Anda di halaman 1dari 22

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA
1. Kinerja
1.1 Pengertian Kinerja
Kinerja dalam konteks tugas sama dengan prestasi kerja. Banyak pakar yang
telah memberikan pengertian kinerja secara umum, dan berikut adalah penjelasannya.
Kinerja adalah prestasi atau kemampuan yang dicapai oleh seseorang dalam
mengerjakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya dan
sesuai dengan standar kerja yang ditetapkan untuk mencapai suatu tujuan di dalam
organisasi (Mangkunegara, 2008).Kinerja merupakan catatan keluaran akhir pada
suatu fungsi jabatan atau seluruh aktivitas kerja dalam suatu periode tertentu yang
merupakan kombinasi antara kemampuan dan usaha untuk menghasilkan apa yang
dikerjakan, kinerja dapat berupa penampilan kerja perorangan atau kelompok. Kinerja
organisasi merupakan hasil interaksi yang kompleks dan agregasi kinerja sejumlah
individu dalam organisasi (Nasution, 2005).
Robbins berpendapat bahwa kinerja sebagai fungsi interaksi antara
kemampuan atau ability (A), motivasi atau motivation (M) dan kesempatan atau
opportunity (O); artinya kinerja merupakan fungsi dari kemampuan, motivasi dan
kesempatan (Moeheriono, 2009). Campbell (1990, dalam Jex 2002) mendefinisikan
kinerja sebagai perilaku yang diharapkan oleh organisasi dalam mencapai sasaran.
Dari berbagai pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa kinerja adalah segala
sesuatu yang berhubungan dengan gambaran sebuah proses dari pelaksanaan fungsi

Universitas Sumatera Utara

dan peran seseorang dalam organisasi pada kurun waktu tertentu yang nantinya akan
diwujudkan dalam pencapaian pelaksanaan suatu program kegiatan atau kebijakan
dalam mewujudkan sasaran dan tujuan organisasi. Menurut Kaluzny (1982) kinerja
perawat sendiri memiliki lima komponen yang terdiri dari produktifitas, efisiensi,
inovasi, kepuasan kerja dan kelangsungan hidup. Produktivitas adalah segala hal yang
terkait dengan kuantiti dan kuantitas pelayanan yang disediakan. Efisiensi adalah
rasio antara alokasi sumber daya dalam penyelesaian tugas yang diberikan dengan
total tugas yang diberikan. Inovasi adalah kemampuan untuk beradaptasi dalam
melakukan perubahan yang dapat mempengaruhi baik secara internal maupun
eksternal. Kepuasan kerja adalah tingkat kemampuan seseorang dalam bertindak
positif terhadap semua kegiatan yang diberikan organisasi dan keberlangsungan hidup
adalah kemampuan untuk berfungsi dan menegaskan persepsi jangka panjang.
1.2 Teori Kinerja
Teori kinerja yang akan dipaparkan pada kesempatan ini adalah teori kinerja
Campbell. Campbell (1990, dalam Jex 2002) membagi model kinerja ke dalam
delapan dimensi. Delapan dimensi tersebut yaitu:
1. Job specific task proficiency adalah dimensi yang menggambarkan perilaku yang
berhubungan dengan tugas utama seseorang dalam organisasi sesuai dengan
perannya. Seorang perawat memiliki beberapa peran dan salah satu peran terpenting
dari seorang perawat adalah care provider yang memiliki tugas utama memberikan
perawatan pada pasien dan keluarganya dalam bentuk asuhan keperawatan. Asuhan

Universitas Sumatera Utara

keperawatan inilah yang menjadi tugas utama dari seorang perawat yang dikerjakan
sesuai perannya yakni care provider.
2. Non-job spesific task proficiency adalah dimensi yang menggambarkan perilaku
yang harus dimiliki secara umum yang sifatnya tidak spesifik. Perawat selain
memiliki tugas utama yang telah dirumuskan, perawat juga memiliki tugas yang tidak
tertulis atau semua perawat harus memiliki hal tersebut, misalnya semua perawat
harus tersenyum ketika menyapa orang lain, ramah dan bertutur kata yang sopan
ketika berbicara. Sikap dan perilaku tersebut tidak dituliskan secara spesifik namun
perawat harus menampilkannya sebagai bentuk kinerja.
3. Written and oral communication task proficiency adalah dimensi di mana
individu harus mampu melakukan komunikasi satu dengan yang lain baik melalui
tulisan maupun verbal sebagai prasarana yang mendukung kinerja individu dalam
organisasi. Seorang perawat harus mampu melakukan komunikasi yang efektif
khususnya secara verbal kepada pasien dan keluarganya agar dapat terbina hubungan
saling percaya dan kerja sama yang baik dalam melaksanakan asuhan
keperawatan.Perawat juga harus mampu berkomunikasi secara tulisan pada saat
mendokumentasikan asuhan keperawatan agar terjalin kesinambungan pengertian
antara perawat dalam pemberian pelayanan asuhan keperawatan.
4. Demonstrating effort adalah dimensi yang menggambarkan tentang motivasi
pekerja dan komitmen mereka terhadap pekerjaan mereka. Dimensi ini adalah
dimensi yang mencoba melihat seberapa kuat keinginan seseorang dalam bekerja dan
apa yang mendorongnya untuk bekerja serta komitmen yang mereka buat sehubungan

Universitas Sumatera Utara

dengan kinerja mereka dengan organisasi. Dimensi ini merepresentasikan motivasi


seorang perawat dalam melakukan tugas utamanya terkait dengan pemberian asuhan
keperawatan kepada pasien dan keluarganya.
5. Maintaining personal discipline adalah dimensi yang menggambarkan perlakuan
yang diberikan pada pekerja yang berulang kali melakukan perilaku negatif yang
mengarah pada tindakan yang tidak produktif. Dimensi ini membahas tentang
tindakan-tindakan atau kebijaksanaan yang ditetapkan organisasi sehubungan dengan
pelanggaran-pelanggaran yang dibuat pekerja yang berimbas pada penurunan kinerja
karyawan, misalnya denda atau sanksi yang dikenakan pada perawat cenderung
memilih berbicara hal-hal yang tidak membangun pada saat jam kerja dari pada
memperhatikan pasien atau hukuman yang diberikan pada perawat ketika perawat
terlambat.
6. Facilitating peer and team performance adalah dimensi yang menggambarkan
keefektifan pekerja dalam menyelesaikan pekerjaannya pada suatu kelompok teman
sebaya. Hal ini terlihat dalam kerja sama antara perawat yang didalamnya tidak ada
senioritas atau junioritas. Kelompok ini akan lebih efektif untuk saling mengajari dan
melengkapi dalam menyelesaikan tugas sebab tidak ada pihak senior yang cenderung
memerintah junior maupun pihak junior yang cenderung diperintah oleh senior.
7. Supervision/leadership adalah dimensi yang menggambarkan salah satu aspek
kinerja yang dengan nyata diterapkan pada organisasi yang berhubungan dengan
perilaku kepemimpinan yang ada dalam organisasi. Pemimpin biasanya membantu
pekerja untuk mencapai tujuan yang ditetapkan, membantu pekerja melaksanakan

Universitas Sumatera Utara

metode kerja yang efektif dan berusaha untuk menampilkan kinerja yang baik.
Kinerja perawat dalam suatu rumah sakit dipengaruhi oleh gaya kepemimpinan di
rumah sakit tersebut. kepemimpinan yang otoriter dan mendesak akan sangat
membuat pekerja kelelahan dan mengalami penurunan kinerja.
8. Management and administration adalah dimensi yang menggambarkan struktur
dan kepengurusan organisasi itu sendiri dalam hubungannya dengan kinerja pekerja
yang ada. Dengan adanya manajemen yang baik dalam rumah sakit akan membuat
seluruh karyawan di rumah sakit tersebut teratur dan mengetahui tujuan mereka
bekerja, serta adanya evaluasi yang dilakukan sebagai kebijakan manajemen akan
membuat seluruh karyawan melakukan yang terbaik bagi rumah sakit.

Universitas Sumatera Utara

Job specific task proficiency

Non - job specific task proficiency

Written and oral communication

Demonstratig effort
JOB PERFORMANCE

Maintaining personal discipline

Facilitating peer and team


performance

Supervision/ leadership

Management and administration

Skema 2.1: Delapan Dimensi Kinerja Campbell (1990)

Menurut Campbell (1990, dalam Jex 2002) ada tiga faktor utama yang
mempengaruhi kinerja individu, yakni pengetahuan, keahlian dan motivasi.
Pengetahuan adalah faktor yang berperan besar terhadap kinerja seseorang, faktor ini
meliputi kemampuan, kepribadian, pendidikan, pelatihan dan hubungan keterkaitan
antara bakat dan pelatihan. Pengetahuan adalah dasar individu dalam mengambil
keputusan dalam situasi yang dihadapinya. Keahlian adalah kemampuan individu
untuk melakukan suatu prosedur kerja dengan tepat. Ketika pengetahuan dan keahlian

Universitas Sumatera Utara

disatukan maka pekerja tidak hanya tahu apa yang harus dilakukan tetapi pekerja juga
tahu bagaimana melakukannya dengan benar. Motivasi adalah dorongan yang timbul
pada individu secara sadar untuk berusaha melakukan tindakan tertentu untuk
mencapai tujuan tertentu.
Gibson (1988) mengelompokkan faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja
menjadi tiga kelompok variabel, yaitu: variabel individu, variabel organisasi, dan
variabel psikologi.Variabel ini kemudian memiliki sub-varibel masing-masing.
Variabel individu memiliki sub-variabel kemampuan dan keterampilan dan
demografi. Variabel psikologis memiliki sub-variabel persepsi, sikap dan motivasi.
Sedangkan variabel organisasi memiliki sub-variabel sumber daya, kepemimpinan,
imbalan, struktur, dan desain pekerjaan.
Kemampuan dan keterampilan adalah salah satu variabel penting yang
mempengaruhi kinerja seseorang, walaupun pada kenyataannya seseorang memiliki
motivasi yang tinggi dalam bekerja tapi tidak memiliki kemampuan dan keterampilan
yang mendukung maka kinerja yang akan ditampilkan akan buruk. Kemampuan dan
keterampilan memainkan peran penting dalam pencapaian kinerja seseorang (Gibson,
1988). Menurut Robbins (1991) kemampuan adalah kapasitas seseorang dalam
melakukan berbagai macam tugas atau apa yang dapat dikerjakan oleh seseorang.
Kemampuan ini pada dasarnya dibentuk dari kemampuan secara mental dan
kemampuan secara fisik. Sedangkan keterampilan menurut Gibson (1988) adalah
segala hal yang berhubungan dengan kompetensi seseorang untuk mengerjakan suatu
perosedur.

Universitas Sumatera Utara

Menurut Robbins (1991) demografi meliputi usia, jenis kelamin, status


perkawinan, jumlah keluarga yang ditanggung dan lama seseorang menjabat. Usia
menjadi suatu hal yang mempengaruhi kinerja. Pertambahan usia menyebabkan
seseorang mengalami kemunduran dalam menampilkan kinerja terbaiknya, hal ini
disebabkan oleh asumsi bahwa semakin tua seseorang maka semakin menurun
kemampuan dan keterampilan orang tersebut, terutama sekali dalam kecepatan kerja,
kecerdasan mental, kekuatan dan kepemimpinan yang akan terus menurun seiring
berjalannya waktu. Kejenuhan kerja serta kurangnya stimulus intelektual berperan
besar terhadap penuruan kinerja seseorang.
Jenis kelamin menurut Robbins (1991) mempengaruhi kinerja karena ada
perbedaan yang signifikan antara wanita dan pria dalam kemampuan pemecahan
masalah,

kemampuan

menganalisa,

kemampuan

berkompetisi,

motivasi,

kepemimpinan, kemampuan bersosialisasi, atau kemampuan dalam belajar. Status


perkawian dalam Robbins (1991) menjelaskan bahwa pekerja yang telah menikah
memiliki kinerja yang lebih baik dari pekerja yang tidak menikah. Pekerja yang
menikah memiliki jumlah absensi yang rendah dan memiliki tingkat kepuasan yang
lebih tinggi dengan pekerjaan mereka dibanding dengan pekerja yang tidak menikah.
Hal ini diasumsikan sebagai dampak meningkatnya tanggung jawab seseorang yang
telah menikah yang membuat pekerjaan mereka menjadi sesuatu yang bernilai dan
penting. Sedangkan jumlah keluarga yang ditanggung sering sekali mempengaruhi
kinerja pekerja wanita khususnya dalam hal absen dari pekerjaan dengan alasan anakanak mereka. Lama seseorang menjabat suatu posisi dalam organisasi bukan

Universitas Sumatera Utara

merupakan suatu tolak ukur yang pasti untuk menilai produktivitasnya. Pekerja yang
memiliki masa jabatan yang lama (senioritas) belum tentu memiliki produktivitas
yang lebih baik dibanding dengan pekerja yang memiliki masa jabatan yang lebih
singkat begitu juga sebaliknya.
Perilaku di tempat kerja tidak hanya dihasilkan oleh kebutuhan atau
dikendalikan oleh penampilanindividu, perilaku juga dipengaruhi oleh persepsi
individu. Pekerja memiliki persepsi tentang diri mereka sendiri, tentang orang-orang
di sekitar mereka, aturan main, dan sumber-sumber pengaturan dan kekuasaan.
Persepsi ini kemudian mempengaruhi perilaku individu dalam bekerja. Harris dan
Hartman (2002) mendefenisikan persepsi adalah pengalaman sensori di mana
individu mengobservasi perilaku orang lain, kejadian atau situasi dan kondisi yang
kemudian menginterpretasikannya untuk membangun sebuah sikap dan menjadi salah
satu faktor yang mempengaruhi perilaku individu.
Sikap adalah suatu predisposisi umum untuk berespon atau bertindak secara
positif atau negatif terhadap suatu objek atau orang yang disertai emosi positif atau
negatif. Dengan kata lain sikap adalah sebuah proses penilaian tentang hal positif atau
negatif (Maramis, 2006). Sikap sangat mempengaruhi perilaku individu dalam
menyelesaikan pekerjaannya (Robbins, 1991).
Motivasi adalah sebuah dorongan atau keinginan untuk mencapai tingkatan
usaha yag lebih tinggi ke arah tujuan organisasi atau suatu keinginan untuk berusaha
memberi pemenuhan kebutuhan individu. Motivasi individu dalam bekerja sangat
berhubungan erat dengan usaha individu, tujuan organisasi dan kebutuhan (Robbins,

Universitas Sumatera Utara

1991). Menurut Harris dan Hartman (2002) mengetahui tujuan akhir suatu organisasi
akan menimbulkan motivasi positif untuk bekerja.
Kanter (1982, dalam Gibson 1988) berpendapat bahwa kekuasaan akan
tercermin lewat adanya akses organisasi kepada sumber daya, informasi dan
dukungan serta kemampuan untuk bekerja sama dalam mengerjakan pekerjaan
penting. Kekuasaan terlihat ketika individu memiliki akses langsung untuk
memperoleh sumber daya dengan mudah, seperti uang, pekerja, teknologi, bahan
baku dan konsumen. Beberapa organisasi besar dapat dengan mudah memiliki
sumber daya yang berlimpah yang menyebabkan pekerjanya dengan segera memiliki
alat dan perlengkapan yang modern dan berkualitas tinggi untuk membantu
menyelesaikan pekerjaannya. Sedangkan organisasi yang minim dengan sumber daya
akan berjuang lebih keras untuk mencapai pencapaian terbaik mereka (Robbins,
1991)
Kepemimpinan adalah suatu usaha untuk mempengaruhi aktivitas bawahan
dengan cara berkomunikasi agar bawahan mau bekerja sama untuk mencapai tujuan
yang diinginkan. Hasil dari sebuah kepemimpinan adalah ketika seseorang
mempengaruhi bawahannya untuk menerima dan melakukan keinginan atasan tanpa
adanya desakan secara nyata (Gibson, 1988)
Imbalan adalah suatu usaha yang dilakukan oleh organisasi untuk menarik
perhatian orang yang memiliki kecakapan untuk mau bergabung dengan sebuah
organisasi, untuk mempertahankan kinerja mereka dan untuk memotivasi mereka
agar bekerja lebih baik lagi. Para pekerja menukar waktu mereka, kemampuan,

Universitas Sumatera Utara

keterampilan dan usaha untuk dihargai dengan imbalan. Hubungan antara pemberian
imbalan dengan para pekerja dikenal sebagai kontrak psikologis (Gibson, 1988).
Milles (1980, dalam Robbins 1991) mendefenisikan struktur organisasi
dibentuk untuk tujuan kelompok yang didefinisikan secara luas sebagai kontrol utama
atau sebagai pembeda bagian dalam organisasi.
Desain pekerjaan adalah usaha untuk mengidentifikasi atau mengelompokkan
kebutuhan pekerja dan organisasi yang penting dengan tujuan untuk menghilangkan
penghambat di tempat kerja.
1.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Perawat
Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja perawat dalam memberikan
pelayanan keperawatan dipengaruhi oleh beberapa hal. Faktor-faktor tersebut
menurut Al-Ahmadi (2009) meliputi kepuasan kerja dan komitmen organisasi.
Kepuasan kerja dalam pemberian pelayanan keperawatan dapat dilihat dari kepusaan
perawat akan pekerjaannya sendiri, kepuasan akan pengawasan yang diterima,
hubungan yang terbina selama bekerja seperti penerimaan yang baik dari pasien dan
keluarganya kepada perawat, adanya kerja sama yang kooperatif antara sesama
perawat dan penghargaan terkait pekerjaan yang telah mereka lakukan serta
keputusan yang mereka putuskan. Kinerja perawat juga dipengaruhi oleh kepuasan
akan imbalan jasa yang diterima serta adanya kesempatan promosi yang membuat
para perawat terpacu untuk meningkatkan kinerjanya. Selain itu kondisi pada tempat
kerja juga mempengaruhi kinerja perawat, kebutuhan merasa dibutuhkan di mata
orang lain membuat perawat terpacu untuk meningkatkan kinerjanya.

Universitas Sumatera Utara

Komitmen organisasi menurut Al-Ahmadi (2009) memiliki peranan penting


dalam mempengaruhi kinerja perawat. Komitnen organisasi ini meliputi hubungan
perawat dengan atasan dan teman sekerja, kebijakan-kebijakan organisasi, imbalan
yang diterima, penghargaan dan pengakuan, keamanan bekerja dan kesempatan untuk
berkembang. Awases (2006) melakukan penelitian tentang factors affecting
performance of professional nurses in Namibia menemukan bahwa kinerja perawat
juga dipengaruhi oleh pengetahuan dan keterampilan perawat, bentuk manajemen
rumah sakit, tujuan organisasi, penilaian kinerja dan metode penilaian kinerja yang
diterapkan oleh rumah sakit serta kebijakan rumah sakit dalam membagi shift dan
jadwal kerja perawat.
2. Penilaian Kinerja
2.1 Pengertian Penilaian Kinerja Keperawatan
Penilaian kinerja adalah suatu proses yang berkelanjutan untuk menilai
kualitas kerja personel dan usaha untuk memperbaiki cara kerja personel dalam suatu
organisasi Hall (1986, dalam Nurhaeni 2001). Penilaian kinerja adalah proses menilai
bagaimana tingkat kinerja seorang pegawai dan membandingkannya dengan harapan
organisasi mereka (Marquis & Huston, 2010). Gibson (1988) mendefinisikan
penilaian kinerja adalah sebuah penilaian formal yang sistematik tentang kinerja
seorang pekerja dan pembangunan potensial di masa yang akan datang.
Penilaian kinerja keperawatan sendiri adalah salah satu upaya menejemen
rumah sakit yang bertujuan untuk memperbaiki dan meningkatkan kinerja perawat
dalam memberikan pelayanan kesehatan. Menurut Swanburg (1987, dalam Nursalam

Universitas Sumatera Utara

2007), penilaian kinerja merupakan suatu komponen dari sistem manajemen yang
digunakan organisasi untuk memotivasi pekerja dan digunakan secara efektif dalam
mengarahkan perilaku pegawai dalam rangka menghasilkan jasa keperawatan yang
berkualitas tinggi.
2.2 Aspek Penilaian Kinerja Perawat
Penilaian kinerja perawat diukur melalui standar praktik keperawatan yang
ada. Penilaian kinerja perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan dikatakan
baik apabila memenuhi minimal 75 % standar praktik keperawatan. Standar praktik
keperawatan itu sendiri seperti telah dijabarkan oleh PPNI (2000, dalam Nursalam
2007), mengacu pada lima tahapan proses keperawatan, yang meliputi pengkajian,
diagnosis, perencanaan, implementasi dan evaluasi. Pengkajian keperawatan adalah
proses sistematis dari pengumpulan, verifikasi dan komunikasi data tentang klien
(Potter & Perry, 1992), dengan tujuan untuk mengumpulkan data-data pasien dan
menjadikannya sebagai data dasar proses keperawatan selanjutnya.
Diagnosa keperawatan adalah suatu proses pengidentifikasian kebutuhan
perawatan kesehatan berdasarkan prioritas pemenuhan yang akan dirumuskan dalam
suatu

diagnosis

keperawatan.

Perencanaan

keperawatan

adalah

proses

pengidentifikasian tujuan, pernyataan yang menyatakan tindakan yang akan diambil


untuk mencapai tujuan sehubungan dengan pemenuhan prioritas kebutuhan pasien
dan keluarganya serta deskripsi dari kriteria evaluasi yang jelas terhadap tindakan
yang diambil (Basford & Slevin, 2002).

Universitas Sumatera Utara

Implementasi keperawatan adalah tindakan keperawatan yang diperlukan


untuk menyelesaikan rencana asuhan keperawatan sehubungan dengan pencapaian
tujuan. Evaluasi keperawatan adalah proses di mana perawat menentukan sejauh
mana tindakan perawatan telah mencapai tujuan (Potter & Perry, 1992).
Menurut Gillies (1994), hal-hal yang perlu dinilai dalam suatu penilaian
kinerja keperawatan meliputi pengetahuan, keterampilan dan sikap perawat dalam
melaksanakan asuhan keparawatan pada pasien. Pengetahuan adalah segala hal yang
berkaitan erat dengan tingkat kognitif seseorang, perawat yang memiliki pengetahuan
yang baik diharapkan untuk bersikap sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya.
Keterampilan adalah kemampuan seseorang dalam melaksanakan tugas yang
diberikan kepadanya dengan benar, sedangkan sikap adalah faktor utama pembentuk
perilaku yang berhubungan langsung dengan persepsi, kepribadian dan motivasi.
Sikap didefinisikan sebagai tingkatan kesiapan mental, kemampuan belajar melalui
pengalaman, kemampuan mempengaruhi respon seseorang terhadap orang lain, objek
atau situasi (Gibson, 1988).
ANA memiliki standar penilaian kinerja selain mengacu pada asuhan
keperawatan yang meliputi kualitas praktik perawat, pendidikan perawat, praktik
profesional perawat, collegiality, kolaborasi, tindakan etik, penggunaan sumber daya
dan penelitian (ANA, 2010)
2.3 Tujuan Penilaian Kinerja Perawat
Penilaian kinerja memiliki beberapa tujuan, menurut Gibson (1988) penilaian
kinerja dapat digunakan untuk tujuan memotivasi para pekerja dengan memberi

Universitas Sumatera Utara

pengertian tentang apa yang diharapkan mereka kerjakan dan membantu atasan untuk
mengerti hubungan yang dihasilkan antara atasan dan bawahan. Penilaian kinerja juga
berguna sebagai dasar untuk menetapkan perencanaa, pelatihan dan pembangunan.
Kelemahan dan kekurangan seperti kompetensi teknis, keterampilan berkomunikasi
dan pemecahan dari sebuah masalah dapat dianalisa dan diidentifikasi melalui
penilaian kinerja.
Kaluzny (1982) menyatakan bahwa tujuan dari sebuah penilaian kinerja
perawat adalah untuk mendapat informasi yang bertujuan untuk memutuskan
pengadaan pembangunan dan pelatihan perawat, untuk mendapatkan informasi yang
cukup mengenai keputusan personel tentang promosi, pemindahan, terminasi dan
kenaikan gaji. Selain itu penilaian kinerja perawat juga bertujuan untuk memotivasi
perawat untuk meningkatkan kinerjanya, untuk mengidentifikasi kebutuhan perawat
tentang pendidikan dan mengkaji kualitas

asuhan keperawatan yang diberikan

perawat kepada pasien.


Gillies (1994) mengemukakan penilaian kinerja perawat dilakukan dengan
tujuan membantu kepuasan pekerja untuk memperbaiki pelaksanaan kerja mereka,
memberitahu pekerja yang tidak memuaskan bahwa pelaksanaan kerja mereka kurang
serta menganjurkan metode perbaikannya, mengidentifikasi pegawai yang layak
menerima promosi atau kenaikan gaji, mengenal pegawai yang memenuhi syarat
penugasan khusus, memperbaiki komunikasi antara dirinya sendiri dan bawahan,
serta menentukan dasar untuk pelatihan karyawan yang memerlukan bimbingan
khusus.

Universitas Sumatera Utara

Hasil yang diharapkan setelah diadakannya penilaian kinerja ini adalah


adanya umpan balik dari pekerja berupa peningkatan kinerja, berkurangnya
pemindahan pekerja, adanya peningkatan motivasi untuk menampilkan kinerja yang
lebih baik, terciptanya keadilan yang dirasakan di antara sesama pekerja dan adanya
landasan pemberian penghargaan kepada pekerja (Dobbins, Cardy & Platzvieono
(1990) dalam Ishaq, Iqbal & Zahear (2009). Beer (1981, dalam Ishaq, Iqbal dan
Zahear 2009) menyatakan bahwa hasil dari sebuah penilaian kinerja yang baik
adalah adanya proses pembelajaran yang dilakukan oleh pekerja tentang diri mereka
sendiri, pengetahuan mereka dan tentang apa yang sedang mereka kerjakan serta
belajar tentang nilai-nilai manajemen.
2.4 Metode Penilaian Kinerja Perawat
Pada dasarnya penilaian yang dilakukan oleh suatu organisasi sangat
dipengaruhi oleh ukuran organisasi, skala organisasi dan tingkat kompleksitas suatu
organisasi (Moeheriono, 2009). Menurut Marquis dan Huston (2010) metode yang
digunakan dalam penilaian kinerja perawat adalah:
1. Skala peringkat
Skala peringkat adalah metode mengurutkan peringkat seseorang berdasarkan standar
yang telah disusun, yang mungkin terjadi atas deskripsi pekerjaan, perilaku yang
diinginkan, atau sifat personal. Skala peringkatmerupakan metode yang paling
banyak digunakan untuk menilai kinerja.
2. Skala dimensi pekerjaan

Universitas Sumatera Utara

Teknik ini mengharuskan skala peringkat disusun untuk setiap klasifikasi pekerjaan.
Faktor peringkat diambil dari konteks deskriptif pekerjaan tertulis.
3. Skala peringkat berdasarkan prilaku (Behaviorally Anchored Rating Scales,
BARS)
Skala peringkat berdasarkan perilaku mensyaratkan bentuk tingkat terpisah dibentuk
untuk setiap klasifikasi kerja

kemudian, seperti pada skala dimensi pekerjaan,

pegawai pada posisi kerja spesifik menejemen menggambarkan area penting


tanggung jawab. Skala pengukuran dengan metode ini dapat diterapkan khususnya
pada penilaian keterampilan yang dapat diobservasi secara fisik, bukan pada
keterampilan konseptual.
4. Daftar titik
Daftar titik adalah metode penilaian kinerja berupa beberapa pernyataan tentang
perilaku yang nantinya akan dipilih oleh masing-masing individu yang akan mewakili
perilaku kinerja yang diinginkan.
5. Esai
Metode esai sering disebut sebagai peninjauan ulang bentuk bebas. Penilai
menjelaskan dalam bentuk narasi mengenai kekuatan pegawai dan area yang
membutuhkan perkembangan dan pertumbuhan.
6. Penilaian diri
Penilaian diri merupakan metode di mana pegawai diminta untuk menyerahkan
ringkasan tertulis atau portofolio mengenai pencapaian yang terkait dengan pekerjaan
mereka dan produktivitas sebagai bagian proses penilaian diri. Ringkasan tertulis ini

Universitas Sumatera Utara

sering memberikan contoh tentang bagaimana pegawai mengimplementasikan


pedoman klinis, kriteria hasil pasien yang tercapai dan contoh dokumentasi asuhan
keperawatan.
7. Management by objective
Management by objective adalah metode yang paling baik digunkan untuk melakukan
penilaian terhadap kinerja pegawai karena menggabungkan pengkajian pegawai dan
organisasi. Pada metode ini pegawai dan organisasi sama-sama merencanakan dan
menyetujui pekerjaan, tujuan, serta tanggung jawab pekerjaan pagawai dan pada
akhirnya atasan akan menilai kinerja dengan mengacu pada tujuan yang telah
disepakati.
2.5 Jenis-Jenis Alat Penilaian Kinerja Perawat
Menurut Henderson (1984, dalam Gillies 1994) ada lima jenis alat penilaian
kinerja yang secara umum sering digunakan yang meliputi laporan tanggapan bebas,
pengurutan yang sederhana, checklist pelaksanaan kerja, penilaian grafik dan
perbandingan pilihan yang dibuat-buat.
Dalam laporan tanggapan bebas, evaluator diminta komentar dalam bentuk
tulisan menganai kualitas pelaksanaan kerja perawat dalam jabatan khusus dalam
jangka pendek waktu tertentu. Karena tidak ada petunjuk sehubungan dengan apa
yang harus dievaluasi, penilaian cenderung menjadi tidak sah disebabkan ia
mengabaikan satu atau lebih aspek penting dari deskripsi kerja pegawai. Laporan
evaluasi tanggapan bebas bisa juga kurang objektif jika ia memfokuskan hanya pada

Universitas Sumatera Utara

daerah pelaksanaan kerja perawat yang mana mempunyai perasaan kuat pada
supervisior.
Beberapa alat evaluasi menghendaki agar evaluator menggolongkan pegawai
dalam hubungan dengan rekan sekerjanyaberkenaan dengan beragamnya aspek
pelaksanaan kerja. Staf perawat khusus bisa saja digolongkan sebagai orang yang
telah menunjukkan pelaksanaan kerja tinggi di antara tujuh staf perawat di unitnya
berkenaan dengan perawatan pasien, ketiga tertinggi di dalam kelompok yang sama
berkenaan dengan mutu pengajaran pasiennya dan terendah dalam kelompok
berkenaan dengan jumlah produktifitas penelitiannya.
Checklist pelaksanaan kerja bisa terdiri atas daftar kriteria pelaksanaan kerja
untuk tugas paling penting di dalam deskripsi kerja karyawan dengan lampiran
formulir di mana evaluator dapat menyatakan apakah perawat memperlihatkan
tingkah laku yang diinginkan atau tidak karena kriteria adalah pernyataan dari tingkah
laku yang diinginkan, melihat sekilas pada isian yang lengkap menampakkan kualitas
keseluruhan dari pelaksanaan kerja total kerja perawat.
Skala penggolongan grafik adalah serangkaian hal yang mewakili aktifitas
berbeda yang termasuk dalam deskripsi kerja perawat. Supervisior menyatakan
kualitas pelaksanaan kerja perawat dalam setiap aktivitas dengan cara mengecek hal
yang cocok dalam skala numerik atau dengan memilih ungkapan yang sesuai dalam
serangkaian susunan.
Perbandingan pilihan yang dibuat-buat, evaluator memilih pernyataanpernyataan deskriptif dari sekelompok pernyataan deskriptif berbobot yang terbaik

Universitas Sumatera Utara

menggambarkan perawat yang sedang dievaluasi dan yang terendah yang


menggambarkan dirinya. Hal-hal yang disukai dan tidak dikelompokkan, sehingga
evaluator dipaksa untuk memilih beberapa pernyataan hal yang tidak disukai maupun
yang disukai guna menggambarkan pelaksanaan kerja perawat. Ciri-ciri terakhir ini
meniadakan kecenderungan yang mengarah kepada kelonggaran yang diperlihatkan
oleh beberapa evaluator. Pernyataan deskriptif yang menyusun isian tersebut
diartikan menurut kemampuan mereka untuk meramal sukses dalam jabatan yang
sedang dipertimbangkan. Karena supervisior yang menggunakan isian tidak
mengetahui kemampuan prediktif masing-masing soal, ia tidak bisa membohongi
skor akhir dengan sengaja menurut arah positif atau negatif.
2.6 Permasalahan dalam Penilaian Kinerja
Agar objektif menilai bawahan, manajer perawat harus berjuang untuk
mengatasi dua katagori prasangka, yang umumnya berkenaan dengan halo effect dan
horn effect. Halo effect atau pengaruh mahkota keagungan adalah tendensi untuk
menilai pelaksanaan kerja bawahan terlalu tinggi karena beberapa alasan (Gillies,
1994). Pegawai yang berkepribadian menyenangkan atau memiliki keterampilan
sosial yang tinggi cocok untuk menerima penilaian kinerja yang lebih tinggi daripada
kualitas kerjanya yang akan membenarkan secara sederhana karena manajer secara
tidak sadar menyamaratakan kesukaan pribadinya terhadap individu guna menerima
kerjanya. Seorang bawahan yang berkinerja baik di masa lalu namun kerjanya yang
sekarang tidak diamati secara dekat oleh manajer sehingga dianggap tidak ada
peningkatan kinerja, mungkin diberikan penilaian terlalu tinggi oleh manajernya.

Universitas Sumatera Utara

Seorang pegawai yang kinerjanya pertengahan sepanjang tahun sebelumnya, tetapi


telah menunjukan kinerja yang luar biasa atau telah menerima penghargaan yang
mengesankan dalam beberapa dari hari evaluasi, pelaksanaan kerja tahunannya,
cenderung diberi penilaian yang lebih tinggi daripada kinerja tahuan yang ia terima
secara keseluruhan karena perhatian manajer difokuskan kepada keberhasilan pekerja
yang baru saja diterima. Seorang bawahan yang berbagi keahlian klinis dengan
manajer, minat penelitian atau kebiasaan tingkah laku yang sama biasanya menerima
penilaian yang lebih tinggi daripada yang selayaknya ia terima karena manajer
cenderung lebih suka pada minat dan kecenderungan yang sama dengan dirinya.
Horn effect adalah kecenderungan untuk menilai pegawai lebih rendah deri
kinerja yang sebenarnya karena suatu alasan (Gillies, 1994). Seorang pegawai yang
kinerjanya di atas rata-rata sepanjang tahun sebelumnya namun dalam beberapa hari
penilaian kinerja tahunannya telah melakukan kesalahan besar yang tercamkan dalam
ingatan manajer. Seorang pegawai yang kinerjanya di atas rata-rata tetapi cenderung
untuk membantah secara terbuka pada manajernya, memperoleh penilaian yang lebih
rendah dari yang seharusnya ia peroleh karena kegagalan pegawai untuk mendukung
pendapat dan saran manajer. Seorang pegawai yang kualitas kinerjanya tinggi namun
gagal untuk menyesuaikan diri dengan selera ideal berpakaian dan tingkah laku
manajernya maka bagi pegawai unit kerja itu cenderung menerima pengurutan yang
lebih rendah dari yang seharusnya ia peroleh karena manajer tersebut secara tidak
sadar menyamaratakan penolakannya terhadap cara berpakaian dan cara menolak
pekerjaannya. Seorang pegawai yang kinerjanya di atas rata-rata tapi berhubungan

Universitas Sumatera Utara

dengan pegawai yang berkinerja buruk cenderung menerima pengurutan yang lebih
rendah dari yang seharusnya karena manajer cenderung menilai bawahan berdasarkan
perusahaan yang mereka pegang ketimbang kinerja secara individual.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai