Anda di halaman 1dari 16

BAB I

TINJAUAN TEORI

A. KONSEP DASAR
1. Pengertian
Ada beberapa pengertian penyakit Benigna Prostate Hiperplasia (BPH)
menurut beberapa ahli adalah :
Benigna Prostate Hiperplasia (BPH) merupakan perbesaran kelenjar
prostat, memanjang ke atas kedalam kandung kemih dan menyumbat aliran urin
dengan menutupi orifisium uretra akibatnya terjadi dilatasi ureter (hidroureter)
dan ginjal (hidronefrosis) secara bertahap (Smeltzer dan Bare, 2002).
BPH merupakakan pertumbuhan nodul-nodul fibroadenomatosa majemuk
dalam prostat, pertumbuhan tersebut dimulai dari bagian periuretral sebagai
proliferasi yang terbatas dan tumbuh dengan menekan kelenjar normal yang
tersisa, prostat tersebut mengelilingi uretra dan, dan pembesaran bagian periuretral
menyebabkan obstruksi leher kandung kemih dan uretra parsprostatika yang
menyebabkan aliran kemih dari kandung kemih (Price dan Wilson, 2006).
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Benigna Prostat
Hiperplasi (BPH) merupakan penyakit pembesaran prostat yang disebabkan oleh
proses penuaan, yang biasa dialami oleh pria berusia 50 tahun keatas, yang
mengakibatkan obstruksi leher kandung kemih, dapat menghambat pengosongan
kandung kemih dan menyebabkan gangguan perkemihan.
B. Tahapan Perkembangan Penyakit BPH
Berdasarkan perkembangan penyakitnya menurut Sjamsuhidajat dan
Dejong (2005) secara klinis penyakit BPH dibagi menjadi 4 gradiasi :
Derajat 1 : Apabila ditemukan keluhan prostatismus, pada colok dubur ditemukan
penonjolan prostat, batas atas mudah teraba dan sisa urin kurang dari 50 ml
Derajat 2 : Ditemukan penonjolan prostat lebih jelas pada colok dubur dan batas
atas dapat dicapai, sedangkan sisa volum urin 50- 100 ml.

Derajat 3 : Pada saat dilakukan pemeriksaan colok dubur batas atas prostat tidak
dapat diraba dan sisa volum urin lebih dari 100ml.
Derajat 4 : Apabila sudah terjadi retensi urine total
2.

Fisiologi
Menurut Purnomo (2011) fisiologi prostat adalah suatu alat tubuh yang
tergantung kepada pengaruh endokrin. Pengetahuan mengenai sifat endokrin ini
masih belum pasti. Bagian yang peka terhadap estrogen adalah bagian tengah,
sedangkan bagian tepi peka terhadap androgen. Oleh karena itu pada orang tua
bagian tengahlah yang mengalami hiperplasi karena sekresi androgen berkurang
sehingga kadar estrogen relatif bertambah. Sel-sel kelenjar prostat dapat
membentuk enzim asam fosfatase yang paling aktif bekerja pada pH 5.
Kelenjar prostat mensekresi sedikit cairan yang berwarna putih susu dan
bersifat alkalis. Cairan ini mengandung asam sitrat, asam fosfatase, kalsium dan
koagulase serta fibrinolisis. Selama pengeluaran cairan prostat, kapsul kelenjar
prostat akan berkontraksi bersamaan dengan kontraksi vas deferen dan cairan
prostat keluar bercampur dengan semen yang lainnya. Cairan prostat merupakan
70% volume cairan ejakulat dan berfungsi memberikan makanan spermatozon dan
menjaga agar spermatozon tidak cepat mati di dalam tubuh wanita, dimana sekret
vagina sangat asam (pH: 3,5-4).

D. Etiologi
Etiologi yang belum jelas maka melahirkan beberapa hipotesa yang diduga
menjadi penyebab timbulnya Benigna Prosat, teori penyebab BPH menurut
Purnomo (2011) meliputi, Teori Dehidrotestosteron (DHT), teori hormon
(ketidakseimbangan antara estrogen dan testosteron), factor interaksi stroma dan
epitel-epitel, teori berkurangnya kematian sel (apoptosis), teori sel stem.
1. Teori Dehidrotestosteron (DHT)
Dehidrotestosteron/ DHT adalah metabolit androgen yang sangat penting pada
pertumbuhan sel-sel kelenjar prostat. Aksis hipofisis testis dan reduksi testosteron
menjadi dehidrotestosteron (DHT) dalam sel prostad merupakan factor terjadinya
penetrasi DHT kedalam inti sel yang dapat menyebabkan inskripsi pada RNA,

sehingga dapat menyebabkan terjadinya sintesis protein yang menstimulasi


pertumbuhan sel prostat.
2. Teori hormone ( ketidakseimbangan antara estrogen dan testosteron)
Pada usia yang semakin tua, terjadi penurunan kadar testosterone sedangkan
kadar estrogen relative tetap, sehingga terjadi perbandingan antara kadar estrogen
dan testosterone relative meningkat. Hormon estrogen didalam prostat memiliki
peranan dalam terjadinya poliferasi sel-sel kelenjar prostat dengan cara
meningkatkan jumlah reseptor androgen, dan menurunkan jumlah kematian selsel prostat (apoptosis).
3. Faktor interaksi Stroma dan epitel
Diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel prostat secara tidak langsung
dikontrol oleh sel-sel stroma melalui suatu mediator yang disebut Growth factor.
Setelah sel-sel stroma mendapatkan stimulasi dari DHT dan estradiol, sel-sel
stroma mensintesis suatu growth factor yang selanjutnya mempengaruhi sel-sel
stroma itu sendiri intrakrin dan autokrin, serta mempengaruhi sel-sel epitel
parenkim
4. Teori berkurangnya kematian sel (apoptosis)
Progam kematian sel (apoptosis) pada sel prostat adalah mekanisme fisiologik
untuk mempertahankan homeostatis kelenjar prostat. Pada apoptosis terjadi
kondensasi dan fragmentasi sel, yang selanjutnya sel-sel yang mengalami
apoptosis akan difagositosis oleh sel-sel di sekitarnya.
5. Teori sel stem
Sel-sel yang telah apoptosis selalu dapat diganti dengan sel-sel baru. Didalam
kelenjar prostat istilah ini dikenal dengan suatu sel stem, yaitu sel yang
mempunyai kemampuan berpoliferasi sangat ekstensif.
E. Patofisiologi
Hiperplasi prostat adalah pertumbuhan nodul-nodul fibroadenomatosa
majemuk dalam prostat, pertumbuhan tersebut dimulai dari bagian periuretral
sebagai proliferasi yang terbatas dan tumbuh dengan menekan kelenjar normal
yang tersisa. Jaringan hiperplastik terutama terdiri dari kelenjar dengan stroma
fibrosa dan otot polos yang jumlahnya berbeda-beda. Proses pembesaran prostad

terjadi secara perlahan-lahan sehingga perubahan pada saluran kemih juga terjadi
secara perlahan-lahan.
F. Manifestasi Klinis
Obstruksi prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih maupun
keluhan diluar saluran kemih. Menurut Purnomo (2011) dan tanda dan gejala dari
BPH yaitu : keluhan pada saluran kemih bagian bawah, gejala pada saluran kemih
bagian atas, dan gejala di luar saluran kemih.
1. Keluhan pada saluran kemih bagian bawah
a. Gejala obstruksi meliputi : Retensi urin (urin tertahan dikandung kemih sehingga
urin tidak bisa keluar), hesitansi (sulit memulai miksi), pancaran miksi lemah,
b.
2.

Intermiten (kencing terputus-putus), dan miksi tidak puas (menetes setelah miksi)
Gejala iritasi meliputi : Frekuensi, nokturia, urgensi (perasaan ingin miksi yang
sangat mendesak) dan disuria (nyeri pada saat miksi).
Gejala pada saluran kemih bagian atas
Keluhan akibat hiperplasi prostat pada sluran kemih bagian atas berupa
adanya gejala obstruksi, seperti nyeri pinggang, benjolan dipinggang (merupakan
tanda dari hidronefrosis), atau demam yang merupakan tanda infeksi atau

3.

urosepsis.
Gejala diluar saluran kemih
Pasien datang diawali dengan keluhan penyakit hernia inguinalis atau
hemoroid. Timbulnya penyakit ini dikarenakan sering mengejan pada saan miksi
sehingga mengakibatkan tekanan intraabdominal. Adapun gejala dan tanda lain
yang tampak pada pasien BPH, pada pemeriksaan prostat didapati membesar,
kemerahan, dan tidak nyeri tekan, keletihan, anoreksia, mual dan muntah, rasa
tidak nyaman pada epigastrik, dan gagal ginjal dapat terjadi dengan retensi kronis
dan volume residual yang besar.

G. Penatalaksanaan
1. Observasi
Biasanya dilakukan pada pasien dengan keluhan ringan. Pasien dianjurkan
untuk mengurangi minum setelah makan malam yang ditujukan agar tidak terjadi
nokturia, menghindari obat-obat dekongestan (parasimpatolitik), mengurangi
minum kopi dan tidak diperbolehkan minum alkohol agar tidak terlalu sering
miksi. Pasien dianjurkan untuk menghindari mengangkat barang yang berat agar

perdarahan dapat dicegah. Ajurkan pasien agar sering mengosongkan kandung


kemih (jangan menahan kencing terlalu lama) untuk menghindari distensi
kandung kemih dan hipertrofi kandung kemih. Secara periodik pasien dianjurkan
untuk melakukan control keluhan, pemeriksaan laboratorium, sisa kencing dan
pemeriksaan colok dubur (Purnomo, 2011).

H. Komplikasi
Menurut Sjamsuhidajat dan De Jong (2005) komplikasi BPH adalah :
1. Retensi urin akut, terjadi apabila buli-buli menjadi dekompensasi
2. Infeksi saluran kemih
3. Involusi kontraksi kandung kemih
4. Refluk kandung kemih
5. Hidroureter dan hidronefrosis dapat terjadi karena produksi urin terus berlanjut
maka pada suatu saat buli-buli tidak mampu lagi menampung urin yang akan
6.
7.

mengakibatkan tekanan intravesika meningkat.


Gagal ginjal bisa dipercepat jika terjadi infeksi
Hematuri, terjadi karena selalu terdapat sisa urin, sehingga dapat terbentuk batu
endapan dalam buli-buli, batu ini akan menambah keluhan iritasi. Batu tersebut
dapat pula menibulkan sistitis, dan bila terjadi refluks dapat mengakibatkan

pielonefritis.
8. Hernia atau hemoroid lama-kelamaan dapat terjadi dikarenakan pada waktu miksi
pasien harus mengedan.

I.

Pengkajian Fokus
Pengkajian fokus keperawatan yang perlu diperhatikan pada penderita
BPH merujuk pada teori menurut Smeltzer dan Bare (2002) , Tucker dan

1)

Canobbio (2008) ada berbagai macam, meliputi :


Eliminasi
Pola eliminasi kaji tentang pola berkemih, termasuk frekuensinya, ragu ragu,
menetes, jumlah pasien harus bangun pada malam hari untuk berkemih (nokturia),
kekuatan system perkemihan. Tanyakan pada pasien apakah mengedan untuk
mulai atau mempertahankan aliran kemih. Pasien ditanya tentang defikasi, apakah

ada kesulitan seperti konstipasi akibat dari prostrusi prostat kedalam rectum.
2) Pola nutrisi dan metabolism
Kaji frekuensi makan, jenis makanan, makanan pantangan, jumlah minum tiap
hari, jenis minuman, kesulitan menelan atau keadaan yang mengganggu nutrisi
seperti anoreksia, mual, muntah, penurunan BB.
3)

Pola tidur dan istirahat


Kaji lama tidur pasien, adanya waktu tidur yang berkurang karena frekuensi miksi

yang sering pada malam hari ( nokturia ).


4) Nyeri/kenyamanan
Nyeri supra pubis, panggul atau punggung, tajam, kuat, nyeri punggung bawah
5) Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
Pasien ditanya tentang kebiasaan merokok, penggunaan obatobatan, penggunaan
alkhohol.
6) Pola aktifitas
Tanyakan pada pasien aktifitasnya sehari hari, aktifitas penggunaan waktu
senggang, kebiasaan berolah raga. Pekerjaan mengangkat beban berat. Apakah
ada perubahan sebelum sakit dan selama sakit. Pada umumnya aktifitas sebelum

operasi tidak mengalami gangguan, dimana pasien masih mampu memenuhi


kebutuhan sehari hari sendiri.
7)

Seksualitas
Kaji apakah ada masalah tentang efek kondisi/terapi pada kemampuan seksual
akibat adanya penurunan kekuatan ejakulasi dikarenakan oleh pembesaran dan

8)

nyeri tekan pada prostat.


Pola persepsi dan konsep diri
Meliputi informasi tentang perasaan atau emosi yang dialami atau dirasakan
pasien sebelum pembedahan dan sesudah pembedahan pasien biasa cemas karena
kurangnya pengetahuan terhadap perawatan luka operasi.

f.

Pemeriksaan Penunjang
Menurut Purnomo (2011) dan Baradero dkk (2007) pemeriksaan penunjang

yang dapat dilakukan pada penderita BPH meliputi :


1) Laboratorium
a) Analisi urin dan pemeriksaan mikroskopik urin penting dilakukan untuk melihat
adanya sel leukosit, bakteri dan infeksi. Pemeriksaan kultur urin berguna untuk

menegtahui kuman penyebab infeksi dan sensitivitas kuman terhadap beberapa


b)

antimikroba.
Pemeriksaan faal ginjal, untuk mengetahui kemungkinan adanya penyulit yang
menegenai saluran kemih bagian atas. Elektrolit, kadar ureum dan kreatinin darah

c)

merupakan informasi dasar dari fungsin ginjal dan status metabolic.


Pemeriksaan prostate specific antigen (PSA) dilakukan sebagai dasar penentuan
perlunya biopsy atau sebagai deteksi dini keganasan. Bila nilai PSA <4ng/ml tidak
perlu dilakukan biopsy. Sedangkan bila nilai PSA 4-10 ng/ml, hitunglah prostate

specific antigen density (PSAD) lebih besar sama dengan 0,15 maka sebaiknya
2)

dilakukan biopsy prostat, demikian pula bila nila PSA > 10 ng/ml.
Radiologis/pencitraan
Menurut Purnomo (2011) pemeriksaan radiologis bertujuan untuk
memperkirakan volume BPH, menentukan derajat disfungsi bulibuli dan volume
residu urin serta untuk mencari kelainan patologi lain, baik yang berhubungan

a)

maupun tidak berhubungan dengan BPH.


Foto polos abdomen, untuk mengetahui kemungkinan adanya batu opak di
saluran kemih, adanya batu/kalkulosa prostat, dan adanya bayangan buli-buli yang
penuh dengan urin sebagai tanda adanya retensi urin. Dapat juga dilihat lesi
osteoblastik sebagai tanda metastasis dari keganasan prostat, serta osteoporosis

akbibat kegagalan ginjal.


b) Pemeriksaan Pielografi intravena ( IVP ), untuk mengetahui kemungkinan
adanya kelainan pada ginjal maupun ureter yang berupa hidroureter atau
hidronefrosis. Dan memperkirakan besarnya kelenjar prostat yang ditunjukkan
dengan adanya indentasi prostat (pendesakan buli-buli oleh kelenjar prostat) atau
ureter dibagian distal yang berbentuk seperti mata kail (hooked fish)/gambaran
ureter berbelok-belok di vesika, penyulit yang terjadi pada buli-buli yaitu adanya
c)

trabekulasi, divertikel atau sakulasi buli-buli.


Pemeriksaan USG transektal, untuk mengetahui besar kelenjar prostat,
memeriksa masa ginjal, menentukan jumlah residual urine, menentukan volum
buli-buli, mengukur sisa urin dan batu ginjal, divertikulum atau tumor buli-buli,
dan mencari kelainan yang mungkin ada dalam buli-buli.

J.

1.
a.

Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan pada penyakit BPH menurut Carpenito (2007) dan
Tucker dan Canobbio (2008) adalah :
Pre Operasi
Retensi urin akut/kronis berhubungan dengan obstruksi mekanik, pembesaran
prostat, dekompensasi otot destrusor, ketidakmampuan kandung kemih untuk

b.

berkontraksi dengan adekuat.


Nyeri akut berhubungan dengan peregangan dari terminal saraf, distensi kandung
kemih, infeksi urinaria, efek mengejan saat miksi sekunder dari pembesaran

c.

prostat dan obstruksi uretra.


Ansietas/cemas berhubungan dengan krisis situasi, perubahan status kesehatan,

kekhawatiran tentang pengaruhnya pada ADL atau menghadapi prosedur bedah.


d. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan kebutuhan pengobatan berhubungan
dengan kurangnya informasi.
K. Focus Intervensi dan Rasional
Intervensi keperawatan pada penyakit BPH menurut Carpenito (2007), dan
1.

Tucker dan Canobbio (2008) adalah:


Pra operasi

a. Retensi urin akut/kronis berhubungan dengan obstruksi mekanik, pembesaran


prostat, dekompensasi otot destrusor, ketidakmampuan kandung kemih untuk
berkontraksi dengan adekuat.
Tujuan : Tidak terjadi retensi urine
Kriteria hasil : Pasien menunjukkan residu pasca berkemih kurang dari 50 ml,
dengan tidak adanya tetesan atau kelebihan cairan.
Intervensi :
1) Dorong pasien untuk berkemih tiap 2-4 jam atau bila tiba-tiba dirasakan
Rasional : meminimalkan retensi urin distensi berlebihan pada kandung kemih.
2) Observasi aliran urin, perhatikan ukuran dan kekuatan.
Rasional : berguna untuk mengevaluasi obstruksi dan pilihan intervensi
3) Awasi dan catat waktu tiap berkemih dan jumlah tiap berkemih perhatikan
penurunan haluaran urin dan perubahan berat jenis.
Rasional : retensi urine meningkatkan tekanan dalam saluran perkemihan atas,
yang dapat mempengaruhi fungsi ginjal. Adanya deficit aliran darah keginjal
menganggu kemampuanya untuk memfilter dan mengkonsentrasi substansi.
Lakukan perkusi/palpasi suprapubik
Rasional : distensi kandung kemih dapat dirasakan diarea Suprapubik
5) Dorong masukan cairan sampai 3000 ml sehari
Rasional : peningkatan aliran cairan mempertahankan perfusi ginjal dan
4)

6)

membersihkan ginjal dan kandung kemih dari pertumbuhan bakteri


Kaji tanda-tanda vital, timbang BB tiap hari, pertahankan pemasukan dan
pengeluaran yang akurat Rasional : kehilangan fungsi ginjal mengakibatkan
penuruna eliminasi cairan dan akumulasi sisa toksik, dapat berlanjut kepenuruan
ginjal total

7)

Lakukan rendam duduk sesuai indikasi


Rasional : meningkatkan relaksasi otot, penuruan edema, dan dapat meningkatkan
upaya berkemih.

8) Kolaborasi pemberian obat :

Supositorial rectal
Rasional : supositorial dapat diabsorbsi dengan mudah melalui mukosa kedalam
jaringan kandung kemih untuk menghasilkan relaksasi otot/menghilangkan
spasme
Antibiotic dan antibakteri
Rasional : digunakan untuk melawan infeksi

Fenoksibenzamin (Dibenzyline)

Rasional : diberikan untuk mempermudah berkemih dengan merelaksasi otot


b.

polos prostat dan menurunkan tahanan terhadap aliran urine.


Nyeri akut berhubungan dengan peregangan dari terminal saraf, distensi kandung
kemih, infeksi urinaria, efek mengejan saat miksi sekunder dari pembesaran
prostat dan obstruksi uretra.
Tujuan : nyeri hilang, terkontrol
Kriteria hasil : pasien melaporkan nyeri hilang dan terkontrol pasien tampak

rileks, mampu untuk tidur dan istirahat dengan tepat


Intervensi :
1) Kaji tipe nyeri, perhatikan lokasi, intensitas (skala 0-10) lamanya.
Rasional : memberikan informasi untuk membantu dalam menentukan
pilihan/keefektifan intervensi
2) Pertahankan tirah baring bila diindikasikan
Rasional : tirah baring mungkin diperlukan pada awal selama fase retensi akut.
Namun ambulasi dini dapat memperbaiki pola berkemih normal dan
menghilangkan nyeri kolik
3) Berikan tindakan kenyamanan, distraksi selama nyeri akut seperti, pijatan
punggung : membantu pasien melakukan posisi yang nyaman: mendorong
penggunaan relaksasi/latihan nafas dalam: aktivitas terapeutik
Rasional : meningkatkan relaksasi, memfokuskan kembali perhatian dan dapat
meningkatkan kemampuan koping
Dorong menggunakan rendam duduk, gunakan sabun hangat untuk perineum
Rasional : meningkatkan relaksasi otot
5) Kolaborasi pemberian obat pereda nyeri ( analgetik)
Rasional : menurunkan adanya nyeri, dan kaji 30 menit kemudian untuk
4)

c.

mengetahui keefektivitasnya.
Ansietas/cemas berhubungan dengan krisis situasi, perubahan status kesehatan,
kekhawatiran tentang pengaruhnya pada ADL atau menghadapi prosedur bedah.
Tujuan : pasien tampak rileks.
Kriteria Hasil : menyatakan pengetahuan yang akurat tentang situasi,

menunjukkan rentang tepat tentang perasaan dan penurunan rasa takut


Intervensi :
1) Damping pasien dan bina hubungan saling percaya
Rasional : menunjukkan perhatian dan keinginan untuk membantu.
2) Berikan informasi tentang prosedur tindakan yang akan dilakukan Rasional :
3)

Membantu pasien dalam memahami tujuan dari suatu tindakan.


Dorong pasien/orang terdekat untuk menyatakan masalah/perasaan
Rasional : Memberikan kesempatan pada pasien dan konsep solusi pemecahan
masalah

4)

Beri informasi pada pasien sebelum dilakukan tindakan


Rasional : memungkinkan pasien untuk menerima kenyataan dan menguatkan

kepercayaan pada pemberi perawatan dan pemberian informasi.


d. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan kebutuhan pengobatan berhubungan
dengan kurangnya informasi. Tujuan : Menyatakan pemahaman tentang proses
penyakit dan prognosisnya.
Kriteria Hasil : Melakukan perubahan pola hidup dan berpartisipasi dalam
program pengobatan
Intervensi :
1) Dorong pasien menyatakan rasa takut perasaan dan perhatian.
Rasional : Membantu pasien dalam mengalami perasaan.
2) Kaji ulang proses penyakit, pengalaman pasien
Rasional : memberi dasar pengetahuan dimana pasien dapat membuat pilihan
terapi
3) Berikan informasi tentang penyakit yang diderita pasien
Rasional : meningkatkan pengetahuan pasien terhadap penyakit yang dideritanya
4) Berikan penjelasan tentang tindakan/pengobatan yang akan dilakukan
Rasional : meningkatkan pengetahuan pasien terhadap tindakan untuk
menyembuhkan penyakitnya.
2. Post operasi
a. Retensi urin berhubungan dengan obstruksi mekanik: bekuan darah, edema,
trauma, prosedur bedah, tekanan dan iritasi kateter.
Tujuan : Pasien berkemih dengan jumlah normal tanpa retensi
Kriteria Hasil : Menunjukkan perilaku yang meningkatkan control kandung
kemih/urinaria, pasien mempertahankan keseimbangan cairan : asupan sebanding
dengan haluaran.
Intervensi :
1) Kaji haluaran urine dan system drainase, khususnya selama irigasi berlangsung
Rasional : retensi dapat terjadi karena edema area bedah, bekuan darah dan
spasme kandung kemih.
Bantu pasien memilih posisi normal untuk berkemih
Rasional : mendorong pasase urine dan menngkatkan rasa normalitas.
3) Perhatikan waktu, jumlah berkemih dan ukuran aliran setelah kateter dilepas.
Rasional : kateter biasa lepas 2-5 hari setelah bedah, tetapi berkemih dapat
2)

berlanjut sehingga menjadi masalah untuk beberapa waktu karena edema uretral
dan kehilangan tonus.
4) Dorong pemasukan cairan 3000 ml sesuai toleransi, batasi cairan pada malam
hari setelah kateter dilepas

Rasional : mempertahankan hidrasi adekuat dan perfusi ginjal untuk aliran urine
penjadwalan masukan cairan menurunkan kebutuhan berkemih/gangguan tidur
5)

selama malam hari.


Pertahankan irigasi kandung kemih continue (continous bladder irrigation)/CBI
sesuai indikasi pada periode pascaoperasi
Rasional : mencuci kandung kemih dari bekuan darah dan debris untuk
mempertahankan patensi kateter

c.

1)
2)
3)
4)
5)

Nyeri akut berhubungan dengan spasmus kandung kemih dan insisi sekunder
pada pembedahan, dan pemasangan kateter.
Tujuan : Nyeri berkurang atau hilang.
Kriteria Hasil :
Pasien mengatakan nyeri berkurang
Ekspresi wajah pasien tenang
Pasien akan menunjukkan ketrampilan relaksasi.
Pasien akan tidur / istirahat dengan tepat.
Tanda tanda vital dalam batas normal.

Intervensi :
1)

Kaji nyeri, perhatikan lokasi, intensitas (skala 0-10)


Rasional : nyeri tajam, intermitten dengan dorongan berkemih sekitar kateter

menunjukkan spasme kandung kemih.


2) Jelaskan pada pasien tentang gejala dini spasmus kandung kemih.Rasional :
3)

Kien dapat mendeteksi gajala dini spasmus kandung kemih.


Pertahankan patensi kateter dan system drainase. Pertahankan selang bebas dari
lekukan dan bekuan
Rasional : mempertahankan fungsi kateter dan drainase system. Menurunkan

resiko distensi/spasme kandung kemih


4) Berikan informasi yang akurat tentang kateter, drainase, dan spasme kandung
kemih
Rasional : menghilangkan ansietas dan meningkatkan kerjasama.
5) Kolaborasi pemberian antispasmodic contoh :

Oksibutinin klorida (Ditropan), supositoria


Rasional : merilekskan otot polos, untuk memberikan penurunan spasme dan

nyeri
Propantelin bromide (pro-bantanin) Rasional : menghilangkan spasme
kandung kemih oleh kerja antikolinergik.

d.

Resiko perdarahan berhubungan dengan insisi area bedah vaskuler (tindakan

pembedahan) , reseksi bladder, kelainan profil darah


Tujuan : Tidak terjadi perdarahan
Kriteria Hasil :
1) Pasien tidak menunjukkan tanda tanda perdarahan
2) Tanda tanda vital dalam batas normal .
3) Urine lancar lewat kateter
Intervensi :
1)

Jelaskan pada pasien tentang sebab terjadi perdarahan setelah pembedahan dan
tanda tanda perdarahan .
Rasional : Menurunkan kecemasan pasien dan mengetahui tanda tanda

perdarahan.
2) Irigasi aliran kateter jika terdeteksi gumpalan dalm saluran kateter .
Rasional : Gumpalan dapat menyumbat kateter, menyebabkan peregangan dan
perdarahan kandung kemih
3) Sediakan diet makanan tinggi serat dan memberi obat untuk memudahkan
defekasi .
Rasional : Dengan peningkatan tekanan pada fosa prostatic yang akan
4)

mengendapkan perdarahan
Mencegah pemakaian termometer rektal, pemeriksaan rectal atau huknah, untuk

sekurang kurangnya satu minggu .


Rasional : Dapat menimbulkan perdarahan prostat
5) Pantau traksi kateter: catat waktu traksi di pasang dan kapan traksi dilepas .
Rasional : Traksi kateter menyebabkan pengembangan balon ke sisi fosa prostatik,
6)

e.

menurunkan perdarahan. Umumnya dilepas 3 6 jam setelah pembedahan


Observasi tanda tanda vital tiap 4 jam, masukan dan haluaran Warna urine
Rasional : Deteksi awal terhadap komplikasi, dengan intervensi yang tepat
mencegah kerusakan jaringan yang permanen.
Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif: alat selama pembedahan,

kateter, irigasi kandung kemih sering


Tujuan : Pasien tidak menunjukkan tanda tanda infeksi Kriteria Hasil :
1) Pasien tidak mengalami infeksi.
2) Dapat mencapai waktu penyembuhan.
3) Tanda tanda vital dalam batas normal dan tidak ada tanda tanda syok.
Intervensi :
1)

Pertahankan sistem kateter steril, berikan perawatan kateter dengan steril.


Rasional : Mencegah pemasukan bakteri dan infeksi.
2) Anjurkan intake cairan yang cukup ( 2500 3000 ) sehingga dapat menurunkan
potensial infeksi.

Rasional : Meningkatkan output urine sehingga resiko terjadi ISK dikurangi dan
3)

mempertahankan fungsi ginjal


Pertahankan posisi urinebag dibawah
Rasional : Menghindari refleks balik urine yang dapat memasukkan bakteri ke

kandung kemih.
Observasi tanda tanda vital, laporkan tanda tanda shock dan demam.
Rasional : Mencegah sebelum terjadi shock.
5) Observasi urine: warna, jumlah, bau.
Rasional : Mengidentifikasi adanya infeksi.
6) Kolaborasi dengan dokter untuk memberi obat antibiotic
Rasional :Untuk mencegah infeksi dan membantu proses penyembuhan.
f. Resiko terhadap disfungsi seksual berhubungan dengan ketakutan impoten akibat
4)

dari pembedahan.
Tujuan : Tampak rileks dan melaporkan ansietas menurun sampai tingkat dapat
diatasi
Kriteria Hasil : Menyatakan pemahaman situasional individu, menunjukan
pemecahan masalah dan menunjukkan rentang yang tepat tentang perasaan dan
penurunan rasa takut.
Intervensi :
1) Dampingi pasien dan bina hubungan saling percaya
Rasional : Menunjukka perhatian dan keinginan untuk membantu
2) Berikan informasi yang tepat tentang harapan kembalinya fungsi Seksual
Rasional : impotensi fisiologis terjadi bila syaraf perineal dipotong selama
prosedur radikal.
3)
Diskusikan ejakulasi retrograde bila pendekatan transurethral/suprapubik
digunakan
Rasional : cairan seminal mengalir kedalam kandung kemih dan disekresikan
melalui urine, hal ini tidak mempengaruhi fungsi seksual tetapi akan menurunkan
kesuburan dan menyebabkan urine keruh
4) Anjurkan pasien untuk latihan perineal dan interupsi/continue aliran urinRasional
g.

: meningkatkan peningkatan control otot kontinensia urin dan fungsi seksual.


Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri sebagai efek pembedahan
Tujuan : Kebutuhan tidur dan istirahat terpenuhi. Kriteria hasil :
Pasien mampu beristirahat / tidur dalam waktu yang cukup.
Pasien mengungkapan sudah bisa tidur
Pasien mampu menjelaskan factor penghambat tidur .
Intervensi :

1)

Jelaskan pada pasien dan keluarga penyebab gangguan tidur dan kemungkinan
cara untuk menghindari.
Rasional : meningkatkan pengetahuan pasien sehingga mau kooperatif dalam

tindakan perawatan
2) Ciptakan suasana yang mendukung, suasana tenang dengan mengurangi
kebisingan
Rasional : Suasana tenang akan mendukung istirahat
3) Beri kesempatan pasien untuk mengungkapkan penyebab gangguan tidur.
Rasional : Menentukan rencana mengatasi gangguan
4) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat yang dapat mengurangi
nyeri/analgetik.
Rasional : Mengurangi nyeri sehingga pasien bisa istirahat dengan cukup .

Anda mungkin juga menyukai