BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Deskriptif Teori
Persalinan
adalah kontraksi uterus dengan peningkatan frekuensi, durasi dan intensitas serta
menyebabkan perubahan servik (Kriebs dan Gegor,2010). Persalinan dianggap
normal jika prosesnya terjadi pada usia kehamilan cukup bulan (setelah 37
minggu) tanpa disertai adanya penyulit (Depkes RI, 2008). Dapat disimpulkan
bahwa persalinan adalah serangkaian kejadian pada ibu hamil yang berakhir
dengan pengeluaran bayi cukup bulan atau hampir cukup bulan, disusul dengan
pengeluaran plasenta atau selaput janin dari tubuh ibu.
Bentuk persalinan dikategorikan menjadi persalinan normal, persalinan
dengan anjuran/induksi dan persalinan dengan tindakan. Persalinan normal atau
persalinan spontan, adalah proses lahirnya bayi dengan letak belakang kepala
dengan tenaga ibu dan bayi umumnya berlangsung kurang dari 24 jam. Persalinan
tindakan ialah persalinan pervagina dengan bantuan alat atau melalui dinding
perut dengan operasi Caesar. persalinan anjuran yaitu bila kekuatan yang
diperlukan untuk persalinan ditimbulkan dari luar dengan jalan pemberian
rangsang (Rukiyah. Ai Yeyeh,dkk, 2009).
Persalinan berdasarkan umur menurut Rohani dkk (2011); dibagi menjadi
(1) Abortus (keguguran) adalah terhentinya kehamilan sebelum janin dapat hidup
10
didunia luar yaitu bawah minggu 28 minggu, (2) Persalinan Prematurus adalah
persalinan dari hasil konsepsi pada kehamilan 28 36 minggu, janin dapat hidup
tetapi premature, berat janin antara 1000 2500 gram, (3) Persalinan Maturus
atau Aterm (cukup bulan) adalah persalinan pada kehamilan 37 40 minggu, janin
matur, berat badan diatas 2500 gram, (4) Persalinan Postmaturus (Serotinus)
adalah persalinan yang terjadi 2 minggu atau lebih dari waktu partus yang ditaksir
janin disebut postmatur dan (5) Persalinan Presipitatus adalah yang berlangsung
cepat, mungkin di kamar mandi, diatas meja dan sebagainya.
Sementara itu Wiknjosastro, (2007) dan Sumarah,dkk (2009) menjelaskan
bahwa sebab sebab persalinan menurut beberapa teori adalah :
1. Teori Penurunan Hormone Estrogen dan Progesteron
1-2 minggu sebelum persalinan mulai terjadi penurunan kadar hormone
estrogen dan progesterone. Progesterone bekerja sebagai penenang otot-otot
polos rahim dan akan menyebabkan kekejangan pembuluh darah sehingga
2.
3.
Teori Keregangan
Otot rahim mempunyai kemampuan meregang dalam batas tertentu. Setelah
melewati batas waktu tersebut terjadi kontraksi sehingga persalinan dapat
mulai. Keadaan uterus yang terus membesar dan menjadi tegang
mengakibatkan iskemia otot-otot uterus. Hal ini mungkin merupakan faktor
yang
dapat
mengganggu
sirkulasi
uteroplasenter
sehingga
plasenta
11
5.
6.
Faktor lain
Tekanan pada ganglion servikale dari pleksus frankenhauseryang terletak
dibelakang serviks. Bila ganglion ini tertekan, makakontraksi uterus dapat
dibangkitkan. Bagaimana terjadinya persalinan masih tetap belum dapat
dipastikan, besar kemungkinan semua faktor bekerja bersama-sama, sehingga
pemicu persalinan menjadi multifaktor.
Wiknjosastro, (2007) menjelaskan inpartu adalah seorang wanita yang
sedang dalam keadaan persalinan dan tanda-tanda inpartu pada seorang wanita
hamil adalah : rasa sakit oleh adanya his yang datang lebih kuat, sering dan
teratur, keluar lender bercampur darah (Show) yang lebih banyak karena robekan-
12
robekan kecil pada serviks, kadang-kadang ketuban pecah dengan sendirinya dan
bila dilakukan pemeriksaan dalam didapatkan servik mendatar sudah ada
pembukaan. Sebelum terjadinya persalinan akan timbul tanda awal/permulaan
dimulainya persalinan yaitu
1. Lightening yaitu kepala turun memasuki pintu atas panggul terutama pada
2.
3.
4.
terbawah janin.
Perasaan sakit diperut dan di pinggang oleh adanya kontraksi-kontraksi lemah
5.
dapat terjadi pada setiap tahap tersebut. Tahapan tersebut disebut juga sebagai
Kala, yaitu:
1. Persalinan Kala I
Yang dimaksud dengan kala I adalah mulainya persalinan sungguhan
sampai pembukaan lengkap yaitu 10 cm. Pada primigravida lamanya 6 18 jam
dan multipara lamanya 2 10 jam (Oxorn dan Forte, 2010). Kala I dibagi dalam
2 (dua) fase yaitu laten dan aktif. Fase Laten berlangsung dalam 7-8 jam, dimana
pembukaan serviks berlangsung lambat, sampai pembukaan 3 cm. Fase Aktif
berlangsung selama 6 jam dibagi atas 3 sub fase yaitu periode Akselerasi yang
berlangsung 2 jam sampai pembukaan menjadi 4 cm. Periode dilatasi maksimal
(Steady) sampai
yang
13
14
janin tidak dapat melewati pintu bawah panggul, dan ancaman robekan rahim
(Manuaba, 2008).
3. Kala III (Pelepasan Uri)
Waktu untuk pelepasan dan pengeluaran uri (plasenta). Setelah Kala II,
kontraksi uterus berhenti sekitar 5 sampai 10 menit dengan lahirnya bayi, sudah
mulai pelepasan placenta. Lepasnya placenta sudah dapat diperkirakan dengan
memperhatikan tanda-tanda : uterus menjadi bundar, uterus terdorong ke atas,
karena placenta dilepas ke segmen bawah rahim, tali pusat bertambah panjang,
terjadi perdarahan, kira-kira 100-200 cc. Plasenta yang telah lepas diperiksa
kelengkapannya, sehingga tidak terdapat sisa plasenta yang menyebabkan
perdarahan atau infeksi setelah persalinan. Bila diduga terdapat sisa plasenta
dilakukan eksplorasi atau dilakukan kuretase. Pengelolaan yang salah pada Kala
III ini akan menyebabkan terjadinya perdarahan banyak. Kesalahan yang sering
dibuat adalah mencoba mempercepat lahirnya plasenta padahal plasenta belum
lepas. Meremas atau memijit-mijit uterus dengan kasar pada saat ia belum siap
untuk kontraksi dapat menyebabkan pelepasan sebagian dari plasenta dan
mengakibatkan perdarahan postpartum (Oxorn dan Forte, 2010).
4. Kala IV (Observasi)
Mulai dari lahirnya uri sampai 2 jam post partum. Kala IV dimaksudkan
untuk melakukan observasi karena perdarahan post partum paling sering terjadi
pada 2 jam pertama. Observasi yang dilakukan
15
plasenta dan setiap 30 menit pada jam kedua. Jika kondisi ibu tidak stabil maka
ibu harus dipantau lebih sering (Wiknjosastro, 2007).
Lamanya Persalinan pada Primi dan Multi menurut Wiknjosastro (2007),
berbeda yaitu :
Tabel 2.1 Lamanya persalinan
Kala
Primi
13 jam
Kala I
Kala II
1 jam
jam
Kala III
Lama persalinan
Multi
7 jam
jam
jam
14 jam
7 jam
jiwa ibu
ataupun janin karena gangguan sebagai akibat langsung dari kehamilan atau
persalinan
misalnya
perdarahan,
infeksi,
preeklampsi/eklampsi,
partus
16
1.
Perdarahan
Perdarahan adalah penyebab tersering kematian ibu. Tanda-tanda
perdarahan yaitu mengeluarkan darah dari jalan lahir >500 cc, pada prakteknya
tidak perlu mengukur jumlah perdarahan sampai sebanyak itu sebab
menghentikan perdarahan lebih dini akan memberikan prognosis lebih baik. Pada
umumnya bila bila terdapat perdarahan yang lebih dari normal, apalagi telah
menyebabkan perubahan tanda vital (seperti kesadaran menurun, pucat, limbung,
berkeringat dingin, sesak napas, serta tensi <90 mmHg dan nadi >100/menit),
maka penanganan harus segera dilakukan. Sifat perdarahan bisa banyak,
bergumpal-gumpal sampai menyebabkan syok atau terus merembes sedikit demi
sedikit tanpa henti (Prawirohardjo, 2009).
Menurut Prawirohardjo; (2009) penyebab perdarahan pada masa
persalinan, yaitu:
a. Gangguan miometrium untuk berkontraksi dan retraksi guna menghentikan
perdarahan selama dan setelah pelepasan plasenta (Bellington, 2007). Faktor
predisposisinya yaitu (1) regangan rahim berlebihan karena kehamilan
gameli, polihidraamnion, atau anak terlalu besar, (2) kelelahan karena
persalinan lama atau persalinan kasep, (3) kehamilan grande-multipara, (4)
Ibu dengan keadaan umum yang jelek, anemis, atau menderita penyakit
menahun, (5) Mioma uteri yang mengganggu kontraksi rahim, (6) infeksi
intrauterine (karioamnionitis), dan (7) ada riwayat pernah atonia uteri
b.
sebelumnya.
Robekan jalan lahir. Pada umumnya robekan jalan lahir terjadi pada
persalinan dengan trauma. Pertolongan persalinan yang semakin manipulatif
dan traumatik akan memudahkan robekan jalan lahir dan karena itu
17
perineum, trauma forceps atau vakum ektraksi, atau karena versi ekstraksi ().
Retensio plasenta, merupakan keadaan dimana plasenta belum lahir dalam
waktu 1 jam setelah bayi lahir. Penyebabnya yaitu (1) plasenta belum terlepas
dari dinding rahim karena tumbuh melekat lebih dalam dan (2) plasenta sudah
terlepas tetapi belum keluar karena atonia uteri dan akan menyebabkan
2.
penyakit
18
19
buah-buahan dan lain-lain. Namun sampai saat ini, etiologi pasti dari preeklampsia/eklampsia belum diketahui. Ada beberapa teori mencoba menjelaskan
perkiraan etiologi dari kelainan tersebut di atas, sehingga kelainan ini sering
dikenal sebagai the diseases of theory. Adapun teori-teori tersebut antara lain:
a.
Peran
Prostasiklin
dan Tromboksan
Pengeluaran hormone ini memunculkan efek perlawanan pada tubuh.
Pembuluh-pembuluh darah menjadi menciut, terutama pembuluh darah kecil,
akibatnya tekanan darah meningkat. Organ-organ pun akan kekurangan zat asam.
Pada keadaan yang lebih parah, bisa terjadi penimbunan zat pembeku darah yang
ikut menyumbat pembuluh darah pada jaringan-jaringan vital.
b.
Peran
Faktor
Immunologis
Pre-eklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan tidak timbul lagi
pada kehamilan berikutnya. Hal ini dapat diterangkan bahwa pada kehamilan
pertama pembentukan blocking antibodies terhadap antigen plasenta tidak
sempurna, yang semakin sempurna pada kehamilan berikutnya.
c.
Peran
Faktor
Genetik/Familial
Beberapa bukti yang menunjukkan peran faktor genetik pada kejadian PEE antara lain: pre-eklampsia hanya terjadi pada manusia, terdapatnya
kecendrungan meningkatnya frekuensi PE-E pada anak-anak dari ibu yang
menmderita PE-E, kecendrungan meningkatnya frekuensi PE-E pada anak dan
cucu ibu hamil dengan riwayat PE-E dan bukan pada ipar mereka dan peran Renin
Angiotensin Aldosteron System (RAAS).
Panderita pada tahap pre-eklampsia hendaknya mau dirawat di rumah sakit
untuk memudahkan pemantauan kondisi ibu dan janin. Pemantauan meliputi
20
fungsi ginjal lewat protein urinenya dan juga fungsi hati. Menu makanan seharihari pun perlu diperhatikan. Yang pasti konsumsi garam harus dikurangi,
sedangkan buah-buahan dan sayuran diperbanyak (Mambo, 2006).
3. Infeksi Dalam Persalinan
Infeksi merupakan salah satu dari tiga penyebab kematian pada ibu
bersalin, selain perdarahan dan tekanan darah tinggi. Infeksi persalinan adalah
infeksi pada traktus genetalia yang dapat terjadi setiap saat antara awitan pecah
ketuban (ruptur membran) atau persalinan dan 42 hari setelah persalinan atau
abortus dimana terdapat gejala-gejala: nyeri pelvis, demam 38,50 C atau lebih
yang diukur melalui oral kapan saja, cairan vagina yang abnormal, berbau busuk
dan keterlambatan dalam kecepatan penurunan ukuran uterus. Bahaya infeksi
akan meningkat karena pemeriksaan vagina yang berulang-ulang (Oxorn dan
Forte, 2010).
Infeksi jalan lahir dapat terjadi pada ibu bersalin yang pertolongan
persalinannya tidak bersih atau pada wanita yang menggugurkan kandungan
dengan cara berbahaya. Tanda-tandanya adalah panas tinggi lebih dari dua hari
setelah melahirkan atau setelah keguguran. Infeksi ini dapat dicegah dengan
pertolongan persalinan yang bersih dan aman (Roehjati,2003).
Infeksi dapat terjadi apabila ketuban pecah dini (lebih dari 6 jam),
persalinan tak maju atau partus lama, penolong persalinan tidak mencuci tangan
dengan baik, pemeriksaan vaginal yang terlalu sering atau kurang bersih,
perawatan daerah perineal yang tidak benar selama atau sesudah kehamilan,
persalinan yang tidak bersih, memasukkan sesuatu kedalam jalan lahir, hubungan
seks setelah ketuban pecah, sisa jaringan plasenta, atau sisa jaringan abortus dan
perdarahan.
21
22
yang kurang dari 1.2 cm per jam membuktikan adanya abnormalitas. Pada tahap
ini biasanya disebabkan oleh malposisi janin, disporposi fetopelvik dan ketuban
pecah sebelum waktunya. Periode aktif yang memanjang dapat dibagi menjadi
dua kelompok yaitu (1) kelompok yang menunjukan kemajuan persalinan
sekalipun dilatasi berlangsung lambat dan (2) kelompok yang mengalami
penghentian dilatasi (Oxorn dan Forte, 2010).
Pada multigravida fase aktif yang berlangsung lebih dari 6 jam dan
pembukaan cervik kurang dari 1.5 cm per jam merupakan tanda abnormal.
Meskipun persalinan lama jarang terjadi pada multigravida, namun karena tidak
ketidakacuhan hal ini mengakibatkan malapetaka (Oxorn dan Forte, 2010).
Menurut Liu (2008), IBG Manuaba, IAC Manuaba, IBGF Manuaba (2007),
Seto.M dan Hanny.S (2007) faktor yang dapat menyebabkan persalinan
lama/persalinan distosia adalah : kelainan akibat ketidak sesuaian /ketidakserasian
kekuatan (Power), persalinan distosia yang disebabkan oleh janin (Passenger) dan
persalinan distosia akibat kelainan jalan lahir (Passage). Penyebab lain persalinan
lama adalah respon stress, presentasi/posisi janin, disporposi sefalopelvik, puasa
ketat, analgesia dan pembatasan mobilitas serta posisi setengah berbaring
(Chapman 2006). Insiden persalinan lama bervariasi antar 17 % sebab utamanya
adalah disporposi fetopelvik, malpresentasi dan malposisi, kerja cervik yang tidak
efisien termasuk cervik yang kaku, sedangkan faktor tambahan lainnya adalah
primigraviditas, ketuban pecah dini, analgesia dan anastesi yang berlebihan dalam
fase laten, wanita yang dependen, cemas dan ketakutan dengan orangtua yang
menemani. Tipe wanita lainnya adalah wanita yang maskulin dan masochistic
(Oxorn dan Forte, 2010).
23
Kelainan
his/ketidakserasian
kekuatan
terutama
ditemukan
pada
adalah fase laten memanjang, fase aktif memanjang, sekunder arrest pada
pembukaan servik, arrest of descent yang berarti tidak ada penurunan kepala
dan penurunan kepala kurang dari normal (primigravida kurang dari 1 cm/jam
dan multigravida kurang dari 2 cm/jam) (IBG Manuaba, IAC Manuaba, IBGF
Manuaba,2007).
Diagnose inersia uteri memerlukan pengalaman dan pengawasan yang
teliti terhadap persalinan. Pada fase laten diagnose akan sulit. Kontraksi
uterus yang disertai rasa nyeri tidak cukup untuk membuat diagnose bahwa
persalinan sudah mulai. Untuk sampai pada kesimpulan ini diperlukan
24
letak
belakang
kepala
(IBG
Manuaba,2007).
Mekanisme persalinan merupakan suatu proses dimana kepala janin
berusaha keluar dari ruang pelvic dengan menyesuaikan ukuran kepala dengan
ukuran pelvic melalui 6 proses yaitu turunnya kepala, fleksi, putaran paksi
dalam,
extensi, putaran paksi luar dan expulsi. Namun pada beberapa kasus
proses ini tidak berlangsung dengan sempurna karena adanya kelainan letak
maupun presentasi sehingga proses tersebut berlangsung lama (Seto.M,
Hanny.S,2007). Kelainan letak dan presentasi janin antara lain :
a. Letak Sungsang
Keadaan dimana janin terletak memanjang dengan kepala di fundus uteri
dan bokong di kavum uteri. Macam letak sungsang : presentasi bokong,
25
Letak Lintang
Bentuk uterus pada ibu hamil dengan letak lintang biasanya akan melebar
dan tinggi fundus uterus lebih rendah atau tidak sesuai umur kehamilan.
Letak lintang kebanyakan terjadi pada ibu multiparitas dan ini terkadi 0.3 %
kelahiran. Biasanya 17 % bayi letak lintang akan terus pada posisi ini sampai
dengan memasuki persalinan (Chapman,2006).
Letak lintang adalah keadaan sumbu panjang janin menyilang sumbu
panjang ibu secara tegak lurus atau mendekati 90 derajad, pada keadaan ini
persalinan tidak dapat berjalan spontan karena ukuran janin yang melintang
dan ukuran terbesar tidak bisa melalui jalan lahir, kecuali pada anak yang
kecil atau janin yang sudah mati dan terjadi maserasi. Pada keadaan ini dapat
berakibat robekan rahim, persalinan lamadan menjadi persalinan kasep,
ketuban pecah dini, infeksi pada ibu dan janin, hipoksia dan prolap tali pusat
(Seto.M, Hanny.S,2007).
26
merupakan
bagian
terendah.
Umumnya
presentasi
puncak
kepala
yang
melalui
jalan
lahir
adalah
sirkumferensia
Presentasi Dahi
Insiden kelahiran pervagina adalah 0.2% kelahiran pervagina dan lebih
dari 50 % terdiagnosa setelah kala II persalinan. Berbeda dengan presentasi
muka, presentasi dahi lebih sering terjadi pada primigravida (Chapman,2006).
Presentasi Dahi adalah keadaan dimana kedudukan kepala berada
diantara fleksi maksimal dan defleksi maksimal, sehingga dahi meruppakan
bagian terendah. Pada umumnya presentasi dahi ini merupakan kedudukan
yang bersifat sementara dan sebagaian besar akan berubah menjadi presentasi
muka dan presentasi belakang kepala. Komplikasi yang biasa terjadi pada
presentasi dahi adalah persalinan kasep dan robekan uterus. Sedangkan pada
e.
27
dan biasanya tidak bermasalah. Insiden kejadian presentasi muka adalah 0,1%
- 0,2% kelahiran pervagina dan lebih dari 50 % terdiagnosa setelah kala II
persalinan. Dua pertiga letak muka terjadi pada ibu multipara.
Tanda dan gejala presentasi muka adalah saat pemeriksaan dalam
presentasi bagian terbawah janin masih tinggi, teraba bagian wajah, mulut
dan teraba segitiga dari dua tonjolan molar. Dilatasi serviks selama persalinan
lebih lambat (Chapman,2006).
f.
Kehamilan Kembar/Gemeli
Kehamilan kembar ialah satu kehamilan dengan dua janin atau lebih.
Bahaya bagi ibu tidak begitu besar, tetapi wanita dengan kehamilan kembar
memerlukan pengawasan dan perhatian khusus bila diinginkan hasil yang
g.
28
yang paling sering diantaranya ialah adanya tangan atau lengan disamping
kepala (Seto.M,Hanny.S,2007).
4) Persalinan distosia akibat kelainan jalan lahir (Passage)
Menurut (IBG Manuaba, IAC Manuaba, IBGF Manuaba
(2007)
persalinan lama/distosia akibat kelainan jalan lahir terbagi atas kalainan jalan lahir
tulang dan kelainan jalan lahir lunak.
a. Kalainan jalan lahir tulang
Persalinan lama yang diakibatkan kelainan jalan lahir tulang dibagi menjadi :
penyempitan panggul ringan, penyempitan panggul sedang dan penyempitan
panggul sedang. Kesempitan panggul dapat menghambat jalannya persalinan
sehingga terjadi Prolong Labor sampai persalinan obstruktif. Berbagai bentuk
panggul dapat menyebabkan jalannya proses persalinan mengalami gangguan
b.
episiotomy (Manuaba,2007).
Disporposi Sevalopelvik
Keadaan ini sulit didiagnosis karena pelvimetri bukan indicator yang reliable
tentang keadekuatan pelvis. Diagnose terkadang hanya bias dibuat dengan
menunggu waktu dan jelas tidak turunnta bagian presentasi. Beberapa factor
predisposisi seperti tafsiran bayi besar, ibu dengan diabetes, tinggi badan ibu
yang kurang dari 145 cm. hal ini bias menyebabkan persalinan lama
(Chapman,2006).
5) Respon stress
29
30
Percobaan
Cochrane
Review
(Gupta
dan
Nikodem,
2002)
Diagnosa
Belum inpartu
Fase laten memanjang
Fase aktif memanjang
Inersia uteri
Disporposi
31
32
Asuhan Kebidanan yang diberikan pada ibu dalam kala I fase laten
memanjang adalah memberikan penjelasan yang baik tentang keadaan ibu,
diskusikan dengan ibu tentang
memasak dan menonton televise. Sedangkan pada ibu dalam Kala I fase aktif
perlu disingkirkan penyebab fisik. Asuhan kebidanan yang diberikan adalah
memberikan dukungan, mobilisasi dan perubahan posisi, sentuhan dan
kenyamanan, akupresur, stimulasi putting susu dan pemecahan ketuban artificial
(Chapman 2006).
2. Kala II Memanjang
Bila tidak didapatkan tanda adanya panggul sempi atau adanya obstruksi
maka tindakannya adalah :
Berikan penanganan umum yang kemungkinan akan memperbaiki dan
mempercepat kemajuan persalinan seperti rehidrasi cairan, mengajarkan cara
33
(Obstruksi). Bila ditemukan tanda-tanda obstruksi dan bayi hidup lahirkan seksio
sesarea. Bayi mati lahirkan dengan kraniotomi embriotomi.
5.
Ruptur Uteri
Robekan rahim (ruptura uteri)adalah pecahnya dinding rahim sehingga
34
Oleh karena itu dianjurkan untuk melakukan pengawasan hamil oleh tenaga
medis, karena persalinan dengan dukun beranak yang tidak mengetahui
mekanisme persalinan cenderung mempergunakan kekuatan tenaga dan sering
terjadi ruptura uteri (Manuaba, 2008).
Untuk mencegah timbulnya ruptur uteri pimpinan persalinan harus dilakukan
dengan cermat, khususnya pada persalinan dengan kemungkinan distosia, dan
pada persalinan wanita yang pernah mengalami seksio sesarea atau pembedahan
lain pada uterus (Prawirohardjo, 2009).
2.1.3 Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Komplikasi
Persalinan
Faktor risiko merupakan situasi dan kondisi serta keadaan umum ibu
selama kehamilan, persalinan dan nifas akan memberikan ancaman pada
kesehatan dan jiwa ibu maupun janin yang dikandungnya. Keadaan dan kondisi
tersebut bisa digolongkan sebagai faktor medis dan non medis. Faktor non medis
antara lain adalah kemiskinan, ketidak tahuan, adat, tradisi, kepercayaan, dan lainlain. Hal ini banyak terjadi terutama pada negara berkembang, yang berdasarkan
penelitian ternyata sangat mempengaruhi morbiditas dan mortalitas. Faktor non
medis adalah sosial ekonomi rendah, kebersihan lingkungan, kesadaran
memeriksakan kehamilan secara teratur, fasilitas dan sarana kesehatan yang serba
kekurangan (Depkes, 2007). Beberapa situasi dan kondisi serta keadaan umum
seorang ibu selama kehamilan, persalinan dan nifas akan memberikan ancaman
pada kesehatan dan jiwa ibu maupun janin yang dikandungnya.
35
malaria.
Faktor riwayat obstetri: abortus habitualis, SC, dan lain-lain.
Faktor lingkungan: polusi udara, kelangkaan air bersih, penyakit endemis,
dan lain-lain.
e. Faktor sosioekonomi budaya : pendidikan, penghasilan.
Seharusnya faktor risiko dikenali oleh ibu hamil serta keluarga sehingga ibu-ibu
dengan kehamilan risiko tinggi mendapat pertolongan yang semestinya
Kematian maternal merupakan masalah kompleks yang tidak hanya
memberikan pengaruh pada para wanita saja, akan tetapi juga mempengaruhi
keluarga bahkan masyarakat sekitar karena penyebab utama kematian ibu
sebenarnya dapat dicegah melalui pengenalan dini dan akses terhadap
pelayanan yang berkualitas. Artinya kematian ibu mempunyai riwayat sebelum
terjadi komplikasi persalinan.
Komplikasi persalinan merupakan suatu kegawat daruratan obstetrik yang
paling sering menyebabkan kematian pada ibu melahirkan. Banyak hal yang dapat
menyebabkan terjadinya komplikasi persalinan yaitu status kesehatan ibu yang
buruk, status kesehatan reproduksinya, akses ke pelayanan kesehatan, serta
prilaku kesehatan yang kurang baik dari ibu itu sendiri. Selain itu kejadian
komplikasi persalinan dapat di pengaruhi juga oleh status wanita dalam keluarga
dan masyarakat dan status keluarga dalam masyarakat.
2.1.4 Determinan Kesakitan dan Kematian Maternal
36
(proximate
determinants),
determinan
antara
(intermediate
37
38
hamil termasuk kategori kurang energikronis (KEK) atau tidak. Ibu dengan status
gizi buruk memiliki risiko untuk terjadinya perdarahan dan infeksi pada masa
nifas (Depkes RI,2000).
Keadaan kurang gizi sebelum dan selama kehamilan memberikan kontribusi
terhadap rendahnya kesehatan maternal, masalah dalam persalinan dan masalah
pada bayi yang dilahirkan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi ibu hamil adalah :
a.
Faktor Langsung
Gizi secara langsung dipengaruhi oleh asupan makanan dan penyakit,
Produk pangan, dimana jenis dan jumlah makanan di Negara tertentu atau
daerah tertentu biasanya berkembang dari pangan setempat untuk jangka
waktu yang panjang sehingga menjadi sebuah kebiasaan turun-temurun.
39
b.
Pendidikan keluarga
Faktor
pendidikan
dapat
mempengaruhi
kemampuan
menyerap
Faktor budaya
Masih ada kepercayaan untuk melarang memakan makanan tertentu yang
jika dipandang dari segi gizi, sebenarnya sangat baik bagi ibu hamil.
40
tentang gizi dan informasi kesehatan lainnya, bukan hanya dari segi kuratif,
tetapi juga preventif dan rehabilitative
Menurut Supariasa dkk, (2001)) penilaian status gizi dapat dilakukan melalui
empat cara yaitu :
Secara Klinis
Penilaian status gizi secara klinis sangat penting sebagai langkah pertama
untuk mengetahui keadaan gizi penduduk. Karena hasil penilaian dapat
memberikan gambaran masalah gizi yang nyata. Hal ini dapat dilihat pada
jaringan epitel seperti kulit, mata, rambut dan mukosa oral.
Secara Biokimia
Penilaian status gizi secara biokimia adalah pemeriksaan specimen yang
diuji secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh.
Jaringan tubuh yang digunakan antara lain : darah, urine, tinja dan juga
beberapa jaringan tubuh seperti hati danotot. Salah satu ukuran yang sangat
sederhana dan sering digunakan adalah pemeriksaan haemoglobin sebagai
indeks dari anemia.
Secara Biofisik
Penilaian status gizi secara biofisik adalah metode penentuan status gizi
dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat
perubahan struktur dari jaringan. Pemeriksaan fisik dilakukan untuk melihat
tanda dan gejala kurang gizi. Pemeriksaan dengan memperhatikan rambut,
mata, lidah, tegangan otot dan bagian tubuh lainnya.
41
Secara antropometri
Secara umum, antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Penilaian
secara antropometri adalah suatu pengukuran dimensi tubuh dan komposisi
dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Antropometri digunakan untuk
melihat ketidakseimbangan asupan protein dan energi.
Penilaian Status Gizi Pada Ibu Hamil ada beberapa cara yaitu :
Berat Badan
Berat badan sebelum hamil dan perubahan berat badan selama
kehamilan berlangsung merupakan parameter klinik yang penting untuk
memprediksikan berat badan lahir rendah bayi. Wanita dengan berat badan
rendah sebelum hamil atau kenaikan berat badan rendah sebelum hamil atau
kenaikan berat badan tidak cukup banyak pada saat hamil cenderung
melahirkan bayi BBLR.
Kenaikan berat badan selama kehamilan sangat mempengaruhi massa
pertumbuhan janin dalam kandungan. Pada ibu-ibu hamil yang status gizi
jelek sebelum hamil maka kenaikan berat badan pada saat hamil akan
berpengaruh terhadap berat bayi lahir ( Lubis,2007)
Kenaikan
tersebut
meliputi
kenaikan
komponen
janin
yaitu
pertumbuhan janin, plasenta dan cairan amnion. Pertambahan berat badan ini
juga sekaligus bertujuan memantau pertumbuhan janin (Amiruddin, 2007).
Pada akhir kehamilan kenaikan berat hendaknya 12,5-18 kg untuk ibu yang
42
Haemoglobin (Hb)
Hemoglobin (Hb) adalah komponen darah yg bertugas mengangkut
oksigen dari paru-paru ke seluruh jaringan tubuh. Untuk level normalnya
untuk wanita sekitar 12-16 g per 100 ml sedang untuk pria sekitar 14-18 g per
100 ml.
Pengukuran Hb pada saat kehamilan biasanya menunjukkan
penurunan jumlah Hb. Haemoglobin merupakan parameter yang digunakan
untuk menetapkan prevalensi anemia. Anemia merupakan masalah kesehatan
yang paling banyak ditemukan pada ibu hamil. Kurang lebih 50 % ibu hamil
di Indonesia menderita anemia.
Salah satu penyebab penurunan Hb pada ibu hamil disebabkan oleh
bertambahnya plasma darah, yg merupakan proses pengenceran darah
(haemodillution). Pengukuran kadar haemoglobin dilakukan sebelum usia
kehamilan 20 minggu dan pada kehamilan 28 minggu (Jabir, 2007)
43
Mengetahui risiko KEK WUS, baik ibu hamil maupun calon ibu, untuk
menapis wanita yang mempunyai risiko melahirkan bayi berat lahir
rendah (BBLR).
b.
c.
d.
e.
LILA dilakukan
melalui
urut-urutan yang
telah
44
b.
c.
d.
Lingkarkan pita LILA pada tengah lengan, Pita jangan terlalu ketat atau
pita jangan terlalu longgar
e.
pengukuran dilakukan di bagian tengah antara bahu dan siku lengan kiri
(kecuali orang kidal kita ukur lengan kanan). Lengan harus dalam posisi
bebas, lengan baju dan otot lengan dalam keadaan tidak tegang dan kencang.
Alat pengukur dalam keadaan baik dalam arti tidak kusut atau sudah dilipatlipat sehingga permukaanya sudah tidak rata.
b.
45
c.
d.
e.
f.
a.
b.
c.
d.
200 kalori (tri semester II), ditambah 300 kalori (tri semester III).
kehamilan
merupakan
penyebab
langsung
kematian
46
47
yang dilakukan oleh tenaga yang tidak ahli, Infeksi dan tetanus, Payah ginjal akut,
Syok pada abortus disebabkan oleh perdarahan yang banyak disebut syok
hemoragik. Infeksi berat atau sepsis disebut syok septik atau endoseptik.
Abortus
spontan
diperkirakan
terjadi
pada15%
dari
keseluruhan
kehamilan, dan kasus kasus kematian yang ada disebabkan oleh upaya upaya
mengakhiri kehamilan secara paksa. Pada negara negara tertentu, abortus
mempunyai kontribusi sekitar 50% dari keseluruhan kematian ibu yang berkaitan
dengan kehamilan dan dari hasil laporan WHO, angka kematian maternal karena
abortus di seluruh dunia adalah 15%.
Menurut perkiraan WHO, terdapat 20 juta kasus abortus tak aman /
berisiko (unsafe abortion) di seluruh dunia pertahun. Setiap tahun terjadi 70.000
kematian maternal akibat abortus berisiko, dan satu dari 8 kematian yang
berkaitan dengan kehamilan, diakibatkan oleh abortus berisiko. Hampir 90%
abortus berisiko terjadi di negara berkembang. Kematian maternal akibat abortus
berisiko di negara berkembang 15 kali lebih banyak dari negara industri. Abortus
berisiko sulit untuk dilacak dan data yang pasti tentang abortus ini sangat sulit
diperoleh.
Komplikasi dari aborsi yang tidak aman bertanggung jawab terhadap 13%
proporsi kematian maternal.1) Komplikasi yang berbahaya pada abortus ialah
perdarahan, perforasi uterus, infeksi, syok hemoragik dan syok septik
(Wiknjosastro, 2007).
sistem pembuluh darah oleh bekuan darah, gelembung udara atau cairan,
gangguan mekanisme pembekuan darah yang berat (koagulasi intravaskuler
48
diseminata) dan keracunan obat obat abortif yang menimbulkan gagal ginjal. 48)
Perdarahan pada abortus dapat disebabkan oleh abortus yang tidak lengkap atau
cedera pada organ panggul atau usus.48) Perdarahan yang berat atau perdarahan
yang bersifat persisten selama terjadinya abortus atau yang mengikuti kejadian
abortus dapat mengancam jiwa ibu. Semakin bertambah usia kehamilan, semakin
besar kemungkinan terjadinya kehilangan darah yang berat (Depkes RI. 2007).
Kematian maternal akibat perdarahan karena abortus pada umumnya
diakibatkan oleh tidak tersedianya darah atau fasilitas transfusi di rumah sakit
(Royston dan Amstrong, 1998). Insidensi abortus dipengaruhi oleh usiaibu dan
sejumlah faktor yang terkait dengan kehamilan, termasuk riwayat jumlah
persalinan normal sebelumnya, jumlah abortus spontan yang terjadi sebelumnya,
apakah pernah terjadi lahir mati (stillbirth). Selain itu, risiko ini dipengaruhi juga
oleh ada atau tidaknya fasilitas kesehatan yang mampu memberikan pelayanan
maternal yang memadai, kemiskinan, keterbelakangan dan sikap kurang peduli,
sehingga dapat menambah angka kejadian abortus (abortus tidak aman).
Komplikasi medis dari ibu juga dapat mempengaruhi angka abortus spontan.
B. Perdarahan Antepartum
Perdarahan antepartum adalah perdarahan pervaginam yang terjadi pada
kehamilan antara 28 minggu sampai sebelum bayi lahir. 44,48,54) . Perdarahan
antepartum merupakan komplikasi kehamilan dengan frekuensi sekitar 5 10%.
Perdarahan antepartum merupakan keadaan gawat darurat kebidanan yang
dapat mengakibatkan kematian pada ibu maupun janin dalam waktu singkat.
49
C. Plasenta Previa
Plasenta previa adalah posisi plasenta yang
50
yang berimplantasi
meluasnya
penggunaan
ultrasonografi
dalam
obstetrik
yang
memungkinkan deteksi lebih dini, insiden plsenta previa bisa lebih tinggi.
Pada usia kehamilan yang lanjut, umumnya pada trimester ketiga dan
mungkin juga lebih awal, oleh karena telah mulai terbentuknya segmen bawah
rahim, tapak plasenta akan mengalami pelepasan. Sebagaimana diketahui tapak
plasenta terbentuk dari jaringan maternal yaitu bagian desidua basalis
yangbertumbuh tinggi menjadi bagian dari uri. Dengan melebarnya isthmus uteri
menjadi segmen bawah rahim, maka plasenta yang berimplantasi disitu sedikit
51
banyak akan mengalami laserasi akibat pelepasan pada desidua sebagai tapak
plasenta. Demikian pula pada waktu serviks mendatar (effacement) dan membuka
(dilatation) ada bagian tapak plasenta yang terlepas. Pada tempat laserasi itu akan
terjadi perdarahan yang berasal dari sirkulasi maternal yaitu dari ruangan
intervillus dari plasenta. Oleh karena fenomena pembentukan segmen bawah
rahim itu perdarahan pada
bleeding).
Perdarahan di tempat itu relatif dipermudah dan diperbanyak oleh karena
segmen bawah rahim dan serviks tidak mampu berkontraksi dengan kuat karena
elemen otot yang dimilikinya sangat minimal, dengan akibat pembuluh darah
pada tempat itu tidak akan tertutup dengan sempurna. Perdarahan akan berhenti
karena terjadi pembekuan kecuali jika ada laserasi mengenai sinus yang besardari
plasenta pada mana perdarahan akan akan berlangsung lebih banyak dan lebih
lama. Oleh karena pembentukan segmen bawah rahim itu akan berlangsung
progresif dan bertahap, maka laserasi baru akan mengulang kejadian perdarahan.
Demikianlah perdarahan akan berulang tanpa sesuatu sebab lain (causeless).
Darah yang keluar berwarna merah segar tanpa rasa nyeri (painless). Pada
plasenta yang menutupi seluruh ostium uteri internum perdarahan terjadi lebih
awal dalam kehamilan oleh karena segmen bawahrahim terbentuk lebih dahulu
pada bagian terbawah yaitu ostium uteri internum. Sebaliknya, pada plasenta
previa parsialis atau letak rendah, perdarahan baru terjadi pada waktu mendekati
atau mulai persalinan. Perdarahan pertama biasanya sedikit tetapi cenderung lebih
banyak pada perdarahan berikutnya. Untuk berjaga-jaga mencegah syok hal
52
53
a)
nutrisi janin.
b) Vili korealis pada korion leave yang persisten.
Gejala perdarahan awal plasenta previa, pada umumnya hanya berupa
perdarahan bercak atau ringan dan pada umumnya berhenti secara spontan. Gejala
tersebut, kadang-kadang terjadi pada waktu bangun tidur. Tidak jarang,
perdarahan pervaginam baru terjadi pada saat inpartu. Jumlah perdarahan yang
terjadi, sangat tergantung dari jenis plasenta previa (Saifuddin, 2008).
Perdarahan tanpa rasa sakit, saat plasenta menjauh dari jangkauan bagian
bawah rahim terkadang sebelum minggu ke 28 namun paling sering antara
minggu ke 34 dan 38, merupakan tanda yang paling sering ditemui pada plasenta
previa, dengan perkiraan 7% sampai 30% wanita dengan posisi plasenta letak
rendah sama sekali tidak mengalami perdarahan sebelum melahirkan. Perdarahan
biasanya berwarna merah cerah, tidak adarasa sakit atau perih pada daerah
abdominal dan muncul tiba-tiba, tapi juga dipicu oleh batuk, rasa tegang, atau
hubungan seksual. Perdarahan bisa terasa ringan atau berat, dan terkadang
datangdan pergi. Pada wanita yang tidak memiliki gejala, kondisi dapat ditemukan
melalui pemeriksaan rutin ultrasound atau tidak terdeteksi sampai menjelang
persalinan. Jika terjadi perdarahan dan diduga adanya plasenta previa, diagnosa
biasanya dilakukan melalui ultasound (Fitria, 2007).
Perdarahan pada plasenta previa terjadi tanpa rasa sakit pada saat tidur
atau sedang melakukan aktifitas. Mekanisme perdarahan karena pembentukan
segmen bawah rahim menjelang kehamilan aterm sehingga plasenta lepas dari
54
lain
mengemukakan
sebagai
salah
satu
penyebabnya
adalah
55
b)
c)
56
batas normal, tekanan darah turun, nadi dan pernapasan meningkat, daerah
d)
e)
Pemeriksaan
ultasonografi.
Setiap ibu dengan perdarahan antepartum harus segara dikirim ke rumah
sakit yang memiliki fasilitas melakukan transfusi darah dan operasi.
Perdarahan yang terjadi pertama kali jarang sekali, atau boleh dikatakan
tidak pernah menyebabkan kematian, asal sebelumnya tidak diperiksa
dalam. Biasanya masih terdapat cukup waktu untuk mengirimkan penderita
ke rumah sakit, sebelum terjadi perdarahan berikutnya yang hampir selalu
akan lebih banyak daripada sebelumnya. Jangan sekali-sekali melakukan
pemeriksaan dalam kecuali dalam keadaan siap operasi. Pada tahun 1945
Johnson dan Macafee mengumumkan cara baru penanganan pasif beberapa
kasus plasenta previa yang janinnya masih prematur dan perdarahannya
tidak berbahaya, sehingga tidak diperlukan tindakan pengakhiran kehamilan
57
pada
D. Solusio Plasenta
Solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta dari tempat implantasinya
yang normal pada uterus sebelum janin dilahirkan. Yang terjadi pada kehamilan
22 minggu atau berat janin di atas 500 gr (Mochtar, 2002 ). Solusio plasenta atau
abrupsion plasenta adalah pelepasan sebagian atau keseluruhan plasenta dari
uterus selama hamil dan persalinan (Chapman ,2003). Lebih jauh Saefudin ;
58
59
bisa berkembang mejadi lebih berat dari wktu ke wktu. Keadaan umum penderita
bisa menjadi buruk apabila perdarahannya cukup banyak pada kategori concealed
hemorrhage.
a)
60
telah meninggal. Komplikasi koagulopati dan gagal ginjal yang ditandai pada
oliguri biasanya telah ada.
a)
Faktor kardio-reno-vaskuler
Glomerulonefritis kronik, hipertensi essensial, sindroma preeklamsia dan
eklamsia. Pada penelitian di Parkland, ditemukan bahwa terdapat hipertensi
pada separuh kasus solusio plasenta berat, dan separuh dari wanita yang
hipertensi tersebut mempunyai penyakit hipertensi kronik, sisanya hipertensi
yang disebabkan oleh kehamilan.
b) Faktor trauma
61
Dekompresi uterus pada hidroamnion dan gemeli, tarikan pada tali pusat
yang pendek akibat pergerakan janin yang banyak/bebas, versi luar atau
tindakan pertolongan persalinan, trauma langsung, seperti jatuh, kena
tendang, dan lain-lain.
c)
hamil
dapat
menyebabkan
silusio
plasenta
apabila
plasenta
kokain
mengakibatkan
peningkatan
pelepasan
katekolamin
peninggian
yang
tekanan
bertanggung
darah
dan
jawab
atas
62
63
perdarahan. Oleh karena itu patosiologinya bergantung pada etilogi. Pada trauma
abdomen etiologinya jelas karena robeknya pembuluh darah desidua.
Dalam banyak kejadian perdarahan berasal dari kematian sel (apoptosis)
yang disebabkan oleh iskemia dan hipoksia. Semua penyakit ibu yang dapat
meneyebabkan pembekuan trombosis dalam pembuluh darah desidua atau dalam
vaskular vili dapat berujung kepada iskemia dan hipoksia setempat yang
menyebabkan kematian sejumlah sel dan mengakibatkan perdarahan sebagai hasil
akhir. Perdarahan tersebut menyebabkan desidua basalis terlepas kecuali selapisan
tipis yang tetap melekat pada miometrium. Dengan demikian, pada tingkat
permulaan sekali dari proses terdiri ataspembentukab hematom yang bisa
menyebabkan pelepasan yang lebih luas, kompresi dan kerusakan pada bagian
plasenta kecuali terdapat hematom pada bagian belakang plasenta yang baru lahir.
Dalam beberapa kejadian pembentukan hematom retroplasenta disebabkan oleh
putusnya arteria spiralis dalam desidua. Hematoma retroplasenta mempengaruhi
penyampaian nutrisi dan oksigen dari sirkulasi maternal/plasenta ke sirkulasi
janin. Hematoma yang terbentuk dengan cepat meluas dan melepaskan plasenta
lebih luas/banyak sampai ke pinggirnya sehingga darah yang keluar merembes
antara selaput ketuban dan miometrium untuk selanjutnya keluar melalui serviks
ke vagina (revealed hemorrhage). Perdarahan tidak bisa berhenti karena uterus
yang lagi mengandung tidak mampu berkontraksi untuk menjepit pembuluh
arteria spiralis yang terputus. Walaupun jarang, terdapat perdarahan tinggal
terperangkap di dalam uterus (concealed hemorrhage).
64
65
perdarahan sebenarnya mungkin telah mencapai 1000 ml. Ibu mungkin telah
jatuh ke dalam syok, demikian pula janinnya yang jika masih hidup mungkin
telah berada dalam keadaan gawat. Dinding uterus teraba tegang terusmenerus dan nyeri tekan sehingga bagian-bagian janin sukar untuk diraba.
Jika janin masih hidup, bunyi jantung sukar didengar. Kelainan pembekuan
darah dan kelainan ginjal mungkin telah terjadi,walaupun hal tersebut lebih
sering terjadi pada solusio plasenta berat.
c)
Anamnesis
Saat dilakukan anamnesa diperoleh perasaan sakit yang tiba-tiba di perut,
perdarahan pervaginam yang sifatnya dapat hebat dan sekonyongkonyong(non-recurrent) terdiri dari darah segar dan bekuan-bekuan darah
yang berwarna kehitaman, pergerakan anak mulai hebat kemudian terasa
66
pelan dan akhirnya berhenti, kepala terasa pusing, lemas, muntah, pucat, mata
berkunang-kunang dan kadang ibu dapat menceritakan trauma dan faktor
kausal yang lain.
b) Inspeksi
Pada pemeriksaan inspeksi terlihat pasien gelisah, sering mengerang karena
kesakitan, pucat, sianosis dan berkeringat dingin dan terlihat darah keluar
pervaginam (tidak selalu).
c)
Palpasi
Pada pemeriksaan palpasi ditemukan Tinggi fundus uteri (TFU) tidak sesuai
dengan tuanya kehamilan, uterus tegang dan keras seperti papan yang
disebut uterus in bois (wooden uterus) baik waktu his maupun di luar his,
nyeri tekan di tempat plasenta terlepas dan bagian-bagian janin sulit dikenali,
karena perut (uterus) tegang.
d) Auskultasi
e)
Sulit dilakukan karena uterus tegang, bila DJJ terdengar biasanya di atas 140,
kemudian turun di bawah 100 dan akhirnya hilang bila plasenta yang terlepas
lebih dari 1/3 bagian.
f)
Pemeriksaan dalam
Bila dilakukan pemeriksaan dalam teraba serviks dapat telah terbuka atau
masih tertutup, bila sudah terbuka maka plasenta dapat teraba menonjol dan
tegang. Apabila plasenta sudah pecah dan sudah terlepas seluruhnya, plasenta
ini akan turun ke bawah dan teraba pada pemeriksaan, disebut prolapsus
placenta
67
g) Pemeriksaan umum
Tekanan darah semula mungkin tinggi karena pasien sebelumnya menderita
penyakit vaskuler, tetapi akan turun dan pasien jatuh dalam keadaan syok.
Nadi cepat dan kecil
h) Pemeriksaan laboratorium
Darah : Hb
menurun,
pada
periksa
solusio
golongan
plasenta
darah,
sering
lakukan crossterjadi
kelainan
Pemeriksaan plasenta.
Plasenta biasanya tampak tipis dan cekung di bagian plasenta yang terlepas
(kreater) dan terdapat koagulum atau darah beku yang biasanya menempel di
belakang plasenta, yang disebut hematoma retroplacenter.
j)
Syok perdarahan
Pendarahan antepartum dan intrapartum pada solusio plasenta
hampir tidak dapat dicegah, kecuali dengan menyelesaikan persalinan segera.
Bila persalinan
telah
diselesaikan,
penderita
belum
bebas
dari
68
pembekuan
darah
biasanya
disebabkan
oleh
hipofibrinogenemia.
d) Apoplexi uteroplacenta (Uterus couvelaire)
Pada solusio plasenta yang berat terjadi perdarahan dalam otot-otot
rahim dan di bawah perimetrium kadang-kadang juga dalam ligamentum
latum. Perdarahan ini menyebabkan gangguan kontraktilitas uterus dan warna
uterus berubah menjadi biru atau ungu yang biasa disebut Uterus couvelaire
Solusio plasenta mempunyai prognosis yang buruk baik bagi ibu hamil dan
lebih buruk lagi bagi janin. Solusio plasenta ringan masih mempunyai prognosis
yang baik bagi ibu dan janin karena tidak ada kematian dan morbiditasnya rendah.
Solusio plasenta sedangmempunyai prognosis yang lebih buruk terutama terhadap
janinnya karena morbiditas ibuyang lebih berat. Solusio plasenta berat
69
70
2.
Status reproduksi
Status reproduksi yang berperan penting terhadap kejadian kematian ibu
adalah, usia ibu hamil, jumlah kelahiran, jarak kehamilan dan status perkawinan
ibu (Royston dan Amstrong, 1998).
1) Umur
Umur adalah umur individu yang dihitung mulai saat dilahirkan sampai
saat berulang tahun. Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan
seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Dari segi kepercayaan
masyarakat, orang yang lebih dewasa akan lebih dipercayai daripada orang yang
belum tinggi kedewasaannya. Hal ini sebagai akibat dari pengalaman jiwa
(Nursalam, 2008).
Umur adalah usia seseorang yang terhitung mulai saat lahir sampai saat
berulang tahun (Nursalam,Siti P,2001). Menurut IBG Manuaba, IAC Manuaba,
IBGF Manuaba, (2007) usia reproduksi dibagi dalam :
2.1.2 Usia < 20 tahun : merupakan usia berisiko untuk hamil, karena ibu secara
fisik maupun psikis belum siap sehingga mudah mengalami risiko atau
komplikasi dalam kehamilan.
71
tingkat
kematian
tersebut
disebabkan
oleh
Kekurangan
akses
ke
pelayanan
kesehatan
untuk
72
2.1.4 Usia > 35 tahun : merupakan usia berisiko untuk hamil disebabkan karena
telah menurunnya fungsi organ, secara genetik kualitasnya mulai menurun
sehingga apabila seorang ibu menjadi hamil bisa terjadi gangguan
pertumbuhan janin. Kehamilan diatas usia 35 tahun menyebabkan
wanita terpapar pada komplikasi medik dan obstetrik. Kejadian
perdarahan pada usia kehamilan lanjut meningkat pada wanita yang
hamil di usia > 35 tahun, dengan peningkatan insidensi perdarahan
akibat solusio plasenta dan plasenta previa. Penelitian yang dilakukan di
Amerika Serikat menyatakan bahwa kematian maternal akan meningkat 4
kali lipat pada ibu yang hamil pada usia 35 - 39 tahun bila dibanding
wanita yang hamil pada usia 20 - 24 tahun. Usia kehamilan yang paling
aman untuk melahirkan adalah usia 20 30 tahun (Kemenkes RI, 2004).
Menurut Rochjati (2003), usia 35 tahun atau lebih, terjadi perubahan pada
jaringan dan alat kandungan serta jalan lahir tidak lentur lagi, dan cenderung
didapatkan penyakit lain dalam tubuh ibu, salah satunya hipertensi dan
eklampsi.
2) Paritas
Paritas adalah banyaknya kelahiran hidup yang dipunyai oleh seorang
wanita (BKKBN, 2006). Paritas dapat dibedakan menjadi primipara, multipara
dan grandemultipara (Wiknjosastro,2007).
a. Primipara
Primipara adalah wanita yang telah melahirkan seorang anak, yang cukup
b.
73
Multipara adalah wanita yang telah melahirkan seorang anak lebih dari
satu kali (Wiknjosastro,2007).
melahirkan bayi viabel (hidup) beberapa kali (IBG Manuaba, IAC Manuaba,
IBGF Manuaba, 2007). Multigravida adalah wanita yang sudah hamil, dua
c.
seperti anemia, malnutrisi, kekendoran pada dinding perut, perut ibu tampak
menggantung dan terjadi kekendoran pada dinding rahim. Bahaya yang dapat
terjadi meliputi : kelainan letak, persalinan letak sungsang/lintang, robekan rahim
pada kelainan letak, persalinan lama, perdarahan post partum (Rohjadti, 2003).
Saifuddin (2006) juga mengemukakan bahwa semakin tinggi paritas,
semakin tinggi kematian maternal. Risiko pada paritas satu dapat ditangani
dengan asuhan obstetric yang lebih baik, sedangkan resiko pada paritas tinggi
dapat dikurangi atau dicegah dengan Keluarga Berencana atau KB. Sebagian
besar kehamilan pada paritas tinggi adalah tidak direncanakan.
Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut kematian
maternal. Paritas 1 dan paritas tinggi (lebih dari 3) mempunyai angka kematian
maternal lebih tinggi. Risiko pada paritas satu dapat ditangani dengan asuhan
obstetrik lebih baik, sedangkan risiko pada paritas tinggi dapat dikurangi atau
74
dicegah dengan keluarga berencana. Sebagian kehamilan pada paritas tinggi tidak
direncanakan (Wiknjosastro, 2007).
3) Status nikah
Status perkawinan yang mendukung terjadinya kematian maternal adalah
status tidak menikah. Status ini merupakan indikator dari suatu kehamilan yang
tidak diharapkan atau direncanakan. Wanita dengan status perkawinan tidak
menikah pada umumnya cenderung kurang memperhatikan kesehatan diri dan
janinnya selama kehamilan dengan tidak melakukan pemeriksaan antenatal, yang
mengakibatkan tidak terdeteksinya kelainan yang dapat mengakibatkan terjadinya
komplikasi.
4) Jarak anak /Persalinan
Jarak antar kehamilan yang kurang dari 2 tahun dapat meningkatkan
risiko terjadinya kematian maternal. Persalinan dengan interval kurang dari 24
bulan merupakan kelompok resiko tinggi untuk perdarahan postpartum, kesakitan
dan kematian ibu (Kemenkes RI, 2004). Penelitian yang dilakukan di tiga rumah
sakit di Bangkok memperlihatkan bahwa wanita dengan interval kehamilan
kurang dari dua tahun memiliki risiko dua setengah kali lebih besar
untuk meninggal dibandingkan dengan wanita yang memiliki jarak
kehamilan lebih lama (Royston, 2008).
3.
Tempat pelayanan
yang
lokasinya
sulit
dicapai
oleh
para
ibu
75
jenis dan kualitas pelayanan yang tersedia dan keterjangkauan terhadap informasi
(WHO, 2008).
Keterjangkauan masyarakat termasuk jarak akan fasilitas kesehatan akan
memengaruhi pemilihan pelayanan kesehatan. Selain itu, jarak merupakan
komponen kedua yang memungkinkan seseorang untuk memanfaatkan pelayanan
pengobatan. Pada pemanfaatan pelayanan kesehatan salah satu pertimbangan yang
menentukan sikap individu memilih sumber perawatan adalah jarak tempat
tinggal ke tempat sumber perawatan. (Eryando, 2007)
Diketahui bahwa akses terhadap pelayanan kesehatan yaitu merupakan
keterjangkauan lokasi tempat pelayanan, jenis dan kualitas pelayanan yang
tersedia. Aksesibilitas dapat dihitung dari waktu tempuh, jarak tempuh, jenis
transportasi, dan kondisi di pelayanan kesehatan, seperti jenis pelayanan, tenaga
kesehatan yang tersedia dan jam praktek.
1) Lokasi pelayanan kesehatan
Merupakan salah satu aspek yang menentukan pertimbangan dalam
memilih tempat pelayanan kesehatan. Akses menuju lokasi yang mudah dijangkau
mempengaruhi kepuasan klien dalam memanfaatkan fasilitas kesehatan maupun
pusat jasa kesehatan lainnya (Heriandi, 2007). Umumnya semakin dekat fasilitas
kesehatan dengan pusat perkotaan atau yang mudah dijangkau, mudahnya
transportasi dan lingkungan yang baik akan semakin menjadi pilihan bagi pasien
yang membutuhkan tersebut.
Menurut Anderson dan Mc.Farlen dalam Susanti (2009) jarak merupakan
penghalang yang meningkatkan kecenderungan penundaan upaya seseorang atau
masyarakat dalam mencari pelayanan kesehatan. Masyarakat diharapkan dapat
76
77
orang (19,6%). Hal ini disebabkan karena semakin banyaknya kendaraan yang
masuk ke daerah pedesaan terpencil, terutama kendaraan roda dua yang kemudian
dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar sebagai ojek.
2) Jangkauan pelayanan kesehatan
Pelayanan kesehatan yang baik adalah pelayanan yang terjangkau
(affordable) oleh masyarakat, dimana diupayakan biaya pelayanan tersebut sesuai
dengan kemampuan ekonomi masyarakat. Pelayanan kesehatan yang
mahal
4.
78
1) Penggunaan KB
Ibu yang mengikuti program keluarga berencana (KB) akan lebih jarang
melahirkan dibandingkan dengan ibu yang ticlak mengikuti program
Keluarga Berencana.
2) Pemeriksaan kehamilan
Pemeriksaan kehamilan atau yang lebih sering disebut antenatal care
adalah kegiatan yang diberikan untuk ibu sebelum melahirkan atau dalam masa
kehamilan. Pemeliharaan kehamilan merupakan suatu upaya yang dilakukan
dalam pemeliharaan terhadap kesehatan ibu dan kandungannya. Asuhan
kehamilan ini diperlukan karena walaupun pada umumnya kehamilan berkembang
dengan normal dan menghasilkan kelahiran bayi yang sehat cukup bulan melalui
jalan lahir, namun kadang-kadang tidak sesuai dengan yang diharapkan. Sulit
diketahui sebelumnya bahwa kehamilan akan menjadi masalah (Saifuddin, 2006)
Menurut Saifuddin (2006), pemeriksaankehamilan atau antenatal care
bertujuan untuk :
a.
b.
79
c.
d.
e.
Mempersiapkan ibu agar masa nifas berjalan normal dan penberian ASI
eksklusif.
f.
Mempersiapkan peran ibu dan keluarga dalam menerima kelahiran bayi agar
dapat tumbuh kembang secara normal.
Menurut standar WHO, seorang ibu hamil yang mendapatkan pelayanan
antenatal dengan minimal 4 kali selama kehamilannya, yaitu 1 kali pada trimester
pertama, 1 kali pada trimester ke dua, dan 2 kali pada trimester ke tiga untuk
memantau keadaan ibu dan janin secara seksama sehingga dapat mendeteksi
secara dini dan dapat memberikan intervensi secara tepat (WHO, 2007).
Sementara itu Kemenkes RI (2011), pemeriksaan antenatal dilakukan dengan
standar pelayanan antenatal yang dimulai dengan beberapa kegiatan, antara lain :
a.Ukur tinggi badan; b.Timbang berat badan dan Lingkar Lengan Atas (LILA);
c.Ukur Tekanan Darah; d.Ukur Tinggi Fundus Uteri (TFU); e.Imunisasi Tetanus
Toxoid (TT); f. Pemberian Tablet besi (fe); g.Tanya/Temu wicara
3) Penolong persalinan
Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan adalah pelayanan persalinan
yang aman yang dilakukan oleh tenaga kesehatan yang kompeten. Pada kenyataan
di lapangan, masih terdapat penolong persalinan yang bukan tenaga kesehatan dan
80
dilakukan di luar fasilitas pelayanan kesehatan. Oleh karena itu secara bertahap
seluruh persalinan akan ditolong oleh tenaga kesehatan kompeten dan diarahkan
ke fasilitas pelayanan kesehatan. Pada prinsipnya, penolong persalinan harus
memperhatikan hal- hal sebagai berikut : Pencegahan infeksi, metode pertolongan
persalinan yang sesuai standar, merujuk kasus yang tidak dapat ditangani ke
tingkat pelayanan yang lebih tinggi, melaksanakan Inisiasi Menyusu Dini (IMD),
memberikan Injeksi Vit K 1 dan salep mata pada bayi baru lahir.
Tenaga
81
dua pilihan tempat bersalin yaitu di rumah Ibu atau di unit pelayanan kesehatan
(Rohmah, 2010).
Tempat yang paling ideal untuk persalinan adalah fasilitas kesehatan
dengan perlengkapan dan tenaga
2.2
lain :
1.
82
Hasil penelitian
3.
83
84
6.
Sarwani dan Nurlela (2007), Analisis Faktor Risiko Kematian Ibu (Studi
Kasus di Kabupaten Banyumas), tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui faktor risiko kematian ibu. Jenis penelitian yang digunakan
adalah penelitian observasional dengan rancangan kasus kontrol. Faktor
risiko yang terbukti mempengaruhi kematian ibu di Kabupaten Banyumas
secara bersama-sama adalah adanya komplikasi obstetri(OR = 31,9; 95%
CI= 4,4 188,9), adanya riwayat penyakit ibu (OR = 25,4; 95% CI= 3,2
176,1) dan adanya kelainan saat persalinan (OR = 13,1; 95%CI= 3,8
147,2).
7.
85
hidup,
penurunan
dari
93,8%.
Tingkat
pendidikan
86
berumur kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun berisiko untuk
mengalami komplikasi persalinan sebesar 1,3 kali dibanding dengan ibu
yang berumur 21-34 tahun.
9.
reproduksi.
Wanita
nulipara
memiliki
hubungan
yang
signifikan dengan hasil yang merugikan, tetapi terutama ketika ibu juga dari
usia muda ; wanita yang baik nulipara dan usia < 18 secara konsisten
mengalami risiko tertinggi usia muda tampaknya mendorong risiko
prematur, seperti yang terlihat dalam asosiasi prematur statistik berbeda
signifikan dibandingkan nulipara wanita usia <18 sampai usia 18-<35.
Beberapa
penelitian
melaporkan
peningkatan
tingkat
kelahiran
87
kejadian
komplikasi
persalinan
maternal
yang
ditemukan
2.3
88
89
Determinan
Kontekstual/Jauh
Determinan
Intermediate/Antara
Status perempuan
dalam keluarga
dan masyarakat
Pendidikan
Pekerjaan
Penghasilan
Status Kesehatan
Gizi
Riwayat Penyakit
Kronis
Riwayat
Komplikasi
Kehamilan
Riwayat
Komplikasi
Persalinan
Status Keluarga
dalam
Masyarakat
Penghasilan
Kepemilikan
Pendidikan
Pekerjaan
anggota rumah
tangga
Status
Masyarakat
Kesejahteraan
Sumberdaya
masyarakat
Status Reproduksi
Umur
Paritas
Status Nikah
Jarak anak
Akses ke Pelayanan
Kesehatan
Lokasi Pelayanan
ANC
Jankauanan
Pelayanan
Kualitas Pelayanan
Akses Informasi
Kesehatan
Pemanfaatan
pelayanan kesehatan
Penggunaan KB
Pemeriksaan ANC
Penolong
persalinan
Tempat
Persalinana
Determinan
Proksi/Dekat
Kehamilan
Komplikasi
Persalinan
Perdarahan
Infeksi
Preeklamsi/Ekla
msi
Ruptur Uteri
Persalinan
Macet
Kecacatan /
Kematian
90
Determinan
Antara/Inter
mediate
Status Kesehatan
Gizi
Riwayat Penyakit Kronis
Riwayat Komplikasi
Kehamilan
Riwayat Komplikasi Persalinan
Status Reproduksi
Umur
Pemanfaatan
Paritas
pelayanan kesehatan
Jarak
anak KB
Penggunaan
Pemeriksaan ANC
Akses
ke Pelayanan
Kesehatan
Penolong
persalinan
Jangkauanan
Pelayanan
Tempat persalinan
Kualitas Pelayanan
Akses
Factor
takInformasi
diduga Kesehatan
Komplikasi
Persalinan
Kecacatan dan
Kematian
Placenta Previa
91
2.4
Hipotesis Penelitian
Hipotesa dalam suatu penelitian berarti jawaban sementara penelitian,
patokan atau dalil sementara yang kebenarannya akan dibuktikan dalam penelitian
(Notoadmojo, 2005). Hipotesis dalam penelitian ini adalah :
1.
2.
3.