Selanjutnya Diponegoro beserta pengikutnya mengunakan strategi gerilya, yakni dengan cara
berpencar, berpindah tempat lalu menyerang selagi musuh lengah. Setrategi ini sangat
merepotkan tentara Belanda. Belum lagi Pangeran Diponegoro mendapat dukungan rakyat.
Awlanya sendiri peperangan banyak terjadi di daerah barat kraton Yogyakarta seperti Kulonprogo,
Bagelen, dan Lowano (Perbatasan Purworejo-Magelang). Perlawanan lalu berlanjut kedaerah
lain: Gunung kidul, Madiun, Magetan, Kediri, dan sekitar Semarang.
Serangan-serangan besar dari pendukung Diponegoro biasanya dilakukan pada bulan-bulan
penghujan karena hujan tropis yang deras membuat gerakan pasukan Belanda terhambat. Selain
itu, penyakit malaria dan disentri turut melemahkan moral dan fisik pasukan Belanda.