Bab Ii
Bab Ii
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Kehamilan ektopik adalah kehamilan yang terjadi di luar lokasi normal
endometrium. Blastokis normalnya akan berimplantasi pada endometrium kavum
uteri. Bila blastokis tidak berimplantasi pada tempat tersebut, maka disebut
kehamilan ektopik. Kehamilan Ektopik tergangu (KET) merupakan kehamilan
ektopik yang disertai dengan gejala akut abdomen, dengan trias gambaran klasik yaitu
amenore, nyeri abdomen akut dan perdarahan pervaginam. Implantasi hasil konsepsi
dapat terjadi pada tuba fallopii, ovarium, dan kavum abdomen atau pada uterus namun
dengan posisi yang abnormal (kornu, serviks).2,3 Kehamilan ekstrauterin tidak
bersinonim dengan kehamilan ektopik karena kehamilan pada pars intersitialis tuba
dan kanalis servikalis masih termasuk dalam uterus, tetapi jelas kehamilan ektopik.
Kira-kira 95% kasus kehamilan ektopik terjadi pada tuba falopii dan kehamilan ini
disebut sebagai kehamilan tuba. Kehamilan tuba tidaklah sinonim untuk kehamilan
ektopik melainkan lebih merupakan tipe kehamilan ektopik yang paling sering
dijumpai.3,4
ovarium (0,2%), rongga perut (1,4%), kanalis servikalis uteri (0,2%), kornu uterus
yang rudimenter dan divertikel pada uterus.3,6 Terbatasnya kemampuan tuba fallopi
untuk mengembang menyebabkan kehamilan ektopik mengalami ruptur tuba sehingga
dapat timbul perdarahan ke dalam kavum abdomen, keadaan ini biasa dikenal dengan
kehamilan ektopik terganggu.1
hemiuterus
dengan
kornu
uterina
rudimenter
dan
tidak
ovum yang telah dibuahi lewat saluran tuba atau oviduk akibat migrasi
eksternal akan meningkatkan sifat-sifat invasif blastokis sementara masih
berada di dalam oviduk. Peristiwa ini mungkin bukan faktor yang penting
dalam proses terjadinya kehamilan ektopik pada manusia.
2. Refluks menstrual pernah dikemukakan sebagai penyebab terjadinya
kehamilan ektopik. Kelambatan fertilisasi ovum dengan perdarahan
menstruasi pada waktu sebagaimana biasanya, secara teoritis dapat
mencegah masuknya ovum ke dalam uterus atau menyebabkan ovum
tersebut berbalik ke dalam tuba. Bukti yang mendukung fenomena ini
tidak banyak.
3. Berubahnya motilitas tuba dapat terjadi mengikuti perubahan pada kadar
estrogen dan progesteron dalam serum. Perubahan jumlah dan afinitas
reseptor adrenergik dalam otot polos uterus serta tuba fallopi
kemungkinan benar menjadi penyebabnya. Segi praktisnya tampak pada
peningkatan insiden kehamilan ektopik yang dilaporkan setelah
penggunaan preparat kontrasepsi oral yang hanya mengandung progestin.
Juga dilaporkan peningkatan insiden kehamilan ektopik sebesar 4 hingga
13 persen di antara para wanita yang pernah mendapatkan preparat
dietilstilbestrol (DES) intrauteri. Kejadian ini mungkin lebih disebabkan
oleh berubahnya motilitas tuba daripada oleh abnormalitas strukturnya.
C. Peningkatan daya penerimaan mukosa tuba terhadap ovum yang telah
dibuahi. Unsur- unsur ektopik endometrium dapat meningkatkan implantasi
dalam tuba. Meskipun para pengamat pernah melaporkan adanya fokusfokus endometriosis dalam tuba fallopi, namun hal ini merupakan keadaan
yang jarang dijumpai.
2.4 Patofisiologi
Proses implantasi ovum yang dibuahi yang terjadi di tuba pada dasarnya sama
dengan di kavum uteri. Telur di tuba bernidasi secara kolumner atau interkolumner.
Pada nidasi yang kolumner, telur berimplantasi pada ujung atau sisi jonjot
endosalping.
Perkembangan
telur
selanjutnya
dipengaruhi
oleh
kurangnya
vaskularisasi dan biasanya telur mati secara dini dan dengan mudah dapat diresorbsi
total. Pada nidasi interkolumner, telur bernidasi antara dua jonjot endosalping. Setelah
tempat nidasi tertutup, maka telur dipisahkan dari lumen tuba oleh lapisan jaringan
8
Nyeri pada abdomen merupakan keluhan yang paling sering. Dalam buku teks dengan
uraian mengenai kasus-kasus kehamilan tuba yang ruptur, haid yang normal
digantikan dengan perdarahan per vaginam yang agak tertunda dan biasanya disebut
dengan istilah spotting. Tiba-tiba wanita ini akan merasakan nyeri abdomen bawah
yang hebat dan kerapkali dijelaskan sebagai rasa nyeri yang tajam, menusuk serta
seperti perasaan terobek. Gangguan vasomotor akan terjadi yang berkisar dari gejala
vertigo hingga sinkop. Perabaan abdomen menunjukkan nyeri tekan, dan pemeriksaan
pervaginam, khususnya ketika serviksnya digerakkan, menimbulkan rasa nyeri yang
hebat. Forniks posterior vagina dapat menonjol karena adanya darah dalam kavum
Douglas, dan adanya benjolan yang nyeri tekan bisa teraba pada salah satu sisi uterus.
Keluhan iritasi diafragma yang ditandai oleh rasa nyeri pada leher atau bahu
khususnya saat inspirasi mungkin terdapat pada 50% wanita dengan perdarahan
intraperitoneum yang
dalam rongga perut, rasa nyeri menjalar ke bagian tengah atau ke seluruh perut
bawah. Darah dalam rongga perut dapat merangsang diafragma, sehingga
menyebabkan nyeri bahu dan bila membentuk hematokel retrouterina dapat
,menyebabkan nyeri saat defekasi.
2. Perdarahan pervaginam
Perdarahan pervaginam merupakan tanda penting kedua pada kehamilan
ektopik terganggu, kira-kira terjadi pada 60-80% penderita. Perdarahan biasanya
mulai 7-14 hari setelah periode menstruasi yang terlewatkan/tidak terjadi. Selama
fungsi endokrin plasenta masih bertahan, perdarahan uterus biasanya tidak ditemukan;
namun bila dukungan endokrin dari endometrium sudah tidak memadai lagi, mukosa
uterus akan mengalami perdarahan. Hal ini menunjukkan sudah terjadi kematian janin
dan berasal dari kavum uteri karena pelepasan desidua. Perdarahan yang berasal dari
uterus biasanya sedikit-sedikit, berwarna coklat tua, dan dapat terputus-putus atau
terus menerus . Perdarahan berarti gangguan pembentukan human chorionic
gonadotropin. Jika plasenta mati, desidua dapat dikeluarkan seluruhnya.
3. Amenore
Tidak adanya riwayat terlambat haid bukan berarti kemungkinan
kehamilan tuba dapat disingkirkan. Lamanya amenore tergantung pada kehidupan
janin, sehingga dapat bervariasi. Sebagian penderita tidak mengalami amenore karena
kematian janin sebelum haid berikutnya. Hal ini menyebabkan frekuensi amenore
yang dikemukakan berbagai penulis berkisar antara 23-97%. Riwayat amenore tidak
ditemukan pada seperempat kasus atau lebih. Salah satu sebabnya adalah karena
pasien menganggap perdarahan pervaginam yang lazim terjadi pada kehamilan tuba
sebagai periode haid yang normal, dan dengan demikian memberikan tanggal haid
terakhir yang keliru. Sumber kesalahan diagnostik yang penting ini dapat diatasi pada
banyak kasus bila riwayat haid ditanyakan dengan teliti. Sifat haid terakhir harus
ditanyakan secara terinci berkenaan dengan waktu mulainya, lamanya serta
banyaknya haid dan dianjurkan pula untuk menanyakan apakah pasien merasa bahwa
haidnya abnormal.
4. Tekanan darah dan denyut nadi
Sebelum terjadi ruptur, tanda vital umumnya normal. Respon awal
terhadap perdarahan bervariasi dari tanpa perubahan tanda vital sampai bradikardi
dan hipotensi. Tekanan darah menurun (sistolik < 90 mmHg), nadi cepat dan lemah (>
110 kali/menit), pucat, berkeringat dingin, kulit lembab, nafas cepat (> 30 kali/menit),
12
cemas, kesadaran menurun atau tidak sadar bisa terjadi bila perdarahan berlangsung
terus dan terjadi hipovolemia yang signifikan. Stabile dan Grudzinskas (1990)
melaporkan dari 2400 wanita dengan kehamilan ektopik, hampir 1-4% dalam keadaan
syok.
5. Perubahan uterus
Pada kehamilan ektopik terganggu, uterus juga membesar karena
pengaruh hormon-hormon kehamilan, terutama selama 3 bulan pertama, dimana tetap
terjadi pertumbuhan uterus hingga mencapai ukuran yang hampir mendekati ukuran
uterus pada kehamilan intrauteri. Konsistensinya juga serupa selama janin masih
dalam keadaan hidup. Uterus pada kehamilan ektopik dapat terdorong ke salah satu
sisi oleh massa ektopik tersebut.
6. Tumor dalam rongga panggul (massa pelvis)
Pada sekitar 20% pasien ditemukan massa lunak kenyal pada rongga
panggul. Massa ini memiliki ukuran, konsistensi, serta posisi yang bervariasi.
Biasanya massa berukuran antara 5-15 cm, teraba lunak dan elastis. Akan tetapi,
dengan terjadinya infiltrasi tuba yang luas oleh karena darah, massa dapat teraba
keras. Hampir selalu massa pelvic ditemukan di sebelah posterior atau lateral uterus.
Timbulnya massa pelvis disebabkan kumpulan darah di tuba dan sekitarnya. Keluhan
nyeri dan nyeri tekan kerapkali mendahului gejala massa yang ditemukan dengan
palpasi.
7. Gangguan kencing
Kadang-kadang terdapat gejala beser kencing karena perangsangan
peritoneum oleh darah di dalam rongga perut.
8. Suhu tubuh
Setelah terjadi perdarahan akut, suhu tubuh bisa tetap normal atau
bahkan menurun. Suhu yang sampai 38 0C dan mungkin berhubungan dengan
hemoperitonium dapat terjadi; namun suhu yang lebih tinggi jarang dijumpai dalam
keadaan tanpa adanya infeksi. Karena itu panas merupakan gambaran yang penting
untuk membedakan antara kehamilan tuba yang mengalami ruptur dengan salpingitis
akut; pada salpingitis akut, suhu tubuh umumnya di atas 38 0C.
9. Pada pemeriksaan dalam
Nyeri goyang porsio, menonjol dan nyeri pada perabaan dengan jari,
dijumpai pada lebih dari tiga perempat kasus kehamilan tuba yang sudah atau sedang
mengalami ruptur, tetapi kadang-kadang tidak terlihat sebelum ruptur terjadi.
13
Gambaran ini lebih sering ditemukan dan biasanya berhubungan dengan abortus tuba
atau yang terjadi perlahan-lahan. Setelah terlambat haid beberapa minggu, penderita
mengeluh rasa nyeri yang tidak terus menerus di perut bagian bawah. Tetapi dengan
adanya darah di dalam rongga peritoneal, rasa nyeri itu akan menetap. Tanda-tanda
anemia menjadi nyata. Mula-mula perut lembek, tetapi lama-lama dapat
menggembung karena terjadi ileus paralitik. Terdapat tumor di sebelah uterus
(hematosalping) yang kadang-kadang bersatu dengan hematokel retrouterina sehingga
14
kavum Douglas sangat menonjol dan nyeri raba, pergerakan serviks juga
menyebabkan rasa nyeri. Penderita juga mengeluh rasa penuh di daerah rektum dan
merasa tenesmus, setelah seminggu merasa nyeri biasanya terjadi perdarahan dari
uterus dengan kadang-kadang disertai oleh pengeluaran jaringan desidua.
c.
Kesulitan diagnosis biasanya terjadi pada kehamilan ektopik terganggu jenis atipik
atau menahun. Keterlambatan haid tidak jelas, tanda dan gejala kehamilan muda tidak
jelas, demikian pula nyeri perut tidak nyata dan sering penderita tampak tidak terlalu
pucat. Hal ini dapat terjadi apabila perdarahan berlangsung lambat. Dalam keadaan
demikian, alat bantu diagnosis amat diperlukan untuk memastikan diagnosis.
2.7 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dikerjakan untuk menegakkan diagnosis
kehamilan ektopik ialah sebagai berikut:
1.
Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan Hb dan jumlah sel darah merah
Dapat diduga bahwa kadar hemoglobin turun pada kehamilan tuba yang
terganggu, karena perdarahan yang banyak ke dalam rongga perut, tapi turunnya Hb
disebabkan karena darah diencerkan oleh air dan jaringan untuk mempertahankan
volume darah. Hal ini memerlukan waktu 1-2 hari. Jadi mungkin pada pemeriksaan
Hb yang pertama, kadar Hb belum seberapa turunnya, maka kesimpulan adanya
perdarahan didasarkan atas penurunan kadar Hb pada pemeriksaan kadar Hb yang
berturut-turut. Pada kasus jenis tidak mendadak, biasanya ditemukan anemia tetapi
harus diingat bahwa penurunan Hb baru terlihat setelah 24 jam 4,5,6.
b. Perhitungan leukosit
Perdarahan
juga
menimbulkan
naiknya
leukosit,
sedangkan
pada
perdarahan sedikit demi sedikit, leukosit normal atau sedikit meningkat. Ini berguna
dalam menegakkan diagnosis kehamilan ektopik terganggu, terutama bila ada tandatanda perdarahan dalam rongga perut. Untuk membedakan kehamilan ektopik dan
infeksi pelvik dapat diperhatikan jumlah leukosit, jika > 20.000 biasanya
menunjukkan adanya infeksi pelvic. 4,5,6
c. Tes kehamilan
15
Ultrasonografi (USG)
USG yang digunakan meliputi USG transabdominal dan USG transvaginal. Diagnosis
dari kehamilan ektopik dapat dibuat 1 minggu lebih cepat dengan USG transvaginal
16
tanpa
aktivitas kardiak.
3. Kehamilan ektopik : sebuah struktur seperti cincin tebal, echogenik
terletak diluar uterus, dengan gestational sac yang mengandung fetal
pole, yolk sac atau keduanya.
USG Doppler memiliki sensitivitas yang lebih baik dan secara tehnik lebih cepat.
Meskipun USG tradisional dapat menunjukkan massa adneksa, Doppler dapat
menunjukkan bahwa massa tersebut adalah massa ektopik dengan menunjukkan
adanya aktivitas vaskular abnormal pada massa tersebut dan juga gambaran vaskular
uterin yang tenang. Perbedaan USG Doppler dan USG standar ini sangat berarti pada
17
awal kehamilan, dan hal ini dapat mengarah kepada pengobatan medisinalis seawal
mungkin.6,8
Gambar
Gambaran
USG menunjukkan
kehamilan
intrauterin
dan kehamilan
Gambar6a.
6b.
Garis merah
- bagian luar
uterus,
hijau - uterus,
kuningtuba
- kehamilan
ektopik. Cairan da
3.
Bila pada USG transvaginal ditemukan uterus yang kosong, dan kadar -hCG serum
1500 mIU/ml atau lebih, maka diagnosis kehamilan ektopik dapat dipastikan dengan
tingkat akurasi hampir 100 %.4 Kadar dkk (1981) mengemukakan empat
kemungkinan klinik berdasarkan nilai kuantitatif -hCG: 4
a. Kalau nilai -hCG di atas 6000 mIU per ml dan kantong kehamilan terlihat
di dalam uterus lewat pemeriksaan USG abdomen, maka diagnosis
kehamilan normal pada dasarnya bisa dipastikan.
18
b. Kalau nilai -hCG di atas 6000 mIU per ml dan kavum uteri tampak
kosong, maka kemungkinan adanya kehamilan ektopik sangat besar.
Keadaan ini jarang dijumpai dalam praktek klinik sebenarnya.
c. Kalau nilai -hCG di bawah 6000 mIU per ml dan cincin kehamilan
intrauteri jelas terlihat, maka abortus spontan mungkin tengah terjadi atau
segera akan terjadi. Kehamilan ektopik masih menjadi suatu kemungkinan
karena derajat ultrasonik yang ada. Diagnosis keliru mengenai kantong
kehamilan dalam uterus dapat saja dibuat kalau ada bekuan darah atau
silinder desidua.
d. Kalau nilai -hCG di bawah 6000 mIU per ml dan terlihat uterus yang
kosong, tidak ada diagnosis pasti yang dapat ditegakkan. Kegagalan untuk
melihat kantong kehamilan di dalam uterus sering terjadi pada pemeriksaan
USG abdomen yang dikerjakan sebelum usia kehamilan 5 minggu.
Sayangnya usia kehamilan yang tepat acapkali tidak diketahui pada wanita
dengan suspek kehamilan ektopik. Pada kasus-kasus ini, wanita tersebut
dapat mengalami abortus atau bisa mempertahankan kehamilannya dan
kemudian terbentuk kantong kehamilan, atau dapat pula memperlihatkan
bukti yang menunjukkan adanya kehamilan ektopik.
4.
Kuldosintesis
Adalah suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui apakah dalam kavum Douglas ada
darah atau cairan lain. Serviks ditarik ke arah simfisis dengan tenakulum, kemudian
sebuah jarum panjang ukuran 16 atau 18 dimasukkan lewat forniks posterior vagina
ke dalam kavum Douglas dan kemudian dilakukan aspirasi cairan yang ada di
dalamnya. Jika darah yang diaspirasi kemudian membeku, darah ini mungkin berasal
dari pembuluh darah yang mengalami perforasi bukan dari kehamilan ektopik yang
mengalami perdarahan kecuali terjadi perdarahan cepat dari tempat ruptur dan darah
dapat diaspirasi dari kavum Douglas sebelum sempat membeku.
Kuldosintesis mungkin tidak memberikan hasil yang memuaskan pada wanita dengan
riwayat salpingitis dan peritonitis pelvik, mengingat kavum Douglas kemungkinan
sudah mengalami obliterasi. Jadi, kegagalan untuk mendapatkan darah dari kavum
Douglas tidak meniadakan kemungkinan diagnosis hemoperitonium dan tentu saja
bukan merupakan bukti yang menentang adanya kehamilan ektopik dengan atau tanpa
ruptur.4
19
5.
ektopik lebih rendah dibandingkan kehamilan normal. Pada suatu penelitian yang
melibatkan lebih dari 5000 pasien dengan kehamilan trimester I , diketahui bahwa
70% dari penderita dengan kehamilan normal mempunyai kadar progesterone lebih
dari 25 ng/mL, dimana hanya 1,5% dari penderita kehamilan ektopik yang
mempunyai kadar progesterone serum lebih dari 25 ng/mL.
Kadar progesterone serum dapat dipergunakan untuk skrining tes baik pada
kehamilan ektopik maupun pada kehamilan normal terutama apabila tidak tersedia
pemeriksaan hCG dan USG. Kadar progesterone serum yang kurang dari 5 ng/mL
mempunyai sensivitas yang tinggi adanya kehamilan yang abnormal, tetapi tidak
sampai 100%. Resiko terjadinya kehamilan normal dengan kadar progesterone serum
kurang dari 5 ng/mL kira-kira 1:1500. Karena itu pengukuran progesterone serum saja
tidak bisa dipergunakan untuk menegakkan diagnosa.
6.
Kuretase uterus
Manfaat kuretase uterus adalah untuk menentukan ada atau tidaknya vili yang
menandakan adanya kehamilan intrauterin yang non viabel. Pada sebagian besar
kasus, kuretase sangat menolong jika serum progesteron kurang dari 5 ng/mL dan titer
HCG yang tidak meningkat dan kurang dari 1000 IU/L. Kuretase dan pemeriksaan
hasilnya dapat digunakan untuk mencegah laparoskopi yang tidak perlu pada pasien
yang mengalami keguguran. Dengan melarutkan hasil kuretase pada larutan salin,
biasanya menunjukkan adanya vili, tetapi tidak selalu. Hasil kuretase dalam larutan
salin dapat mengalami kesalahan sebesar 6,6 % dari pasien yang mengalami
kehamilan ektopik dan kesalahan sebesar 11,3 % pada pasien dengan kehamilan
intrauterine. Karena ketidakakuratan ini, pemeriksaan patologi dan pemantauan titer
HCG sangat diperlukan untuk konfirmasi.4,6,8
7. Laparoskopi
Tehnik pemeriksaan ini memberikan sarana untuk mendiagnosis penyakit pada organ
pelvis, termasuk kehamilan ektopik. Sistem optis dan elektronik yang disempurnakan
telah mengatasi sebagian besar keberatan yang timbul dalam upaya untuk
menggunakan sonde transabdominal intraperitoneal yang dilengkapi dengan cahaya
untuk melihat organ-organ dalam panggul. Meskipun demikian, laparoskopi yang
aman dan berhasil memerlukan peralatan yang sempurna, operator yang
berpengalaman, ruang operasi dan biasanya tindakan anestesi seperti pada
pembedahan. Inspeksi lengkap rongga panggul mungkin tidak dapat dilakukan bila
20
terdapat inflamasi pelvik atau perdarahan yang baru atau sudah lama terjadi. Kadangkadang, pengenalan kehamilan tuba dini tanpa terjadinya ruptur sulit dilakukan
dengan laparoskopi, meskipun tuba bisa dilihat seluruhnya. 4,8 Laparoskopi merupakan
diagnosis definitif pada kebanyakan kasus. Selain itu laparoskopi operatif juga
digunakan sebagai jalan untuk memindahkan massa ektopik dan sekaligus sebagai
saluran untuk menyuntikkan kemoterapi 4.
8. Laparotomi
Jika masih terdapat keraguan, laparotomi harus dilakukan, karena kematian akibat
kelambatan atau ketidakmampuan dalam mengambil keputusan jauh lebih tragis
daripada pembedahan yang tidak diperlukan. Angka kematian yang berkaitan dengan
pembedahan yang terbatas pada insisi suprapubik yang dilakukan secara hati-hati dan
diperbaiki kembali, adalah sangat kecil. Di samping itu, diagnosis sering dipermudah
dengan inspeksi langsung dan palpasi organ pelvis yang dimungkinkan lewat
laparotomi. Hal yang mengesankan adalah bahwa laparotomi jangan ditunda
meskipun dilakukan laparoskopi pada wanita dengan kelainan serius dalam panggul
atau abdomen yang memerlukan tindakan pasti dan segera.4,8 Laparotomi dikerjakan
bila penderita secara hemodinamik tidak stabil, dan membutuhkan terapi definitif
secepatnya 4.
Bagan 1. Algoritma Diagnosis Kehamilan Ektopik Berdasarkan Kadar Progesteron Serum dan -Hcg
21
2.8
Diagnosis
Diagnosis KET ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik serta
pemeriksaan penunjang1-8
1. Anamnesis
Pada anamnesis biasanya didapatkan trias KET klasik yaitu: amenorea, nyeri perut
yang biasanya bersifat unilateral serta perdarahan pervaginam. Gejala tak spesifik
lainnya seperti perasaan enek, muntah dan rasa tegang pada payudara serta kadangkadang gangguan defekasi.
2. Pemeriksaan fisik
a. Tanda-tanda syok : tekanan darah menurun (sistolik < 90 mmHg), nadi
cepat dan lemah (> 110 kali permenit), pucat, berkeringat dingin, kulit yang
lembab, nafas cepat (> 30 kali permenit), cemas, kesadaran berkurang atau
tidak sadar.
b. Gejala akut abdomen : perut tegang pada bagian bawah, nyeri tekan, nyeri
ketok dan nyeri lepas dari dinding perut.
c. Pemeriksaan ginekologi: biasanya didapatkan servik teraba lunak, nyeri
tekan dan nyeri goyang, korpus uteri normal atau sedikit membesar,
kadang-kadang sulit diketahui karena nyeri abdomen yang hebat, kavum
Douglas menonjol oleh karena terisi darah.
22
3. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Kadar Hb, jumlah sel darah merah dan leukosit, tes kehamilan
b. USG
c. Kombinasi USG dengan pemeriksaan kuantitatif -hCG
d. Kuldosintesis
e. Kadar progesteron
f. Kuretase uterus
g. Laparoskopi
h. Laparotomi
2.9 Diagnosis Banding
Diagnosis banding kehamilan ektopik terganggu ialah infeksi pelvis, abortus iminens,
kista folikel, korpus luteum yang pecah, kista ovarium dengan putaran tangkai, serta
apendisitis. Penyakit-penyakit ini dapat memberikan gambaran klinis yang hampir
sama dengan KET. Perbedaan dari masing-masing penyakit tersebut adalah sebagai
berikut:4,5,6,7,8,10
1.
Infeksi pelvis
Gejala yang menyertai infeksi pelvis biasanya timbul waktu haid dan jarang setelah
amenore. Gejala tersebut berupa nyeri perut bawah dan tahanan yang dapat diraba
pada pemeriksaan vagina, yang pada umumnya bilateral. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan perbedaan suhu rektal dan aksila melebihi 0,5 0C, sedangkan pada
pemeriksaan laboratorium didapatkan leukositosis yang lebih tinggi daripada KET
serta tes kehamilan negatif.
2. Abortus iminens atau insipiens
Pada abortus iminens maupun insipiens, perdarahan umumnya lebih banyak dan lebih
merah sesudah amenore. Rasa nyeri yang muncul berlokasi di daerah median.
Sedangkan pada pemeriksaan fisik tidak dapat diraba tahanan di samping atau di
belakang uterus serta gerakan servik uteri tidak menimbulkan nyeri.
3. Ruptur korpus luteum
Terjadi pada pertengahan siklus haid dan biasanya tanpa disertai perdarahan
pervaginam, serta tes kehamilan (-).
4. Torsi kista ovarium dan apendisitis
23
Umumnya tidak ada gejala dan tanda kehamilan muda, amenore dan perdarahan
pervaginam. Torsi kista ovarii biasanya lebih besar dan lebih bulat daripada
kehamilan ektopik. Pada apendisitis tidak ditemukan tumor dan nyeri pada gerakan
serviks kurang nyata, serta lokasi nyeri perutnya di titik McBurney.
2.10
Penatalaksanaan
mengenai kavum uteri; kalau tidak, cacat yang ditimbulkan oleh reseksi akan
menimbulkan ruptura uteri pada kehamilan intrauteri berikutnya. Bahkan dengan
reseksi kornu sekalipun, kehamilan interstisial selanjutnya tidak dapat dicegah.
2. Ooforektomi ipsilateral
Pengangkatan ovarium di sebelahnya pada saat dilakukan salpingektomi
pernah dianjurkan sebagai prosedur yang mungkin dapat memperbaiki kesuburan
penderita
maupun
menurunkan
kemungkinan
terjadinya
kehamilan
ektopik
berikutnya. Dengan demikian, ovulasi selalu akan terjadi dari ovarium yang paling
dekat pada tuba fallopi yang masih tertinggal. Keadaan ini mempermudah
pengambilan ovum oleh tuba dan menghindari kemungkinan terjadinya migrasi
eksterna ovum serta kehamilan ektopik yang bisa timbul akibat telur yang peripatetik
tersebut.
3. Sterilisasi
Sebelum dilakukan pembedahan eksplorasi untuk kecurigaan kehamilan
ektopik, ibu harus ditanya dahulu apakah ia menginginkan kehamilan selanjutnya.
Jika wanita tersebut sudah tidak ingin mempunyai anak lagi dan kehamilan ektopik
yang terjadi merupakan akibat tindakan kontrasepsi yang gagal, keputusan yang
diambil dokter biasanya ke arah tindakan sterilisasi. Jika diputuskan demikian, dan
keadaan pasien baik, dokter dapat mempertimbangkan histerektomi. Kalau tidak,
tubektomi biasanya dapat dilakukan dengan cepat tanpa meningkatkan risiko.
Sebaliknya, semua organ ini perlu diselamatkan sedapat mungkin pada wanita yang
masih ingin hamil lagi, sekalipun risiko kehamilan ektopik yang akan dihadapinya
pada kehamilan berikutnya cukup besar.
4. Menyelamatkan tuba fallopi
Karena adanya kemungkinan yang besar untuk terjadi kemandulan setelah
kehamilan tuba yang ditangani dengan salpingektomi, cara lain untuk mengangkat
tuba harus dipertimbangkan. Penggunaan teknik diagnostik dan prosedur pembedahan
yang lebih mutakhir untuk mempertahankan tuba yang rusak akan memberikan hasil
akhir yang lebih baik lagi dalam kehamilan berikutnya. Beberapa tindakan bedah
rekonstruksi tuba dibahas dibawah ini:
a. Salpingostomi
Teknik ini digunakan untuk mengangkat kehamilan yang kecil dengan
panjang yang biasanya kurang dari 2 cm dan terletak dalam sepertiga distal tuba
fallopi. Suatu insisi linier sepanjang 2 cm atau kurang dilakukan pada batas
25
26
KEHAMILAN EKTOPIK
Tidak terganggu
(Observasi KE)
Terganggu
(Curiga KET)
Laparotomi/Proof
Laparotomi
Bukan KE
Methotrexate sistemik
Methotreate (MTX) adalah analog asam folat yang banyak digunakan pada
pengobatan terhadap penyakit neoplasma, psoriasis berat, dan arthritis rematoid pada
orang dewasa. MTX secara kompetitif mengikat enzim dihidrofolic acid reduktase,
sebuah enzim yang mengubah dihidrofolat menjadi tetrahidrofolat (bentuk aktif).
Tetrahisdrofolat berfungsi untuk transport 1 grup karbon selama sintetis nukleotid
purin dan thymidilate. Tanpa tetrahidrofolat sintetis DNA dan perbaikannya, dan
replikasi seluler mengalami gangguan. Proliferasi sel yang aktif seperti pada sel
ganas, sel pada sumsum tulang, sel fetal, demikian juga pada sel mukosa mulut, usus,
dan kandung kencing adalah yang paling sensitive terhadap efek dari MTX.5
27
Dosis MTX :4
1. Dosis tunggal : MTX 50 mg/m2 IM. Hitung kadar beta-hCG pada hari ke 4
dan 7
Jika aktivitas jantung masih ada pada hari 7, ulangi pemberian MTX
dan hitung sebagai hari pertama.
2.
Dosis variable :
28
Komplikasi
Komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh kehamilan ektopik terganggu antara lain
berupa syok yang irreversibel, perlekatan dan obstruksi usus 1. Komplikasi yang lain
berupa jaringan trofoblastik persisten dan kehamilan ektopik persisten . Namun kedua
hal tersebut biasanya terjadi pada kehamilan ektopik yang belum pecah dan menjalani
terapi bedah konservatif (salpingostomi), sehingga diperlukan pemantauan yang ketat
pasca terapi.4
Risiko kehamilan ektopik persisten dengan pembedahan konservatif
melalui laparotomi sebesar 5 %. Laparoskopi salpingostomi dihubungkan dengan
tingginya angka jaringan tropoblas persisten; kira-kira 15 % pasien memerlukan
pengobatan lanjutan. Risiko jaringan trofoblastik persisten sangat bermakna dengan
hematosalping berdiameter lebih besar dari 6 cm, titer HCG lebih besar dari 20.000
IU/L dan hemoperitonium lebih dari 2000 ml. Meskipun reoperasi merupakan
pengobatan pilihan, tetapi methotrexate lebih disukai. Pengobatan profilaksis dapat
29
Prognosis
Kematian karena kehamilan ektopik terganggu cenderung turun dengan
diagnosis dini dan persediaan darah yang cukup. Pada umumnya, kelainan yang
menyebabkan kehamilan ektopik bersifat bilateral. Sebagian wanita menjadi steril
setelah mengalami kehamilan ektopik atau dapat mengalami kehamilan ektopik lagi
pada tuba yang lain. Selain itu, kemungkinan untuk hamil akan menurun. Hanya 60%
wanita yang pernah mengalami kehamilan ektopik terganggu dapat hamil lagi,
walaupun angka kemandulannya akan jadi lebih tinggi. Angka kehamilan ektopik
yang berulang dilaporkan berkisar antara 0 14,6%. Untuk wanita dengan anak yang
sudah cukup, sebaiknya pada operasi dilakukan salpingektomi bilateralis.4
Setelah mengalami kehamilan ektopik, kemungkinan untuk mengandung dan
melahirkan anak sebesar 85% pada kehamilan berikutnya. Setelah 2 kali mengalami
kehamilan ektopik, risiko kehamilan ektopik berikutnya meningkat menjadi 10 kali
lipat, dan harus dipertimbangkan dalam memberikan IVF.6
30