Anda di halaman 1dari 13

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya lah kami dapat menyelesaikan Makalah Geologi ini
dengan segala pengetahuan dan kemampuan yang kami miliki. Kami berterima kasih pada
Dosen mata kuliah Geologi khususnya Geologi sejarah yang telah memberikan tugas ini
kepada kami.Adapun makalah ilmiah Geologi tentang Konsep Pembentukan dan Penelitian
Cekungan ini telah kami usahakan semaksimal mungkin dan tentunya dengan bantuan
berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami tidak
lupa menyampaikan bayak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami
dalam pembuatan makalah ini.
Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadar sepenuhnya bahwa ada kekurangan
baik dari segi penyusun bahasanya maupun segi lainnya. Oleh karena itu dengan lapang dada
dan tangan terbuka kami membuka selebar-lebarnya bagi pembaca yang ingin memberi saran
dan kritik kepada kami sehingga kami dapat memperbaiki makalah Geologi ini.
Akhirnya penyusun mengharapkan semoga dari makalah Geologi Konsep
Pembentukan dan Penelitian Cekungan ini dapat diambil hikmah dan manfaatnya sehingga
dapat memberikan inspirasi terhadap pembaca.

Jatinangor, 18 Oktober 2016

Penyusun

BAB I
PENDAHULUAN
A.

Latar Belakang
Wilayah Kepulauan Nusantara merupakan pertemuan tiga lempeng yang sampai kini
aktif bergerak. Tiga lempeng tersebut adalah lempeng eurasia, lempeng indo australia, dan
lempeng pasifik. Pertemuan lempeng-lempeng itu menyebabkan Interaksi ketiga lempeng
tadi mengakibatkan pengaruh pada hampir seluruh kepulauan yang ada di Indonesia.
Pengaruh tersebut dapat menimbulkan patahan atau sesar yaitu pergeseran antara dua blok
batuan baik secara mendatar, ke atas maupun relatif ke bawah blok lainnya. Patahan atau
sesar ini merupakan perpanjangan gaya yang ditimbulkan oleh gerakan-gerakan lempeng
utama. Patahan atau sesar inilah yang akan menghasilkan gempa bumi di daratan dan tanah
longsor.
Selain itu pertemuan Lempeng Samudera India dengan Lempeng Eurasia juga
menghasilkan lajur gunung api yang memanjang dari Sumatera sampai Nusa Tenggara dan
membentuk sebuah rangkaian gunung api. Rangkaian gunung api ini dikenal dengan istilah
busur vulkanik dan berhenti di Pulau Sumbawa, kemudian berbelok arah ke Laut Banda
menuju arah utara ke daerah Maluku Utara, Sulawesi Utara dan terus ke Filipina. Pergerakan
lempeng kerakbumi yang saling bertumbukan akan membentuk zona sudaksi dan
menimbulkan gaya yang bekerja baik horizontal maupun vertikal, yang akan membentuk
pegunungan lipatan, jalur gunungapi/magmatik, persesaran batuan, dan jalur gempabumi
serta terbentuknya wilayah tektonik tertentu. Selain itu terbentuk juga berbagai jenis
cekungan pengendapan batuan sedimen seperti palung (parit), cekungan busurmuka,
cekungan antar gunung dan cekungan busur belakang. Pada jalur gunungapi/magmatik
biasanya akan terbentuk zona mineralisasi emas, perak dan tembaga, sedangkan pada jalur
penunjaman akan ditemukan mineral kromit. Cekungan-cekungan yang terbentuk di
cekungan busur belakangan adalah cekungan sumatera utara, cekungan sumatera tengah,
cekungan sumatera selatan, cekungan jawa, dan cekungan Kalimantan.

a.
b.
c.
a.
b.
c.

B. Rumusan Masalah
Apa yang di maksud dengan cekungan?
Bagaimana proses terbentuknya cekungan?
Bagaimana penelitian cekungan dan teknik analisanya?
C. Tujuan
Untuk mengetahui pengertian cekungan.
Untuk mengetahui bagaimana proses terbentuknya cekungan
Untuk mengetahui penelitian cekungan dan teknik analisanya

BAB II
PEMBAHASAN
2.1

Pengertian Cekungan

Cekungan adalah bentang alam yang lebih rendah dari pada daerah disekitarnya
sehingga berbentuk cekung. Cekungan sedimen adalah semacam depresi yang mampu
menjebak sedimen. Syarat cekungan adalah memiliki batasan yang dibatasi oleh ketinggian
tertentu. Maka dari itu terdapat konsep pembentukan cekungan. Kekuatan tektonik
mengontrol bentuk, dan lokasi cekungan. Proses tektonik bersama dengan pembebanan
sedimen, lebih lanjutnya menentukan tingkat penurunan cekungan dan kemudian ruang yang
tersedia untuk akumulasi sedimen.
2.2

Cekungan di Indonesia

a) Cekungan Sumatera
Cekungan Sumatra Utara
Pola geologi dan tatanan stratigrafi regional cekungan Sumatra Utara secara umum
telah banyak diketahui berkat hasil aktivitas eksplorasi minyak dan gas alam serta pemetaan
bersistem pulau Sumatra dalam skala 1:250.000. Keith (1981) membuat pembagian stratigraf
Tersier Cekungan Sumatra Utara menjadi tiga kelompok yaitu :
1. Kelompok I sebagai fase tektonik, pengangkatan dan pengerosian, berumur Eosen hingga
Oligosen Awal.
2. Kelompok II merupakan fase genang laut yang dimulai dengan pembentukan formasiformasi dari tua ke muda yaitu Formasi Butar, Rampong, Bruksah, Bampo, Peutu dan
Formasi Baong.
3. Kelompok III adalah perioda regresif dengan pembentukan kelompok Lhoksukon.
Jika dilihat dari proses sedimentasi di cekungan sumatera utara. Kecepatan
sedimentasi dan penurunan dasar sedimen ataupun cekungan pada awal pembentukan
cekungan relatif lambat kemudian dilanjutkan dengan kecepatan sedimentasi lambat tetapi
kecepatan penurunan dasar sedimen ataupun cekungan sangat cepat antara 15.5-12.4 juta
tahun lalu. Penurunan cepat dasar cekungan tersebut merupakan akibat mulainya rifting di
laut Andaman dan pada saat inilah terbentuk serpih laut dalam Formasi Baong yang kaya
material organik dan menjadi salah satu batuan induk potensial di daerah Aru. Periode antara
12.4-10.2 juta tahun lalu ditandai dengan kecepatan sedimentasi cukup besar tetapi
penurunan dasar sedimen atau cekungan lebih lambat sebagai awal pengangkatan Bukit
Barisan atau dikenal sebagai tektonik Miosen Tengah. Batupasir Baong Tengah terbentuk
pada periode ini dan merupakan salah satu batuan waduk (reservoir) daerah Aru.
Pada 9.3-8.3 juta tahun lalu kecepatan sedimentasi sangat besar tetapi diikuti pula
penurunan dasar sedimen atau cekungan yang sangat besar sehingga penurunan sangat
dipengaruhi. oleh pembebanan sedimen disamping akibat penurunan tektonik. Pada waktu
tersebut terbentuk endapan klastik kasar Keutapang Bawah, diendapkan dalam lingkungan
delta atau laut dangkal dan merupakan juga batuan waduk (reservoir)penting di daerah Aru.

Model penurunan tektonik daerah Aru pada awalnya menunjukkan penurunan lambat
dilanjutkan penurunan sangat cepat antara 12.4-10.2 juta tahun lalu akibat rifting di Laut
Andaman. Pada Miosen Tengah atau antara 12.4-9.3 juta tahun lalu pola penurunan relatif
lambat, stabil atau terjadi pengangkatan akibat tektonik Miosen Tengah. Penurunan kembali
cepat antara 9.3-8.3 juta tahun lalu dan menjadi sangat lambat antara 5.3-4.4 juta tahun lalu
sebelum terjadi pangangkatan Pilo Pleistosen.

Cekungan Sumatera Tengah


Cekungan Sumatra tengah merupakan cekungan sedimentasi tersier penghasil
hidrokarbon terbesar di Indonesia. Ditinjau dari posisi tektoniknya, Cekungan Sumatra
tengah merupakan cekungan belakang busur. Faktor pengontrol utama struktur geologi
regional di cekungan Sumatra tengah adalah adanya Sesar Sumatra yang terbentuk pada
zaman kapur. Struktur geologi daerah cekungan Sumatra tengah memiliki pola yang hampir
sama dengan cekungan Sumatra Selatan, dimana pola struktur utama yang berkembang
berupa struktur Barat laut-Tenggara dan Utara-Selatan (Eubank et al., 1981 dalam Wibowo,
1995 dalam www.google.co.id/cekungan sumatera). Walaupun demikian, struktur berarah
Utara-Selatan jauh lebih dominan dibandingkan struktur Barat lautTenggara.

Cekungan Sumatera Selatan


Geologi Cekungan Sumatera Selatan adalah suatu hasil kegiatan tektonik yang
berkaitan erat dengan penunjaman Lempeng Indi-Australia, yang bergerak ke arah utara
hingga timurlaut terhadap Lempeng Eurasia yang relatif diam. Zone penunjaman lempeng
meliputi daerah sebelah barat Pulau Sumatera dan selatan Pulau Jawa. Beberapa lempeng
kecil (micro-plate) yang berada di antara zone interaksi tersebut turut bergerak dan
menghasilkan zone konvergensi dalam berbagai bentuk dan arah. Penunjaman lempeng IndiAustralia tersebut dapat mempengaruhi keadaan batuan, morfologi, tektonik dan struktur di
Sumatera Selatan. Tumbukan tektonik lempeng di Pulau Sumatera menghasilkan jalur busur
depan, magmatik, dan busur belakang.
Secara fisiografis Cekungan Sumatra Selatan merupakan cekungan Tersier berarah
barat laut - tenggara, yang dibatasi Sesar Semangko dan Bukit Barisan di sebelah barat daya,
Paparan Sunda di sebelah timur laut, Tinggian Lampung di sebelah tenggara yang
memisahkan cekungan tersebut dengan Cekungan Sunda, serta Pegunungan Dua Belas dan
Pegunungan Tiga Puluh di sebelah barat laut yang memisahkan Cekungan Sumatra Selatan
dengan Cekungan Sumatera Tengah. Blake (1989) menyebutkan bahwa daerah Cekungan
Sumatera Selatan merupakan cekungan busur belakang berumur Tersier yang terbentuk
sebagai akibat adanya interaksi antara Paparan Sunda (sebagai bagian dari lempeng kontinen
Asia) dan lempeng Samudera India. Daerah cekungan ini meliputi daerah seluas 330 x 510
km2, dimana sebelah barat daya dibatasi oleh singkapan Pra-Tersier Bukit Barisan, di sebelah
timur oleh Paparan Sunda (Sunda Shield), sebelah barat dibatasi oleh Pegunungan Tigapuluh
dan ke arah tenggara dibatasi oleh Tinggian Lampung.
Cekungan Sumatera Selatan dan Cekungan Sumatera Tengah merupakan satu
cekungan besar yang dipisahkan oleh Pegunungan Tigapuluh. Cekungan ini terbentuk akibat
adanya pergerakan ulang sesar bongkah pada batuan pra tersier serta diikuti oleh kegiatan
vulkanik. Di daerah Sumatera Selatan terdapat 3 (tiga)antiklinurium utama, dari selatan ke

utara: Antiklinorium Muara Enim, Antiklinorium Pendopo Benakat dan Antiklinorium


Palembang.
b)

Cekungan Jawa Timur

Secara geologi Cekungan Jawa Timur terbentuk karena proses pengangkatan dan
ketidakselarasan serta proses-proses lain, seperti penurunan muka air laut dan pergerakan
lempeng tektonik. Tahap awal pembentukan cekungan tersebut ditandai dengan adanya half
graben yang dipengaruhi oleh struktur yang terbentuk sebelumnya. Tatanan tektonik yang
paling muda dipengaruhi oleh pergerakan Lempeng Australia dan Sunda. Secara regional
perbedaan bentuk struktural sejalan dengan perubahan waktu. Aktifitas tektonik utama yang
berlangsung pada umur Plio Pleistosen, menyebabkan terjadinya pengangkatan daerah
regional Cekungan Jawa Timur dan menghasilkan bentuk morfologi seperti sekarang ini.
Struktur geologi daerah Cekungan Jawa Timur umumnya berupa sesar naik, sesar
turun, sesar geser, dan pelipatan yang mengarah Barat-Timur akibat pengaruh gaya kompresi
dari arah Utara-Selatan. Tatanan geologi Pulau Jawa secara umum dibagi berdasarkan posisi
tektoniknya. Secara struktural Blok Tuban dikontrol oleh half graben yang berumur Pre
Tersier. Struktur geologi yang ada di pulau Jawa memiliki pola-pola yang teratur. Secara
geologi pulau Jawa merupakan suatu komplek sejarah penurunan basin, pensesaran,
perlipatan dan vulkanisme di bawah pengaruh stress regime yang berbeda-beda dari waktu ke
waktu. Secara umum, ada tiga arah pola umum struktur yaitu arah Timur Laut Barat Daya
(NE-SW) yang disebut pola Meratus, arah Utara Selatan (N-S) atau pola Sunda dan arah
Timur Barat (E-W). Perubahan jalur penunjaman berumur kapur yang berarah Timur Laut Barat Daya (NE-SW) menjadi relatif Timur - Barat (E-W).
c)

Cekungan Kalimantan Timur


Cekungan Kalimantan Timur Kalimantan merupakan daerah yang memiliki tektonik
yang kompleks. Adanya interaksi konvergen atau kolisi antara 3 lempeng utama, yakni
lempeng Indo-Australia, Lempeng Pasifik dan Lempeng Asia yang membentuk daerah timur
Kalimantan (Hamilton, 1979). Pada jaman Kapur Bawah, bagian dari continental passive
margin di daerah Barat daya Kalimantan, yang terbentuk sebagai bagian dari lempeng Asia
Tenggara yang dikenal sebagai Paparan Sunda. Pada jaman Tersier, terjadi peristiwa interaksi
konvergen yang menghasilkan beberapa formasi akresi, pada daerah Kalimantan.
Cekungan Kutai merupakan salah satu cekungan yang dihasilkan oleh perkembangan
regangan cekungan yang besar pada daerah Kalimantan.Pada Pra-Tersier, Pulau Kalimantan
ini merupakan salah satu pusat pengendapan, yang kemudian pada awal tersier terpisah
menjadi 6 cekungan sebagai berikut :
1. Cekungan Barito, yang terletak di Kalimantan Selatan,
2. Cekungan Kutai, yang terletak di Kalimantan Timur,
3. Cekungan Tarakan, yang terletak di timur laut Kalimantan,
4. Cekungan Sabah, yang terletak di utara Kalimantan,
5. Cekungan Sarawak, yang terletak di barat laut Kalimantan,
6. Cekungan Melawai dan Ketungau, yang terletak di Kalimantan Tengah

Kerangka tektonik di Kalimantan Timur dipengaruhi oleh perkembangan tektonik


regional yang melibatkan interaksi antara Lempeng Samudera Philipina, Lempeng IndoAustralia dan Lempeng Eurasian yang terjadi sejak Jaman Kapur sehingga menghasilkan
kumpulan cekungan samudera dan blok mikro kontinen yang dibatasi oleh adanya zona
subduksi, pergerakan menjauh antar lempeng, dan sesar-sesar mayor. Cekungan Kutai
terbentuk karena proses pemekaran pada Kala Eosen Tengah yang diikuti oleh fase
pelenturan dasar cekungan yang berakhir pada Oligosen Akhir. Peningkatan tekanan karena
tumbukan lempeng mengakibatkan pengangkatan dasar cekungan ke arah Barat Laut yang
menghasilkan siklus regresif utama sedimentasi klastik di Cekungan Kutai, dan tidak
terganggu sejak Oligosen Akhir hingga sekarang.
2.3 Pembentukan Cekungan
Proses lempeng tektonik membawa perubahan besar dalam massa benua dan
cekungan samudera sepanjang waktu. Benua pecah dan menjauh untuk membuat cekungan
samudera selebar 500 km, yang kemudian dapat tertutup lagi sebagai kerak lantai samudera
yang tersubduksi di parit. Pembukaan dan penutupan cekungan samudera disebut sebagai
Siklus Wilson. Siklus Wilson dimulai dengan pembentukan keretakan cekungan (berlantai
kerak benua),g kemudian berkembang menjadi proto-samudera palung (sebagian berlantai
oleh kerak samudera), dan akhirnya dalam cekungan samudera, berlantai oleh kerak
samudera dan berbatasan dengan garis tepi pasif benua. Setelah puluhan juta tahun atau lebih,
zona subduksi mengembangkan sekitar tepi laut dan samudera mulai menutup. Penutupan
berpuncak dengan tabrakan benua dan pembentukan sabuk orogenik. Seluruh proses
pembentukan dan penghancuran cekungan membutuhkan mungkin 50 hingga 150 juta tahun.
Catatan geologi menunjukkan bahwa ada banyak siklus Wilson dalam sejarah masing-masing
benua. Dengan demikian, beberapa cekungan sedimen tetap tidak berubah dengan waktu,
atau di posisi tetap, kecuali mungkin beberapa cekungan yang terletak di kraton baik dalam
tepi.

Selama fase pembukaan siklus Wilson, lempeng tektonik bergerak memisah untuk
membentuk tepi benua divergen (pasif). Penutupan tahapan siklus Wilson ditandai dengan
lempeng bergerak ke arah satu sama lain, yang mana kerak samudera tersubduksi di palung.
Tepi benua yang terbentuk selama tahap penutupan laut disebut tepi konvergen (aktif). Saat
pembukaan atau penutupan suatu cekungan samudera, beberapa bagian dari lempeng dapat
bergeser melewati satu sama lain baik tanpa memusat atau menjauh. Pengaturan seperti ini
disebut sebagai transformasi tepi. Selama Siklus Wilson, berbagai jenis cekungan sedimen
terbentuk memusat, menjauh, dan tatanan letak, seperti dalam tatanan intraplate.

klasifikasi cekungan sedimen dapat berdasarkan pada:


1. tipe dari kerak dimana cekungan berada,
2. posisi cekungan terhadap tepi lempeng,
3. untuk cekungan yang berada dekat dengan tepi lempeng, tipe interaksi lempeng yang
terjadi selama sedimentasi,
4. Waktu pembentukan dan basin fill terhadap tektonik yang berlangsung,
5. Bentuk cekungan.

Representasi skematik dari beberapa cekungan yang terbentuk secara tektonik.(Dickinson dan
Yarborough, 1976; Kingston, Dishroon, dan William, 1983; Mitchel dan Reading, 1986;
Einsele, 1992; Ingersoll dan Busby, 1995.)
2.4 Penelitian Cekungan
Analisa cekungan merupakan hasil interpretasi yang berdasarkan pada proses
sedimentasi, stratigrafi, fasies dan sistem pengendapan, peleoseanografi, paleogeografi, iklim
purba, analisa muka laut, dan petrografi/mineralogi (Klein, 1995; Boggs, 2001).
Penelitian sedimentologi dan analisa cekungan sekarang ini ditikberatkan pada analisa
fasies sedimen, siklus subsiden, perubahan muka laut, pola sirkulasi air laut, iklim purba, dan
sejarah kehidupan.
Para ahli sedimentologi mempelajari batuan sedimen untuk mengetahui sejarah
geologi dan potensi ekonomi dari batuan tersebut. Untuk itu, diperlukan studi yang bersifat
terpadu dari berbagai cabang ilmu geologi, termasuk di dalamnya sedimentologi, stratigrafi,
dan tektonik. Dengan demikian dapat diketahui secara menyeluruh batuan sedimen yang
mengisi suatu cekungan sehingga dapat dipergunakan sebagai bahan untuk menginterpretasi
sejarah geologi dan membuat evalusasi potensi ekonominya (Boggs, 1995; 2001). Studi
terpadu seperti ini dikenal dengan sebutan analisa cekungan sedimen (basin analysis).

Pada perkembangan teori geosinklin, sebagian para ahli geologi berpikir bahwa
batuan sedimen yang umumnya diendapkan di laut dangkal pada suatu geosinklin, dan terus
mengalami subsiden. Sejalan dengan berkembangnya teori tektonik lempeng pada awal
1960an, pendapat itu mulai tersisih. Saat ini para ahli geologi menemukan berbagai jenis
cekungan dengan berbagai mekanisme pembentukannya. Secara umum, titik berat perhatian
pada analisa cekungan sedimen adalah pada tektonik global pembentukan cekungan dan
berbagai proses yang mengontrolnya (termasuk perubahan muka laut, pasokan sedimen, dan
penurunan cekungan).
Cekungan berhubungan dengan subduksi
Subduksi ditunjukkan dengan aktifnya tepian benus yang mana umumnya dicirikan oleh
adanya palung laut dalam, busur gunungapi aktif, rumpang parit-busur (arc-trench gap) yang
memisahkan ke duanya (Gambar X.2). Tataan subduksi terjadi lebih banyak pada tepian
benua dibandingkan pada besur samodra.
Cekungan berhubungan patahan mendatar/transform
Patahan yang dapat membentuk cekungan ini adalah patahan mendatar yang menoreh dalam
kerak sampai membatasai dua lempeng yang berbeda (transform fault) dan patahan yang
terbatas dalam suatu lempeng dan hanya menoreh bagian atas kerak (Sylvester, 1988).
Cekungan yang berhubungan dengan patahan mendatar regional terbentuk sepanjang
punggung pemekaran, sepanjang batas patahan antar lempeng, pada tepian benua dan daratan
dalam lempeng benua. Gerakan sepanjang patahan mendatar regional dapat membentuk
berbagai cekungan nendatar (pull-apart basin).

2.5 Teknik Analisa Cekungan


Sedimen yang mengisi suatu cekungan merupakan faktor yang sangat penting untuk
dipelajari dalam analisa cekungan sedimen yang bersangkutan. Sedimen tersebut dipelajari
bagaimana proses terbentuknya, sifat batuan dan aspek ekonominya. Proses pembentukan
sedimen meliputi pelapukan, erosi, transportasi dan pengendapan, sifat-sifat fisik, kimia dan
biologi batuan; lingkungan pengendapan, dan posisi stratigrafi. Beberapa faktor yang
mempengaruhi proses pengendapan dan sifat sedimen adalah:
a. litologi batuan induk, akan sangat mempengaruhi komposisi sedimen yang berasal
dari batuan tersebut;
b. topografi dan iklim dimana batuan induk berada, mempengaruhi kecepatan denudasi
yang menghasilkan sedimen yang kemudian diendapkan dalam cekungan;
c. kecepatan penurunan cekungan bersamaan dengan kecepatan kenaikan/penurunan
muka laut; dan
d. ukuran dan bentuk dari cekungan.

Penampang Stratigrafi
Data lengkap dan akurat tentang sedimen dari singkapan maupun inti bor, baik
ketebalan maupun litologi setiap himpunan sedimen, merupakan hal yang sangat
penting untuk interpretasi sejarah bumi, dalam korelasi stratigrafi, interpretasi struktur
dan perubahan fasies yang boleh jadi diikuti oleh perubahan dari lingkungan dan arti
ekonomis.
Diagram Pagar
Informasi stratigrafi dapat pula disajikan dalam diagram pagar yang menggambarkan
pandangan tiga dimensi stratigrafi dari suatu daerah atau wilayah tertentu. Dengan
cara ini hubungan antar satuan stratigrafi dapat dilihat dengan jelas. Sayangnya,
bagian pagar depan akan menutup sebagian belakangnya; sehingga menyulitkan
pembuat untuk menyuguhkan gambar yang baik dan jelas.
Peta Struktur
Untuk menggambarkan bentuk dan orientasi cekungan serta geometri pengisian cekungan
diperlukan peta struktur. Peta struktur ini sangat berguna dalam eksplorasi baik hidrokarbon
maupun mineral dan batubara. Dasar cekungan dapat digambarkan dengan peta ini, apabila
menggunakan datum bagian bawah lapisan tertua pengisi cekungan yang bersangkutan.
Dengan begitu topografi purba dapat diinterpretasi dengan mudah.
Peta Isopak
Peta isopak adalah suatu peta yang konturnya menghubungkan titik-titik yang
mempunyai ketebalan sama dari suatu lapisan atau satuan batuan. Ketebalan suatu
satuan batuan tergantung dari kecepatan pasokan sedimen dan ruang yang tersedia
pada cekungan. Dengan peta jenis ini dapat digambarkan keadaan cekungan sebelum
dan selama pengendapan, sehingga apabila dilakukan analisa peta isopak untuk setiap
satuan pada cekungan dimana mereka diendapkan, akan mendapatkan informasi
perubahan struktur cekungan dari waktu ke waktu.
Peta Paleogeologi
Peta paleogeologi adalah peta yang menggambarkan kondisi geologi tertentu di
bawah atau di atas suatu unit tertentu. Manfaat peta jenis ini adalah untuk interpretasi
pola aliran purba, pola pengisian cekungan, pergeseran garis pantai, penimbunan
secara gradual dari paleotopografi.
Peta Litofasies
Peta fasies menggambarkan vareasi sifat litologi atau biolofi dari satuan stratigrafi
tertentu (Boggs, 2001). Peta fasies yang umum dipakai adalah peta litofasies dimana
menyajikan beberapa aspek komposisi dan tekstur batuan.
Peta jenis ini sangat bermafaat untuk melihat hubungan litologi dengan tepi cekungan
dimana sedimen tersebut diendapkan. Tentu saja bagian yang nilai perbandingan
klastiknya relatif tinggi menunjukan bagian tersebut dekat dengan asal batuan atau
sangat mungkin tepi cekungan. Sedangkan bagian yang nilai perbandingan klastiknya
rendah menunjukkan bagian tersebut relatif jauh dari tepi cekungan. Dengan peta ini
juga dapat diketahui arah tranportasi sedimen secara regional dalam cekungan itu.

Peta litofasies tiga komponen menyajikan rata-rata atau pola kelimpahan relatif dalam
suatu satuan stratigrafi dari tiga komponen litofasies (Boggs, 2001).

Analisa Arus Purba


Analisa arus purba adalah suatu teknik yang digunakan untuk mengetahui arah aliran
dari arus purba pembawa sedimen ke dalam suatu cekungan pengendapan (Boggs,
2001). Tentu saja, dengan teknik ini akan diketahui juga arah kemiringan lereng purba
baik lokal maupun secara regional dan sekaligus asal dari sedimen yang terendapkan.
Studi Provenan (Asalmuasal) Batuan
Komposisi dari suatu batuan sedimen klastika yang mengisi suatu cekungan sangat
dipengaruhi oleh komosisi batuan sumbernya. Komposisi itu tentu saja juga
dipengaruhi oleh pelapukan dan iklim daerah yang bersangkutan. Studi provenan
meliputi: (a) Komposisi litologi dari asal batuan, (b) tataan tektonik dari daerah asal
batuan, dan (c) iklim, topografi, dan kemiringan daerah asal batuan (Boggs, 2001).
Vareasi litologi dari batuan asal dipelajari dari berbagai jenis mineral dan kepingan
batuan yang dijumpai pada suatu batuan sedimen klastika.

BAB III
PENUTUP
A.

KESIMPULAN

1. Cekungan adalah bentang alam yang lebih rendah dari pada daerah disekitarnya sehingga
berbentuk cekung. Cekungan yang ada di Indonesia meliputi:
- Cekungan Sumatra Utara
- Cekungan Sumatra Tengah
- Cekungan Sumatra Selatan
- Cekungan Jawa timur, dan
- Cekungan Kalimantan Timur
2. Proses lempeng tektonik membawa perubahan besar dalam massa benua dan cekungan
samudera sepanjang waktu. Benua pecah dan menjauh untuk membuat cekungan samudera
selebar 500 km, yang kemudian dapat tertutup lagi sebagai kerak lantai samudera yang
tersubduksi di parit. Pembukaan dan penutupan cekungan samudera disebut sebagai Siklus
Wilson.
3. Analisa cekungan merupakan hasil interpretasi yang berdasarkan pada proses sedimentasi,
stratigrafi, fasies dan sistem pengendapan, peleoseanografi, paleogeografi, iklim purba,
analisa muka laut, dan petrografi/mineralogi (Klein, 1995; Boggs, 2001).
Penelitian sedimentologi dan analisa cekungan sekarang ini ditikberatkan pada analisa fasies
sedimen, siklus subsiden, perubahan muka laut, pola sirkulasi air laut, iklim purba, dan
sejarah kehidupan.

Daftar Pustaka

Boggs, Jr. S.(2006): Principal of Sedimentology and Stratigraphy 4 th edition, Hal 553-558,
Pearson Education, inc., Upper Saddle River New Jersey.

Dickinson, 1993; Ingersoll dan Busby, 1995

Anda mungkin juga menyukai