Anda di halaman 1dari 17

Rancangan Penyuluhan Penggunaan Silase Isi Rumen Kulit Buah Kakao Sebagai

Campuran Pakan Pada Penggemukan Sapi Potong Di Desa Plosowangi Kecamatan


Cawas Kabupaten Klaten Provinsi Jawa Tengah
Sugino
Balai Besar Pelatihan Peternakan Batu
Abstrak
Kajiwidya ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian silase isi rumen kulit buah
kakao terhadap peningkatan bobot badan penggemukan sapi potong, dapat mengemas
rancangan penyuluhannya dan mengetahui hasil evaluasi pelaksanaan penyuluhan. Metode
percobaan RBL 3x3. Yaitu materi percobaan 9 ekor sapi dengan 3 perlakuan pemberian
pakan yaitu Po, P1, dan P2. RBL menetapkan perlakuan dilakukan secara acak, dan dalam
setiap kolom maupun baris tidak boleh terjadi pengulangan perlakuan. Sapi dipilih adalah
sapi PO dengan umur sapi 2,5 3 tahun dengan BB 275 300 kg. Perlakuan dan
pengamatan dilakukan selama 90 hari. Pemberian pakan didasarkan pada kebutuhan bahan
kering (BK) yaitu 3% dari BB atau sekitar 8-9 kg. Perlakuan pada kaji widya adalah sebagai
berikut : a) Po 50% hijauan + 50% konsentrat. b)P1 50% hijauan + 25% konsentrat+25%
silase isi rumen. c )P2. 50% hijauan +12,5 konsentrat +37,5 silase isi rumen. Analisis data
menggunakan model linear RBL (Gasversz : 1991) dengan model matematika sebagai
berikut: Yijk = u + i +j + k + ijk
Hasil analisis kajiwidya menunjukkan : P0 tanpa silase isi rumen kulit buah kakao PBBH
(0,55-1,17) kg/hr/ekor dengan PBBH Rata-rata 0,89 kg/hr/ekor, P1 (0,5kg silase isi rumen
kulit buah kakao) PBBH (0,24-1,35) kg/hr/ekor dengan PBBH rata-rata 0,97kg/hr/ekor dan
P2 (1kg silase isi rumen Kulit buah kakao) PBBH (0,95-1,61) kg/hr/ekor dengan rata-rata
PBBH 1,33 kg/hr/ekor. Dari analisis sidik ragam menunjukan pemanfaatan kulit buah kakao
tidak berpengaruh nyata (P<0,05) dan (P<0,01). Hasil penelitian yang dilakukan
(menggunakan 1 kg/ekor/hari memberikan penambahan berat badan harian rata-rata 1,33
kg/ekor/hari) dan ditinjau dari aspek ekonomi (biaya pakan), penggunaan kulit buah kakao
masih sangat layak dianjurkan kepada para petani ternak sapi secara khusus, maupun
kepada petani ternak yang memelihara ternak ruminansia, karena kulit buah kakao masih
mengandung beberapa zat makanan yang dibutuhkan oleh ternak. Sebagaimana yang
dikatakan Kartadisastra yang mengutip Harrie et al (2004) kulit buah kakao mengandung
Bahan Kering 90%, Protein 9,7%dari BK, Lemak 1,8% dari BK, Serat 32,6% dari BK, Mineral
7,3 dari BK dan 2,71 Energi (Mcal) ME. Data hasil evaluasi awal (pre test) menunjukan
tingkat pengetahuan petani ternak dari 20 responden sebelum penyuluhan mempunyai ratarata skor 21,4 namun setelah diberikan penyuluhan tingkat pengetahuan menjadi rata-rata
skor 40,1. Hal ini berati terjadi peningkatan pengetahuan tentang materi yang disuluhkan
sebesar 18,7, dimana target pengetahuan setelah penyuluhan adalah 45. Jadi dengan
tingkat pengetahuan sebelum penyuluhan 21,4 terdapat kesenjangan sebesar 23,6. Dari
data diatas dapat diketahui efektivitas penyuluhan dan efektivitas perubahan pengetahuan
sebagai berikut : efektifitas penyuluhan sebesar 89.1% dengan kategri efektif dan efektifitas
perubahan pengetahuan sebesar 79,2 % dengan kategori efektif.
Kata Kunci. : Peningkatan berat badan harian, efektifitas penyuluhan dan efektifitas
perubahan pengetahuan

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kebutuhan akan daging sebagai sumber protein hewani dari tahun ketahun terus meningkat
bersamaan dengan meningkatnya jumlah penduduk, meningkatnya perekonomian
masyarakat dan kesadaran akan gizi. Sementara kemampuan penyediaan ternak potong
dalam negeri belum mampu mengimbangi permintaan yang terus meningkat tersebut.
Usaha penggemukan sapi potong merupakan salah satu alternatif dalam pemenuhan
kebutuhan akan daging dan usaha ini membuka peluang yang cukup besar bagi pihak
pihak yang ingin menekuni usaha tersebut terutama petani. Berdasarkan hasil analisis
potensi wilayah Kecamatan Cawas Kabupaten Klaten prospek pasar ternak sapi sangat
menjanjikan, dimana sasaran pasarnya adalah kota-kota Kabupaten yang ada di Propinsi
Jawa Tengah (Data Monografi Kabupaten Klaten 2013). Prospek pasar di Kabupaten Klaten
didukung dengan pemotongan di Rumah Potong Hewan (RPH) yang ada di Kabupaten
Klaten 1578 ekor setiap tahun (Data Dinas Pertanian Kabupaten Klaten 2013). Aspek lain
yang juga sangat mendukung dalam pengembangan ternak sapi yaitu luas lahan yang
dimiliki cukup luas meliputi lahan sawah 33,398 ha, lahan kering 6.384 ha dan lahan bukan
pertanian 25.760 ha dan populasi ternak di Kabupaten Klaten meliputi sapi dan kerbau
sebanyak 82.888 ekor (BPS 2013).
Penggunaan silase isi rumen sebagai campuran pakan ternak sapi kenyataan dilapangan
masih belum digunakan oleh petani ternak. Hasil identifikasi, penyebab utama hal ini yaitu
pengetahuan petani tentang cara pengolahan dan pemanfaatan limbah isi rumen masih
sangat rendah, oleh karena itu maka inovasi ini sangat perlu disuluhkan kepada petani
ternak, sebagai salah satu cara untuk menanggulangi kesulitan penyediaan pakan dan
mahalnya biaya pakan.
Inovasi pemanfaatan silase isi rumen sebagai campuran pakan ternak tergolong baru,
sehingga dalam mengemas untuk menjadi suatu rancangan penyuluhan, perlu
mempertimbangkan hal-hal yang berkaitan dengan karakteristik individu sasaran, dan
keadaan wilayah tempat dilakukan penyuluhan. Sebelum materi ini disampaikan dalam
pelaksanaan rancangan penyuluhan, terlebih dahulu dimantapkan melalui penelitian,
dengan metode kaji widya di Divisi Ternak Sapi Potong Balai Besar Pelatihan Peternakan
Batu.
C. Perumusan Masalah.
1. Bagaimana pengaruh pemberian silase isi rumen pada masing-masing
tingkatan
terhadap penambahan bobot badan penggemukan sapi potong.
2. Bagaimana mengemas rancangan penyuluhan tentang pemberian silase isi rumen
sebagai campuran pakan ternak penggemukan sapi potong.
3. Bagaimana hasil evaluasi pelaksanaan penyuluhan tentang pemberian silase isi
rumen sebagai campuran pakan ternak penggemukan sapi potong.
D. T u j u a n
1. Untuk mengetahui pengaruh pemberian silase isi rumen pada masing-masing
tingkatan terhadap peningkatan bobot badan penggemukan sapi potong.
2. Agar dapat mengemas rancangan penyuluhan tentang pemberian silase isi rumen
sebagai campuran pakan ternak penggemukan sapi potong.
3. Untuk mengetahui hasil evaluasi pelaksanaan penyuluhan tentang penggunaan silase
isi rumen sebagai campuran pakan ternak penggemukan sapi potong.

II.METODOLOGI
A. Rancangan Kajiwidya
Rancangan percobaan yang digunakan pada kaji widya adalah Bujur Sangkar
Latin (Garspersz ,1991 )., alasan dipilihnya rancangan percobaan RBL ini karena
materi percobaan terbatas, rancangan percobaan ini sederhana namun dapat
digunakan untuk menarik suatu kesimpulan dalam penelitian. Metode percobaan
RBL 3x3. Yaitu materi percobaan 9 ekor sapi dengan 3 perlakuan pemberian pakan
yaitu Po, P1, dan P2. RBL menetapkan perlakuan dilakukan secara acak, dan dalam
setiap kolom maupun baris tidak boleh terjadi pengulangan perlakuan.
Gambar 1 Denah perlakuan penelitian sebagai berikut :
KODE SAPI
WAKTU PERLAKUAN
A
B
C
90 Hari Mar - Mei 2014
P0
P1
P2
90 Hari Mar Mei 2014
P2
P0
P1
90 Hari Mar Mei 2014
P1
P2
P0
Rancangan pelaksanaan kaji widya dengan menggunakan sapi Peranakan Ongole
(PO) silangan sebanyak sembilan ekor dengan rata-rata umur 2.5 tahun dan kisaran
bobot badan 275-300 kg. Adapun pakan yang diberikan terdiri dari: Rumput,
Konsenterat, dan silase isi rumen dengan jumlah yang disesuaikan dengan
kebutuhan ternaknya. Perlakuan dan pengamatan dilakukan selama 3 bulan/90 hari.
Pemberian pakan didasarkan kepada kebutuhan bahan kering (BK) yaitu 3% dari
bobot badan atau sekitar 8-9 kg. Perlakuan pada kaji widya adalah sebagai berikut :
a) Po 50% hijauan +50% konsentrat.
b) P1 50% hijauan +25% konsentrat+25% silase isi rumen.
c) P2. 50% hijauan +12,5 konsentrat +37,5 silase isi rumen.
B. Ruang Lingkup Kajiwidya
Untuk mengetahui apakah silase isi rumen dapat dijadikan campuran pakan sapi
potong, maka dilakukan kaji widya tentang pemberian silase isi rumen sebagai
campuran pakan penggemukan sapi potong.
Penyusuna rancangan penyuluhan berdasarkan hasil identifikasi keadan wilayah
yang terkait pada latar belakang, identifikasi masalah, perumusan masalah, tujuan,
dan materi yang ditetapkan berdasarkan hasil identipikasi sebelum disuluhkan
dimantapkan dulu melalui kaji widya.
C.Populasi Sampel dan Besaran Sampel
Langkah-langkah penentuan sampel dan besaran sampel meliputi identifikasi wilayah
yang dilakukan adalah sebagai berikut:
Orentasi lapang untuk mengumpulkan data potensi wilayah yaitu data primer dan
data sekunder.
- Metode pengumpulan data dengan metode observasi data primer diperoleh melalui
wawancara dengan menggunakan kwesioner dan data skunder diperoleh dari
aparat kecamatan dan desa serta intansi terkait.
Metode pengambilan sample.
Sampel yang akan dijadikan sasaran adalah peternak sapi potong di desa
Plosowangi Kecamatan Cawas Kabupaten Klaten. Pengambilan sample dilakukan
dengan purpusiv sampling dengan kriteria memiliki sapi potong minimal 2 ekor dan
lama usaha minimal 1 tahun dengan jumlah yang dijadikan sample 20 orang sesuai
dengan pendapat Sujana (1996).

D. Prosedur Pengumpulan Data


Prosedur pengumpulan data meliputi :
1.Data Perlakukaan pakan terhadap ternak dikumpulkan, ditabulasi dan di analaisis
2.Data hasil rancangan penyuluhan dikumpulkan , di tabulasi dan dianalisis
E. Teknik Analisa Data
1. Analisa data yang diperoleh dianalisa secara deskriptif dengan tahapan yang
dinyatakan oleh Ginting (1991)
a. Editing, yaitu melakukan pengecekan terhadap kemungkinan kesalahan dalam
pengisian daftar perhitungan dan ketidak serasian informasi.
b. Koding, yaitu mengadakan klasifikasi jawaban responden dan memberikan
kode jawaban tertentu.
c. Tabulasi , yaitu penyusunan data dalam bentuk table, kemudian melakukan
uraian dan penapsiran kembali.
d. Kriteria pola pengetahuan responden tentang penggunaan silase isi rumen
diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) kriteria, yaitu rendah, sedang, dan tinggi.
2. Parameter yang diamati.
a. Konsumsi pakan kering perekor perhari. Untuk mengukur tingkat konsumsi
bahan kering yaitu dengan cara mengukur jumlah pakan yang diberikan
dikurangi jumlah sisa pakan yang tersisa, dengan satuan yang digunakan
Kilogram (kg).
b. Penambahan bobot badan harian (PBBH). Untuk mengukur PBBH dengan
cara menghitung selisih dari bobot akhir pengamatan dengan bobot awal
pengamatan dibagi dengan lamanya pengamatan, satuan yang digunakan
adalah Kilogram (kg).
Bobot akhir bobot awal =kg/hr
Lama waktu pengamatan
Konversi pakan yaitu dengan membandingkan pakan yang dihabiskan dengan
bobot badan yang dihasilkan.
Jumlah pakan yang dihabiskan
Jumlah pertambahan bobot badan.
Dari hasil penelitian, data yang diperoleh dicatat kemudian dianalisis dengan
menggunakan Analisis model linear RBL (Gasversz : 1991)dengan model
matematika sebagai berikut:
Yijk
=
u + i +j + k + ijk
Dimana :
Yijk =
ke-j.

nilai pengamatan dari perlakuan ke- k dalam baris ke- I dan kolom

= nilai tengah populasi

= pengaruh pencampuran Silase isi rumen ke i

= pengaruh pencampuran silase isi rumen ke -j

= Pengaruh pencampuran silase isi rumen ke-k

ijk

= Pengaruh galat percobaan dari perlakuan ke-k pada ke-I dan


kolom ke-j

Daftar sidik ragamnya adalah sebagai berikut :

Sumber Keragaman
Baris
Lajur
Perlakuan
Eror
Julah

DB

JK

KT

Fhit

F tabel
5%

1%

(3-1)
(3-1)
(3-1)
(3-1)(3-2)
(r2-1)

3. Rancangan Penyuluhan.
a. Persiapan.
Penyuluhan akan berjalan dengan baik dan lancer apabila dilakukan persiapan
yang baik.Persiapan yang perlu disiapkan meliputi :ketersedian alat dan bahan
yang diperlukan dalam penyuluhan,Media ,dan serana tempat pelaksanaan
penyuluhan serta sasaran penyuluhan.
b. Penetapan materi.
Materi yang akan disampaikan pada kegiatan penyuluhan merupakan
rekomendasi dari hasil kaji widya tentang penggunan silase isi rumen sebagai
campuran pakan pada penggemukan sapi potong yaitu:Pengertian silase isi
rumen, Manfaat silase isi rumen, cara penggunaan dan pemberiaannya pada
penggemukan sapi potong.
c.Metode, Media, dan Teknik Penyuluhan.
Metode, Media, dan Teknik Penyuluhan yang digunakan akan disesuaikan
dengan : Kondisi jumlah sasaran, Lokasi antar sasaran, Krakteristik sasaran dan
Waktu yang tersedia.
Metode Penyuluhan yang akan digunakan adalah : Pendekatan kelompok dan
Pendekatan indipidu. Teknik Penyuluhan adalah : 1) Ceramah, 2) Diskusi. 3)
Demontrasi cara. Media yang akan digunakan dalam penyuluhan adalah : VCD
dan Folder. Sedangkan Tujuan dari Penyuluhan ini adalah : Untuk meningkatkan
pengetahuan petani ternak sapi potong tentang penggunaan silase isi rumen
sebagai campuran pakan pada penggemukan sapi potong.
d. Pelaksanaan dan Pengorganisasian.
Sasaran penyuluhan adalah
kelompok tani ternak sapi potong di desa
Plosowangi Kecamatan Cawas Kabupaten Klaten Sebanyak 20 orang.
e. Evaluasi.
Untuk mengetahui pola tingkat pengetahuan sasan tentang penggunaan silase isi
rumen sebagai campuran pakan pada penggemukan sapi potong dilakukan
melalui pre test dan post test. Sedangkan evaluasi tentang hasil pelaksanaan
penyuluhan dilakukan dengan menggunakan rumus Efektifitas program yaitu :
1. Efektifitas perubahan pengetahuan:
Kejadian peningkatan pengetahuan X 100 %
Target peningkatan pengetahuan
2. Efektifitas program.
Kejadian pengetahuan
X 100 %.
Target perubahan pengetahuan.
Peningkatan pengetahuan yang dimaksud adalah : Peningkatan
pengetahuan sasaran tentang materi yang disampaikan pada waktu
penyuluhan.Sehingga Ginting (1994) menyatakan untuk mengetahui
efektifitas program dan efektifitas perubahab pengetahuan dapat diukur
dengan tiga kategori dan dengan tiga kretaria yaitu sebagai berikut :
a. Efektif
= > 66,66 %.
b.Cukup efektif
= 33,33 66,66 %.
c. Kurang efektif
= < 33,33 %.

IV. TEMUAN DAN PEMBAHASAN


A.Temuan
1. Hasil Kajiwidya Penggunaan silase isi rumen Kulit Buah Kakao sebagai
Campuran Pakan pada Penggemukan Sapi Potong.
Temuan kajiwidya penggunaan silase isi rumen kulit buah kakao sebagai campuran
pakan pada penggemukan sapi potong dengan beberapa tingkatan, yaitu
penggunaan 0,5 kg/ekor/hari penambahan berat badan harian sapi mencapai 0,24
kg - 1,35 kg/ekor/hari, penggunaan 1 kg/ekor/hari penambahan berat badan harian
sapi mencapai 0,95 kg 1,61 kg/ekor/hari dan yang tidak menggunakan silase isi
rumen kulit buah kakao penambahan berat badan harian mencapai 0,55 kg 1,17
kg/ekor/hari, dapat dilihat pada tabel 1.
Dari hasil kajiwidya sebagaimana data diatas, penambahan berat badan harian
yang tertinggi dapat dicapai dengan penggunaan silase isi rumen kulit buah kakao
1 kg/hari/ekor. Dengan demikian hasil penelitian yang menjadi rekomendasi materi
penyuluhan pada pembuatan rancangan penyuluhan adalah pemanfaatan silase isi
rumen kulit buah kakao sebagai campuran pakan pada penggemukan sapi potong
1 kg/hari/ekor dalam ransum, yang diberikan dua kali sehari.
Dari analisis sidik ragam sebagaimana pada lampiran 2 tabel 12 menunjukan
pemanfaatan kulit buah kakao tidak berpengaruh nyata (P < 0,05) dan (P < 0,01).
2. Temuan Penerapan Rancangan Penyuluhan Penggunaan silase isi rumen
Kulit Buah Kakao sebagai Campuran Pakan pada Penggemukan Sapi Potong
Pelaksanaan penerapan rancangan penyuluhan dapat berjalan sesuai
dengan yang direncanakan dalam proposal, yaitu jumlah sasaran, waktu
pelaksanaan, teknik, metode pelaksanaan dan media yang digunakan terlaksana
dengan baik. Materi penyuluhan yang disampaikan sangat tepat, sesuai dengan
kebutuhan sasaran dalam menanggulangi masalah pakan pada penggemukan
sapi potong.
Hasil evaluasi pelaksanaan penyuluhan dari data yang diperoleh pada
pengisian kuisioner sebelum penyuluhan sebagaimana pada lampiran 4
menunjukan tingkat pengetahuan petani ternak yang mengikuti penyuluhan ratarata skor 21,4, sedangkan tingkat pengetahuan petani ternak setelah mengikuti
penyuluhan sebagaimana dapat dilihat pada lampiran 5 rata-rata skor 40,1. Hasil
evaluasi pelaksanaan penyuluhan tentang efektivitas penyuluhan dan efektivitas
perubahan pengetahuan adalah sebagai berikut
a. Efektivitas penyuluhan

40,1
X 100% 89,1% , termasuk kategori efektif
45
b. Efektivitas perubahan pengetahuan

18,7
X 100% 79,2% , termasuk kategori efektif
23,6
A. Pembahasan
A. Penggunaan silase isi rumen Kulit Buah Kakao sebagai Campuran Pakan
pada Penggemukan Sapi Potong
Pengaruh perlakuan penggunaaan silase isi rumen kulit buah kakao sebagai
campuran pakan pada penggemukan sapi potong beberapa tingkatan dapat dilihat
pada tabel 1 berikut ini.
Tabel 1. Rata-rata Pengaruh Penggunaan silase isi rumen Kulit Buah Kakao
terhadap Penambahan Berat Badan Harian Sapi Potong.

Perlakuan
P0 ( tanpa silase isi rumenkulit buah kakao)
P1 (0,5 Kg silase isi rumen kulit buah kakao )
P2 ( 1 Kg silase isi rumen kulit buah kakao)

PBB/hari/ekor
0,55 1,17
0,24 1,35
0,95 1,61

Rata-rata
(kg/hari/ekor)
0,89
0,97
1,33

Dari tabel 1 diatas menunjukan bahwa terdapat perbedaan yang tidak


nyata antara perlakuan P0 dengan P1 dan P2, P1 dengan P2, penambahan berat
badan sapi tertinggi dapat dicapai pada perlakuan P2 yaitu rata-rata 1,33
kg/hari/ekor, walaupun penggunaan silase isi rumen kulit buah kakao memberikan
pengaruh tidak nyata, namun penambahan berat badan harian sapi tertinggi
tercapai pada penggunaan 1 kg/hari/ekor, dibandingkan dengan penggunaan 0,5
kg maupun tanpa menggunakan. Sependapat dengan hasil penelitian Mahyuddin
dan Bakrie (1993) pemberian berbagai tingkat kulit coklat (21,2% - 37,2%) pada
ransum ternak sapi PO memberikan pertambahan berat badan harian yang
bervariasi antara 0,1 kg 0,75 kg/ekor/hari.
Selama penelitian ini dilakukan, pemberian kulit buah kakao yang dicampur
dengan konsentrat, tidak pernah ada yang tersisa setiap kali perpemberian. Ini
menunjukan bahwa penggunaan kulit buah kakao tidak mengurangi tingkat
kesukaan ataupun mengurangi konsumsi pakan yang diberikan kepada sapi.
Sejalan dengan hasil penelitian : Bakrie, Sitepu, Situmorang, Panggabean dan
Sirait dalam seminar Nasional Sains dan Teknologi Peternakan (1995),
mengatakan penambahan kulit buah kakao dalam ransum memperlihatkan
kecenderungan untuk menyebabkan peningkatan jumlah pakan yang dikonsumsi
oleh sapi, namun penambahan kulit buah kakao sampai 30% dalam ransum
masih belum menunjukan perbedaan yang nyata (P < 0,05) dengan tanpa
pemberian kulit buah kakao.
Ditinjau dari aspek ekonomi (harga pakan) pada lampiran 7, tabel 13
penggunaan 1 kg/hari/ekor, dengan asumsi harga kulit buah kakao Rp. 250 dan
konsentrat Rp. 1.000, ini berarti dengan menggunakan 1 kg/hari/ekor petani ternak
dapat mengurangi biaya pakan Rp. 750 /hari/ekor.
Hasil analisis sidik ragam pada lampiran 2 tabel 3, menunjukan pengaruh
perlakuan penggunaan kulit buah kakao sebagai campuran pakan terhadap
penambahan berat badan harian sapi, berpengaruh tidak nyata (P < 0,05 dan P <
0,01), ini berarti H0 diterima. Ini disebabkan karena kandungan bahan kering dan
protein dari komposisi pakan yang diberikan hanya mencapai : perlakuan P0 bahan
keringnya 9 kg proteinnya 476,5 gram, perlakuan P1 bahan keringnya 9 kg
proteinnya 513 gram sedangkan perlakuan P2 bahan keringnya 87 kg proteinnya
511 gram (terlampir pada lampiran 7).
Penambahan berat badan harian rata-rata pada perlakuan P2 menunjukan
penambahan berat badan harian sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan
perlakuan P1 dan P0. Ini berarti perlakuan P2 yang menggunakan kulit buah kakao 1
kg/ekor/hari memberikan pengaruh lebih baik dari pada perlakuan yang
menggunakan kulit buah kakao 0,5 kg maupun yang tidak menggunakan, karena
kandungan bahan kering dan protein komposisi pakan perlakuan P2 lebih tinggi
sedikit dibandingkan dengan perlakauan P1 dan P0. Berdasarkan hasil penelitian
ini, kulit buah kakao yang merupakan limbah dari hasil perkebunan, masih
potensial untuk dimanfaatkan sebagai pakan ternak sapi.
Hasil penelitian yang dilakukan (menggunakan 1 kg/ekor/hari memberikan
penambahan berat badan harian rata-rata 1,33 kg/ekor/hari) dan ditinjau dari
aspek ekonomi (biaya pakan), penggunaan kulit buah kakao masih sangat layak
dianjurkan kepada para petani ternak sapi secara khusus, maupun kepada petani

ternak yang memelihara ternak ruminansia, karena kulit buah kakao masih
mengandung beberapa zat makanan yang dibutuhkan oleh ternak. Sebagaimana
yang dikatakan Kartadisastra yang mengutip Harrie et al (2004) kulit buah kakao
mengandung Bahan Kering 90%, Protein 9,7%dari BK, Lemak 1,8% dari BK, Serat
32,6% dari BK, Mineral 7,3 dari BK dan 2,71 Energi (Mcal) ME.
B. Penerapan Rancangan Penyuluhan Pemanfaatan silase isi rumen Kulit Buah
Kakao sebagai Campuran Pakan pada Penggemukan Sapi Potong
I. Alasan Penetapan Rancangan Penyuluhan
Materi penyuluhan yang di rekomendasikan yaitu Penggunaan silase
isi rumen kulit buah kakao sebagai campuran pakan pada penggemukan sapi
potong , karena materi ini sudah dimantapkan melalui kaji widya. Ditinjau dari
aspek teknis materi penyuluhan ini dapat dilakukan oleh petani ternak, karena
beberapa hal yaitu :(1) limbah kulit buah kakao tersedia dan melimpah dilokasi
penerapan rancangan, (2) teknologi ini dapat dikerjakan oleh petani ternak dan (3)
pengaruh pemanfaatannya baik yaitu dapat memberikan penambahan BBH sapi
0,97 kg 1,33 kg/ekor/hari. Berdasarkan aspek sosial masyarakat dilokasi
penerapan rancangan, pemberian kulit buah kakao pada ternak sapi, tidak
dipertentangkan.
Ditinjau dari analisa harga pakan lebih menguntungkan karena dengan
mengurangi konsentrat 1 kg/ekor/hari dapat memberikan penambahan BBH sapi
lebih tinggi dari yang tidak menggunakan. Dari hasil penelitian, penggunaan kulit
buah kakao yang dianjurkan yaitu 1 kg/ekor/hari, diberikan dua kali sehari
dicampur dengan konsentrat.
Beberapa alasan dan pertimbangan penetapan rancangan penyuluhan ini
yaitu : (1) Petani ternak belum mengetahui manfaat limbah kulit buah kakao,
sehingga belum pernah ada yang memanfaatkannya, (2) Limbah kulit buah kakao
melimpah, (3) Prospek pasar komoditi ternak sapi baik, (4) Menanggulangi biaya
pakan dalam memelihara sapi yang relatif tinggi, (5) Teknologi dapat dilaksanakan
oleh petani ternak.
II. Penerapan Rancangan Penyuluhan
Penerapan rancangan penyuluhan tentang penggunaan kulit buah kakao
sebagai campuran pakan pada penggemukan sapi potong, berjalan sesuai dengan
rencana karena ada beberapa faktor yang mendukung dari hasil identifikasi
masalah dan potensi wilayah sebagai berikut :
a. Sasaran Penyuluhan
Dari hasil identifikasi masalah dan potensi wilayah sasaran yang mengikuti
penyuluhan yaitu kelompok tani ternak didesa Plosowansi Kecamatan Cawas
Kabupaten Klaten Provinsi Jawa Tengah, dimana sasaran ini belum pernah
memanfaatkan kulit buah kakao sebagai pakan ternak sapi, hal ini disebabkan
sasaran belum mengetahui tentang manfaat dan cara memanfaatkan limbah kulit
buah kakao untuk dijadikan pakan ternak sapi. Penetapan sasaran didasarkan
atas beberapa pertimbangan yaitu sasaran minimal memelihara sapi 2 ekor dan
memiliki kebun kakao minimal 0,25 ha.
Sebagaimana dikatakan oleh Ibrahim (2003) sasaran penyuluhan pertanian
adalah para petani dan keluarganya agar pengetahuan, keterampilan dan
sikapnya menjadi meningkat sehingga bersedia memanfaatkan peluang yang ada.
Diwilayah desa Plosowangi peluang yang ada yaitu pengembangan usaha sapi
potong, dengan pemanfaatan limbah kulit buah kakao, jerami padi, dedak padi
dan bungkil kelapa sebagai pakan ternak sapi.
Sasaran peserta penyuluhan dalam penerapan rancangan ini berjumlah 20
orang, diharapkan dari 20 orang yang menerima penyuluhan selanjutnya akan
terjadi difusi teknologi baik secara langsung maupun tidak langsung.
Soedarmanto (1992) mengatakan bahwa sasaran penyuluhan meliputi sasaran
utama yaitu petani nelayan dan keluarganya, sasaran penentu keberhasilan

penyuluhan meliputi pejabat pemerintah dan peneliti, lembaga pendidikan,


penyalur, pengusaha, media masa dan lainnya. Sedangkan untuk sasaran
penunjang atau pendukung yaitu segenap lapisan masyarakat seperti tokoh
masyarakat dan organisasi profesi.
b. Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dari pelaksanaan penyuluhan yaitu peningkatan
pengetahuan tentang penggunaan kulit buah kakao sebagai campuran pakan
pada penggemukkan sapi potong. Peningkatan pengetahuan yang dicapai setelah
penyuluhan yaitu 18,7 (post test rata-rata skor 40,1 pre test rata-rata skor 21,4).
c. Materi Penyuluhan
Materi penyuluhan yang disuluhkan yaitu hasil rekomendasi dari penelitian
yang merupakan hasil pemantapan materi. Materi penyuluhan yang disuluhkan
meliputi : Manfaat silase isi rumen kulit buah kakao, cara memanfaatkan kulit
buah kakao, jumlah pemanfaatan dan dimanfaatkan untuk ternak apa. Materi
penyuluhan yang ditetapkan dan yang disuluhkan merupakan hal yang dapat
memecahkan masalah yang didapat pada waktu identifikasi masalah dan potensi
wilayah, masalah yang dihadapi petani ternak sapi yaitu biaya pakan relatip tinggi.
Selain pertimbangan tersebut diatas ada beberapa yang dipertimbangkan dalam
menetapkan materi, sebagaimana juga dikemukakan oleh Soedarmanto (1992)
syarat pokok materi penyuluhan yang akan disampaikan kepada petani harus
memenuhi syarat yaitu : (1) secara teknis mudah dilakukan oleh petani, (2) secara
ekonomis dapat dipertanggung jawabkan dan (3) secara sosiologis diinginkan
oleh masyarakat petani.
Kenyatan dilokasi penyuluhan kulit buah kakao sangat mudah didapat dan
cara pemanfaatannya pun petani ternak dapat melakukan, secara ekonomi
pemanfaatan kulit buah kakao dapat mempermurah harga pakan serta ditinjau
dari sosiologis masyarakat kedua hal tadi mempengaruhi keinginan untuk
mengadopsi teknologi ini, terlebih lagi inovasi ini tidak bertentangan dengan sosial
masyarakat.
d. Metode Penyuluhan
Metode penyuluhan perlu mendapatkan perhatian dalam pelaksanaan
penyuluhan, karena dengan metode yang kurang tepat tujuan penyuluhan tidak
sepenuhnya dapat dicapai. Dalam pelaksanaan penyuluhan digunakan dengan
pendekatan kelompok, dengan beberapa pertimbangan dari keadaan sasaran,
metode ini diagap paling cocok dan efektif digunakan. Soedarmanto (1992)
mengatakan metode penyuluhan yang baik mempunyai syarat yaitu sesuai
dengan keadaan sasaran, tepat mengenai sasaran dan tepat waktunya serta
murah biayanya.
Digunakan metode pendekatan kelompok dalam pelaksanaan penyuluhan,
dengan beberapa pertimbangan yang dianggap penting yaitu sasaran
penyuluhan, materi penyuluhan dan keadaan lokasi penyuluhan, sebagaimana
juga dikemukakan Bambang Riyanto (2000) Pertimbangan yang digunakan dalam
pemilihan metode penyuluhan pertanian pada dasarnya dapat digolongkan dalam
empat golongan yaitu dari segi petani, sumberdaya, keadaan daerah dan
kebijaksanaan pemerintah.
e. Teknik Penyuluhan
Teknik penyuluhan yang digunakan dalam penerapan rancangan, adalah
ceramah, diskusi dan demontrasi cara. Perpaduan tiga teknik penyuluhan ini
digunakan, agar penyampaian pesan dapat lebih efektif sehingga inovasi dapat
diterima dengan baik, cepat dan lengkap. Pada waktu menyampaikan pesan,
diperhatikan keadaan sasaran dan kondisi waktu saat pesan disampaikan.
Sebagaimana menurut Vanden Ben (1999) penceramah yang baik yaitu: (1)
cermat membaca literature dan menyampaikan hal yang penting, (2) mampu
menghubungkan bahasa dengan sasaran dan (3) menyusun isi ceramahnya
dengan systematis. Demontrasi cara digunakan bersamaan dengan ceramah,

sehingga sasaran disamping mendengarkan isi pesan, juga dapat melihat cara
pemanfaatannya. Dengan menggunakan metode demonstrasi sering dipandang
sebagai metode yang paling efektif, karena metode seperti ini sesuai dengan
motto penyuluhan pertanian seeing is believing yang dapat diartikan dengan
melihat kita menjadi percaya atau percaya karena melihat (Bambang Riyanto :
2000).
Setelah ceramah selesai disampaikan, dilanjutkan dengan diskusi
berkaitan dengan materi yang sudah disuluhkan, agar petani ternak peserta
penyuluhan dapat menyampaikan masalah-masalah dan pendapat-pendapat
yang perlu dimusyawarahkan, untuk mendapatkan pemecahannya. Menurut
Sastraatmadja (1986) pertemuan diskusi biasanya dipergunakan untuk pertukaran
pendapat mengenai suatu hal yang akan diselenggarakan, atau guna
mengumpulkan saran untuk memecahkan suatu masalah.
f. Media Penyuluhan
Sebagai bahan bacaan pada waktu penyuluhan dan setelah selesai
mengikuti penyuluhan, dibagikan media penyuluhan berupa folder, dengan
harapan teknologi inovasi yang disuluhkan dapat diadopsi dengan baik. Dari hasil
identifikasi potensi wilayah petani ternak yang menjadi sasaran yang menerima
penyuluhan, tingkat pendidikan teredah adalah sekolah dasar (bisa membaca)
dengan demikian media folder dapat digunakan.
Dasar pertimbangan memilih media penyuluhan adalah untuk
memperlancar proses komunikasi atau ingin memberikan gambaran yang lebih
konkrit dan dapat menambah pengertian serta mendalami materi yang
disampaikan kepada sasaran (Soedarmanto : 1992).
g. Evaluasi Penyuluhan
Pelaksanaan penyuluhan dapat berjalan dengan baik, karena dilakukan
dengan pertimbangan yang memenuhi syarat- syarat dalam menetapkan sasaran,
materi penyuluhan,
metode, teknik dan media. Evaluasi dilakukan untuk
mengetahui bagaimana hasil kegiatan penyuluhan yang sudah dilaksanakan,
berkaitan dengan tingkat efektivitas penyuluhan dan tingkat efektivitas perubahan
pengetahuan. Sebagaimana yang dikemukan Mardikanto dan Sutarni (1999)
manfaat dari evaluasi adalah (1) untuk mengetahui sejauh mana tujuan telah
dicapai, (2) apakah perubahan yang terjadi sesuai dengan yang di inginkan, (3)
untuk mengetahui segala permasalahan yang dihadapi dalam mencapai tujuan
dan (4) mengukur tingkat efektivitas dan efisiensi dari metode dan sitem kerja
yang telah diterapkan.
Penyuluhan dilaksanakan tanggal 10 sampai dengan 11 Juli 2014 di
Kelompok Tani Desa Plosowangi Kecamatan Cawas Kabupaten Klaten. Hasil
pelaksanaan penyuluhan sebagaimana pada tabel berikut : tingkat pengetahuan
petani ternak tentang penggunaan kulit buah kakao sebagai campuran pakan
pada penggemukan sapi sebelum penyuluhan dapat dilihat pada tabel 2,
sedangkan tingkat pengetahuan setelah penyuluhan pada tabel 3.
Tabel 2. Distribusi Tingkat Pengetahuan Petani Ternak Tentang Penggunaan
silase isi rumen Kulit Buah Kakao sebagai Campuran Pakan pada
Penggemukkan Sapi Potong sebelum Penyuluhan.
No

Kategori tingkat
Responden
pengetahuan
N
%
1.
Rendah (< 25)
17
85
2.
Sedang (25 34)
3
15
3.
Tinggi (> 34)
Jumlah
20
100
Sumber : Data primer waktu penyuluhan 2014

Tingkat pengetahuan
Jumlah Skor
Rata-rata
347
20,4
81
27
428
21,4

Pada tabel 2 menunjukan bahwa tingkat pengetahuan petani ternak


tentang penggunaan kulit buah kakao, sebelum penyuluhan menunjukan 17
responden (85 %) dari 20 responden dengan jumlah skor 347 dengan kategori
tingkat pengetahuan petani ternak rendah. Dari kenyataan ini materi penyuluhan
masih sangat perlu disuluhkan kepada petani ternak.
Tabel 3. Distribusi Tingkat Pengetahuan Petani Ternak Tentang
Penggunaan silase isi rumen Kulit Buah Kakao sebagai
Campuran Pakan pada Penggemukan Sapi Potong sesudah
Penyuluhan.
No

Kategori tingkat
Responden
pengetahuan
N
%
1.
Rendah (< 25)
2.
Sedang (25 34)
2
10
3.
Tinggi (> 34)
18
90
Jumlah
20
100
Sumber : Data primer waktu penyuluhan 2014

Tingkat pengetahuan
Jumlah Skor
Rata-rata
65 32,5
737 40,94
802 40,1

Dari hasil evaluasi sebagaimana dapat dilihat pada tabel 3, peningkatan


pengetahuan petani ternak setelah diberikan penyuluhan sangat signifikan, dari
kategori tingkat rendah 85 % sebelum penyuluhan meningkat menjadi kategori
tingkat tinggi 90 % setelah diberikan penyuluhan.
Data hasil evaluasi awal (pre test) sebagaimana pada lampiran 4 dan
data hasil evaluasi akhir (post test) pada lampiran 5, menunjukan tingkat
pengetahuan petani ternak dari 20 responden sebelum penyuluhan mempunyai
rata-rata skor 21,4 namun setelah diberikan penyuluhan tingkat pengetahuan
menjadi rata-rata skor 40,1. Hal ini berati terjadi peningkatan pengetahuan
tentang materi yang disuluhkan sebesar 18,7, dimana target pengetahuan setelah
penyuluhan adalah 45. Jadi dengan tingkat pengetahuan sebelum penyuluhan
21,4 terdapat kesenjangan sebesar 23,6. Dari data diatas dapat diketahui
efektivitas penyuluhan dan efektivitas perubahan pengetahuan sebagai berikut :
a. Efektivitas penyuluhan

40,1
X 100% 89,1% , termasuk kategori efektif
45
b. Efektivitas perubahan pengetahuan

18,7
X 100% 79,2% , termasuk kategori efektif
23,6
Keterangan kategori efektivitas :
- Kurang efektif dengan skor < 33,3
- Cukup efektif dengan skor 33,3 66,6
- Efekti dengan skor
> 66,6
Peningkatan pengetahuan petani ternak tentang materi yang disuluhkan
dipengaruhi oleh beberapa variabel meliputi : umur, pendidikan, jumlah pemilikan
lahan, lama memelihara ternak sapi, jumlah anggota keluarga dan jumlah
pemilikan ternak sapi. Besaran pengaruh masing-masing variabel itu dapat dilihat
pada beberapa tabel berikut ini:
Tabel 4. Distribusi Hubungan Antara Umur Dengan Tingkat Pengetahuan
Petani Ternak tentang Penggunaan silase isi rumen Kulit Buah
Kakao sebagai Campuran Pakan pada Penggemukan Sapi Potong

Kategori umur
(tahun)

Resp

Tingkat pengetahuan

No

Pre test
N

Jlh
Skor

Peningkatan
Pengetahuan

Post test

Ratarata

Jlh
Skor

Rata-rata

1.

Muda (< 34)

40

173

21,6

321

40,1

18,5

2.

Sedang(34-41)

45

192

21,3

366

40,7

19,4

3.

Tua (> 41)

15

63

21

115

38,3

17,3

Sumber : Data primer waktu penyuluhan 2014


Pada tabel 4 menunjukan peningkatan pengetahuan tertinggi tentang
materi yang disuluhkan, terjadi pada umur sedang (34 41 tahun) yaitu 19,4
diikuti umur muda dengan peningkatan 18,5. Ini sejalan dengan pendapat
Sastraatmaja (1986) yang mengatakan bahwa semakin bertambah umur sukar
untuk belajar karena dipengaruhi faktor fisiologis seperti titik dekat penglihatan
semakin jauh, pendengaran semakin berkurang dan dipengaruhi pula oleh factor
psikologis seperti belajar pada orang tidak suka digurui tapi dimotivasi untuk
mengetahui suatu inovasi. Pendapat ini juga diperkuat oleh Soekartawi (1988)
mengatakan umur seseorang berpengaruh dalam mengadopsi inovasi, dan petani
yang umurnya lebih muda biasanya mempunyai semangat ingin tahu dan
berusaha lebih cepat untuk mengadopsi inovasi.
Maka sebagai kesimpulan pendapat diatas sasaran umur muda dan
sedang lebih perioritas untuk diberikan penyuluhan, sehingga dari petani-petani ini
nantinya diharapkan dapat menyebarluaskan dan dapat dicontoh oleh petanipetani disekitarnya.
Tabel 5. Distribusi Hubungan Antara Tingkat Pendidikan Dengan Tingkat
Pengetahuan Petani Ternak tentang Penggunaan Silase Isi
Rumen Kulit Buah Kakao sebagai Campuran Pakan pada
Penggemukan Sapi Potong
Kategori
tingkat pddk

Resp

Tingkat pengetahuan

No

Pre test
N

Jlh
Skor

Ratarata

Post test
Jlh
Skor

Peningkatan
Pengetahuan

Rata-rata

1.

SD

12

60

245

20,4

460

38,3

17,9

2.

SLTP

25

109

21,8

208

41,6

19,8

3.

SLTA

15

76

25,3

134

44,7

19,4

Sumber : Data primer waktu penyuluhan 2014


Pada tabel 5 peningkatan pengetahuan tetinggi terjadi pada kategori
tingkat pendidikan SLTP yaitu 19,8 disusul dengan tingkat pendidikan SLTA 19,4.
Ini menujukan tingkat sumber daya manusia yang lebih tinggi, tingkat adopsi
inovasinya lebih baik. Sejalan dengan pendapat Van den Ban (1999) mengatakan
bahwa petani dapat memecahkan masalahnya sendiri jika mereka memiliki cukup
pengetahuan.

Tabel 6. Distribusi Hubungan antara Jumlah Pemilikan Lahan dengan


Tingkat Pengetahuan Petani Ternak tentang Penggunaan Silase Isi
Rumen Kulit Buah Kakao sebagai campuran Pakan pada
Penggemukan Sapi Potong

No

Kategori
pemilikan lahan
(Ha)

Resp

Tingkat pengetahuan
Pre test

Jlh
Skor

Post test

Ratarata

1.

Sempit(< 1)

10

40

2.

Sedang(1-2)

16

80

347

3.

Luas (> 2)

10

41

20

Jlh
Skor

Peningkatan
Pengetahuan

Rata-Rata

77

38,5

18,5

21,9

643

40,2

18,3

20,5

82

41

20,5

Sumber : Data primer waktu penyuluhan 2014


Pada tabel 6 menunjukan peningkatan pengetahuan tertinggi setelah
diberikan penyuluhan terjadi pada petani ternak yang memiliki lahan luas (> 2 Ha).
Ini dikarenakan kebanyakan petani yang memiliki lahan luas sangat respon
dengan teknologi, untuk meringankan dalam mengelola usahanya, sehingga
dapat lebih efisien dan efektif. Hal ini sependapat dengan Soekartawi (1988) yang
berpendapat bahwa luas lahan mempengaruhi tingkat adopsi inovasi.
Tabel 7. Distribusi Hubungan antara Lama Memelihara Ternak Sapi dengan
Tingkat Pengetahuan Petani Ternak tentang Penggunaan Silase
isi Rumen Kulit Buah Kakao sebagai Campuran Pakan pada
Penggemukan Sapi Potong

No

Kategori lama
memelihara ternak
sapi (thn)

Resp

Pre test
N

1.

Baru (< 7)

2.
3.

Tingkat pengetahuan

Jlh
Skor

Ratarata

Post test
Jlh
Skor

Peningkatan
Pengetahuan

Rata Rata

14

70

298

21,3

555

39,6

18,3

Sedang(711)

20

82

20,5

158

39,5

19

Lama (> 11)

10

48

24

89

44,5

20,5

Sumber : Data primer waktu penyuluhan 2014


Pada tabel 7 peningkatan pengetahuan tertinggi dari kategori lama
memlihara ternak sapi terjadi pada petani ternak yang lama memlihara sapi (> 11
tahun) yaitu 20,5 ini menunjukan petani ternak yang lama memlihara ternak lebih
tertarik dengan teknologi baru, untuk dapat diterapkan dalam usahanya, dengan
harapan teknologi itu dapat meningkatkan keuntungan dalam berusaha. Keadaan
ini juga sejalan dengan penyatan yang mengatakan, tindakan yang mengarah
kepada suatu hasil yang diinginkan secara maksimal cendrung diulangi dalam
keadaan serupa dan memerlukan waktu lama (Van den Ban : 1999). Sependapat
juga dengan pernyataan Soekartawi (1986) yang menjelaskan bahwa proses
adopsi inovasi adalah proses mental dalam diri seseorang mulai pertama kali
mendengar sampai akhirnya mengadopsi.

Tabel 8. Distribusi Hubungan antara Jumlah Pemilikan Ternak Sapi dengan


Tingkat pengetahuan Petani Ternak tentang Penggunaan silase
isi rumen Kulit Buah Kakao sebagai Campuran Pakan pada
Penggemukan Sapi Potong
Kategori pemilikan
ternak sapi (Ekor)

Resp

Tingkat pengetahuan

No

Pre test
N

Jlh
Skor

Ratarata

Post test
Jlh
Skor

Peningkatan
Pengetahuan

RataRata

1.

Sedikit (< 4)

11

55

241

21,9

444

40,4

18,5

2.

Sedang(45)

40

166

20,8

319

39,9

19,2

3.

Banyak (>5 )

21

39

20

19

39

Sumber : Data primer waktu penyuluhan 2014


Pada tabel 8 menunjukan peningkatan pengetahuan tertinggi terjadi pada
petani ternak yang memiliki ternak sapi banyak (> 5 ekor). Ini menunjukan bahwa
petani ternak yang memiliki ternak sapi lebih aktif mencari informasi teknologi
yang menguntungkan usahanya, dan cepat menerima dan mencobanya.
Sependapat dengan dengan penyataan Soekartawi (1986) mengatakan ukuran
usaha tani selalu berhubungan positif dengan adopsi. Gonzales (1988) juga
mengemukan pendapat yang sama yaitu petani ternak yang mempunyai ternak
banyak semakin tinggi tingkat pengetahuan, dan juga semakin tinggi pula tingkat
adopsinya terhadap suatu inovasi.
Tabel

No

9.Distribusi Hubungan antara Jumlah Anggota Keluarga dengan


Tingkat Pengetahuan Petani Ternak tentang Penggunaan Silase
Isi Rumen Kulit Buah Kakao sebagai Campuran Pakan pada
Penggemukan Sapi Potong

Kategori jumlah
anggota keluarga
(org)

Responden

Tingkat pengetahuan
Pre test

Jlh
Skor

Ratarata

Post test
Jlh
Skor

Peningkatan
Pengetahuan

Rata Rata

1.

Sedikit (< 4)

20

78

19,5

157

39,3

19,8

2.

Sedang(4- 5)

12

60

273

22,8

446

37,2

14,6

3.

Banyak (> 5)

20

77

19,3

157

39,3

20

Sumber : Data primer waktu penyuluhan 2014


Pada tabel 9 menunjukan peningkatan pengetahuan tertinggi dari kategori
jumlah anggota keluarga, terjadi pada petani ternak dengan jumlah anggota keluarga
banyak (> 5 orang). Ini berarti jumlah anggota keluarga yang lebih banyak tersedia
tenaga kerja yang lebih banyak, sehingga penerapan teknologi dimungkinkan dapat
diaplikasikan dalam usaha taninya.

IV. KESIMPULAN DAN SARAN


A. KESIMPULAN
1. Pengaruh penggunaan silase isi rumen kulit buah kakao sebagai campuran pakan
pada pengemukan sapi potong dengan beberapa tingkatan yaitu penggunaan 0,5
kg/ekor/hari memberikan penambahan berat badan harian sapi 0,24 kg - 1,35
kg/ekor/hari, penggunaan 1 kg/ekor/hari penambahan berat badan harian sapi
mencapai 0,95 kg 1,61 kg/ekor/hari dan yang tidak menggunakan kulit buah kakao
penambahan berat badan harian mencapai 0,55 kg 1,17 kg/ekor/hari, penambahan
berat badan harian yang tertinggi dapat dicapai dengan penggunaan silase isi rumen
kulit buah kakao 1 kg/hari/ekor. Analisis sidik ragam dari pengolahan data hasil
penelitian menunjukan pemanfaatan silase isi rumen kulit buah kakao tidak
berpengaruh nyata (P < 0,05) dan (P < 0,01).
2.Dalam mengemas suatu rancangan penyuluhan agar dapat efektip perlu
mempetimbangkan karakter individu sasaran, sosial masyarakat sasaran, keadaan
wilayah sasaran dan materi yang akan disampaikan perlu dimantapkan melalui
penelitian.
3. Hasil evaluasi sebelum dan sesudah penyuluhan, tingkat efektivitas penyuluhan
adalah efektif sedangkan efektivitas perubahan pengetahuannya juga efektif.
Peningkatan pengetahuan petani ternak tentang materi yang disuluhkan dipengaruhi
oleh beberapa variabel : 1) umur peningkatan pengetahuan terjadi pada kategori umur
sedang (31 39 tahun), 2) tingkat pendidikan peningkatan tertinggi terjadi pada petani
ternak dengan tingkat pendidikan SLTP, 3) pemilikan lahan peningkatan pengetahuan
tertinggi terjadi pada petani yang memiliki lahan luas (>2 ha), 4) lama memelihara
ternak sapi peningkatan pengetahuan tertinggi terjadi pada petani yang memelihara
ternak sapi lama (>11 tahun), 5) Jumlah pemilikan ternak peningkatan pengetahuan
tertinggi terjadi pada petani yang memelihara ternak sedang (4 5 ekor) dan 6) jumlah
anggota keluarga peningkatan pengetahuan tertinggi terjadi pada petani dengan
jumlah anggota keluarga terbanyak (> 5 orang).
B.SARAN
1. Teknologi inovasi penggunaan silase isi rumen kulit buah kakao sebagai campuran
pakan untuk penggemukan sapi potong ini tergolong baru dan hasil penelitian
mengenai hal ini relatif masih kurang, untuk itu diharapkan masih ada yang berkenan
melanjukan maupun mengulangi sehingga informasi teknologi ini lebih banyak dan
bervariasi.
2. Kepada petani ternak yang sempat mendapat informasi teknologi ini, apabila
diwilayahnya ada limbah kulit buah kakao, diharapkan dapat menggunakan
kulit buah
42
kakao sebagai campuran pakan untuk ternak sapi, sehingga dapat mengurangi biaya
pakan.
3. Kepada petugas penyuluh pertanian yang bertugas diwilayah yang banyak komuditi
kakao, diharapkan dapat menyampaikan teknologi kepada para petani ternak
binaannya.

DAFTAR PUSTAKA
1. Anonim. 2006. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2006 tentang
Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan. Departemen Pertanian

2. Anonymous. 2002. Kebijaksanaan Nasional Penyelenggaraan Penyuluhan


Pertanian. Jakarta.
3. Anonymous, 2013. Data Statitik Kabupaten Klaten. BPS. Klaten

4. Ginting,E. 2005. Metodologi Kuliah Kerja Lapang. Universitas Brawijaya


Malang.
5. Ibrahim, S dan Harpowo. 2003. Komunikasi dan Penyuluhan Pertanian.
Bayumedia Publishing. Malang.
6. Mardikanto. T, 1996. Penyuluhan Pembangunan Kehutanan. Pusat Penyuluhan
Kehutanan Dephut kerjasama dengan Fakultas Pertanian UNS, Surakarta.
7. Kartasapoetra, A.G., 1988. Teknologi Penyuluhan Pertanian. Bumi Aksara,
Jakarta
8. Mardikanto. T, 1996. Penyuluhan Pembangunan Kehutanan. Pusat Penyuluhan
Kehutanan Dephut kerjasama dengan Fakultas Pertanian UNS, Surakarta.
9. Mardikanto, T., 1999. Penyuluhan Pembangunan Pertanian, Universitas Sebelas
Maret, Surakarta.
10. Mardikanto T. 1991. Bunga Rampai Pembangunan Pertanian. Sebelas Maret
University Prees.Surakarta
11. Syamsudin,U. 1987. Dasar-Dasar Penyuluhan dan Modernisasi Pertanian.
Bina Cipta. Bandung
12. Syamsudin.2002.
Surakarta

Statistik

Diskriptif.

Muhammadiyah

University

Press.

13. Suriatna. 1988. Metode Penyuluhan Pertanian. PT Mediatama Sarana


Perkasa. Jakarta
14. Soedarmanto 1992. Dasar-Dasar dan Pengelolaan Penyuluhan Pertanian.
Universitas Brawijaya. Malang
15. Tillman, A.D., H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo, dan S.
Lebdosoekojo. 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta.
16. Van den Ban. 1999 Penyuluhan Pertanian, Kanisius, Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai