Anda di halaman 1dari 4

Politik adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat berwujud

proses pembuatan keputusan khususnya dalam negara. Dengan demikian ilmu politik adalah
cabang dari ilmu sosial yang berdampingan dengan cabang ilmu sosial lainnya seperti
antropologi, sosiologi, ekonomi dan psikologi. Ilmu politik yang sama dengan ilmu sosial
lainnya berobjekkan manusia sebagai kelompok masyarakat. Ilmu tersebut mempelajari
tentang kerjasama manusia untuk mencapai sesuatu. Secara etimologis, politik berasal dari
bahasa yunani Polis yang berarti kota berstatus negara. Istilah politik diartikan berbagai
macam kegiatan tujuan-tujuan dari sistem itu dan melaksanakan tujuan-tujuan itu. Plato dan
aristoles mengemukakan en dam onia atau the good life (usaha-usaha mencapai kehidupan
yang baik).
RUANG LINGKUP ILMU POLITIK
Dalam contemporary political science, terbitan UNESCO 1950, ilmu politik di bagi dalam
empat bidang:
I. Teori Politik
1. Teori politik
2. Sejarah perkembangan ide-ide politik
1.
2.
3.
4.
5.

II. Lembaga-Lembaga Politik


Undang-Undang Dasar
Pemerintah Nasional
Pemerintah lokal dan daerah
Fungsi ekonomi dan sosial dari pemerintah
Perbandingan lembaga-lembaga politik

1.
2.
3.
4.

III. Partai-partai, golongan (groups), dan pendapatan umum


Partai-partai politik
Golongan-golongan dan asosiasi-asosiasi
Partisipasi warga Negara dalam pemerintah dan administrasi
Pendapatan umum

IV. Hubungan Internasional


1. Politik Internasional
2. Organisasi-organisasi dan administrasi internasional
3. Hukum Internasional
Namun demikian, pada intinya ilmu politik dapat meliputi:
1. Filsafat dan teori politik.
Filsafat politik mencari penjelasan yang berdasarkan rasio. Ia melihat jelas adanya
hubungan antara sifat dan hakekat dari alam semesta (universe) dengan sifat dan hakekat dari
kehidupan politik di dunia fana ini. Pokok pikiran dari filsafat politik ialah bahwa persoalanpersoalan yang menyangkut alam semesta harus dipecahkan dulu sebelum persoalanpersoalan politik yang kita alami sehari-hari dapat ditanggulangi. Misalnya menurut filsuf
Yunani Plato, keadilan merupakan hakikat dari alam semesta yang sekaligus merupakan
pedoman untuk mencapai kehidupan yang baik (good life) yang dicita-citakan olehnya.
Contoh lain adalah beberapa karya John Locke. Filsafat politik erat hubungannya dengan
etika dan filsafat sosial.
Teori-teori politik ini tidak memajukan suatu pandangan tersendiri mengenai
metafisika dan epistemology, tetapi berdasarkan diri atas pandangan-pandangan yang sudah

lazim diterima pada masa itu. Jadi, ia tidak menjelaskan asal-usul atau cara lahirnya normanorma, tetapi hanya mencoba untuk merealisasikan norma-norma dalam suatu program
politik.
Teori-teori semacam ini merupakan suatu langkah lanjutan dari filsafat politik dalam
arti bahwa ia langsung menetrapkan norma-norma dalam kegiatan politik. Misalnya, dalam
abad ke 19 teori-teori politik banyak membahas mengenai hak-hak individu yang
diperjuangkan terhadap kekuasaan negara dan mengenai sistem hukum dan sistem politik
yang sesuai dalam pandangan itu. Bahasan-bahasan ini didasarkan atas pandangan yang
sudah lazim pada masa itu mengenai adanya hukum alam (natual law), tetapi tidak lagi
mempersoalkan hukum alam itu sendiri.
2. Struktur dan lembaga-lembaga politik.
Lembaga-lembaga politik merupakan kajian terhadap lembaga-lembaga politik
khususnya peranan konstitusi, eksekutif, birokrasi, yudikatif, partai politik dan sistem
pemilihan, yang mula-mula mendorong pembentukan formal jurusan-jurusan ilmu politik di
banyak universitas pada akhir abad ke-19 (Miller, 2003: 790). Sebagian besar mereka tertarik
pada penelusuran asal-usul dan perkembangan lembaga-lembaga politik dan memberikan
deskripsi-deskripsi fenomenologis, memetakan konsekuensi-konsekuensi formal dan
prosedural dari institusi-institusi politik. Banyak para ahli politik kontemporer yang
menghabiskan waktunya untuk memonitor, mengevaluasi, dan menghipotesiskan tentang
asal-usul, perkembangan dan konsekuensi-konsekuensi lembaga-lemabag politik, seperti
aturan pluralitas sistem pemilihan atau organisasi-organisasi pemerintahan yang semu.
Namun sebagian lagi mereka kurang toleran dan mengklaim bahwa mereka terlibat dalam
deskripsi-deskripsi tebal hanya karena mereka memang ilmuwan politik yang handal, bukan
yang kebanyakan ada.
3. Partai politik dan organisasi masyarakat.
Partai-partai, golongan-golongan dan pendapat umum, banyak memakai konsepkonsep sosiologis dan psikologis dan sering disebut political dymanics oleh karena sangat
menonjolkan aspek-aspek dinamis dari proses-proses politik. Partai politik pertama-tama
lahir di negara-negara Eropa Barat. Dengan meluasnya gagasan bahwa rakyat merupakan
faktor yang perlu diperhitungkan serta diikutsertakan dalam proses politik, maka partai
politik telah secara spontan dan berkembang menjadi penghubung antara rakyat di satu pihak
dan pemerintah di pihak lain. Partai politik pada umumnya dianggap sebagai manisfetasi dari
suatu sistem politik yang sudah modern atau yang sedang dalam proses memodernisasikan
diri. Maka dari itu, dewasa ini di negara-negara baru pun partai sudah menjadi lembaga
politik yang biasa dijumpai.
Secara umum dapat dikatakan bahwa partai politik adalah suatu kelompok yang terorganisir
yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai dan cita-cita yang sama. Tujuan
kelompok ini untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik
(biasanya) denagn cara konstitusional untuk melaksanakan kebijaksanaan-kebijaksanaan
mereka.
4. Partisipasi warga negara.
Kegiatan seseorang dalam partai politik merupakan suatu bentuk partisipasi politik.
Partisipasi politik mencakup semua kegiatan sukarela melalui mana seseorang turut serta
dalam proses pemilihan tak langsung dalam pembentukan kebijaksanaan umum. Kegiatan
kegiatan ini mencakup kegiatan memilih dalam pemilihan umum; menjadi anggota golongan

politik seperti partai, kelompok penekan, kelompok kepentingan; duduk dalam lembaga
politik seperti dewan perwakilan rakyat atau mengadakan komunikasi dengan wakil-wakil
rakyat yang duduk dalam badan itu; berkampanye dan menghadiri kelompok diskusi, dan
sebagainya.
Partai politik berbeda dengan kelompok penekan (pressure group) atau istilah yang
lebih banyak dipakai dewasa ini, kelompok kepentingan (interest group). Kelompok ini
bertujuan memperjuangkan suatu kepentingan dan mempengaruhi lembaga-lembaga politik
agar mendapatkan keputusan-keputusan yang menguntungkan atau menghindari keputusan
yang merugikan. Kelompok kepentingan tidak berusaha menempatkan wakil-wakilnya dalam
dewan perwakilan rakyat, melainkan cukup mempengaruhi satu atau beberapa partai di
dalamnya atau instansi pemerintah atau menteri yang berwenang. Teranglah bahwa kelompok
kepentingan mempunyai orientasi yang jauh lebih sempit daripada partai politik, yang
karena mewakili pelbagai golongan- lebih banyak memperjuangkan kepentingan umum. Pun
organisasi kelompok kepentingan lebih kendor dibanding partai politik.
Kelompok-kelompok kepentingan berbeda-beda antara lain dalam hal struktur, gaya,
sumber pembiayaan, dan basis dukungannya; dan perbedaan-perbedaan ini sangat
mempengaruhi kehidupan politik, ekonomi dan sosial suatu bangsa. Walaupun kelompokkelompok kepentingan juga diorganisir berdasarkan keanggotaan, kesukuan, ras, etnis, agama
atau pun berdasar isue-isue kebijaksanaan, kelompok-kelompok kepentingan yang paling
kuat, paling besar, dan secara finansial paling mampu adalah kelompok yang berdasar pada
bidang pekerjaan atau profesi, terutama karena kehidupan sehari-hari dan karier seseoranglah
yang paling cepat dan paling langsung dipengaruhi oleh kebijaksanaan atau tindakan
pemerintah. Kerana itu sebagian besar negara memiliki serikat buruh, himpunan pengusaha,
kelompok petani dan persatuan-persatuan dokter, advokat, insinyur dan guru.
5. Hukum dan lembaga-lembaga internasional.
Hubungan internasional; sebetulnya adalah hubungan antar negara, jelas istilah
tersebut sangat menyesatkan bagi sebagai disiplin ilmu politik yang memfokuskan pada
hubungan lintas negara dan inter-negara dalam diplomasi, transaksi ekonomi, serta perang
maupun damai. Asal-usul hubungan internasional terdapat dalam karya para teolog, yang
mengajukan argumen tentang kapan dan bagaimana perang itu dianggap adil, seperti karya
Grotius, Pufendorf, dan Vattel, yang mencoba menyatakan bahwa ada hukum bangsa-bangsa
yang sederajat dengan hokum domestik negara-negara, dan karya karya para filsuf politik
seperti Rousseau dan Kant, yang membahas kemungkinan perilaku moral dalam perang dan
kebutuhan akan tatanan internasional yang stabil dan adil.
Sub-bidang ilmu politik ini memfokuskan pada masalah-masalah yang beragam
menyangkut organisasi-organisasi internasional, ekonomi-politik internasional, kajian perang,
kajian perdamaian, dan analisis kebijakan luar negeri. Namun secara normatif terbagi dalam
dua mazhab pemikiran yaitu pemikiran idealis dan pemikiran realis.
Pemikiran idealis mempercayai bahwa negara dapat dan harus melaksanakan urusanurusan mereka sesuai dengan hukum dan moralitas serta kerjasama fungsional lintas batas
negara membentuk landasan bagi perilaku moral. Sedang dalam mazhab realis sebaliknya;
mereka percaya bahwa negara pada dasarnya amoral dalam kebijakan luar negerinya;
hubungan antar negara diatur bukannya oleh kebaikan tetapi kepentingan; perdamaian adalah
hasil dari kekuasaan yang seimbang, bukannya tatanan normative dan kooperatif fungsional.
Dalam konteks memahami politik, yang perlu dipahami adalah kekuasaan kekuasaan politik,
legitimasi, sistem politik, perilaku politik, partisipasi politik, proses politik, dan juga tidak
kalah pentingnya untuk mengetahui seluk beluk tentang partai politik.

Teori politik juga tidak lepas dari pelaksanaan politik, teori politik merupakan kegiatan
mengenai konsep penentuan tujuan politik, bagaimana mencapai tujuan tersebut serta segala
konsekuennya. Dalam teori politik ada beberapa bahasan, antara lain filsafat politik, konsep
tentang sistem politik, negara, masyarakat, kedaulatan, kekuasaan, legitimasi, lembaga
negara, perubahan sosial, pembangunan politik, perbandingan politik, dsb.
Secara teoritis, ilmu polirik terbagi atas dua, yaitu :
1. Valuational artinya ilmu politik berdasarkan moral dan norma politik. Teori valuational ini
terdiri dari filsafat politik, ideologi dan politik sistematis.
2. Non valuational artinya ilmu politik hanya sekedar mendeskripsikan dan mengkomparasikan
satu peristiwa dengan peristiwa lain tanpa mengaitkannya dengan moral atau norma.
Jadi, Ilmu politik adalah suatu ilmu yang memproses pembentukan dan pembagian kekuasaan
dengan pembuatan keputusan dalam suatu negara. Ilmu politik tidak lepas dari kehidupan
suatu negara dan pemerintahan, karena sangat berperan penting dalam berjalannya roda
pemerintahan. Ilmu politik yang telah berumur kira-kira 2500 tahun ini dibentuk oleh para
ilmuwan filosofi jelas memiliki banyak manfaat. Inti sarinya Ilmu politik pada dasarnya
adalah ilmu yamg sangat berguna bagi negara, namun banyak orang menyalahgunakan ilmu
poilitik sebagai wewenang untuk mereka melakukan tindakan kotor seperti KKN. Politik hari
ini tidak sekedar mencakup Negara dan Kekuasaan. ia sudah menyangkup semua level, dari
orang yang miskin sampai yang kaya sekalipun. Dari rumah tangga sampai ke negara. Prof.
Dr. Miriam Budiardjo menulis bahwa setidaknya secara teori berbicara politik tidak akan
lepas dari masalah state, power, decision making, publik policy, allocation atau distribution.
Soal positif tidaknya image politik sangat tergantung pada perilaku politik seseorang dan
pengetahuan masyarakat luas tentang apa sebenarnya politik. Namun demikian perlu disadari
bahwa manusia yang jalan kiri lebih banyak dari pada manusia yang mendengarkan dan
memanifestasikan nilai-nilai kamanusiaan universal dalam kehidupan. Tindakan seperti itu
dikarenakan kurangnya pendidikan spiritual dikalangan sebagian politikus sehingga mereka
melakukan praktek tersebut. Masyarakat saat ini membutuhkan para politikus yang adil, jujur
dan memiliki kecakapan yang luas. Kesimpulannya adalah pelaku politik harus memiliki
konsep integritas yang menjadi landasan untuk berkehidupan.

Anda mungkin juga menyukai