Teknik Wawancara
Teknik Wawancara
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Kelahiran ilmu pengetahuan merupakan hal yang luar biasa. Dalam
orang atau lebih dengan tujuan tertentu. Observasi adalah proses mengamati
lingkungan tempat diadakannya suatu penelitian dan dokumentasi adalah
proses mengamati dokumen baik berupa foto, teksa dan yang lainya yang
sekiranya dapat memberikan informasi tentang permasalahan yang dikaji.
Melihat pentingnya proses pengumpulan data terutama pada tahap wawancara
dan observasi perlu kiranya pendalaman tentang tahap wawancara dan
observasi, sehingga nantinya tidak terjadi kesalahan pemahaman. Untuk itu
makalah ini akan membahas tentang wawancara dan observasi dalam
penelitian kualitatif.
1.2.
Rumusan Masalah
1.2.1. Bagaimanakah proses wawancara dalam proses pengambilan
data?
1.2.2. Bagaimanakah proses observasi dalam proses penelitian?
1.3.
Manfaat Penulisan
1.3.1. Dapat
mengetahui
proses
wawancara
dalam
proses
pengambilan data.
1.3.2. Dapat memahami proses observasi dalam proses penelitian.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Proses Wawancara Dalam Pengambilan Data
Wawancara merupakan salah satu bentuk teknik pengumpulan data yang
banyak digunakan dalam penelitian kualitatif. Wawancara dilakukan secara lisan
dalam pertemuan tatap muka secara individual atau kelompok (Sukmadinata, 2009:
216). Wawancara dipakai untuk mendapatkan informasi, data yang mendasar dan
mengetahui apa yang terkandung dalam pikiran orang lain yang tidak terlihat dalam
observasi untuk dipakai dalam menyusun penelitian ini. Adapun contoh wawancara
dapat dilihat pada gambar berikut.
(Moleong,
2001:135). Wawancara
dalam
suatu
penelitian
yang
bertujuan
alamat peneliti
berjangka waktu temporer yang berinteraksi dan bekerja sama untuk mendalami suatu
topic. Mereka diharapkan menggali suatu topic yang menarik bagi peneliti. Jumlah
partisipan berkisar antara 6-10 orang, namun hal itu bisa ditambah atau dikurangi
sesuai dengan kepentingan. Dalam model ini peneliti hanya sebagai moderator saat
wawancara berlangsung. FGD digunakan dalam 2 jenis penelitian yaitu menguji atau
mengembangkan suatu teori dan pembuatan keputusan. Penggunaan FGD dalam
penelitian (khususnya penelitian ilmu sosial) adalah sebagai berikut:
1. Alat utama pengumpulan data.
2. Sumber dan alat pengumpulan data tambahan disamping disamping sumber
dan alat pengumpulan data utama.
3. Salah satu alat dalam metode penelitian yang menggunakan metode campuran
dalam pengumpulan data.
Kelebihan FGD dibandingkan dengan wawancara adalah sebagai berikut:
1. Dalam wawancara, peneliti lebih mudah mengendalikan jalanya wawancara.
2. Tiap partisipan dalam wawancara memiliki lebih banyak waktu untuk
menyusun bingkai informasi (Sarosa, 2012: 54).
Model wawancara FGD terbagi menjadi beberapa jenis diantaranya:
a. FGD dua arah (two way FGD) dalam kondisi ini akan dibentuk 2 kelompok
dimana didalamnya satu kelompok akan mengamati kelompok lainya.
b. FGD dua moderator (dual moderator focus group) pada model ini terdapat
dua moderator dalam diskusi. Satu moderator menjamin jalanya diskusi
berlangsung secara lancar dan seimbang dan moderator lain memastikan
semua topic yang dibicarakan relevan.
c. FGD dengan dua moderator berlawanan (dueling moderator focus group)
dimana didalamnya terdapat moderator yang sengaja dibuat berlawanan.
9
11
memungkinkan
peneliti
mencatat
peristiwa
yang
yang
dikarenakan
kekhawatiran
adanya
bias
atau
berada
dalam
ruang
atau
tempat
tertentu.
Bahkan
keseluruhannya dari benda atau gejala yang ada dalam ruang yang
menciptakan suatu suasana tertentu patut diperhatikan oleh si peneliti,
sepanjang hal itu mempunyai pengaruh gejala-gejala yang diamatinya.
b) Pelaku: pengamatan terhadap pelaku mencakup ciri-ciri tertentu yang
dengan ciri-ciri tersebut sistem kategorisasi yang berpengaruh
terhadap struktur interaksi dapat terungkapkan.
c) Kegiatan: dalam ruang atau tempat tersebut para pelaku tidak hanya
berdiam diri saja tetapi melakukan kegiatan-kegiatan, yaitu tindakantindakan yang dilakukan, yang dapat mewujudkan adanya serangkaian
interaksi di antara sesama mereka.
d) Benda-benda atau alat-alat: semua benda-benda atau alat yang berada
dalam ruang atau tempat yang digunakan oleh para pelaku dalam
melakukan kegiatan-kegiatannya atau ada kaitannya dengan kegiatankegiatannya haruslah diperhatikan dan dicatat oleh si peneliti.
e) Waktu: setiap kegiatan selalu berada dalam suatu tahap-tahap waktu
yang berkesinambungan. Seorang peneliti harus memperhatikan waktu
dan
urut-urutan
kesinambungan
14
dari
kegiatan,
atau
hanya
terjadi
sesuatu
peristiwa
diluar
kegiatan-kegiatan
yang
kehidupan
penelitian
ilmiah.
sehari-hari,
Dengan
dan
memperhatikan
demikian
hasil
syarat-syarat
pengamatan
dapat
hasil
pengamatan
dapat
dipertanggung
jawabkan
16
1994:
62).
Peneliti
dalam
penelitian
ilmiah
dengan
19
b. Lokasi/tempat disini dan sekarang dari setting dan situasi kehidupan seharihari sebagai dasar penelitian dan metoda. (Location in the here and now of
everyday life situations and setting as the foundation of inquiry and method).
c. Suatu bentuk teori dan penyusunan teori yang menekankan interpretasi dan
pemahaman tentang eksistensi manusia. (A form of theory and theorizing
stressing interpretation and understanding of human existence).
d. Suatu proses penelitian yang logis yang terbuka-tertutup, fleksibel, memberi
kesempatan dan memerlukan redefinisi yang tetap dari apa yang menjadi
permasalahan, berdasarkan pada fakta-fakta yang dikumpulkan dalam setting
yang konkret dari eksistensi manusia. (A logic and process of inquiry that is
open-ended, flexible, opportunistic, and requires constant redefinition of facts
gathered in concrete setting of human existence).
e. Suatu yang mendalam, kualitatif, pendekatan dan disain studi kasus. (An indepth, qualitative, case study approach and design).
f. Kinerja/performansi dari peranan orang yang terlibat yang meliputi
pemantapan dan pemeliharaan hubungan-hubungan dengan warga setempat
dilapangan, dan (The performance of a participant role or roles that in
volves establishing and maintining relationships with natives in the field;
and).
g. Menggunakan
observasi
langsung
dengan
metoda-metoda
untuk
20
pola pikir yang mendasari perilaku subjek yang diteliti terhadap masalah yang
dihadapi.
Untuk memperdalam wawasan pembaca tentang pengamatan terlibat akan
diuraikan seluk beluk pengamatan terlibat dari pandangan Suparlan (1997: 100101). Dikemukakan bahwa dalam kegiatan penelitian dengan menggunakan
metoda pengamatan terlibat si peneliti bukan hanya mengamati gejala-gejala yang
ada dalam kehidupan sehari-hari masyarakat yang diteliti, tetapi juga melakukan
wawancara, mendengarkan, merasakan, dan dalam batas-batas tertentu mengikuti
kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh mereka yang ditelitinya. Wawancara yang
dilakukannya bukanlah wawancara formal, yang biasa dilakukan dengan
menggunakan kuesioner, tetapi sebuah wawancara yang terwujud sebagai dialog
yang spontan berkenaan dengan suatu masalah atau topik yang kebetulan sedang
dihadapi oleh pelaku. Justru yang spontan inilah yang objektif dan sahih karena
tidak direkayasa terlebih dulu oleh para informan (pemberi informasi yaitu
individu yang dapat memberikan informasi tentang masalah/subjek yang diteliti).
Inti dari metoda pengamatan terlibat adalah mengumpulkan informasi melalui
pancainderanya. Metoda ini berbeda dengan metoda pengamatan yang hanya
menggunakan indera mata saja, atau dengan metoda wawancara dengan pedoman
yang hanya menggunakan telinga untuk mendengarkan apa yang dipikirkan atau
dirasakan oleh informan.
Keterlibatan peneliti di dalam kehidupan masyarakat yang diteliti
mungkin dapat dilakukan kalau si peneliti tersebut diterima oleh masyarakat yang
ditelitinya. Salah satu prasyarat untuk dapat diterima oleh masyarakat yang diteliti
adalah kejujuran dalam menjelaskan siapa dirinya, dan memberikan penjelasan
tersebut dengan secara masuk akal.
Selanjutnya dijelaskan bahwa metoda pengamatan digunakan untuk
memperoleh informasi mengenai gejala-gejala yang dalam kehidupan sehari-hari
dapat diamati. Hasil pengamatan biasanya didiskusikan oleh si peneliti dengan
warga masyarakat yang bersangkutan untuk mengetahui makna yang terdapat
dibalik gejala-gejala tersebut. Hasil-hasil pengamatan biasanya mencakup setting
21
dari lingkungan hidup, lokasi, dan kondisi fisik dan sosial dari unsur-unsur yang
ada dalam masyarakat tersebut. Selanjutnya menurut Spindler (1982: 6 7 dalam
Suparlan 1997: 108 110) pedoman umum yang harus diperhatikan dalam
melaksanakan pengamatan terlibat, diantaranya:
a. Pengamatan-pengamatan yang dilakukan harus kontekstual. Peristiwaperistiwa yang signifikan harus dilihat dalam kerangka hubungan dari setting
(latar) yang sedang diteliti di dalam konteks-konteks yang lebih luas dan yang
terletak di luar setting tersebut.
b. Hipotesa-hipotesa dan pertanyaan-pertanyaan penelitian harus muncul sejalan
dengan berlangsungnya penelitian yang dilakukan dan berada dalam setting
untuk diamati. Ketentuan untuk memutuskan yang mana yang signifikan
untuk dipelajari sebaiknya ditunda sampai tahap orientasi dari penelitian
lapangan tersebut telah selesai dilalui.
c. Pengamatan berlangsung lama dan berulang-ulang. Rangkaian peristiwaperistiwa harus diamati lebih dari satu kali.
d. Pandangan warga setempat (the native view) yaitu pandangan dari setiap
orang yang terlibat di dalam setting sosial mengenai kenyataan harus
diungkapkan melalui inferensi-inferensi dari pengamatan dan melalui
berbagai bentuk penelitian etnografi: wawancara, prosedur-prosedur lainnya
yang dipilih (termasuk penggunaan sejumlah alat bantu penelitian), dan
bahkan kalau perlu dapat menggunakan kuesioner walaupun harus dengan
secara hati-hati.
Catatan penulis: walaupun hal tersebut di atas dimaksudkan untuk penelitian
etnografi, tetapi menurut penulis berlaku juga untuk penelitian bidang-bidang
studi yang lain, termasuk psikologi.
Selanjutnya menurut Suparlan (1994: 72 - 79) terdapat bermacam-macam
keterlibatan si peneliti dalam pengamatan terlibat, yaitu:
a. Keterlibatan pasif. Dalam kegiatan pengamatannya, si peneliti tidak terlibat
dalam kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh para pelaku yang diamatinya,
dan dia juga tidak melakukan sesuatu bentuk interaksi sosial dengan pelaku
22
atau para pelaku yang diamati. Keterlibatannya dengan para pelaku terwujud
dalam bentuk keberadaannya dalam arena kegiatan yang diwujudkan oleh
tindakan-tindakan pelakunya.
Contoh. Seorang peneliti yang ingin mengetahui bagaimana pola tindakan
warga Jakarta untuk memperoleh pelayanan fasilitas yang terbatas ditempat
umum. Kasus yang diamati adalah ditempat penjualan karcis kereta api untuk
luar kota di stasiun Gambir. Cara yang dilakukannya adalah: Dia cukup
datang ke stasiun kereta api Gambir, berdiri diruang tempat adanya loket
penjualan karcis untuk luar kota. Di papan pengumuman terdapat jadualjadual pemberangkatan masing-masing kereta api dan jam-jam penjualan
karcis. Si peneliti tidak harus ikut berdiri dimuka loket dan membeli karcis
untuk dapat keterangan yang diperlukan. Dengan demikian si peneliti cukup
berdiri terpisah dari orang-orang yang sibuk berusaha memperoleh karcis,
tetapi dia juga tidak betul-betul terpisah dari para pelaku yang diamatinya
karena ia berada dalam arena kegiatan-kegiatan yang sedang diamatinya.
Dalam keadaan demikianlah si peneliti digolongkan sebagai pengamat dengan
keterlibatan yang pasif.
b. Keterlibatan Setengah-setengah. Dalam kegiatan pengamatannya, si peneliti
mengambil suatu kedudukan yang berada dalam dua hubungan struktural yang
berbeda, yaitu antara struktur yang menjadi wadah bagi kegiatan-kegiatan
yang diamatinya dengan struktur dimana dia sebagian dari dan menjadi
pendukungnya. Dalam kedudukan demikian, peranannya adalah mengimbangi
antara peranan yang harus dimainkan di dalam struktur yang ditelitinya
dengan struktur yang dalam mana dia menjadi salah satu unsurnya.
Contoh. Seorang mahasiswa kriminologi yang hendak mengadakan penelitian
mengenai kehidupan nara pidana disebuah Lembaga Pemasyarakatan; tidak
mungkin untuk dapat mengadakan pengamatan dengan cara hidup dipenjara
sama dengan nara pidana (atau salah satu kategori nara pidana sesuai dengan
masa hukuman dan kejahatan yang telah dilakukannya) lainnya. Pertama,
kehidupan sebagai nara pidana terlalu berat bagi mahasiswa tersebut, karena
23
dalam kehidupan di Lembaga Pemasyarakatan masih juga terkandung unsurunsur kekerasan dan kekejaman dalam segala seginya. Kedua, akan terjadi
kesukaran untuk menempatkan kedudukan si mahasiswa dalam struktur sosial
yang berlaku dalam lembaga tersebut, yang dapat merugikan usaha-usahanya
untuk memperoleh keterangan-keterangan yang diperlukan. Justu dia dikenal
sebagai mahasiswa oleh para nara pidana itu maka kemungkinan besar dia
lebih banyak untuk dapat memperoleh keterangan yang diperlukan
dibandingkan kalau dia betul-betul sebagai nara pidana dalam kegiatan
penelitiannya. Dalam kedudukan sebagai mahasiswa, dalam satu segi dia
orang luar lebih banyak dipercaya untuk mengamati kegiatan-kegiatan
mereka secara sewajarnya dibandingkan kalau dia berperan sebagai nara
pidana atau sebagai petugas Lembaga Pemasyarakatan. Dalam keadaan
demikian dia akan tetap mempertahankan peranannya sebagai peneliti atau
pengamat yang terlibat setengah-setengah.
c. Keterlibatan Aktif. Dalam kegiatan pengamatannya, si peneliti ikut
mengerjakan apa yang dikerjakan oleh para pelakunya dalam kehidupan
sehari-harinya. Kegiatan-kegiatan tersebut dilakukannya untuk dapat betulbetul memahami dan merasakan (meng-internalisasikan) kegiatan-kegiatan
dalam kehidupan mereka dan aturan-aturan yang berlaku serta pedomanpedoman hidup yang mereka jadikan sandaran pegangan dalam melakukan
kegiatan-kegiatan tersebut.
Contoh. Seorang peneliti yang berusaha untuk membuat etnografi salah satu
suku bangsa terasing di Indonesia, yaitu Orang Sakai yang hidup di wilayah
Propinsi Riau, telah menggunakan pengamatan terlibat. Dalam kegiatan
penelitiannya, dia hidup/tinggal bersama dengan Orang Sakai yang ditelitinya
ditempat pemukiman mereka. Secara bertahap dia berusaha untuk dapat
memperoleh bahan-bahan keterangan yang diperlukan, yang antara lain adalah
turut aktif mengerjakan kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh Orang Sakai
yang ditelitinya. Misalnya, untuk memperoleh bahan keterangan mengenai
sistem mata pencaharian, khususnya dalam hal ini cara-cara mereka menjerat
24
hewan hutan, menangkap ikan, dan sebagainya, maka si peneliti tersebut ikut
dalam kegiatan-kegiatan menjerat hewan di hutan, menangkap ikan (dengn
berbagai tekniknya) di sungai, di rawa-rawa dan digenangan air, dan
sebagainya. Dalam kerangka pembicaraan mengenai tahap-tahap kegiatan
dalam penelitian dengan menggunakan metoda pengamatan terlibat,
sebenarnya Pengamatan Keterlibatan Aktif dapat dilihat sebagai satu tahap
perantara untuk mencapai tahap berikutnya yaitu Pengamatan Terlibat
Sepenuhnya atau Lengkap.
d. Keterlibatan Penuh atau Lengkap. Pada waktu si peneliti telah menjadi
sebagian dari kehidupan warga masyarakat yang ditelitinya, artinya dalam
kehidupan warga masyarakat tersebut kehadiran si peneliti dianggap biasa dan
kehadirannya dalam kegiatan-kegiatan para warga telah dianggap sebagai
suatu keharusan, maka pada waktu tersebut si peneliti sebenarnya telah
mencapai suatu tahap keterlibatan yang penuh atau lengkap. Dalam keadaan
demikian, sebenarnya kedudukan dan peranan si peneliti telah didefinisikan
dalam struktur sosial yang berlaku, oleh para warga itu sendiri. Sebenarnya
tidak mudah untuk mencapai tahap ini, dan pencapaian tersebut sebagian
terbesar tergantung pada kemampuan si peneliti untuk dapat memanipulasi
kondsi-kondisi yang dipunyainya dalam kaitannya dengan situasi dan kondisi
yang dihadapinya yang bersumber pada situasi penelitiannya. Dalam banyak
hal seorang peneliti yang menggunakan metoda pengamatan terlibat dapat
mencapai tahap ini; yaitu setelah memakan waktu yang cukup lama dalam
hubungan si peneliti dengan warga masyarakat yang bersangkutan dan setelah
warga masyarakat tersebut merasa bahwa si peneliti bukan orang yang jahat
bahkan orang-orang yang baik.
Berkenaan dengan tahap pengamatan terlibat yang penuh atau lengkap ini,
perlu dicatat bahwa tidak semua peneliti dengan menggunakan pengamatan
terlibat dapat menggunakan cara teknik pengamatan terlibat penuh atau lengkap.
Hal ini disebabkan oleh adanya kenyataan bahwa tidak semua sasaran penelitian
itu memungkinkan dilakukannya penelitian dengan menggunakan teknik
25
dijual
supermarket-supermarket
tersebut).
Dalam
kegiatan
penelitiannya ini dia sama sekali tidak ada hubungan emosional ataupun
perasaan dengan beras yang diamati harganya.
Dalam pengamatan biasa, seringkali dalam kegiatan-kegiatan pembuatan
peta sesuatu kampung seorang peneliti juga menggunakan alat yang dapat
membantunya untuk melakukan pengamatan atas gejala-gejala dan benda
secara lebih tepat. Alat ini sebenarnya berfungsi untuk membantu ketajaman
penglihatan matanya. Dengan alat ini tidak ada keterlibatan emosi dan
perasaan dengan sasaran pengamatannya.
b. Pengamatan Terkendali. Dalam pengamatan terkendali, si peneliti juga tidak
terlibat hubungan emosi dan perasaan dengan yang ditelitinya; seperti halnya
dengan pengamatan biasa. Yang membedakan pengamatan biasa dengan
pengamatan terkendali adalah para pelaku yang akan diamati, diseleksi dan
kondisi-kondisi yang ada dalam ruang atau tempat kegiatan pelaku itu diamati
dikendalikan oleh si peneliti. Contohnya, sebuah eksperimen untuk mengukur
tingkat ketegangan jiwa (anxiety) para pelaku pemain catur. Dua orang
pemuda yang umurnya sama, begitu juga latar belakang pendidikan, kondisi
sosial, kebudayaan dan suku bangsanya sama, serta sama-sama belum pernah
bermain catur karena belum mengetahui aturan-aturan dan cara bermainnya
dipilih. Kedua orang ini melalui penataran terbatas, diberi pelajaran
bagaimana bermain catur. Isi pelajaran catur yang diberikan dan waktu
pelajaran adalah sama. Setelah persiapan-persiapan tersebut dianggap
27
BAB III
PENUTUP
3.1.
Simpulan
Ilmu dalam menyusunya diperlukan suatu metode agar ilmu tersebut
memiliki sifat empiris dan ilmiah. Secara garis besar metode dapat dibagi menjadi
2 yakni metode kuantitatif dan kualitatif. Dalam metode kualitatif dalam
pengumpulan datanya bertumpu pada wawancara, observasi dan studi dokumen.
Dalam hal ini wawancara dan observasi merupakan hal yang paling pokok dalam
pengumpulan data dengan metode kualitatif. Wawancara merupakan proses
pertemuan dua orang atau lebih untuk menyelesaikan topic tertentu dimana salah
satunya merupakan peneliti yang melakukan penggalian informasi terhadap
informan. Wawancara ini terdiri dari beberapa bagian yakni tipe-tipe wawancara,
tahapan wawancara, potensi permasalahan saat wawancara, FGD dan penyusunan
pertanyaan wawancara. Kemudian observasi merupakan proses pengamatan yang
28
Saran
Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca dan apabila ada kesalahan
mohon saranya untuk perbaikan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Bungin, Burhan. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif Aktualisasi Metodologis
kearah Ragam Varian Kontemporer. Jakarta. PT Raja Grafindo Persada.
Moleong, Lexy. 2001. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Arikunto, Suharsini. 1992. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta :
Rineka Cipta
Sukkmadinata, Nana Syaodih. 2009. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
Flick, U (2002). An introduction to qualitative research. 2nd ed. London: Sage
Publications.
Kartini Kartono. 1980. Pengantar Metodologi Research Sosial. Bandung: Alumni
29
30