PROPOSAL PENELITIAN
DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI SEBAGIAN PERSYARATAN
MENCAPAI DERAJAT SARJANA (S1)
DIAJUKAN OLEH:
ROBIN
F1G1 12 068
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Endapan nikel laterit merupakan produk dari proses pelapukan lanjut
pada batuan ultramafik pembawa Ni-Silikat, umumnya terdapat pada daerah
dengan iklim tropis sampai dengan subtropis. Indonesia dikenal sebagai salah
satu negara utama penghasil bahan galian di dunia, termasuk nikel. Berdasarkan
karakteristik geologi dan tatanan tektoniknya, beberapa lokasi endapan nikel
laterit yang potensial di Indonesia umumnya tersebar di wilayah Indonesia
bagian timur, antara lain : Pomalaa (Sulawesi Tenggara), Sorowako (Sulawesi
Selatan), Gebe (Halmahera), Tanjung Buli (Halmahera), dan Tapunopaka
(Sulawesi Tenggara).
Fokus utama dalam penelitian ini adalah identifikasi keberadaan profil
umum (zona) endapan laterit, yaitu zona top soil, zona limonit, zona saprolit
dan zona bedrock. Selanjutnya dilakukan analisis untuk mengetahui
pola
khususnya
hal ini rekahan), iklim, vegetasi dan yang tidak kalah pentingnya adalah pola
hubungan kadar. Masing-masing
parameter
erat satu sama lain dan merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan, sehingga
dengan mempelajari pola hubungan antar elemen ini diharapkan dapat diketahui
hubungan
kemiringan lereng dan morfologi dalam distribusi ketebalan horizon laterit pada
endapan nikel laterit area PT Bintang Delapan Mineral Tbk.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian yang akan dicapai yaitu untuk mengetahui hubungan
kemiringan lereng dan morfologi dalam distribusi ketebalan horizon laterit pada
endapan nikel laterit area PT Bintang Delapan Mineral Tbk.
1.4 Manfaat Penelitian
Berdasarkan uraian diatas maka manfaat penelitian ini yang dapat
diperoleh yaitu sebagai berikut :
1. Bagi keilmuan:
Dapat mengetahui hubungan kemiringan lereng dan morfologi dalam
distribusi ketebalan horizon laterit pada endapan nikel laterit area PT Bintang
Delapan Mineral Tbk.
2. Bagi perusahaan PT Bintang Delapan Mineral Tbk.
Mengetahui titik lokasi keberadaan bahan tambang yang mempunyai
potensi sebagai pengembangan dan perencanaan eksplorasi yang terarah.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Geologi Regional
Simandjuntak dalam Surono (2010), menjelaskan bahwa berdasarkan sifat
geologi regionalnya Pulau Sulawesi dan sekitarnya dapat dibagi menjadi beberapa
mandala geologi yakni salah satunya adalah mandala geologi Sulawesi Timur.
Mandala ini meliputi lengan Tenggara Sulawesi, Bagian Timur Sulawesi Tengah
dan Lengan Timur Sulawesi. Lengan Timur dan Lengan Tenggara Sulawesi
tersusun atas batuan malihan, batuan sedimen penutupnya dan ofiolit yang terjadi
dari hasil proses pengangkatan (Obduction) selama Miosen. Surono (2014)
menyebutkan bahwa jalur batuan malihan dan sedimen serta penutupnya tersebut
sebagai mintakat benua, sedangkan batuan ofiolitnya merupakan lajur ofiolit
Sulawesi Timur. Bagian Timur Sulawesi ini memanjang melalui ujung Timur
Lengan Timur, sisi Timur bagian Tengah, dan Lengan Tenggara Sulawesi.
Pembagian mandala geologi Sulawesi dapat dilihat pada gambar 2.1
2.1.1 Geomorfologi Regional
Satuan morfologi pegunungan menempati bagian terluas di kawasan ini,
terdiri atas pegunungan mekongka, pegunungan tangkelemboke, pegunungan
mandoke, dan pegunungan rumbian yang terpisah di ujung selatan tenggara.
Satuan morfolofigi ini mempunya topografi yang kasar dengan kemirinngan
lereng yang tinggi. Rangkaian pegunungan dalam satuan ini mempunya pola yang
hamenganapir sejajar berarah barat laut-tenggara arah ini sejajar dengan pola
1. Satuan Morfologi
Diitinjau dari citra IFSAR di bagian Tengah dan Ujung Selatan Lengan
Tenggara Sulawesi, ada lima bagian satuan morfologi yang terdapat di
Sulawesi, dan di Daerah Rumbia terdiri atas tiga satuan morfologi yaitu satuan
pegunungan, satuan perbukitan rendah, dan satuan dataran.
a. Satuan Pegunungan
Satuan morfologi pegunungan menempati bagian terluas di kawasan ini,
yang
terdiri
atas
pegunungan
Mengkoka,
Pegunungan
Tangkelemboke,
dan System Sesar Konaweha). Kedua sistem sesar ini diduga masih aktif, yang
ditunjukkan dengan adanya torehan pada endapan alluvial dalam kedua dataran
tersebut (Surono dkk, 1997), sehingga angat mungkin kedua dataran itu terus
mengalami penurunan. Penurunan ini tentu ber
dampak buruk pada dataran tersebut, diantarannya pemukinan dan pertanian
di kedua dataran itu akan diterjang banjir yang semakin parah setiap tahunnya.
Gambar 2.2. Bagian Selatan Lengan Sulawesi dari Citra IFSAR (Surono, 2013).
1993b) dan terobos aplit dan diabas (Surono,1986). Secara garis besar kedua
mendala ini dibatasi oleh Sesar Lasolo . Batuan yang terdapat di Lajur Tinodo
yang merupakan batuan alas adalah batuan malihan Paleozoikum (Pzm) dan
diduga berumur Karbon. Pualam Paleozoikum (Pzmm) menjemari dengan batuan
malihan Paleozoikum terutama terdiri dari pualam dan batugamping terdaunkan.
Pada Permo-Trias di daerah ini diduga terjadi kegiatan magma yang menghasilkan
terobosan antara lain aplit PTr (ga), yang menerobos batuan malihan
Paleozoikum. Formasi Meluhu (TRJm) ,secara tak selaras menindih Batuan
Malihan Paleozoikum. Pada zaman yang sama terendapkan Formasi Tokala
(TRJt). Hubungan dengan Formasi Meluhu adalah menjemari. Pada kala Eosen.
Hingga Miosen Tengah, pada lajur ini terjadi pengendapan Formasi
Salodik (Tems); Batuan yang terdapat di Lajur Hialu adalah batuan ofiolit (Ku)
yang terdiri dari peridotit, harsburgit, dunit dan serpentintit. Batuan ofiolit ini
tertindih tak selaras oleh Formasi Matano (Km) yang berumur Kapur Akhir, dan
terdiri dari batugamping berlapis bersisipan rijang pada bagian bawahnya. Batuan
sedimen tipe molasa berumur Miosen Akhir Pliosen Awal membentuk Formasi
Pandua (Tmpp). Formasi ini mendindih takselaras semua formasi yang lebih tua,
baik di Lajur Tinodo maupun di Lajur Hialu. Pada Kala Plistosen Akhir terbentuk
batugamping terumbu koral (Ql) dan Formasi Alangga (Opa) yang terdiri dari
batupasir dan konglomerat. Batuan termuda di lembar peta ini ialah Aluvium (Qa)
yang terdiri dari endapan sungai, rawa dan pantai.
Gambar. 2.3. Peta Geologi Lengan Tenggara Sulawesi (disederhanakan oleh Rusmana dkk, 1993)
Penelitian yang dilakukan oleh Bothe (1927) dan Rover (1956) dalam
Surono (2013), bahwa sejumlah percontohan batuan malihan dari kompleks
batuan malihan di Lengan Tenggara bahwa periode pemalihan batuan, tua dan
muda. Pemalihan tua menghasilkan fasies epidot-ampibol dan yang muda
menghasilkan fasies sekis glaukofan. Pemalihan tua berhubungan dengan
penimbunan, sedangkan yang muda diakibatkan sesar naik. Sangat mungkin sesar
naik tersebut terjadi pola Oligosen Awal Miosen, sewaktu kompleks ofiolit
tersesar-naikkan keatas kepingan benua.
Menurut Helmers dkk. (1989) dalam Surono (2013) dalam penelitiannya
menyatakan bahwa evolusi sekis hijau di Lengan Tenggara Sulawesi, Terutama
dari pegunungan Mendoke dan Pegunungan Rumbia adalah suatu pemalihan
9
pertama adalah rekritalisasi sekis hijau pada akhir penimbunan cepat (fast burial
yang pernah mengalami subdaksi
Gambar 2.4. Stratigrafi regional Lengan Tenggara Sulawesi (Rusmana dkk, 1993b;
Simandjuntak dkk, 1993a, b, c, Surono 1994)
10
dengan Sesar geser jurus mengiri Lasolo. Sesar Lasolo aktif hingga kini. Sesar
tersebut diduga ada kaitannya dengan Sesar Sorong yang aktif kembali pada Kala
Oligosen (Simandjuntak, dkk., 1983). Sesar naik ditemukan di daerah Wawo,
sebelah barat Tampakura dan di Tanjung Labuandala di selatan Lasolo; yaitu
beranjaknya batuan ofiolit ke atas Batuan Malihan Mekonga, Formasi Meluhu dan
Formasi Matano. Sesar Anggowala juga merupakan sesar utama, sesar mendatar
menganan (dextral), mempunyai arah baratlaut-tenggara.
Gambar. 2.5. Struktur geologi Sulawesi dan sekitarnya. Disederhanakan dari Silver dkk. (1983)
dan Rehahult dkk (1991).
11
13
kondisi
kemiringan
topografi
sama
terjadi
pada
LSOZ dan HSOZ dimana ketebalan zona ini akan berbanding terbalik dengan
kondisi kemiringan topografi. Pembentukan
masing-masing
zona
pada
endapan nikel laterit berada pada daerah dengan kemiringan lereng yang
moderat. kemiringan
kemungkinan
(0%
35%)
besar
masing-masing
0% sampai 35%
adanya zona-zona umum yang berada pada endapan nikel laterit. Sementara
untuk daerah dengan kemiringan yang berkisar antara 18% sampai 52% maka
sangat besar kemungkinan
terbentuknya
pada
prospek
sebagai
ditemukannya
antara
kenyataan
bahwa pada
kemiringan
yang
namun dapat pula tidak ditemukan endapan nikel laterit. Sebagai hasil dari
irisan ini maka didapatkan suatu kemiringan topografi
sebagai
tempat
15
yang paling ideal untuk terbentuknya suatu endapan nikel laterit yakni pada
kemiringan antara 35% sampai 52% (Syafrizal,2009 ).
16
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian lapangan dilaksanakan selama kurang lebih satu bulan. Secara
administrasi daerah penelitian bertempat PT. Bintang |Delapan mineral.
Kabupaten morowali Propinsi Sulawesi Tengah.
Data sekunder
Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari peta geologi regional daerah
telitian dan sekitarnya sebagai referensi dalam penelitian dan bahan perbandingan
dalam menjawab tujuan penelitian.
D. Instrumen penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian tercantum pada tabel 1
Tabel 1. Instrumen yang digunakan dalam penelitian
No.
1.
Nama
Peta Topografi skala
1:25.000 Area
PT. Bintang Delapan
Mineral.
Fungsi
Peta dasar untuk melakukan orientasi medan dan
pengeplotan titik pengamatan di lapangan serta
mengetahui kondisi topografi.
2.
Palu Geologi
3.
Kompas Geologi
4.
GPS (Global
Positioning Sistem)
18
5.
Loup 20 kali
pembesaran
6.
7.
8.
9.
10
Kamera
Alat tulis menulis
Mistar dan Busur
Derajat
Spidol Permanen
Tas Ransel
11
Clipboard
12
Buku Lapangan
13
14
Leptop
Kantong sampel
E. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian dibagi menjadi beberapa tahapan yaitu antara lain:
1. Tahapan persiapan
Tahap ini merupakan tahap awal dari suatu kegiatan penelitian sebelum
melakukan pengambilan data-data lapangan yang terdiri dari :
a
Studi pustaka
Sebelum kegiatan penelitian dilaksanakan, agar dapat mengetahui bagaimana
kondisi daerah penelitian secara umum yang dilakukan dengan cara
mengumpulkan informasi mengenai kondisi geologi daerah penelitian dan
informasi yang dikumpulkan melalui teori-teori yang berhubungan Hubungan
kemiringan lereng terhadap profil zona laterit
19
b.
c.
d.
e.
Pengambilan
conto
batuan
dengan
menggunakan
metode
sampling
dilakukan dengan cara chip sampling secara random terutama di bagianbagian satuan batuan yang terindikasi adanya ubahan larutan hidrotermal dan
Conto batuan yang diambil berukuran hand speciment dengan kondisi segar.
f.
20
Analisis Lapangan
1) Analisis Geomorfologi, didasarkan pada kenampakan morfologi lapangan,
relief, bentuk permukaan bumi seperti aliran sungai, soil, vegetasi, dan
kelerengan.
2) Analisis Struktur Geologi, dilakukan untuk mengetahui struktur geologi
yang terdapat pada daerah penelitian. Analisis data struktur lipatan dengan
menggunakan metode Busk (1929) sedangkan analisis data kekar
menggunakan Diagram kipas dan streonet.
3) Analisis morfometri untuk menentuan sudut dan presentase kelerengan
bentangalam dengan cara interpretasi garis kontur.
Rumus : Arctan = ((n-1)) x ik / jh x Sp)
Dimana:
(1)
= Kelerengan
= Jumlah Kontur
ik
= Interval Kontur
jh
= Jarak Horizontal
Sp
= Skala Peta
Tujuan
1.
2.
Studi Pustaka
Persiapan Peralatan Lapangan
Persiapan
1.
2.
3.
Penelitian Lapangan
Pengolahan Data
4.
5.
6.
Hasil Penelitian
Hasil Analisis
1.
2.
3.
Peta Morfometri
Peta Kelerengan
Peta Geomorfologi
G. Jadwal Penelitian
Kegiatan
Minggu
Minggu
Mingg
u
Minggu
Minggu
Minggu
Minggu
Minggu
22
Input
Proses
Pembuatan peta
morfometri
Output
Studio
Analisis Geomorfologi
Input
1.
Studi Pustaka
Pengumpulan
Data
Pengolahan
dan Analisis
Data
Pembuatan
skripsi
23
DAFTAR PUSTAKA
Boldt, J.R., 1967, The Winning of Nickel, The Hunter Rose Company, Longmans,
Canada.
M. Sompotan, Armstrong. 2012. Struktur Geologi Sulawesi. Perpustakaan sains
kebumian institusi teknologi bandung, 2012
Surono, 2010. Geologi Lengan Tenggara. Badan Geologi. Bandung
Surono, 2013, Geologi Lengan Tenggara Sulawesi, Pusat Penelitian dan
Pengembangan Geologi.
Syafrizal, M. Nur Heriawan, Sudarto Notosiswoyo, Komang Anggayana1 Jogi
F. Samosir, Hubungan Kemiringan Lereng Dan Morfologi Dalam
Distribusi Ketebalan Horizon Laterit Pada Endapan Nikel Laterit :
Studi Kasus Endapan Nikel Laterit Di Pulau Gee Dan Pulau Pakal,
Halmahera Timur, Maluku Utara. JTM Vol. XVI No. 3/2009
Waheed, 2006, Nickel Laterites - A Short Course On The Chemistry, Mineralogy
And Formation of Nickel Laterites, PT. Inco, Indonesia (Unpublished).
24
25