Anda di halaman 1dari 14

Nama Peserta: dr.

Rivane Misa
Nama Wahana: RSUD Tora Belo SIGI
Topik: Penyakit Dalam
Tanggal (kasus): 27 Juni 2015
Nama Pasien: Ny.A
No. RM: 001215
Tanggal Presentasi:
Nama Pendamping: dr. Jh. Luciana Ningsih
Tempat Presentasi: RSUD Tora Belo SIGI
Obyektif Presentasi:
Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi
Anak
Remaja
Dewasa
Lansia
Bumil
Deskripsi: Seorang wanita 34 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan perut membesar sudah 2 minggu. Disertai
mata tampak kuning dan lemah badan.
Tujuan: Tujuan: Mampu mendiagnosis dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan lab sederhana
Bahan bahasan:
Tinjauan Pustaka
Riset
Kasus
Audit
Cara membahas: Diskusi
Presentasi
dan Email
Pos
diskusi
Data pasien:
Nama: Ny. A
Nomor Registrasi:
Nama klinik: RSUD Tora Belo Telp:
Terdaftar sejak:
Sigi
Data utama untuk bahan diskusi:
1. Diagnosis/Gambaran Klinis:
2 minggu SMRS pasien mengalami bengkak pada perut. Perut membesar perlahan-lahan semakin lama
semakin besar dirasakan sudah kurang lebih 1 bulan. Disertai dengan keluhan mata yang terlihat menguning,
perut terasa kembung, cepat lelah. Nafsu makan kurang. Seringkali pasien merasa mual dan muntah. Pasien
merasa sesak bila tidur terlentang. Demam dirasakan sejak beberapa hari lalu.
BAK menjadi lebih pekat warna seperti teh, frekuensi dan volume masih dalam batas normal. BAB
lancar, frekuensi dan volume masih dalam batas normal.
Disangkal adanya riwayat penyakit hati, transfusi darah, dan obat-obatan yang dikonsumsi dalam waktu
lama. Pasien adalah seorang alkoholik. Kebiasaan minum alcohol saat masih muda.
Keadaan Umum
Kesan sakit
Kesadaran

: sakit berat
: compos mentis

Tanda-tanda Vital
Tekanan Darah
Nadi
Suhu tubuh
Pernafasan

: 120/ 80 mmHg
: 94 x/ menit, reguler, isi cukup, ekual
: 38 oC, aksiler
: 26 x/ menit, tipe: thorakoabdominal

Pengukuran
Umur
: 34 tahun
Berat badan
: 55kg
Tinggi badan
: 155 cm
Status gizi
: baik
Pemeriksaan sistematik
Rambut
: hitam, lebat, distribusi merata, tidak mudah dicabut
Kulit
: pucat (-), sianosis (-), ikterik (-), turgor kembali cepat, petekiae (-), spider nevi (-), eritema

palmaris (-), purpura (-)


KGB
: tidak teraba massa
Kepala
: tidak ada kelainan
Mata
: konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik +/+, mata cekung (-)
Hidung
: pernafasan cuping hidung (-), sekret hidung (-), epistaksis (-), ekskoriasi septum nasi sinistra
ulut Mulut
: bibir lembab, mukosa basah, foetor hepaticus (-)
Leher
: kaku kuduk (-)
Dada
: bentuk dan pergerakan simetris, retraksi (-), Spider Naevi (+)
Pulmo
: VBS +/+, rhonki -/-, wheezing -/Jantung
: BJ murni I dan II, reguler, tidak terdapat murmur
Abdomen
: Cembung, tegang, hepar sulit dievaluasi, lien sulit dievaluasi, bising usus (+) normal, nyeri
tekan (-), Caput medusa (-), Shifting Dullnes (+), undulasi (+)
Alat kelamin
: Perempuan, tidak ada kelainan
Anus dan rectum
: tidak ada kelainan
Ekstremitas
: akral hangat, CRT <2 detik, clubbing finger (-), kuku tampak pucat (+), pitting oedem cruris
dextra sinistra (+)
Neurologis
: refleks fisiologis +/+, refleks patologis -/-, Flapping Tremor (+)
Rangsang meningen (-)
Pemeriksaan Penunjang:
28/6/2015
Darah

HbsAg
(-)
Bilirubin total
5,2 mg/dl
Bilirubin direk
3,9 mg/dl
Bilirubin indirek
1,3 mg/dl
SGOT
80
SGPT
60
Kreatinin
1,3
GDS
135
Urine Rutin
BJ
1,020
Protein
(-)
Reduksi
(-)
Keton
(-)
Urobilin
(+)
Bilirubin
(+)
Nitrit
(-)
Epitel
0-2
Eritrosit
(-)
Leukosit
(-)
Bakteri
(-)
Kristal
(-)

28/6/2015
Darah

Hb
Ht
Leuko
Tc
LED
Diff

12,8
36
17.300
160.000
3
Basofil 0,2
Eosinofil
Staff 0
Segmen
Limfosit
Monosit

0,4
73,5
13,9
12,0

29/6/2015
Darah

GD puasa

146 mg/dl

USG (30/6/2015)

Liver
Tampak kecil, permukaan tidak rata, tepi tumpul. Tekstur parenkim tidak homogen, echogenisitas normal.
Di lobus kanan tampak masa padat lebih hiperechoic, batas kurang tegas, ukuran 41x41mm, tekstur parenkim
tidak homogen. Terlihat juga nodul padat hiperechoic diameter 13mm, batas tegas, tekstur parenkim homogen.
Vena porta tidak melebar, salurn empedu normal.
Gall blader
Besar dan bentuk normal. Dinding rata, tidak menebal. Intraluminal tidak tampak kelainan. Perigallblader
normal.
CBD
Tidak melebar, intraluminal tidak tampak kelainan.
Pankreas
Besar dan bentuk normal. Tekstur parenkim homogen, echogenisitas normal. Duktus pancreaticus mayor
normal.
Spleen
Membesar. Tekstur parenkim homogen, echogenisitas normal. Vena lienalis tidak melebar.
Intraperitoneal
Tampak cairan bebas dalam jumlah sedang.

D/ USG saat ini :


liver dengan gambaran cirrhosis, disertai dengan suspek neoplasia di lobus kanan, dan ada nodul
padat hiperechoic kecil (hemangioma? Nodul metastase?)
Splenomegali + asites
Gall blader dan CBD tidak tampak kelainan
Pankreas tidak tampak kelainan
Sedikit efusi Pleura kiri

RO thorax
Kolom udara dalam trachea normal, aorta normal. Cor membesar, dengan apex tertanam pada diafragma. Sinus

normal. Diafragma kanan meninggi. Pulmo: hili kasar, corakan bronchovaskular tidak bertambah.
Costae, clavicula, jaringan lunak dinding dada normal.
Kesan: Cardiomegali, diafragma kanan meninggi, hepatomegali.
Diagnosis:
Diagnosis banding
:
Diagnosis tambahan :
Diagnosis kerja
: Sirosis Hepatis
Usulan Pemeriksaan: Biopsi Hati
Penatalaksanaan:
Non medikamentosa:
Istirahat yang cukup, tirah baring

Berhenti mengkonsumsi alkohol

Kalori yang adekuat dan protein sebanyak 75-100 g/ hari

Batasi konsumsi natrium 400-800 mg/ hari

Pembatasan asupan cairan (<800-1000 mg/ hari)

Medikamentosa:
Spironolakton 100mg, dosis 1x1 tablet

Furosemide 40mg, dosis 1x1 tablet

Multivitamin dosis 1x1

Curcuma 3x1

Propranolol 10mg, dosis 2x1 tablet

Metronidazole tab 2x250 mg


2. Riwayat Pengobatan: 3. Riwayat kesehatan/Penyakit: Gouty arthritis, Riwayat Hipertensi
4. Riwayat keluarga: Daftar Pustaka:
1.Braunwald, E., dkk. 2008. Harrisons Principales of Internal Medicine, 17th ed. Mc. Graw and Hill; USA.
Page: 1971-1980.
2.Sherlock, Sheila. 1995. Penyakit Hati dan Sistem Saluran Empedu, ed. 2. Widya Medika; Jakarta. Hal: 419422.
3.Tierney, L.M.Jr, dkk. 2004. Lange, Current Medical Diagnosis and Treatment, 43rd ed. Mc. Graw and Hill;
USA. Page: 640-644.
Hasil Pembelajaran:
1. Definisi dan Klasifikasi Sirosis Hepatis
2. Pathogenesis dan Diagnosis Sirosis Hepatis
3. Penatalaksanaan Sirosis Hepatis
4. Komplikasi Sirosis Hepatis

Subyektif
2 minggu SMRS pasien mengalami bengkak pada perut. Perut membesar perlahan-lahan semakin lama
semakin besar dirasakan sudah kurang lebih 1 bulan. Disertai dengan keluhan mata yang terlihat menguning,
perut terasa kembung, cepat lelah. Nafsu makan kurang. Seringkali pasien merasa mual dan muntah. Pasien
merasa sesak bila tidur terlentang. Demam dirasakan sejak beberapa hari lalu.
BAK menjadi lebih pekat warna seperti teh, frekuensi dan volume masih dalam batas normal. BAB
lancar, frekuensi dan volume masih dalam batas normal.
Disangkal adanya riwayat hepatitis, transfusi darah, dan obat-obatan yang dikonsumsi dalam waktu lama.
Pasien adalah seorang alkoholik. Kebiasaan minum alcohol saat masih muda.
Objektif

Pemeriksaan sistematik
Kulit
: pucat (-), sianosis (-), ikterik (-), turgor kembali cepat, eritema palmaris (-), purpura (-)
Mata
: konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik +/+, mata cekung (-)
ulut Mulut
: bibir lembab, mukosa basah, foetor hepaticus (-)
Pulmo
: VBS +/+, rhonki -/-, wheezing -/Jantung
: BJ murni I dan II, reguler, tidak terdapat murmur
Abdomen
: Cembung, tegang, hepar tidak teraba, lien tidak teraba, bising usus (+) meningkat, nyeri tekan (-)
Caput medusa (-), Shifting Dullnes (+), undulasi (+)
Ekstremitas
: Akral hangat, kuku:white nail (-), Dupuytren Kontraktur (-)
Alat kelamin : Perempuan, tidak ada kelainan
Anus dan rectum: tidak ada kelainan
Ekstremitas
: akral hangat, CRT <2 detik, clubbing finger (-), kuku tampak pucat (+), pitting oedem cruris
dextra sinistra (-)
Neurologis
: refleks fisiologis +/+, refleks patologis -/-, Flapping Tremor (+)
Rangsang meningen (-)
Pemeriksaan Penunjang:
29/6/2015
Darah

HbsAg
Bilirubin total
Bilirubin direk
Bilirubin indirek
SGOT
80
SGPT
60
Kreatinin
GDS
135

(-)
5,2 mg/dl
3,9 mg/dl
1,3 mg/dl
1,3

29/6/2015
Darah

Hb
Ht
Leuko
Tc
LED
Diff

12,8
36
17.300
160.000
3
Basofil 0,2

Eosinofil
Staff 0
Segmen
Limfosit
Monosit

0,4
73,5
13,9
12,0

USG (29/6/2015)
D/ USG saat ini :
liver dengan gambaran cirrhosis, disertai dengan suspek neoplasia di lobus kanan, dan ada nodul
padat hiperechoic kecil (hemangioma? Nodul metastase?)
Splenomegali + asites
Gall blader dan CBD tidak tampak kelainan
Pankreas tidak tampak kelainan
Sedikit efusi Pleura kiri
RO thorax
Kesan: Cardiomegali, diafragma kanan meninggi, hepatomegali.
Sehingga pada kasus ini Sirosis Hepatis et causa Alkoholik kronis dengan gastroenteritis ditegakkan
berdasarkan:
a. Anamnesis (Perut dan kaki terasa bengkak, mata tampak kuning, mencret, riwayat mengkonsumsi alkohol
sejak muda )
b. Pemeriksaan fisik (Sklera ikterik, shifting dullnes (+), pitting oedem (+), Flapping tremor (+))
c. Pemeriksaan Laboratorium: (Bilirubin direk : 3,9 mg/dl, Bilirubin indirek : 1,3 mg/dl, SGOT : 80, SGPT :
60, Albumin : 2,2 g/dl, USG : Gambaran Sirosis Hepatis dan ascites.

Assessment
Definisi
Sirosis didefinisikan sebagai suatu proses difus dengan fibrosis dan pembentukan nodulus.
Gejala Klinik
Sirosis dapat tidak bergejala untuk periode waktu yang lama. Permulaan gejala dapat terjadi secara perlahan
dan terjadi secara tiba-tiba. Kelemahan, keletihan, gangguan tidur, kram otot, dan penurunan berat badan sering
dijumpai. Pada sirosis yang sudah lanjut, biasanya terdapat anoreksia dan dapat menjadi parah, disertai dengan
nausea dan vomit. Dapat terjadi nyeri perut yang berhubungan dengan pembesaran hepar dan peregangan dari
kapsula Glissoni atau munculnya asites. Menstruasi yang abnormal (biasanya amenorrhea), impotensi,
kehilangan libido, sterilitas, dan gynecomastia pada laki-laki dapat terjadi. Hematemesis dapat menjadi gejala
pada 15-25%.
Pada 70% kasus, hepar membesar, dapat teraba, keras dan memiliki tepi tajam dan nodular, lobus kiri lebih
menonjol. Manifestasi kulit meliputi spider nevi (biasanya pada tubuh bagian atas), palmar erythema (bintikbintik merah pada eminensia thenar dan hypothenar) dan kontraktur Dupuytrens. Bukti dari defisiensi vitamin
(glositis dan cheilosis) cukup sering disertai dengan pengurangan berat badan dan munculnya penyakit kronik.
Ikterus (biasanya bukan suatu tanda awal) pada awalnya ringan, meningkat seiring dengan keparahan selama

stadium lanjut penyakit ini. Asites, efusi pleura, edema perifer, dan ekimosis adalah temuan selanjutnya.
Karakteristik encefalopati yang berulang siang dan malam, asterixis, tremor, disartri, delirium, perasaan
mengantuk, dan akhirnya koma juga terjadi kecuali jika dipicu oleh hepatoseluler akut atau suatu episode
perdarahan gastrointestinal. Panas badan merupakan gejala yang muncul 35% dari pasien dan biasanya
menggambarkan hubungan dengan alkoholik hepatitis, spontaneous bacterial peritonitis, intercurrent infection.
Splenomegali muncul pada 35-50% kasus. Vena superfisial dari abdomen dan trax berdilatasi, mencerminkan
obstruksi intra hepatik ke aliran darah portal, seperti halnya varises rektal. Vena akan terisi dari bawah ketika
terkompresi.
Labolatorium: kelainan labolatoris dapat tidak ditemukan ataupun terdapat kelainan minimal pada sirosis yang
laten. Anemia adalah kelainan labolatoris yang paling sering ditemukan, seringkali makrositik, disebabkan oleh
penekanan eritropoesis oleh alkohol, juga defisiensi asam folat, hemolisis dan splenomegali dan kehilangan darah
dari traktus gastrointestinal. Jumlah sel darah putih dapat rendah, memperlihatkan adanya splenomegali, bila
tinggi menunjukkan adanya inflamasi: trombositopenia dapat terjadi sekunder karena penekanan alkohol bada
sumsum tulang, sepsis atau defisiensi folat atau kelainan lien. Waktu pembekuan darah dapat meningkat yang
merupakan hasil akhir dari kegagalan hepar dalam mensintesis faktor pembekuan.
Pemeriksaan kimia darah memperlihatkan adanya kerusakan dan disfungsi hepatoselular, manifestasi dengan
peningkatan ringan dari AST dan alkali fosfstase dan peningkatan bilirubin yang progresif. Serum albumin
rendah, gamma globulin dapat meningkat dan dapat sama tingginya seperti pada hepatitis autoimun. Resiko
diabetes melitus pada pasien sirosis, terutama sekali dengan infeksi HCV, alkoholisme, hemokromatosis dan
perlemakan hati nonalkoholisme. Kadang-kadang EKG menunjukkan interval QT yang memanjang, diakibatkan
oleh aktifasi dari syaraf simpatik pada sirosis. Serum Troponin I dapat meningkat pada pasien dengan sirosis
alkoholik yang menunjukkan adanya kerusakan myokardial subklinis.
Biopsi hepar dapat menunjukkan sirosis yang tidak aktif (fibrosis dengan nodul regeneratif) dengan penampakan
yang tidak spesifik yang menunjukkan penyebab utama. Mungkin terdapat penampakan tambahan dari sirosis
alkoholisme, hepatitis kronik adatu penyebab spesifik sirosis yang lain.
Klasifikasi
Secara morfologi sirosis di klasifikasikan sebagai:
Mikronodular ditandai oleh septa tebal yang teratur, dengan nodulus kecil yang beregenerasi dan berukuran
sedikit bervariasi. Sirosis tipe ini menggambarkan terdapatnya gangguan kapasitas untuk pertumbuhan kembali
seperti pada alkoholisme, malnutrisi, usia tua atau anemia.
Makronodular ditandai oleh septa dan nodulus dalam ukuran bervariasi dan oleh lobulus normal di dalam nodulus
yang lebih besar. Regenerasi dicerminkan oleh terdapatnya sel-sel besar dengan inti besar dan oleh lempengan sel
dalam ketebalan yang bervariasi.
Apabila terjadi regenerasi dalam sirosis mikronodular maka akan menghasilkan penampilan makronodular.
Dengan berlalunya waktu, sering kali mikronodular berubah menjadi makronodular.
Secara etiologi dan morfologi sirosis di klasifikasikan sebagai:
1.

2. Sirosis alkoholik
Merupakan hasil akhir dari konsumsi alkohol yang berlebihan, dan sering disertai dengan bentuk lain
kerusakan harti oleh karena alkohol, yaitu: perlemakan hepar dan hepatitis yang ditimbulkan oleh konsumsi
alkohol. Sirosis alkoholisme sering disebut laennecs cirrhosis, yang merupakan bentuk sirosis paling sering
ditemukan di amerika utara, eropa barat dan amerika selatan. Laennecs cirrhosis ditandai dengan adanya
jaringan parut , sel hepatosit yang berkurang, dan nodul regenerasi yang berukuran kecil, sering juga sirosis
alkoholik ini diidentikkan dengan sirosis mikronodular. Walaupun dengan berjalannya waktu sirosis alkoholisme
dapat menjadi sirosis makronuduler.
Pathogenesis:
Dengan berlanjutnya konsumsi alkohol dan destruksi dari hepatosit, fibroblast muncul di daerah yang
rusak dan terjadi deposit kolagen. Septa yang terdiri dari jaringann penyambung muncul pada zona periportal dan
perisentral dan kadang-kadang menghubungkan segitiga portal dengan vena sentralis. Jaringan penyambung ini
melingkupi suatu massa kecil dari sisa-sisa sel hepatosit, yang beregenerasi dan membentuk nodul. Meskipun
terjadi regenerasi pada sedikit sisa-sisa parenkim, kehilangan sel hepatosit meningkatkan penggantian dengan
jaringan ikat. Dengan berlanjutnya kerusakan hepatosit dan deposisi kolagen, hepar menyusut, dan terlihat
menjadi berbentuk nodular dan menjadi keras seperti stadium akhir dari pembentukan sirosis. Walaupun sirosis
alkoholisme merupakan penyakit yang progresif, terapi yang adekuat dan penghindaran alkohol secara keras
dapat menghentikan progresifitas penyakit hampir pada semua stadium dan akan menyebabkan adanya perbaikan
secara fungsional.
Gejala klinik
Pada sirosis alkoholisme dapat asimptomatis, namun, pada banyak kejadian dapat ditemukan onset yang
muncul setelah 10 tahun konsumsi alcohol yang berlebihan dan berkembang perlahan-lahan. Anoreksia dan
malnutrisi menyebakan penurunan berat badan dan menyebakan hilangnya massa otot. Pasien mungkin dapat
menjadi mudah memar, meningkatnya kelemahan dan mudah lelah. Selain itu manifestasi klinik dari disfungsi
hepatoselular dan hipertensi portal, termasuk ikterus yang progresif, perdarahan dari varises gastroesofagal, asites
dan ensefalopati.
Hepar yang bernodul-nodul dapat menjadi gejala awal penyakit, hepar dapat membesar, normal maupun
mengecil dari ukuran normal. Hal- lain yang sering ditemui adalah ikterus, eritrema Palmaris, spider angioma,
pembesaran kelenjar parotis dan kelenjar keringat, clubbing fingers, splenomegaly, dan asites dengan atau tanpa
edema perifer. Pada pria dapat terjadi penurunan bulu-bulu tubuh dan/atau ginekomastia dan atrofi testis yang
terjadi karena gangguan metabolism hormon, termasuk meningkatnya kadar estrogen akibat berkurangnya
clerence hepar terhadap precursor androstenedion. Atrofi testis dapat menggambarkan abnormalitas hormone atau
efek toksik dari alkohol terhadap testis. Pada wanita dapat terjadi virilisasi atau siklus menstruasi yang
abnormal.kontraktur dupuytren dihasilkan dari fibrosis pada fascia Palmaris yang menyebakan kontraktur fleksi
pada jari yang berhubungan dengan alkoholisme namun tidak berhubungan secara spesifik dengan sirosis.
Meskipun pasien sirosis dapat stabil bila konsumsi alcohol dihentikan, dalam beberapa tahun, pasien
dapat menjadi sangat kurus dan ikterus kronik. Asites dan gejala lain dari hipertensi portal dapat menigkat secara

mencolok. Akhirnya pasien dengan sirosis lanjut meninggal karena koma hepatikum, sering juga karena
perdarahan dari varises esophagus atau infeksi berkelanjutan. Gagal ginjal yang progresif seringkali menjadi
komplikasi dari stadium terminal dari penyakit.
Labolatorium
Anemia dapat terjadi karena kehilangan darah yang kronis, defisiensi nutrient yang terus menerus ( asam
folat dan vit B12), splenomegali, dan efek langsung alkohol yang mendepresi sumsum tulang. Anemia hemolitik
terjadi karena efek dari hiperkolesterolemia atau akantositosis, sering ditemukan pada sirosis hepar yang
diakibatkan oleh alkoholisme. Hiperbilirubinemia dapat ditemukan, sering disertai dengan peningkatan serum
alkali fosfatase.AST dan ALT dapat meningkat, AST meningkat secara tidak proporsional bila dibandingkan
dengan ALT dimana ratio AST/ALT >2.
Waktu pembekuan bisa meningkat, memperlihatkan penurunan dari faktor pembekuan darah, sering kali
faktor pembekuan yang dipengaruhi oleh vit K. serum albumin seringkali menurun, sementara serum globulin
meningkat. Hipoalbuminemia memperlihatkan adanya gangguan sintesis protein di hepar, sementara
hyperglobulinemia menggambarkan adanya stimulasi nonspesifik terhadap system retikuloendotelial.
Peningkatan level ammonia dalam darah pada pasien dengan hepatic encephalophaty menggambatkan penurunan
clearance hepar karena penurunan fungsi hepar dan bocornya darah pada vena porta ke peredaran darah sistemik.
Glukosa intoleran terjadi karena resistensi terhadap insulin endogen bisa didapatkan, namun penyakit
diabetes

jarang

ditemukan.

Hiperventilasi

dapat

ditemukan

karena

adanya

alkalosis

respiratorik.

Hipomagnesemia dan hipofosfatinemia dapat ditemukan, hipokalemia bisa muncul karena kehilangan kalium
karena hiperaldosteron. Kadang-kadang dapat ditemukan prerenal azotemia.
Diagnosis
Bila pasien memiliki gejala klinik, pemeriksaan fisik, dan penemuan labolatorium sepeti diatas perlu
dipertimbangkan diagnosis penyakit hepar akibat alkoholisme. Diagnosis membutuhkan pengetahuan yang akurat
tentang penggunaan alkohol yang tidak pada tempatnya dan berlebihan. Lebih lanjut, bentuk lain dari penyakit
hepar kronis harus disingkirkan, atau apabila ada jumlah dari penggunaan alkohol harus diketahui. Biopsi hepar
dapat membantu menegakkan diagnosis, namun apabila pasien menderita alkoholik hepatitis dan tetap minum
alcohol, biopsi hepar harus ditunda sampai konsumsi alkohol dihentikan selama 6 bulan, untuk menentukan
apakah penyakitnya memiliki gejala sisa atau tidak sembuh.
Pada pasien dengan komplikasi sirosis dan meneruskan konsumsi alkoholnya, 5 year survival ratenya
kurang dari 5%. Kebalikannya, bila pasien dapat menghentikan mengkonsumsi alkohol, prognosisnya akan
meningkat secara signifikan. Pada pasien dengan penyakit hepar yang lanjut, meskipun telah menghentikan
konsumsi alkohol prognosisnya buruk; bagaimanapun, pada individu yang dapat menghentikan konsumsi alkohol
selama 6 bulan, stabil secara psikososial, dan tidak menderita penyakit lain yang berhubungan dengan alkohol,
transplantasi hepar adalah pilihan yang tepat.
3. Sirosis akibat hepatitis B atau C kronis.
Pada pasien yang terinfeksi hepatitis C, sekitar 80%nya akan menjadi kronis, sekitar 20-30% dalam 20-30

tahun akan menjadi sirosis hepar. Banyak dari pasien ini juga memiliki riwayat mengkonsumsi alkohol. Sehingga
insidensi pasien dengan sirosis akibat hepatitis C secara murni tidak diketahui. Perjalan penyakit pada penyakit
hepar yang disebabkan oleh hepatitis C kronik ditandai oleh fibrosis dan pembentukan nodul, yang memuncak
dengan terjadinya sirosis hepatis. Pada sirosis akibat hepatitis C kronis, hepar akan mengecil dan melisut dengan
karakteristik campuran antara mikro dan makronodular yang terlihat pada biopsi hepar. Infiltrate inflamasi
ditemukan pada area portal yang menghubungkan antara kerusakan hepatoselular dan inflamasi. Steatosis dapat
ditemukan pada HCV genotip 3.
Hal yang sama ditemukan pada sirosis akibat hepatitis B kronis. Pada pasien yang terinfeksi oleh hepatitis
B, sekitar 5% akan berkembang menjadi hepatitis B kronik dan sekitar 20% dari pasien hepatitis B kronik akan
berkembang menjadi sirosis hepatis.
Gejala klinik
Pada pasien dengan sirosis akibat infeksi hepatitis B atau C memiliki gejala-gejala mirip dengan penyakit
hepar kronis pada umumnya, yaitu mudah lelah, malaise, rasa sakit yang samar-samar pada perut kanan atas dan
kelainan pada pemeriksaan labolatorium. Diagnosis ditegakkan dengan tes HCV RNA kuantitatif dan analisis
genotip HCV, atau tes serologis hepatitis B, termasuk HBsAg, anti-HBs, HBe-Ag, anti HBe, dan level HBV DNA
secara kuantitatif.
4. Sirosis akibat hepatitis autoimun dan penyakit perlemakan hati nonalkohol.
Banyak pasien dengan hepatitis antoimun dengan sirosis hepatis telah ditemukan. Secara khas, pasien ini
tidak akan ditemukan perbaikan bila diterapi imunosupresif dengan glukokortikoid atau azathrioprine. Pada
situasi ini, biopsi hepar tidak menunjukkann adanya infiltrat sel-sel radang.diagnosis ditegakkan dengan marker
autoimun seperti antinuclear antibody (ANA) atau antismooth-muscle antibody (ASMA). Pasien dengan
perlemakan hati nonalkoholisme sering ditemukan pada pasien dengan obesitas yang dapat menjadi progresif
yang membentuk jaringan fibrosis dan menjadi sirosis hepatis.
5. Sirosis bilier
Sirosis bilier memiliki gambaran yang berbeda dengan sirosis alkoholisme maupun sirosis posthepatal.
Cholestatic liver disease dapat diakibatkan oleh lesi nekroinflamasi, proses congenital atau metabolic, atau
kompresi pada duktus biliaris eksternal. Terdapat dua kategori besar yang mengambarkan anatomi dari retensi
empedu yaitu intrahepatik dan ekstrahepatik. Perbedaan tersebut penting untuk kepentingan terapi. Pada
penyumbatan ekstrahepatik dapat dilakukan pembedahan atau dekompresi dengan endoskopi traktus biliaris,
sementara penyumbatan intrahepatik tidak akan menunjukkan adanya perbaikan dengan intervensi tersebut dan
harus dilakukan pendekatan yag berbeda.
Penyebab utama pada sindroma kolestasis kronik adalah sirosis bilier kronis, kolangitis autoimun, kolangitis
sklerosis primer, dan idiopatic adulthood ductopenia.
6. Tipe lain sirosis

Ada beberapa sebab lain yang data enyebabkan terjadinya sirosis hepatis. Salah satunya adalah kelainan
metabolism hepar seperti hemokromatosis, penyakit Wilson, defisiensi 1 antitripsindan kistik fibrosis.
Klasifikasi Child-Turcotte

Komplikasi
1. Hipertensi portal ditegakkan apabila terdapat peningkatan JVP lebih dari 5mmHg. Yang terjadi akibat kombinasi
dari peningkatan resistensi intrahepatal dan peningkatan aliran darah ke lien sekunder akibat vasodilatasi pada
pembuluh darah lien.
Hipertensi portal mengakibatkan dua komplikasi mayor lain yaitu:
a. varises esophagus; sepertiga dari pasien sirosis menderita varises esophagus, secara kasar diperhitungkan
sepertiga dari varises esophagus akan mengalami perdarahan
b. asites; yaitu akumulasi cairan dalam rongga peritoneal, penyebab paling sering dari asites adalah portal hipertensi
yang berhubungan dengan sirosis hepatis.
2. Pembesaran lien; splenomegali kongestif sangat sering ditemukan pada hipertensi portal. Gejala klinik yang
ditemukan adalah pembesaran lien pada pemeriksaan fisik dan menyebabkan trombositopenia dan leucopenia.
Pada beberapa pasien akan terdapat keluhan sakit pada perut bagian kiri atau kiri atas yang berhubungan dengan
pembesaran lien. Tidak ada terapi spesifik terhadap pembesaran limpa, namun dalam kondisi tertentu
splenectomy dapat menjadi terapi pilihan. Pembesaran lien dengan trombositopenia adalah gejala yang sering
ditemukan pada pasien dengan sirosis dan seringkali merupakan indikasi utama terjadinya hipertensi portal.
3. Peritonitis bacterial spontan; merupakan komplikasi yang berat sering ditemukan pada pasien dengan asites,
dimana flora normal usus masuk ke dalam KGB mesenterium menyebabkan bakteriemia dan masuk ke dalam
cairan asites.
4. Hepatorenal sindrom; adalah merupakan bentuk gagal ginjal fungsional tanpa kelainan patologi yang muncul
pada 10% pasien dengan sirosis yang lanjut atau kegagalan hati akut. Ditandai adanya gangguan pada sirkulasi
darah ginjal pada pasien dengan hepatorenal sindrom, dalam hal ini termasuk peningkatan resistensi vaskuler.
Terjadinya vasokonstriksi pembuluh darah ginjal disebabkan oleh berbagai faktor dan sulit dimengerti. Biasanya
diagnosis ditegkkan dengan munculnya asites dalam jumlah besar pada pasien dengan peningkatan kreatinin yang

progresif.
5. Ensefalopati hepatikum: ensefalopati portosistemik merupakan komplikasi yang berat pada penyakit hepar kronik
dan secara luas dikenali sebagai perubahan status mental dan fungsi kognitif yang terjadi pada gagal hepar. Pada
kerusakan hepar akut dengan kegagalan hepar yang fulminan, perkembangan dari ensefalopati membutuhkan
adanya diagnosis dari kegagalan hepar yang fulminan. Ensefalopati lebih sering terlihat pada pasien dengan gagal
hepar kronis. Level ammonia umumnya meningkat, tetapi hubungan antara keparahan penyakit dan tingginya
level ammonia seringkali tidak sesuai, dan banyak dari hepatologis tidak memasukkan level ammonia dalam
kriteria diagnosis.
6. Malnutrisi: karena secara umum hepar terlibat dalam regulasi protein dan metabolisme energi dalam tubuh, tidak
mengejutkan bila pasien dengan penyakit hepar lanjut seringkali mengalami malnutrisi. Ketika terjadi sirosis,
akan lebih banyak proses katabolik sehingga protein otot dimetabolisme. Banyak faktor yang menyebabkan
malnutrisi pada sirosis termasuk intake yang kurang, perubahan pada absorbsi nutrien pada usus, dan peningkatan
metabolisme protein. Suplemen gizi pada pasien dengan sirosis sangat membantu untuk mencegah metabolisme
tubuh pasien menjadi katabolik.
7. Kelainan pembekuan darah: koagulopati hampir selalu ada pada pasien sirosis, terdapat penurunan faktor
pembekuan dan clearance antikoagulan yang terganggu. Dan lagi pasien mengalkami trombositopenia karena
hiperspleenisme yang disebabkan hipertensi portal. Factor pembekuan yang tergantung vitamin K (FII, VII, IX,
X). Untuk absorbs vitamin K yang mencukupi dibutuhkan ekskresi bilier; oleh karena itu dengan pasien dengan
sindroma kolestatik kronis absorbsi vitamin K sering berkurang. Vitamin K yang diberikan secara IM/ IV dapat
dengan cepat mengkoreksi kelainan tersebut. Yang lebih sering terjadi, sintesa factor pembekuan yang bergantung
pada vitamin K berkurang karena terdapat penurunan masa hepar, dan pada keadaan seperti ini pemberian
vitamik K tidak akan meningkatkan factor-faktor pembekuan ataupun waktu prothrombin. Fungsi thrombosit
sering tidak normal pada pasien dengan penyakit liver kronis, disamping terdapatnya penurunan platelet karena
hipersplenisme.
8. Penyakit tulang pada sirosis: Osteoporosis sering terdapat pada pasien dengan penyakit hati kolestats kronis
karena malabsorbsi vitamin D dan penurunan intake kalsium. Tingkat resorbsi tulang melebihi tingkat
pembentukan tulang baru sehingga menimbulkan penurunan massa tulang. Dual X-ray absorptiometry (DEXA)
merupakan metode yang berguna dalam menentukan osteoporosis atau osteopenia pada pasien dengan penyakit
liver kronis. Apabila hasil scan DEXA menunjukkan penurunan massa tulang, terapi dengan pemberian
bifosfonat sangat efektif dalam menginhibisi resorbsi tulang dan dapat mengurangi osteoporosis.
9. Kelainan hematologis pada sirosis: Berbagai manifestasi hematologis dari sirosis dapat terjadi, termasuk anemia
karena berbagai penyebab, hemolisis, defisiensi besi, dan mungkin defisiensi folat karena malnutrisi.
Makrositosis merupakan abnormalitas yang sering dijumpai pada morfologi sel darah merah pada pasien dengan
penyakit liver kronis, dan neutropenia dapat pula dijumpai karena hipersplenisme.
10. Sirosis bisa menyebabkan disfungsi sistem kekebalan tubuh, yang menyebabkan risiko infeksi. Sirosis juga dapat
menyebabkan kegagalan ginjal dan paru-paru, dikenal sebagai sindrom hepatorenal dan hepatopulmonary.
11. Resistensi Insulin dan Diabetes tipe 2. Sirosis menyebabkan resistensi insulin, seringkali muncul sebagai diabetes

tipe 2. Sebagaimana resistensi insulin berkembang, hal itu menyebabkan penumpukan kelebihan glukosa dalam
darah, yang menyebabkan diabetes tipe 2. Diabetes tipe 2 ini sering ditemukan pada sirosis alkoholik namun
terkadang dapat juga ditemukan pada perlemakan hati non alkoholik.
Plan
Therapy
Therapy yang paling utama adalah pemberhentian konsumsi alkohol, makanan yang diberikan harus cocok,
dengann kalori yang adekuat dan protein sebanyak 75-100g/d dan, apabila ada retensi cairan, batasi konsumsi
natrium. Bila terdapat ensefalopati hepatikum, intake protein harus diturunkan sampai 60-80g/d. suplemen
vitamin disarankan. pada semua pasien dengan asites, pemasukan natrium harus dibatasi sebanyak 400800mg/hari, bila dieresis sudah baik, pembatasan natrium sudah tidak perlu dilakukan. Pembatasan asupan cairan
(<800-1000 mg/hari) diberikan pada pasien dengan hiponatremia (serum Na, 125 meq/L). Pada beberapa pasien
terdapat penurunan cairan asites yang cepat hanya dengan tirah baring dan pembatasan pemasukan natrium. Pada
individu dengan retensi cairan yang parah atau pada pasien dengan asites yang sulit hilang, ekskresi natrium
biasanya dibawah 10 meq/L
a. Diuretik: spironolakton biasanya dikombinasikan dengan furosemid, harus diberikan pada pasien yang tidak
memberikan respon pada pembatasan konsumsi garam. Dosis awal spironolakton adalah 100 mg/hari. Efek dari
antagonis aldosteron dapat dilihat dari peningkatan konsentrasi Na dalam urine. Dosisnya dapat ditingkatkan
100mg/3-5 hari (sampai dosis maksimal 400mg/hari) sampai diuresis tercapai, biasanya diawali dengan
peningkatan ekskresi natrium. Monitoring hiperkalemia sangat penting dilakukan. Pada pasien yang tidak bisa
menoleransi spironolakton karena efek samping seperti ginekomastia yang nyeri, amiloride, diuretik lain yang
tidak menyebabkan pengeluaran kalium yang lain, dapat digunakan dengan dosis 5-10 mg per hari. Diuresis
dapat ditingkatkan dengan penambahan loop diuretic seperti furosemide. Diuretik yang poten ini, bagaimanapun,
akan mempertahankan efek meskipun dengan penurunan GFR, dengan azotemia prerenal. Batas dosis dari
furosemid sekitar 40-160 mg / hari, dan obatnya harus diberikan dengan monitoring tekanan darah, pengeluaran
urine, status mental, dan elektrolit serum terutama kalium secara ketat.
Hasil akhir dari penurunan berat badan pad pasien dengan edema perifer harus melebihi 0,5-0,7 kg/hari.
b. Paracentesis dalam jumlah besar: pada pasien dengan asites yang berat dan respirasi yang membahayakan, asites
yang susah hilang dengan pemberian diuretik atau intoleransi terhadap efek samping dari diuretik, paracentesis
dalam jumlah besar cukup efektif (4-6L). pada saat selesai, terkadang dicoba pemberian albumin intravena
dengan dosis 10 g/L untuk mempertahankan volume intravascular, namun percobaan ini masih diperdebatkan.
Selain itu, pemberian albumin sangatlah mahal. Paracentesis dalam jumlah besar dapat diulangi setiap hari
sampai asites berkurang banyak dan menurunkan kebutuhan untuk dirawat dirumah sakit. Bila mungkin, diuretik
harus dilanjutkan dengan harapan dapat mencegah berulangnya asites.
c. Transjugular intrahepatic portosystemic shunt (TIPS)-TIPS adalah suatu tindakan bedah alternative pada kasus
tertentu dimana perdarahan esophagus selalu muncul secara refrakter (skleroterapi dengan menggunakan band
ligation endoscopic) dan menunjukkan keuntungan pada pasien dengan asites yang refrakter. Dilakukan dengan
menginsersi stent dari bahan metal antara cabang vena hepatikadan vena porta dengan memasang kateter melalui

vena jugularis interna


d. Shunt peritoneovenous. Pada masa lampau, shunt peritoneovenous disarankan pada pasien dengan asites yang
refrakter. Shunt ini bisa efektif namun memiliki banyak komplikasi: DIC- 65% dari pasien (simptomatik 25%,
berat 5%), infeksi bakteri 4-8 %, gagal jantung kongestif 2-4 % dan perdarahan esophagus dari peningkatan
volume intravascular yang mendadak.
e. Pengobatan untuk mencegah terjadinya varises oesofagus

Mengetahui,

Dr.

Anda mungkin juga menyukai