I. PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Bahan pakan merupakan kebutuhan pokok bagi setiap ternak. Sebagian
besar bahan pakan terdiri dari unsur - unsur pokok yaitu air, mineral, karbohidrat,
lemak dan protein. Kelima unsur ini dibutuhkan oleh hewan ternak dan manusia
untuk pertumbuhan, produksi, reproduksi dan hidup pokok. Makanan ternak berisi zat
nutrisi dengan kandungan yang berbeda-beda karena itu perlu dilakukan analisis
untuk mengetahui kualitas dan kuantitas zat gizi yang dibutuhkan oleh
ternak. Kualitas bahan pakan dan komponennya ini dapat dinilai melalui tiga tahapan
penilaian, yaitu secara fisik, kimia, dan biologis. Salah satu tahapan dari penilaian ini
dapat dilakukan melalui analisis proksimat.
Analisis proksimat merupakan suatu metode analisis secara kimia untuk
mengidentifikasikan kandungan zat makanan dari suatu bahan pakan atau pangan.
Komponen fraksi yang dianalisis masih mengandung komponen lain dengan jumlah
yang sangat kecil, yang seharusnya tidak masuk ke dalam fraksi yang dimaksud,
itulah sebabnya mengapa hasil analisis proksimat menunjukkan angka yang
mendekati angka fraksi yang sesungguhnya.
Analisis proksimat berupa analisa kadar air, kadar abu, bahan kering, analisa
protein kasar, lemak kasar dan analisa serat kasar. Pada setiap analisis terdapat
metode metode yang berbeda. Pada dasarnya, analisis proksimat bermanfaat dalam
mengidentifikasi kandungan zat makanan dari suatu bahan pakan atau pangan yang
belum diketahui sebelumnya yang selanjutnya disebut sampel. Selain dari itu, analisis
prokimat merupakan dasar dari analisis-analisis yang lebih lanjut.
bahan
pangan
sangat
penting
agar
dalam
proses
pengolahan
mineral yang larut dalam detergen dan mineral yang tidak larut dalam detergen
Kandungan bahan organik suatu pakan terdiri protein kasar, lemak kasar, serat kasar
dan bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN).
Karra (2007) menyatakan bahwa pemanasan di dalam tanur adalah dengan
suhu 400-600 derajat Celcius dan Halim (2006) menyatakan bahwa zat anorganik
yang tertinggal di dalam pemanasan dengan tanur disebut dengan abu (ash) . Disini,
bahan pakan ternak yang paling banyak mengandung kadar abu adalah tepung kulit
kerang dengan persentase 92,9000. Ini disebabkan karena tepung kulit kerang
memang terdiri bahan anorganik yang terdiri dari mineral - mineral seperti kapur.
Jumlah abu dalam bahan pakan hanya penting untuk menentukan perhitungan
bahan ekstrak tanpa nitrogen (Soejono, 1990). Kandungan abu ditentukan dengan
cara mengabukan atau membakar bahan pakan dalam tanur, pada suhu 400-600oC
sampai semua karbon hilang dari sampel, dengan suhu tinggi ini bahan organik yang
ada dalam bahan pakan akan terbakar dan sisanya merupakan abu yang dianggap
mewakili bagian inorganik makanan. Namun, abu juga mengandung bahan organik
seperti sulfur dan fosfor dari protein, dan beberapa bahan yang mudah terbang seperti
natrium, klorida, kalium, fosfor dan sulfur akan hilang selama pembakaran.
Kandungan abu dengan demikian tidaklah sepenuhnya mewakili bahan inorganik
pada makanan baik secara kualitatif maupun secara kuantitatif (Anggorodi, 1994).
2.1.3. Protein Kasar
Anggorodi (2005) menyatakan protein adalah esensial bagi kehidupan karena
zat tersebut merupakan protoplasma aktif dalam semua sel hidup.Bahan yang paling
banyak mengandung protein kasar adalah bungkil kedele.Karena nya,bungkil kedele
mengandung asam amino paling tinggi dari bahan yang kami praktikumkan.
Susi(2001) menyatakan bahwa bahan ekstrak tanpa nitrogen adalah kandungan zat
makanan dikurangi persentase air,abu,protein kasar,lemak kasar,dan serat kasar.
Kadar Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen dihitung sebagai nutrisi sampingan dari protein.
Kadar protein pada analisa proksimat bahan pakan pada umunya mengacu
pada istilah protein kasar. Protein kasar memiliki pengertian banyaknya kandungan
nitrogen (N) yang terkandung pada bahan tersebut dikali dengan 6,25. Definisi
tersebut berdasarkan asumsi bahwa rata-rata kandungan N dalam bahan pakan adalah
16 gram per 100 gram protein (NRC, 2001). Protein kasar terdiri dari protein dan
nitrogen bukan protein (NPN) (Cherney, 2000).
Protein merupakan salah satu zat makanan yang berperan dalam penentuan
produktivitas ternak. Jumlah protein dalam pakan ditentukan dengan kandungan
nitrogen bahan pakan kemudian dikali dengan faktor protein 6,25. Angka 6,25
diperoleh dengan asumsi bahwa protein mengandung 16% nitrogen. Kelemahan
analisis proksimat untuk protein kasar itu sendiri terletak pada asumsi dasar yang
digunakan. Pertama, dianggap bahwa semua nitrogen bahan pakan merupakan
protein, kenyataannya tidak semua nitrogen berasal dari protein dan kedua, bahwa
kadar nitrogen protein 16%, tetapi kenyataannya kadar nitrogen protein tidak selalu
16% (Soejono, 1990).
nitrogen dapat diubah menjadi protein oleh mikrobia, sehingga kandungan protein
pakan dapat meningkat dari kadar awalnya. Sintesis protein dalam rumen tergantung
jenis makanan yang dikonsumsi oleh ternak. Jika konsumsi N makanan rendah, maka
N yang dihasilkan dalam rumen juga rendah. Jika nilai hayati protein dari makanan
sangat tinggi maka ada kemungkinan protein tersebut didegradasi di dalam rumen
menjadi protein berkualitas rendah.
2.1.4. Lemak Kasar
Khairul(2009) menyatakan bahwa lemak kasar yang dihasilkan dari penentuan
lemak kasar adalah ekstraksi dari klorofil,xanthofil,dan karoten. Bahan yang
mengandung banyak lemak kasar adalah tepung kedele.Ini dikarenakan tepung kedele
merupakan sumber lemak nabati.Cherney (2000) melaporkan bahwa lemak kasar
terdiri dari lemak dan pigmen. Zat-zat nutrien yang bersifat larut dalam lemak seperti
vitamin A, D, E dan K diduga terhitung sebagai lemak kasar. Pigmen yang sering
terekstrak pada analisa lemak kasar seperti klorofil atau xanthophil. Analisa lemak
kasar pada umumnya menggunakan senyawa eter sebagai bahan pelarutnya, maka
dari itu analisa lemak kasar juga sering disebut sebagai ether extract .
Kandungan lemak suatu bahan pakan dapat ditentukan dengan metode
soxhlet, yaitu proses ekstraksi suatu bahan dalam tabung soxhlet (Soejono, 1990).
Lemak yang didapatkan dari analisis lemak ini bukan lemak murni. Selain
mengandung lemak sesungguhnya, ekstrak eter juga mengandung waks (lilin), asam
organik, alkohol, dan pigmen, oleh karena itu fraksi eter untuk menentukan lemak
tidak sepenuhnya benar (Anggorodi, 1994). Penetapan kandungan lemak dilakukan
dengan larutan heksan sebagai pelarut. Fungsi dari n heksan adalah untuk
mengekstraksi lemak atau untuk melarutkan lemak, sehingga merubah warna dari
kuning menjadi jernih (Mahmudi, 1997).
2.1.5. Serat Kasar
Serat kasar terdiri dari selulosa, hemiselulosa dan lignin. Selulosa dan
hemiselulosa merupakan komponen dinding sel tumbuhan dan tidak dapat dicerna
oleh ternak monogastrik. Hewan ruminansia mempunyai mikroorganisme rumen
yang memiliki kemampuan untuk mencerna selulosa dan hemiselulosa (Chandra.
2001).
Danuarsa, (2006) menyatakan bahwa kandungan serat kasar yang tinggi
padapakan akan menurunkan koefisiensi cerna dalam bahan pakan tersebut,karena
serat kasar megandung bagian yang sukar untuk dicerna. Danuarsa, (2006)
menyatakan bahwa Serat kasar adalah semua zat organik yang tidak larut dalam
H2SO4 0,3 N dan dalam NaOH 1,5 N yang berturur-turut dimasak selama 30 menit..
Kamal (1998) menyatakan analisis kadar serat kasar adalah usaha untuk mengetahui
kadar serat kasar dalam bahan baku pakan pelaksanaan dilaboratorium biasanya
dilakukan secara kimiawi dengan metode mendell.
Langkah pertama metode pengukuran kandungan serat kasar adalah
menghilangkan semua bahan yang terlarut dalam asam dengan pendidihan dengan
asam sulfat bahan yang larut dalam alkali dihilangkan dengan pendidihan dalam
larutan sodium alkali. Residu yang tidak larut adalah serat kasar (Soejono, 1990).
Serat kasar merupakan bagian dari karbohidrat dan didefinisikan sebagai
fraksi yang tersisa setelah didigesti dengan larutan asam sulfat standar dan sodium
hidroksida pada kondisi terkondisi (Suparjo, 2010). Serat kasar sebagian besar berasal
dari sel dinding tanaman dan mengandung selulosa, hemiselulosa dan lignin (Suparjo,
2010). Lu et al. (2005) menyatakan bahwa serat pakan secara kimiawi dapat
digolongkan menjadi serat kasar, neutral detergent fiber, acid detergent fiber, acid
10
detergent lignin, selulosa dan hemiselulosa. Peran serat pakan sebagai sumber energi
erat kaitannya dengan proporsi penyusun komponen serat seperti selulosa,
hemiselulosa dan lignin (Suparjo, 2010). Menurut Cherney (2000) serat kasar terdiri
dari lignin yang tidak larut dalam alkali, serat yang berikatan dengan nitrogen dan
selulosa.
f. Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen (BETN)
Kandungan BETN suatu bahan pakan sangat tergantung pada komponen
lainnya, seperti abu, protein kasar, serat kasar dan lemak kasar. Jika jumlah abu,
protein kasar, esktrak eter dan serat kasar dikurangi dari 100, perbedaan itu disebut
bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) (Soejono, 1990). BETN merupakan karbohidrat
yang dapat larut meliputi monosakarida, disakarida dan polisakarida yang mudah
larut dalam larutan asam dan basa serta memiliki daya cerna yang tinggi (Anggorodi,
2005)
Bahan ekstrak tanpa nitrogen merupakan bagian karbohidrat yang mudah
dicerna atau golongan karbohidrat non-struktural. Karbohidrat non-struktural dapat
ditemukan di dalam sel tanaman dan mempunyai kecernaan yang lebih tinggi
dibandingkan dengan karbohidrat struktural. Gula, pati, asam organik dan bentuk lain
dari karbohidrat seperti fruktan termasuk ke dalam kelompok karbohidrat nonstruktural dan menjadi sumber energi utama bagi sapi perah yang berproduksi tinggi.
Kemampuan karbohidrat non-struktural untuk difermentasi dalam rumen nilainya
bervariasi tergantung dari tipe pakan, cara budidaya dan pengolahan (NRC, 2001).
Menurut Cherney (2000) bahan ekstrak tanpa nitrogen tersusun dari gula, asam
organik, pektin, hemiselulosa dan lignin yang larut dalam alkali
11
eksikator sekitar 10-20 menit lalu ditimbang (C). setelah itu Sampel ditimbang
sebanyak 0.5 1 gram (D) lalu dimasukkan kedalam cawan porselen , kemudian
cawan dan sampel dimasukkan kedalam oven C untuk dikeringkan selama 12 16
12
jam. Kemudian cawan dan sampel (E) dikeluarkan dari oven kemudian didinginkan
didalam eksikator selama 1020 menit sampai diperoleh berat yang tetap.
3.4.2. Penentuan Kadar Abu
Cara kerja yang digunakan pada praktikum Penentuan Kadar Abu yaitu
pertama cawan porselen yang bersih, dikeringkan didalam oven sekitar 1 jam pada
temperatur C, lalu didinginkan didalam eksikator sekitar 1020 menit dan ditimbang
(F). setelah itu sampel ditimbang dengan teliti (G) lalu dimasukkan kedalam cawan
porselen.
Pijarkan sampel yang terdapat dalam cawan porselen hingga tak berasap.
bakar cawan porselen yang berisi sampel dalam tanur yang bersuhu C. sampel
dibiarkan terbakar sampai 34 jam atau sampai berwarna putih semuanya. setelah
sampel berwarna putih semua, lalu dinginkan dalam tanur pada suhu C sebelum
dipindahkan kedalam eksikator, sesudah dingin sample ditimbang dengan teliti (H).
3.4.3.Penentuan Protein Kasar
Cara kerja yang dilakukan pada praktikum Penentuan Protein Kasar adalah
sampel ditimbang sebanyak 0.3 gram (I) lalu dimasukkan kedalam labu destruksi.
Tambahkan kirakira 0.2 gram katalis campuran dan 5 ml pekat. Kemudian
campuran tersebut dipanaskan dalam lemari asam. Lihat proses destruksi selama
pemanasan agar tidak meluap. bila larutan sudah menjadi warna hijau terang atau
warna jernih maka destruksi dihentikan, lalu dinginkan dalam lemari asam. larutan
dimasukkan kedalam labu destilasi dan diencerkan dengan 60 ml aquades. Masukkan
satu buah batu didih, dimana fungsi dari batu didih adalah percepatan panas. Dengan
13
pelan pelan ditambahkan 20 ml NaOH 40% melalui diding labu dan dihubungkan
dengan destilator.
Sulingan ( dan air) ditangkap oleh labu Erlemeyer yang berisi 25 ml 0.3 N, 2
tetes indikator campuran yaitu Methyl red 0.1 % dan Bromcresol green 0.2% dalam
alkohol. penyulingan dilakukan hingga nitrogen dari cairan tersebut tertangkap oleh
yang ada dalam erlenmeyer ( 2/3 dari cairan yang ada pada labu destilasi
menguap atau terjadi letupanletupan kecil atau erlenmeyer mencapai volume 100
ml. setelah itu labu erlenmeyer yang berisi sulingan diambil dan dititrasi kembali
dengan NaOH 0.3N (J). Perhatikan perubahan warna yang terjadi pada saat dititrasi
jika warna berubah menjadi warna hijau maka titrasi dihentikan karena sudah
menandakan titik akhir titrasi. Lalu bandingkan dengan titer blanko (K).
3.4.4.Penentuan Lemak
Cara kerja yang digunakan pada praktikum Penentuan Lemak Kasar yaitu
sampel ditimbang dengan teliti sebanyak 1 gram (L) dan dibungkus dengan
menggunakan kertas saring yang bebas lemak. Laludikeringkandalam oven
C selama 5 jam setelah itu didinginkan dalam eksikator lalu ditimbang (M). sampel
dimasukkan kedalam tabung ekstraksi soxhlet. Soxhlet di isi dengan pelarut melalui
kondensor dengan corong. Alat pendingin dialirkan dan panas dihidupkan.ekstraksi
berlangsung selama 16 jam sampai pelarut pada alat soxhlet terlihat jernih. Sampel
14
C selama 5 jam,
lalu ditimbang (O). timbang sample dengan teliti (P) dan masukkan kedalam gelas
piala. Tambahkan 50 ml
pemanas listrik. setelah 30 menit didihkan, tambahkan dengan cepat 50 ml NaOH 1.5
N dan didihkan kembali selama 30 menit. Lalu cairan disaring dengan menggunakan
kertas saring yang telah diketahui beratnya didalam corong Buchner yang telah
dihubungkan dengan pompa vakum. kertas saring bersama residu dicuci berturut
turut dengan 50 ml H2O panas, 50 ml
0.3 N, 50 ml
panas dan
aceton. kertas saring berisi residu dimasukkan kedalam cawan porselen yang bersih
dan dikeringkan dalam oven sampi didapat berat yang konsta, didinginkan dalam
eksikator lalu ditimbang (Q). pijarkan sampel dalam cawan hingga tidak
mengeluarkan asap. Kemudian cawan bersama isinya dimasukkan kedalam tanur
C selama 34 jam. Setelah isi dari cawan berubah warna menjadi warna
putih, lalu diangkat, didinginkan dan dilakukan penimbangan (R).
15
16
4.1 Hasil
4.1.1 Analisa Kadar Air dan Kadar Abu
Table 1. Kadar Air dan Kadar Abu
Berat
Kode
Berat
Berat
Berat Stlh
Stlh di
Sempel
Kruss
di Oven
Tanur
Kadar
Kadar
Bahan
(A)
(B)
(C)
(D)
Air
Abu
Kering
Kode
R0
Berat
Berat Kertas
Sempel
Saring
Berat Stlh
(C)
Dioven (D)
% Lk
Berat
Sampe
l
Titer
Blanko
N
NaOH
0.014
%N
Kode
Berat
Kertas
Sempel
Saring
Berat
Berat Stlh
Berat Stlh
(X)
(A)
Kruss
Dioven (Y)
Ditanur (Z)
4.2 Pembahasan
% Sk
% PK
17
18
aseton. Lemak yang terekstraksi (larut dalm pelarut) terakumulasi dalam wadah
pelarut (labu sokhlet) kemudian dipisahkan dari pelarutnya dengan cara
dipanaskan dalam oven suhu 105C. Pelarut akan menguap sedangkan lemak
tidak (titik didih lemak lebih besar dari 105C, sehingga tidak menguap dan
tinggal di dalam wadah). Lemak yang tinggal dalam wadah ditentukan beratnya.
Pada praktikum ini dilakukan dengan metode sokhlet yaitu dengan
memasukkan sampel kedalam alat sokhlet. Hal ini sesuai dengan (Soejono, 1990)
yaitu Kandungan lemak suatu bahan pakan dapat ditentukan dengan metode
soxhlet, yaitu proses ekstraksi suatu bahan dalam tabung soxhlet.
Perhitungan kadar Lemak Kasar :
x 100 %
Kadar Lemak hasil perhitungan diatas dari yang terbesar yaitu Lemak
yang didapatkan dari analisis lemak ini bukan lemak murni. Selain mengandung
lemak sesungguhnya, ekstrak eter juga mengandung waks (lilin), asam organik,
alkohol, dan pigmen, oleh karena itu fraksi eter untuk menentukan lemak tidak
sepenuhnya benar (Anggorodi, 1994). Penetapan kandungan lemak dilakukan
dengan larutan heksan sebagai pelarut. Fungsi dari n heksan adalah untuk
mengekstraksi lemak atau untuk melarutkan lemak, sehingga merubah warna dari
kuning menjadi jernih (Mahmudi, 1997).
4.2.4 Protein Kasar
Penetapan nilai protein kasar dilakukan secara tidak langsung, karena
analisis ini didasarkan pada penentuan kadar nitrogen yang terdapat dalam bahan.
Penentuan nitrogen dalam analisis ini melalui tiga tahapan analisa kimia, yaitu:
4.2.4.1 Tahap Destruksi
19
terdapat
dalam
labu
erlenmeyer
dan
membentuk
senyawa
(NH4)2SO4 + H2SO4
20
x 100 %
x 100 %
21
Serat kasar terdiri dari selulosa, hemiselulosa dan lignin. Selulosa dan
hemiselulosa adalah komponen dinding sel tumbuhan yang tidak dapat dicerna
oleh hewan monogastrik, sedangkan hewan ruminasia dapat mencerna selulosa
dan hemiselulosa karena adanya mikroba rumen.
didapatkan hasil kadar serak kasar R0 (27,60 %), R1 (27,05), R2 (31,75) dan R3
(32,19). Ini membuktikan bahwa dengan penambahan perlakuan yaitu ditambah
hijauan rumput kumpai dan legum pada sampel, maka semakin tinggi pula kadar
serat kasar yang terkandung dalam sampel tersebut.
22
5.1 Kesimpulan
Dalam praktikum ini dapat di simpulkan bahwa Analisa proksimat adalah
salah satu metode analisa kimia yang sangat diperlukan utuk diketahui karena
analisa ini berguna untuk mengetahui kandungan bahan pakan yang terdapat pada
suatu bahan pakan.
5.2 Saran
Diharapkan praktikum ini kedepannya dilakukan dengan lebih teliti dan
hati hati karena jika tidak dilakukan dengan teliti dan hati hati maka akan
terjadi kesalahan pada hasil analisa proksimat yang dilakukan.
23
DAFTAR PUSTAKA
24
Analisa
Bahan
Pakan
dan
25
LAMPIRAN
26
Lampiran 1. Perhitungan
Berat bobot biomassa ikan
1 minggu ikan uji, 1 hari pemberin pakan 10%
=Bobot x 10%
=62 gr x 10%
=62 gr x 0,1
=6,2 gr/hari
=6,2 gr/hari / 3
= 2,07 gr
Pemberin pakan untuk 1 minggu :
2,07 gr x 21 kali
=43,47 gr (1 minggu)
Lampiran 2. Kegitan praktikum
Titrasi
penimbangan pakan