BAB 1
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
1. Merupakan inflamasi yang terjadi pada lapisan arahnoid dan piamatter di otak serta spinal
cord. Inflamasi ini lebih sering disebabkan oleh bakteri dan virus meskipun penyebab lainnya
seperti jamur dan protozoa juga terjadi. (Donna D.,1999).
2.
Meningitis adalah radang pada meningen (membran yang mengelilingi otak dan medula
spinalis) dan disebabkan oleh virus, bakteri atau organ-organ jamur(Smeltzer, 2001).
3. Meningitis merupakan infeksi akut dari meninges, biasanya ditimbulkan oleh salah satu dari
mikroorganisme pneumokok, Meningokok, Stafilokok, Streptokok, Hemophilus influenza
dan bahan aseptis (virus) (Long, 1996).
4.
Meningitis adalah peradangan pada selaput meningen, cairan serebrospinal dan spinal
column yang menyebabkan proses infeksi pada sistem saraf pusat (Suriadi & Rita, 2001)
Meningococal meningitis adalah tipe dari meningitis bacterial yang sering terjadi pada
daerah penduduk yang padat, spt: asrama, penjara. Klien yang mempunyai kondisi spt: otitis
media, pneumonia, sinusitis akut atau sickle sell anemia yang dapat meningkatkan
kemungkinan terjadi meningitis. Fraktur tulang tengkorak atau pembedahan spinal dapat juga
menyebabkan meningitis . Selain itu juga dapat terjadi pada orang dengan gangguan sistem
imun, spt: AIDS dan defisiensi imunologi baik yang congenital ataupun yang didapat.
Tubuh akan berespon terhadap bakteri sebagai benda asing dan berespon dengan terjadinya
peradangan dengan adanya neutrofil, monosit dan limfosit. Cairan eksudat yang terdiri dari
bakteri, fibrin dan lekosit terbentuk di ruangan subarahcnoid ini akan terkumpul di dalam
cairan otak sehingga dapat menyebabkan lapisan yang tadinya tipis menjadi tebal. Dan
pengumpulan cairan ini akan menyebabkan peningkatan intrakranial. Hal ini akan
menyebabkan jaringan otak akan mengalami infark.
3.
4.
Meningitis Jamur
Meningitis Cryptococcal adalah infeksi jamur yang mempengaruhi sistem saraf pusat
pada klien dengan AIDS. Gejala klinisnya bervariasi tergantung dari system kekebalan tubuh
yang akan berefek pada respon inflamasi Respon inflamasi yang ditimbulkan pada klien
dengan menurunnya sistem imun antara lain: bisa demam/tidak, sakit kepala, mual, muntah
dan menurunnya status mental.
C. ETIOLOGI
1.
Endokarditis,
Osteomylitis
2. Organisme bakteri : Neisseria, haemophilus influensa, streptococcus pneumonia
3.
4. Trauma : Fraktur pada tulang tengkorak, luka pada kepala. Lumbal Fungsi, Prosedur shunting
ventrikuler
D. MANIFESTASI KLINIS
1. Tanda dan gejala meningitis secara umum:
a.
b. Sirkulasi ;Riwayat endokarditis, abses otak, TD , nadi , tekanan nadi berat, takikardi dan
disritmia pada fase akut
c.
d. Makanan / cairan ; Anorexia, kesulitan menelan, muntah, turgor kulit jelek, mukosa kering
e.
f.
g. Nyeri / kenyamanan ; Sakit kepala hebat, kaku kuduk, nyeri gerakan okuler, fotosensitivitas,
nyeri tenggorokan, gelisah, mengaduh/mengeluh
h. Pernafasan ; Riwayat infeksi sinus atau paru, nafas , letargi dan gelisah
i.
Keamanan ; Riwayat mastoiditis, otitis media, sinusitis, infeksi pelvis, abdomen atau kulit,
pungsi lumbal, pembedahan, fraktur cranial, anemia sel sabit, imunisasi yang baru
berlangsung, campak, chiken pox, herpes simpleks. Demam, diaforesios, menggigil, rash,
gangguan sensasi.
j.
1) Demam
2) Mengigil
3) Sakit kepala
4) Muntah
5) Perubahan pada sensorium
6) Kejang (seringkali merupakan tanda-tanda awal
7) Peka rangsang
8) Agitasi
9)
Dapat terjadi: Fotophobia (apabila cahaya diarahkan pada mata pasien (adanya disfungsi
pada saraf III, IV, dan VI)) Delirium, Halusinasi, perilaku agresi, mengantuk, stupor, koma.
Muntah
3)
4)
5)
Fontanel menonjol.
c.
Neonatus:
1) Tanda-tanda spesifik: Secara khusus sulit untuk didiagnosa serta manifestasi tidak jelas dan
spesifik tetapi mulai terlihat menyedihkan dan berperilaku buruk dalam beberapa hari
2) Menolak untuk makan.
3) Kemampuan menghisap menurun.
4) Muntah atau diare.
5) Tonus buruk.
6) Kurang gerakan.
7) Menangis buruk.
8) Leher biasanya lemas.
9) Tanda-tanda non-spesifik
10) Hipothermia atau demam.
11) Peka rangsang.
E. PATHOFISIOLOGI
Otak dilapisi oleh tiga lapisan, yaitu: duramater, arachnoid, dan piamater. Cairan otak
dihasilkan di dalam pleksus choroid ventrikel bergerak/mengalir melalui sub arachnoid dalam
sistem ventrikuler dan seluruh otak dan sumsum tulang belakang, direabsorbsi melalui villi
arachnoid yang berstruktur seperti jari-jari di dalam lapisan subarachnoid. Organisme masuk
ke dalam aliran darah dan menyebabkan reaksi radang di dalam meningen dan di bawah
korteks, yang dapat menyebabkan trombus dan penurunan aliran darah serebral. Jaringan
serebral mengalami gangguan metabolisme akibat eksudat meningen, vaskulitis dan
hipoperfusi. Eksudat purulen dapat menyebar sampai dasar otak dan medula spinalis. Radang
juga menyebar ke dinding membran ventrikel serebral. Cairan hidung (sekret hidung) atau
sekret telinga yang disebabkan oleh fraktur tulang tengkorak dapat menyebabkan meningitis
karena hubungan langsung antara cairan otak dengan lingkungan (dunia luar),
mikroorganisme yang masuk dapat berjalan ke cairan otak melalui ruangan subarachnoid.
Adanya mikroorganisme yang patologis merupakan penyebab peradangan pada piamater,
arachnoid, cairan otak dan ventrikel.
Meningitis bakteri dimulai sebagai infeksi dari oroaring dan diikuti dengan
septikemia, yang menyebar ke meningen otak dan medula spinalis bagian atas. Meningitis
bakteri dihubungkan dengan perubahan fisiologis intrakranial, yang terdiri dari peningkatan
permeabilitas pada darah, daerah pertahanan otak (barier oak), edema serebral dan
peningkatan TIK. Faktor predisposisi mencakup infeksi jalan nafas bagian atas, otitis media,
mastoiditis, anemia sel sabit dan hemoglobinopatis lain, prosedur bedah saraf baru, trauma
kepala dan pengaruh imunologis. Saluran vena yang melalui nasofaring posterior, telinga
bagian tengah dan saluran mastoid menuju otak dan dekat saluran vena-vena meningen;
semuanya ini penghubung yang menyokong perkembangan bakteri.
Pada infeksi akut pasien meninggal akibat toksin bakteri sebelum terjadi meningitis. Infeksi
terbanyak dari pasien ini dengan kerusakan adrenal, kolaps sirkulasi dan dihubungkan dengan
meluasnya hemoragi (pada sindromWaterhouse-Friderichssen) sebagai akibat terjadinya
kerusakan endotel dan nekrosis pembuluh darah yang disebabkan oleh meningokokus.
Selain dari adanya invasi bakteri, virus, jamur maupun protozoa, point dentry
masuknya kuman juga bisa melalui trauma tajam, prosedur operasi, dan abses otak yang
pecah, penyebab lainnya adalah adanya rinorrhea, otorrhea pada fraktur bais cranii yang
memungkinkan kontaknya CSF dengan lingkungan luar.
F. PATHOFISIOLOGI
1) Meningitis tuberkulosa :
a) Isoniazid 10 20 mg/kg/24 jam oral, 2 kali sehari maksimal 500 gram selama 1 tahun.
b) Rifamfisin 10 15 mg/kg/ 24 jam oral, 1 kali sehari selama 1 tahun.
c) Streptomisin sulfat 20 40 mg/kg/24 jam sampai 1 minggu, 1 2 kali sehari, selama 3 bulan.
2) Meningitis bacterial, umur < 2 bulan :
a) Sefalosporin generasi ke 3
b) ampisilina 150 200 mg (400 gr)/kg/24 jam IV, 4 6 kali sehari.
Sefalosforin generasi ke 3.
b. Pengobatan simtomatis :
1) Diazepam IV : 0.2 0.5 mg/kg/dosis, atau rectal 0.4 0.6/mg/kg/dosis
2)
3) Turunkan panas :
a) Antipiretika : parasetamol atau salisilat 10 mg/kg/dosis.
b)
c.
Pengobatan suportif :
1) Cairan intravena.
2) Zat asam, usahakan agar konsitrasi O2 berkisar antara 30 50%.
d. Perawatan
1) Pada waktu kejang
a) Longgarkan pakaian, bila perlu dibuka.
b) Hisap lender
c) Kosongkan lambung untuk menghindari muntah dan aspirasi.
d) Hindarkan penderita dari rodapaksa (misalnya jatuh).
Cegah dekubitus dan pnemunia ortostatik dengan merubah posisi penderita sesering
mungkin.
c)
3)
Pada inkontinensia urine lakukan katerisasi. Pada inkontinensia alvi lakukan lavement.
4)
Pemantauan ketat.
a) Tekanan darah
b) Respirasi
c) Nadi
d) Produksi air kemih
e) Faal hemostasis untuk mengetahui secara dini adanya DC.
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Anamnesa
a.
2. Pengkajian fisik
a.
Manifestasi klinis
d.
Respon motorik
1)
Tanda awal : Lethargi, perubahan memori, gangguan perhatian, perubahan tingkah laku
(kepribadian)
2) Tanda penyakit lanjut: Stupor, nyeri kepala berat, nyeri otot, pupil reaktif terhadap cahaya
(photo phobia), Nistagmus, Disfungsi syaraf III,IV,VI,VII,VIII
3) Hemiparesis, hemaplegia, tonus otot menurun
4) Kaku kuduk, kernigs, Bruzinski, nyeri kepala
5) Nausea, muntah, panas, Tachicardia
b. Kriteria hasil :
1) kesadaran pasien penuh
2) TTV normal : TD 110/70 mmHg, Rr, N,
3) Pasien tidak kejang dan bisa orientasi
c.
Intervensi :
4)
5)
Kaji adanya rigiditas nuksi, gemetar, kegelisahan yang meningkat, peka rangsangan , dan
adanya serangan kejang.
2.
a.
b. Kriteia hasil :
c.
Intervensi :
3)
Intervensi :
1) Kaji TTV,
R/ untuk mengetahui TTV normal
2) Berikan Kompres hangat.
R/ untuk membantu penurunan suhu tubuh.
3)
4.
Resti defisit volume cairan b.d meningkatnya temperatur, menurunnya intake cairan
a.
b. Kriteria hasil :
c.
Intervensi :
a.
b. Intervensi :
1) Pantau adanya mual muntah dan anoreksia.
R/ untuk mengetahui nafsu makan pasien
2) Berikan asupan nutisi sedikit sedikit tapi sering.
R/ untuk memenuhi kebutuhan nutrisi pasien
6.
a.
Tujuan :
b. Intervensi :
1) Pantau status neorologi klien.
R/ untuk mengetahui status kesadaran klien.
2)
3)
4)
DAFTAR PUSTAKA
Donnad, Medical Surgical Nursing, WB Saunders, 1991.
Kapita Selekta Kedokteran FKUI, Media Aesculapius, 1982.
Brunner / Suddarth, Medical Surgical Nursing, JB Lippincot Company, Philadelphia, 1984