Unud 239 1610269670 Isi PDF
Unud 239 1610269670 Isi PDF
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Nyeri haid adalah keluhan ginekologis yang paling sering terjadi pada
wanita. Nyeri saat haid menyebabkan ketidaknyamanan dalam aktivitas fisik
sehari-hari. Keluhan ini berhubungan dengan ketidakhadiran berulang di sekolah
ataupun di tempat kerja, sehingga dapat mengganggu produktivitas. Empat puluh
hingga tujuh puluh persen wanita pada masa reproduksi mengalami nyeri haid,
dan sebesar 10 persen mengalaminya hingga mengganggu aktivitas sehari-hari
(Khorsidi dkk, 2002). Sekitar 70-90 persen kasus nyeri haid terjadi saat usia
remaja (Proctor dan Farquar, 2002; Singh dkk, 2008) dan remaja yang mengalami
nyeri haid akan terpengaruh aktivitas akademis, sosial dan olahraganya (Antao
dkk, 2005). Di Amerika Serikat, nyeri haid dilaporkan sebagai penyebab utama
ketidakhadiran berulang pada siswa wanita di sekolah (Banikarim dkk, 2000).
Sedangkan di Indonesia belum ada angka yang pasti untuk kejadian nyeri haid.
Nyeri haid dapat dibagi menjadi 2 yaitu nyeri haid primer dan nyeri haid
sekunder. Nyeri haid primer didefinisikan sebagai nyeri kram yang berulang yang
terjadi saat menstruasi tanpa ada kelainan patologik pada pelvis. Nyeri haid
sekunder adalah nyeri saat haid yang didasari oleh adanya kelainan patologik pada
pelvis, contohnya endometriosis (Dawood, 2006). Nyeri haid primer biasanya
mulai saat usia remaja, saat dimana siklus ovulasi mulai teratur. Penyebab nyeri
haid primer sampai saat ini masih belum jelas, tetapi beberapa teori menyebutkan
Tetapi
obat-obatan
tersebut
memiliki
efek
samping
gangguan
tetapi
masih
diperlukan
penelitian
lebih
lanjut
untuk
dapat
Zink
diteliti
sebagai salah satu terapi untuk nyeri haid karena efeknya dapat mengurangi
sintesis prostaglandin melalui kemampuannya sebagai antiinflamasi
dan
penelitian zink sebagai terapi tambahan untuk mencegah nyeri haid masih sangat
terbatas, sehingga diperlukan penelitian lebih lanjut (Eby, 2006).
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai
berikut:
1) Apakah pemberian zink per oral selama 4 hari sebelum haid dapat menurunkan
kadar prostaglandin dalam plasma darah penderita nyeri haid primer?
2) Apakah pemberian zink per oral selama 4 hari sebelum haid dapat mengurangi
nyeri haid pada kasus nyeri haid primer?
3) Apakah ada korelasi antara kadar prostaglandin dengan intensitas nyeri haid
pada kasus nyeri haid primer?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui pemberian zink per oral selama 4 hari sebelum haid
menurunkan kadar prostaglandin dalam plasma darah sehingga dapat mengurangi
nyeri haid pada kasus nyeri haid primer.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui pemberian zink dapat menurunkan kadar prostaglandin di
plasma darah pada kasus nyeri haid primer.
2. Untuk mengetahui pemberian zink dapat mengurangi nyeri haid pada kasus
nyeri haid primer.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Fisiologi Menstruasi
Panjang siklus menstruasi rata-rata 28 + 3 hari dan durasi rata-rata hari
menstruasi 5 + 2 hari dengan total kehilangan darah kurang lebih 130 ml (Berkow,
1987). Siklus menstruasi dapat dibagi menjadi 2 fase yaitu fase folikular dan fase
luteal, yang merupakan interaksi kompleks antara hipotalamus, hipofise, dan
ovarium. Siklus ini membutuhkan kerjasama yang serasi antara kelenjar-kelenjar
tersebut, yang melibatkan hormon-hormon seperti gonadotropin releasing
hormone (GnRH),
luteinizing hormone
menyebabkan
10
Estrogen
Progesteron
PGF2
PGE2
Vasopresin
Cervical Obstruction
Myometrium
contraction, Altered
blood flow
Other
factors
Uterine ischemia
Unknown factors
Gambar 2.1
Patofisiologi Nyeri haid Primer
11
uterina dan vena ovarika disertai juga dengan peningkatan kadar PGF2 yang
tinggi dalam endometrium (Harel, 2006)
3. Sistem saraf
12
Uterus dipersarafi oleh sistem saraf otonom (SSO) yang terdiri dari sistim
saraf simpatis dan parasimpatis. Nyeri haid ditimbulkan oleh ketidakseimbangan
pengendalian SSO terhadap miometrium. Pada keadaan ini terjadi perangsangan
yang berlebihan oleh saraf simpatik sehingga serabut-serabut sirkuler pada ismus
dan ostium uteri internum menjadi hipertonik (Akhtar, 2001).
4. Psikis
Semua nyeri tergantung pada hubungan susunan saraf pusat, khususnya
talamus dan korteks. Derajat penderitaan yang dialami akibat rangsang nyeri
tergantung pada latar belakang pendidikan penderita. Pada nyeri haid, faktor
pendidikan dan faktor psikik sangat berpengaruh; nyeri dapat dibangkitkan atau
diperberat oleh keadaan psikik penderita. Seringkali nyeri haid hilang segera
setelah
perkawinan
dan melahirkan.
tersebut
13
haid, asam lemak omega 6 tersebut yaitu asam arakhidonat dilepaskan dan
mengalami reaksi berantai menjadi prostaglandin dan leukotrin, yang diawali di
uterus. Prostaglandin dan leukotrin menyebabkan respon inflamasi, yang akan
menimbulkan spasme otot uterus dan keluhan sistemik seperti mual, muntah,
perut kembung dan sakit kepala. PGF2 merupakan hasil metabolisme dari asam
arakhidonat oleh enzim siklooksigenase, menyebabkan vasokontriksi dan
kontraksi dari miometrium, yang menyebabkan iskemik dan rasa nyeri (Fortier
dkk, 2008).
Sebuah studi menunjukkan berbagai variasi kadar prostaglandin pada
saluran reproduksi wanita mempengaruhi regresi korpus luteum dan peluruhan
endometrium. Prostaglandin juga mempengaruhi efek LH saat ovulasi
(Cunningham dkk, 2001).
Ditemukan ada hubungan antara keluhan nyeri haid dan produksi
prostaglandin serta adanya substansi dalam darah menstruasi yang menstimulasi
kontraksi otot polos uterus. Substansi tersebut mengandung PGF2 dan PGE2,
dimana rasio PGF2/PGE2 lebih tinggi dalam endometrium dan darah menstruasi
wanita yang mengalami nyeri haid primer (Lumsden, 2005). PGF 2 dan PGE2
memiliki efek vaskular yang berlawanan, yang menyebabkan vasokontriksi dan
vasodilatasi (Clark and Myatt, 2008). Pemberian PGF2 merangsang kontraksi
uterus selama seluruh fase siklus haid, sedangkan PGE2 menghambat kontraktilitas
miometrium selama haid dan merangsangnya saat fase proliferatif dan fase luteal.
Dawood dan Dawood (2007)
PGF2 pada darah menstruasi yang terdapat dalam tampon, mendapatkan bahwa
14
kadar PGF2
dua kali lebih tinggi pada wanita yang mengalami nyeri haid
dibandingkan dengan yang tidak mengalami nyeri haid. Lundstrom and Green
(1978) melakukan penelitian pada sediaan endometrium wanita dengan nyeri haid
yang tidak menjalani pengobatan, diperoleh kadar PGF2 empat kali lebih tinggi
dibandingkan dengan wanita tanpa nyeri haid saat hari pertama menstruasi.
Begitu pula pada penelitian lain yang memberikan NSAIDs seperti ibuprofen
pada saat menstruasi membuat kadar prostaglandin dalam darah menstruasi
wanita dengan nyeri haid menjadi menurun hampir sama dengan kadar
prostaglandin pada wanita tanpa nyeri haid (Daniels dkk, 2002).
Wanita dengan nyeri haid menunjukkan peningkatan konsentrasi PGF2
dan metabolitnya dalam darah menstruasi dan sirkulasi perifer (Milne, dkk, 2003).
Hal ini semakin memperkuat hipotesis bahwa nyeri haid berhubungan dengan
hipertonisitas dari miometrium yang disertai dengan iskemia uteri yang
disebabkan pelepasan lokal prostaglandin.
Lepasnya prostaglandin dari uterus ke sirkulasi sistemik mengakibatkan
efek sistemik seperti gangguan gastrointestinal, lesu, pusing dan sakit kepala.
Teori tersebut didukung oleh beberapa penemuan yaitu:
1. Tingginya kadar prostaglandin terutama PGF2 selama fase sekresi
15
Prostacyclin synthetase
Isomerase reduction
Prostacyclin (PGI2)
Thromboxan
synthetase
Tromboxane A2
(TxA2)
16
dalam uterus tergantung pada kadar hormon progesteron, di mana tingginya kadar
progesteron menyebabkan uterus resisten terhadap stimulasi prostaglandin, dan
saat awal menstruasi kadar progesteron yang rendah menyebabkan uterus tidak
resisten terhadap
farmakologik :
2005).
2. Pendekatan
non farmakologik:
baik, meskipun pendekatan yang lain juga memiliki efikasi yang sangat bervariasi.
17
Terapi farmakologik yang paling sering untuk kasus nyeri haid adalah dengan
obat
obatan
golongan
NSAIDs.
Obat
obatan
tersebut
menghambat
prostaglandin
akan
mengurangi
kontraksi
uterus,
sehingga
mengurangi keluhan nyeri haid dibandingkan dosis regular sebesar 275 mg. Hal
ini menunjukkan bahwa peningkatan dosis NSAIDs (biasanya hingga 2 kali dosis
regular) dapat digunakan sebagai terapi awal yang selanjutnya diikuti dengan
dosis regular (Daniels dkk, 2002).
Pendekatan farmakologik juga menggunakan obat-obatan golongan lain
seperti kontrasepsi oral. Telah dilakukan penelitian uji klinik dengan
menggunakan pil kontrasepsi oral kombinasi mengandung estrogen dosis sedang
dan progestogen generasi kedua , didapatkan hasil yang lebih baik dibandingkan
18
plasebo dalam mengatasi nyeri haid primer (Proctor dkk, 2001). Obat nitrogliserin
juga digunakan sebagai terapi nyeri haid berdasarkan teori menurunnya kadar
nitrit oksid merangsang kontraksi miometrium. Nitrogliserin sebagai sumber dari
nitrit oksid diharapkan dapat merelaksasi kontraksi miometrium pada nyeri haid
primer (Morgan dkk, 2002). Tetapi obat ini memiliki tolerabilitas yang rendah
karena efek sakit kepala yang terjadi pada 20-26 % pasien pada seluruh studi.
Kalsium antagonis dapat menghambat kontraktilitas miometrium dengan
cara menghambat kalsium masuk ke dalam sel, sehingga kalsium intrasel
menurun dan kontraksi otot polos berkurang, sehingga dapat mengurangi keluhan
nyeri haid , tetapi penggunaan obat ini memiliki efek samping di antaranya: rasa
panas di wajah, meningkatnya denyut nadi, berdebar dan sakit kepala.
Selain terapi dengan obat-obatan di atas, penanganan nyeri haid juga
dilakukan dengan terapi suplemen. Dengan terapi suplemen diharapkan dapat
meningkatkan konversi asam lemak esensial menjadi seri 1 anti inflamasi dari
prostaglandin. Adapun suplemen yang dapat meningkatkan konversi tersebut
yaitu magnesium, vitamin B6, zink, niasin dan vitamin C (De Souza, 2000 ;
Proctor dan Murphy, 2001)
Magnesium digunakan sebagai terapi nyeri haid primer, karena
magnesium memiliki efek langsung pada tekanan pembuluh darah dan secara
fisiologis dapat mengendalikan dan mengatur masuknya kalsium ke dalam sel otot
polos. Dengan mengatur masuknya kalsium tersebut, magnesium
dapat
mempengaruhi kontraktilitas, tegangan dan relaksasi dari otot polos uterus, tetapi
dosis pemberiannya memiliki variasi yang sangat besar (Wilson dan Murphy,
19
2001). Magnesium yang diberikan dalam bentuk magnesium pidolat. Pada sebuah
studi, pemberian magnesium dapat mengurangi kadar PGF2 dalam darah
menstruasi hingga 45 % dari sebelum terapi, yang membuat penggunaan
magnesium dapat dipertimbangkan sebagai terapi nyeri haid primer, tetapi masih
membutuhkan penelitian lebih lanjut (Seifert dkk, 1989).
Vitamin B6 dapat menstimulasi membran sel dalam mentransfer
magnesium dan meningkatkan magnesium intrasel yang berperanan dalam
relaksasi otot (De Souza, 2000). Selain itu menurunnya kadar vitamin B6 dalam
darah mengakibatkan hati tidak dapat mengkonyugasikan estrogen yang akan
menyebabkan meningkatnya kadar estrogen di dalam darah yang berhubungan
dengan keluhan nyeri haid (Antao dkk, 2005; Dawood dkk, 2006). Vitamin E
dapat mengurangi keluhan nyeri haid, melalui biosintesis prostaglandin. Vitamin
E dapat meningkatkan
20
enzymatic. Diperkirakan lebih dari 1 % kode genetic pada manusia terdiri dari
campuran zink dengan protein (Insel dkk, 2002).
Pada sistem saraf pusat, zink mempunyai peranan sebagai produk
neurosekretori atau kofaktor. Pada peranan ini, zink berkonsentrasi tinggi dalam
vesikel sinaptic pada bagian spesifik neuron, yang disebut zink containing
neuron atau neuron yang mengandung zink (Christopher dkk, 2000).
Zink tersebar di seluruh tubuh, di dalam tubuh terkandung 2-2,5 gram zink
yang tersebar hampir di semua sel. Sebagian besar zink berada di dalam hati,
pankreas, ginjal, otot dan tulang. Jaringan yang banyak mengandung zink adalah
bagian mata, kelenjar prostat, kulit, rambut dan kuku. Sumsum tulang belakang
dan ginjal merupakan tempat-tempat terbanyak mengandung zink labil. Tempattempat ini juga merupakan tempat-tempat yang pertama akan mengalami
defisiensi zink dalam kondisi defisiensi zink (Piliang, 2000).
Zink merupakan ion intraseluler di dalam cairan tubuh. Zink di dalam
plasma hanya 0.1% dari seluruh zink di dalam tubuh yang mempunyai masa
pergantian yang cepat. Zink dalam darah akan menurun jika terjadi infeksi,
anemia, hipertiroid, kehamilan dan wanita yang menggunakan pil kontrasepsi
(Almatsier, 2001).
Sumber zink yang baik terutama pada sumber protein hewani seperti
daging, hati, kerang, dan ikan. Susu, keju dan beberapa produk biji-bijian dapat
menjadi sumber zink yang signifikan. Zink yang terkandung dalam protein
hewani lebih mudah digunakan dalam tubuh daripada zink yang terdapat pada
nabati (Almatsier, 2001).
21
Penyerapan zink terjadi pada bagian atas usus halus. Dalam plasma,
sekitar 30% zink berikatan dengan 2 alfa makroglobulin, sekitar 66% berikatan
dengan albumin dan sekitar 2% membentuk senyawa kompleks dengan histidin
dan sistein. Komplek zink-albumin disebut ligan zink makromolekul utama
sedangkan ligan mikromolekul adalah kompleks zink-histidin dan zink-sistein
yang berfungsi untuk menstransport zink ke seluruh jaringan termasuk ke hati,
otak, dan sel-sel darah merah (Ring dan Kirchner, 2000 ). Zink diangkut oleh
albumin dan transferin masuk ke aliran darah dan dibawa ke hati. Kelebihan zink
akan disimpan dalam hati dalam bentuk metalotionein, sedangkan yang lainnya
dibawa ke pankreas dan jaringan tubuh lain. Zink digunakan untuk membuat
enzim pencernaan di dalam pankreas yang pada waktu makan dikeluarkan ke
dalam saluran pencernaan. Dengan demikian saluran cerna memiliki dua sumber
zink, yaitu dari makanan dan cairan pencernaan pankreas.
Absorpsi zink diatur oleh metalotionein yang disintesis di dalam sel
dinding saluran pencernaan. Bila konsumsi zink tinggi, di dalam sel dinding
saluran cerna zink akan diubah menjadi metalotionein sebagai simpanan, sehingga
absorbs zink berkurang. Metalotionein di dalam hati mengikat zink hingga
dibutuhkan oleh tubuh. Metalotionein diduga mempunyai peranan dalam
mengatur kandungan zink di dalam cairan intraselular (Almatsier, 2001).
Metalotionein sangat kaya akan asam amino sistein dan dapat mengikat 9 gram
atom logam untuk setiap protein. Protein ini sangat terikat erat dengan mineralmineral zink. Beberapa penelitian membuktikan bahwa sintesis tionein dirangsang
oleh adanya mineral zink (Piliang, 2001). Metalotionein-III (MT-III) merupakan
22
bagian yang spesifik dari metalonein yang terdapat pada otak yang mengikat zink
dan berfungsi sebagai simpanan (cadangan) zink dalam otak. Metalotionein-III
merupakan senyawa kompleks zink yang kemungkinan berperan dalam utilisasi
zink sebagai neuromodulator (Almatsier, 2001).
Banyaknya zink yang diserap berkisar antara 15-40%.
Absorpsi zink
dipengaruhi oleh status zink dalam tubuh. Bila lebih banyak zink yang
dibutuhkan, lebih banyak pula zink yang diserap. Begitu pula jenis makanan
mempengaruhi absorpsi. Serat dan fitat menghambat ketersediaan biologik zink,
sebaliknya protein histidin, metionin dan sistein dapat meningkatkan penyerapan.
Tembaga dalam jumlah melebihi kebutuhan faal menghambat penyerapan zink.
(Insel, dkk, 2002).
Nilai albumin dalam plasma merupakan penentu utama penyerapan zink.
Albumin merupakan alat transpor utama zink. Penyerapan zink menurun bila nilai
albumin darah menurun, misalnya dalam keadaan gizi kurang atau kehamilan.
Zink diekskresikan melalui feses. Di samping itu zink dikeluarkan melalui urine
dan keringat serta jaringan tubuh yang dibuang, seperti kulit, sel dinding usus,
cairan haid dan mani (Almatsier, 2001).
Zink terlibat dalam sejumlah besar metabolisme dalam tubuh, seperti:
keseimbangan asam basa, metabolisme asam amino, sintesis protein, sintesis asam
nukleat, ketersediaan folat, penglihatan, sistem kekebalan tubuh, reproduksi,
perkembangan dan berfungsinya sistem saraf. Lebih dari 200 enzim bergantung
pada zink, termasuk di dalamnya karbonik anhidrase, alkohol dehidrogenase,
23
kapiler sehingga mengurangi kram dan nyeri. Pemberian zink juga berefek
24
sebagai antioksidan dan antiinflamasi yang dapat menurunkan kadar sitokinsitokin penyebab inflamasi sehingga dapat mengurangi kram dan rasa nyeri
(Prasad dkk, 2004). Zink juga mengatur cyclooxygenase-2 (Cox-2) yaitu suatu
enzim yang terlibat dalam nyeri dan inflamasi, dimana pemberian zink akan
menurunkan aktivitas Cox-2 (Fong dkk, 2005). Berdasarkan hasil-hasil penelitian
tersebut, perlu dilakukan penelitian zink selanjutnya karena pemberian zink
dianggap lebih efektif dan memiliki efek samping yang lebih sedikit dibandingkan
obat-obatan lainnya dan juga untuk menentukan dosis yang lebih tepat sehingga
dapat memberikan efek terapi yang adekuat.
2.7 Nyeri dan Penilaiannya
Nyeri adalah sensasi yang penting bagi tubuh. Nyeri merupakan hasil
stimulasi reseptor sensorik. Provokasi saraf-saraf sensorik nyeri menghasilkan
reaksi ketidaknyamanan. Jalur nyeri klasik terdiri dari rantai 3 neuron (neuron
tingkat pertama, neuron tingkat kedua, dan neuron tingkat ketiga), yang
meneruskan sinyal nyeri dari perifer ke korteks serebral. Sensasi nyeri dimulai
dengan stimulasi ujung saraf neuron tingkat pertama (Guyton dan Hall, 2007).
Ada beberapa sumber/penghasil senyawa kimia yang terlibat pada
pengenalan nyeri, yaitu:
1.
25
26
kolik dan nyeri ini dapat disertai dengan mual, muntah, berkeringat, dan
perubahan tekanan darah serta denyut jantung ( Kilic dkk, 2008).
Seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, nyeri haid merupakan
nyeri saat haid yang terjadi akibat keluarnya prostaglandin dari sel-sel dinding
endometrium yang mengalami deskuamasi akibat perubahan hormon estrogen dan
progesterone yang turun secara tiba-tiba. Jadi nyeri yang terjadi pada nyeri haid
diakibatkan oleh iskemia jaringan.
Untuk menilai intensitas nyeri ada empat instrumen yang biasa digunakan
yaitu : Numeric Rating Scale (NRS), Graphical Rating Scale (GRS), Verbal
Rating Scale (VRS) dan Visual Analog Scale (VAS) (Knox, 2005). Pada penelitian
ini digunakan instrumen Verbal Rating Scale yang mengandung sejumlah sifat
dan frase yang menerangkan peningkatan intensitas nyeri. Intensitas nyeri diberi
skor dan dideskripsikan dengan empat kriteria (tidak nyeri, ringan, sedang, berat).
Skala deskripsi nyeri ini telah banyak digunakan, mudah digunakan dan
menunjukkan validitas dan reliabilitas (Jeon dkk, 2004).
Intensitas nyerinya dapat dijelaskan sebagai berikut:
0
27
BAB III
KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN
28
3.2.
Kerangka Konsep
Faktor Internal:
Hormon, status gizi,
stress, fisiologis
tubuh
ZINK
Faktor External:
Aktivitas olahraga,
pola makan
29
WANITA HAID
-
Kadar PGF2
Nyeri Haid
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan penelitian
30
O2
R
P1
O3
Keterangan:
P = Populasi
S = Sampel
R = Random
Po= Kontrol
P1= Perlakuan
O1= Observasi sebelum perlakuan plasebo
O2= Observasi sesudah perlakuan plasebo
O3= Observasi sebelum perlakuan zink
O4
31
32
2.
Wanita yang sedang mengalami nyeri sakit di bagian tubuh yang lain
3.
4.
5.
6.
= standar deviasi
= tingkat kesalahan I
33
= tingkat kesalahan II
1 = rerata skor pre test
2 = rerata skor post test
f (,) = nilai pada tabel
2.
34
asupan makanan.
hingga beberapa jam sebelum mulainya haid hingga 1-2 hari setelah haid .
2. Nyeri haid primer : nyeri haid yang timbul 2-3 tahun setelah menarche
makan siang dengan dosis satu kali sehari selama 4 hari sebelum haid.
4. Empat hari perlakuan : pemberian perlakuan diberikan rentang pemberian
35
Tingkatan nyeri haid: adalah tingkat rasa nyeri pada saat haid hari I, yang
diukur dengan verbal rating scale dengan intensitas :
0
36
menjadi
sampel
sukarela.
Hal
ini
didukung
dengan
adalah penderita nyeri haid primer yang memenuhi kriteri inklusi dan
eksklusi.
4. Sampel diperlakukan secara acak dengan teknik stratified random
37
38
perlakuan yang diterima oleh sampel dengan cara buta ganda. Setelah
diberi obat disarankan untuk datang kembali esok hari pada waktu
yang sama untuk diberikan obat dengan cara yang sama di mana obat
langsung diminum di depan pemberi obat.
6. Pada hari ke-2 sampai ke -4 akan ditanyakan efek samping dan
39
40
Populasi
Kriteria Inklusi
Kriteria Eksklusi
Sampel
41
Analisis Data
42
variasi antar kelompok. Variabel yang diuji adalah berat badan, tinggi
badan, kadar prostaglandin sebelum dan sesudah perlakuan, dan selisih
kadar prostaglandin sebelum dan sesudah perlakuan
4. Uji komparasi perbedaan rata-rata PGF2 antara kelompok perlakuan dan
BAB V
HASIL PENELITIAN
5.1. Analisis Deskriptif
Dalam penelitian ini dilibatkan sebanyak 32 mahasiswi Fakultas
Kedokteran UNUD penderita nyeri haid primer grade sedang-berat yang berusia
17-21 tahun sebagai sampel, yang dibagi menjadi 2 (dua) kelompok, yaitu
43
Variabel
Kelompok
Kontrol
Perlakuan
Umur
17,690,60
17,620,62
Umur Menarche
11,620,96
11,560,96
Berat Badan
51,625,57
50,00+7,20
Tinggi Badan
160,064,61
157,25+5,21
44
tabel 5.2
Tabel 5.2
Hasil Uji Normalitas Data Tiap Kelompok Sebelum dan Sesudah Perlakuan
Variabel Antar Kelompok
Umur Kontrol
Umur Perlakuan
Umur Menarche Kontrol
Umur Menarche Perlakuan
Berat Badan Kontrol
Berat Badan Perlakuan
Tinggi Badan Kontrol
Tinggi Badan Perlakuan
Kadar Prostaglandin Kontrol Pre
Kadar Prostaglandin Perlaku Pre
Selisih Prostaglandin Kontrol
Selisih Prostaglandin Perlakuan
16
16
16
16
16
16
16
16
16
16
16
16
0,001
0,001
0,006
0,061
0,732
0,575
0,272
0,637
0,075
0,083
0,403
0,138
Dilakukan pula uji homogenitas pada variabel berat badan, tinggi badan
kadar prostaglandin dan selisih prostaglandin masing-masing kelompok dengan
Levene Test dengan = 0,05, yang dapat dilihat pada tabel 5.3
Tabel 5.3
Hasil Uji Homogenitas Data Berat Badan, Tinggi Badan Kadar
Prostaglandin dan Selisih Prostaglandin Tiap Kelompok
Variabel
45
Berat Badan
0,604
0,443
Tinggi Badan
0,511
0,480
Kadar Prostaglandin
5,582
0.022
Selisih Prostaglandin
0.220
0.643
46
umur dan umur menarche pada kedua kelompok tidak berbeda (p > 0,05). Ini
menunjukkan bahwa kedua variabel tersebut dapat diabaikan pengaruhnya
terhadap perubahan kadar prostaglandin dan intensitas nyeri haid.
Tabel 5.4
Rerata Umur dan Umur Menarche antar Kelompok Sebelum Diberikan
Perlakuan
Variabel
Kelompok
17,620,62
120,50
0,75
11,560,96
125,50
0,92
Plasebo
Zink
Umur
17,690,60
Umur Menarche
11,620,96
Tabel 5.5
Rerata Berat Badan dan Tinggi Badan antar Kelompok Sebelum Diberikan
Perlakuan
Variabel
Kelompok
50,007,2
0,604
0,483
157,255,21
0,511
0,116
Plasebo
Zink
Berat Badan
51,625,57
Tinggi Badan
160,064,61
Tabel 5.5 menunjukkan bahwa rerata berat badan kelompok plasebo adalah
51,625,57 dan rerata kelompok zink adalah 50,007,2, rerata tinggi badan
kelompok plasebo adalah 160,06 + 4,61 dan rerata kelompok zink adalah
47
Kelompok Subjek
Plasebo
Zink
Rerata
Prostaglandin
(prostaglandin/ml)
SB
16
514,49
226,78
16
743,44
-1,80
0,085
454,43
48
dan nilai p =0,085. Hal ini berarti bahwa rerata kadar prostaglandin sebelum
perlakuan pada kedua kelompok tidak berbeda (p > 0,05).
5.3.3 Analisis efek perlakuan
Analisis efek perlakuan diuji berdasarkan rerata penurunan kadar
prostaglandin antar kelompok sesudah diberikan perlakuan. Hasil analisis
kemaknaan dengan uji disajikan pada Tabel 5.7
Tabel 5.7
Rerata Penurunan Kadar Prostaglandin antar Kelompok Sesudah
Diberikan Perlakuan
Kelompok
Subjek
Plasebo
Zink
Rerata Penurunan
Kadar Prostaglandin
(prostaglandin/ml)
SB
16
79,23
277,13
16
392,12
3,32
0,002
255,59
plasebo
adalah
79,23277,13,
rerata
kelompok
zink
adalah
49
50
sebelum
dengan
sesudah
perlakuan
pada
kedua
kelompok.
51
Median
16
Kuartil
(Q1 Q3)
2
2,75
0,674
Zink
16
2
2
2
Tabel 5.8 menunjukkan bahwa median intensitas nyeri haid kelompok
Median
Kuartil
52
(Q1 Q3)
Plasebo
16
1,25
2
0,017
Zink
16
Kontrol
Perlakuan
Jumlah
1
0
0
0
Intensitas Nyeri
2
3
12 (75%)
4 (25%)
13 (81,25%)
3 (18,75%)
25
7
Jumlah
16
16
32
Dari tabel 5.1 dapat dilihat frekuensi penderita nyeri haid sebelum perlakuan
digolongkan pada dua jenis derajat nyeri, yaitu nyeri derajat 2 (nyeri sedang) dan
nyeri derajat 3 ( nyeri berat) . Pada kelompok kontrol 75% subjek menderita nyeri
sedang, dan 25% subjek menderita nyeri berat,
perlakuan, sebanyak 81, 25%
sedangkan
pada kelompok
53
menderita nyeri berat. Frekuensi derajat nyeri pada kedua kelompok hampir
sama, dibuktikan dengan uji Chi-Square didapatkan nilai 2 = 0,183 dan nilai p =
1,000 untuk sebelum perlakuan, yang artinya tidak ada perbedaan intensitas nyeri
pada kedua kelompok sebelum perlakuan (p > 0,05).
Tabel 5.10 Frekuensi Intensitas Nyeri Kedua Kelompok Setelah Perlakuan
Kontrol
Perlakuan
Jumlah
1
4 (25%)
10 (62,5%)
14
Intensitas Nyeri
2
9 (56,25%)
6 (37,5%)
15
Jumlah
3
3 (18,75%)
0
3
16
16
32
54
Gambar 5.3
Grafik Frekuensi Nyeri Haid Sebelum Perlakuan
Pada Kedua Kelompok
Gambar 5.4
Grafik Frekuensi Nyeri Haid Sesudah Perlakuan
Pada Kedua Kelompok
55
56
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1. Subjek Penelitian
Untuk mengetahui efek pemberian zink terhadap peningkatan
kadar prostaglandin maka dilakukan penelitian yang melibatkan 32 orang
mahasiswi Fakultas Kedokteran UNUD penderita nyeri haid primer derajat
sedang-berat yang berusia 17-21 tahun. Rentang umur tersebut dipilih karena
populasi penderita nyeri haid primer lebih banyakberada di rentang umur remaja
hingga dewasa muda dimana sekitar 70-90 % kejadian nyeri haid primer terjadi
pada rentang usia tersebut ( Proctor dan Farquar, 2002).
Dosis zink yang digunakan dalam penelitian ini adalah 30 mg sehari
berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Eby (2006). Bedanya pada penelitian
ini dosis zink sebesar 30 mg diberikan sekali sehari, sedangkan pada penelitian
terdahulu dosis diberikan 15 mg dua kali sehari. Dosis ini dianggap aman karena
dosis maksimal zink adalah 150 mg/hari (Prasad, 2004). Karena zink adalah
suplemen makanan dan bukan obat, tidak ada efek zink yang membahayakan
kesehatan jika diminum dalam dosis terapi. Efek samping zink jika diminum
berlebihan adalah rasa mual, kembung dan rasa tidak nyaman di saluran
pencernaan (Insel, 2002). Pada penelitian ini, dari 32orang subjek, hanya 2
orang yang merasakan keluhan sedikit mual setelah minum zink. Efek ini dapat
diabaikan karena subjek penelitian tidak sampai menghentikan minum zink
selama penelitian.
57
58
Pada
Zink
memiliki
efek
mengurangi
sintesis
prostaglandin
dan
59
ZINK
Siklooksigenase
Pengurangan Isomerase
PGF2
Gambar 6.1
Skema Mekanisme Kerja Zink Dalam Mengurangi Prostaglandin
dan Nyeri Haid
6.2.2 Zink Menurunkan Intensitas Nyeri Haid
Pada keadaan nyeri haid terjadi kontraksi uterus yang kuat mengakibatkan
berkurangnya aliran darah ke otot uterus, sehingga mengakibatkan berkurangnya
60
mengakibatkan
Eby (2006) dalam penelitiannya tentang pemberian zink. Pada penelitian ini
ditemukan bahwa wanita yang mengkonsumsi zink 31 mg/hari tidak mengalami
nyeri haid, dibandingkan dengan wanita yang menkonsumsi zink 15 mg/hari.
Pemberian zink juga akan menurunkan kadar Cox-2, suatu enzim yang terlibat
dalam nyeri, inflamasi dan prekursor kanker uterus (Fong dkk, 2005). Didukung
pula oleh Sieppmann dkk (2005), pada penelitiannya diperoleh hasil bahwa nyeri
haid primer maupun sekunder akan memburuk pada keadaan defisiensi zink.
Secara fisiologis tubuh yang normal adalah tubuh yang nyaman tanpa rasa
nyeri, tetapi rasa nyeri adalah respon fisiologis tubuh kita terhadap suatu
rangsang. Rasa nyeri dibutuhkan untuk mekanisme pertahanan tubuh kita untuk
61
mencegah kerusakan organ atau jaringan yang lebih luas, yang diakibatkan oleh
suatu rangsang nyeri (Guyton dan Hall, 2006).
Nyeri haid tergolong nyeri akut yang termasuk tipe nyeri viseral. Nyeri ini
terjadi akibat kontraksi pada otot polos rahim disertai dengan iskemia jaringan
akibat produksi prostaglandin yang berlebihan saat haid. Rasa nyeri ini sangat
individual dan berbeda pada setiap orang. Sehingga di satu sisi ada yang tidak
merasakan nyeri, tapi di sisi lain ada yang merasakan nyeri yang sangat hebat
sehingga mengganggu aktivitas sehari-hari, dan berpengaruh pada ketidakhadiran
berulang di sekolah ataupun tempat kerja. Penemuan zink ini diharapkan dapat
mengurangi bahkan mencegah keluhan nyeri haid yang terjadi sehingga kualitas
hidup dan kualitas kerja dapat ditingkatkan.
6.2.3 Hubungan Prostaglandin dan Intensitas Nyeri Haid
Prostaglandin menyebabkan peningkatan aktivitas uterus dan serabutserabut syaraf terminal rangsang nyeri. Kombinasi antara peningkatan kadar
prostaglandin dan peningkatan kepekaan miometrium menimbulkan tekanan intra
uterus sampai 400 mm Hg dan menyebabkan kontraksi miometrium yang hebat.
Atas dasar itu disimpulkan bahwa prostaglandin yang dihasilkan uterus berperan
dalam menimbulkan hiperaktivitas miometrium. Kontraksi miometrium yang
disebabkan oleh prostaglandin akan mengurangi aliran darah, sehingga terjadi
iskemia sel-sel miometrium yang mengakibatkan timbulnya nyeri spasmodik
(Harel, 2006).
62
membuat kadar prostaglandin dalam darah menstruasi wanita dengan nyeri haid
menjadi turun hampir sama dengan kadar prostaglandin pada wanita tanpa nyeri
haid (Daniels, 2002). Peningkatan konsentrasi PGF2 dan metabolitnya dalam
63
darah menstruasi dan sirkulasi perifer terjadi pada wanita dengan nyeri haid
(Milne, dkk, 2003). Hal ini semakin memperkuat hasil penelitian ini yang
menyatakan nyeri saat menstruasi berhubungan dengan hipertonisitas dari
miometrium yang disertai dengan iskemia uteri yang disebabkan pelepasan lokal
prostaglandin. Kemudian lepasnya prostaglandin dari uterus ke sirkulasi sistemik
mengakibatkan efek sistemik seperti gangguan gastrointestinal, lesu, pusing dan
sakit kepala.
Terdapat hubungan antara keluhan nyeri haid dan produksi prostaglandin
dan ditemukan adanya substansi dalam darah menstruasi yang menstimulasi
kontraksi otot polos uterus. Substansi tersebut mengandung PGF2 dan PGE2,
dimana rasio PGF2 lebih tinggi dalam endometrium dan darah menstruasi
wanita yang mengalami nyeri haid primer (Lumsden, 2005). PGF 2 dan PGE2
memiliki efek vascular yang berlawanan, yang menyebabkan vasokontriksi dan
vasodilatasi . Pemberian PGF2 merangsang kontraksi uterus selama seluruh fase
siklus menstruasi, sedangkan PGE2 menghambat kontraktilitas miometrium
selama menstruasi dan merangsangnya saat fase proliferative dan fase luteal.
(Clark and Myatt, 2008).
6.3 Kelemahan Penelitian
Karena keterbatasan peneliti, penelitian ini memiliki beberapa kelemahan
yaitu:
1. Penelitian ini belum bisa menjelaskan berapa hari sebelum haid sebaiknya
diberikan zink.
64
aktivitas
enzim
prostaglandin.
siklooksigenase
sehingga
menghambat
sintesis
65
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian pada wanita penderita nyeri haid primer
didapatkan simpulan sebagai berikut:
1. Pemberian zink selama 4 hari sebelum menstruasi dapat menurunkan
7.2
Saran
Sebagai saran dalam penelitian ini adalah:
1.
mengkonsumsi zink dengan dosis yang sesuai untuk mencegah mengurangi rasa
nyeri menjelang atau saat terjadinya haid.
66
DAFTAR PUSTAKA
Ahrendt, Hans Joachim. 2007. The effects of an oestrogen-free, desogestrelcontaining oral contraceptive in women with cyclical symptoms: Results
from two studies on oestrogen-related symptoms and dysmenorrhoea
European Journal of Contraception & Reproductive Health Care. Vol. 12,
Iss. 4; p. 354.
Akhtar, Begum K. 2001. Review article: Dysmenorrhea and Pelvic Pain: A
common adolescent reproductive health problem. The ORION Vol. 10,
September.
Akinola O, Adisa and Adewale A. Odutuga. 1999. Metabolic interactions
between zink and essential fatty acids in the mammalian organism.
Nutrition and Food Science. Bradford: Vol 99. Iss.2; pg.99.
Almatsier, S. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia, Jakarta.
Antao, V., Black, A., Burnett, M., Feldman, K., Lea, R., Robert, M. 2005.
Primary
Dysmenorrhea Consensus Guideline. No 169, December. Toronto
Banikarim, C., Chacko,MR., Kelder, SH. 2000. Prevalence and Impact of
Dysmenorrhea on Hispanic Female Adolescents. Arch Pediatr Adolesc
Med ;154:1226-1229
Berkow R, editor. 1987. The Merck Manual of Diagnosis and Therapy. Vol. 2.
15th ed. Rahway (NJ): Merck.
Campbell, D.T., Stanley, J.D. 1968. Experimental and Experiment Quasi
Experimental Design for Research. Chicago:Rand Mc Nally.
Campbell, MA., McGrath, PJ. 1997. Use of medication by adolescents for the
management of menstrual discomfort. Arch Pediatr Adolesc Med 151:905.
Christopher.J.F., S.W. Suh, D.Silva., C.J.Fredickson & R.B. Thomson. 2000.
Importance of Zink in The Central Nervous Sistem : The Zink Containing
Neuron. J. Nutr; 130:345S-346S
Clark, Kenneth., Myatt, Leslie. 2008. Prostaglandin and The Reproductive Cycle.
Glob.libr. womens med (ISSN: 1756-2228) 2008.
Cunningham, Gary., Gant, Norman., Leveno, Kenneth. 2001. Williams
Obstetrics: International Edition. Mc- Graw-Hill.
67
Daniels, SE., Talwalker, S., Torri, S., Snabes, MC., Recker, DP., Verburg, KM.
2002.
Original
Research:Valdecoxib,
Cyclooxygenase2Specific
68
Guyton, Arthur C and Hall, John, E. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran; alih
bahasa: Irawati dkk; editor: Lukman Yanuar Rahman, dkk. Edisi 11.
Jakarta. EGC.
Han, SH., Hur, MH., Buckle, J. 2006. Effect of aromatherapy on symptoms of
dysmenorrhea in college students: A randomized plasebo-controlled
clinical trial. J Altern Complement Med;12:535-541.
Harel, Zeev MD. 2006 . Dysmenorrhea in Adolescents and Young Adults:
Etiology and Management .J Pediatr Adolesc Gynecol 19:363-371
Insel, P., Turner, RE., Ross, D. 2002. Nutrition Update. American Dietetic
Association. Jones and Bartlett Publishers, Massachusets.
Jeon, DG., Eun, JL., Park, SW., 2004. The Effects of 1% Lidocain on Pain
Induced by Rocuronium. Department of Anestehesiology and Pain
Medicine ;8: 239-244.
Kelly, RW., Abel, MH. 1983. Copper and Zink inhibit the metabolism of
prostaglandin by the human uterus. Biol Reprod ;28 :883-9.
Khorshidi, N., Ostad, SN., Mossadegh, M., Soodi, M. 2003. Original Article
Clinical Effects of Fennel Essential oil on Primary Dysmenorrhea. Iranian
Journal of Pharmaceutical Research : 89-93
Kl, I., Kanbur, N., Derman, O., Aksu, T., Soyer, O., Kalayc, O., Kutluk, T.
2008. Role of leukotrienes in the pathogenesis of dysmenorrheal in
adolescent girls. The Turkish Journal of Pediatrics; 50: 521-525.
Knox, HT. 2005. Pain Assesement Instrument for Use in the Emergency
Department, in: Emergency Medicine Clinics of North America ;23 : 28595.
Latthe, P., Mignini, L., Gray, R., Hills, R., Khan, K.2006. Factors predisposing
women to chronic pelvic pain: sistematic review. British Medical Journal.
(International edition). April, 1.Vol. 332, Iss. 7544; pg. 749. London.
Li, CH and Wang, YZ. 2008. Acupuncture at Siguan Points for Treatment of
Primary Dysmenorrhea. PubMed-NCBI.
Lumsden, Mary Ann. 2005. Dysmenorrhea. Women Health Medicine. Volume 2,
Issue 1. Pages 40-43.
Lundstrom, V and Green, K. 1978. Endogenous Levels Of Prostaglandin F2 And
Its Main Metabolites In Plasma And Endometrium Of Normal And
Dysmenorrheic Women. Am J Obstet Gynecol ;130:640-46.
69
Mayo, Joseph MD, FACOG. 1997. A Healthy Menstrual Cycle. Clinical Nutrition
Insights . By Cni 509 Rev. 7/98. Copyright 1997 by Advanced Nutrition
Publications, Inc. McGraw-Hill.
Milne, Stuart and Henry N, Jabbour. 2003. Prostaglandin (PG) F2 Receptor
Expression and Signaling in Human Endometrium: Role of PGF2 in
Epithelial Cell Proliferation The Journal of Clinical Endocrinology &
Metabolism Vol. 88, No. 4 1825-1832.
Morgan, PJ., Kung, R., Tarshis, J. 2002. Nitroglycerin as a uterine relaxant: a
sistematic review. J Obstet Gynaecol Can ;24:4039.
Nasir, Laeth and Edward T. Bope. 2004. Management of Pelvic Pain from
Dysmenorrhea or Endometriosis. The Journal of the American Board of
Family Practice 17:S43-S47.American Board of Family Practice
Pickles, VR., Hall, WJ., Best, FA . 1975. Prostaglandin in endometrium and
menstrual fluid from normal and dysmenorrhoea subjects. J Obstet
Gynecol Br Comm; 72: 185.
Piliang, W. 2001. Fisiologi Nutrisi: Mineral. IPB. Bogor.
Pocock, S.J. .2008. The Size of Clinical Trial, Clinical Trials-Practical Approach.
Chicester: John Wiley & Sons A Wiley Medical Publication, p123-141.
Pouresmail, Z and Ibrahimzadeh R, 2002. Effects of acupressure and ibuprofen on
the severity of primary nyeri haid. J Tradit Chin Med. 2002
Sep;22(3):205-10.
Prasad, AS., Bao, B., Beck, FWJ., Kucuk, O., and Sarkar, FH . 2004. Antioxidant
effect of zink in humans. Free Radic Biol Med ;37 : 1182-90
Proctor, M., Farquhar, C., 2002. Dysmenorrhoea. Clinical Evidence ;7:165462.
Proctor, M., Latthe, P., Farquhar, C., Khan, K., Johnson, N. 2005. Surgical
interruption of pelvic nerve pathways for primary and secondary
dysmenorrhoea (Cochrane Review). In: The Cochrane Library, Issue 4.
Proctor, ML., Murphy, PA. 2001. Herbal and Dietary Therapies for primary and
secondary dysmenorrhea. Cochrane Database Syst Rev ; (3): CD002124.
Proctor, ML., Roberts, H., Farquhar, CM. 2001. Combined oral contraceptive pill
(OCP) as treatment for primary dysmenorrhoea (Cochrane Review). In:
The Cochrane Library, Issue 4.
Ridwan, MBA. 2003. Dasar-Dasar Statistika. Bandung . Alfabeta.
70
Rink, Lothar and Kirchner, Holger. 2000. Zink-Altered Immune Function and
Cytokine Production; Journal of Nutrition;130:1407S-1411S.
Rospond, RM. 2008. Penilaian Nyeri; alih bahasa: D. Lyrawati.
Schiotz, AH., Jettestead, M., Al-heeti, D. 2007. Treatment of dysmenorrhoea with
a new TENS device (OVA) . Journal of Obstetrics and Gynecology.
Bristol: Oct . Vol. 27, Iss. 7; pg. 726
Seifert, B., Wagler, P., Dartsch, S., Schmidt, U., Nieder, J. 1989. Magnesiuma
new therapeutic alternative in primary dysmenorrhea. Zentralbl Gynakol ;
111:75560.
Siepmann, M., Spank, S., Kluge, A., Scappach, A., Kirch, W. 2005. The
pharmacokinetic of zink from zink gluconate; a comparison with zink
oxide in healthy men. Int J Clin Pharmacol Therap; 43:562-5
Simopoulos AP. 1991. Omega-3 fatty acids in health and disease and in growth
and development. Am J Clin Nutr ; 54:438
Singh, A., Kiran, D., Singh, H., Nel, B., Singh, P., Tiwari, Pl. 2008. Prevalence
And Severity Of Dysmenorrhea : A Problem Related To Menstruation,
Among First And SecondYear Female Medical Students. Indian J Physiol
Pharmacol; 52 (4) : 389397.
Speroff L, FritSOGC CLINICAL PRACTICE GUIDELINE.
Speroff, L., Fritzz, MA. 2005. Clinical Gynecologic Endocrinology and Infertility,
7th ed. Philadelphia: Lippincot William and Wilkins :540-541.
Sugino, N., Karube-Harada, A., Sakata, A., Takiguchi, S., Kato, H. 2002.
Different mechanism for the induction of copper-zink superoxide
dismutase and manganese superoxide dismutase by progesterone in human
endometrial stromal cells. Hum Reprod ;17 (7):1709-14.
Taylor, D., Miaskowski, C and Kohn, J . 2002. A Randomized Clinical Trial of
the Effectiveness of An Acupressure Device (Relief Brief) for Managing
Symptoms of Dysmenorrhea. The Journal of Alternative and
Complementary Medicine. 8(3): 357-370.
Wilson, ML., Murphy, PA. 2001. Herbal and dietary therapies for primary and
secondary dysmenorrhoea (Cochrane Review). In: The Cochrane Library,
Issue 3, Oxford
Witt, Claudia M., Reinhold, T., Brinkhaus, B., Roll, S., Jena, S., Willich, SN.
2008. Acupuncture in patients with dysmenorrhea: a randomized study on
clinical effectiveness and cost-effectiveness in usual care. American
71
Journal
of
Obstetrics
&
Gynecology
Volume 198, Issue 2 ,Pages 166.e1 -166.e8
Wu, D., Liu, L., Meydani, M, Meydani, SN. 2005. Vitamin E increases
production of vasodilator prostanoids in human aortic endothelial cells
through opposing effects on cyclooxygenase-2 and phospholipase A2. J
Nutr ;135:184753
LAMPIRAN
Lampiran 1
Uji Normalitas Data Umur, Umur Menarche, dan Kadar Prostaglandin
Shapiro-Wilk
Kelompok
Umur (th)
Umur Menarche
Berat badan (kg)
Tinggi Badan (cm)
Statistic
df
Sig.
Plasebo
.759
16
.001
Zink
Plasebo
Zink
Plasebo
Zink
Plasebo
.760
.827
.892
.964
.955
.933
16
16
16
16
16
16
.001
.006
.061
.732
.575
.272
Zink
.959
16
.637
Lampiran 2
Uji Normalitas Data Kadar Prostaglandin dan Selisih Prostaglandin
Shapiro-Wilk
Kelompok
Statistic
df
Sig.
Prostaglandin Pre
Placebo
.898
16
.075
Selisih
Zink
Placebo
.901
.944
16
16
.083
.403
Zink
.915
16
.138
72