Anda di halaman 1dari 21

DINAMIKA POLITIK LAHIRNYA UNDANG-UNDANG PERBANKAN

(UU No. 7 Tahun 1992)

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Revisi pada Matakuliah


Politik Hukum Ekonomi Syariah

Dosen

: Dr. H. Fauzan Ali Rasyid, M.Si

Mahasiswa

: Atep Setiadi

PRODI HUKUM EKONOMISYARIAH (S2)


PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2016

A. Pendahuluan
Hukum Islam dan politik adalah dua sisi yang tidak bisa dipisahkan dalam
suatu masyarakat Islam. Hukum Islam tanpa dukungan politik sulit digali dan
diterapkan. Politik yang mengabaikan hukum Islam akan mengakibatkan
kekacauan dalam masyarakat. Semakin baik hubungan Islam dan politik semakin
besar peluang hukum Islam diaktualisasikan, dan semakin renggang hubungan
Islam dan politik, semakin kecil peluang hukum Islam diterapkan (Halim, 2002
xiii-xiv).
Qardlowi (1998: 53) melihat politik ini dengan mengerjakan sesuatu yang
mendatangkan kemaslahatan baginya. Politik adalah aksi dari para politikus,
sehingga dikatakan dia memolitisasi binatang untuk kendaraan jika dia berdiri di
atasnya dan menundukannya. Saat umat Islam kuat secara politik, dengan city
state Madinah,(Syadzali, 1990: 9-16) hukum Islam dan poltik merupakan satu
kesatuan yang tidak terpisahkan, meski tanpa menyebut secara tegas hukum Islam
sebagai pedoman negara. Negara Madinah dengan piagam madinah-nya (Sukarja,
1995: 47-57) malah tidak disebut sebagai negara Islam. Namun, konstitusi Negara
tersebut, sanggup mengakomodasi seluruh kepentingan masyarakat yang
majemuk.
Konteks Indonesia, dalam UUD 1945 pasal 1 ayat (3) secara tegas
mengatakan bahwa Negara Indonesia adalah Negara hukum, ketentuan ini
merupakan pernyataan betapa hukum akan sangat menentukan dalam pelaksanaan
kenegaraan. Selain itu ketentuan ini juga mengandung pengertian segala sesuatu
di negeri ini mesti berdasarkan hokum Pasal 1 ayat (3) UUD 1945. UUD 1945
merupakan konstitusi Negara Indonesia, ini merupakan konsekuensi logis bahwa
Indonesia adalah neraga hukum (rechtstaat) yang salah satu cirinya negara harus
mempunyai regulasi (UU) yang mengatur disegala bidangtermasuk

dalam

bidang Perbankan syariah.

Perbankan syariah sebagai bagian dari sistem ekonomi islam mulai muncul
pada akhir abad ke-19. Di Indonesia, kendatipun gagasan dan wacana bank
syariah muncul pada tahun 70-an, upaya pendirian bank syariah selalu
mendapatkan kebuntuan. Setelah munculnya bank-bank syariah di Negara lain,
pada awal tahun 1980, diskusi mengenai bank syariah sebagai pilar ekonomi
islam mulai dilakukan.
Rintisan terhadap berdirinya perbankan Islam di Indonesia sebenarnya telah
dimulai sejak awal periode 1980-an, melalui diskusi-diskusi bertemakan bank
Islam sebagai pilar ekonomi Islam. Tokoh-tokoh yang terlibat dalam pengkajian
tersebut di antaranya adalah, Karnaen A. Perwataatmadja, M. Dawam Rahardjo,
AM. Saefuddin, dan M. Amien Azis. Sebagai uji coba, gagasan perbankan Islam
tersebut kemudian dipraktekkan dalam skala yang relatif terbatas di antaranya di
Bandung (Bait At-Tamwil Salman ITB), dan di Jakarta (Koperasi Ridho Gusti).
Dawam Rahardjo dalam tulisannya pernah mengajukan rekomendasi supaya
sistem perbankan yang menggunakan prinsip-prinsip syariat Islam (Bank Islam),
yang didasarkan prakteknya pada konsep mudhrabah, musyrakah, dan
murbahah, untuk dicoba praktekkan sebagai konsep alternatif menghadapi
larangan praktek riba. Konsep dan praktek bank dengan prinsip Islam ini,
sekaligus

diharapkan

dapat

memenuhi

kebutuhan

pembiayaan

guna

pengembangan usaha dan ekonomi masyarakat. (dawam rahardjo)


Secara yuridis, bank syariah di Indonesia diperkenalkan pada tahun 1992
sejalan dengan berlakunya UU No. 7 tahun 1992 tentang perbankan. Lahirnya
undang-undang no.7 tahun 1992 tentang perbankan, menandakan adanya
kesepakatan antara masyarakat dengan pemerintah untuk menerapkan sistem
perbankan ganda (dual banking sistem). Dalam paper ini penulis akan menkaji
pertama, Bagaimana latar belakang politik lahirnya UU Perbankan Syariah dan
kedua, bagaimana keadaan politik hukum di Indonesia sehingga melahirkan UU.
No. 7 Tahun 1992.

B. Metode Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian historis (historical research) yang bertujuan
merekonstruksi masa lampau secara sistematis dan objektif. Penelitian ini
menggunakan penelitian kepustakaan (library research), yaitu penelitian yang
menggunakan literature-literature seperti buku, jurnal, artikel, surat kabar seputar
politik lahirnya undang-undang nomor 7 tahun 1992 (masa orde baru).
C. Pembahasan
1. Politik Hukum (Ekonomi) Islam
Pembahasan mengenai politik hukum sesungguhnya ingin menjelaskan
bagaimana kedudukan politik terhadap hokum dan sebaliknya. walaupun
hingga saat ini para ahli masih berbeda pendapat mengenai kedudukan
tersebut. Ada yang berpendapat bahwa kedudukan politik terhadap hukum
berada dalam posisi interplay (saling memengaruhi). Namun, di samping itu
ada pula yang berpendapat bahwa posisi hubungan antara politik dan hukum
adalah terpisah sama

sekali.

Hans

Kelsen, misalnya, menegaskan

keterpisahan tersebut dengan menyebutkan hukum sebagai unsur yang


bersifat otonom. Dengan ajaran hukum murninya, Kelsen sebagaimana
dikutip oleh Satjipto Rahardjo menegaskan, alles ausscheiden mochte,
was nicht zu dem exakt als Recht bestimmten Gegenstande gehort (semua
hal yang tidak berhubungan dengan hukum harus di keluarkan) (Rahardjo,
2009: 7).
Hukum adalah entitas yang sangat kompleks, meliputi kenyataan
kemasyarakatan yang majemuk yang mempunyai aspek, dimensi dan fase.
Hukum berakar dan terbentuk dalam proses interaksi berbagai aspek
kemasyarakatan, meliputi aspek politik, ekonomi, sosial keagamaan dan
lainnya. Hukum dibentuk dan membentuk tatanan masyarakat, bentuknya
ditentukan oleh masyarakat dengan berbagai sifatnya, namun sekaligus ikut
menentukan sifat masyarakat itu sendiri (Sidarta, 1999: 116).

Politik hukum dimaksudkan di sini adalah sebagai kebijaksanaan hukum


legal policy yang akan atau telah dilaksanakan secara nasional oleh suatu
negara. Oleh karena itu ruang lingkup politik hukum mencakup; pertama,
pembangunan hukum yang berintikan pembuatan dan pembaharuan terhadap
meteri-materi hukum agar sesuai dengan kebutuhan. Kedua, implementasi
ketentuan hukum yang telah ada termasuk penegasan fungsi lembaga dan
pembinaan para penegak hukum (Mahfudz MD, 9).
Pembangunan hukum di sini dimaksudkan segala usaha yang dilakukan
oleh kelompok sosial dalam suatu masyarakat yang berkenaan dengan
bagaimana

hukum

dibentuk,

dikonseptualisasikan,

diimplementasikan,

dilembagakan dalam suatu proses politik. Sedangkan kebijaksanaan lebih


menunjukkan kepada tindakan formal yang diambil oleh pemegang kekuasaan
politik (Nusantara, 1986: 155).
Dalam hal relasi hukum dan politik, arbi sanit mengatakan bahwa politik
mempunyai hubungan tolak tarik dengan hukum, perkembangan hukum
senantiasa

dipengaruhi

oleh

perkembangan

peranan

politik,

hukum

merupakan produk dari proses politik. Perkembangn hukum dapat dilihat dari
dua dimensi yaitu dimensi struktur hukum dan fungsi hukum. Jika
dikorelasikan dengan perkembangan proses politik maka struktur hukum
dapat berkembang dalam segala bentuk dan konfigurasi politik dan sistem
pemerintahan. Sedangkan fungsi hukum hanya dapat berkembang secara baik
pada saat peluang yang leluasa bagi partisipasi politik massa, sehingga peran
politik didominasi oleh elit kekuasaan, maka fungsi hukum berkembang
secara lamban (Sanit, 1986: 39-85). Sehingga entitas hukum tidak lagi dilihat
sebagai suatu yang otonom dan independen, melainkan dipahami secara
fungsional dan dilihat senantiasa berada dalam kaitan interdependenci dengan
bidang-bidang lainnya (Rahardjo, 1983: 16) khususnya dalam bidang politik.
Memang, bisa saja terjadi persinggungan atas bidang atau aspek hukum
lainnya, namun dalam makalah ini dibatasi dengan apa yang dikatakan oleh
4

Daniel S. Lev, bahwa untuk memahami hukum di tengah-tengan transformasi


politik harus diamati dari bawah dan dilihat peran sosial politik apa yang
diberikan orang kepadanya (Lev, 1972: 2). Dalam kesimpulan J. N. D
Anderson (1976: 42) dan John L. Eposito (1982: 94-102) mengatakan bahwa
metode yang umumnya dikembangkan oleh pembaharu Islam dalam
menangani isu-isu hukum masih bertumpu pada prinsip takhayyur dan talfiq.
Akan tetapi terlepas benar atau tidaknya kesimpulan kedua tokoh tersebut
perlu diteliti bagaimana kecenderungan hukum dinegara-negara muslim masa
kini.
Sistem hukum di duinia Islam dewasa ini, secara garis besar dibagi
menjadi tiga kelompok; 1) sistem yang masih mengakui syariah sebagai
hukum asasi dan kurang lebihnya masih manerapkan secara utuh. Miasalnya;
Arab Saudi dan Nigeria Utara. 2) Sistem yang meninggalkan syariah dan
menggantikannya dengan hukum yang sama sekali sekuler, misalnya, Turki.
Dan 3) sistem yang mengompromikan dua sistem tersebut, seperti; Mesir,
Sudan, Libanon, Syuriah, Yordan, Irak, Tunisia dan maroko. (J.N.D
Anderson, 1975: 82-83).
Kasus di Indonesia Sistem hukum yang mewarnai hukum nasional di
Indonesia dipengaruhi oleh tiga sistem hukum, yaitu sistem hukum barat,
sistem hukum adat dan sistem hukum Islam, yang masing-masing menjadi
subsistem hukum dalam sistem hukum indonesia. Dari ketiganya secara
objektif dinilai bahwa kedepan hukum islam lebih berpeluang memberi
masukan bagi pembentukan hukum nasional karena mayoritas penduduk
Indonesia beragama Islam. Ada beberapa pertimbangan yang menjadikan
hukum Islam layak menjadi rujukan dalam pembentukan hukum Nasional.
Undang-undang yang sudah ada saat ini; UU perkawinan UU peradilan
agama, UU pengelolaan zakat, dan beberapa UU lainnya yang langsung
maupun tidak langsung memuat hukum Islam seperti UU Nomeor 10 Tahun
1998 tentang perbankan yang diakui keberadaanya bank syariah dengan
5

prinsip syariahnya, atau UU no. 3 taun 2006 tentang Peradilan agama yang
semakin luas kewenangannya, dan UU nomor 21 tahun 2008 tentang
perbankan syariah.
a. Jumlah penduduk Indonesia yang mayoritas beragama Islam.
b. Kesadaran umat Islam untuk menjalan syariat Islam dalam kehidupan
sehari-hari
c. Political will dari pemerintah
Dalam perspektif sejarah, pembaharuan hukum Islam menurut Noel J.
Coulson, menempatkan diri dalam empat bentuk:
a. Dikodifikasikannya (pengelompokan sejenis ke dalam kitab Undangundang) hukum Islam menjadi perundang-undangan hukum Negara,
yang disebut sebagai doktrin siyasah.
b. Tidak terikatnya umat Islam pada satu madzhab hukum tertentu, yang
disebut doktrin eklektik yaitu pendapat mana paling dominan
dimasyarakat.
c. Perkembangan hukum dalam mengantisipasi perkembangan peristiwa
hukum yang baru timbul, yang disebut doktrin tatbiq.
d. Penerapan hukum dari yang lama kepada yang baru yang disebut
doktrin tajdid. (N.J. Coulson, 1994: 149-158)
Dari hal tersebut tampaknya Coulson mengartikan perubahan sama
dengan pembaharuan. Friedmen dalam soerjono Soekanto kedua istilah
tersebut merupakan dua konsep yang berbeda. Perubahan hukum tidak
mengubah ketentuan formal, sedangkan pembaharuan hukum mengubah
ketentuan formal. Konsep pembaharuan hukum Islam ialah pembaharuan
Hukum Islam ijtihadi, mengembangkan hukum yang ditetapkan Allah dan
Rosul. Dan penuangan nilai-nilai hukum Islam ke dalam sistem hukum
nasioanal melalui penggalian dari sumbernya (al-Quran dan al-Hadis).
(Abdullah, 1996: 214).

Perubahan dan pembaharuan menurut Coulson, bentuk 2 dan 3 sudah


dimulai sejak dikodifikasikannya hukum fiqh ke dalam undang-undang
Negara oleh Sultan Turki Usmani (Majallah) dan secara berturut-turut diikuti
oleh Suriah, Mesir, dan lain-lain. Pembaharuan untuk bentuk 4 coulson atau
pembaharuan Friedman dalam arti yang diubah adalah hukum fiqh yang
dihasilkan oleh ijtihad madzhab, baru dimulai sejak munculnya gerakan
pembaharuan di penghujung abad XIX Masehi dan nuansanya semakin
meningkat pada abad XX, untuk menjawab tantangan dan perkembangan
sosial yang semakin gencar sebagai akibat kemajuan ilmu pengetahuan dan
tekhnologi modern.
Dengan diundangkannya Undang-undang nomor 21 Tahun 2008 tentang
perbankan syariah, sepanjang menyangkut regulasi (pengaturan) perbankan
syariah dengan beberapa peraturan pelaksanaannya dapat dipandang sebagai
pembaharuan hukum (ekonomi) Islam di indonesia dalam teori Coulson
termasuk dalam bentuk 1, 2 dan 3. Ketentuan regulasi produk-produk
perbankan syariah didalamnya dapat dipandang sebagai hukum yang
berfungsi sebagai sosial engineering karena baik al-Quran maupun hadis
tidak menyertakan secara eksplisit. Sedangkan sanksi pidana merupakan
ketentuan hukum yang berfungsi sebagai social control. Sedangkan
Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) untuk pegangan para hakim
Pengadilan Agama Indonesia merupakan pembaharuan bentuk 2 (doktrin
eklektik) dan bentuk 4 (doktrin tatbiq).

2. Lahirnya UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan


Sejak digagasnya sebuah bank Islam yang bersih dari sitem riba (usuryinterest) pada tingkat international, yaitu pada konverensi Negara-negara
Islam sedunia, 21-27 April 1969, ternyata perkembangan bank Islam
diberbagai negara cukup menggembirakan. Di indonesia sendiri atas prakarsa
MUI bersama kalangan pengusaha umat Islam sejak 1992 telah beroperasi
7

sebuah bank syariah yang bernama Bank Muamalat Indonesia (BMI) yang
mengacu pada PP no 72 tentang Bank Bagi hasil. Respon pemerintah yang
lebih atas perkembangan bank syariah ditanah air semakin bisa kita rasakan
dengan di sahkannya UU RI No. 10 tahun 1998 tentang perubahan atas UU
No. 7 tahun 1992 tentang perbankan (Yafie, 2007, ix-x).
Hal itu menunjukkan, pemberlakuan hukum Islam di bidang muamalat
dapat dikatakan telah mempunyai kedudukan tersendiri. Sebelum berlakunya
UU tentang perbankan tahun 1992, ketentuan hukum Islam dibidang
perbankan belum diakui kerangka sistem hukum Nasional. (Supriyadi, 2008:
401). Latar belakang politik menyangkut sikap dan hubungan antara
pemerintah dan umat Islam pada masa dan pasca Orde baru, terutama
menjelang dan saat kelahiran perbankan syariah dan penerapan peraturannya.
Masa orde baru, hubungan antara umat Islam dan pemerintah mengalami tiga
dekade.
Pertama, hubungan antagonistik (1966-1981); pada tahun ini muncullah
harapan umat Islam untuk kembali memainkan perannya seperti pada
demokrasi parlementer (1950 s/d 1959), karena secara de facto mereka turut
serta dalam menumbangkan pemerintah orde lama dan naiknya pemerintahan
orde baru. Harapan itu tidak menjadi kenyataan karena dekade ini terjadi
benturan antara harapan orang Islam dengan strategi pembangunan orde baru,
yaitu marjinalisasi peranan partai-partai politik dan menabukan ideologi lain
selain pancasila, terutama yang bersifat keagamaan (Hakim, 2011).
Beberapa aspirasi kalangan Islam saat itu tidak ada yang dipenuhi oleh
pemerintah, bagi pemerintah, keinginan mereka tidak sejalan dengan agenda
dan strategi pembangunan pemerintahan orde baru yang menekankan pada
pembangunan ekonomi, sementara stabilitas politik diarahkan untuk
mengawal dibidang ekonomi. Format politik orde baru antara tahun 19681980an, memelihara koalisi yang sangat baik antara pemerintah dengan
kekuaatan

abangan,

kecuali

kalangan

Soekarnois,

dan

kalangan
8

Kristen/Katolik. Sementara Islam dalam posisi pinggiran, bahkan menjadi


kekuatan diluar sistem. Dengan demikian, peran agama dalam politik menjadi
termarjinalkan (Ghofur, 2013: 132).
Hal tersebut dikarenakan beberapa faktor; pertama, arah kebijakan
pemerintah Soeharto dalam rangka menata sistem politik Indonesia,
cenderung tidak demokratis. Kedua, kecenderungan kuat rezim Soeharto
untuk memonopoli tafsir ideologi negara (pancasila) sebagai kebenaran
tunggal dan menggunakan untuk membungkam suara kritis lawan politiknya
maupun suara kritis warga masyarakat. (Hasan, 2010: 134-135).
Kebijakan tersebut, berimplikasi terjadinya ketegangan anatara umat
Islam dan pemerintah Orde baru pada dekade ini, disamping penolakan
pemerintah terhadap aspirasi umat Islam, diantaranya adalah; 1) draft rencana
GBHN yang akan dibahas dalam sidang umum MPR Tahun 1973. Draft ini
antara lain memuat pergantian pelajar agama dengan pendidikan Moral
Pancasila. 2) masuknya aliran kepercayaan kedalam GBHN sebagai bagian
agama resmi yang kedudukannya setingkat dengan Islam, Kristen, Katholik,
Hindu, Budha yang disahkan tahun 1978; 3) menghambat pendirian bank
Islam. 4) rancangan Undang-undang yang diajukan tahun 1973; 5).
Pembangunan yang bersifat pragmatik yang hanya mementingkan aspek
material dan mengesampingkan aspek moral agama. 6) ketentuan pakaian
sekolah yang dikeluarkan oleh menteri kependidikan dan kebudayaan Daoed
Yoesoef tahun 1978 tentang larangan mengenakan jilbab disekolahan
menengah. 7) keluarga berencana. Ketujuh Kebijakan ini disinyalir oleh
kalangan Islam sebagai upaya rezim orde baru untuk mengahapus Islam dari
bumi Indonesia sehingga mereka memberikan perlawanan. Indikasi ini
bertambah dengan semakin menguatnya ekonomi golongan cina, leluasanya
kristenisasi, dan dipersulitnya gerakan dakwah oleh umat Islam. Timbul
kekhawatiran Pemerintah bahwa perbankan syariah berkaitan dengan
pembantukan Negara Islam. Karena isu negara Islam pada waktu iru menjadi
9

problem serius dikalangan bangsa ini. hal ini yang menjadi kekhawatiran
pemerintah, karena jika dilihat dari sejarah, perbankan syariah ini muncul
akibat gerakan neo-revivalis (gerakan yang menggunakan Islam sebagai way
of life dan tidak mengiginkan penafsiran al-Quran dan Hadis). (Umroh, 2009:
108).
Kedua, hubungan resiprokal kritis (1982-1985); umat Islam dan
pemerintah berusaha saling mempercayai dan menghilangkan kesan saling
mencurigai seperti yang terjadi sebelumnya. Pemerintah memulai dengan
political test menyampaikan gagasan asas tunggal pancasila bagi organisasi
politik dan semua ormas yang ada di Indonesia. Gagasan disodorkan oleh
presiden soeharto dalam pidato kenegaraan di depan sidang pleno DPR
tanggal 16 Agustus 1982. Dalam pidatonya presiden menyatakan: ...jumlah
dan struktur partai politik seperti yang telah ditegaskan dalam Undang-undang
tentang partai politik dan golongan karya kiranya sudah memadai, terbukti
dari hasil dua kali pemilihan umum yang diikuti oleh ketiga kontestan. Yang
perlu dibulatkan dan ditegaskan adalah asas yang dianut oleh setiap partai
politik dan golongan karya. Semua kekuatan politik terutama yang masih
menggunakan asas lain selain pancasila seharusnya menegaskan bahwa satusatunya asas yang digunakan adalah Pancasila....
Berbeda dengan presiden yang mengajukan pertimbangan politik
kenegaraan, menteri agama Munawir Sjadzali menyodorkan dalil naqli dan
aqli dalam mendukung asas tunggal. Menurutnya, seperti di informasikan oleh
Abdul Aziz Thaba, penerimaan asas pancasila sebagai satu-satunya asas
politik tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Asas tunggal diundangkannya
dalam bentuk lima paket Undang-undang politik tahun 1985.
Selama proses sosialisasi sampai diundangkannya tahun 1985 gagasan
asas tunggal direspon reaktif oleh kalangan orsospol politik, ormas dan
kelompok individual. Reaksi dikalangan Islam terlihat dalam tiga bentuk, 1)
menerima tanpa reserve. 2) menerima dengan terpaksa, karena terpaksa
10

sambil menunggu keluarnya UU keormasan, dan 3) menolak. Kelompok


pertama diantaranya adalah partai persatuan pembangunan (PPP), Perti, dan
Dewan Mesjid Indonesia, Nahdlatul Ulama (NU) (Lihat Hasan, 2010: 133).
Kelompok

kedua

diantaranya

adalah

Muhamadiyah

dan

Himpunan

Mahasiswa Islam (HMI). Kelompok ketiga adalah Pelajar Islam Indonesia


(PII) dan para tokoh Islam seperti Deliar Noer, Syafrudin Prawiranegara, dan
Yusuf Abdullah Puar. Klimaks penolakan adalah meletusnya peristiwa
Tanjung priok dibawah pimpinan Amir Biki tahun 1984.
Mencermati hubungan anatara umat Islam dengan pemerintahan orde
baru sampai tahun 1985, pendirian bank syariah masih belum memungkinkan
meskipun gagasan pendirian bank syariah tersebut telah muncul pada tahun
1970-an. Karena gerakan ini dianggap sama saja dengan mereka-mereka yang
memperjuangkan tegaknya syariat Islam di bidang politik dan hukum di tanah
air pada waktu itu (Hamid, 2008: 66).
Dari situ dapat dilihat bahwa pendirian bank syariah tersebut menghadapi
banyak persoalan; pertama, alasan peraturan. Operasi bank syariah bebas
bunga dan menggunakan prinsip bagi hasil belum memiliki payung hukum
dan karena itu bertentangan dengan peraturan perbankan yang berlaku yakni
UU no. 14 Tahun 1967. Kedua, aspek politik, artinya bahwa konsep
perbankan syariah secara politis berkonotasi ideologis. Ia merupakan bagian
dan atau berkaitan dengan konsep negara Islam, oleh karena itu tidak
dikehendaki oleh pemerintah. Ketiga, aspek permodalan. Ini menyangkut
siapa yang bersedia menaruh modal di bank tersebut sementara pendirian
bank baru dari Timur tengah masih dicegah berkaitan dengan kebijakan
pemerintah tentang pembatasan bank asing yang ingin membuka kantornya di
Indonesia.
Ketiga, hubungan akomodatif Hukum Islam dengan Politik indonesia
(1985 s/d orde baru). Memasuki tahun 1986 sampai berakhirnya
pemerintahanOrde baru hubungan antara umat Islam dengan umat Islam mulai
11

membaik, apalagi setelah semua ormas Islam menerima asas tunggal pansila.
Kesan adanya fobia pemerintah terhadap gerakan Islam politik seperti yang
terjadi pada dekade sebelumnya tampak mencair. Malahan dalam beberapa
kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah memerlihatkan kesan bahwa
pemerintah tengah mencoba bersifat akomodatif terhadap berbagai aspirasi
umat Islam. Yang juga tidak kalah penting adalah perilaku elite politik yang
menampakkan perilaku yang Islami (Hakim, 2011: 56).
Memasuki tahun 1990-an perubahan mulai terasa perubahan sikap
pemerintah kepada Islam menjadi lebih akomodatif. Kebijakan pemerintah
yang berindikasi kepada adanya sifat akomodatif inilah yang dimanfaat oleh
Hal itu membuat para tokoh kalangan ahli ekonomi seperti Karnaen, Dawam
Raharjo, A.M Saefudin dan M. Amin Aziz. Lebih serius untuk medirikan
bank Syariah dengan melalui serangkaian diskusi dan seminar., yang akhirnya
didirikannya Bank Syariah pertama, yaitu PT. Bank Muamalat Indonesia
tahun 1991, yang disusul dengan lahirnya UU. No.10 tahun 1992 yang
didalamnya terdapat ketentuan diperbolehkannya bank beroperasi dengan
system bagi hasil(A. karim, 2006:. XXIV). Dari perubahan ini, amat cepat
hanya berselang beberapa tahun telah merubah sikap pemerintah yang antagonistik kerah akomodatif. Kebijakan ini tidak lepas dari dimensi politik. Ini
dapat dilihat dari keterlibatan Presiden Soeharto, BJ Habibie selaku menristek
dan ketua ICMI, serta para menteri yang duduk dalam kabinet.
Hal yang tampak jelas adalah dengan lahirnya Bank syariah, Sejarah
mencatat dorongan yang kuat dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Ikatan
Cendekiawan Muslim Se-Indonesia (ICMI) di akhir Orde Baru telah
membuka pintu lebar-lebar bagi perkembangan ekonomi dan perbankan
berbasis syariah di tanah air. Kita menyaksikan lahirnya baitul maal wat
tamwil, yang digagas dan dikembangkan oleh ICMI, lahirnya Bank Muamalat
Indonesia, dan berbagai lembaga keuangan syariah termasuk asuransi syariah,
telah

menjadi

pemicu

perkembangan

ekonomi

syariah

di

negeri
12

kita(.http://www.setneg.go.id ). Yang sebernarnya jika di analisa secara cepat


tidak memungkinkan mendirikan sebuah Bank yang berbau Islam, terlebih
pada era-era sebelumnya dikatakan bahwa dengan menghadirkan Bank
Syariah berdampak ideologis bagi Negara.
Namun demikian kehadiran Bank Syariah tidak semudah membalikan
telapak tangan, hubungan pemerintah dengan dunia Islam amat berpengaruh
terhadap lahirnya bank syariah di era orde baru. Masalah masa lalu dan
pancasila sebagai suatu ediologi nagara menjadi salah satu perdebatan
penting. Disamping konsep bank syariah dari segi politis juga dianggap
berkonotasi ideologis, merupakan bagaian atau berkaitan dengan Negara
Islam, oleh karena itu tidak dikhendaki pemerintah Orde Baru( A. Ridwan
Amin, 2009: Hal 76-78).
Dalam perkembangan hukum di Indonesia, terutama yang menyangkut
perkembangan penerapan hukum Islam, mengalami pasang surut mengikuti
arah politik yang ada. Apa sesungguhnya yang menjadi keinginan dan tujuan
para pemegang kekuasaan, penerapan hukum Islam itu diarahkan kepada
kebijakan tersebut.
Perubahan awal sikap politik soeharto dianggap akomodatif terhadap
kepentingan islam terjadi saat soeharto menghentikan jendral Leonardus
Benyamin Moerdani dari jabatannya selaku Panglima ABRI dan menunjuk
Try Sutrisno seorang muslim taat sebagai penggantinya, peristiwa tersebut
memberikan angina segar bagi umat islam. (siti maesaroh)
Sejak tahun 1988, ada beberapa perkembangan yang menunjukan bahwa
presiden soeharto sedang merangkul umat islam. Pertama, diluluskannya UU
peradilan islam pada desember 1988. UU tersebut telah mengakui kekuasaan
peradilan islam sebagai kekuatan hukum, walaupun bidang yang dicakup
masih terbatas. UU ini dianggap sebagai suatu kemenangan oleh kaum
muslimin dan mendapat sokongan dari mereka. (Leo Suryadinata. 1992 : 148149)
13

Kedua, diumumkannya undang-undang pendidikan nasional pada tahun


1989. Dalam UU tersebut pemerintah telah memasukkkan mata pelajaran
agama dalam kurikulum sekolah pemerintah. Karena sebagian besar penduduk
Indonesia adalah pemeluk agama

islam, oleh karenanya UU ini akan

menguntungkan kelompok islam. Disamping itu setelah perdebatan selama


sepuluh tahun antara ulama dan pemerintah, akhirnya Menteri Pendidikan
pada awal tahun 1991 mengijinkan pelajaran sekolah Negeri mengenakan
jilbab.
Ketiga, ditutupnya tabloid monitor, dan dihukumnya Arswendo. Pada
bulan oktober 1990, Arswendo sebagai editor tabloid tersebut telah menghujat
Nabi Muhammad SAW. Ini menimbulkan aksi dan protes dari kelompok
islam, akhirnya tabloid tersebut ditutup dan Arswendo dijatuhi hukuman lima
tahun.
Keempat, diadakannya symposium cendekiawan islam di malang pada
awal bulan desember tahun 1990 yang akhirnya mencetuskan Ikatan
Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI). Acara tersebut mendapat dukungan
penuh dari pihak pemerintah, bahkan Presiden Soeharto sendiri yang
membuka acara symposium tersebut dan ditutup oleh wakil presiden
Sudarmono. Dari serangkaian acara tersebut melahirkan ketua umum ICMI
Prof. Dr. B.J. Habibie yang pada waktu itu menjabat sebagai Menteri Riset
dan Teknologi.
Melihat kapasitasnya ICMI memilki dua fungsi yakni, fungsi politik, dan
fungsi keagamaan. Karena secara tidak langsung ICMI memainkan peran
tersebut selain bergerak dibidang keagamaan namun juga bergerak dibidang
politik

hal

ini

dapat

mengembangkan Islam.

dilihat

dari

lolosnya

Hingga akhirnya

proyek-proyek

dalam

segi ekonomi sosial dan

pendidikan masyarakat dapat lebih maju. (Sudirman Tebba. 1993 : 91)


Yang menjadi tolak ukur berdirinya bank syariah Di indonesia adalah
dengan Lahirnya Bank Muamalat Indonesia (BMI ) dengan ditetapkan UU
14

No.7/1992 Tentang Perbankan, dimana bank bagi hasil diakomodasikan. Pada


1 November 1991 ditandatangani Akte Pendirian PT. Bank Muamalat
Indonesia (BMI) dengan Akte Notaris Yudo Paripurno, S.H. dan izin Menteri
Kehakiman No. 2.2413.HT.01.01 serta izin Menteri Keuangan pada tanggal 5
November 1991. Dengan izin usaha yang dikeluarkan berdasarkan Keputusan
Menteri Keuangan tanggal 24 April 1992, maka BMI mulai beroperasi
tanggal 1 Mei 1992. Yang menjadi awal beradanya Bank Syariah di
Indonesia.
Kelima, berdirinya bank muamalat Indonesia pada bulan Mei 1992. Pada
pendirian BMI tersebut, presiden soeharto,wakil presiden sudarmono, ketua
ICMI Habibie dan jajaran pengurus MUI hadir dalam acara tersebut. Ini
menunjukan bahwa pemerintahan dibawah presiden soeharto menunjukan
keberpihaknnya terhadap kelompok islam.
Anders uhlin dalam studinya mencatat bahwa awal gelombang demokratisasi
sebenarnya telah muncul di Indonesia pada awal 1990-an yang disebutnya sebagai
fase pra-transisi, namun kekuasaan rezim orde baru masih terlalu tangguh untuk
dapat dijatuhkan oleh oposisi. Pada periode awal 1990-an, rezim orde baru justru
menempuh pendekatan baru dalam rangka mengkonsolidasikan kekuasaannya,
antara lain dengan merangkul kalangan islam melalui Ikatan Cendekiawan
Muslim Indonesia (ICMI). Melalui ICMI, rezim orde baru mengenyam dan
memperbaharui kembali legimtimasi yang dibutuhkannya setelah elit militer
(ABRI) memperlihatkan gejala jaga jarak dengan kekuasaan soeharto.
Organisasi cendekiawan islam tersebut menjadi jembatan bagi soeharto untuk
merangkul dan mengambil hati umat islam. (Syamsudin Haris. 2007 : 38 )
Pada decade 1980-an akhir respons pemerintah orde baru mulai Nampak bagi
kelompok islam. Lahirnya ICMI pada 8 Desember 1990 merupakan embrio besar
kesiapan umat islam dalam merespons pemerintah. Dalam pandangan Dawam
Raharjo,

ICMI

mampu

mengangkat

dan

mengajak

pemerintah

untuk

mengapresiasi umat islam bahwa ajaran dan umat islam dapat memberikan
15

kontribusi yang positif dalam pembangunan. Peran kelembagaan ICMI, pada


akhirnya kalangan umat islam mempunyai kedudukan di pemerintahan. (ija
suntana, 2014 : 43)
Pemberlakuan Hukum Islam dibidang muamalat seperti perbankan syariah
mempunyai arti tersendiri bagi umat Islam Indonesia. Sebelum berlakunya
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang perbankan, ketentuan hukum
Islam di bidang muamalat belum diakui eksistensinya dalam tata hukum nasional.
Namun, sejak lahirnya UU No.7 tahun 1992 dan PP No.72 tahun 1992 tentang
Bank Berdasarkan Prinsip Bagi Hasil.
D. Penutup
Perubahan dan perkembangan hukum Islam tidak bisa dilepaskan dari faktorfakter politik, ekonomi, sosial, sejarah dan budaya. Kelima faktor ini meupakan
faktor eksternal paling penting bagi perubahan-perubahan hukum Islam, dan tidak
berlebihan jika menempatkan faktor politik sebagai faktor yang fundamental.
Proses terbentuknya perbankan syariah sarat dengan peranan politik yang pada
masa tersebut pemerintah sangat akomodatif terhadap aspirasi hukum Islam
sehingga

dapat

menguntungkan

bagi

pihak-pihak

umat

Islam

untuk

memanfaatkan peluang yang kemudian dirikannya perbankan yang mempunyai


basic ke-Islaman.
Lahirnya UU No. 7 Tahun 1992 sesungguhnya hanya langkah awal
berkembangnya ekonomi syariah. Akan tetapi pada akhirnya hal tersebut dapat
lahir juga dengan perbagai argumen yang matang. Penerapan hukum Ekonomi
Syariah dalam kegiatan perbankan/keuangan atau kegiatan ekonomi lainnya yang
modern bukanlah pekerjaan yang sederhana. Dalam konteks seperti di atas, studi
mengenai hukum perbankan syariah atau hukum keuangan syariah menjadi suatu
studi yang menarik dan menantang untuk dunia hukum di Indonesia dimana
hukum positif (hukum yang berlaku) di negara Indonesia berbeda dengan yang
berlaku dengan hukum agama (Islam). Pemberlakuan hukum agama (Islam) harus
melalui proses yang disebut sebagai proses positivisasi hukum Islam. Dalam
16

hal ini, hukum syariah diterima oleh negara dalam peraturan perundang-undangan
positif yang berlaku secara nasional.
Ringkasnya, perkembangan perbankan syariah banyak ditentukan oleh
dinamika internal umat serta hubungan yang harmonis antara umat Islam dan
Negara. Iklim politik yang kondusif (yang tidak memusuhi) memungkinkan
berkembannya perbankan syariah. Selain itu demokkrasi menyediakan arena bagi
artikulasi politik Islam secara konstitusional. Pada akhirnya, politik dalam bidang
Ekonomi Syariah ditentukan oleh proses integrasi/nasionalisasi gagasan social
politik Islam kedalam system dan konfigurasi social politik nasional.

Daftar Pustaka
Anderson, J.N.D, 1976, Law Reform in The Muslim Word, London: University of
London the Athlon Press.,
------------, 1975, Islamic Law in the Modern World, New York: New York
University Press.,
Amin, A. Ridwan, 2009, Menata Perbankan Syariah di Indonesia, Jakarta : UIN
Press.,
------------, 1983, Hukum dan Perubahan Sosial; Suatu Tinjauan Teoritis
Pengalaman-Pengalaman di indonesia, Bandung: Alumni.,
CFG Sunaryati Hartono. Politik Hukum Menuju Satu Sistem Hukum Nasional.
Bandung: Penerbit Alumni. 1991.
EMK. Alidar. Hukum Islam Indonesia Pada Masa Orde Baru (1966-1997 M). Jurnal
Hukum Pidana dan Politik Hukum. 2012
Esposito, John L, 1982, Women in Muslim Family Law, Syracus: Syarcus University
Press.,
Ghofur, Abdul, 2013, Pergumulan Politik UU. No. 21 Tahun 2008, Tentang Perbankan
Syariah., Disertasi, Pascasarjana IAIN Walisongo-Semarang.,
Hakim, Atang Abdul, 2011, Fiqh perbankan Syariah;Transformasi Fiqh Muamalah ke
dalam Peraturan perundang-undangan, Bandung: PT. Rafika Aditama.,

17

Halim, Abdul, 2002, Peradilan Agama dalam Politik Hukum di Indonesia, Jakarta:
Raja Grafindo Persada, cet II.,
Hamid, M. Arfin, 2008, Membumikan Ekonomi Syariah di Indonesia, Jakarta:
eLSAS.,
Hasan, M. Nur, 2010, Ijtihad Politik NU, Yogyakarta: Manhaj.,
Hasan, Zubairi, 2009, Undang-Undang Perbankan Syariah, Jakarta: Rajawali Press.,
Ija suntana. Politik Hukum Islam. Bandung: CV Pustaka Setia 2014 hal 43
Karim, Adiwarman A. 2006, Bank Islam Analisis fiqh dan Keungan, Jakarta, PT.
Raja Grafindo Persada.,
Leo Suryadinata. Golkar dan Militer (studi tentang budaya dan politik). LP3ES: Ohio
University Press. 1992
Lev, Daniel S, 1972, Islamic Courts in Indonesia, Berkeley: University of Kalifornia
Press.,
M. Dawam Rahardjo. Ensiklopedi Al-Quran: Tafsir Social Berdasarkan KonsepKonsep Kunci. Jakarta: paramadina. 1996
Mahfud MD. Politik Hukum di Indonesia. Jakarta: Rajawali. 2010.
Munawir Syadzali, 1990, Islam dan Tata Negara: Ajaran , Sejarah dan Pemikiran,
Jakarta: UI Press.,
Nusantara, Abdul hakim garuda, dalam Artidjo Alkosar, 1986, Pembangunan hukum
dalam perspektif hukum Nasional, Jakarta: Rajawali Press.,
Sanit, Arbi, 1986, Politik Sebagai Sumberdaya Hukum, dalam Artidjo Alkosar,
Yogyakarta: LBH.,
Satjipto Rahardjo, 2009, Negara Hukum yang

Membahagiakan Rakyatnya,

Yogyakarta: Genta Publishing, cet II.,


Sidarta, Bernat Arief, 1999, Refleksi Tentang ilmu Hukum, Bandung: Mandar Maju.,
Siti Maesaroh. Sikap Politik Soeharto Terhadap Islam periode (1986-1998 M).
Skripsi. 2008
Sudirman Tebba. Islam Pasca Orde Baru. Yogyakarta: Tcara Wacana. 1993.
Sukarja, Ahamad, 1995, Piagam Madinah dan Undang-Undang Dasar 1945, Jakarta:
UI Press.,

18

Supriyadi, Dedi, 2007, Sejarah Hukum Islam; dari Kawasan Jazirah Arab sampai
Indonesia, Bandung: Pustaka Setia.,
Syamsudin Haris. Konflik Presiden-DPR dan Dilema Transisi Demokrasi di
Indonesia. Jakarta: PT. Pustaka Utama Graviti. 2007
UUD 1945.
Yuanita RH. Tinjauan Islam Tentang Etika Politik Soeharto. Skripsi. 2009 M.
Internet:
http://www.setneg.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=3422&Item
id=26. Diakses 11-10-2016 pukul 07.30
Noor Azmah Hidayati Politik akomodasionis Orde Baru Terhadap (Umat) Islam
:Telaah Historis Kelahiran Perbankan Syariah, (PDF Internet)
http://id.shvoong.com/social-sciences/economics/1991250-perbankan-syariah-dalamperspektif-politik. diakses 11-10-2016 pukul 07.30
www.Blogpribadi, Andi Rahmat, Milis Keadilan, artikel ini diakses, 28/09/2013.,
Hafez. WordPress.com, Musang Itu Telah Menanggalkan Bulu Dombanya, artikel ini
diakses 11-10-2016 pukul 07.30.,
http://darikitauntukindonesia.blogspot.co.id/2013/06/peran-icmi-dalam-lahirnyabank-syariah.html tanggal 11-10-2016 pukul 07.30

19

Anda mungkin juga menyukai