TINJAUAN PUSTAKA
1. Kinerja
1.1 Pengertian Kinerja
Kinerja dalam konteks tugas sama dengan prestasi kerja. Banyak pakar yang
telah memberikan pengertian kinerja secara umum, dan berikut adalah penjelasannya.
Kinerja adalah prestasi atau kemampuan yang dicapai oleh seseorang dalam
mengerjakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya dan
sesuai dengan standar kerja yang ditetapkan untuk mencapai suatu tujuan di dalam
organisasi (Mangkunegara, 2008).Kinerja merupakan catatan keluaran akhir pada
suatu fungsi jabatan atau seluruh aktivitas kerja dalam suatu periode tertentu yang
merupakan kombinasi antara kemampuan dan usaha untuk menghasilkan apa yang
dikerjakan, kinerja dapat berupa penampilan kerja perorangan atau kelompok. Kinerja
organisasi merupakan hasil interaksi yang kompleks dan agregasi kinerja sejumlah
individu dalam organisasi (Nasution, 2005).
Robbins berpendapat bahwa kinerja sebagai fungsi interaksi antara
kemampuan atau ability (A), motivasi atau motivation (M) dan kesempatan atau
opportunity (O); artinya kinerja merupakan fungsi dari kemampuan, motivasi dan
kesempatan (Moeheriono, 2009). Campbell (1990, dalam Jex 2002) mendefinisikan
kinerja sebagai perilaku yang diharapkan oleh organisasi dalam mencapai sasaran.
Dari berbagai pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa kinerja adalah segala
sesuatu yang berhubungan dengan gambaran sebuah proses dari pelaksanaan fungsi
dan peran seseorang dalam organisasi pada kurun waktu tertentu yang nantinya akan
diwujudkan dalam pencapaian pelaksanaan suatu program kegiatan atau kebijakan
dalam mewujudkan sasaran dan tujuan organisasi. Menurut Kaluzny (1982) kinerja
perawat sendiri memiliki lima komponen yang terdiri dari produktifitas, efisiensi,
inovasi, kepuasan kerja dan kelangsungan hidup. Produktivitas adalah segala hal yang
terkait dengan kuantiti dan kuantitas pelayanan yang disediakan. Efisiensi adalah
rasio antara alokasi sumber daya dalam penyelesaian tugas yang diberikan dengan
total tugas yang diberikan. Inovasi adalah kemampuan untuk beradaptasi dalam
melakukan perubahan yang dapat mempengaruhi baik secara internal maupun
eksternal. Kepuasan kerja adalah tingkat kemampuan seseorang dalam bertindak
positif terhadap semua kegiatan yang diberikan organisasi dan keberlangsungan hidup
adalah kemampuan untuk berfungsi dan menegaskan persepsi jangka panjang.
1.2 Teori Kinerja
Teori kinerja yang akan dipaparkan pada kesempatan ini adalah teori kinerja
Campbell. Campbell (1990, dalam Jex 2002) membagi model kinerja ke dalam
delapan dimensi. Delapan dimensi tersebut yaitu:
1. Job specific task proficiency adalah dimensi yang menggambarkan perilaku yang
berhubungan dengan tugas utama seseorang dalam organisasi sesuai dengan
perannya. Seorang perawat memiliki beberapa peran dan salah satu peran terpenting
dari seorang perawat adalah care provider yang memiliki tugas utama memberikan
perawatan pada pasien dan keluarganya dalam bentuk asuhan keperawatan. Asuhan
keperawatan inilah yang menjadi tugas utama dari seorang perawat yang dikerjakan
sesuai perannya yakni care provider.
2. Non-job spesific task proficiency adalah dimensi yang menggambarkan perilaku
yang harus dimiliki secara umum yang sifatnya tidak spesifik. Perawat selain
memiliki tugas utama yang telah dirumuskan, perawat juga memiliki tugas yang tidak
tertulis atau semua perawat harus memiliki hal tersebut, misalnya semua perawat
harus tersenyum ketika menyapa orang lain, ramah dan bertutur kata yang sopan
ketika berbicara. Sikap dan perilaku tersebut tidak dituliskan secara spesifik namun
perawat harus menampilkannya sebagai bentuk kinerja.
3. Written and oral communication task proficiency adalah dimensi di mana
individu harus mampu melakukan komunikasi satu dengan yang lain baik melalui
tulisan maupun verbal sebagai prasarana yang mendukung kinerja individu dalam
organisasi. Seorang perawat harus mampu melakukan komunikasi yang efektif
khususnya secara verbal kepada pasien dan keluarganya agar dapat terbina hubungan
saling percaya dan kerja sama yang baik dalam melaksanakan asuhan
keperawatan.Perawat juga harus mampu berkomunikasi secara tulisan pada saat
mendokumentasikan asuhan keperawatan agar terjalin kesinambungan pengertian
antara perawat dalam pemberian pelayanan asuhan keperawatan.
4. Demonstrating effort adalah dimensi yang menggambarkan tentang motivasi
pekerja dan komitmen mereka terhadap pekerjaan mereka. Dimensi ini adalah
dimensi yang mencoba melihat seberapa kuat keinginan seseorang dalam bekerja dan
apa yang mendorongnya untuk bekerja serta komitmen yang mereka buat sehubungan
metode kerja yang efektif dan berusaha untuk menampilkan kinerja yang baik.
Kinerja perawat dalam suatu rumah sakit dipengaruhi oleh gaya kepemimpinan di
rumah sakit tersebut. kepemimpinan yang otoriter dan mendesak akan sangat
membuat pekerja kelelahan dan mengalami penurunan kinerja.
8. Management and administration adalah dimensi yang menggambarkan struktur
dan kepengurusan organisasi itu sendiri dalam hubungannya dengan kinerja pekerja
yang ada. Dengan adanya manajemen yang baik dalam rumah sakit akan membuat
seluruh karyawan di rumah sakit tersebut teratur dan mengetahui tujuan mereka
bekerja, serta adanya evaluasi yang dilakukan sebagai kebijakan manajemen akan
membuat seluruh karyawan melakukan yang terbaik bagi rumah sakit.
Demonstratig effort
JOB PERFORMANCE
Supervision/ leadership
Menurut Campbell (1990, dalam Jex 2002) ada tiga faktor utama yang
mempengaruhi kinerja individu, yakni pengetahuan, keahlian dan motivasi.
Pengetahuan adalah faktor yang berperan besar terhadap kinerja seseorang, faktor ini
meliputi kemampuan, kepribadian, pendidikan, pelatihan dan hubungan keterkaitan
antara bakat dan pelatihan. Pengetahuan adalah dasar individu dalam mengambil
keputusan dalam situasi yang dihadapinya. Keahlian adalah kemampuan individu
untuk melakukan suatu prosedur kerja dengan tepat. Ketika pengetahuan dan keahlian
disatukan maka pekerja tidak hanya tahu apa yang harus dilakukan tetapi pekerja juga
tahu bagaimana melakukannya dengan benar. Motivasi adalah dorongan yang timbul
pada individu secara sadar untuk berusaha melakukan tindakan tertentu untuk
mencapai tujuan tertentu.
Gibson (1988) mengelompokkan faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja
menjadi tiga kelompok variabel, yaitu: variabel individu, variabel organisasi, dan
variabel psikologi.Variabel ini kemudian memiliki sub-varibel masing-masing.
Variabel individu memiliki sub-variabel kemampuan dan keterampilan dan
demografi. Variabel psikologis memiliki sub-variabel persepsi, sikap dan motivasi.
Sedangkan variabel organisasi memiliki sub-variabel sumber daya, kepemimpinan,
imbalan, struktur, dan desain pekerjaan.
Kemampuan dan keterampilan adalah salah satu variabel penting yang
mempengaruhi kinerja seseorang, walaupun pada kenyataannya seseorang memiliki
motivasi yang tinggi dalam bekerja tapi tidak memiliki kemampuan dan keterampilan
yang mendukung maka kinerja yang akan ditampilkan akan buruk. Kemampuan dan
keterampilan memainkan peran penting dalam pencapaian kinerja seseorang (Gibson,
1988). Menurut Robbins (1991) kemampuan adalah kapasitas seseorang dalam
melakukan berbagai macam tugas atau apa yang dapat dikerjakan oleh seseorang.
Kemampuan ini pada dasarnya dibentuk dari kemampuan secara mental dan
kemampuan secara fisik. Sedangkan keterampilan menurut Gibson (1988) adalah
segala hal yang berhubungan dengan kompetensi seseorang untuk mengerjakan suatu
perosedur.
kemampuan
menganalisa,
kemampuan
berkompetisi,
motivasi,
merupakan suatu tolak ukur yang pasti untuk menilai produktivitasnya. Pekerja yang
memiliki masa jabatan yang lama (senioritas) belum tentu memiliki produktivitas
yang lebih baik dibanding dengan pekerja yang memiliki masa jabatan yang lebih
singkat begitu juga sebaliknya.
Perilaku di tempat kerja tidak hanya dihasilkan oleh kebutuhan atau
dikendalikan oleh penampilanindividu, perilaku juga dipengaruhi oleh persepsi
individu. Pekerja memiliki persepsi tentang diri mereka sendiri, tentang orang-orang
di sekitar mereka, aturan main, dan sumber-sumber pengaturan dan kekuasaan.
Persepsi ini kemudian mempengaruhi perilaku individu dalam bekerja. Harris dan
Hartman (2002) mendefenisikan persepsi adalah pengalaman sensori di mana
individu mengobservasi perilaku orang lain, kejadian atau situasi dan kondisi yang
kemudian menginterpretasikannya untuk membangun sebuah sikap dan menjadi salah
satu faktor yang mempengaruhi perilaku individu.
Sikap adalah suatu predisposisi umum untuk berespon atau bertindak secara
positif atau negatif terhadap suatu objek atau orang yang disertai emosi positif atau
negatif. Dengan kata lain sikap adalah sebuah proses penilaian tentang hal positif atau
negatif (Maramis, 2006). Sikap sangat mempengaruhi perilaku individu dalam
menyelesaikan pekerjaannya (Robbins, 1991).
Motivasi adalah sebuah dorongan atau keinginan untuk mencapai tingkatan
usaha yag lebih tinggi ke arah tujuan organisasi atau suatu keinginan untuk berusaha
memberi pemenuhan kebutuhan individu. Motivasi individu dalam bekerja sangat
berhubungan erat dengan usaha individu, tujuan organisasi dan kebutuhan (Robbins,
1991). Menurut Harris dan Hartman (2002) mengetahui tujuan akhir suatu organisasi
akan menimbulkan motivasi positif untuk bekerja.
Kanter (1982, dalam Gibson 1988) berpendapat bahwa kekuasaan akan
tercermin lewat adanya akses organisasi kepada sumber daya, informasi dan
dukungan serta kemampuan untuk bekerja sama dalam mengerjakan pekerjaan
penting. Kekuasaan terlihat ketika individu memiliki akses langsung untuk
memperoleh sumber daya dengan mudah, seperti uang, pekerja, teknologi, bahan
baku dan konsumen. Beberapa organisasi besar dapat dengan mudah memiliki
sumber daya yang berlimpah yang menyebabkan pekerjanya dengan segera memiliki
alat dan perlengkapan yang modern dan berkualitas tinggi untuk membantu
menyelesaikan pekerjaannya. Sedangkan organisasi yang minim dengan sumber daya
akan berjuang lebih keras untuk mencapai pencapaian terbaik mereka (Robbins,
1991)
Kepemimpinan adalah suatu usaha untuk mempengaruhi aktivitas bawahan
dengan cara berkomunikasi agar bawahan mau bekerja sama untuk mencapai tujuan
yang diinginkan. Hasil dari sebuah kepemimpinan adalah ketika seseorang
mempengaruhi bawahannya untuk menerima dan melakukan keinginan atasan tanpa
adanya desakan secara nyata (Gibson, 1988)
Imbalan adalah suatu usaha yang dilakukan oleh organisasi untuk menarik
perhatian orang yang memiliki kecakapan untuk mau bergabung dengan sebuah
organisasi, untuk mempertahankan kinerja mereka dan untuk memotivasi mereka
agar bekerja lebih baik lagi. Para pekerja menukar waktu mereka, kemampuan,
keterampilan dan usaha untuk dihargai dengan imbalan. Hubungan antara pemberian
imbalan dengan para pekerja dikenal sebagai kontrak psikologis (Gibson, 1988).
Milles (1980, dalam Robbins 1991) mendefenisikan struktur organisasi
dibentuk untuk tujuan kelompok yang didefinisikan secara luas sebagai kontrol utama
atau sebagai pembeda bagian dalam organisasi.
Desain pekerjaan adalah usaha untuk mengidentifikasi atau mengelompokkan
kebutuhan pekerja dan organisasi yang penting dengan tujuan untuk menghilangkan
penghambat di tempat kerja.
1.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Perawat
Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja perawat dalam memberikan
pelayanan keperawatan dipengaruhi oleh beberapa hal. Faktor-faktor tersebut
menurut Al-Ahmadi (2009) meliputi kepuasan kerja dan komitmen organisasi.
Kepuasan kerja dalam pemberian pelayanan keperawatan dapat dilihat dari kepusaan
perawat akan pekerjaannya sendiri, kepuasan akan pengawasan yang diterima,
hubungan yang terbina selama bekerja seperti penerimaan yang baik dari pasien dan
keluarganya kepada perawat, adanya kerja sama yang kooperatif antara sesama
perawat dan penghargaan terkait pekerjaan yang telah mereka lakukan serta
keputusan yang mereka putuskan. Kinerja perawat juga dipengaruhi oleh kepuasan
akan imbalan jasa yang diterima serta adanya kesempatan promosi yang membuat
para perawat terpacu untuk meningkatkan kinerjanya. Selain itu kondisi pada tempat
kerja juga mempengaruhi kinerja perawat, kebutuhan merasa dibutuhkan di mata
orang lain membuat perawat terpacu untuk meningkatkan kinerjanya.
2007), penilaian kinerja merupakan suatu komponen dari sistem manajemen yang
digunakan organisasi untuk memotivasi pekerja dan digunakan secara efektif dalam
mengarahkan perilaku pegawai dalam rangka menghasilkan jasa keperawatan yang
berkualitas tinggi.
2.2 Aspek Penilaian Kinerja Perawat
Penilaian kinerja perawat diukur melalui standar praktik keperawatan yang
ada. Penilaian kinerja perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan dikatakan
baik apabila memenuhi minimal 75 % standar praktik keperawatan. Standar praktik
keperawatan itu sendiri seperti telah dijabarkan oleh PPNI (2000, dalam Nursalam
2007), mengacu pada lima tahapan proses keperawatan, yang meliputi pengkajian,
diagnosis, perencanaan, implementasi dan evaluasi. Pengkajian keperawatan adalah
proses sistematis dari pengumpulan, verifikasi dan komunikasi data tentang klien
(Potter & Perry, 1992), dengan tujuan untuk mengumpulkan data-data pasien dan
menjadikannya sebagai data dasar proses keperawatan selanjutnya.
Diagnosa keperawatan adalah suatu proses pengidentifikasian kebutuhan
perawatan kesehatan berdasarkan prioritas pemenuhan yang akan dirumuskan dalam
suatu
diagnosis
keperawatan.
Perencanaan
keperawatan
adalah
proses
pengertian tentang apa yang diharapkan mereka kerjakan dan membantu atasan untuk
mengerti hubungan yang dihasilkan antara atasan dan bawahan. Penilaian kinerja juga
berguna sebagai dasar untuk menetapkan perencanaa, pelatihan dan pembangunan.
Kelemahan dan kekurangan seperti kompetensi teknis, keterampilan berkomunikasi
dan pemecahan dari sebuah masalah dapat dianalisa dan diidentifikasi melalui
penilaian kinerja.
Kaluzny (1982) menyatakan bahwa tujuan dari sebuah penilaian kinerja
perawat adalah untuk mendapat informasi yang bertujuan untuk memutuskan
pengadaan pembangunan dan pelatihan perawat, untuk mendapatkan informasi yang
cukup mengenai keputusan personel tentang promosi, pemindahan, terminasi dan
kenaikan gaji. Selain itu penilaian kinerja perawat juga bertujuan untuk memotivasi
perawat untuk meningkatkan kinerjanya, untuk mengidentifikasi kebutuhan perawat
tentang pendidikan dan mengkaji kualitas
Teknik ini mengharuskan skala peringkat disusun untuk setiap klasifikasi pekerjaan.
Faktor peringkat diambil dari konteks deskriptif pekerjaan tertulis.
3. Skala peringkat berdasarkan prilaku (Behaviorally Anchored Rating Scales,
BARS)
Skala peringkat berdasarkan perilaku mensyaratkan bentuk tingkat terpisah dibentuk
untuk setiap klasifikasi kerja
daerah pelaksanaan kerja perawat yang mana mempunyai perasaan kuat pada
supervisior.
Beberapa alat evaluasi menghendaki agar evaluator menggolongkan pegawai
dalam hubungan dengan rekan sekerjanyaberkenaan dengan beragamnya aspek
pelaksanaan kerja. Staf perawat khusus bisa saja digolongkan sebagai orang yang
telah menunjukkan pelaksanaan kerja tinggi di antara tujuh staf perawat di unitnya
berkenaan dengan perawatan pasien, ketiga tertinggi di dalam kelompok yang sama
berkenaan dengan mutu pengajaran pasiennya dan terendah dalam kelompok
berkenaan dengan jumlah produktifitas penelitiannya.
Checklist pelaksanaan kerja bisa terdiri atas daftar kriteria pelaksanaan kerja
untuk tugas paling penting di dalam deskripsi kerja karyawan dengan lampiran
formulir di mana evaluator dapat menyatakan apakah perawat memperlihatkan
tingkah laku yang diinginkan atau tidak karena kriteria adalah pernyataan dari tingkah
laku yang diinginkan, melihat sekilas pada isian yang lengkap menampakkan kualitas
keseluruhan dari pelaksanaan kerja total kerja perawat.
Skala penggolongan grafik adalah serangkaian hal yang mewakili aktifitas
berbeda yang termasuk dalam deskripsi kerja perawat. Supervisior menyatakan
kualitas pelaksanaan kerja perawat dalam setiap aktivitas dengan cara mengecek hal
yang cocok dalam skala numerik atau dengan memilih ungkapan yang sesuai dalam
serangkaian susunan.
Perbandingan pilihan yang dibuat-buat, evaluator memilih pernyataanpernyataan deskriptif dari sekelompok pernyataan deskriptif berbobot yang terbaik
dengan pegawai yang berkinerja buruk cenderung menerima pengurutan yang lebih
rendah dari yang seharusnya karena manajer cenderung menilai bawahan berdasarkan
perusahaan yang mereka pegang ketimbang kinerja secara individual.