Anda di halaman 1dari 9

PENGOLAHAN AIR LIMBAH RUMAH SAKIT MENGGUNAKAN

KOMPOS TIDAK STABIL DAN EKSUDAT TUMBUHAN DALAM


SISTEM EVAPOTRANSPIRASI
TREATMENT OF HOSPITAL WASTEWATER USING UNSTABLE
COMPOST AND PLANTS EXUDATES WITHIN
EVAPOTRANSPIRATION SYSTEM
Sarwoko Mangkoedi hardjo1), Dewi Permatasari 2)
Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan
Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
E-mail : 1) sarwoko@enviro.i ts.ac.i d ; 2) dh3 wi_r@enviro.its.ac.i d
Abstrak:
Pada umumnya, pengolahan air limbah rumah sakit menggunakan bangunan pengolahan untuk
mengurangi konsentrasi pencemar sebelum dibuang ke badan air. Namun bangunan tersebut memiliki batasan
umur konstruksi. Untuk itu, diperlukan cara untuk memaksimalkan kondisi konstruksi yang sudah ada. Salah
satunya dengan memaksimalkan debit limbah yang diolah dengan penambahan sistem tumbuhan di dalamnya.
Pendekatan pengolahan limbah dengan pemanfaatan tumbuhan dapat dikombinasikan dengan kompos tidak
stabil. Hal ini dapat meningkatkan biodegradabilitas limbah dan menurunkan konsentrasi pencemar pada
limbah dalam sistem evapotranspirasi tumbuhan. P e n e l i t i a n i n i b e r t u j u a n u n t u k mengetahui
komposisi air limbah rumah sakit dan kompos tidak stabil yang mampu menghasilkan tingkat
b io d eg rad abi l ita s ( pa ra met er ra sio BOD/ C OD > 0,5 ). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kombinasi
kompos tidak stabil (1 %, 5 %, dan 10 %) dan tumbuhan air (Melati Air, Tapak Kuda, dan Ki Ambang) dapat
meningkatkan biodegradabilitas limbah. Rasio BOD/COD awal limbah yaitu 0,11 dan rasio akhir BOD/COD
limbah dapat mencapai 0,32-0,81 dengan penambahan sistem tumbuhan. Demikian halnya terhadap penurunan
konsentrasi pencemar pada limbah, dimana efisiensi removal parameter berkisar antara 14% hingga 98%
terhadap parameter yang ada. Variasi yang paling tepat terhadap variasi yang digunakan adalah Tumbuhan
Tapak Kuda (Ipomoea pes-caprae (L) Sweet) dan Kompos 10% (10 gr/liter) karena memiliki rasio BOD/COD
tertinggi yaitu 0,81. Dalam hal laju evapotranspirasi, variasi terbaik dalam penelitian ini adalah Tumbuhan
Melati Air (Echinodorus palaefolius var. Latifolius) dan Kompos 1% (1 gr/liter).
Kata kunci: air limbah rumah sakit, kompos tidak stabil, eksudat tumbuhan, evapotranspirasi.
Abstract:
Generally, wastewater treatment in hospital uses treatment units to reduce pollutants concentration
before being discharged into water bodies. But the structures has an age limit construction. So that, needed a
way to maximize existing construction conditions. One of them by maximizing the discharge of waste that is
processed by the addition of the plants in it. Approach to the utilization of wastewater treatment plants can be
combined with unstable compost. This could increase the biodegradability of wastewater and reduce pollutants
concentration in wastewater in the system of plants evapotranspiration. This study aims to determine the
composition between hospital wastewater and unstable compost which could produce the level of
biodegradability (Ratio of BOD/COD > 0,5). The results showed that the combination between unstable compost
(1 %, 5 %, and 10 %) and aquatic plants (Echinodorus palaefolius var. Latifolius, Ipomoea pes-caprae (L)
Sweet, and Salvinia molesta Mitchell) can improve the biodegradability of wastewater. The wastewater ratio of
BOD/C OD that is 0,11 and the beginning of the final ratio of BOD/COD to reach 0,32 to 0,81 by addition plants
system. Similiarly to the decrease of pollutants concentration in wastewater, where the removal efficiency
parameter ranges from 14% to 98% of the existing parameters. Variation most appropriate to variations used
are Ipomoea pes-caprae (L) S weet and 10% (gr/l) unstable compost, because it has a ratio of BOD/COD
highest 0,81. In terms of the rate of evapotranspiration, the best variation in this study is Echinodorus
palaefolius var. Latifolius and 1% (gr/l) unstable compost.
Keywords: hospital wastewater, unstable compost, plants exudates, evapotranspiration.

PENDAHULUAN
Pada umumnya, pengolahan air limbah rumah sakit menggunakan bangunan pengolahan
untuk mengurangi konsentrasi pencemar sebelum dibuang ke badan air. Namun bangunan
tersebut memiliki batasan umur konstruksi. Ketika umur konstruksi habis, bahan bangunan
terpakai akan terakumulasi dan mengakibatkan berbagai masalah lingkungan
(Mangkoedihardjo, 2008). Untuk itu, diperlukan cara untuk memaksimalkan kondisi
konstruksi yang sudah ada. Salah satunya dengan memaksimalkan debit limbah yang diolah
dengan penambahan sistem tumbuhan di dalamnya. Limbah pada penelitian ini berasal dari
inlet Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) RSUD Dr. Soetomo Surabaya. Adapun
tumbuhan yang digunakan berdasarkan keragaman akar adalah jenis tumbuhan air, seperti
Melati Air (Echinodorus palaefolius var. Latifolius), Ki Ambang (Salvinia molesta Mitchell),
dan Tapak Kuda (Ipomoea pes-caprae (L) Sweet). Dimana pada setiap akar tumbuhan
terdapat mikroba akar yang mengkonsumsi eksudat tumbuhan untuk menyerap polutan.
Untuk dapat menambah kemampuan tumbuhan dalam menyerap polutan, maka air
limbah dikombinasikan dengan kompos tidak stabil dalam upaya peningkatan
biodegradabilitas limbah. Penelitian terdahulu menjelaskan bahwa campuran lindi toksik dan
kompos tidak stabil dapat menghasilkan bahan yang biodegradable. Hasil tersebut
ditunjukkan dengan adanya peningkatan rasio BOD/COD dari 0,2 menjadi 0,5 pada sampel
campuran tersebut (Mangkoedihardjo dkk., 2009). Penelitian ini memiliki nilai tambah yaitu
menggunakan diversitas tumbuhan air untuk mereduksi polutan. Selain itu, diversitas
tumbuhan yang digunakan belum banyak diteliti lebih lanjut dalam hal pengolahan limbah
rumah sakit. Diharapkan kombinasi penggunaan kompos tidak stabil dan eksudat tumbuhan
air untuk meningkatkan biodegradabilitas limbah cair rumah sakit. Hal ini ditunjukkan dengan
besarnya penurunan konsentrasi pencemar dan laju evapotranspirasi masing- masing
tumbuhan air.
Air limbah yang digunakan berasal dari inlet IPAL RSUD Dr. Soetomo Surabaya,
kompos tidak stabil yang digunakan berasal dari Rumah Kompos Bratang. Penggunaan
kompos tidak stabil ditunjukkan dengan umur kompos 5 10 hari, rasio C/N 20 25, serta
rasio BOD/COD > 0,5. Penelitian dilakukan dalam skala laboratorium (Laboratorium
Ekotoksikologi Teknik Lingkungan ITS). Analisa laboratorium dilakukan setelah tumbuhan
uji pada reaktor mencapai hari ke 2.Parameter penelitian ini sebagian besar mengacu pada
parameter yang diacu oleh RSUD Dr. Soetomo Surabaya yaitu KepGub Jatim 61/1999 (Baku
Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Rumah Sakit di Propinsi Daerah Tingkat I Jatim), yaitu
BOD/COD kompos dan limbah, TSS, pH, Suhu, DO, deterjen anionik, phenol, orthophospat,
sisa klor, NH3 bebas, dan aspek fitoteknologi seperti laju evapotranspirasi dan kadar air
tumbuhan.

METODE
Penelitian ini menggunakan reaktor uji (20 cm x 15 cm x 10 cm) sebanyak 4 buah dan 1
reaktor kontrol yang berisi limbah dan tumbuhan, tetapi tidak menggunakan kompos. Setiap
reaktor berisi 1 liter limbah dan tumbuhan hingga menutupi sebagian besar permukaan
reaktor. Reaktor yang digunakan yaitu 8 buah sesuai dengan variasi dalam penelitian ini,
yaitu 4 buah reaktor dengan tumbuhan dan 4 buah reaktor tanpa tumbuhan. Reaktor berisi
tumbuhan dengan masing- masing variasi kompos dan jenis tumbuhan akan diukur penurunan
konsentrasi pencemar dan laju evapotranspirasinya. Namun, 4 bua h reaktor tanpa tumbuhan
digunakan sebagai pembanding evaporasi untuk mengukur indeks pompa tumbuhan. Hal ini
dilakukan untuk mengetahui besaranya kemampuan tumbuhan dalam menyerap air pada
pengolahan air limbah. Analisis parameter mengacu pada Standard Methods for Water and
Wastewater Examination (APHA, 2005). Adapun susunan reaktor penelitian dapat dilihat
pada Gambar 1.

1%

5%

1%
5%
Gambar 1. Susunan Reaktor Penelitian

10%

10%

Sebelum dilakukan penelitian utama, terlebih dulu dilakukan aklimatisasi tumbuhan


hingga didapatkan tunas baru pada masing- masing tumbuhan. Kemudian dilakukan Range
Finding Test (RFT) untuk menetapkan konsentrasi maksimum campuran limbah rumah
sakit dan kompos tidak stabil yang dapat diproses pada penelitian ini. Dilakukan variasi
konsentrasi kompos tidak stabil untuk setiap air limbah rumah sakit terhadap masing- masing
tumbuhan uji. Media yang mempunyai konsentrasi terbesar dan menghasilkan tumbuhan
uji dengan kondisi hidup dan segar, dijadikan pedoman untuk menentukan variasi
konsentrasi selanjutnya. Pada tahap ini, rentang konsentrasi kompos tidak stabil yang
diperoleh adalah 1 %, 5 %, dan 10 % (gr kompos/liter air limbah). Tiap konsentrasi terdiri
dari 1 reaktor proses dan digunakan kontrol yang diperlakukan sama dengan reaktor uji
tetapi tidak menggunakan kompos. Selanjutnya dilakukan uji biodegradabilitas sampel
ditunjukkan oleh nilai CO 2 .
Analisis laboratorium digunakan untuk mengukur parameter penelitian. Pengukuran
parameter meliputi parameter sampel dan tumbuhan uji. Pengukuran sampe l meliputi BOD,
COD, Rasio BOD/COD, DO, pH, suhu, sisa klor, TSS, orthofosfat, amonium, surfaktan, dan
phenol. Pengukuran parameter tumbuhan meliputi berat basah tumbuhan, berat kering
tumbuhan, laju evapotranspirasi, dan dilakukan perhitungan indeks pompa tumbuhan (IPT).
Adapun cara pengukuran laju evapotranspirasi dapat dilihat pada Gambar 2.

T inggi Muka Air


a

panjang
Gambar 2. Pengukuran Laju Evapotranspirasi

Pengukuran laju evapotranspirasi dilakukan dengan mengukur berkurangnya tinggi


muka air pada reaktor. Kemudian dikalikan dengan panjang dan lebar reaktor, sehingga dapat
diketahui volume air yang hilang pada sistem. Volume air yang berkurang inilah yang disebut
dengan lepasan air pada reaktor melalui sistem tumbuhan (evapotranspirasi). Hal ini juga
berlaku bagi laju evaporasi, namun tanpa melibatkan tumbuhan pada sistem di reaktor uji.

HASIL DAN DISKUSI


1. Hasil Penelitian pada Reaktor Uji
Parameter air limbah yang dianalisa meliputi BOD, COD, DO, pH, suhu, TSS, sisa
klor (Cl2 ), orthofosfat, ammonium (NH3 -N), surfaktan, dan phenol (C6 H5 OH). Pada
sampel kompos tidak stabil, parameter yang dianalisa meliputi BOD, COD, suhu, dan pH.
Pengukuran parameter kompos dilakukan dengan melarutkan kompos pada air bersuhu
70o C. Sebelum itu, dilakukan penghilangan kadar air pada kompos menggunakan oven
105o C selama 24 jam.
Berdasarkan hasil pengukuran, rasio BOD/COD limbah dan kompos sebesar 0,11
dan 0,36. Artinya, kompos tidak stabil yang digunakan merupakan bahan yang lebih
mudah terurai oleh mikroorganisme dibanding limbah. Penelitian ini dimaksudkan untuk
meneliti pencampuran kompos tidak stabil ke dalam limbah untuk meningkatkan
biodegradabilitas air limbah dengan adanya aktifitas mikroorganisme dalam hal ini
ditunjukkan dengan besaran nilai BOD/COD. Mangkoedihardjo & Ganjar (2010),
menjelaskan bahwa zat organik lebih mudah terurai secara mikrobiologis apabila
mempunyai rasio BOD/COD mendekati 1. Pencampuran kompos tidak stabil ke dalam
limbah diharapkan dapat meningkatkan biodegradabilitas air limbah. Dalam hal ini
ditunjukkan dengan besaran nilai BOD/COD. Namun, berdasarkan hasil pengukuran,
tidak terdeteksi adanya nilai oksigen terlarut pada limbah (DO = 0). Hal ini dikarenakan
beban pencemar pada inlet IPAL masih sangat tinggi sehingga tidak terdeteksi adanya
mikroba aerobik untuk mendegradasi limbah.
Adapun nilai pH dan suhu sampel berfluktuasi dalam rentang 7 9 dan 27o C 30o C.
Selain itu juga terdapat parameter pendukung seperti TSS (212-272 mg/l), sisa klor (0
mg/l), orthofosfat (5,08-8,16 mg/l), ammonium (135,05-157,61 mg/l), phenol (0,02-0,14
mg/l), dan surfaktan (0,21-2,1 mg/l). Pada saat pengukuran, parameter tersebut tidak
banyak berfluktuasi besaran konsentrasinya.
Aklimatisasi tumbuhan dilakukan hingga tumbuhan menghasilkan tunas baru (6 14
hari). Kemudian dilakukan Range Finding Test dan diperoleh rentang konsentrasi
kompos tidak stabil sebesar 1 %, 5 %, dan 10 % (gr/liter). Selanjutnya uji
biodegradabilitas yang dihasilkan dari reaktor uji (Mangkoedihardjo dkk., 2009). Sebelum
dilakukan analisa, terlebih dahulu dilakukan kalibrasi reaktor yaitu collection vessel diisi
dengan air selama 3 hari. Kemudian air pada collection vessel diganti larutan NaOH dan
dilakukan penggantian NaOH setiap hari untuk titrasi. Suhu larutan NaOH berkisar antara
28o C 30o C. Pada proses aerobik ini, gas CO 2 setiap sampel dianalisa setiap hari selama 5
hari. Adapun hasil uji dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Gas CO 2 Hasil Uji Biodegradabilitas
Banyaknya Gas CO2 (mg CO2 )
Sampel
Hari 1
Hari 2
Hari 3
Hari 4
Limbah
Kompos
Limbah + Kompos
1%
Limbah + Kompos
5%
Limbah + Kompos
10 %
(Hasil Pengukuran)

Hari 5

57.46
64.09

41.99
39.78

41.99
41.99

44.2
48.62

50.83
55.25

83.98

33.15

46.41

39.78

53.04

108.29

55.25

88.4

83.98

90.61

121.55

86.19

95.03

103.87

97.24

Total Gas
(mg CO2 )
236.47
249.73
256.36
426.53
503.88

Uji statistik dilakukan untuk mengetahui signifikansi data yang diperoleh. Uji
statistik yang digunakan berupa one way ANOVA dengan selang kepercayaan 95%.

Dalam uji statistik semua perlakuan pada reaktor akan diuji secara signifikan berbeda atau
tidak, dengan hipotesis sebagai berikut:
H0 : Perlakuan pada reaktor memberikan pengaruh yang tidak signifikan terhadap tingkat
biodegradabilitas sampel.
H1 : Perlakuan pada reaktor memberikan pengaruh yang signifikan terhadap tingkat
biodegradabilitas sampel.
Berdasarkan output software SPSS, pada pengujian ANOVA, didapatkan nilai p
value = 0,00. Jika dibandingkan dengan taraf signifikansi () = 0.05 maka nilai p-value <
, sehingga H0 ditolak atau pemberian perlakuan yang berbeda pada reaktor memberikan
pengaruh yang signifikan. Karena H0 ditolak, maka dilanjutkan dengan uji perbandingan
berganda untuk mengetahui perlakuan mana yang memberikan perbedaan terhadap hasil
pengamatan. Berdasarkan hasil uji perbandingan berganda, diperoleh kesimpulan bahwa
antara treatment 1 (limbah), treatment 2 (kompos), dan treatment 3 (limbah + kompos 1
%) memberikan hasil yang relatif sama. Treatment 5 memberikan hasil yang signifikan
dibandingkan treatment 4, yang berarti penambahan kompos 10% memberi peningkatan
biodegradabilitas secara nyata dibandingkan treatment lainnya. Sesuai dengan hasil RFT,
maka konsentrasi kompos yang digunakan adalah 1 %, 5 %, dan 10 %. Hal ini
ditunjukkan dengan banyaknya gas CO 2 yang terbentuk pada setiap variasi campuran
limbah dan kompos.
Menurunnya konsentrasi pencemar dapat disebabkan adanya kompetisi antara
tumbuhan dan mikroba (baik dari akar tumbuhan maupun dari kompos). Senyawa organik
pada limbah akan digunakan sebagai sumber karbon bagi mikroba dan tumbuhan sendiri.
Hal ini menyebabkan kadar kontaminan organik menurun (Pivetz, 2001). Setelah
dilakukan peningkatan biodegradabilitas limbah rumah sakit dengan menggunakan
kompos tidak stabil dan eksudat pada tumbuhan air, maka diperoleh hasil penurunan
konsentrasi pencemar dan peningkatan biodegradabilitas limbah. Adapun hasilnya dapat
dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Hasil Penelitian pada Reaktor Uji
Paramete r

Satuan

Awal

BOD

mg/liter

32.18

mg/liter
mg/liter
O2

280

pH

Suhu

T SS
Sisa Klor

COD
DO

orthofosfat
ammonium
surfaktan
phenol
rasio
BOD/COD

Konsentrasi Kompos
1%
5%
10%
(gr/l)
(gr/l)
(gr/l)
Melati Air

Konsentrasi Kompos
1%
5%
10%
K
(gr/l)
(gr/l)
(gr/l)
Tapak Kuda
67.7
10.87
37.83
31.13
7
83.3
96.67
18.67
50.67
3

15.87

27

14.13

61.43

40

50

21.33

80

0.2

1.67

0.13

0.1

3.7

3.4

3.2

7.37

7.15

7.2

7.14

7.21

7.66

7.57

7.57

27.2

27

26.3

26

26

26.33

26.33

25.33

mg/liter

240.4

168

138.7

180.7

148

16

16

mg/liter

0
0.14

0.48

0.59

0.78

0
3.1

1.6

2.3

3.6

0.2

0.38

0.38

0.37

0.023

0.057

0.40

0.54

mg/liter

7.05

mg/liter

147.39

mg/liter

1.01

mg/liter

0.08

0.11

(Hasil Pengukuran)

Konsentrasi Kompos
1%
5%
10%
(gr/l)
(gr/l)
(gr/l)
Kiambang

32.9

67.1

53.2

20.1

73.33

130

90

25.33

4.3

5.4

5.1

4.9

4.7

7.67

7.81

7.85

7.89

26.67

26.33

26.33

26.33

32

7.53
25.3
3
40

90.67

73.33

56

132

0.31

0.23

5.22

6.12

5.35

32.43

2.59

12.27

13.43

32.23

6.81

6.57

0.44

0.43

0.35

0.46

0.14

0.2

0.25

0.1

0.061

0.043

0.01

0.008

0.012

0.62
17.0
3
0.39
0.00
3

0
3.56

0.067

0.069

0.012

0.036

0.66

0.77

0.32

0.58

0.75

0.45

0.52

0.59

0.79

0.81

Peningkatan biodegradabilitas dengan penambahan kompos juga meningkatkan


kadar BOD pada limbah. Nilai BOD lebih mudah menurun akibat proses aerasi karena
memberi suplai oksigen bagi bakteri aerobik dalam menguraikan limbah. Pada penelitian
ini, banyaknya kompos tidak berperan besar dalam menurunkan kadar BOD. Besarnya
nilai BOD kompos yang dicampurkan pada limbah secara tidak langsung menyumbang
nilai BOD dan pada rentang tertentu konsentrasi kompos dapat mengganggu transfer
oksigen pada zona akar tumbuhan.
Pada penelitian ini diperoleh bahwa besarnya nilai COD banyak dipengaruhi oleh
kemampuan tumbuhan dalam menyerap zat organik sebagai nutrisinya dan juga sedikit
oleh aktivitas mikroba pada kompos maupun akar tumbuhan. Berdasarkan hasil
pengukuran, nilai COD lebih cepat diuraikan dengan melibatkan sistem tumbuhan karena
tumbuhan dapat menyerap zat organik biodegradabel maupun non-biodegradabel. Hasil
serapan tersebut dapat diproses tumbuhan menjadi nutrisi dan juga eksudat yang nantinya
akan mendekontaminasi pencemar lainnya.
Peningkatan biodegradabilitas limbah terhadap zat bernilai BOD/COD rendah dapat
dilakukan dengan penambahan bahan organik yang memiliki nilai BOD/COD tinggi,
seperti glukosa, methanol dan asam asetat. Selain itu, dapat dilakukan pencamp uran
bahan yang memiliki biodegradabilitas tinggi untuk meningkatkan nilai BOD/COD.
Pilihan menggunakan bahan organik dari alam, seperti tumbuhan, yang berasal dari
akarnya juga sangat potensial. Pada akar tumbuhan terdapat eksudat (phenol, asam
organik rantai pendek, enzim, dan protein) yang biodegradabilitasnya tinggi
(Mangkoedihardjo, 2006b). Berdasarkan hasil analisis, diperoleh bahwa rasio BOD/COD
meningkat seiring dengan adanya eksudat tumbuhan dan penambahan kompos tidak
stabil. Reaktor kontrol yang tidak ditambahkan kompos juga mengalami peningkatan rasio
BOD/COD. Hal ini disebabkan adanya eksudat tumbuhan yang biodegradabilitasnya
tinggi, sehingga mikroba dapat memecah kompleksitas rantai karbon pada limbah untuk
lebih biodegradabel.
Pada penelitian ini, DO meningkat juga disebabkan adanya fotosintesis tumbuhan
pada siang hari dimana sebagian dari oksigen yang dihasilkan terlarut dalam air limbah
(Mangkoedihardjo, 2006b). Hal ini juga disebabkan oleh kemampuan tumbuhan dalam
memompa oksigen ke air limbah. Organ tumbuhan memiliki ruang antar sel yang
membentuk lubang udara untuk menyimpan oksigen bebas. Pada tumbuhan air, daun,
batang, serta akar dapat menyerap oksigen dari udara yang dibebaskan kembali ke akar
sehingga membentuk kondisi aerobik. Pada penelitian ini suhu dan pH sampel berada
pada kisaran normal, yaitu 25 o C 27 o C dan 7,14-7,21. Selain itu, tidak terdeteksi adanya
kandungan sisa klor, baik pada limbah maupun pada hasil penelitian pada reaktor uji.
Kadar TSS mengalami penurunan yang terjadi melalui proses fisik seperti
sedimentasi dan filtrasi (Zurita, 2008). Proses sedimentasi terjadi dikarenakan air limbah
harus melewati jaringan akar tumbuhan yang cukup panjang sehingga partikel-partikel
yang melewati media dan zona akar dapat mengendap (Widyastuti, 2005).
Efisiensi penyisihan surfaktan anionik dan phenol sangat dipengaruhi oleh zona akar
tumbuhan (Sima dkk., 2009). Berkurangnya kadar surfaktan dan phenol pada limbah
disebabkan adanya aktivitas bakteri aerobik pada zona akar tumbuhan. Hal ini sesuai
dengan penelitian Budiawan dkk., 2009, bahwa degradasi zat organik secara normal
membutuhkan aktivitas beberapa spesies bakteri. Di samping itu, menurunnya konsentrasi
fosfat dan ammonium disebabkan aktivitas tumbuhan dalam fitostabilisasi dan
rhizofiltrasi. Mikroba pada akar tumbuhan menyerap kandungan zat tersebut ke dalam
akar tumbuhan (Mangkoedihardjo & Ganjar, 2010).

2. Laju Evapotranspirasi
Fitoremediasi merupakan teknologi remediasi ramah lingkungan yang menggunakan
tumbuhan dalam mendegradasi dan meremoval polutan (Toyama dkk., 2011). Laju
evapotranspirasi berkaitan dengan besarnya kemampuan tumbuhan dalam menyerap air
limbah. Semakin banyak yang diserap tumbuhan, maka debit air yang diolah dapat
berkurang, sehingga hal ini dapat menambah kapasitas debit pengolahan. Hasil
pengukuran laju evapotranspirasi diperlihatkan pada Tabel 3.
Tabel 3. Hasil Pengukuran Laju Evapotranspirasi
Konsentrasi Kompos
Satuan
Parameter
Evapotranspirasi
24 jam
Evapotranspirasi
48 jam
Evapotranspirasi
Total

Kontrol

1%

5%

Konsentrasi Kompos
10%

Kontrol

Melati Air
3

1%

5%

Konsentrasi Kompos

10%

Kontrol

Tapak Kuda

1%

5%

10%

Kiambang

cm /hari

270

300

240

210

120

120

120

90

60

60

60

60

cm3 /hari

180

180

180

150

60

60

60

60

60

60

60

60

cm3 /hari

450

480

420

360

180

180

180

150

120

120

120

120

Evaporasi24jam

cm /hari

30

30

30

30

30

30

30

30

30

30

30

30

Evaporasi48 jam

cm3 /hari

30

30

30

30

30

30

30

30

30

30

30

30

60

60

60

60

60

60

60

60

60

60

60

60

EvaporasiTotal

cm /hari

(Hasil Pengukuran)

Berdasarkan Tabel 3., terlihat bahwa laju evapotranspirasi terbesar ditunjukkan oleh
tumbuhan Melati Air, terutama pada penambahan kompos 1% (gr/liter). Kemudian
tumbuhan Tapak Kuda dan Kiambang memiliki nilai evapotranspirasi lebih kecil dari
tumbuhan Melati Air tersebut. Hal ini berkaitan dengan indeks pompa tumbuhan dan
kadar air pada tumbuhan uji. Indeks pompa tumbuhan disebut juga faktor transpirasi
tumbuhan (TF), dimana TF menyatakan kemampuan tumbuhan untuk menyerap air dari
media tumbuhnya dan ditranspirasi ke udara dengan perbandingan evaporasi lingkungan
sekitarnya. Pada praktiknya, TF mengukur kemampuan tumbuhan sebagai pompa alam.
ET/E > 1 berarti tumbuhan tersebut mampu bertindak sebagai pemompa air tercemar
(Priambodo dkk., 2011). Tumbuhan bertindak sebagai pemompa zat organik untuk
mengambil kontaminan pada limbah sebagai salah satu elemen transpirasi (Susarla dkk.,
2002). Adapun besarnya nilai indeks pompa tumbuhan dan kadar air dapat dilihat pada
Tabel 4 dan 5.
Tabel 4. Besarnya nilai Indeks Pompa Tumbuhan Uji
Tumbuhan

Melati Air

Tapak
Kuda

Ki ambang

Parameter

Satuan

IPT24 jam
IPT48 jam
IPTTotal

IPT 24 jam

Kontrol

Konsentrasi Kompos
1%
5%

10%

9
6
7.5

10
6
8

8
6
7

7
5
6

IPT48 jam

IPTTotal

2.5

IPT24 jam

IPT48 jam

IPTTotal

(Hasil Pengukuran)

Tabel 5. Besarnya nilai Kadar Air pada Tumbuhan Uji


Konsentrasi Kompos
Tumbuhan

Melati Air

Tapak Kuda

Salvin ia

Parameter
Berat
Basah
Berat
Kering
Kadar Air
Berat
Basah
Berat
Kering
Kadar Air
Berat
Basah
Berat
Kering
Kadar Air

Satuan

Gram
Gram
%
Gram
Gram
%
Gram
Gram
%

Kontrol

60.07

162.3
3
66.60

5%
481.6
7
137.3
3
71.49

10%
466.6
7
114.6
7
75.43

74

75.86

75.64

73.74

10.7

10.7

10.87

10.15

85.54

85.90

85.63

86.24

82.67

82.96

85.87

80.39

2.06

2.03

1.97

1.94

97.51

97.55

97.71

97.59

483.33
193

1%
486

(Hasil Pengukuran)

Kadar air pada tumbuhan uji berkaitan dengan indeks pompa tumbuhan. Dalam hal
ini, banyaknya air yang diserap dapat diketahui dengan mengukur berat basah maupun
berat kering tumbuhan. Semakin berat tumbuhan, maka kemampuannya mengambil air
akan lebih banyak, artinya laju evapotranspirasi dan indeks pompa tumbuhannya akan
semakin besar.
Berdasarkan hasil penelitian, pendekatan fitoteknologi dengan kombinasi limbah
rumah sakit, kompos tidak stabil dan eksudat tumbuhan air dapat menurunkan konsentrasi
pencemar. Dari seluruh parameter penelitian, konsentrasi pencemar setelah diolah
mengalami penurunan. Untuk parameter BOD, terdapat beberapa variasi yang mengalami
peningkatan sehingga perlu dilakukan proses aerasi sebagai suplai oksigen bagi mikroba.
Artinya, fungsi fitoteknologi selain meningkatkan biodegradabilitas dan menambah laju
evapotranspirasi, juga dapat menambah efisiensi pengolahan pada IPAL.

KESIMPULAN
Kombinasi antara kompos tidak stabil dan tumbuhan air dapat meningkatkan
biodegradabilitas limbah. Hal ini ditunjukkan bahwa rasio BOD/COD awal limbah yaitu 0,11
kemudian dengan pencampuran kompos tidak stabil maka rasio BOD/COD limbah dapat
mencapai 0,32-0,81. Demikian halnya terhadap penurunan konsentrasi pencemar pada limbah,
dimana efisiensi removal parameter berkisar antara 14% hingga 98% terhadap parameter yang
ada. Kemudian, variasi yang paling tepat terhadap variasi yang digunakan adalah Tumbuhan
Tapak Kuda dan Kompos 10% (10 gr/liter) karena memiliki rasio BOD/COD tertinggi yaitu
0,81. Dalam hal laju evapotranspirasi, variasi terbaik dalam penelitian ini adalah Tumbuhan
Melati Air dan Kompos 1% (1 gr/liter).

Saran
Adanya peningkatan biodegradabilitas juga meningkatkan kadar BOD pada limbah.
Kemudian dilakukan percobaan lanjutan terhadap sampel yang mengalami peningkatan nilai
BOD, terutama pada reaktor berisi 10% kompos. Percobaan yang dilakukan yaitu pemberian
aerasi pada sampel hasil dari reaktor uji, kemudian dilakukan pengukuran nilai BOD. Aerasi
tersebut dilakukan selama 5 hari dan diperoleh nilai BOD pada setiap sampel mencapai 7

mg/liter O 2 . Artinya, setelah unit fitoteknologi, lebih baik dilakukan pengolahan lanjutan
berupa aerasi.

Ucapan Terima Kasih


Terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian ini.
Daftar Pustaka
APHA-AWWA-WPCF. 2005. Standard Methods For The Examination of Water and Wastewater. 21th Edition.
Washington D.C : A merican Public Health Association.
Budiawan, Yun i, F., dan Neera, K. 2009. "Optimasi Biodegradabilitas dan Uji Toksisitas Hasil Degradasi
Surfaktan Linear Alkilbenzena Sulfonat (LAS) sebagai Bahan Detergen Pembersih". Jurnal Makara Sains
Vo l. 13 : 125 133.
Mangkoedihardjo, S. 2006b. "Biodegradability Improvement of Industrial Wastewater using Hyacinth". Journal
of Applied Sciences Vo l. 6 : 1409 1414.
Mangkoedihardjo, S. 2008. Konstruksi Indonesia 2008 : Gagasan, Teknologi, dan Produk Konstruksi
Berkelanjutan Karya Anak Bangsa. Bandung : Pusat Pemb inaan Keahlian dan Teknik Konstruksi,
Departemen Pekerjaan Umu m.
Mangkoedihardjo, S., Maghriba, Y., dan Boedisantoso, R. 2009. " Co mposition of Toxic Leachate and Unstable
Co mpost to Produce Biodegradable Material". Journal of World Applied Science Vol. 7 : 731 734.
Mangkoedihardjo, S., dan Ganjar, S. 2010. Fitoteknologi Terapan. Yogyakarta : Penerbit Graha Ilmu.
Pivetz, B.E. 2001. Phytoremediat ion of Contaminated Soil and Ground Water at Hazardous Waste Sites . United
States : Ground Water Issue, Environ mental Protection Agency.
Priambodo, G., Yetrie, L., Rach mat, B., dan Sarwo ko, M. 2011. "Transpiration Factor, Peaking Factor, and
Plants Capacity of Jatropha in Phytoremediation of Mercury Po lluted Soil". International Journal of
Academic Research Vo l. 3 : 1 3.
Sima, J., M ichal, H., dan Veronika, H. 2009. "Removal of Anionic Surfactants from Wastewater Using a
Constructed Wetland". Journal of Chemistry Biodiversity Vol. 6 : 1350 1363.
Susarla, S., Victor, F.M., dan Steven, C.M. 2002. "Phytoremediat ion : An Eco logical Solut ion to Organic
Chemical Contamination". Journal o f Ecological Engineering Vo l. 18 : 647 658.
Toyama, T., Tetsuya, F., Noritaka, M., Daisuke, I., Kazunari, S., Kazuhiro, M ., Shintaro, K., dan Michihiko, I.
2011. Accelerated Biodegradation of Pyrene and Benzo [a]pyrene in The Phragmites australis
Rhizosphere by Bacteria -Root Exudate Interactions. Journal of Water Research Vo l. 45 : 1629 1638.
Widyastuti, N.W. 2005. Pengolahan Air Limbah Do mestik dengan Pemanfaatn Tanaman Cyprus Papyprus Pada
Sistem Subsurface Constructed Wetland. Surabaya : Institut Teknologi Sepuluh Nopember.
Zurita. 2008. Treat ment of Do mestic and Production of Co mmercial Flo wers in Vert ical and Horizontal
Subsurface-Flow System Constructed Wetland. Mexico : Centro Auniversity de la Cienaga.

Anda mungkin juga menyukai