DISUSUN OLEH
NAMA :VIVIN FITRIANA
NIM : 11029029
KELAS : C
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Angka kemiskinan di Indonesia dari dlu sapai saat ni menunjkkan kisaran agka yang
tinggi. Pada tahun 2007 ada sekitar 33 juta kepala keluarga. Pada tahu 2004 jumlah
penduduk miskn di indonesia 27 juta epala keluarga dan dana APBD ntk mengatasi
angkakemiskinan hanya sebesar 27 triliun (Antara news,2007).
Angka kematian peduduk Indonesia yang dikutip The World Fact Book, pada tahu
2005 sebesar 6,25 kematian/1000 populasi. Konsi seperti ini, dapat dipastikan
masyarakat dalam menjangkau akses pelayanan kesehatan manjadi sangat minimal yang
terhambat masalah eonomi yang dihadai masyarakat. Rendahnya akses pelayanan
kesehatan akan mempengaruhi penyebarab penyakit dikalangan masyarakat.
Upaya yang ditawarka pemerintah untuk kondisi masyarakat Indonesia dengan angka
kemiskinan dan angka kesakitan yang tergolong tinggi, pada tahun 2004 pemerintah
mencanangkan suatu program yang dinamakan Sistem Jaminan Sosial Nasioanal (SJSN).
Program ini dikuatkan dengan dikeluarkanya undang-undang nomor 40 tahun 2004.
Dicananganka SJSN meberikan dampa cukup sigifkan terhadap strata dan pengendalian
sosial, terutama pada struktur dan institusi sosial.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sistem Jaminan Sosial Nasonal (SJSN)
Jaminan sosial adalah salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh
rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak. sedangkan Sistem
Jaminan Sosial Nasional adalah suatu tata cara penyelenggaraan programjaminan sosial
publik harus diperhatikan struktur sosial yang selalu berubah. Oleh sebab itu kebijakan
publik juga perlu mementingkan perhatiannya pada adanya keragaman, keunikan di
masyarakat (Black, 1976; dan Milovanovich, 1994 dalam Soemanto, 2005). Model
pemikiran hukum dan sosiologis tentang kebijakan publik merupakan pemahaman
terhadap realitas sosial, dimana pembuatan, pemberlakuan dan pelaksanaan kebijakan
publik harus mendasarkan dan mempertimbangkan pemikiran-pemikiran tersebut. Hal itu
dilakukan agar tujuan utama dari kebijakan tersebut dapat dicapai secara optimal.
Pencanangan program Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang diambil oleh
pemerintah untuk mengatasi angka kesakitan dan kematian di Indonesia yang masih
tergolong tinggi. Latar belakang dicanangkannya UU SJSN adalah melihat kondisi
perekonomian di Indonesia yang masih terpuruk akibat krisis multi dimensi yang
berkepankangan. Keterpurukan ekonomi ditandai dengan tingginya angka pengangguran
yang telah meningkatkan kasus kriminalitas, manurunnya daya beli, nilai tukar rupiah
yang belum stabil, produktifitas yang rendah dan kondisi dunia usaha yang sangat lemah.
Adanya Sistem Jaminan Sosial Nasional bertujuan untuk memberikan jaminan
terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap peserta dan/atau anggota
keluarganya dengan program jaminan kesehatan yang meliputi pelayanan promototif,
preventif, kuratif dan rehabilitatif, diharapkan adanya suatu perubahan budaya pada
masyarakat dari pemanfaatan pelayanan tradisional seperti dukun, beralih pada
pemanfaatan pelayanan medik. Terutama dengan dikeluarkannya kebijakan-kebijakan
serta program-progam yang mendukung terselenggaranya SJSN untuk meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat. Sebab dengan adanya SJSN dapat memudahkan
masyarakat untuk mengakses layanan kesehatan baik di Puskesmas, posyandu, Rumah
Sakit dan Pusat Pelayanan Kesehatan lainnya.
Isu mengenai pertumbuhan, karakteristik dan struktur sebagai gambaran dari
dinamika kependudukan menjadi perhatian pemerintah Indonesia dan Badan
Kependudukan Dunia (UNFPA, 1994 dalam Soemanto, 2005). Rekomendasi program
aksi ICPD(International Coference on Population and Development, 1994 di Kairo)
menyebutkan perlunya indikator-indikator kependudukan yang relevan dengan
pembangunan kesehatan di Indonesia. Pertama, tingkat fertilitas, mortalitas (terutama
AKB, anak dan ibu bersalin) dan pertumbuhan penduduk; indikator ini berguna untuk
memudahkan terjadinya transisi demografi yang cepat, khususnya negara (termasuk
Indonesia) yang tidak ada keseimbangan antara indikator demografis dan tujuan
pembangunan sosial, ekonomi dan lingkungan. Kedua, anak dan generasi muda yang
proporsinya paling besar dari jumlah penduduk.
Data ini terkait dengan usaha pembangunan kesehatan, pelayanan kesehatan
reproduksi, pendidikan, pekerjaan, dukungan sosial, keluarga dan
masyarakat,keselamatan dan kelangsungan hidup dan seterusnya. Ketiga, penduduk usia
lanjut yang berhubungan dengan sistem jaminan sosial, meningkatkan kemandirian,
kesehatan dan penggunaan ketrampilan. Keempat, penyandang cacat untuk
mengembangkan pencegakan dan rehabilitasi, pendidikan, pelatihan, kesehatan
reproduksi dan sebagainya. Isu penting kependudukan dunia ini berhubungan dengan
bidang-bidang kegiatan lain, khususnya program pemerintah untuk miningkatkan banyak
aspekkehidupan masyarakat, termasuk mutu dan pelayanan kesehatan. Pemerintah Pusat
dan Daerah telah dan akan terus diharapkan mengembangkan isu tersebut ke dalam
kebijakan dan untukdilaksankan, karena ternyata relevan dengan aspirasi dan
permasalahan yang timbul di masyarakat.
C. Pengendalian Sosial
Pengendalian sosial adalah merupakan suatu mekanisme untuk mencegah
penyimpangan sosial serta mengajak dan mengarahkan masyarakat untuk berperilaku
dan bersikap sesuai norma dan nilai yang berlaku. Dengan adanya pengendalian sosial
yang baik diharapkan mampu meluruskan anggota masyarakat yang berperilaku
menyimpang / membangkang. Sepanjang semua anggota masyarakat bersedia mentaati
aturan yang berlaku, hampir bisa dipastikan kehidupan bermasyarakat akan bisa
berlangsung dengan lancar dan tertib. Tetapi, berharap semua anggota masyarakat bisa
berperilaku selalu taat, tentu merupakan hal yang mahal. Kenyataan, tentu tidak semua
orang akan selalu bersedia dan bisa memenuhi ketentuan atau aturan yang berlaku dan
bahkan tidak jarang ada orang-orang tertentu yang sengaja melanggar aturan yang
berlaku untuk kepentingan pribadi atau kelompoknya.
Menurut Soekanto dalam Nugroho (2008), beberapa faktor yang menyebabkan warga
masyarakat berperilaku menyimpang dari norma-norma yang berlaku adalah sebagai
berikut (i) karena kaidah-kaidah yang ada tidak memuaskan bagi pihak tertentu atau
karena tidah memenuhi kebutuhan dasarnya, (ii) kaidah yang ada kurang jelas
perumusannya sehingga menimbulkan aneka penafsiran dan penerapan, (iii) di dalam
masyarakat terjadi konflik antara peranan-peranan yang dipegang warga masyarakat, dan
(iv) memang tidak mungkin untuk mengatur semua kepentingan warga masyarakat
secara merata.Pegendalian sosial pada dasarnya merupakan sistem dan proses untuk
mendidik, mengajak dan bahkan memaksa warga masyarakat untuk berperilaku sesuai
dengan norma-norma sosial, (1) System mendidik dimaksudkan agar dalam diri
seseorang terdapat perubahan sikap dan tingkah laku untuk bertindak sesuai dengan
norma-norma, (2) System mengajak bertujuan untuk mengarahkan agar perbuatan
seseorang didasarkan pada norma-norma dan tidak menurut kemauan individu-individu,
(3) Sistem memaksa bertujuan utnuk mempengaruhi secara tegas agar seseorang
bertindak sesuai dengan norma-norma dan jika ia tidak menaati kaidah yang berlaku
maka akan dikenai sanksi.
Pelaksanaan dari ketiga system tersebut haruslah melibatkan pihak pengendali dan
pihak yang dikendalikan. Pihak pengendali yang disebut lembaga atau agen pengendali
terdri dari banyak unsur. Situasi di mana orang memperhitungkan bahwa dengan
melanggar atau menyimpangi sesuatu norma dia malahan akan bisa memperoleh sesuatu
reward atau sesuatu keuntungan lain yang lebih besar, maka di dalam hal demikianlah
enforcement demi tegaknya norma lalu terpaksa harus dijalankan dengan sarana suatu
kekuatan dari luar. Norma tidak lagi self-enforcing (norma-norma sosial tidak lagi dapat
terlaksana atas kekuatannya sendiri), dan akan gantinya harus dipertahankan oleh
petugas-petugas kontrol sosial dengan cara mengancam atau membebankan sanksi-sanksi
kepada mereka-mereka yang terbukti melanggar atau menyimpang dari norma.
Pengendalian sosial yang dapat berupa pengendalian formal yang terwujud dalam setiap
program yang dicanangkan oleh institusi kesehatan dan pemerintah untuk
menanggulangi dan mencegah meningkatnya masalah kesehatan di Indonesia
berdasarkan Undang-Undang nomor 40 tahun 2004 sehingga tujuan SJSN dalam
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dapat terwujud.
BAB III
PENUTUP
Sistem Jaminan Kesehatan Nasional dilaksanankan dengan melihat struktur sosial baik
struktur dinamis dan struktur statis yang merupakan bagian dari tatanan sosial. Suatu institusi
sosial dalam hal ini adalah institusi kesehatan seperti puskesmas, posyandu dan Rumah Sakit
serta Pusat Pelayanan Kesehatan lainnya berperan untuk penyedia lanyanan kesehatan dan
pembuatan kebijakan berdasarkan indikator yang telah ditentukan. Pengendalian sosial yang
dilakukan oleh institusi kesehatan dan pemerintah dilakukan agar tujuan program SJSN dapat
terwujud yang salah satunya diatur dalam UU nomer 40 tahun 2004.
DAFTAR PUSTAKA
Fifit. 2010. Faktor Kesehatan Meningkatkan Angka Kematian Di Indonesia.
http://kesehatan.infogue.com/
Forum Komunikasi dan Konsultasi Bipartit. 2004. Forum Komunikasi dan Konsultasi
Bipartit Tingkat Nasional. www.apindo.or.id
Soemanto. 2005. Kebijakan Kependudukan di Bidang Kesehatan: Suatu Tinjauan Sosiologi
Hukum. http://eprints.ums.ac.id/314/1/4._SOEMANTO.pdf