Laporan Kasus Saraf
Laporan Kasus Saraf
I. IDENTITAS PASIEN
Nama
: Ny. M
Umur
: 72 Tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Pendidikan
: SD
Pekejaan
: Buruh Cuci Pakaian
Alamat
: Jln. Ir. Rais 14 No. 1c
Agama
: Islam
Tanggal MRS
: 13 April 2016
Tanggal Pemeriksaan : 28 April 2016
Nomor RM
: 251382
II. ANAMNESIS
Keluhan Utama:
Kesadaran Menurun
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang diantar oleh anaknya ke IGD RST Soepraun pada tanggal 13
April 2016 dengan keluhan tidak sadar sejak 2 jam sebelum masuk rumah sakit.
Keluhan timbul mendadak setelah pasien bangun tidur. Sebelumnya pasien sadar, lalu
mulut pasien sempat keluar busa dan diikuti dengan penurunan kesadaran. Hari senin
sebelumnya, sewaktu pasien kontol ke poli jantung karena kakinya bengkak tiba-tiba
mulut pasien keluar busa dan tidak sadarkan diri. Keluhan disertai dengan kelemahan
anggota badan sebelah kiri. Sebelumnya pasien juga merasakan mual dan kadang
muntah, pasien memuntahkan makanan yang dia makan. Pasien juga sempat
mengeluhkan kepalanya sakit. Buang air kecil dan buang air besar lancar.
Riwayat Penyakit Dahulu:
Pasien memiliki riwayat hipertensi dan jantung, pasien rutin kontrol ke poli
jantung. Riwayat diabetes mellitus, asma, kejang, dan alergi obat atau makanan
disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga:
Riwayat stroke, diabetes mellitus, hipertensi, asma, alergi obat atau makanan
dalam anggota keluarga disangkal.
, akral hangat + +
- -
+ +
Saraf otak:
N. I (Olfaktorius):
Hypo/Anosmia : SDE/SDE
Parosmia : SDE/SDE
Halusinasi : SDE/SDE
N. II (Optikus):
Visus : SDE/SDE
Lapang Pandang : SDE/SDE
Melihat Warna : SDE/SDE
Funduskopi : SDE/SDE
N. V (Trigeminus):
Cabang Motorik:
Otot massester : SDE
Otot temporal : SDE
Cabang Sensorik:
Refleks kornea : SDE
N. VII (Facialis):
Waktu diam :
Tinggi alis : Simetris
Sudut mata : Simetris
Sudut bibir : Simetris
Waktu Gerak :
Mengerutkan dahi : SDE
Menutup mata : SDE
Mencucu-bersiul : SDE
Pengecapan depan lidah : SDE
N. IX (Glossofaringeus), N. X (Vagus):
Bagian Motorik :
Suara biasa/parau/tak bersuara : Tak bersuara
Kedudukan arcus pharynx : SDE
Kedudukan uvula : SDE
Pergerakan arcus pharynx/uvula : SDE
Menelan : SDE
Bagian Sensorik :
Refleks muntah : SDE
Refleks pallatum molle : SDE
N. XI (Accesorius):
Mengangkat bahu : SDE
Memalingkan kepala : SDE
N. XII (Hipoglossus):
Kedudukan lidah : DBN
Gejala/Tanda
Penilaian
(0) Kompos Mentis
(1) Mengantuk
(2) Semi koma/koma
(0) Tidak
(1) Ya
(0) Tidak
(1) Ya
Diastolik
Kesadaran
2
3
4
5
Muntah
Nyeri Kepala
Tekanan Darah
Ateroma
a. DM
b. Angina Pektoris
c. Hiperkolesterolemia
Klaudikasio Intermiten
Konstanta
Keterangan:
(0) Tidak
(1) Ya
Hasil SSS
1. SSS > 1 = Stroke hemoragik
2. SSS < -1 = Stroke non-hemoragik
174
(15 - 45 mg/dl)
Kreatinin
1,20
64
(< 33 U/L)
SGPT
42
(< 42 U/L)
Indek
Skor
X 2,5
X2
X2
X 10%
X (-3)
-3
-12
-12
2
142,7
Kalium
Chlorida
109,9
VII. PLANNING
a. Terapi:
Inj. Coticolin 500mg
2x1
Inj. Ranitidine
2x1
Inj. Neurodex
2x1
0-1-0
b. Monitoring:
Tanda-tanda vital
Intake dan output cairan
VII.PROGNOSIS
Ad Vitam : Dubia ad Malam
Ad Fungsionam : Dubia ad Malam
Ad Sanationam : Dubia ad Malam
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Stroke adalah suatu kelainan neurologis fokal ataupunh global secara tiba-tiba,
dengan gejala yang berlangsung lebih dari 24 jam (atau meninggal), dan diakibatkan oleh
gangguan vaskuler (WHO, 2005).
Stroke hemoragik adalah stroke yang diakibatkan oleh perdarahan arteri otak didalam
jaringan otak (intracerebral hemorrhage) dan/atau perdarahan arteri diantara lapisan
pembungkus otak, piamater dan arachnoidea (WHO, 2005).
Klasifikasi
Stroke dapat disebabkan baik iskemik (80%) maupun hemoragik (20%). Stroke
hemoragik sendiri diklasifikasikan lagi menjadi pendarahan intraserebral (PIS) sebanyak 15%
dan perdarahan subaraknoid (PSA) sebanyak 5% (Warlow, 2008).
Epidemiologi
Stroke merupakan penyebab ketiga angka kematian di dunia dan penyebab pertama
kecacatan. Angka morbiditas lebih berat dan angka mortalitas lebih tinggi pada stroke
hemoragik dibandingkan dengan stroke iskemik. Hanya 20% pasien yang dapat melakukan
kegiatan mandirinya lagi. Angka mortalitas dalam bulan pertama pada stroke hemoragik
mencapai 40-80%. Dan 50% kematian terjadi dalam 48 jam pertama (Nassisi, 2009).
Tingkat insidensi dari stroke hemorhagik seluruh dunia berkisar antara 10 sampai 20
kasus per 100.000 populasi dan bertambah dengan umur. Perdarahan intraserebral lebih
sering terjadi pada pria disbanding dengan wanita, terutama pada usia diatas 55 tahun, dan
juga pada populasi tertentu seperti pada orang kulit hitam dan orang jepang (Qureshi, 2001).
Etiologi
Perdarahan intraserebral dapat disebabkan oleh (Qureshi, 2001):
1. Hipertensi
Pecahnya arteriola kecil dikarenakan oleh perubahan degeneratif akibat hipertensi yang tidak
terkontrol; resiko tahunan perdarahan rekuren adalah 2%, dapat dikurangi dengan pengobatan
hipertensi; diagnosis berdasarkan riwayat klinis.
2. Amyloid Angiopathy
Pecahnya arteri ukuran kecil dan menengah, dengan deposisi protein -amyloid; dapat berupa
perdarahan lobar pada orang berusia diatas 70 tahun; risiko tahunan perdarahan rekuren
adalah 10,5%; diagnosis berdasarkan riwayat klinis dan juga imaging seperti CT Scan, MRI,
dan juga Angiography.
3. Arteriovenous Malformation
Pecahnya pembuluh darah abnormal yang menghubungkan arteri dan vena; resiko tahunan
perdarahan rekuren adalah 18%; dapat dikurangi dengan eksisi bedah, embolisasi, dan
radiosurgery; diagnosis berdasarkan imaging seperti MRI dan angiografi konvensional.
4. Aneurisma intracranial
Pecahnya pelebaran sakular dari arteri ukuran medium, biasanya berhubungan dengan
perdarahan subarachnoid; Resiko perdarahan rekuren adalah 50% dalam 6 bulan pertama,
dimana berkurang 3% tiap tahunnya, surgical clipping atau pemasangan endovascular coils
dapat secara signifikan mengurangi resiko perdarahan rekuren; diagnosis berdasarkan
imaging sperti MRI dan angiografi.
5. Angioma Kavernosum
Pecahnya pembuluh darah kapiler abnormal yang dikelilingi oleh jaringan ikat; resiko
perdarahan rekuren adalah 4,5%, dapat dikurangi dengan eksisi bedah atau radiosurgery;
diagnosis berdasarkan gambaran MRI.
6. Venous Angioma
Pecahnya pelebaran venula abnormal; resiko perdarahan ulangan sangat kecil (0,15%);
diagnosis berdasarkan gambaran MRI dan angiografi konvensional.
7. Dural venous sinus thrombosis
Perdarahan diakibatkan oleh infark venosus hemorhagik; antikoagulan dan agen trombolitik
transvenosus dapat memperbaiki outcome; resiko perdarahan rekuren adalah 10% dalam 12
bulan pertama dan kurang dari 1% setelahnya; diagnosis berdasarkan gambaran MRI dan
angiografi.
8. Neoplasma intracranial
Akibat nekrosis dan perdarahan oleh jaringan neoplasma yang hipervaskular; outcome jangka
panjang ditentukan oleh karakterisitik dari neoplasma tersebut; diagnosis berdasrkan
gambaran MRI.
9. Koagulopathy
Paling banyak disebabkan oleh penggunaan antikoagulan dan agen trombolitik; koreksi cepat
abnormalitas bersangkutan penting untuk menghentikan perdarahan; diagnosis berdasarkan
riwayat klinis.
10. Penggunaan kokain dan alcohol
Perdarahan terjadi jika memang sudah terdapat abnormalitas vascular yang mendasari;
diagnosis berdasarkan riwayat klinis.
Manifestasi Klinis
Dari semua penyakit serebrovaskular, stroke hemoragik merupakan yang paling dramatis.
Stroke hemoragik mempunyai morbiditas yang lebih parah dibanding dengan stroke iskemik,
begitu juga tingkat mortalitas yang lebih tinggi. Pasien dengan stroke hemoragik mempunyai
defisit neurologis yang sama dengan stroke iskemik namun cenderung lebih parah (Nassisi,
2008). Beberapa gejala khas terjadinya perdarahan intraserebral (Ropper, 2005) yaitu:
Hipertensi reaktif akut
Tekanan darah tinggi yang jauh melampaui level hipertensi kronik yang dialami pasien,
merupakan suatu sangkaan kuat terjadinya pendarahan.
Muntah
Muntah pada saat onset pendarahan intraserebral jauh lebih sering terjadi dibandingkan pada
infark serebral.
Nyeri kepala
Nyeri kepala hebat secara umum terjadi pada perdarahan serebral akibat peninggian tekanan
intrakranial, namun pada 50% kasus sakit kepala absen ataupun ringan.
Kaku kuduk
Kaku kuduk juga sering ditemukan pada perdarahan intraserebral, namun hal ini pun sering
absen ataupun ringan, terutama jika terjadi penurunan kesadaran yang dalam.
Kejang
Kejang yang terjadi biasanya fokal, terjadi pada beberapa hari pertama dari 10% kasus
perdarahan supratentorial. Kejang sering terjadi belakangan, beberapa bulan bahkan tahun
setelah kejadian.
Adapun sindroma utama yang menyertai stroke hemorhagik menurut Smith (2005)
dapat dibagi menurut tempat perdarahannya yaitu:
1. Putaminal Hemorrhages
Putamen merupakan tempat yang paling sering terjadi perdarahan, juga dapat meluas ke
kapsula interna. Hemiparesis kontralateral merupakan gejala utama yang terjadi. Pada
perdarahan yang ringan, gejala diawali dengan paresis wajah ke satu sisi, bicara jadi
melantur, dan diikutii melemahnya lengan dan tungkai serta terjadi penyimpangan bola mata.
Pada perdarahan berat dapat terjadi penurunan kesadaran ke stupor ataupun koma akibat
kompresi batang otak.
2. Thalamic Hemorrhages
Gejala utama di sini adalah terjadi kehilangan sensorik berat pada seluruh sisi kontralateral
tubuh. Hemiplegia atau hemiparesis juga dapat terjadi pada perdarahan yang sedang sampai
berat akibat kompresi ataupun dekstruksi dari kapsula interna di dekatnya. Afasia dapat
terjadi pada lesi hemisfer dominan, dan neglect kontralateral pada lesi hemisfer non-dominan.
Hemianopia homonim juga dapat terjadi tetapi hanya sementara.
3. Pontine Hemorrhages
Koma dalam dengan kuadriplegia biasanya dapat terjadi dalam hitungan menit. Sering juga
terjadi rigiditas deserebrasi serta pupil "pin-point" (1 mm). Terdapat kelainan refleks gerakan
mata horizontal pada manuver okulosefalik (doll's head) ataupun tes kalorik. Kematian juga
sering terjadi dalam beberapa jam.
4. Cerebellar Hemorrhages
Perdarahan serebellar biasanya ditandai dengan gejala-gejala seperti sakit kepala oksipital,
muntah berulang, serta ataksia gait. Dapat juga terjadi paresis gerakan mata lateral ke arah
lesi, serta paresis saraf kranialis VII. Seiring dengan berjalannya waktu pasien dapat menjadi
stupor ataupun koma akibat kompresi batang otak.
5. Lobar Hemorrhages
Sebagian besar perdarahan lobar adalah kecil dan gejala yang terjadi terbatas menyerupai
gejala-gejala pada stroke iskemik.
Penatalaksanaan
Adapun penatalaksanaan stroke meliputi (PERDOSSI, 2007):
Penatalaksanaan Umum Stroke Akut
1. Evaluasi cepat dan diagnosis
Oleh karena jendela terapi stroke akut sangat pendek, evaluasi dan diagnosis klinik
harus cepat. Evaluasi gejala dan tanda klinik meliputi:
1. Anamnesis
2. Pemeriksaan fisik
3. Pemeriksaan neurologik dan skala stroke.
4. Studi diagnostik stroke akut meliputi CT scan tanpa kontras, KGD, elektrolit darah,
tes fungsi ginjal, EKG, penanda iskemik jantung, darah rutin, PT/INR, aPTT, dan
saturasi oksigen.
2. Terapi Umum
a. Stabilisasi jalan nafas dan pernafasan
Perbaikan jalan nafas dengan pemasangan pipa orofaring.
Pada pasien hipoksia diberi suplai oksigen
b. Stabilisasi hemodinamik
Berikan cairan kristaloid atau koloid intravena (hindari cairan hipotonik)
Optimalisasi tekanan darah
Bila tekanan darah sistolik < 120mmHg dan cairan sudah mencukupi, dapat diberikan
obat-obat vasopressor.
Pemantauan jantung harus dilakukan selama 24 jam pertama.
Bila terdapat CHF, konsul ke kardiologi.
c. Pemeriksaan awal fisik umum
Tekanan darah
Pemeriksaan jantung
Pemeriksaan neurologi umum awal
o Derajat kesadaran
o Pemeriksaaan pupil dan okulomotor
o Keparahan hemiparesis
d. Pengendalian peninggian TIK
Pemantauan ketat terhadap risiko edema serebri harus dilakukan dengan
memperhatikan perburukan gejala dan tanda neurologik pada hari pertama stroke
Monitor TIK harus dipasang pada pasien dengan GCS < 9 dan pasien yang
mengalami penurunan kesadaran
Sasaran terapi TIK < 20 mmHg
dalam ventrikel berhubungan dengan angka mortalitas yang tinggi. Adanya darah di dalam
ventrikel meningkatkan angka kematian sebanyak 2 kali lipat (Nassisi, 2009).
DAFTAR PUSTAKA