Anda di halaman 1dari 18

UNIVERSITAS INDONESIA

MOTIF PEMERINTAH BELANDA DALAM PEMBERIAN BANTUAN BEC-TF


(Basic Education Capacity Trust Fund) KE INDONESIA 2008-2012

PROPOSAL
TESIS EKOPOLIN

FITRIA NUGRAHANI
1306347761
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL
EKONOMI POLITIK INTERNASIONAL
DEPOK
2014

BAB I
PENDAHULUAN
I.

Latar Belakang Masalah


Sebelum abad keduapuluh, bantuan luar negeri belum dipandang sebagai
inovasi politik untuk mencapai kepentingan nasional suatu bangsa. Akan tetapi, Pasca
Perang Dunia II bantuan luar negeri telah di institusionalisasikan hingga menjadi
suatu bagian dalam hubungan politik dan sosial antar negara. Dalam terminologi
ekonomi-politik internasional, bantuan luar negeri telah begitu mengakar sebagai
pilar hubungan negara utara-selatan yang telah dianggap lazim sebagai bagian integral
dalam hukum internasional.1 Tercatat sejak akhir 1940-an saja, negara-negara maju
mengalokasikan setidaknya 1 trilyun Dollar dalam kerjasama-kerjasama sosialnya
dengan negara-negara berkembang terutama di bidang pembangunan.2 Tentu saja,
distribusi modal tersebut tidak disalurkan tanpa maksud dan syarat apapun. Menurut
Steven Radelet dan Ruth Levine, pasca perang dingin bantuan luar negeri digunakan
sebagai raison dtre dukungan politis negara-negara pendonor.3
Negosiasi dan transaksi bantuan luar negeri ini melibatkan berbagai aktor dan
lembaga serta menetapkan peringkat negara pada berbagai hubungan bilateral,
multilateral, dan dengan platform non-pemerintah secara bersamaan. 4 Negara-negara
maju menggunakan organisasi-organisai multilateral seperti PBB, Bank Dunia, dan
IMF sebagai jembatan dalam menyalurkan modal dengan banyak bentuk (seperti
bantuan, hutang, dan hibah) ke negara-negara miskin dan berkembang. Dalam
pelaksanaannya, IMF dan Bank Dunia tidak hanya bertindak sebagai jembatan dalam

1 Lihat Stephen Zamora, 'Economic Development', dalam Christopher C. Joyner (ed), The United
Nation and International Law, 1997, Cambridge: Cambridge University Press, hal. 264.
2 Jean-Philipe Therien, Debating Foreign Aid: Right versus Left, 2002, Third World Quartly,vol, 23, No.2, hal.
449.

3 William Easterly (ed), Reinventing Foreign Aid, 2008, Cambridge: The MIT Press, hal. 431.
4 Lihat penjelasan mendalam tentang Official Development Assistance (ODA) dan perannya dalam
pembangunan, penanggulangan kemiskinan, dan kondisi regional dalam Christian Schabbel, The
Value Chain of Foreign Aid, 2007, New York: Physica-Verlag Heidelberg, hal. 14

mekanisme transfer pendanaan. Lembaga-lembaga internasional ini juga aktif terlibat


dalam pengambilan keputusan di negara donor maupun negara recipient.5
Belanda merupakan salah satu negara yang gencar memberikan bantuan asing
ke negara-negara berkembang, salah satunya Indonesia. Indonesia merupakan salah
satu dari sepuluh penerima bantuan asing dari Belanda dimulai dari tahun 2005
sampai sekarang.6 Belanda sangat berkomitmen dan mengalokasikan dana yang tidak
sedikit dalam menyalurkan bantuan asingnya, hal ini dapat terlihat dalam bagan
berikut ini.
Country

Quality-adjusted aid as percent of GDP

Source: David Roodman, An Index of Donor Performance44, Center for Global Development, April 2004
Sweden

0.5

Denmark

0.48

Netherlands

0.45

Norway

0.4

France

0.23

Belgium

0.21

Switzerland

0.21

Finland

0.19

United Kingdom

0.19

Austria

0.15

Germany

0.15

Canada

0.14

Ireland

0.12

Australia

0.11

Italy

0.11

Portugal

0.1

Japan

0.09

Greece

0.07

Spain

0.07

United States
New Zealand

0.07
0.03

Berdasarkan data yang diperoleh dari kementerian Luar Negeri Belanda,


Indonesia belum menjadi negara penerima bantuan yang perlu diperhitungkan
sebelum tahun 2005. Akan tetapi tiba-tiba pemerintah Belanda baru memasukan

5 Lihat William Easterly (ed), Reinventing Foreign Aid, 2008, Cambridge: The MIT Press, hal. 286
6 Berdasarkan data yang diperoleh dari minbuza di https://docs.google.com/spreadsheet/fm?
id=tbOSNoaft4Y4XRrNHDTLWTA.12951746550183852284.928905295535793260&fmcmd=420

Indonesia sebagai salah satu negara penerima bantuan ODA darinya (Top ten
recipients of humanitarian assistance) pada tahun 2005 kedepan.7

Hubungan Belanda- Islam


Belanda merupakan salah satu negara di Benua Eropa yang mengalami
perkembangan sosial-kemasyarakatan yang relatif pesat. Sebelum Perang Dunia II,
secara demografi, Belanda didominasi oleh bangsa kulit putih, yang jumlahnya
mencapai 81 persen dari total penduduk Belanda. Sebagian etnis kecil lainnya antara
lain adalah Indonesia sebesar 2,4 %, Jerman 2,4 %, Turki 2,2 %, Suriname 2,0 % dan
etnis-etnis lainnya yang jumlahnya tidak begitu besar.8 Pasca dekade tahun 1990-an,
kondisi demografi Belanda cenderung berubah karena banyaknya warga migran
pendatang transnasional di negara ini. Hal ini berdampak pada struktur demografi
yang Belanda tidak lagi berkarakter etnis homogen yang didominasi oleh masyarakat
kulit putih, namun telah berkembang menjadi negara yang multi etnis. Pada tahun
2001 hingga 2003 jumlah imigran di Belanda mencapai 114.000 dan pada tahun
2005/2006 jumlahnya meningkat 121.000 orang.9
Dalam perkembangannya banyaknya warga migran di Belanda yang banyak
berasal dari wilayah Timur Tengah, berdampak pada perubahan sosial yang relatif
fundamental,

karena

keberadaan

warga

migran

tersebut

membawa

sistem

sosiokultural sendiri, yang banyak memiliki perbedaan dengan sosio-kultural Belanda.


Pada tahun 2005 situasi sosial politik dalam negeri Belanda sedang dalam kondisi
yang tidak stabil. Ketidakstabilan kondisi sosial dan politik di Belanda yang diawali
sejak munculnya isu terorisme melalui peristiwa 9/11 serta pembunuhan produser film
Belanda Theo Van Gogh oleh ekstrimis muslim Mohammed Bouyeri pada 10
November 2004, yang menyebabkan munculnya ketakutan akan orang muslim
(Islamophobia) di kalangan warga negara Belanda.
7 Berdasarkan data yang diperoleh dari minbuza di https://docs.google.com/spreadsheet/fm?
id=tbOSNoaft4Y4XRrNHDTLWTA.12951746550183852284.928905295535793260&fmcmd=420
8 Netherland Country Profile : Demography, The Book Of Fact, http://www.cia.gov.,
9 Ibid

Hal ini diperparah dengan langkah politik Pim Fortuyn yang menggunakan
Islamophobia sebagai batu loncatan untuk menarik pendukung sebanyak-banyaknya.10
Renggangnya hubungan antara warga negara yang beragama muslim dengan warga
Belanda yang lain menyebabkan terjadinya bullying dan diskriminasi terhadap kaum
muslim di Belanda.11 Politisi dan pemerintah berkompetisi dalam melakukan langkahlangkah anti-Islam selama beberapa tahun terakhir. Pemerintah Belanda bahkan
mengeluarkan undang-undang larangan pembentukan sekolah-sekolah Islam di
Belanda.12 Munculnya kebijakan-kebijakan ini ternyata menunjukkan adanya
pengaruh yang kuat bukan hanya dari dalam negeri Belanda saja, namun juga
pengaruh dari konteks internasional.
Iklim politik dan sosial yang anti Islam ini sangat bertentangan dengan Human
Rights Charter sehingga banyak terjadi demonstrasi, baik dari pihak muslim yang
menjadi korban maupun sebaliknya. Hal tersebut tentu saja mempengaruhi hubungan
Belanda dengan negara-negara lain, terutama dengan negara-negara muslim. Selain
itu hal tersebut juga memperkuat tumbuhnya gerakan-gerakan Islam radikal yang
dikarenakan pengucilan dan penghinaan yang mereka peroleh dari lingkungan sosial
mereka.
II.

Research Puzzle
Dengan munculnya beberapa indikator yang menunjukkan bahwa hubungan
antara muslim dan Belanda yang tidak begitu erat dan banyak masalah sosial-politik
dalam negeri Belanda terkait hal tersebut yang harus ditindak lanjuti terlebih dahulu.
Serta dalam waktu yang relatif bersamaan, yaitu antara jangka waktu 2004-2005
Belanda dengan tiba-tiba memasukkan Indonesia kedalam sepuluh negara prioritas
pemberian bantuan ODA. Hal ini menunjukkan bahwa dalam pengambilan keputusan

10 Lihat artikel The Elephant in the Room: Unexposed Roots of Islamic Radicalism in The
Netherlands oleh Bradford Kelley dan Ava Morgensten mengenai latar belakang dari terbentuknya
islam radikal di Belanda dari tahun 2004 hingga sekarang. Artikel diakses melalui
http://www.humanityinaction.org/knowledgebase/185-the-elephant-in-the-room-unexposed-roots-ofislamic-radicalism-in-the-netherlands pada 03/02/2015 pukul 20.00 wib
11 Ibid
12 Ibid

untuk memberikan bantuan ODA kepada Indonesia pada waktu itu sedikit banyak
dipengaruhi oleh renggangnya hubungan Belanda dengan pihak muslim.
Pada tahun 2008 pemerintah Belanda memberikan bantuan BEC-TF (Basic
Education Capacity Trust Fund) yang merupakan joint-venture antara pemerintah
Belanda dengan pemerintah EU dalam bidang pendidikan ke Indonesia melalui Bank
Dunia memberikan pemahaman bahwa negara-negara maju sangat concern mengenai
proses pelaksanaan pendidikan di negara-negara berkembang seperti halnya
Indonesia, terutama proses pelaksanaan pendidikan dasar yang terjadi.
BEC-TF sebagai kebijakan bantuan pembangunan, merupakan transfer hibah
atau sumbangan tanpa timbal balik apapun. Menurut publikasi pihak BEC-TF,
bantuan ini benar-benar memfokuskan pada instrumen seperti bantuan teknis, transfer
teknologi, pertukaran pengalaman, pelatihan sumber daya manusia (baik staf teknis
dan otoritas politik yang terpilih) dan pengembangan kelembagaan. Akan tetapi,
benarkah pemberian bantuan BEC-TF itu hanya semata-mata dari sisi humanitarian
tanpa ada timbal balik atau keuntungan lain yang ingin didapatkan oleh pihak donor
selaku pemberi modal? Ataukah seperti yang ditulis oleh Trap dan Degnbol, bahwa
dibalik semua pemberian bantuan selalu ditemukan motif lain dari pihak negara
donor?
Trap (2000) menjelaskan tujuan-tujuan bantuan luar negeri terkait dengan
altruisme, ideologi, kepentingan komersial, dan pembangunan ekonomi. 13 World Bank
(1998) menjelaskan tujuan pemberian bantuan luar negeri merupakan kombinasi
altruistik dan kepentingan donor yang hendak dicapai.

14

Sedangkan Degnbol&

Pedersen (2003) menjelaskan motif pemberian bantuan luar negeri terkait dengan 4
motif, yaitu motif moral, politis, ekonomi, dan lingkungan.15
Pemberian bantuan luar negeri di bidang pendidikan dari pihak negara maju ke
negara berkembang sebenarnya sudah sering terjadi. Sebagai contohnya pemberian
bantuan luar negeri di bidang pendidikan dari Amerika Serikat ke Indonesia melalui
13 Finn Trap, Foreign Aid and Development. 2000. London: Routledge.
14 World Bank, Assessing Aid; What Works, What Doesnt and Why, A World Bank Policy Research
Report. 1998. Oxford: Oxford University Press, hlm. 7 dalam Asra Virgianita, Dinamika Kebijakan
dan Distribusi ODA Jepang Ke Indonesia Pasca Pemerintahan Soeharto. 2012. Pusat Studi Jepang
Universitas Indonesia.
15 John Degnbol Martinussen & Endberg Pedersen, Aid: Understanding International Development
Cooperation. 2003. London: Zed Books Ltd. hlm. 17.

USAID yang menargetkan pada perubahan pola demokrasi yang akan membawa pada
perdamaian dunia. Terutama setelah peristiwa 9/11 dan munculnya War on Terror
yang dikumandangkan Amerika Serikat pada waktu itu.16
Jika dihubungkan pemberian bantuan pemerintah Belanda di bidang
pendidikan melalui BEC-TF dengan pemberian bantuan Amerika melalui USAID
pada waktu itu, sesungguhnya Belanda sama halnya dengan Amerika serikat percaya
bahwa pendidikan dan politik berhubungan simbiotik satu sama lain.17
III.

Rumusan Masalah
Dalam MoU yang disepakati bersama, BEC-TF (Basic Education Capacity
Trust Fund) bertujuan untuk membantu pemerintah Indonesia mengatasi kelemahan
yang ada dalam sistem tata kelola pendidikan dan meningkatkan pengelolaan
pendidikan dasar di pemerintahan dengan cara desentralisasi dan good governance. 18
Tujuan BEC-TF bagi negara recipient sebenarnya sudah tercapai dengan
meningkatnya performa pendidikan di Indonesia sejak dijalankannya BEC-TF.19 Akan
tetapi yang tujuan dari negara Donor dalam pemberian bantuan BEC-TF masih belum
terlihat jelas. Oleh karena itu pertanyaan penelitian yang penulis ambil dalam paper
ini adalah:

16 Dalam skripsi Andre Wiguna Mantong, Kekuasaan Produktif Amerika dan Budaya Demokrasi
dalam Program Bantuan Pendidikan USAID untuk Indonesia menjelaskan bahwa pemberian bantuan
USAID ditujukan untuk memlancarkan war on terror dimana Indonesia adlah salah satu negara
dengan penduduk mayoritas Islam yang kemungkinan menjadi teroris sangat besar dan harus
ditanggulangi sejak awal melalui pendidikan yang layak dan demokratisasi.
17 Ibid. hal. 24 (Berdasarkan Colter dkk dalam Peter Gourevitch The second Image Reserved yang
kutip dari Andre Wiguna Mantong, Kekuasaan Produktif Amerika dan Budaya Demokrasi dalam
Program Bantuan Pendidikan USAID untuk Indonesia 2008)
18 Berdasarkan (BEC-TF Booklet): Kerja Sama untuk Pendidikan yang Lebih Baik: Peningkatan
Tata Kelola Pendidikan Dasar Di Indonesia. Yang diakses melalui
http://web.worldbank.org/WBSITE/EXTERNAL/EXTABOUTUS/IDA/0,,contentMDK:22413913~m
enuPK:3266877~pagePK:51236175~piPK:437394~theSitePK:73154,00.html
19 Berdasarkan informasi yang diperoleh dari laporan akuntabilitas kinerja kementrian pendidikan dan
kebudayaan tahun 2012 yang menunjukkan bahwa performa pendidikan untuk pendidikan dasr dan menengah
telah melebihi target yang ditetapkan dan terjadi kenaikan yang signifikan sejak tahun 2010 hingga
2012.Kemendikbud, 2012: Laporan Akuntabilitas Kinerja Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Tahun 2012.

Mengapa Belanda memberikan hibah BEC-TF kepada Indonesia di tahun 2008?


Periode penelitian paper ini adalah antara tahun 2008 hingga 2012. Tahun
2008 dipilih karena merupakan tahun awal kesepakatan program BEC-TF di
Indonesia. Tahun 2012 menjadi periode akhir penelitian karena menjadi tahun terakhir
program BEC-TF di Indonesia.
IV.

Tujuan Penelitian dan Signifikansi Penelitian


Adapun tujuan penelitian yang ingin dicapai dalam paper ini adalah : Pertama,
untuk memahami konteks pemberian bantuan luar negeri Belanda. Kedua, adalah
untuk mengetahui motif Belanda dalam memberikan bantuan luar negeri kepada
Indonesia, khususnya dalam BEC-TF (Basic Education Capacity Trust Fund).
Dengan demikian, paper ini mengharapkan beberapa signifikansi yaitu ; Pertama,
sebagai referensi ilmiah terhadap inisiatif Belanda dalam BEC-TF dan program BECTF yang dijalankan di Indonesia. Kedua, sebagai rujukan dalam dunia akademis
maupun praktis bahwa terdapat motif dan tujuan disetiap bantuan luar negeri. Hal ini
adalah wawasan yang penting untuk diketahui oleh akademisi maupun pengambil
kebijakan terkait bagaimana memandang dan menjalin hubungan kerjasama antara
Indonesia dan Belanda, untuk lebih meningkatkan bargaining position Indonesia

V.

kepada Belanda dalam perjanjian-perjanjian bantuan luar negeri lainnya.


Kerangka Teori
Dalam menganalisis permasalahan tentang bantuan pemerintah Belanda
melalui BEC-TF ini, maka penelitian ini menggunakan kerangka berpikir strukturalis
yang melihat hubungan variable ini sebagai pola hubungan struktural dimana
perilaku aktor dipengaruhi oleh struktur ekonomi-politik global yang membawa
agenda-agenda tertentu. Untuk menjelaskan agenda-agenda tersebut, maka penelitian
ini menggunakan beberapa konsep dalam kajian Hubungan Internasional, yaitu:
Bantuan Asing dan tujuan negara donor
Secara sederhana, menurut Organization of Economic Cooperation and
Development (OECD) bantuan luar negeri atau biasa juga disebutOverseas
Development Assistance atau ODA merujuk pada pinjaman (loan) dan hibah
(grant) yang diberikan kepada negara-negara berkembang yang memenuhi tiga
kriteria utama, yakni: 1) pinjaman dan hibah harus berkaitan dengan sektor-sektor
publik, 2) tujuan dari pinjaman dan hibah tersebut haruslah berorientasi pada

pemeliharaan dan pembangunan ekonomi, 3) pinjaman dan hibah yang berikan


harus jelas, konsensional, dan mengandung unsur hibah sedikitnya 25%.20
Bantuan luar negeri secara umum diartikan sebagai all resources
physical goods, skills and technical know-how, financial grant (gifts), or loans
given at concessional rates transferred by donors to recipients21. Definisi lain
diberikan oleh Organization for Economic Cooperation and Development (OECD)
dimana bantuan luar negeri (foreign aid) diartikan sebagai financial flows,
technical assistance, and commodities that are (1) designed to promote economic
development and welfare as their main objective (thus excluding aid for military or
other non-development purposes); and (2) are provided as either grants or
subsidized loans.22
Pengaruh bantuan luar negeri pada perekonomian dan kepentingan politik
negara penerima bantuan tergantung pada tingkat perkembangan negara penerima,
apakah negara tersebut berpenghasilan rendah atau menengah, serta tingkat
pendidikan yang menjadi target bantuan luar negeri tersebut, baik tingkat primer
(SD dan SMP), sekunder (SMA) atau lebih tinggi (Universitas). Bantuan dalam
pendidikan dasar meningkatkan pertumbuhan di negara-negara berpenghasilan
rendah tetapi bantuan yang diberikan untuk pendidikan setelah pendidikan dasar
tidak berpengaruh signifikan. Untuk negara-negara berpendapatan menengah,
bantuan dalam pendidikan dasar dan pendidikan menengah memiliki efek buruk
pada pertumbuhan perekonomian.23

20 OECD, Twenty-five Yesrs of Development Co-operation: A Review, 1985, Paris: OECD,


hal. 171-173
21 Roger C. Riddell, Does Foreign Aid Really Work ? 2007. Oxford: Oxford University Press.
http://books.google.co.id/books?
hl=en&lr=&id=rCO0RXzhW48C&oi=fnd&pg=PT2&dq=foreign+aid+definition&ots=L6FsfEQP8z&
sig=GUu8lK3inouKpQF0MrSZn03plG4&redir_esc=y, diakses tanggal 2 Januari 2013. pukul 14.00
22 Steven Radelet, A Primer on Foreign Aid. Center for Global Development. Working Paper. Juli
2006. http://www.cgdev.org/files/8846_file_WP92.pdf, diakses tanggal 2 Januari 2013. pukul 12.00
23 Elizabeth Asiedu & Boaz Nandwa, On the Impact of Foreign Aid in Education on Growth: How
Relevant is the Heterogeneity of Aid Flows and the Heterogeneity of Aid Recipients?

Asiedu dan Nandwa menyatakan bahwa bantuan dalam pendidikan tinggi


meningkatkan pertumbuhan perekonomian. Dengan demikian, penting untuk
mempertimbangkan heterogenitas bantuan yang diberikan dan heterogenitas
negara-negara penerima bantuan ketika menganalisis hubungan bantuan luar negeri
yang diberikan dengan pertumbuhan negara penerima bantuan. Berkaitan dengan
kebijakan yang diambil, hasil menunjukkan bahwa peningkatan bantuan dalam
pendidikan dasar untuk negara-negara miskin akan memberikan dividen ganda:
meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan juga membantu negara-negara untuk
mencapai tujuan pembangunan milenium pendidikan dasar universal.24
Akan tetapi Ekonom Raghuram G.Rajan dan Arvind Subramanian
berpendapat lain. Mereka mengatakan bahwa tidak ada bantuan luar negeri yang
dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi (Adelman, 2007). Semakin banyak
bantuan luar negeri yang diterima sebuah negara bahkan membuat negara tersebut
memiliki poor governance dan mengalami pengurangan ekspor. Perubahan
kebijakan ekonomi dan politik harus berasal dari dalam negara tersebut, bukan
berasal dari faktor eksternal.25
Alesina dan Dollar (1998) juga berpendapat bahwa hanya sebagian
bantuan luar negeri yang efektif mengurangi kemiskinan dan meningkatkan
pertumbuhan ekonomi. Hal ini disebabkan oleh buruknya birokrasi di negara
penerima donor dan permasalahan alokasi negara-negara donor yang membuat
bantuan luar negeri menjadi tidak efektif. 26 Paradigma bantuan asing saat ini harus
dirombak, dan sistem baru harus mengambil pandangan yang lebih bernuansa
pembangunan internasional. Sound policy dan manajemen ekonomi yang baik,
lebih berharga daripada pemberian bantuan luar negeri untuk negara-negara
24 Elizabeth Asiedu & Boaz Nandwa, On the Impact of Foreign Aid in Education on Growth: How
Relevant is the Heterogeneity of Aid Flows and the Heterogeneity of Aid Recipients?
25 Carol Adelman. Foreign Aid: Effectively Advancing Security Interest. Harvard International
Review. 2007. Dikutip dari http://gpr.hudson.org/files/publications/Harvard%20Review%20%20Adelman.pdf,
26 Alberto Alesina & David Dollar, Who Gives Foreign Aid to Whom and Why. NBER Working
Paper No.6612. Juni 1998. http://dash.harvard.edu/bitstream/handle/1/4553020/alesina_whogives.pdf,
diakses tanggal 21 Oktober 2012. Pukul 145.00

berkembang. Tanpa lembaga yang baik, bantuan cenderung memiliki dampak


merugikan pada kualitas pemerintahan di negara penerima berkembang. Bantuan
yang diberikan harus berdedikasi untuk memperbaiki kualitas pemerintahan
sebelum dapat secara efektif ditujukan untuk upaya pembangunan ekonomi.27
Banyak akademisi yang berpendapat bahwa bantuan umumnya memang
memiliki dampak positif pada pertumbuhan.28 Burnside dan Dollar, dua ekonom
Bank Dunia, dalam working paper-nya berpendapat bahwa bantuan asing
mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, tetapi bahwa dampak bantuan itu
tergantung pada kualitas penerima kebijakan ekonomi makro. Efektifitas bantuan
asing tergantung pada bagaimana dana itu digunakan oleh si penerima. Sebagai
contoh, di negara dengan lingkungan ekonomi yang buruk, bantuan asing hanya
digunakan untuk membiayai konsumsi dan investasi public yang tidak produktif.
Artinya, dana yang ada terbuang cuma-cuma. Jika bantuan diinvestasikan secara
produktif untuk meningkatkan produksi dalam negeri, tentu saja akan membawa
pengaruh positif juga pada pertumbuhan ekonomi. Namun, jika dana bantuan
hanya digunakan untuk konsumsi publik, dampak pada pertumbuhan ekonomi
tidak akan signifikan29.
Banyak tujuan dan motif pemberian bantuan luar negeri yang lain seperti
yang ditulis oleh Trap (2000), dan Degnbol&Pedersen (2003). Trap (2000)
menjelaskan tujuan-tujuan bantuan luar negeri terkait dengan altruisme, ideologi,
kepentingan komersial, dan pembangunan ekonomi.30 Hal ini sejalan dengan
pendapat World Bank (1998) yang menjelaskan tujuan pemberian bantuan luar
negeri merupakan kombinasi altruistik dan kepentingan donor yang hendak

27 Farah Abuzeid, Foreign Aid and the "Big Push" Theory: Lessons from Sub-Saharan Africa.
Stanford Journal of International Relations. Fall 2009
28 Collodel, AGP, Evaluation of the impact of foreign aid on growth and Development , University
of South Africa, 2011 hal.103
29 Burnside, C and Dollar, D 2000. Aid, policies and growth. American Economic Review 90 (4),
hlm.847868.
30 Finn Trap, Foreign Aid and Development. 2000. London: Routledge.

dicapai.

31

Sedangkan untuk menganalisa motif dan kepentingan donor, Degnbol

menyodorkan sebuah skema yang membagi motif pemberian dan tujuan bantuan
luar negeri dalam 4 kategori, yaitu motif keamanan nasional, motif ekonomi, motif
lingkungan dan motif moral dan kemanusiaan. Skema tersebut digambarkan
sebagai berikut32:

M
o
r
a
l
Ea
n
d
nH
u
vm i
a
rno i t a
nr i a
m
n
e
n
t
a
l

M
o
t i v
e
s
a
n
N
a
d
tI n
i o t
n
a
e
r e
ls
t
S
e
c
u
r
i t
y

E
c
o
n
o
m
i
c

Gambar 1.1 Motif dan Kepentingan Negara dalam


Pemberian Bantuan Luar Negeri
Sumber :Degnbol&Pedersen (2003)

Degnbol berargumen bahwa munculnya motif moral dan kemanusiaan


didasari oleh nilai bahwa manusia dengan keadaan yang lebih beruntung
mempunyai kewajiban untuk menolong manusia yang kurang beruntung. Hal inilah
yang mendasari adanya kewajiban moral dalam hubungan antara negara kaya dan
negara miskin. Dalam pemberian bantuan luar negeri, motif moral dan
kemanusiaan yang murni sangat jarang dibicarakan. Seringkali, motif ini juga
dikombinasi oleh motif kepentingan nasional dari negara pemberi bantuan.
31 World Bank, Assessing Aid; What Works, What Doesnt and Why, A World Bank Policy Research
Report. 1998. Oxford: Oxford University Press, hlm. 7 dalam Asra Virgianita, Dinamika Kebijakan
dan Distribusi ODA Jepang Ke Indonesia Pasca Pemerintahan Soeharto. 2012. Pusat Studi Jepang
Universitas Indonesia.
32 John Degnbol Martinussen & Endberg Pedersen, Aid: Understanding International Development
Cooperation. 2003. London: Zed Books Ltd. Op.Cit.

Pemikiran serupa juga diberikan oleh Brandt Commission. Pemikiran ini


berpendapat bahwa negara utara dan selatan saling bergantung satu sama lain
(interdependen) dimana sumber daya yang dialirkan pada negara miskin akan
menguntungkan negara miskin dan secara jangka panjang akan melanggengkan
kemakmuran dan pertumbuhan ekonomi di negara maju.33
Motif pemberian bantuan luar negeri berikutnya adalah motif politik dan
ekonomi. Bantuan luar negeri memang jarang digunakan sebagai satu-satunya
instrumen untuk mengamankan kepentingan politik dan militer negara donor.
Begitu pula dengan development assistance yang jarang digunakan sebagai
instrument negara untuk kepentingan militer. Namun, hal ini tidak tidak mengubah
fakta bahwa negara industry besar menggunakan development assistance untuk
prioritas politik dan keamanan nasionalnya.34
Dalam penelitian ini, sebelumnya telah dijelaskan bahwa hubungan
Belanda dengan Islam tidak begitu baik dikarenakan beberapa faktor. Terlebih
dengan banyaknya kasus diskriminasi dan bullying yang terjadi di Belanda serta
tumbuhnya kelompok-kelompok Islam radikal di dalam negeri membuat Belanda
harus melakukan tindakan preventive berkembangnya terorisme baik dari dalam
maupun dari luar negaranya. Terkait dengan hal tersebut diatas, terdapat beberapa
rasionalisasi yang menjadi alasan diberikannya bantuan BEC-TF kepada Indonesia.
Rasionalisasi pertama adalah perihal keamanan nasional Belanda. Dengan
terciptanya hubungan baik Belanda dengan Indonesia yang notabene salah satu
negara dengan penduduk beragama Islam terbanyak, maka hubungan antara
Belanda dan Islam yang bersitegang diharap dapat membaik dan akhirnya
mengurangi ancaman terorisme maupun radikalisme di Belanda. Hal ini sesuai
dengan motif bantuan asing pemerintah Belanda yang dijabarkan dalam
Homogeneous Budget for International Cooperation (HGIS) sebagai berikut:35
1. Strengthening the international legal order and respect for human rights
33 Ibid., hlm. 10-11.
34 Ibid., hlm. 12.
35 http://www.minbuza.nl/binaries/content/assets/minbuza/en/import/en/the_ministry/hgis-factsheet2012-en.pdf

2. Promoting security and stability, effective humanitarian assistance and good


3.
4.
5.
6.
7.

governance
European cooperation
Increasing wealth and equity and reducing poverty
Promoting human and social development
Sustainable environmental and water management
Promoting the welfare and safety of Dutch nationals abroad and regulating

the movement of persons


8. Raising the Netherlandscultural profile and creating a positive image in the
Netherlands and abroad
Rasionalisasi kedua adalah, dengan membaiknya sistem pendidikan di
Indonesia, maka akan tercipta lingkungan yang kondusif bagi ekspansi pasar dan
FDI, hal itu dapat terkait pula dengan kepentingan komersial Belanda di Indonesia.
Sedangkan rasionalisasi ketiga adalah mengenai motif kemanusiaan. Hal ini dapat
terkait dengan upaya jangka pendek untuk penanggulangan terhadap bencana
maupun upaya jangka panjang untuk mengurangi kemiskinan, kelaparan, dan
permasalahan kemanusiaan yang lain.
Paper ini menempatkan bantuan luar negeri akan terkait dengan dua hal
yaitu motif pemberian bantuan dan kepentingan negara donor. Terlebih, tujuan
pemberian bantuan luar negeri untuk isu-isu pembangunan masih menjadi
perdebatan. Hal ini menguatkan bahwa bantuan luar negeri sangat berkaitan
dengan pencapaian kepentingan negara donor.
VI.

Metode Penelitian
Dalam melakukan penelitian ini penulis menggunakan tipe penelitian
deskriptif analisis dengan studi kasus. Adapun penelitian studi kasus dapat dipahami
sebagai kajian intensif dari sebuah kasus tunggal (single case) dimana tujuan dari
kajian tersebut adalah, sekurang-kurangnya, untuk memberikan penjelasan bagi
pengamatan dalam fenomena yang lebih luas (populasi).36 Berdasarkan pada judul
penelitian, variabel-variabel yang ada adalah:
a. Variabel dependent:

Pemberian Bantuan BEC-

TF Belanda ke Indonesia
b. Variabel Independent
:

Hubungan

Belanda-

Islam (Keamanan Nasional Belanda)


36 John Gerring. Case Study Reserch, Principles and Practices. 2007. Cambridge : Cambridge
University Press, hal : 20.

VII.

Jenis dan Sumber data


Jenis data yang diperoleh merupakan data sekunder dan primer. Data
sekunder berasal dari berbagai literatur baik berupa buku, buletin, jurnal, artikel, surat
kabar, website resmi, serta dokumen-dokumen lain yang berkaitan dengan
masalah yang diteliti. Sedangkan data primer berasal dari wawancara-wawancara
penelitian dengan tokoh-tokoh yang dianggap memiliki korelasi, proximitas, dan
kompetensi dengan topik penelitian.

VIII.

Teknik Pengumpulan Data


Untuk mengumpulkan data penelitian, penulis melakukan library research,
wawancara dengan pihak-pihak terkait, penelaahan dokumen-dokumen dan laporanlaporan resmi.

IX.

Operasionalisasi Konsep
Terkait

dengan

kerangka

konseptual

diatas,

operasionalisasi

konsep

digambarkan sebagai berikut :

X.

Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan paper ini dibagi dalam 4 bab. Bab I akan menjelaskan
mengenai latar belakang masalah, pertanyaan penelitian, kerangka teori, literature
review, model analisa, asumsi dan hipotesa, serta metodologi penelitian. Bab II akan
membahas mengenai program BEC-TF secara global beserta aspek-aspek yang terkait
di dalamnya. Bab III akan menjelaskan mengenai analisa pemberian bantuan BEC-TF
Indonesia, yang akan membahas mengenai motif motif Belanda dalam memberikan

bantuan BEC-TF di Indonesia. Bab IV akan menjelaskan kesimpulan dan


rekomendasi yang terkait dengan bantuan BEC-TF di Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA
Abuzeid, Farah . Foreign Aid and the "Big Push" Theory: Lessons from Sub-Saharan Africa.
Stanford Journal of International Relations. Fall 2009
Adelman, Carol. Foreign Aid: Effectively Advancing Security Interest. Harvard International
Review. 2007.
Alesina & Dollar, Who Gives Foreign Aid to Whom and Why. NBER Working Paper
No.6612. Juni 1998.
Burnside, C and Dollar, D 2000. Aid, policies and growth. American Economic Review 90
(4)
Christian Schabbel, The Value Chain of Foreign Aid, 2007, New York: Physica-Verlag
Heidelberg, hal. 14

Collodel, AGP, Evaluation of the impact of foreign aid on growth and Development ,
University of South Africa, 2011
Easterly, William, Reinventing Foreign Aid, 2008, Cambridge: The MIT Press, hal. 286
Elizabeth Asiedu & Boaz Nandwa, On the Impact of Foreign Aid in Education on Growth:
How Relevant is the Heterogeneity of Aid Flows and the Heterogeneity of Aid Recipients?
Finn Trap, Foreign Aid and Development. 2000. London: Routledge.
Jean-Philipe Therien, Debating Foreign Aid: Right versus Left, 2002, Third World
Quartly,vol, 23, No.2, hal. 449.
John Gerring. Case Study Reserch, Principles and Practices. 2007. Cambridge :
Cambridge University Press,
John Degnbol Martinussen & Endberg Pedersen, Aid: Understanding International
Development Cooperation. 2003. London: Zed Books Ltd.
Kemendikbud, 2012: Laporan Akuntabilitas Kinerja Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan
Tahun 2012.
Mantong,Andrew Kekuasaan Produktif Amerika dan Budaya Demokrasi dalam Program
Bantuan Pendidikan USAID untuk Indonesia 2008
OECD, Twenty-five Yesrs of Development Co-operation: A Review, 1985, Paris: OECD
Roger C. Riddell, Does Foreign Aid Really Work ? 2007. Oxford: Oxford University Press.
Stephen Zamora, 'Economic Development', dalam Christopher C. Joyner (ed), The United
Nation and International Law, 1997, Cambridge: Cambridge University Press, hal. 264.
Steven Radelet, A Primer on Foreign Aid. Center for Global Development. Working Paper.
Juli 2006.
World Bank, Assessing Aid; What Works, What Doesnt and Why, A World Bank Policy
Research Report. 1998. Oxford

World Bank, Assessing Aid; What Works, What Doesnt and Why, A World Bank Policy
Research Report. 1998. Oxford:
http://books.google.co.id/books?
hl=en&lr=&id=rCO0RXzhW48C&oi=fnd&pg=PT2&dq=foreign+aid+definition&ots=L6Fsf
EQP8z&sig=GUu8lK3inouKpQF0MrSZn03plG4&redir_esc=y,
http://dash.harvard.edu/bitstream/handle/1/4553020/alesina_whogives.pdf,
http://gpr.hudson.org/files/publications/Harvard%20Review%20-%20Adelman.pdf,
http://web.worldbank.org/WBSITE/EXTERNAL/EXTABOUTUS/IDA/0,,contentMDK:2241
3913~menuPK:3266877~pagePK:51236175~piPK:437394~theSitePK:73154,00.html
http://www.cgdev.org/files/8846_file_WP92.pdf
http://www.cia.gov.
http://www.humanityinaction.org/knowledgebase/185-the-elephant-in-the-room-unexposedroots-of-islamic-radicalism-in-the-netherlands
http://www.minbuza.nl/binaries/content/assets/minbuza/en/import/en/the_ministry/hgisfactsheet-2012-en.pdf
https://docs.google.com/spreadsheet/fm?
id=tbOSNoaft4Y4XRrNHDTLWTA.12951746550183852284.928905295535793260&fmcm
d=420
https://docs.google.com/spreadsheet/fm?
id=tbOSNoaft4Y4XRrNHDTLWTA.12951746550183852284.928905295535793260&fmcm
d=420

Anda mungkin juga menyukai