Anda di halaman 1dari 26

1

I. PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Bahan pakan merupakan kebutuhan pokok bagi setiap ternak. Sebagian
besar bahan pakan terdiri dari unsur - unsur pokok yaitu air, mineral, karbohidrat,
lemak dan protein. Kelima unsur ini dibutuhkan oleh hewan ternak dan manusia
untuk pertumbuhan, produksi, reproduksi dan hidup pokok. Makanan ternak berisi zat
nutrisi dengan kandungan yang berbeda-beda karena itu perlu dilakukan analisis
untuk mengetahui kualitas dan kuantitas zat gizi yang dibutuhkan oleh
ternak. Kualitas bahan pakan dan komponennya ini dapat dinilai melalui tiga tahapan
penilaian, yaitu secara fisik, kimia, dan biologis. Salah satu tahapan dari penilaian ini
dapat dilakukan melalui analisis proksimat.
Analisis proksimat merupakan suatu metode analisis secara kimia untuk
mengidentifikasikan kandungan zat makanan dari suatu bahan pakan atau pangan.
Komponen fraksi yang dianalisis masih mengandung komponen lain dengan jumlah
yang sangat kecil, yang seharusnya tidak masuk ke dalam fraksi yang dimaksud,
itulah sebabnya mengapa hasil analisis proksimat menunjukkan angka yang
mendekati angka fraksi yang sesungguhnya.
Analisis proksimat berupa analisa kadar air, kadar abu, bahan kering, analisa
protein kasar, lemak kasar dan analisa serat kasar. Pada setiap analisis terdapat
metode metode yang berbeda. Pada dasarnya, analisis proksimat bermanfaat dalam
mengidentifikasi kandungan zat makanan dari suatu bahan pakan atau pangan yang
belum diketahui sebelumnya yang selanjutnya disebut sampel. Selain dari itu, analisis
prokimat merupakan dasar dari analisis-analisis yang lebih lanjut.

Analisis proksimat bermanfaat dalam menilai dan menguji kualitas suatu


bahan pakan atau pangan dengan membandingkan nilai standar zat makanan atau zat
pakan dengan hasil analisisnya. Dengan demikian analisis proksimat ini dapat
bermanfaat bagi dunia peternakan, terutama dalam pemberian nutrisi yang dapat
memenuhi kebutuhan ternak. Maka dari itu Berdasarkan uraian di atas, praktikum
tentang analisis proksimat ini penting untuk dilakukan untuk menunjang pengetahuan
tentang cara untuk mengetahui kadar nutrisi dalam suatu pakan.
1.2 Tujuan dan Manfaat
Tujuan dan manfaat dari praktikum ini adalah untuk menganalisis proksimat
pakan berupa kadar air, kadar abu, protein kasar, lemak kasar dan serat kasar.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Analisa Proksimat


Analisis proksimat merupakan metode yang tidak menguraikan kandungan
nutrien secara rinci, namun berupa nilai perkiraan (Soejono, 1990). Metode ini
dikembangkan oleh Henneberg dan Stockman dari Weende Experiment Station di
Jerman pada tahun 1865 (Tillman et al., 1991).
Analisis makronutrien analisis proksimat meliputi kadar abu total, air total,
lemak total, protein total dan karbohidrat total, sedangkan untuk kandungan
mikronutrien difokuskan pada provitamin A (-karoten) (Sudarmadji et al., 1996).
Analisis vitamin A dan provitamin A secara kimia dalam buah-buahan dan produk
hasil olahan dapat ditentukan dengan berbagai metode diantaranya kromatografi lapis
tipis, kromatografi kolom absorpsi, kromatografi cair kinerja tinggi, kolorimetri dan
spektrofotometri sinar tampak (Susi . 2001).
Analisa proksimat merupakan pengujian kimiawi untuk mengetahui
kandungan nutrien suatu bahan baku pakan atau pakan. Metode analisa proksimat
pertama kali dikembangkan oleh Henneberg dan Stohman pada tahun 1860 di sebuah
laboratorium penelitian di Weende, Jerman (Hartadi et al., 1997). McDonald et al.
(1995) menjelaskan bahwa analisa proksimat dibagi menjadi enam fraksi nutrien
yaitu kadar air, abu, protein kasar, lemak kasar, serat kasar dan bahan ekstrak tanpa
nitrogen (BETN).

Analisis proksimat mulai dikembangkan oleh Wilhelm Henneberg dan


asistennya Stohman pada tahun 1960 di laboratorium Wende di Jerman. Oleh karena
itu analisis model ini dikenal juga dengan analisis Wendee. Pada prinsipnya bahan
pakan terdiri atas dua bagian yaitu air dan bahan kering yang dapat diketahui melalui
pemanasan pada suhu 105C. Selanjutnya bahan kering ini dapat dipisahkan antara
kadar abu dan kadar bahan organik melalui pembakaran dengan suhu 500C ( Sutardi,
2012 ).
Sutardi (2012) menambahkan bahan organik dapat dipisahkan menjadi
komponen nitrogennya yang kemudian dihitung sebagai protein dengan teknik
kyeldahl dan bagian lainya adalah bahan organik tanpa nitrogen. Bahn organik tanpa
N dapat dipisahkan menjadi karbohidrat dan lemak. Selanjutnya karbohidrat dapat
dipisah menjadi serat kasar dan bahan ekstrak tanpa nitrogen.
Bahan pakan mengandung zat-zat kimia yang secara umum semua makanan
mengandung air yang lebih banyak dari kandungan lain. Tinggi rendahnya kadar air
mempengaruhi kebutuhan hewan akan air minum. Banyaknya air yang terkandung
pada suatu bahan makanan dapat diketahui jika bahan tersebut dipanaskan atau
dikeringkan pada temperatur tertentu. Menurut Krishna (1980), komponen air adalah
air dan senyawa organik yang mudah menguap. Abu sendiri terdiri dari unsur
mineral, namun bervariasinya kombinasi unsur mineral dalam bahan pakan asal
tanaman menyebabkan abu tidak dapat dipakai sebagai indek untuk menentukan
jumlah unsur mineral tertentu.
2.1.1. Kadar air

Kadar air dalam bahan pangan sangat mempengaruhi kualitas dan


daya simpan dari bahan pangan tersebut. Oleh karena itu, penentuan kadar air
dari suatu

bahan

pangan

sangat

penting

agar

dalam

proses

pengolahan

maupun pendistribusian mendapat penanganan yang tepat Hafez, E.S.E. (2000).


Defano (2000) menyatakan ditiap bahan pakan yang paling kering
sekalipun,masih terdapat kandungan air walaupun dalam jumlah yang kecil.Bahan
yang paling banyak mengadung kadar air adalah tepung kedele dengan nilai 18,1490
dan yang memiliki berat kering paling besar adalah tepung darah dengan nilai
99,7501.Kadar bahan kering ini pun dapat berubah-ubah,tergantung dari suhu dan
kelembaban dari suatu wilayah ternak itu dipelihara.
Banyaknya kadar air dalam suatu bahan pakan dapat diketahui bila bahan
pakan tersebut dipanaskan pada suhu 105C. Bahan kering dihitung sebagai selisih
antara 100% dengan persentase kadar air suatu bahan pakan yang dipanaskan hingga
ukurannya tetap (Anggorodi, 1994). Kadar air adalah persentase kandungan air suatu
bahan yang dapat dinyatakan berdasarkan berat basah (wet basis) atau berat kering
(dry basis). Metode pengeringan melalui oven sangat memuaskan untuk sebagian
besar makanan, akan tetapi beberapa makanan seperti silase, banyak sekali bahanbahan atsiri (bahan yang mudah terbang) yang bisa hilang pada pemanasan tersebut
(Winarno, 1997).
2.1.2. Kadar Abu
Analisa kadar abu bertujuan untuk memisahkan bahan organik dan bahan
anorganik suatu bahan pakan. Kandungan abu suatu bahan pakan menggambarkan
kandungan mineral pada bahan tersebut. Menurut Cherney (2000) abu terdiri dari

mineral yang larut dalam detergen dan mineral yang tidak larut dalam detergen
Kandungan bahan organik suatu pakan terdiri protein kasar, lemak kasar, serat kasar
dan bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN).
Karra (2007) menyatakan bahwa pemanasan di dalam tanur adalah dengan
suhu 400-600 derajat Celcius dan Halim (2006) menyatakan bahwa zat anorganik
yang tertinggal di dalam pemanasan dengan tanur disebut dengan abu (ash) . Disini,
bahan pakan ternak yang paling banyak mengandung kadar abu adalah tepung kulit
kerang dengan persentase 92,9000. Ini disebabkan karena tepung kulit kerang
memang terdiri bahan anorganik yang terdiri dari mineral - mineral seperti kapur.
Jumlah abu dalam bahan pakan hanya penting untuk menentukan perhitungan
bahan ekstrak tanpa nitrogen (Soejono, 1990). Kandungan abu ditentukan dengan
cara mengabukan atau membakar bahan pakan dalam tanur, pada suhu 400-600oC
sampai semua karbon hilang dari sampel, dengan suhu tinggi ini bahan organik yang
ada dalam bahan pakan akan terbakar dan sisanya merupakan abu yang dianggap
mewakili bagian inorganik makanan. Namun, abu juga mengandung bahan organik
seperti sulfur dan fosfor dari protein, dan beberapa bahan yang mudah terbang seperti
natrium, klorida, kalium, fosfor dan sulfur akan hilang selama pembakaran.
Kandungan abu dengan demikian tidaklah sepenuhnya mewakili bahan inorganik
pada makanan baik secara kualitatif maupun secara kuantitatif (Anggorodi, 1994).
2.1.3. Protein Kasar
Anggorodi (2005) menyatakan protein adalah esensial bagi kehidupan karena
zat tersebut merupakan protoplasma aktif dalam semua sel hidup.Bahan yang paling
banyak mengandung protein kasar adalah bungkil kedele.Karena nya,bungkil kedele

mengandung asam amino paling tinggi dari bahan yang kami praktikumkan.
Susi(2001) menyatakan bahwa bahan ekstrak tanpa nitrogen adalah kandungan zat
makanan dikurangi persentase air,abu,protein kasar,lemak kasar,dan serat kasar.
Kadar Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen dihitung sebagai nutrisi sampingan dari protein.
Kadar protein pada analisa proksimat bahan pakan pada umunya mengacu
pada istilah protein kasar. Protein kasar memiliki pengertian banyaknya kandungan
nitrogen (N) yang terkandung pada bahan tersebut dikali dengan 6,25. Definisi
tersebut berdasarkan asumsi bahwa rata-rata kandungan N dalam bahan pakan adalah
16 gram per 100 gram protein (NRC, 2001). Protein kasar terdiri dari protein dan
nitrogen bukan protein (NPN) (Cherney, 2000).
Protein merupakan salah satu zat makanan yang berperan dalam penentuan
produktivitas ternak. Jumlah protein dalam pakan ditentukan dengan kandungan
nitrogen bahan pakan kemudian dikali dengan faktor protein 6,25. Angka 6,25
diperoleh dengan asumsi bahwa protein mengandung 16% nitrogen. Kelemahan
analisis proksimat untuk protein kasar itu sendiri terletak pada asumsi dasar yang
digunakan. Pertama, dianggap bahwa semua nitrogen bahan pakan merupakan
protein, kenyataannya tidak semua nitrogen berasal dari protein dan kedua, bahwa
kadar nitrogen protein 16%, tetapi kenyataannya kadar nitrogen protein tidak selalu
16% (Soejono, 1990).

Menurut Siregar (1994) senyawa-senyawa non protein

nitrogen dapat diubah menjadi protein oleh mikrobia, sehingga kandungan protein
pakan dapat meningkat dari kadar awalnya. Sintesis protein dalam rumen tergantung
jenis makanan yang dikonsumsi oleh ternak. Jika konsumsi N makanan rendah, maka
N yang dihasilkan dalam rumen juga rendah. Jika nilai hayati protein dari makanan

sangat tinggi maka ada kemungkinan protein tersebut didegradasi di dalam rumen
menjadi protein berkualitas rendah.
2.1.4. Lemak Kasar
Khairul(2009) menyatakan bahwa lemak kasar yang dihasilkan dari penentuan
lemak kasar adalah ekstraksi dari klorofil,xanthofil,dan karoten. Bahan yang
mengandung banyak lemak kasar adalah tepung kedele.Ini dikarenakan tepung kedele
merupakan sumber lemak nabati.Cherney (2000) melaporkan bahwa lemak kasar
terdiri dari lemak dan pigmen. Zat-zat nutrien yang bersifat larut dalam lemak seperti
vitamin A, D, E dan K diduga terhitung sebagai lemak kasar. Pigmen yang sering
terekstrak pada analisa lemak kasar seperti klorofil atau xanthophil. Analisa lemak
kasar pada umumnya menggunakan senyawa eter sebagai bahan pelarutnya, maka
dari itu analisa lemak kasar juga sering disebut sebagai ether extract .
Kandungan lemak suatu bahan pakan dapat ditentukan dengan metode
soxhlet, yaitu proses ekstraksi suatu bahan dalam tabung soxhlet (Soejono, 1990).
Lemak yang didapatkan dari analisis lemak ini bukan lemak murni. Selain
mengandung lemak sesungguhnya, ekstrak eter juga mengandung waks (lilin), asam
organik, alkohol, dan pigmen, oleh karena itu fraksi eter untuk menentukan lemak
tidak sepenuhnya benar (Anggorodi, 1994). Penetapan kandungan lemak dilakukan
dengan larutan heksan sebagai pelarut. Fungsi dari n heksan adalah untuk
mengekstraksi lemak atau untuk melarutkan lemak, sehingga merubah warna dari
kuning menjadi jernih (Mahmudi, 1997).
2.1.5. Serat Kasar

Serat kasar terdiri dari selulosa, hemiselulosa dan lignin. Selulosa dan
hemiselulosa merupakan komponen dinding sel tumbuhan dan tidak dapat dicerna
oleh ternak monogastrik. Hewan ruminansia mempunyai mikroorganisme rumen
yang memiliki kemampuan untuk mencerna selulosa dan hemiselulosa (Chandra.
2001).
Danuarsa, (2006) menyatakan bahwa kandungan serat kasar yang tinggi
padapakan akan menurunkan koefisiensi cerna dalam bahan pakan tersebut,karena
serat kasar megandung bagian yang sukar untuk dicerna. Danuarsa, (2006)
menyatakan bahwa Serat kasar adalah semua zat organik yang tidak larut dalam
H2SO4 0,3 N dan dalam NaOH 1,5 N yang berturur-turut dimasak selama 30 menit..
Kamal (1998) menyatakan analisis kadar serat kasar adalah usaha untuk mengetahui
kadar serat kasar dalam bahan baku pakan pelaksanaan dilaboratorium biasanya
dilakukan secara kimiawi dengan metode mendell.
Langkah pertama metode pengukuran kandungan serat kasar adalah
menghilangkan semua bahan yang terlarut dalam asam dengan pendidihan dengan
asam sulfat bahan yang larut dalam alkali dihilangkan dengan pendidihan dalam
larutan sodium alkali. Residu yang tidak larut adalah serat kasar (Soejono, 1990).
Serat kasar merupakan bagian dari karbohidrat dan didefinisikan sebagai
fraksi yang tersisa setelah didigesti dengan larutan asam sulfat standar dan sodium
hidroksida pada kondisi terkondisi (Suparjo, 2010). Serat kasar sebagian besar berasal
dari sel dinding tanaman dan mengandung selulosa, hemiselulosa dan lignin (Suparjo,
2010). Lu et al. (2005) menyatakan bahwa serat pakan secara kimiawi dapat
digolongkan menjadi serat kasar, neutral detergent fiber, acid detergent fiber, acid

10

detergent lignin, selulosa dan hemiselulosa. Peran serat pakan sebagai sumber energi
erat kaitannya dengan proporsi penyusun komponen serat seperti selulosa,
hemiselulosa dan lignin (Suparjo, 2010). Menurut Cherney (2000) serat kasar terdiri
dari lignin yang tidak larut dalam alkali, serat yang berikatan dengan nitrogen dan
selulosa.
f. Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen (BETN)
Kandungan BETN suatu bahan pakan sangat tergantung pada komponen
lainnya, seperti abu, protein kasar, serat kasar dan lemak kasar. Jika jumlah abu,
protein kasar, esktrak eter dan serat kasar dikurangi dari 100, perbedaan itu disebut
bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) (Soejono, 1990). BETN merupakan karbohidrat
yang dapat larut meliputi monosakarida, disakarida dan polisakarida yang mudah
larut dalam larutan asam dan basa serta memiliki daya cerna yang tinggi (Anggorodi,
2005)
Bahan ekstrak tanpa nitrogen merupakan bagian karbohidrat yang mudah
dicerna atau golongan karbohidrat non-struktural. Karbohidrat non-struktural dapat
ditemukan di dalam sel tanaman dan mempunyai kecernaan yang lebih tinggi
dibandingkan dengan karbohidrat struktural. Gula, pati, asam organik dan bentuk lain
dari karbohidrat seperti fruktan termasuk ke dalam kelompok karbohidrat nonstruktural dan menjadi sumber energi utama bagi sapi perah yang berproduksi tinggi.
Kemampuan karbohidrat non-struktural untuk difermentasi dalam rumen nilainya
bervariasi tergantung dari tipe pakan, cara budidaya dan pengolahan (NRC, 2001).
Menurut Cherney (2000) bahan ekstrak tanpa nitrogen tersusun dari gula, asam
organik, pektin, hemiselulosa dan lignin yang larut dalam alkali

11

III. BAHAN DAN METODE

3.1 Waktu dan Tempat


Praktikum analisa proksimat ini dilaksanakan mulai dari tanggal 25-26
oktober 2016 pukul 15:30 di Laboratorium Ilmu Nutrisi Ikan Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan Universitas Riau.
3.2 Bahan dan Alat
Adapun bahan dan alat yang digunakan pada praktikum ini yaitu Botol
timbang bertutup / cawan, Dessiccator /eksikator, Oven, Neraca ananlitik, Cawan
porselen, Tanur listrik, Neraca analitik, Dessikator / eksikator, Kertasa saring, Labu
lemakalat soxhlet, Pemanas listrik, Oven, Neraca analitikut, Kapas bebas lemak,
Pereaksi :hexane atau pelarut lemak lainnya.
3.3. Metode Pratikum
Metode yang digunakan dalam praktikum ini adalah metode pengamatan
secara langsung di Laboratorium Nutrisi Ikan.
3.4 Prosedur Pratikum
Cara kerja yang dilakukan pada praktikum Penentuan Kadar Air adalah
pertama sekali cawan porselen dicuci bersih lalu dikeringkan didalam oven selama
1 jam dengan menggunakan temperatur

kemudian didinginkan didalam

eksikator sekitar 10-20 menit lalu ditimbang (C). setelah itu Sampel ditimbang
sebanyak 0.5 1 gram (D) lalu dimasukkan kedalam cawan porselen , kemudian
cawan dan sampel dimasukkan kedalam oven C untuk dikeringkan selama 12 16

12

jam. Kemudian cawan dan sampel (E) dikeluarkan dari oven kemudian didinginkan
didalam eksikator selama 1020 menit sampai diperoleh berat yang tetap.
3.4.2. Penentuan Kadar Abu
Cara kerja yang digunakan pada praktikum Penentuan Kadar Abu yaitu
pertama cawan porselen yang bersih, dikeringkan didalam oven sekitar 1 jam pada
temperatur C, lalu didinginkan didalam eksikator sekitar 1020 menit dan ditimbang
(F). setelah itu sampel ditimbang dengan teliti (G) lalu dimasukkan kedalam cawan
porselen.
Pijarkan sampel yang terdapat dalam cawan porselen hingga tak berasap.
bakar cawan porselen yang berisi sampel dalam tanur yang bersuhu C. sampel
dibiarkan terbakar sampai 34 jam atau sampai berwarna putih semuanya. setelah
sampel berwarna putih semua, lalu dinginkan dalam tanur pada suhu C sebelum
dipindahkan kedalam eksikator, sesudah dingin sample ditimbang dengan teliti (H).
3.4.3.Penentuan Protein Kasar
Cara kerja yang dilakukan pada praktikum Penentuan Protein Kasar adalah
sampel ditimbang sebanyak 0.3 gram (I) lalu dimasukkan kedalam labu destruksi.
Tambahkan kirakira 0.2 gram katalis campuran dan 5 ml pekat. Kemudian
campuran tersebut dipanaskan dalam lemari asam. Lihat proses destruksi selama
pemanasan agar tidak meluap. bila larutan sudah menjadi warna hijau terang atau
warna jernih maka destruksi dihentikan, lalu dinginkan dalam lemari asam. larutan
dimasukkan kedalam labu destilasi dan diencerkan dengan 60 ml aquades. Masukkan
satu buah batu didih, dimana fungsi dari batu didih adalah percepatan panas. Dengan

13

pelan pelan ditambahkan 20 ml NaOH 40% melalui diding labu dan dihubungkan
dengan destilator.
Sulingan ( dan air) ditangkap oleh labu Erlemeyer yang berisi 25 ml 0.3 N, 2
tetes indikator campuran yaitu Methyl red 0.1 % dan Bromcresol green 0.2% dalam
alkohol. penyulingan dilakukan hingga nitrogen dari cairan tersebut tertangkap oleh
yang ada dalam erlenmeyer ( 2/3 dari cairan yang ada pada labu destilasi
menguap atau terjadi letupanletupan kecil atau erlenmeyer mencapai volume 100
ml. setelah itu labu erlenmeyer yang berisi sulingan diambil dan dititrasi kembali
dengan NaOH 0.3N (J). Perhatikan perubahan warna yang terjadi pada saat dititrasi
jika warna berubah menjadi warna hijau maka titrasi dihentikan karena sudah
menandakan titik akhir titrasi. Lalu bandingkan dengan titer blanko (K).
3.4.4.Penentuan Lemak
Cara kerja yang digunakan pada praktikum Penentuan Lemak Kasar yaitu
sampel ditimbang dengan teliti sebanyak 1 gram (L) dan dibungkus dengan
menggunakan kertas saring yang bebas lemak. Laludikeringkandalam oven
C selama 5 jam setelah itu didinginkan dalam eksikator lalu ditimbang (M). sampel
dimasukkan kedalam tabung ekstraksi soxhlet. Soxhlet di isi dengan pelarut melalui
kondensor dengan corong. Alat pendingin dialirkan dan panas dihidupkan.ekstraksi
berlangsung selama 16 jam sampai pelarut pada alat soxhlet terlihat jernih. Sampel

14

dikeluarkan dari alat soxhlet dan dikeringkan dalam oven

C selama 5 jam,

kemudian didinginkan dalam eksikator dan ditimbang (N).


3.4.5. Penentuan Serat Kasar
Cara kerja yang digunakan pada praktikum Penentuan Serat kasar adalah
kertas saring whatman No 41 dikeringkan didalam oven

C selama satu jam

lalu ditimbang (O). timbang sample dengan teliti (P) dan masukkan kedalam gelas
piala. Tambahkan 50 ml

0.3 N dan didihkan selama 30 menit dalam

pemanas listrik. setelah 30 menit didihkan, tambahkan dengan cepat 50 ml NaOH 1.5
N dan didihkan kembali selama 30 menit. Lalu cairan disaring dengan menggunakan
kertas saring yang telah diketahui beratnya didalam corong Buchner yang telah
dihubungkan dengan pompa vakum. kertas saring bersama residu dicuci berturut
turut dengan 50 ml H2O panas, 50 ml

0.3 N, 50 ml

panas dan

aceton. kertas saring berisi residu dimasukkan kedalam cawan porselen yang bersih
dan dikeringkan dalam oven sampi didapat berat yang konsta, didinginkan dalam
eksikator lalu ditimbang (Q). pijarkan sampel dalam cawan hingga tidak
mengeluarkan asap. Kemudian cawan bersama isinya dimasukkan kedalam tanur
C selama 34 jam. Setelah isi dari cawan berubah warna menjadi warna
putih, lalu diangkat, didinginkan dan dilakukan penimbangan (R).

15

3.4.6. Penentuan Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen


Kandungan bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) ditentukan dengan
mengurangi total kandungana zat makanan dalam bahan pakan dengan persentase
abu, protein kasar, lemak kasar, dan serat kasar. ( 100% - (% abu+% PK+%L+%SK).

16

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
4.1.1 Analisa Kadar Air dan Kadar Abu
Table 1. Kadar Air dan Kadar Abu

Berat

Kode

Berat

Berat

Berat Stlh

Stlh di

Sempel

Kruss

di Oven

Tanur

Kadar

Kadar

Bahan

(A)

(B)

(C)

(D)

Air

Abu

Kering

4.1.2. Analisa Lemak Kasar

Kode
R0

Berat

Berat Kertas

Sempel

Saring

Berat Stlh
(C)

Dioven (D)

% Lk

4.1.3. Analisa Protein Kasar


Kod
e

Berat
Sampe
l

Titer
Blanko

Titer Titer Blanko Sampel Titer Sampel

N
NaOH

0.014

%N

4.1.4. Analisa Kadar Serat Kasar


Berat

Kode

Berat

Kertas

Sempel

Saring

Berat

Berat Stlh

Berat Stlh

(X)

(A)

Kruss

Dioven (Y)

Ditanur (Z)

4.2 Pembahasan

% Sk

% PK

17

Analisa proksimat adalah salah satu metode analisa kimia untuk


mengetahui kadar / kandungan nutrisi yang terdapat dalam suatu bahan pakan.
Berdasarkan hasil diatas dapat dijelaskan bahwa:
4.2.1 Kadar Air dan Bahan Kering
Prinsip kerja kadar air yaitu menguapkan air yang terdapat dalam bahan
dengan oven pada suhu 100o 105oC dalam jangka waktu tertentu (3-24 jam )
hingga sseluruh air yang terdapat dalam bahan menguap atau penyusutan berat
bahan tidak berubah lagi. Defano (2000) menyatakan ditiap bahan pakan yang
paling kering sekalipun,masih terdapat kandungan air walaupun dalam jumlah
yang kecil.
4.2.2 Kadar Abu
Membakar bahan dalam tanur (furnace) dengan suhu 600C selama 4-5
jam sehingga seluruh unsur pertama pembentuk senyawa organik (C,H,O,N) habis
terbakar dan berubah menjadi gas. Sisanya yang tidak terbakar adalah abu yang
merupakan kumpulan dari mineral-mineral yang terdapat dalam bahan. Dengan
perkataan lain, abu merupakan total mineral dalam bahan.
Perhitungan kadar abu :
Karra(2007)menyatakan bahwa pemanasan di dalam tanur adalah dengan
suhu 400-600 derajat Celcius dan Halim (2006) menyatakan bahwa zat anorganik
yang tertinggal di dalam pemanasan dengan tanur disebut dengan abu(ash).
4.2.3 Lemak Kasar
Prinsip kerjanya yaitu Melarutkan (ekstraksi) lemak yang terdapat dalam
bahan dengan pelaut lemak (ether) selama 3-8 jam. Ekstraksi menggunakan alat
sokhlet. Beberapa pelarut yang dapat digunakan adalah kloroform, heksana, dan

18

aseton. Lemak yang terekstraksi (larut dalm pelarut) terakumulasi dalam wadah
pelarut (labu sokhlet) kemudian dipisahkan dari pelarutnya dengan cara
dipanaskan dalam oven suhu 105C. Pelarut akan menguap sedangkan lemak
tidak (titik didih lemak lebih besar dari 105C, sehingga tidak menguap dan
tinggal di dalam wadah). Lemak yang tinggal dalam wadah ditentukan beratnya.
Pada praktikum ini dilakukan dengan metode sokhlet yaitu dengan
memasukkan sampel kedalam alat sokhlet. Hal ini sesuai dengan (Soejono, 1990)
yaitu Kandungan lemak suatu bahan pakan dapat ditentukan dengan metode
soxhlet, yaitu proses ekstraksi suatu bahan dalam tabung soxhlet.
Perhitungan kadar Lemak Kasar :

x 100 %

Kadar Lemak hasil perhitungan diatas dari yang terbesar yaitu Lemak
yang didapatkan dari analisis lemak ini bukan lemak murni. Selain mengandung
lemak sesungguhnya, ekstrak eter juga mengandung waks (lilin), asam organik,
alkohol, dan pigmen, oleh karena itu fraksi eter untuk menentukan lemak tidak
sepenuhnya benar (Anggorodi, 1994). Penetapan kandungan lemak dilakukan
dengan larutan heksan sebagai pelarut. Fungsi dari n heksan adalah untuk
mengekstraksi lemak atau untuk melarutkan lemak, sehingga merubah warna dari
kuning menjadi jernih (Mahmudi, 1997).
4.2.4 Protein Kasar
Penetapan nilai protein kasar dilakukan secara tidak langsung, karena
analisis ini didasarkan pada penentuan kadar nitrogen yang terdapat dalam bahan.
Penentuan nitrogen dalam analisis ini melalui tiga tahapan analisa kimia, yaitu:
4.2.4.1 Tahap Destruksi

19

Perubahan N-protein menjadi amonium sulfat ((NH4)2SO4). Sampel


dipanaskan dengan asam sulfat (H2SO4) pekat dan katalisator yang akan memecah
semua ikatan N dalam bahan pakan menjadi amonium sulfat kecuali ikatan N=N,
NO dan NO2. CO2 dan H2O terus menguap. SO2 yang terbentuk sebagai hasil
reduksi dari sebagian asam sulfat juga menguap. Dalam reaksi ini digunakan
katalisator selenium/Hg/Cu. Destruksi dihentikan jika larutan berwarna hijau
jernih.
Zat Organik + H2SO4

CO2 + H2O + (NH4)2SO4 + SO2

4.2.4.2 Tahap Destilasi


Setelah larutan menjadi hijau jernih, labu destruksi didinginkan kemudian
larutan dipindahkan ke labu destilasi dan diencerkan dengan aquades. Pengenceran dilakukan untuk mengurangi reaksi yang hebat jika larutan ditambah larutan
alkali. Penambahan alkali (NaOH) menyebabkan (NH4)2SO 4 akan melepas-kan
amoniak (NH3). Hasil sulingan uap NH3 dan air ditangkap oleh larutan H2SO4
yang

terdapat

dalam

labu

erlenmeyer

dan

membentuk

senyawa

(NH4)2SO4 kembali. Peyulingan dihenti-kan bila semua N sudah tertangkap oleh


asam sulfat dalam labu erlenmeyer.
NH3 + H2SO4

(NH4)2SO4 + H2SO4

4.2.4.3 Tahap Titrasi


Kelebihan H2SO4 yang tidak digunakan untuk menangkap N dititrasi
dengan NaOH. Titrasi dihentikan jika larutan berubah dari biru ke hijau.
Anggorodi (2005) menyatakan protein adalah esensial bagi kehidupan
karena zat tersebut merupakan protoplasma aktif dalam semua sel hidup.

20

Perhitungan kadar protein:

x 100 %

% Protein Kasar = kadar nitrogen x 6.25


. Kelemahan analisis proksimat untuk protein kasar itu sendiri terletak
pada asumsi dasar yang digunakan. Pertama, dianggap bahwa semua nitrogen
bahan pakan merupakan protein, kenyataannya tidak semua nitrogen berasal dari
protein dan kedua, bahwa kadar nitrogen protein 16%, tetapi kenyataannya kadar
nitrogen protein tidak selalu 16% (Soejono, 1990).

Menurut Siregar (1994)

senyawa-senyawa non protein nitrogen dapat diubah menjadi protein oleh


mikrobia, sehingga kandungan protein pakan dapat meningkat dari kadar awalnya.
4.2.5 Serat Kasar
Prinsip utama dari serat dalam pakan adalah pada kemampuannya mengikat
air, selulosa dan pektin. Serat kasar adalah bagian dari pakan yang tidak dapat
dihidrolisis oleh bahan bahan kimia yang digunakan untuk menentukan kadar
serat kasar yaitu asam sulfat (H 2SO4 1,25%) dan natrium hidroksida (NaOH
3,25%). Sedangkan serat makanan adalah bagian dari bahan makanan yang tidak
dapat dihidrolisis oleh enzim enzim pencernaan. Danuarsa, (2006) menyatakan
bahwa Serat kasar adalah semua zat organik yang tidak larut dalam H2SO4 0,3 N
dan dalam NaOH 1,5 N yang berturur-turut dimasak selama 30 menit. Kamal
(1998) menyatakan analisis kadar serat kasar adalah usaha untuk mengetahui
kadar serat kasar dalam bahan baku pakan pelaksanaan dilaboratorium biasanya
dilakukan secara kimiawi dengan metode mendell.
Perhitungan kadar serat kasar =

x 100 %

21

Serat kasar terdiri dari selulosa, hemiselulosa dan lignin. Selulosa dan
hemiselulosa adalah komponen dinding sel tumbuhan yang tidak dapat dicerna
oleh hewan monogastrik, sedangkan hewan ruminasia dapat mencerna selulosa
dan hemiselulosa karena adanya mikroba rumen.

Pada praktikum kali ini

didapatkan hasil kadar serak kasar R0 (27,60 %), R1 (27,05), R2 (31,75) dan R3
(32,19). Ini membuktikan bahwa dengan penambahan perlakuan yaitu ditambah
hijauan rumput kumpai dan legum pada sampel, maka semakin tinggi pula kadar
serat kasar yang terkandung dalam sampel tersebut.

22

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Dalam praktikum ini dapat di simpulkan bahwa Analisa proksimat adalah
salah satu metode analisa kimia yang sangat diperlukan utuk diketahui karena
analisa ini berguna untuk mengetahui kandungan bahan pakan yang terdapat pada
suatu bahan pakan.
5.2 Saran
Diharapkan praktikum ini kedepannya dilakukan dengan lebih teliti dan
hati hati karena jika tidak dilakukan dengan teliti dan hati hati maka akan
terjadi kesalahan pada hasil analisa proksimat yang dilakukan.

23

DAFTAR PUSTAKA

AOAC. 1990. Official Methods of Analisis. Asosiaion of Official Analitic


Chemist. Washington DC. USA.
Cherney, D. J. R. 2000. Characterization of Forage by Chemical Analysis. Dalam
Given, D. I., I. Owen., R. F. E. Axford., H. M. Omed. Forage Evaluation in
Ruminant Nutrition. Wollingford: CABI Publishing : 281-300.
Danuarsa. 2006. Analisis Proksimat dan Asam Lemak Pada Beberapa Komoditas
Kacang-kacangan. Buletin Teknik Pertanian Vol. 11 No. 1
Defano.
2000
. Ilmu
Makanan
Ternak. GajahMadaUniversityPressFakultasPeternakanUniversitasGajahMa
da. Yogyakarta.
Hafes. E. S. E.2000. Metode Analisis Proksimat. Jakarta : Erlangga.
Haris, L.E. 1970. Nutrition Research Technique for Domestic and Wild
Animal. Vol. 1 Utah State University. Logan. Utah.
Kamal, M. 1998. Bahan Pakan dan Ransum Ternak. Laboratorium Makanan
Ternak Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan
Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Karra , 2003. Ilmu Makanan Ternak Dasar. GajahMadaUniversity.Yogyakarta.
Khairul. 2009 . Ilmu Gizi dan Makanan Ternak. Penerbit Angkasa. Bandung.
Khalil. 1999. Pengaruh Kandungan Air dan Ukuran Partikel terhadapSifat Fisik
Pakan Lokal : Sudut Tumpukan, Kerapatan Tumpukan, Kerapatan
Pemadatan Tumpukan, Berat Jenis, Daya Ambang, dan Faktor
Higroskopis. Media Peternakan 22 (1) : 1 11.
Krishna G and S.K. Ranjhan. 1980. Laboratory Manual for Nutrition
Reseach. Vikas publising house PVT Ltd. Sahibabad. India
Lu, C.H,R Blain, dkk. 1998. Physical and Chemical Characteristics of Malaysian
Palm Kernel Lake ( PKC ). Proc 20th MSAP Conf. 27-28 Juli. Putra Jaya
Malaysia.
Mc Donald, P., RA. Edwards. JFG Greenhalgh, and CA. Morgan. 1995. Animal
Nutrition Prentice Hall
Mahmudi, S.P dkk. 1997. Pembuatan Pakan Ternak Unggas. Penerbit CV.
Amisco.: Jakarta.

24

NRC. 2001. Nutrient Requirements of Beef Cattle: Seventh Revised Edition:


Update 2000. Subcommittee on Beef Cattle Nutrition. Committee on
Animal Nutrition. National Research Council.
Rahardjo,Tri S., W. Suryapratama, Munasik, dan T. Widiyastuti. 2002. Bahan
Kuliah Ilmu Bahan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan, Universitas
Jenderal Soedirman. Purwokerto.
Siregar, S. B.,1994. Ransum Ternak Ruminansia, Penebar Swadaya, Jakarta
Soejono, M. 1990. Petunjuk Laboratorium Analisis dan Evaluasi Pakan. Fakultas
Peternakan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Sudarmadji,S.
1997. Prosedur
untuk
Pertanian. Liberty. Yogyakarta.

Analisa

Bahan

Pakan

dan

Suparjo, P. 2010. Reposisi Tanaman Pakan dalam Kurikulum Fakultas


Peternakan. Lokakarya Nasional Tanaman Pakan Ternak.Susi .
2001. Analisis dengan Bahan Kimia 2000. Erlangga. Jakarta.
Sutardi, T. R. Dan S. Rahayu. 2003. Bahan Pakan dan Formulasi
Ransum. Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto
Sutardi, T.R. 2004. Ilmu Bahan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan Universitas
Jenderal Soedirman. Purwokerto.
Tillman, A.D., dkk. 2005. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University
Press. Yogyakarta.
Wati, R. Sumarsono, dkk. 2012. Kadar Protein Kasar dan Serat Kasar Eceng
Gondok sebagai Sumber Daya Pakan di Perairan yang Mendapat Limbah
Kototran Itik. Animal Agriculture Journal Vol. 1 No. 1.
Winarno., 1997. Kimia Pangan dan Gizi, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta

25

LAMPIRAN

26

Lampiran 1. Perhitungan
Berat bobot biomassa ikan
1 minggu ikan uji, 1 hari pemberin pakan 10%
=Bobot x 10%
=62 gr x 10%
=62 gr x 0,1
=6,2 gr/hari
=6,2 gr/hari / 3
= 2,07 gr
Pemberin pakan untuk 1 minggu :
2,07 gr x 21 kali
=43,47 gr (1 minggu)
Lampiran 2. Kegitan praktikum

Penimbangan bobot ikan

Titrasi

penimbangan pakan

Anda mungkin juga menyukai