Anda di halaman 1dari 5

SUKU BURU

1. SEJARAH

Buru adalah kelompok etnik yang berdiam di Pulau Buru. Provinsi Maluku Tengah. Selain
orang Buru, di pulau ini juga menetap suku bangsa Galela dan Sula, yang kebanyakan
berdiam di daerah pantai. Seperti halnya penduduk Kepulauan Maluku lainnya, suku bangsa
ini biasa disebut orang Alfuru. Jumlah penduduk di pulau ini tercatat sekitar 7.000 jiwa.

Mata Pencaharian Suku Buru


Mata pencaharian pokok orang Buru adalah mengumpulkan dan meramu sagu hutan, yang
menjadi makanan pokok mereka. Mereka juga mulai membuka lahan perladangan yang
ditanami ubi-ubian, tebu, jagung, dan padi. Pekerjaan lainnya adalah berburu rusa dan babi
hutan, dengan senjata tombak dan anjing perburuan.
Kekerabatan Suku Buru
Garis keturunan ditarik menurut garis laki-laki (patrilineal). Kesatuan kekerabatan yang
terpenting adalah fena, yakni gabungan kelompok kekerabatan patrilineal yang disebut etnate
atau soa. Dalam sistem perkawinan, orang Buru menggunakan adat eksogami fena, artinya
seseorang harus kawin dengan orang dari fena yang berlainan.

Seorang calon suami harus memberikan sejumlah mas kawin kepada pihak wanita. Adat
menetap sesudah nikahnya menentukan bahwa pasangan pengantin baru menetap di
kediaman kerabat suami (patrilokal).

Setiap fena dikepalai oleh seorang matlea (gebha), dengan wakilnya yang disebut perwies.
Pemimpin fena ini ditentukan berdasarkan pemilihan di kalangan anggota fena menurut garis
laki-laki. Beberapa fena membentuk sebuah federasi yang lebih besar, disebut feulolin
(fugmolin). Kepala feulolin, yaitu kepala jabu, dan wakilnya, hermolon, merupakan wakil
terpilih fena-fena yang ada.

2. KONDISI GEOGRAFIS

Secara Geografis Kabupaten Buru terletak antara 2º25’ – 3º83’ Lintang Selatan dan 125º08’
– 127º20’ Bujur Timur. Luas wilayah Kabupaten Buru menjadi 7.595,58 Km² yang terdiri
dari luas daratan 5.577,48 Km2dan luas lautan/perairan 1.972,50 Km2 dengan panjang garis
pantai 232,18 Km2.
Secara Geografis Kabupaten Buru memiliki batas wilayah :

 Sebelah Utara : Laut Seram

 Sebelah Selatan : Kabupaten Buru Selatan dan Laut Banda

 Sebelah Barat : Buru Selatan dan Laut Banda

 Sebelah Timur : Selat Manipa


3. RUMAH ADAT

Rumah Adat Baileo (Suku Buru)

Rumah Adat masyarakat Buru berupa rumah panggung yang terbuat dari bambu dengan
atap alang-alang atau daun kelapa.

4. PAKAIAN ADAT
5. TARIAN

 Tarian gendang Perahu

Tarian yang mengungkapkan rasa persahabatan/persaudaraan antara tuan rumah dan


tamu. Penarinya berjumlah 8 orang dengan konfigurasi 4 orang pria dan 4 orang wanita.
Alat penggiring tarian berupa Tifa ( Gendang), Totobuang (Gong Kecil) dan Gong Besar.

 Tarian Kuda Lumping

Tarian Kuda Lumping merupakan akulturasi budaya yang bermula dari masuknya
Tahanan Politik yang berpusat di Markas Komando (Mako) pada tahun 1970-an dan
kedatangan Transmigrasi dari Pulau Jawa pada tahun 1979. Tarian ini biasanya
ditampilkan pada acara-acara syukuran panen raya (Padi), pesta perkawinan dan
penjemputan tamu daerah

 Tarian Cakalele

Tarian ini mengisahkan keperkasaan putra-putri Buru dalam sebuah peperangan.


Konfigurasi tarian dari 2 orang laki-laki dengan menggunakan alat-alat tarian Parang dan
Tombak serta menggunakan alat penggiring berupa Toba (Tifa)

 Tarian Sawat Pesisir

Tarian Sawat pesisir menggambarkan keramahtamahan masyarakat Buru dalam


menyambut kedatangan tamu-tamu kehormatan daerah. Jumlah penari pada tarian ini 8
orang yang terdiri dari 4 orang laki-laki dan 4 orang perempuan. Alat music yang
digunakan dalam menggiringi tarian ini yaitu Tifa (gendang), Tifa Sawat (Beduk Kecil)
dan Suling Bambu.

 Tarian Toloprari Damang Tafu

Tarian ini sering ditampilkan pada acara pesta panen sebagai ungkapan rasa syukur dan
kegembiraan masyarakat Buru. Penari berjumlah 12 orang yang terdiri dari 6 orang pria
dan 6 orang wanita. Alat penggiring tari berupa Tifa kecil dan besar

 Nyanyian Inafuka

Nanyian yang mengandung ungkapan kegembiraan ataupun kesedihan yang dilantunkan


dalam bentuk syair dan pantun. Selain itu nanyian ini juga merupakan sarana bagi
pemuda dan pemudi untuk mencari pasangan hidup.

6. KEPERCAYAAN SUKU BURU

Agama dan Kepercayaan Suku Buru


Penduduk Pulau Buru, terutama yang berdiam di sekitar pantai, umumnya memeluk agama
Islam. Hal ini berkaitan dengan pengaruh Kesultanan Ternate yang menjadi pusat penyebaran
Islam di daerah Maluku. Penduduk yang tidak menganut agama Islam meyakini adanya roh
tertinggi, opo geba snulat atau opo lahatala, yang menciptakan alam semesta.

Selain itu, mereka juga percaya akan adanya roh abadi yang disebut esmangin, roh alam yang
disebut sanane, roh orang mati yang disebut nituro, dan sebagainya. Kepercayaan terhadap
kekuatan-kekuatan gaib ini diwujudkan dengan pemberian sesaji dan upacara pada waktu-
waktu tertentu.

7. BAHASA
Suku Buru berkomunikasi dengan menggunakan bahasa bahasa Buru. Selain itu juga mereka
juga menggunakan bahasa Melayu Ambon dengan logat khas Buru.

Anda mungkin juga menyukai