: Rifemi Ihza N
Tanggal Praktikum
: 06 Desember 2016
Tanggal Pengumpulan : 27 Desember 2016
PENDAHULUAN
Telur adalah salah satu sumber protein hewani yang memiliki rasa yang
lezat, mudah dicerna, dan bergizi tinggi. Selain itu telur mudah diperoleh dan
harganya relatif murah. Telur dapat dimanfaatkan sebagai lauk, bahan pencampur
berbagai makanan, tepung telur, obat, dan lain sebagainya. Telur terdiri dari 13%
protein, 12% lemak, serta vitamin, dan mineral. Nilai tertinggi telur terdapat pada
bagian kuning telur. Kuning telur mengandung asam amino esensial yang
dibutuhkan serta mineral seperti: besi, fosfor, sedikit kalsium, dan vitamin B
kompleks. Sebagian protein dan semua lemak terdapat pada kuning telur. Adapun
putih telur yang jumlahnya sekitar 60% dari seluruh bulatan telur mengandung 5
jenis protein dan sedikit karbohidrat. Kelemahan telur yaitu memiliki sifat mudah
rusak, baik kerusakan alami, kimiawi maupun kerusakan akibat serangan
mikroorganisme melalui pori-pori telur. Oleh sebab itu usaha pengawetan sangat
penting untuk mempertahankan kualitas telur.
Pengawetan yang paling mudah dan sering dilakukan oleh masyarakat
adalah dengan cara pengasinan atau pembuatan telur asin. Telur asin merupakan
produk pangan yang memiliki karakteristik sebagaimana bahan pangan lain, yaitu
mudah rusak dan busuk. Oleh karena itu bahan pangan ini memerlukan
penanganan yang cermat sejak dari pengambilan dari kandang hingga
penyimpanan di konsumen. Namun demikian, ada sebuah fakta yang tidak banyak
diketahui oleh masyarakat pada umumnya, bahwasanya pada proses pengasinan
ini hendaknya dilakukan dengan memperhatikan aspek kualitatif dan kuantitatif
dari komponenen zat-zat gizi yang terkandung dalam telur sebagaimana kondisi
awal telur sebelum diolah. Sebagai contoh, jika sampai terjadi kerusakan lemak
atau minyak saat proses pengawetan, maka telur tersebut dapat menganggu
kesehatan jika dikonsumsi, seperti menyebabkan penyakit jantung dan kolesterol.
(Septa, 2001). Praktikum kali ini bertujuan untuk mengetahui cara pembuatan
telur asin dan mengetahui karakteristik telur asin.
Bahan yang digunakan pada pembuatan telur asin yaitu telur ayam, telur
bebek, air, garam, abu gosok. Alat yang digunakan pada pembuatan telur asin
yaitu amplas, baskom, panci, kompor, neraca analitik.
Metode yang digunakan pada pembuatan telur asin adalah metode
eksperimen. Terdapat 2 cara pembuatan yang pertam dengan larutan garam,
konsentrasi larutan yang digunakan 23% dan 26,5%. pertama air yang sudah
ditambahkan garam didihkan, kemudian kulit telur sebelumnya diamplas sampai
halus.Telur yang sudah diamplas direndam dengan larutan garam, lalu disimpan
selama 2 minggu. Setelah disimpan telur dibersihkan dan direbus hingga matang
lalu diamati.
Cara yang kedua menggunakan abu dan garam ang telah dicampurkan,
perbandingan garam dan abu yaitu 1:2 dan 1:4. Kulit telur diamplas terlebih
dahulu sampai halus, kemudian telur dilapisi campuran garam dan abunya lalu
disimpan selama 2 minggu. Setelah 2 minggu disimpan, telur dibersihkan dan
direbus hingga matang lalu diamati. Kriteria pengamatannya yaitu warna, aroma,
tekstur, rasa dan kenampakan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Telur asin merupakan telur yang diawetkan dengan cara diasinkan dengan
garam (NaCl) (Suprapti, 2002). Winarno dan Koswara (2002), menyatakan bahwa
telur itik sangat lazim diasinkan karena penetrasi garam ke dalam telur pada telur
itik lebih mudah. Prinsip dari pengasinan telur yaitu pemberian garam dapur ke
dalam isi telur yang masih mentah (Ali, 1992). Menurut Sampurno et al. (2002),
tujuan utama dari pengasinan telur adalah untuk mendapatkan telur asin yang
mempunyai cita rasa yang khas, disukai konsumen dan mempunyai daya awet.
Hal ini disebabkan karena NaCl yang masuk ke dalam telur akan menjadikan telur
lebih awet, serta NaCl tersebut akan memberikan cita rasa asin pada telur.
Garam berfungsi sebagai pencipta rasa yang khas, sekaligus sebagai bahan
pengawet. Hal ini dimungkinkan karena garam dapat mengurangi kelarutan
oksigen, sehingga bakteri yang membutuhkan oksigen untuk hidupnya menjadi
terhambat. Garam juga dapat mencegah atau menghambat bekerjanya enzim
proteolitik yaitu enzim yang menguraikan protein, dengan demikian protein dalam
telur akan terpelihara kualitasnya. Fungsi garam yang lain adalah untuk menyerap
air, sehingga telur yang dihasilkan akan menjadi awet. Adanya air di dalam bahan
makanan sering menyebabkan bahan makanan tersebut mudah rusak, karena air
merupakan media yang baik bagi berkembangnya mikroorganisme seperti bakteri,
kapang dan khamir (Astawan dan Astawan, 1989). Dijelaskan lebih lanjut oleh
(Astawan, 2003), bahwa garam berfungsi sebagai pencipta rasa asin dan sekaligus
bahan pengawet karena dapat mengurangi kelarutan oksigen (oksigen diperlukan
oleh bakteri), menghambat kerja enzim proteolitik (enzim perusak protein), dan
menyerap air dari dalam telur.
Pembuatan telur asin pada praktikum dilakukan dengan dua metode, yaitu
dengan cara perendaman serta dengan menggunakan abu gosok. Pembuatan telur
asin dilakukan dengan mengamplas bagian cangkang telur untuk membuka poripori kulitnya, sehingga pada saat perendaman akan mudah menyerap garam.
Larutan garam disiapkan dengan cara mencampur air dan garam dapur sampai
jenuh. Artinya, air tidak mampu lagi melarutkan garam. Keunggulan pembuatan
telur asin dengan cara ini adalah prosesnya lebih singkat, meski kualitas telur asin
yang dihasilkan kurang bagus.
Berkurangnya kadar air menyebabkan telur menjadi lebih awet. Garam
(NaCl) akan masuk ke dalam telur dengan cara merembes melalui pori-pori kulit,
menuju ke bagian putih, dan akhirnya ke kuning telur. Garam NaCl mula-mula
akan diubah menjadi ion natrium (Na+) dan ion chlor (Cl-). Ion chlor inilah yang
sebenarnya berfungsi sebagai bahan pengawet, dengan menghambat pertumbuhan
mikroba pada telur. Makin lama dibungkus dengan adonan, makin banyak garam
yang merembes masuk ke dalamnya, sehingga telur menjadi semakin awet dan
asin. Lamanya telur dibungkus adonan ini harus disesuaikan dengan selera
masyarakat yang akan mengonsumsinya.
Perlakuan pembuatan telur asin pada praktikum dilakukan pada telur ayam
negeri serta telur bebek. Telur yang direndam dengan larutan garam ataupun abu
gosok disimpan selama dua minggu. Setelah dua minggu, telur direbus hingga
matang kemudian diamati. Berikut hasil pengamatan telur ayam asin pada yang
terdapat pada Tabel 1.
Tabel 1. Hasil Pengamatan Telur Asin
Jenis
Metod
Arom
Telur
larutan
ayam
garam
23 %
ayam
abu
1:2
garam
Kuning
asin
kuning
amis
+++
cerah
khas
telur
asin
asin
amis
23 %
bebek
Rasa
sangat
larutan
bebek
Warna
abu
sangat
1:2
amis
kuning
cerah
asin
kuning
+++
cerah
asin
orange
+++
agak
kuning
Puti
h
putih
Tekstur
Kunin
Putih
g
keras
sangat
lunak
lunak
putih
berpasi
kenyal
r
putih
padat
putih
keras
padat
sangat
lunak
sedikit
Ayam
Ayam
Bebe
k
larutan
khas
asin
kuning
garam
telur
+++
kecoklata
26,5%
asin
abu
1:4
larutan
garam
26,5%
Bebe
abu
1:4
keras
putih
berpasi
asin
kuning tua
putih
asin
amis
telur
amis
telur
asin
sangat
lunak
r
empu
khas
telur
dan
k,
berpa
kenyal
sir
asin
kuning
+++
agak
orange
orange
asin
+++
agak
kuning
putih
putih
agak
keras
padat
lembut
kenyal
lembut
Gambar
2005). Perpindahan massa osmosis dinyatakan sebagai kehilangan air (wl, water
loss) dan penambahan padatan, sg, solid gain) (Saputra, 2000; Khin et al., 2005).
Telur yang akan diasinkan harus diperiksa dan dipastikan bukan
merupakan telur yang sudah pernah di erami dan ada keretakan atau pecah kulit.
Keretakan selama pengasinan akan menyebabkan larutan perendamannya berbau
busuk. Telur asin berkualitas baik memiliki rasa asin yang cukup, kuning telur
barwarna kemerahan, dan terkesan berpasir (masir) (Suprapti, 2002). Winarno dan
Koswara (2002), menambahkan bahwa pengasinan telur dikatakan berhasil
dengan baik apabila telur asin yang dihasilkan bersifat stabil, dapat disimpan lama
tanpa banyak mengalami perubahan, tidak berbau amoniak atau bau yang kurang
sedap, penampakan putih telur baik, dan kuning telur berminyak di bagian
pinggir.
KESIMPULAN
Telur ayam asin pada praktikum dengan proses pengasinan berupa
perendaman pada larutan garam menghasilkan produk dengan karakteristik warna
kuning telur kuning cerah dan kuning kecoklatan, dengan bau amis dan khas telur
asin serta tekstur kuning telur yang keras dan putih telur lunak. Sedangkan telur
ayam asin dengan menggunakan abu gosok memiliki karaktersitik warna kuning
cerah dan kuning tua, dengan aroma khas telur asin serta tekstur kuning telur
empuk berpasir dan putih telur kenyal. Telur bebek asin hasil pengamatan
menunjukan warna kuning telur rata-rata yaitu berwarna orange, beraroma amis
telur asin, dan tekstur padat berpasir pada kuning telur serta kenyal dan lunak
pada putih telur. Karakteristik yang dimiliki lebih baik dibandingakan telur ayam
asin. Hasil dari metode perendaman dan abu gosok tidak jauh berbeda. Sehingga
metode keduanya dapat dikatakan cukup baik, namun dengan beberapa perlakuan
yang baik pula pada penanganan telur sebelum diolah dan ketika diolah.
Ucapan Terima Kasih
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada teman teman sekelompok dan
sekelas atas kerjasamanya sehingga penulis memperoleh informasi yang sangat
membantu dalam penyusunan laporan ini.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, U. 1992. Telur Asin. Buletin Peternakan Indonesia. 151:09.
Astawan M. W. dan M. Astawan, 1989. Teknologi Pengolahan Pangan HewaniTepat Guna.
Akademi Presindo, Jakarta.
Khin M.M., W. Zhou Dan C. Perera. 2005. Development In The Combined
Treatment Of Coating And Osmotic Dehydration Of Food: A
Review. International Journal Of Food Engineering Pp.1-15.
Lazarides H.N., P. Fito., A.Chiralt., V. Gekas Dan A. Lenart. 1999. Advances In
Osmotic Dehydration. Hemisphere Publisher Co., New York Pp. 239-248.
Sampurno, A., Haslina, Dan R. Murtanti. 2002. Peningkatan Nilai Nutrisi Dan
Citarasa Telur Asin Melalui Teknik Inkubasi. Universitas Semarang,
Semarang. Dalam Sainteks Ix (2) : 142-154.
Saputra D. 2000. Kinetika Pindah Massa Dehidrasi Osmosis Nanas. Di
Dalamprosiding Seminar Pemberdayaan Industri Pangan Dalam Rangka
Peningkatan Daya Saing Menghadapi Era Perdagangan Bebas.
Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia, Surabaya.
Sarwono, B. 1995. Pengawetan Dan Pemanfaatan Telur. Pt.Penebar Swadaya,
Jakarta.
Suprapti, M. Lies. 2002. Pengawetan Telur. Kanisius, Yogyakarta.
Winarno, F.G. dan S. Koswara. 2002., Telur : Komposisi, Penanganan dan
Pengolahannya, M-Brio Press, Bogor.