Anda di halaman 1dari 5

1

Manajemen Fasilitas dan Keselamatan 20 Maret 2014



PERAN TENAGA TEKNIS PERUMAHSAKITAN DIBIDANG MANAJEMEN
FASILITAS DAN KESELAMATAN DALAM PENANGGULANGAN KEGAWAT
DARURATAN DAN BENCANA DI RUMAH SAKIT
DR.dr.Tri Wahyu Murni Sp BTKV MH.Kes

Pendahuluan.
Kegawatdaruratan dan Bencana yang perlu ditangani Rumah sakit dibagi dua
kelompok besar. Permasalahan yang timbul adalah dengan terjadinya korban masal yaitu
jumlah korban yang melebihi kemampuan Rumah sakit menyediakan ruangan, SDM dan
sarana-prasarana. Bencana yang melibatkan Rumah sakit memerlukan perencanaan
(Hospital disaster plan) yang melibatkan semua unit kerja, memerlukan kebijakan dan
prosedur pelaksanaan yang dapat diimplementasikan bila bencana itu terjadi. Secara umum
bencana dapat terjadi diluar Rumah sakit dan didalam Rumah sakit.
Pertama bencana yang terjadi di luar Rumah sakit (external disaster) dan korbannya
akan di kirim ke Rumah sakit. Misalnya bencana kimia akibat meledaknya suatu industri,
maka pertanyaannya apakah rumah sakit di Indonesia siap menerima korban masal akibat
bencana kimia. Kejadian diluar Rumah sakit yang menyebabkan korban masal dapat
disebabkan bencana alam atau bencana akibat ulah manusia, persoalan umum adalah
penanganan korban masal di Rumah sakit yang membutuhkan perngorganisasian, fasilitas
baik sarana dan prasarana, sistem komunikasi, prosedur operasional yang melibatkan
kelengkapan data, prosedur tertulis, kebijakan ,aspek legal dll. Pada bencana alam akan
timbul masalah yang lebih kompleks, karena pada saat korban bencana membutuhkan
penanganan medis di rumah sakit, pada saat bersamaan Rumah sakit pun mengalami
kerusakan fisik yang perlu penilaian cepat apakah Rumah sakit dapat tetap menjalankan
fungsi pelayanan atau tidak.
Kedua, bila bencana terjadi di Rumah sakit (Internal disaster), misalnya Rumah sakit
mengalami kebakaran. Beberapa laporan terjadinya kebakaran di Rumah sakit antara lain
disebabkan oleh hubungan arus pendek, kebakaran dibengkel kerja IPSRS karena gas esitelin
pada saat pengelasan , kebakaran akibat penggunaan kompor spiritus sterilisasi di ruang
farmasi. Kebakaran besar pernah terjadi juga dibeberapa Rumah sakit, misalnya di RSU Nusa
Tenggara Barat yang menghabiskan bagian rekam medik dan ruang penunjang antara lain
bagian radiologi termasuk peralatan canggih CT scan yang habis terbakar.
2

Berbagai laporan dan pengalaman telah dipresentasikan pada berbagai pertemuan,
tetapi yang tetap menjadi pertanyaan siapa yang akan melakukan evaluasi dan membuat
kebijakan baik berupa pencegahan maupun penanganan. Permasalahan akan muncul pada
berbagai tahap baik pendataan, evaluasi data dan analisis, penyusunan program
penanganan dan kebijakan, seandainya semua hal tersebut sudah tersedia ternyata
permasalahan berikutnya program tersebut tidak dapat di implementasikan, mungkin
karena tidak ada sosialisasi, tidak ada pelatihan (training & drill) yang biasanya dikaitkan
dengan ketidak tersediaan dana atau tidak adanya kerja sama antar unit kerja di Rumah
sakit.
Karena penanganan Bencana di Rumah sakit melibatkan kerjasama semua unit kerja
ukan hanya tenaga medis tetapi juga masyarakat Rumah sakit lain baik di tingkat manajer
maupun pelaksana kegiatan di lapangan. Prinsip kerja penanganan saat bencana perlu juga
diketahui oleh semua tenaga teknik dan dalan perencanaan maupun penanganan akan
terkait dengan manajemen fasilitas dan keselamatan untuk sebuah Rumah sakit.

Bencana diluar Rumah sakit (External disaster).
Korban masal yang terjadi di luar Rumah sakit antara lain, korban akibat
meledaknya sebuah pabrik, korban akibat kebakaran, korban akibat kecelakaan
transportasi, korban akibat kerusuhan, korban bencana alam, korban masal saat terjadi
kejadian luar biasa / wabah penyakit. Setiap kejadian akan menyebabkan peningkatan
kegiatan di Rumah sakit berupa, penyiapan ruang penampungan korban masal baik koban
cedera maupun korban mati masal.
Bila pada kejadian sehari-hari unit pelayanan gawat darurat (IGD) sudah mengalami
kesulitan tempat untuk menerima pasien gawat darurat, maka perlu pemikiran bila tejadi
korban masal tidak akan mungkin bisa menerima korban banyak. pada saat ini diperlukan
perluasan area kerja, diperlukan perubahan fungsi ruangan ruangan yang tersedia untuk
penampungan korban yang banyak. Bagaimana perencanaan Rumah sakit untuk
mengantisipasi kebutuhan ruangan untuk penanganan korban cedera. Selain kebutuhan
perluasan area kerja diperlukan juga penambahan fasilitas berupa tempat tidur/ brankar,
penambahan fasilitas penunjang terutama berhubungan dengan ketersediaan sumber listrik
penerangan cukup, air bersih dan gas oksigen. Selain kebutuhan area kerja untuk petugas
medis diperlukan kebijakan penambahan jumlah SDM dan pengadaan alat habis pakai dan
obat, perlu juga pemikiran tentang penampungan dan pembuangan limbah medis.
Penanganan kasus gawat darurat memerlukan luas area minimum 2x2 meter untuk
setiap pasien. Selain itu karakteristik masyarakat Indonesia dengan kedekatan hubungan
keluarga akan menyebabkan keluarga korban dalam jumlah besar juga akan menyibukkan
3

Rumah sakit untuk menyiapkan ruangan pelayanan bagi keluarga korban, baik ruang tunggu,
kebutuhan pelayanan informasi termasuk pelayanan bagi media masa.
Korban gawat darurat akan memerlukan pemberian oksigen apakah cukup
persediaan/ tabung oksigen termasuk perangkatnya (kebutuhan selang2 oksigen, regulator),
memerlukan pemasangan infus apa yang bisa disiapkan untuk mengganti tiang infus bila
diperlukan. Bagaimana bila tempat pemeriksaan atau penanganan korban kurang (tempat
tidur atau brankar) apakah akan disiapkan meja sebagai pengganti atau kita akan letakkan
dilantai dan limbah medis disekitarnya. Untuk Rumah sakit kelas C barangkali jawabannya
akan segera merujuk ke Rumah sakit yang lebih besar, untuk merujuk akan diperlukan saran
transportasi yang sesuai, siapa yang harus menyiapkan saran transpotasi rujukan. Untuk
Rumah sakit pusat rujukan akan memerlukan kebijakan berbeda pada saat korban tidak
mungkin dirujuk ke Rumah sakit lain.
Pada kasus khusus seperti terjadinya bencana kimia yang memerlukan area
dekontaminasi. Area ini diperlukan untuk meminimalkan paparan bahan kimia pada setiap
korban tetapi tidak boleh mencederai petugas Rumah sakit dan tidak menyebakan limbah
kimia di area Rumah sakit yang membahayakan petugas maupun masyarakat yang berada di
Rumah sakit atau disekitar Rumah sakit, sehingga Rumah sakit memerlukan pemikiran
tersendiri dalam perencanaan yang melibatkan terutama SDM teknis.
Korban bencana tidak selalu korban cedera tetapi Rumah sakit akan dihadapkan juga
dengan menerima korban mati dalam jumlah banyak. Siapkah Rumah sakit kita menerima
korban mati masal baik dari ukuran ruang tersedia dan fasilitas lain (lemari pendingin) dll.
Masih banyak hal yang terkait dengan penanganan korban masal yang akan melibatkan
semua unit kerja di Rumah sakit.
Sudahkah kita mempelajari evaluasi data dan pengalaman beberapa Rumah sakit
yang mengalami penerimaan korban masal saat bencana. Untuk bencana industri antara
lain Bencana ledakan di pabrik Petrowidada Gersik, untuk bencana akibat ledakan bom kita
kenal kejadian Bom Bali I dengan korban cedera sekitar 183 orang dan meninggal 81 orang
yang terjadi pada tengah malam, ledakan bom lain Bom Bali II, Bom di Hotel JW Mariot dll.
Korban masal akibat kerusuhan antar agama, antar etnis atau akibat kesenjangan sosial
banyak terjadi. Kecelakaan transportasi yang menyebabkan korban masal juga banyak
terjadi apakah kecelakaan kereta api, pesawat jatuh dlsb . Selain bencana akibat ulah
manusia korban masal pernah terjadi akibat kejadian luar biasa akibat penyakit menular,
akibat keracunan makanan dlsb.
Korban penanagan akibat bencana alam banyak dialami oleh Rumah sakit di
Indonesia seperti Korban meletusnya gunung Merapi di Jogyakarta, gunung Sinabung,
penanganan korban gempa dan tsunami, banjir dlsb. Penanganan akan menjadi kompleks
pada saat bencana alam yang menyebabkan Rumah sakit juga mengalami kerusakan.
Rumah sakit yang seharusnya menerima korban bencana dalam jumlah banyak ternyata
4

juga mengalami kerusakan fisik bangunan, peran tenaga teknis untuk menentukan apakah
bangunan Rumah sakit masih dapat digunakan dan tidak membahayakan upaya
pertolongan menjadi sangat penting, tetapi sampai saat ini peran tersebut mungkin belum
dikenal dalam manajemen di Rumah sakit. Banyak pengalaman Rumah sakit yang perlu kita
pelajari bersama baik saat terjadi Gempa di Nabire, gempa di Jogyakarta dlsb.

Bencana di Rumah sakit (Internal Disaster)
Bencana di Rumah sakit dapat terjadi baik karena bencana alam yang menyebabkan
kerusakan fisik misalnya saat gempa atau banjir. Tetapi bencana di Rumah sakit adapat
terjadi karena kecelakaan kerja, karena tidak berjalannya program K3RS, karena tidak
baiknya perencanaan fisik bangunan, karena tidak tidak adanya perawatan dan pengawasan
terhadap sumber bahaya (ledakan, kebakaran) baik karena arus pendek, karena
penyimpanan bahan kimia yang tidak baik, karena kecelakaan kerja (di laboratorium di
bagian farmasi, di bagian IPSRS). sebagian besar kejadian ini dapat dicegah bila dilakukan
penerapan manajemen fasilitas dan keselamatan di Rumah sakit.
Upaya pencegahan sering diabaikan karena beberapa faktor antara lain kekurangan
SDM teknis, tidak adanya kebijakan yang berhubungan dengan fasilitas dan keselamatan di
Rumah sakit, kurangnya pengetahuan baik ditingkat manajer Rumah sakit maupun SDM di
Rumah sakit termasuk pengetahuan para tenaga teknis Rumah sakit terutama pengetahuan
yang dihubungkan dengan akibat terjadinya bencana bagi Rumah sakit tersebut. Kebakaran
di Rumah sakit banyak dilaporkan baik dalam skala kecil yang dapat diatasi atau bahkan
kebakaran besar yang menyebabkan kerugian milyaran rupiah dan berhentinya fungsi
Rumah sakit dalam memberikan pelayanan. Bila kejadian itu ada, apakah sudah dipelajari ,
dilakukan evaluasi dan menyebabkan diterbitkan kebijakan Rumah sakit dan melahirkan SOP
untuk pelaksanaannya. Perkiraan yang terjadi bahwa data pelaporan ada tetapi untuk
kebijakan dan SOP tampaknya tidak menjadi prioritas atau satu kebutuhan dari Rumah sakit.
Hal ini biasanya dikaitkan dengan pergantian manajer atau pergantian SDM di Rumah sakit
sehingga kelanjutan analisis dan upaya mengatasi nya tidak menjadi bagian dalam
manajemen Rumah sakit.
Beberapa Rumah sakit telah memiliki buku tentang Hospital Disaster Plan atau buku
yang memuat perencanaan keselamatan di Rumah sakit dengan istilah lain. Pada intinya ada
sebagian dari mereka (SDM Rumah sakit) memahami bahwa Rumah sakit dapat mengalami
bencana biasanya dihubungkan dengan Kebakaran Rumah sakit. Tetapi dalam buku tersebut
ada yang panduan kurang dapat diimplementasikan. Atau karena isi buku tersebut belum
pernah dilatihkan untuk SDM di Rumah sakit sehingga bila terjadi kejadian yang sebenarnya
maka penanganan tidak berlangsung seperti yang seharusnya. Buku tersebut dibuat/
disusun biasanya karena untuk memenuhi persyaratan adminstratif dari penilaian akreditasi
di Rumah sakit , belum dirasakan manfaatnya bagi penanganan bencana yang sebenarnya.
5

Bila kita menggunakan contoh kejadian kebakaran di Rumah sakit, pertanyaan
pertama siapa yang akan melakukan upaya pemadaman pertama apakah petugas medis di
ruangan tersebut, apakah SDM teknis Rumah sakit, apakah sekuriti RS apakah menunggu
Dinas Pemadam kebakaran. Pertanyaan kedua adakah sistem alarm di Rumah sakit tersebut
ada dan sudah diketahui oleh SDM maupun masyarakat Rumah sakit. Pertanyaan ketiga ,
bagaimana pengorganisasian penanganan bencana kebakaran di Rumah sakit tersebut.
Pertanyaan selanjutnya apa tugas masing masing SDM di Rumah sakit saat kebakaran
terjadi (dihubungan dengan tugas diunit kerjanya) apakah penyelamatan pasien, apakah
penyelamatan fasilitas apakah penyelamatan dokumen dlsb. Apakah tanda panah jalur
evakuasi itu aman untuk diikuti, bagaimana kalau arah panah itu justru menuju arah
kebakaran terjadi siapa yang harus mengganti arah panah penunjuk untuk menyelamatkan
diri. Apakah pintu ruangan sudah memenuhi persyaratan evakuasi (arah membuka, besar
ukuran) baik perorangan maupun untuk evakuasi pasien. Apakah telah ditentukan cara
evakuasi pada Rumah sakit dengan bangunan bertingkat/ evakuasi vertikal seandainya lift
tidak dapat digunakan. Apakah setiap ruangan memiliki dua pintu untuk kegiatan sehari
hari dan pintu darurat untuk penyelamatan bila diperlukan. Apakah disetiap ruangan
memilini alat deteksi asap/api dan alat pemadam api ringan (APAR) yang penggunaannya
dapat dilakukan oleh SDM diruangan tsb, Apakah Rumah sakit memiliki Hydran, reservoir air
dan Siamese connection bila memerlukan bantuan dari Dinas pemadam kebakaran. Apakah
pintu keluar masuk Rumah sakit hanya satu atau lebih dari satu dengan arah berbeda.
Apakah koordinasi dengan Dinas Pemadam kebakaran atau instansi lain sudah pernah
dilakukan. Apakah di Rumah sakit sudah ditetapkan adanya ruang kumpul (meeting point)
atau ruang penampungan korab sementara bila diperlukan. untuk menjawab hal tersbut
secara rinci tidak mudah kalau tidak memahami penanganan korban masal yang akan
melibatkan masalah teknis medis dan masalah non medis.
Bila kita menyadari bahwa hal tersebut sulit dilakukan mengapa kita kita tidak
memprioritaskan pencegahan kebakaran Rumah sakit dengan menerapkan prinsip prinsip
K3 RS.

Penutup
Bukan hanya Patient safety yang perlu diangkat sebagai suatu issue Rumah sakit
yang baik tetapi juga Hospital safety, bagaimana Rumah sakit dalam menjalankan fungsinya
juga menjamin keselamatan bahwa bangunan Rumah sakit tersebut aman bagi masyarakat
di Rumah sakit (SDM Rumah sakit, pasien Rumah sakit, pengunjung Rumah sakit). Peran
SDM di Rumah sakit bukan hanya tergantung dari baik tidaknya SDM medis tetapi juga SDM
penunjang termasuk tenaga medis. Penentuan peran tergantung dari pemahaman dan
pengetahuan yang dimiliki, kebijakan dalam manajemen dengan ketentuan ketentuan
terkait. Semoga bermanfaat. (TWMS)

Anda mungkin juga menyukai