Anda di halaman 1dari 9

UJI URINALISA

Kelompok 1
Hanifah Yonda Bestari, Hilda Nur Indah L, Muhamad Rizal, Nesya Sabrina
R
Pendidikan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Negeri Jakarta, Jl. Pemuda 10, Rawamangun, Jakarta 13220
Telp/Fax: (021) 4894909
Abstrak
Urinalisis adalah pemeriksaan sampel urin secara fisik,kimia dan mikroskopik. Tujuan dari
praktikum ini adalah mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah urin,bau
urin,warna urin,kejernihan urin,derajat keasaman urin, mengetahui beberapa cara sederhana
untuk menguji protein dan glukosa urin. Praktikum ini dilakukan dengan cara mengukur
jumlah urin, mencium bau urin,melihat warna urin, melihat kejernihan urin, menetapkan
derajat keasaman urin dengan menggunakan kertas lakmus dan indikator universal, menguji
protein menggunakan asam asetat, dan menguji glukosa pada urin dengan benedict. Hasil
praktikum pada bau urin didapatkan 3 OP urinnya tidak berbau, 3 OP berbau pesing dan 1
OP urinnya berbau amoniak. Pada pemeriksaan kejernihan urin didapati semua OP
memiliki urin yang jernih. Faktor yang mempengaruhi bau urin diantaranya adalah
banyaknya cairan yang dikonsumsi oleh OP, jenis makanan yang dikonsumsi atau obatobatan yang dikonsumsi oleh OP. Pada uji derajat keasaman urin, kedelapan OP memiliki
urine yang normal karena pada urin normal pH antara 4,8- -7,8. Pada uni benedict
didapatkan hasil bahwa semua urin OP negative mengandung glukosa. Pada uji protein
didapatkan hasil semua urin tidak mengandung protein dan tidak ada kekeruhan sedikitpun
pada urin. Pada menetapkan berat jenis urin, tidak diperoleh data disebabkan kesalahan
dalam prosedur praktikum sehingga tidak diperoleh hasil dari kegiatan ini, dan terakhir
yaitu uji derajat keasaman menggunakan indikator universal dengan hasil rata-rata 6.25
mendekati PH Netral.
Kata kunci : urin, glukosa, protein, pH.

Pendahuluan
Urinalisis adalah pemeriksaan
sampel urin secara fisik,kimia
dan
mikroskopik. Tes ini merupakan salah
satu tes yang sering diminta oleh para

klinisi. Tes urin menjadi lebih populer


karena dapat membantu menegakkan
diagnosis , mendapatkan
informasi
mengenai fungsi organ dan metabolisme
tubuh. Selain itu tes
urin dapat
mendeteksi kelainan yang asimptomatik ,

mengikuti pejalanan penyakit dan hasil


pengobatan.
Sifat
dan
susunan
urin
dipengaruhi oleh faktor fisiologis
(misalkan masukan diet, berbagai proses
dalam tubuh, suhu, lingkungan, stress,
mental, dan fisik) dan faktor patologis
(seperti pada gangguan metabolisme
misalnya diabetes mellitus dan penyakit
ginjal) (Scanlon dan Sanders, 2000). Oleh
karena itu pemeriksaan urin berguna
untuk menunjang diagnosis suatu
penyakit. Wulangi (1990), menyatakan
bahwa analisa urin itu penting, karena
banyak
penyakit
dan
gangguan
metabolisme dapat diketahui dari
perubahan yang terjadi didalam urin.
Tujuan dari praktikum ini adalah
mengetahui
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
jumlah
urin,bau
urin,warna urin,kejernihan urin,derajat
keasaman urin, mengetahui beberapa cara
sederhana untuk menguji protein dan
glukosa urin.
Metodologi
Alat dan Bahan
Gelas Ukur,Wadah Urine,Urine 24 jam,
Urinsewaktu,Tabung
reaksi,Bunsen,Pipet,Senter,Karton
Hitam,Benedict 5ml,Paraffin
Cara Kerja
Menentukan kejernihan urin

Dituangkan urin kedalam tabung reaksi


hingga terisi bagian. Kemudian
Diberikan
penyinaran.
Ditentukan
kejernihan urin dengan pernyataan:
jernih, agak jernih, keruh dan sangat
keruh. Lalu dicatat hasilnya.

Pemeriksaan bau urin


Urin segar dimasukkan kedalam wadah
tabung reaksi hingga bagian dan
dimiringkan. Kemudian dicatat hasil
pengamatannya.
Pemeriksaan warna urin
Urin dimasukkan kedalam wadah tabung
reaksi hingga bagian dan dimiringkan.
Lalu diberikan penyinaran. Ditentukan
warna urin dengan pernyataan: tidak
berwarna, kuning muda, kuning tua, dll.
Kemudian dicatat hasil pengamatannya.
Pemeriksaan jumlah urin
Urine ditampung selama 24 jam,
diperhatikan jumlah urine siang 12 jam
dan urine malam 12 jam serta jumlah
urine
sewaktu.
Dicatat
hasil
pengukurannya.
Uji protein
Dimasukkan urin kedalam tabung hingga
terisi 2/3 tabung. Tabung dijepit dan
dimiringkan sekitar 45o dipanasi diatas
nyala api sampai mendidih selama 30
detik. Diberikan penyinaran. Dilihat
kekeruhannya dan dibandingkan dengan
urin yang tidak dipanasi. Untuk
menentukan kekeruhan akibat kalsium
fosfat diteteskan 3-5 tetes larutan asam

asetat 3-6%, lalu dipanaskan sekali lagi.


Kemudian dicatat hasilnya.
Uji Benedict
Dimasukkan 5ml benedict ke dalam
tabung reaksi. Diteteskan sebanyak 5-8
tetes ke dalam tabung reaksi. Tabung
dipanaskan hingga isinya mendidih secara
perlahan selama 2 menit. Tabung diangkat
kemudian dikocok isinya. Dibaca hasil
reduksinya
dengan
cara
member
penyinaran pada tabung sehingga sinar
berpantul dari bagian berlatar hitam.
Diperhatikan kekeruhan yang terjadi.
Dicatat hasil pengamatan.

Pemeriksaan Berat Jenis Urin


Dituang urin ke dalam gelas urinometer.
Dimasukkan urinometer ke dalam gelas
tersebut, diusahakan jumlah urin banyak
agar urinometer bebas terapung nantinya.
Bila jumlah urin sedikit encerkan urin
dengan aquades sejumlah banyaknya urin.
Untuk di dapatkan berat jenis sebenarnya,
kedua angka terakhir dari pembacaan
harus dikali 2 pula. Selanjutnya diputar
urinometer dengan menggunakan jari
telunjuk dan ibu jari. Putaran akan
mengakibatkan urinometer terapung di
tengah-tengah gelas dan menempel lagi
pada dinding. Dibaca berat jenis setinggi
miniskus bawah. Dan dicatat hasil
pengukurannya.

Menetapkan Derajat keasaman urin


dengan Indikator Universal
Dibasahi indikator universal dengan urin
yang akan diperiksa. Ditunggu hingga

beberapa menit. Di perhatikan perubahan


warna yang terjadi. Di bandingkan
dengan daftar warna derajat keasaman
yang tersedia pada indikator universal dan
ditentukan nilai yang sesuai dengan
warna tersebut, dicatat hasil pengamatan.

Nama
NO
OP
1
Hilda
2
Dara
3
Putri
4
auliya
5
endah
6
Melisa
7
Novita
No Nama OP
8
Rafiqa
1
No
2
3
41
52
63
74
85
6
7
8

Hilda
Nama OP
Dara
Putri
Hilda
Auliya
Dara
endah
Putri
Melisa
Auliyah
Novita
endah
Rafiqa
Melisa
Novita
Rafiqa

Table uji benedict


Presipitasi protein
Usia
JP
Nilai
Simbol
Deskripsi
20
P
Negatif
(-)
Warna biru tetap jerinh
21
P
Negatif
(-)
Warna biru tetap jerinh
20
P
Negatif
(-)
Warna biru tetap jerinh, agak keruh
20
P
negatif
(-)
warn biru tetap jernih
20
P
Negatif
(-)
warna biru tetap jernih, agak keruh
20
P
Negatif
(-)
Warna biru tetap jernih
Table bau urin
20
P
Negatif
(-)
Warna biru tetap jerinh, agak keruh
Usia
Jenis
Bau Tabel
Urin Jumlah Urine
20
P
Negatif
(-)
Warna biru tetap jerinh
Kelamin
Nama
Jumlah urin(ml)
Table kejernihan
urin Usia P/L
HASIL
20
P OP
Tidak berbau 24jam 12jam sewaktu
Usia
Jenis
Kejernihan urin
21
PHilda
Bau pesing
20
P
71
180
120
Kelamin
20
PDara
Bau asam
21
P
30
110
70
20
Pp
Jernih
20
tidak
bau
20 JernihP
180
27
55
21
PPPutri
20
bau pesing
Auliya
20
P
60
125
55
20
PP
Jernih
20
Tidak
bau
20 JernihP
50
100
260
20
PEndah
20
P
Bau pesing
20 jernih
P
170
140
100
20
PMelisa
20
P
Bau
amoniak
20 JernihP
100
170
70
20
PNovita
20
PRafiqa
20 JernihP
700
350
50
20
P
Jernih

PEMBAHASAN
Bau urin
Pada
praktikum
bau
urin,
pemeriksaan bau urin dilakukan dengan
cara menampung urin ke dalam wadah
lalu mengidentifikasi bau yang keluar dari
urin tersebut. Berdasarkan data praktikum
diperoleh hasil 3 OP urinnya tidak
berbau, 3 OP berbau pesing dan hanya
pada Rafiqa yang urinnya berbau
amoniak.

Berdasarkan data praktikum diperoleh


hasil bahwa semua OP memiliki urin
yang jernih . Urin normal biasanya jernih
pada waktu dikeluarkan, tetapi bila
dibiarkan dalam waktu lama akan timbul
kekeruhan disebabkan oleh nucleoprotein,
mukoid, atau sel-sel epitel. Selain itu
pada urin yang alkalis, kekeruhan dapat
disebabkan
oleh
endapan
fosfat
sedangkan pada urin asam biasanya
disebabkan oleh endapan urat.

Urin yang baru dikeluarkan


mempunyai bau khas. Bila urin
mengalami dekomposisi, timbul bau
ammonia yang tidak enak. Hal tersebut
masih normal karena bau tersebut
disebabkan perombakan ureum oleh
bakteri dan biasanya terjadi pada urin
yang
dibiarkan
tanpa
pengawet.
Sementara penyebab urin tidak berbau
disebabkan karena banyaknya cairan yang
dikonsumsi
oleh
OP
sehingga
menyebabkan proses perombakan ureum
oleh bakteri belum sempurna. Faktor
yang mempengaruhi bau urin diantaranya
adalah
banyaknya
cairan
yang
dikonsumsi oleh OP, jenis makanan yang
dikonsumsi atau obat-obatan yang
dikonsumsi oleh OP.

Urin yang telah keruh pada waktu


dikeluarkan dapat disebabkan oleh
sedimen seperti epitel, leukosit dan
eritrosit dalam jumlah banyak. Kristal
asam urat, kalsium oksalat, triple fosfat
dan bahan amorf merupakan kristal yang
sering ditemukan dalam sedimen dan
tidak mempunyai arti, karena kristalkristal itu merupakan hasil metabolisme
yang normal. Pada urine normal juga
dapat dilihat kristal-kristal seperti amorf
dan asam urat.

Kejernihan Urin
Pada praktikum kejernihan urin,
pemeriksaan kejernihan urin dilakukan
dengan cara menuangkan urin ke dalam
tabung reaksi sebanyak bagian tabung.
Selanjutnya tabung dimiringkan dan
disinari menggunakan senter. Penyinaran
ini
berfungsi
untuk
memperjelas
kekeruhan urin yang akan diamati.

Pemeriksaan Warna Urin


Pada pemeriksaan warna urine,
kedelapan OP warna urinenya kuning
muda-kuning tua. Namun kebanyakan OP
memiliki warna kuning muda pada
urinenya. Warna urine dipengaruhi oleh
kepekatan urine, obat yang dimakan
maupun makanan. Pada umumnya warna
ditentukan oleh kepekatan urine, makin
banyak diuresa makin muda warna urine
itu. Warna normal urine berkisar antara
kuning muda dan
kuning tua yang
disebabkan oleh beberapa macam zat
warna seperti urochrom, urobilin dan
porphyrin. Ini berarti bahwa kedelapam

OP memliki warna urine yang normal.


Bila didapatkan perubahan warna pada
urinemungkin disebabkan oleh zat warna
yang normal ada dalam jumlah besar,
seperti urobilin menyebabkan warna
coklat Warna urine yang dapat
disebabkan oleh jenis makanan atau obat
yang diberikan kepada orang sakit seperti
obat dirivat fenol yang memberikan
warna coklat kehitaman pada urine.
Menentukan Berat Jenis Urin
Pada praktikum ini tidak diperoleh
data dikarenakan prosedur praktikum
yang salah, yang disebabkan jumlah urin
yang
sangat
sedikit
sehingga
menyebabkan urinometer tidak dapat
mengapung.
Pada literatur dijelaskan Berat
jenis urine normal berkisar 1,003
1,030 . Berat jenis yang lebih
dari 1030
memberi isyarat
adanya kemungkinan glukosuri.
Efek fungsi dini yang tampak
pada kerusakan tubulus adalah
kehilangan kemampuan untuk
memekatkan urine. Tingginya
berat jenis memberi makna
terhadap kepekatan urin yang
berhubungan dengan fisiologi
pemekatan di ginjal. Penetapan
berat jenis urin biasanya cukup
teliti
dilakukan
dengan
menggunakan urinometer. Berat
jenis urine yang rendah persisten
menunjukkan gangguan fungsi
reabsorbsi
tubulus.
Nokturia
dengan ekskresi urine malam >
500 ml dan Berat jenis kurang
dari 1.018, kadar glukosa sangat
tinggi, atau mungkin pasien

baru-baru ini menerima pewarna


radiopaque
kepadatan
tinggi
secara intravena untuk studi
radiografi, atau larutan dekstran
dengan berat molekul rendah.
Menetapkan Derajat Keasaman
Pada table dapat terlihat bahwa
semua OP memiliki urine dengan derajat
keasaman 6-7. Hasil tersebut menunjukan
bahwa semua OP memiliki pH normal,
karena pada urin normal pH antara 4,8-7,8. Filtrat glomerular plasma darah
biasanya diasamkan oleh tubulus ginjal
dan saluran pengumpul dari pH 7,4
menjadi sekitar 6 di urin sebenarnya.
Namun, tergantung pada status asambasa, pH kemih dapat berkisar dari 4,5
8,0. pH bervariasi sepanjang hari,
dipengaruhi oleh konsumsi makanan;
bersifat basa setelah makan, lalu menurun
dan menjadi kurang basa menjelang
makan berikutnya. Urine pagi hari
(bangun tidur) adalah yang lebih asam.
Obat-obatan tertentu dan penyakit
gangguan keseimbangan asam-basa jug
adapt mempengaruhi pH urine.
Urine yang diperiksa haruslah
segar, sebab bila disimpan terlalu lama,
maka pH akan berubah menjadi basa.
Urine basa dapat memberi hasil negatif
atau tidak memadai terhadap albuminuria
dan unsure-unsur mikroskopik sedimen
urine, seperti eritrosit, silinder yang akan
mengalami lisis. pH urine yang basa
sepanjang hari kemungkinan oleh adanya
infeksi. Urine dengan pH yang selalu
asam dapat menyebabkan terjadinya batu
asam
urat.
Berikut ini adalah keadaan-keadaan yang
dapat mempengaruhi pH urine :

1. pH basa : setelah makan,


vegetarian,
alkalosis
sistemik,
infeksi saluran kemih (Proteus atau
Pseudomonas menguraikan urea
menjadi CO2 dan ammonia), terapi
alkalinisasi, asidosis tubulus ginjal,
spesimen basi.
2. pH asam : ketosis (diabetes,
kelaparan, penyakit demam pada
anak), asidosis sistemik (kecuali
pada gangguan fungsi tubulus,
asidosis respiratorik atau metabolic
memicu pengasaman urine dan
meningkatkan ekskresi NH4+),
terapi pengasaman.
Jumlah Urin
Berdasarkan hasil pengamatan
jumlah volume urine OP selama 24 jam,
12 jam dan sewaktu, didapatkan rata-rata
jumlah urine 24 jam adalah 170,125mL ,
rata-rata jumlah urin 12 jam adalah
150,25mL, dan jumlah rata-rata urine
sewaktu adalah 97,5mL.
Jumlah volume urine dari OP jauh
dari angka normal, ini disebabkan oleh
kesalahan OP dalam pengumpulan urine.
OP bukan mengumpulkan urin selama 24
jam penuh, namun mengumpulkan urin
satu kali tepat pada 24 jam sebelum
praktikum urinalisa. Sehingga jumlah
volume yang terkumpul sedikit, maka
hasil yang diperlihatkan (jumlah urine
tidak normal) bukan dikarenakan adanya
faktor penyakit pada OP, namun
kesalahan prosedur pengumpulan.
Volume urin normal 24 jam pada
orang dewasa antara 750 dan 2000 ml, ini
tergantung
pada
masukan
cairan
(biasanya merupakan suatu kebiasaan)
dan kehilangan cairan melalui jalan lain
(terutama keringat, yang tanpa demam,
tergantung aktifitas fisik dan suhu luar).

Suatu perubahan yang jelas dalam


pengeluaran urina dapat menjadi tanda
penyakit ginjal.
Oligura berkembang juga pada setiap
penyakit bukan ginjal pada mana terdapat
kekurangan masukan cairan, atau
kehilangan cairan berlebihan melalui
jalan lain, sebagai contoh melalui
perdarahan, atau diare dan muntah.
Pengeluaran urine minimal dalam 24 jam
yang dibutuhkan untuk mengeluarkan
produk-produk sisa dari metabolisme
normal kira-kira 500 ml. Seorang pasien
dapat dikatakan mengalami oliguria bila
volume urine dibawah 400 ml alam 24
jam, dan anuria bila dalam 24 jam volume
di bawah 100 ml. (Baron, 1995)
Uji Protein
Pada hasil uji protein tersebut,
didapatkan bahwa semua OP menunjukan
hasil
yang
negatif,
yaitu
tidak
mengandung
protein.
Hal
ini
menunjukkan bahwa urine semua OP
normal. Indikator adanya Albumin dalam
urine ditandai dengan terdapatnya cincin
putih diantara Asam asetat dan Urine.
Albumin merupakan salah satu protein
utama dalam plasma manusia dan
menyusun sekitar 60% dari total protein
plasma. Kadar albumin normal dalam
urine berkisar antara 0-0,04 gr/L/hari.
Keberadaan albumin dalam urin
dengan jumlah yang melebihi batas
normal, dapat mengindikasikan terjadinya
gangguan dalam proses metabolisme
tubuh. Uji ini dilakukan dengan
memanaskan terlebih dahulu sampel urine
yang
akan
digunakan.
Sebelum
dipanaskan urine pada umumnya akan
berwarna kuning dan setelah dipanaskan
ketika dibandingkan dengan urin sebelum

yang dipanaskan terjadi kekeruhan


sedikit, hal ini dikarenakan adanya
kandungan kalsium fosfat pada urine
yang akan membentuk kalsium karbonat
serta gas ketika dipanaskan. Setelah
ditetesi dengan asam asetat, kekeruhan
tersebut akan hilang karena adanya
presipitasi pada urine Pemberian asam
asetat dilakukan untuk mencapai atau
mendekati titik iso-elektrik protein. Bila
pada pemeriksaan tidak terjadi kekeruhan
itu karena asam asetat tidak bereaksi
dengan protein yang ada pada urin,
sedangkan pada urine yang mengandung
albumin setelah pemanasan dan penetesan
oleh asam asetat perbandingan oleh urine
awal yang sebelumnya yaitu terdapat
kekeruhan berupa butiran putih kecil yang
jarang pada urinnya
Pemberian asam asetat telah
mencapai iso-elektrik protein dan akan
menimbulkan respon berupa kekeruhan
pada urin Albumin dalam urine ditandai
dengan terdapatnya cincin putih. Hal ini
kami perkirakan adalah sejumlah
albumin. Karena Albumin merupakan
suatu protein yang memiliki ukuran
molekulnya cukup besar maka dapat
terlihat dengan cara mata telanjang dan
membandingkan dengan urin awal
sebelum pemanasan dan pentetesan asam
asetat. dan karena butiran protein yang
kami temukan terlihat jarang, kami
menyimpulkan
untuk
memberikan
symbol positif+ (1+) dengan keterangan
berupa 0,01 0,05 %. Dan berdasarkan
jurnal Anonim, Kadar albumin normal
dalam urine berkisar antara 0-0,04
gr/L/hari. Maka didapatkan bahwa
Keberadaan albumin dalam urin tersebut
dapat
mengindikasikan
terjadinya

gangguan dalam proses metabolisme


tubuh.
Pada keadaan normal, protein tidak
terdapat dalam urin, karena celah pada
membrane filtrasi glomerulus normal
kecil untuk dapat dilewati protein. Bila
membran glomerulus
mengalami
kerusakan
dapat
menyebabkan celah menjadi besar dan
protein dapat melewati filtrasi masuk
kedalam urin (Ratnaningsih,2004).
Uji Benedict
Hasil pengamatan memperlihatkan bahwa
ke delapan OP negatif mengandung OP
pada urinnya. Hal tersebut ditandakan
dengan warna benedict yang ditetesi urine
tetap berwarna biru. Negatif mengandung
glukosa dalam urin merupakan indikasi
bahwa kerja ginjal dari masing-masing
OP masih baik, terutama dalam proses
reabsorbsi.
Tablet/benedict
dapat
ditambahkan ke beberapa tetes urine, dan
warna yang dihasilkan, dari biru terang
sampai jingga yang mengindikasikan
tingkat
glukosa
dalam
urin
(Wildian,2013).
Darah disaring oleh jutaan nefron,
sebuah unit fungsional dalam ginjal. Hasil
penyaringan (filtrat) berisi produk-produk
limbah (mis. urea), elektrolit (mis.
natrium, kalium, klorida), asam amino,
dan glukosa. Filtrat kemudian dialirkan
ke tubulus ginjal untuk direabsorbsi dan
diekskresikan; zat-zat yang diperlukan
(termasuk glukosa) diserap kembali dan
zat-zat yang tidak diperlukan kembali
diekskresikan ke dalam urin.

Kurang dari 0,1% glukosa yang


disaring oleh glomerulus terdapat dalam
urin (kurang dari 130 mg/24 jam).
Glukosuria (kelebihan gula dalam urin)
terjadi karena nilai ambang ginjal
terlampaui (kadar glukosa darah melebihi
160-180 mg/dl atau 8,9-10 mmol/l), atau
daya reabsorbsi tubulus yang menurun.
Kesimpulan
1. Berdasarkan
data
praktikum
semua OP memiliki kejernihan
urin yang normal.
2. Berdasarkan data praktikum 3 OP
memiliki urin berbau pesing, 3 OP
tidak berbau, dan 1 OP yang
memiliki urin berbau amoniak.
3. Ada tidaknya glukosa dalam urin
digunakan untuk mengetahui
gejala penyakit diabetes mellitus
dan glikosuria serta mengetahui
gangguan yang terjadi pada ginjal
seseorang.
4. Reagen
benedict
digunakan
sebagai peaksi untuk menguji
glukosa selain pereaksi Fehling
dan Pereaksi Tollens.
5. Pada pemeriksaan warna urine,
kedelapan OP memiliki urine
normal yang berwarna kuning
muda-kuning tua
6. Pada
pemeriksaan
derajat
keasaman, kedelapan OP memiliki
urine yang normal karena pada
urin normal pH antara 4,8- -7,8.
7. Pada Penentuan berat jenis urin
tidak diperoleh data dikarenakan
prosedur praktikum yang salah,
dikarenakan jumlah urin yang
sedikit sehingga urinometer tidak
dapat mengapung.

8. Pada uji protein, menunjukan


hasil negatif pada semua OP
karena tidak terjadi kekeruhan
urine yang menandakan bahwa
tidak terjadi reaksi antara albumin
dan asam asetat.
Daftar Pustaka
Ganong, William F. 2001. Buku Ajar
Fisiologi Kedokteran. Jakarta:
EGC.
Ratnaningsih, Anna. 2004. Pengaruuh
Kadmium terhadap Gangguan
Patologik pada Ginjal Tikus
Percobaan. Diakses pada 22
November 2016.
Scanlon, Valerie C. dan Tina Sanders.
2000. Buku Ajar Anatomi dan
Fisiologi.
Penerbit
Buku
Kedokteran EGC: Jakarta.
Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi
Manusia. Jakarta:EGC.
Wildian, Eko Satria. 2013. Rancang
Bangun Alat Ukur Kadar Gula
Darah Non-Invansive Berbasis
Mikrokontroler AT89S51 Dengan
Mengukur Tingkat Kekeruhan
Spesimen Urin Menggunakan
Sensor Fotodioda. Diakses pada
22 November 2016.
Wulangi, Kartolo. 1990. Prinsip-prinsip
Fisiologi Hewan. ITB: Bandung.

Anda mungkin juga menyukai