatan geser (shear strenght). Adapun faktor yang dapat
menaikkan tegangan geser adalah :
a. Pengurangan penyanggaan lateral, antara lain karena erosi, longsoran
terdahulu yang menghasilkan lereng baru dan kegiatan manusia.
b. Pertambahan tegangan, antara lain karena penambahan beban, tekanan air
rembesan, dan penump
c. Gaya dinamik, yang disebabkan oleh gempa dan getaran lainnya.
d. Pengangkatan atau penurunan regional, yang disebabkan oleh gerakan
pembentukan pegunungan dan perubahan sudut kemiringan lereng.
e. Pemindahan penyangga, yang disebabkan oleh pemotongan tebing oleh
sungai, pelapukan dan erosi di bawah permukaan, kegiatan pertambangan
dan terowongan, berkurangnya/hancurnya material dibagian dasar.
f. Tegangan lateral, yang ditimbulkan oleh adanya air di rekahan serta
pembekuan air, penggembungan lapisan lempung dan perpindahan sisa
tegangan.
Sedangkan faktor yang mengurangi kekuatan geser adalah :
a. Keadaan atau rona awal, memang sudah rendah dari awal disebabkan oleh
komposisi, tekstur, struktur dan geometri lereng.
b. Perubahan karena pelapukan dan reaksi kimia fisik, yang menyebabkan
lempung berposi menjadi lunak, disinteggrasi batuan granular, turunnya
kohesi, pengggembungan lapisan lempung, pelarutan material penyemen
batuan.

c.

Perubahan gaya antara butiran karena pengaruh kandungan air dan tekanan

air pori.
d. Perubahan struktur, seperti terbentuknya rekahan pada lempung yang
terdapat di tebing / lereng.
2.2

JENIS-JENIS LERENG/LONGSOR
Ada dua jenis lereng, yaitu :

1.

Lereng Alam (Natural Slopes)


Lereng alam terbentuk karena proses alam. Gangguan terhadap

kestabilan terjadi bilamana tahanan geser tanah tidak dapat mengimbangi gayagaya yang menyebabkan gelincir pada bidang longsor. Lereng alam yang telah
stabil selama bertahun-tahun dapat saja mengalami longsor akibat hal-hal berikut :
a.

Gangguan luar akibat pemotongan atau timbunan baru.

b.

Gempa.

c.

Kenaikan tekanan air pori (akibat naiknya muka air tanah) karena hujan
yang berkepanjangan, pembangunan dan pengisian waduk, gangguan pada
sistem drainase dan lain-lain.

d.

Penurunan kuat geser tanah secara progresif akibat deformasi sepanjang


bidang yang berpotensi longsor.

e.

Proses pelapukan.
Pada lereng alam, aspek kritis yang perlu dipelajari adalah kondisi

geologi dan topografi, kemiringan lereng, jenis lapisan tanah, kuat geser, aliran air
bawah tanah dan kecepatan pelapukan.

2.

Lereng Buatan (Man Made Slopes)


Lereng buatan dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu :
a. Lereng Buatan Tanah Asli / Lereng Galian (Cut Slope)

Lereng ini dibuat dari tanah asli dengan memotong dengan kemiringan
tertentu. Untuk pembuatan jalan atau saliran air untuk irigasi. Kestabilan
pemotongan ditentukan oleh kondisi geologi, sifat teknis tanah, tekanan air akibat
b.

Lereng Buatan Tanah yang Dipadatkan/lereng timbunan (Embankment)


Tanah dipadatkan untuk tanggul-tanggul jalan raya, bendungan, badan

jalan kereta api. Sifat teknis tanah timbunan dipengaruhi oleh cara penimbunan
dan derajat kepadatan tanah.
Klasifikasi Longsor
Suatu keruntuhan teknis yang paling umum adalah longsornya suatu galian atau
timbunan. Apabila terjadi suatu longsoran dalam tanah lempung, seringkali
didapat merupakan sepanjang suatu busur lingkaran. Busur lingkaran ini dapat
memotong permukaan lereng, melalui titik kaki lereng (toe) atau memotong dasar
lereng (deep seated) dan menyebabkan peningkatan pada dasar.
Sharpe (1938) telah mengklasifikasikan longsor berdasar material dan kecepatan
pergerakan tanah dengan siklus geomorfologi serta faktor cuaca.
Savarenski dari Soviet (1939) membagi kelongsoran kedalam 3 kelompok
sebagai berikut:
a. Longsor Aseqvent
Longsor Aseqvent terjadi pada tanah kohesif yang homogen dan bidang
longsornya hampir mendekati lingkaran
b. Longsor Conseqvent
Longsor conseqvent terjadi bilamana bergerak diatas bidang-bidang lapis atau
sesar (joint).

c. Longsor Insiqvent

Pada longsor insiqvent tanah biasanya bergerak secara transversal


terhadap lapisan dan umumnya memiliki ukuran yang luas serta bidang runtuhnya
panjang menembus kedalam tanah. Nemcok,

Pasek, dan Rybar dari

Cekoslowakia (1972) telah mengusulkan untuk memperbaiki klasifikasi dan


terminologi longsor berdasarkan mekanisme dan kecepatan pergerakan.
Pengelompokkannya berdasarkan empat katagori dasar yaitu:
1. Rangkak (Creep)
Rangkak (creep) meliputi berbagai macam pergerakan yang lambat dari
rangkak talud sampai pergerakan lereng gunung akibat gravitasi dalam jangka
waktu yang panjang atau lama.
2. Aliran (flowing)
Bila tanah yang terbawa longsor banyak mengandung air, maka perilaku
longsor seperti aliran. Contoh aliran tanah (earthflow) atau aliran lumpur
(mudflow).
3. Gelincir (Sliding)
Untuk pergerakan tanah yang relatif cepat sepanjang bidang longsor yang
tertentu dikelompokkan kedalam kategori ini.
4. Tanggal (Fall)
Pergerakan batuan padat / pejal (solid) yang cepat dengan sifat utamanya
tanggal bebas (free fall). Tanah longsor yang terjadi pada bidang gelincir yang
hampir tegak lurus dan sejajar dengan muka tanah yang bersifat bergerak dalam
suatu jurusan.

Analisa Terjadinya Longsor :

Untuk ketepatan suatu analisis keamanan dan pengamanan suatu lereng


terhadap bahaya longsor, perlu dilakukan diagnosis terhadap faktor-faktor
kelongsoran. Dari pengamanan, maka perlu diketahui lebih rinci penyebab
terjadinya suatu longsor, antara lain :
1.

Perubahan lereng suatu tebing, secara alami karena erosi dan lain-lain atau
secara disengaja akan mengganggu stabilitas yang ada, karena secara logis
dapat dikatakan semakin terjal suatu lereng akan semakin besar
kemungkinan untuk longsor.

2.

Perubahan tinggi suatu tebing, secara alami karena erosi dan lain-lain atau
disengaja juga akan merubah stabilitas suatu lereng. Semakin tinggi lereng
akan semakin besar longsornya.

3.

Peningkatan beban permukaan ini akan meningkatkan tegangan dalam


tanah termasuk meningkatnya tegangan air pori. Hal ini akan menurunkan
stabilitas lereng dan sering terjadi karena adanya pembangunan didaerah
tebing seperti : jalan, gedung dan lain-lain.

4.

Perubahan kadar air, baik karena air hujan maupun resapan air tempat lain
dalam tanah. Ini akan segera meningkatkan kadar air dan menurunkan
kekuatan geser dalam lapisan tanah.

5.

Aliran air tanah akan mempercepat terjadinya longsor, karena air bekerja
sebagai pelumas. Bidang kontak antar butiran melemah karena air dapat
menurunkan tingkat kelekatan butir.

6.

Pengaruh getaran, berupa gempa, ledakan dan getaran mesin dapat


mengganggu kekuatan geser dalam tanah.

7.

Penggundulan daerah tebing yang digundul menyebabkan perubahan


kandungan air tanah dalam rongga dan akan menurunkan stabilitas tanah.
Faktor air sangat berpengaruh terhadap keseimbangan dalam tanah.
Disamping itu, kestabilan lapisan permukaan tanah juga tergantung adanya
penggundulan.

8.

Pengaruh pelapukan, secara mekanis dan kimia akan merubah sifat kekuatan

tanah dan batuan hingga mengganggu stabilitas lereng. Kekuatan Geser Tanah dan

Hubungannya Dengan Kemantapan Lereng Jika tanah dibebani, maka akan


mengakibatkan tegangan geser. Apabila tegangan geser akan mencapai harga
batas, maka massa tanah akan mengalami deformasi dan cenderung akan runtuh.
Keruntuhan tersebut mungkin akan mengakibatkan longsoran timbunan tanah.
Keruntuhan geser dalam tanah adalah akibat gerak relatif antara butir-butir massa
tanah. Jadi kekuatan geser tanah ditentukan untuk mengukur kemampuan tanah
menahan tekanan tanpa terjadi keruntuhan.
Cara-cara Menstabilkan Lereng Pada prinsipnya, cara yang dipakai untuk
menjadikan lereng supaya lebih aman (lebih mantap) dapat dibagi dalam dua
golongan, yaitu :
1. Memperkecil gaya penggerak atau momen penggerak.
Gaya atau momen penggerak dapat diperkecil hanya dengan cara merobah bentuk
lereng yang bersangkutan. Untuk itu ada dua cara :
(a)

Membuat lereng lebih datar, yaitu mengurangi sudut kemiringan.

(b)

Memperkecil ketinggian lereng.

2.

Memperbesar Gaya Melawan Atau Momen Melawan


Gaya melawan atau momen melawan dapat ditambah dengan beberapa

cara yang paling sering dipakai ialah sebagai berikut :


(a)

Dengan memakai counterweight, yaitu tanah timbunan pada kaki lereng.

(b)

Dengan mengurangi tegangan air pori di dalam lereng.

(c)

Dengan cara mekanis, yang dengan memasang tiang atau dengan

membuat dinding penahan.


(d) Dengan cara injeksi.

2.3. PENCEGAHAN TERJADINYA LERENG/LONGSOR

10

Upaya pencegahan longsor sebenarnya sudah banyak dilakukan dari


metode tradisional atau sederhana dan berkembang hingga metode berteknologi
canggih yang rumit dan mahal. Yang paling sederhana adalah membuat terasering.
Namun, upaya ini hanya terfokus pada minimalisasi erosi akibat limpasan air
hujan.
Untuk metode pencegahan longsor dengan cara yang lebih rumit, diantaranya
adalah dengan pembangunan turap, retaining wall maupun sheet pile pada lereng.
Cara-cara ini mampu meng-counter gaya yang timbul akibat perubahan morfologi
lereng, yang kebanyakan dibuat lebih curam maupun lebih tinggi. Namun,
penggunaan cara ini belum mampu mengantisipasi adanya longsoran-longsoran
kecil, karena cara-cara di atas belum ada yang mampu mengikat tiap butir tenah
secara baik. Yang dilindungi hanya tepi lereng yang diberi dinding penahan,
sedangkan lapisan atas tanah dibiarkan terbuka.
Metode pencegahan longsor lainnya menggunakan lapisan geosintetik yang
belakangan banyak dilakukan. Pada prinsipnya, metode ini dilakukan untuk
mengikat butir-butir tanah dengan memberikan lapisan selimut lolos air
(permeable) untuk menutupi seluruh permukaan tanah. Pada daerah dengan lereng
curam, biasanya lapisan geosintetik diikat ke lapisan tanah keras menggunakan
angkur. Namun, kelemahan dari metode ini, selain biaya yang mahal dan proses
yang rumit, lapisan tanah yang tertutup menjadi tidak produktif dan hanya
mungkin ditumbuhi oleh rerumputan.
Pada daerah pertanian dan perkebunan seperti Lembang dan sekitarnya, metode
geosintetik tentu saja tidak dapat diterapkan dalam skala yang luas untuk
melindungi lereng secara keseluruhan. Walaupun di atas lapisan geosintetik dapat
ditutup dengan lapisan tanah, namun pasti tingkat produktifitasnya tidak sebaik
tanah asli. Akar-akar tanaman yang ada dapat merusak lapisan geosintetik.
Metode ini hanya cocok diterapkan pada bangunan infrastruktur sipil yang
memang memerlukan kestabilan lereng yang baik, seperti :jalan, lining pada
sungai, dan sebagainya.

BAB III
11

PENUTUP
3.1.

Kesimpulan
Kemantapan (stabilitas) lereng merupakan suatu faktor yang sangat

penting dalam pekerjaan yang berhubungan dengan penggalian dan penimbunan


tanah, batuan dan bahan galian, karena menyangkut persoalan keselamatan
manusia (pekerja), keamanan peralatan serta kelancaran produksi. Keadaan ini
berhubungan dengan terdapat dalam bermacam-macam jenis pekerjaan, misalnya
pada pembuatan jalan, bendungan, penggalian kanal, penggalian untuk konstruksi,
penambangan dan lain-lain.
Dalam operasi penambangan masalah kemantapan lereng ini akan diketemukan
pada penggalian tambang terbuka, bendungan untuk cadangan air kerja, tempat
penimbunan limbah buangan (tailing disposal) dan penimbunan bijih (stockyard).
Apabila lereng-lereng yang terbentuk sebagai akibat dari proses penambangan (pit
slope) maupun yang merupakan sarana penunjang operasi penambangan (seperti
bendungan dan jalan) tidak stabil, maka akan mengganggu kegiatan produksi.
Lereng alam terbentuk karena proses alam. Gangguan terhadap kestabilan terjadi
bilamana tahanan geser tanah tidak dapat mengimbangi gaya-gaya yang
menyebabkan gelincir pada bidang longsor.
Lereng buatan tanah asli / lereng galian (Cut Slope), Lereng ini dibuat dari tanah
asli dengan memotong dengan kemiringan tertentu. Untuk pembuatan jalan atau
saliran air untuk irigasi. Kestabilan pemotongan ditentukan oleh kondisi geologi,
sifat teknis tanah, tekanan air akibat rembesan, dan cara pemotongan.
Upaya pencegahan longsor sebenarnya sudah banyak dilakukan dari metode
tradisional atau sederhana dan berkembang hingga metode berteknologi canggih
yang rumit dan mahal. Yang paling sederhana adalah membuat terasering. Namun,
upaya ini hanya terfokus pada minimalisasi erosi akibat limpasan air hujan.

DAFTAR PUSTAKA

12

Dakung, S, 1987, Stabilitas lereng/longsor , Mekanika Tanah, Daerah Istimewa


Yogyakarta, Depdikbud,.
Sardjono, Agung B, 1996, Mekanika Tanah, Tesis Program
Pascasardjana UGM, Yogyakarta.
Tjahjono, Gunawan, 1989, Mekanika Tanah, Semarang
Mbah google. Com & Wikipedia . Com

13

Anda mungkin juga menyukai