DAN PESISIR
BAB I PENDAHULUAN
Negra Republik Indonesia yang membentang dari Sabang sampai ke
Merauke, merupakan negara kepulauan yang terdiri atas 17.508 pulau, dan
memiliki garis pantai sepanjang 81.000 kilometer persegi. Manuputty (1995:69)
mengemukakan bahwa dengan konsep wawasan nusantara, maka luas daratan
mencapai 1,9 juta kilometer persegi, sedangkan lautan (termasuk zona ekonomi
eksklusif sebagaimana diatur dalam Konvensi Hukum Laut PBB 1982)
diperkirakan luasnya 7,9 juta kilometer persegi. Dengan demikian, luas kawasan
perairan adalah 81% dari seluruh wilayah tanah air kita.
Dengan luasan kawasan laut dan pesisir yang sedemikian besar, dibarengi
dengan kekayaan sumberdaya laut yang besar pula.Berkenaan dengan itu
Ramadhani (1999:151) menyatakan bahwa beragam jenis biota dan satwa yang
hidup dipesisir dan lautan antara lain:
- 800 species rumput laut
- 75 golongan coral reef
- 5 species kura-kura
- 155 species burung laut
- 25 species ikan paus dan lumba-lumba jenis dan ragam binatang laut yang tak
terhitung
- serta lahan basah yang sangat produktif dan lain-lain.
Bachtiar Rifai (Ohorella, 1993:47) menyatakan bahwa secara potensial
lautan itu adalah penghasil bahan pangan lebih produktif daripada daratan.
Kehidupan di laut ada yang membaginya dalam beberapa daerah :
1. Daerah pantai atau tidal zone yakni bertemunya daratan dan lautan.
2. Daerah laut dangkal sekitar benua sampai sedalam kurang lebih 150
meter.
3. Daerah samudera dalam, yang terbagi lagi dalam :
BAB II PEMBAHASAN
2.1.
ini
memerlukan
suatu
sistem
pengelolaan
yang
mampu
pesisir dan laut tahun 1993, terungkap bahwa telah direncanakan untuk
mengkonversi hutan mangrove menjadi lahan pertanian pasang surut, perikanan
dan pemukiman seluas 20.871 hektar. Rencana ini menurut Butarbutar (1999:23)
selain memberikan harapan tumbuhnya keanekaragaman kegiatan ekonomi yang
berbasis pada kawasan dan pesisir juga merupakan tantangan bagi semua pihak
untuk menjaga keberadaan hutan mangrove sebagi bagian penting dari ekosistem
kawasan tersebut. Selanjutnya dinyatakan bahwa pengalaman menunjukkan,
perubahan daerah pesisir menjadi lahan pertanian pasang surut dan tambak yang
tidak hati-hati dapat menyebabkan kerusakan ekosistem setempat.
Pengelolaan hutan mangrove masih menghadapi kendala antara lain belum
berkembangnya sistem pengelolaan, termasuk perencanaan, pelaksanaan dan
pengawasan daerah pantai yang mampu mendorong penerapan prinsip-prinsip
pemanfaatan dan perlindungan hutan mangrove yang terencana sesuai dengan
peruntukannya. Kerusakan hutan mangrove ini akan mengancam ekosistem pesisir
baik sebagai penyangga daera pantai maupun sebagai habitat ikan dan mahkluk lain
dikawsan pesisir.
c. Terumbu karang
Terumbu karang di Indonesia menempati area seluas 7.500 km 2 . Yang
memprihatinkan, menurut Butarbutar (1999:24) adalah kondisi terumbu karang
makin lama makin menurun. Pada tahun 1993, dari seluruh terumbu karang di
Indonesia ada sekitar 14% terumbu karang dalam keadaan kritis, 46% mengalami
kerusakan, sekitar 33% yang masih baik, dan hanya 7% yang kondisinya sangat
bagus. Hal ini menunjukan bahwa terumbu karang tersebut selain berkaitan dengan
pembanagunan sektor perikanan juga berhubungan erat dengan prospek
pengembangan wisata bahari di masa depan. Kendala pengelolaan terumbu karang
disebabkan kegiatan manusia berupa kegiatan-kegoatana yang berlokasi di kawasan
pesisir dan laut, dan kegiatan-kegiatan yang yang berlokasi di darat.
dalamnya
dikuasai
oleh
negara
dan didpergunakan
sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat.
Landasan operasional (Tap MPR No. IV/MPR/99 tentang GBHN) yang
menghendaki agar sumber daya alam dipergunakan sebesar-besar kemakmuran
rakyat dengan memperhatikan keseimbangan antara kemakmuran lahiriah dan
kepuasan batiniah. Khusus yang berkenaan dengan lingkungan hidup dinyatakan
bahwa kelestarian fungsi lingkungan hidup menjadi pertimbangan dalam
pembangunan yang berkesinambungan dan berlanjut.
Sebagai implementasi berbagai kebijakan pembangunan yang berwawasan
lingkungan, maka ditetapkanlah Undang-Undang No. 23 tahun 1997 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Pasal-pasal yang berkenaan dengan penulisan ini sebagai berikut: Dalam pasal 5
ayat (1) setiap orang mempunyai hak yang sama atas lingkungan hidup yang baik
dan sehat.
Pasal 6 ayat (1) Setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi
lingkungan hidup serta mencegah dan menaggulangi pencemaran dan perusakan
lingkungan hidup.
Pasal 9 ayat (1) pemerintah menetapkan kebijaksanaan nasional tentang
pengelolaan lingkungan hidup dan penataan ruang dengan tetap memperhatikan
nilai-nilai agama, adat istiadat, nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat.
Pasal 8 ayat (1) sumber daya alam dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk
sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat, serta pengaturannya ditentukan oleh
pemerintah. Pada ayat (2) dinyatakan bahwa Pemerintah:
a.
b.
c.
d.
e.
Undang
No.
Tahun 1994
Perindustrian,
pasal 9
ayat
(4)
dinyatakan
pada
tentang
bahwa
dengan
sumber
pencemaran,
menurut
Rachmat
dkk
pencemaran, ada tiga langkah aksi yang penting untuk diperhatikan, yaitu:
1. Standar baku mutu
2. Pelaksanaan program monitoring
3. Penegakan hukum.
Pengendalian kualitas lingkungan laut, didasarkan pada standar kualitas
lingkungan laut, disusun berdasarkan batasab kualitas air, biota dan sedimen yang
harus dijaga untuk suatu tingkat pemanfaatan tertentu. Sedangkan penentuan
standar emisi pada suatu jenis kegiatan sebagai sumber pencemaran umumnya
disasarkan pada kemampuan atau ketersediaan teknologi yang dapat digunakan
untuk mengurangi emisi kontaminan dari kegiatan tersebut.
Rachmat, dkk (1999:171) mengemukakan bahwa program pemantauan
pencemaran laut dan pesisir merupakan kegiatan atau program secara berkelanjutan
dalam pengukuran, analisis, dan sintesis untuk mengkuantifikasikan dan
mendeskripsikan kadar kontaminan atau zat pencemar lingkungan. Informasi yang
dihasilkan dari program pemantauan tersebut merupakan dasar umtuk pengambilan
sumberdaya
alam
dan lingkungan
sesuai
dengan
pembangunan berkelanjutan.
2. Program konservasi hutan, tanah dan air untuk mengamankan fungsi
konservasi sumberdaya alam, dan lingkungan baik secara biologi
maupun non biologi
3. Program penyuluhan untuk pengelolaan lingkungan untuk menyediakan
sumberdaya lingkungan baik untuk pegawai maupun masyarakat
4. Program
pengendalian
pencemaran
lingkungan
dengan
tujuan
2.
3.
4.
5.
Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang
didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan
hidup.
banyaknya, karena selain menyangkut hewan dan tumbuhan yang berada dalam
kawasan laut dan pesisir, juga manusia yang selama ini menggantungkan hidupnya
pada laut dan pesisir, bahkan seluruh umat manusia. Oleh karena itu pengendalian
pencemaran lingkungan laut dan pesisir sepatutnya dijadikan perhatian utama
semua pihak (pemerintah, investor, dan
masyarakat)
agar
menghindari,