Anda di halaman 1dari 17

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1

Sejarah Museum Aditywarman

Sejarah museum di Indonesia diawali dari Bataviaasch Genootschap van


Kunsten en Westenschappen (Perkumpulan Batavia untuk memajukan kesenian
dan Ilmu Pengetahuan) di Jakarta pada tanggal 14 April 1778. Museum ini
memiliki slogan Ten nutten van het gemmen yang berarti untuk kepentingan
umum. Museum ini berisi buku-buku dan benda-benda ilmu pengetahuan alam,
sosial, dan budaya. Museum ini mengkhususkan pada bidang bahasa ilmu murni,
dan ilmu bangsa-bangsa yang anggotanya adalah tokoh-tokoh pemerintah,
perbankan, dan perdagangan.
Museum Adityawarman berada di pusat Kota Padang, Provinsi Sumatera
Barat dan sudah mulai dibangun pada tahun 1974 yang kemudian diresmikan
tanggal 16 Maret 1977. Pemberian nama Adityawarman Pada tanggal 28 Mei
1979, yang nama sebelumnya adalam Museum Negeri Provinsi Sumatera Barat.
Nama Adityawarman dikutib dari nama seorang penguasa atau Raja besar yang
dulunya pernah berkuasa di Minangkabau abad XIV Masehi. Tentang
kebesarannya dapat kita ketahui melalui peninggalannya berupa prasasti yang
terdapat di Saruaso, Lima Kaum, Pagaruyung, dsb., serta arca Bhairawa (sekarang
berada di Museum Nasional-Jakarta) dan candi Padang Roco didaerah Kabupaten
Dhamasraya.

Sesuai dengan SK. Pemda Tingkat II Padang No. 307/SDTK/XVII-74


tanggal 8 Agustus 1974. Museum ini berlokasi di komplek Lapangan Tugu Jl.
Diponegoro Padang. Dibangun di atas tanah seluas 2,5 Ha ditumbuhi 100 jenis
tanaman berupa pohon pelindung, tanaman hias dan apotek hidup.
Lokasi ini dulunya dikenal dengan Taman Melati, sebuah taman tempat
bermain warga Kota Padang. Pada zaman penjajahan Belanda di lokasi ini berdiri
Tugu Michells yang pada masa penjajahan Jepang menurut ceritanya, tugu ini
diruntuhkan dan besi-besinya dibawa ke negeri Jepang. Museum sebagai lembaga
pelestarian warisan budaya melaksanakan kegiatan penerbitan, seminar,
pergelaran/lomba, museum masuk sekolah, penyuluhan Budaya.
Ruang utama museum menampilkan diaroma yang mempresentasikan
sistem adat yang dimiliki oleh masyarakat Minang dengan penjelas tersturktur
mengenai hubungan kekerabatan dalam Adat Minangkabau. Berbeda dari daerahdaerah lainnya di Indonesia yang pada umumnya memegang sistem kekerabatan
patrilineal, Minangkabau sendiri menggunakan sistem matrilineal sehingga
perempuan memegang pengaruh kuat di Minangkabau. Aktivitas perempuan
minang dipaparkan dengan apik di area museum. Mulai dari mengasuh anak,
memasak untuk keluarga dan lingkungan lebih luas, sampai tradisi lisan yang
berupa pantun sebagai sarana ibu menanamkan nilai kehidupan bagi anak.
Kesenian banyak ditampilkan dalam upacara-upacara adat, salah satunya adalah
upacara pernikahan. Di salah satu sudut museum terdapat ruang peragaan
pelaminan pernikahan adat minang. Tentu saja ruangan ini menjadi salah satu
yang paling diminati oleh pengunjung

Museum Adityawarman adalah sebuah museum budaya yang terpenting di


provinsi Sumatera Barat. Museum ini difungsikan sebagai sebuah tempat untuk
menyimpan dan juga melestarikan benda-benda bersejarah seperti halnya cagar
budaya yang berasal dari Minangkabau, cagar budaya dari Mentawai dan cagar
budaya seluruh Nusantara. Untuk menjaga kelestarian dari koleksi benda-benda
yang bernilai sejarah tersebut, pemerintah kawasan setempat juga membentuk
sebuah tim kecil yang tugasnya adalah sebagai sebagai tenaga educator,
preparator, konservator serta pustakawan. Lokasinya berada di jl. Diponegoro no:
10 , Kota Padang, Provinsi Sumatera Barat.

Sturuktur Organisasi UPTD Museum Adityawarman


Dinas Pendidikan dan Kebudayaan
Provinsi Sumatera Barat

KEPALA
NOVIYANTY.A.SH,MM
Pembina Tk I IV/b
NIP. 19671124 199303 2 004

KASI PELAYANAN
PENGUNJUNG DAN TAMU

Drs. Yulnefis, M. pd
Pembina Tk I/IV/b
NIP.19590611 198602 1 001

KASI PEMELIHARAAN
PERAWATAN PENYAJIAN
(P3)

Drs. RizaMutia
Penata TK.I/III/d
NIP. 19630810 199203 2 001

KASUBAG TATA
USAHA
Zentrianto, S.sos
Penata Tk I/III/d
NIP. 19740604 199503 3
001

Anggota:

Anggota:

Anggota

1. Ernawati

1. Arman

1. Rinaldi

2, Dipa Bastian

2. Asril

3. Afrida

3. Armus

3. Eri Syanto

4. Sri Muhar Devi

4. Daswarman

4. Kembang J

5. Syamsul Fahmi

5. Rianny

5. Suhatni

2. Ratna Wilis

6. Yasni

Tugas dan wewenang dari setiap jabatan di Museum Adityawarman


sebagai berikut :
1;

Kepala Museum
Kepala

Museum

bertugas

memimpin,

mengendalikan

dan

mengkoordinasikan sebagian tugas pokok UPTD Museum sesuai


kebijakan yang ditetapkan oleh kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
serta peraturan perundangan yang berlaku.
2;

Kasubag Tata Usaha


Menyusun program kerja tahunan sub bagian dan mempersiapkan
penyusunan program kerja tahunan Museum.

3;

Melakukan urusan administrasi, umum dan rumah tangga.

Melakukan urusan kepegawaian, perencanaan dan keuangan.

Melaksanakan evaluasi dan pelaporan.

Kasi Pemeliharaan, Perawatan, dan Penyajian

Menyusun rencana dan program pengumpulan, penelitian,


pengelolaan koleksi sejarah kebudayaan dan sejarah alam daerah.

Mengelola,

menganalisa

dan

menyajikan

koleksi

sejarah

kebudayaan dan sejarah alam daerah.

Melakukan kegiatan dan usaha konservasi preventif dan kuratif


serta pemeliharaan di dalam ruang pameran dan studi koleksi.

Melakukan kegiatan dan usaha restorasi dan reproduksi koleksi


yang meliputi perbaikan koleksi, pembuatan replikasi dan
reproduksi foto, pembuatan slide, film dan rekaman koleksi.

4;

Menyampaikan laporan seksi.

Kasi Pelayanan Pengunjung dan Tamu

Menyusun rencana program kerja tahunan seksi

Membantu kegiatan dan usaha bimbingan dan pelayanan.

Melaksanakan program dan usaha publikasi Museum.

Membantu pelaksanaan Teknis Museum Lokal dan Swasta seSumatera Barat.

Membimbing keterampilan/kemampuan staf seksi pelayanan


pengunjung dan tamu.

Melakukan penyusunan laporan kegiatan Teknis Tengah tahunan


dan tahunan seksi.

4.2;

Melakukan evaluasi dan penyampaian laporan seksi.

Penilaian Aset Bersejarah pada Museum Adityawarman

Aspek penting dari aset adalah aspek penilaian. Secara teoritis, penilaian
merupakan penentuan jumlah rupiah suatu laporan keuangan yang akan disajikan
dalam laporan keuangan. Meskipun secara konseptual banyak metode yang dapat
digunakan dalam penilaian aset namun tidak semua aset mudah untuk dinilai,
salah satunya aset bersejarah.
Aset bersejarah merupakan barang publik yang berharga dan membawa
atribut- atribut unik yang berkaitan dengan budaya, sejarah, pendidikan/
pengetahuan, lingkungan yang dilestarikan dan dipertahankan keberadaannya
dalam waktu yang tidak terbatas. Aset bersejarah merupakan bagian dari aset
pemerintah yang bernilai. Melakukan penilaian terhadap aset bersejarah memang
tidak mudah untuk dilakukan. Berbagai macam alasan melatarbelakangi hal
tersebut, diantaranya karena aset bersejarah tidak dimanfaatkan untuk mencari
pendapatan dan keuntungan akan tetapi aset bersejarah merupakan peninggalan

kebudayaan yang perlu dilestarikan. Hal ini seperti yang dikatakan oleh Buk Riza
Mutia:
Aset bersejarah disini ada nilainya, tapi tidak berbentuk Rupiah. Dalam
arti tidak untuk diperjualbelikan. Barang yang ada di Museum ini udah jadi milik
pemerintah, tidak ada nilai Rupiahnya. Tapi penilaian disini tak terhingga
nilainya, seperti adanya nilai-nilai unsur budaya dan sejarah didalamnya.
Bagi seseorang yang sudah bersinggungan dengan aset bersejarah,
khususnya pihak pengelola, aset bersejarah diyakini memiliki nilai yang tak
terhingga tidak mudah bagi mereka untuk menentukan berapa nilai aset tersebut.
Menilai aset bersejarah dianggap terlalu tabu, karena suatu aset yang tak ternilai
harganya tersebut jika dinilai dalam bentuk moneter maka tidak akan ada nilai
nominal yang mampu mewakilinya.
Penilaian atas aset bersejarah ini tidak mengalami proses penilaian yang
rutin setiap tahunnya. Selama ini penilaian aset bersejarah hanya benda yang
berwujud gedung dan bangunan padahal banyak benda-benda lain yang
merupakan asset bersejarah seperti alat musik, pakaian tradisonal, dan lain
sebagainya. Hasil dari wawancara dengan informan dapat diketahui bahwa aset
bersejarah ini tidak mengalami penyusutan. Artinya aset bersejarah ini walaupun
sudah berusia puluhan tahun, ratusan tahun atau bahkan ribuan tahun tidak akan
mengalami pengurangan nilai. Hal tersebut dapat dilihat dari pernyataan yang
disampaikan oleh Ibuk Riza Mutia, Kasi Pemeliharaan Perawatan Penyajian (P3)
berikut ini :
Aset disini tidak ada penyusutannya, apabila koleksi disini mengalami
kerusakan yang tidak dapat diperbaiki maka kami akan menyimpannya
dan tidak diperlihatkan kepada pengunjung. Seperti kerusakan besar yang
terjadi pada saat gempa besat tahun 2009 itu koleksi banyak yang pecah.

Kesulitan dalam melakukan penilaian terhadap Museum Adityawarman


sebagai tempat menyimpannya aset bersejarah dapat dikaitkan dengan makna aset
bersejarah yang terungkap pada penelitian ini. Berbagai macam metode dapat
digunakan dalam menilai suatu aset, diantaranya historical cost dan fair value.
Aset bersejarah juga merupakan manfaat di masa yang akan datang dalam bentuk
nilai sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama dan atau kebudayaan yang
terjadi akibat peningggalan sejarah. Hal ini mengindikasikan bahwa aset
bersejarah tidak langsung berkaitan dengan aspek ekonomi sehingga sulit untuk
menilai besarnya jumlah rupiah yang melekat pada aset bersejarah.
Museum Adityawarman sebagai aset bersejarah memiliki sifat-sifat unik
yang tidak berkaitan dengan angka, akan tetapi lebih berkaitan dengan nilai
kesejarahannya. Temuan ini sejalan dengan argumen Aversano dan Christianes
(2012) yang berpendapat bahwa aset bersejarah berbeda dengan aset pada
umumnya karena aset tersebut tidak dapat diproduksi ulang, digantikan juga tidak
memungkinkan kondisinya untuk diperdagangkan.
4.3 Penyajian dan Pengungkapan Aset Bersejarah di Museum Adityawarman
dalam Laporan Keuangan

Tahap akhir dari beberapa proses pengakuan asset bersejarah adalah untuk
melaporakan asset bersejarah. Penyajian dan pengungkapan adalah unsur penting
lainnya dalam melaporkan asset bersejarah kedalam bentuk laporan keuangan.
Melalui penyajian dan pengungkapan, informasi-informasi penting dapat
disampaikan kepada pihak yang membutuhkan.
Menurut PSAP No. 07 Tahun 2010, aset bersejarah merupakan aset tetap
memiliki atau dikuasai oleh pemerintah yang karena umur dan kondisinya aset

tetap tersebut harus dillindungi oleh peraturan yang berlaku dari segala macam
tindakan

yang

dapat

merusak

aset

tetap

tersebut.

Sebagai

bentuk

pertanggungjawaban pemerintah dalam pengelolaan asset bersejarah, pemerintah


membuat laporan keuangan pemerintah. Terkait dengan penyajian dan
pengungkapannya dalam laporan keuangan, aset bersejarah diungkapkan dalam
CaLK saja tanpa nilai.

Untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada Tabel dibawah ini yang sengaja
direkap lebih sederhana oleh peneliti guna memudahkan dalam memahami
pencatatan inventaris atau ilmu akuntansi disebut aset tetapTabel 2
Rekap Catatan atas Laporan Keuangan
Aset tetap lainnya
Tahun 2010-2015

No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29

Jenis Barang/ Nama


Barang
Al-quran Tulisan
Tangan
Ukiran Kepala Pintu
Kelambu
Tabir Pentas
Lukisan Orang
Sedang Menenun
Tirai/Ondas
Jaraik
Batu bertulis Arab
Barang Bercorak
Kebudayaan
Patung Wali
Koleksi Museum
Lainnya
Miniatur Meja
Miniatur Museum
Miniatur Surau
Keris
Tongkat
Alat Tenun
Pending
Piring Keramik Eropa
Tata Kodai Perak
Tata konde Emas
Keris Melayu
Kain Tenun Unggan
Uncang Solok
Pisau Tumbuak Lado
Cicin Deta
Naskah Almanar
Sewah
Piring Tulisan Arab

Jumlah

Tahun
Perolehan

Asal Usul/cara
perolehan

Harga (Rp,)

1
1
6
1

2013
2013
2013
2013

APBD
APBD
APBD
APBD

3.000.000
2.000.000
9.000.000
1.000.000

1
1
1
2

2013
2013
2013
2012

APBD
APBD
APBD
APBD

6.000.000
5.000.000
2.000.000
2.400.000

1
1

2012
2012

APBD
APBD

16.595.000
2.500.000

1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1

2012
2012
2012
2012
2012
2012
2015
2015
2015
2015
2015
2015
2015
2015
2015
2015
2015
2015
2013

APBD
APBD
APBD
APBD
APBD
APBD
APBD
APBD
APBD
APBD
APBD
APBD
APBD
APBD
APBD
APBD
APBD
APBD
APBD

16.595.000
3.000.000
15.000.000
3.500.000
1.000.000
2.500.000
5.940.000
16.500.000
3.135.000
2.750.000
44.000.000
5.500.000
4.180.000
1.100.000
1.650.000
2.750.000
1.100.000
1.650.000
5.000.000

30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43

Piring
Piring Besar
Piring Huruf Pali
Piring Motif Tapak
Kuda
Piring Kembar
Cicin Perak Deta
Sijunjung
Galang Solok
Suntiang Pisang
Saparak
Peniti Rupiah
Kaluang Melati
Kaluang Kudo-kudo
Kaluang Perak Emas
Pakaian Pengantin
Laki-laki Bayur
Tasbih
Jumlah

1
1
1

2013
2013
2013

APBD
APBD
APBD

5.000.000
6.000.000
1.000.000

1
1

2013
2013

APBD
APBD

1.500.000
1.500.000

12
1

2012
2012

APBD
APBD

2.150.000
1.200.000

1
1
1
1
1

2012
2012
2012
2012
2012

APBD
APBD
APBD
APBD
APBD

900.000
300.000
400.000
400.000
4.000.000

1
1

2012
2012

APBD
APBD

8.000.000
1.000.000
Rp 219.695.000

Sumber:Dinas pendidikan dan Kebudayaan UPTD Museum Adityawarman

Tabel

diatas

menunjukkan

catatan

laporan

keuangan

museum

Adityawarman. Berdasarkan catatan laporan keuangan tersebut dapat diketahui


aset bersejarah yang ada di Museum Adityawarman, mulai dari jenis barang,
jumlah, cara perolehan dan harga dari barang tersebut. Namun berdasarkan hasil
analisis yang telah dilakukan, aset bersejarah ini di laporkan dalam Catatan atas
Laporan Keuangan dengan tanpa nilai hanya berupa unit saja.
Museum Adityawarman merupakan aset bersejarah yang dikelola dibawah
Kemnentrian pendidikan dan Kebudayaan, sehingga penyajian dan pengungkapan
aset bersejarah di Museum Adityawarman dalam laporan keuangan tanggung
jawab pemerintah. Infroman hanya mampu memberikan catatan atas laporan
keuangan seperti diatas saja.
Hasil dalam wawancara Ibuk Riza Mutia Kasi Pemeliharaan Perawatan
Penyajian (P3) mengatakan bahwa:
Sebenarnya bagaimana kepentingan dari si penyusun laporan keuangan
pada aset bersejarah itu apa. Aset bersejarah disini kita masukan kedalam
neraca. Kalau sudah masuk kedalam catatan atas laporan keuangan berarti
sudah diungkapkan.
Hasil wawancara diatas menunjukkan bahwa letak penyajian dan
pengungkapan suatu aset dalam laporan keuangan baik dalam neraca maupun
CaLK bergantung pada kepentingan penyusun laporan keuangan. Pemerintah
melaporkan aset bersejarah dalam laporan keuangan tentu sebagai bentuk
pertanggungjawaban pemerintah kepada masyarakat untuk melaporkan segala aset
negara yang dimiliki oleh pemerintah.

Pemerintah merupakan sebuah entitas yang tidak berorientasi pada profit


(keuntungan) sehingga dalam penyusunan laporan keuangan pun berbeda dengan
entitas yang profit-oriented. Jika dikaitkan dengan Museum Adityawarman, dapat
dilihat bahwa penyajian dan pengungkapan aset bersejarah dalam laporan
keuangan lebih dikaitkan dengan aspek akuntabilitas pengelolaannya bukan upaya
untuk menunjukkan nilai aset bersejarah dan metode penilaiannya.
Berdasarkan hasil wawancara dari informan di Museum Adityawarman
aset bersejarah juga dikelompokkan menjadi 10 kelompok. Penjelasan dari Ibuk
Riza Mutia Kasi:
Di sini banyak koleksi yang tidak bisa disajikan secara rinci untu laporan
penelitian karena berbentuk buku tebal. Kami disini membagi koleksi menjadi 10
kelompok, yang setiap tahunnya bertambah baik itu dibeli maupun di beri.
Berikut catatan pertambahan jumlah koleksi yang ada di Museum Adityawarman
yang telah direkap lebih sederhana oleh peneliti sebagai berikut:

Tabel 3
Pertambahan Jumlah koleksi
Tahun 2010-2015
No
Jenis Koleksi
1; Geologika/Geografika

Tahun 2010
36

Tahun 2011
36

Tahun 2012
36

Tahun 2013
36

Tahun 2014
36

Tahun 2015
36

31

31

31

31

31

31

3; Etnografika

4427

4432

4441

4450

4462

4462

4; Arkeologika

100

100

100

100

100

100

5; Historika

57

62

62

62

62

62

6; Numismatika

422

436

436

440

440

440

7; Filologika

74

79

79

81

82

82

8; Keramologika

761

763

763

769

773

773

9; Seni Rupa

130

132

141

144

144

144

10; Teknologika

63

63

63

63

64

64

2; Biologika

Sumber:Dinas pendidikan dan Kebudayaan UPTD MuseumAdityawarman

4.4 Kesesuaian Dengan Standar Yang berlaku PSAP No. 07 Tahun 2010

Akuntansi untuk aset bersejarah diatur dalam pedoman Standar Akuntansi


Pemerintah (PASP) No.07 Tahun 2010. Dilihat dari segi penilaiannya, aset
bersejarah tidak diperbolehkan menganut penilaian kembali, namun menganut
penilaian aset berdasarkan biaya perolehan atau harga pertukaran.
Dalam pengelola Museum Adityawarman tidak menerapkan metode
penilaian apapun, baik melalui pendekatan biaya maupun penilaian kembali. Hal
ini bukan berarti pihak pengelola tidak menjalankan apa yang sudah diatur dalam
PSAP, namun tidak semua aset bersejarah khususnya koleksi yang ada di Museum
Aditywarman mudah untuk dinilai.
Perlakuan Aset bersejarah di Museum Adityawarman yaitu dicatat dalam
kartu inventaris yang dilakukan oleh Bagian penyimpanan barang dan
Pengelolaan Aset di Museum Adityawarman dengan tanpa nilai. Hal ini sesuai
dengan PSAP nomor 07 tahun 2010 pasal
65. Pernyataan ini tidak mengharuskan pemerintah untuk menyajikan aset
bersejarah ( heritage assets) di neraca namun aset tersebut harus diungkapkan
dalam catatan atas laporan keuangan, dan pasal
66. Aset bersejarah harus disajikan dalam bentuk unit, misalnya jumlah unit
koleksi yang dimiliki atau jumlah unit monumen, dalam catatan atas laporan
keuangan dengan tanpa nilai.

Hasil dari salah satu wawancara dengan informan bidang penyimpanan


dan pengelolaan aset bersejarah adalah setiap tahun adanya belanja barang atau
membeli aset dan menambah koleksi aset bersejarah yang ada di Museum
Adityawarman.
Tiap tahin kita ada belanja untuk menambah koleksi, belanja hampir setiap
tahun karena barang yang rusak dibuang dan diganti dengan yang baru.
Juga ada yang barang bertambah dengan diberi atau disumnbang. (Ibu
Drs. Riza Mutia Kasi Pemeliharaan Perawatan Penyajian P3)

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa


pengelolaan aset bersejarah di Museum Adityawarman sudah menerapkan apa
yang tercantum dalam PSAP No. 07 Tahun 2010. Dari analisis laporan keuangan
di Museum Adityawarman, laporan keuangan disajikan dan diungkapkan dalam
CaLK saja tanpa nilai dan hanya berupa jumlah unitnya. Penyajian dan
pengungkapan dalam laporan keuangan ini membuktikan bahwa pihak pengelola
Museum Adityawarman bersifat transparan atas segala jenis informasi yang ada
didalamnya. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dan hasil wawancara
dengan narasumber di Museum Adityawarman, peneliti menyimpulkan bahwa
pada Museum Adityawarman perlakuan akutansi yang diterapkan oleh pihak
pengelola terhadap aset bersejarah sudah sesuai dengan standar akuntansi yang
digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini yaitu PSAP No. 07 Tahun 2010.

Bab V
Kesimpulan dan Saran

5.1 Kesimpulan
Perlakuan dari Aset Bersejarah di Museum Adityawarman adalah dicatat
sebagai inventaris. Cacatan yang dilakukan oleh KASI Pemeliharaan Perawatan
Penyajian (P3) di Museum Adityawarman dengan tanpa nilai. Hal tersebut sesuai
dengan PSAP nomor 07 Tahun 2010.
Hasil dari wawancara dengan informan salah satunya adalah bahwa
pengola dari Museum Adityawarman sudah menggunakan sistem aplikasi
komputer yang modern. Dari hasil wawancara dengan informan terdapat jawaban
atas kenapa dicatatnya akun Aset Bersejarah di Museum Adityawarman tanpa
nilai, hal tersebut dikarenakan memang disengaja agar aset tersebut tidak dapat
diperjual belikan keterang itu disampaikan oleh (Ibu Drs. Riza Mutia Kasi
Pemeliharaan Perawatan Penyajian P3)
tidak bernilai itu dalam tanda kutip ya kalau dijual itu sebenarnya bisa
saja, nah tidak bernilai itu dalam tanda kutip tidak boleh diperjual
belikan, ya itu kan berarti tidak bisa dijual jadi orang tidak bisa beli.

Anda mungkin juga menyukai