Anda di halaman 1dari 32

1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Badan Kesehatan Dunia (WHO) menganggap perilaku merokok telah menjadi

masalah yang penting bagi seluruh dunia sejak satu dekade yang lalu (Mayasari,
2007). Salah satu bentuk nyatanya adalah WHO (World Health Organization)
menetapkan tanggal 31 Mei 1988 sebagai hari tanpa tembakau sedunia dan untuk
seterusnya diperingati setiap tahun ditanggal 31 Mei (Rafei dalam Kintoko, 2004).
Menurut deHaan dalam Tarigan (2008) , saat ini diperkirakan jumlah perokok di
dunia sebesar 1, 3 milyar orang dan kematian yang diakibatkan olehnya mencapai 4,
9 juta orang per tahun.
Kebiasaan merokok akan menimbulkan berbagai permasalahan kesehatan
bahkan kematian. Menurut Depkes (2008) bahwa terdapat ribuan artikel yang
membuktikan adanya hubungan kausal antara penggunaan rokok dengan terjadinya
berbagai penyakit kanker, penyakit jantung, penyakit sistem saluran pernapasan,
penyakit gangguan reproduksi dan kehamilan. Hal ini tidak mengherankan karena
asap tembakau mengandung lebih dari 4000 bahan kimia toksik dan 43 bahan
penyebab kanker (karsinogenik).
Merokok tidak hanya berbahaya bagi perokok tetapi juga orang di sekitarnya
yang terkena asap rokok. Menurut Sarifuddin (2010), berbagai riset yang dilakukan di
Amerika menunjukkan bahwa asap rokok sangat berbahaya karena semakin besar

terpapar asap rokok semakin besar pula peluang kerusakan DNA. Semakin besar
kerusakan DNA, maka semakin besar pula risiko terkena penyakit kanker dan
serangan jantung.
Menurut Soamole (2004), setiap tahun ada empat juta orang yang meninggal
akibat kebiasaan merokok. Dikhawatirkan, apabila penanganan yang tidak memadai
maka di tahun 2030 diperkirakan proporsi perokok sebesar 1,6 miliar perokok,
diantaranya sekitar 770 juta anak yang menjadi perokok pasif dan 85% terdapat di
negara berkembang. Diperkirakan juga proporsi kematian akibat merokok sebesar 10
juta kematian yang mana 70% di antaranya terjadi di negara berkembang.
Konsumsi rokok rata-rata 2,7% per tahun di negara berkembang, sedangkan di
negara maju menurun, yaitu 1,8% per tahun (Hudoyo, 2000). Ironisnya, prevalensi
perokok di negara maju telah banyak berkurang, sedangkan perokok di negara
berkembang justru makin banyak. Di negara berkembang, prevalensi perokok makin
meningkat, yaitu 2,1% per tahun (Fajriwan, 1999).
Indonesia menduduki peringkat ke 5 dalam konsumsi rokok di dunia. Dari
tiga tahun (2001-2004) jumlah perokok naik dari 31, 3 persen ke angka 34, 4 persen
atau bisa dikatakan lebih dari 50 juta orang dewasa adalah perokok. Data Survei
Nasional Tahun 2004 menyebutkan bahwa 63, 2 % laki-laki dan 4, 4 % perempuan
Indonesia adalah perokok (Aditama, 2006). Penurunan jumlah perokok terjadi, hal ini
dapat dilihat berdasarkan data Riskesdas tahun 2007 dimana secara nasional jumlah
perokok saat ini 29%. Data Riskesdas tahun 2010 menunjukkan angka perokok di

Indonesia kembali mengalami peningkatan pada tahun 2010 menjadi 34,7% secara
nasional.
Provinsi Sumatera Utara merupakan salah satu provinsi yang memiliki angka
perokok tertinggi di Indonesia. Menurut data Riskesdas 2007, proporsi perokok di
provinsi Sumatera Utara sebesar 28%. Angka ini mengalami lonjakan yang drastis
karena menurut data Riskesdas 2010 proporsi perokok melonjak sebesar 35,7%
sehingga menjadikan provinsi Sumatera Utara merupakan salah satu provinsi yang
memiliki jumlah perokok terbesar di Indonesia bersama dengan Provinsi Kalimantan
Tengah (43,2%), disusul Nusa Tenggara Timur (41,2%).
Menurut Smet (1994) bahwa usia pertama sekali merokok pada umumnya
terjadi berkisar pada umur 11-13 tahun. Perry dkk dalam Rochadi (2004) juga
berpendapat bahwa perilaku merokok terbesar berawal pada masa remaja dan
meningkat menjadi perokok tetap dalam kurun waktu beberapa tahun. Hal ini juga
disampaikan didalam penelitian Mayasari (2007) bahwa sejumlah studi menyebutkan
para perokok mulai merokok pada umur 11 dan 13 tahun serta 85-90% mulai
merokok sebelum usia 18 tahun. Perilaku merokok pada usia remaja semakin lama
akan semakin meningkat sesuai dengan tahap perkembangannya yang ditandai
dengan meningkatnya frekuensi dan intensitas merokok (Amelia, 2009).
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar tahun 2010 memperlihatkan bahwa
rata-rata umur mulai merokok secara nasional adalah 17,6 tahun dengan persentase
penduduk yang mulai merokok tiap hari terbanyak pada umur 15-19 tahun. Mayoritas

prevalensi penduduk yang merokok adalah perokok yang memiliki umur 15 tahun ke
atas yang merokok tiap hari secara nasional adalah 28,2 persen. Sebagaimana
perokok setiap hari, prevalensi perokok kadang-kadang tertinggi pada kelompok
umur 15-24 tahun (8,1%) dan cenderung menurun dengan bertambahnya umur
(Riskesdas, 2010).
Masa remaja merupakan masa dimana seorang individu mengalami peralihan
dari satu tahap ke tahap berikutnya dan mengalami perubahan baik emosi, tubuh,
minat, pola perilaku, dan juga penuh dengan masalahmasalah (Hurlock, 2001). Pada
fase ini seorang individu dalam perkembangan psikologisnya sangat labil dan
cenderung mudah terpengaruh pengaruh dari luar. Seharusnya pada saat ini remaja
tidak mudah menerima pengaruh dari luar yang bersifat negatif dan remaja harus
lebih bisa selektif dalam menerima pengaruh apapun dari luar. Salah satu pengaruh
luar yang datang kepada remaja adalah perilaku merokok yang datang dari teman dan
termasuk iklan.
Hasil penelitian menunjukan bahwa sebanyak 46,3% remaja berpendapat
iklan rokok memiliki pengaruh besar untuk memulai merokok dan 41,5% remaja
berpendapat keterlibatan dalam kegiatan yang disponsori industri rokok memiliki
pengaruh untuk mulai merokok. 9% remaja perokok menyalakan rokoknya ketika
melihat iklan rokok pada saat tidak merokok dan 8% remaja perokok menyatakan
mereka kembali merokok setelah berhenti merokok karena mengikuti kegiatan yang
disponsori industri rokok.

Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Muntaha (2011) menunjukkan bahwa
remaja dengan rentang usia 9-12 tahun melakukan keputusan merokok dikarenakan
karena iklan rokok yang menarik dan keluarga yang perokok. Hal ini sejalan dengan
hasil penelitian Widiono (2010) yang menyatakan bahwa iklan rokok salah satu
faktor yang mempengaruhi keputusan merokok siswa SMP. Hal lain ditunjukkan
dalam penelitian Budiarty dan Yunni (2008), dengan judul analisis pengaruh paparan
iklan rokok di televisi terhadap keputusan pembelian oleh para remaja. Penelitian ini
menunjukkan iklan rokok memiliki keeratan hubungan dengan keputusan membeli
rokok oleh para remaja. Berdasarkan penelitian tersebut juga diketahui rokok yang
dibeli oleh para remaja yaitu rokok yang paling banyak diiklankan.
Iklan merupakan salah satu bentuk komunikasi pemasaran yang memberikan
informasi kepada khalayak mengenai suatu produk,baik barang atau jasa, sehingga
mampu menarik hati calon pembeli hingga akhirnya melakukan tindakan pembelian
atas barang atau jasa yang diiklankan tersebut (Tambun, 2010). Menurut Rezeki
(2008) bahwa faktor psikologis dapat mempengaruhi seseorang dalam memilih
produk suatu iklan yang akan ditentukan oleh persepsi, pengetahuan, keyakinan dan
sikap. Iklan rokok yang sangat atraktif dan kreatif dapat menyentuh sisi psikologis
yang menunjukan citra berani, macho, trendi, keren, kebersamaan, santai, optimis,
jantan, penuh petualangan, kreatif, kritis, perubahan, eksklusif, kemewahan, slim
serta berbagai hal lain yang membanggakan dan mewakili suara hati anak muda dan

remaja yang membuat remaja menjadi tertarik dan simpatik terhadap iklan rokok
tersebut.
Hal ini didukung oleh pernyataan Subanada, (2007) bahwa perilaku remaja
untuk merokok tidak lepas dari peran lingkungan sekitarnya dan media yang
digunakan oleh industri rokok dalam memasarkan dan mengajak audiens agar
mengkonsumsi rokok dengan berbagai macam trik periklanan dan pemasaran produk.
Hal ini dapat dilihat dari hampir 70% remaja memiliki kesan positif terhadap iklan
rokok. 50% remaja perokok merasa dirinya lebih percaya diri seperti yang dicitrakan
iklan rokok dan 37% remaja perokok merasa dirinya keren seperti yang dicitrakan
iklan rokok. Pada remaja putri terdapat persepsi pula bahwa perokok cenderung
memiliki banyak teman (Koalisi Indonesia Sehat, 2008).
Semakin ketatnya peratuan mengenai iklan rokok membuat industri rokok
mencoba untuk berfikir lebih keras lagi untuk memasarkan produknya dengan
berbagai media agar tidak mengganggu pemasaran produk. Media memiliki peran
yang sangat penting dan strategis bagi kegiatan periklanan. Media yang digunakan di
dalam periklanan terdiri dari beragam jenis. Iklan dapat disampaikan di antaranya
melalui media cetak (surat kabar, majalah, brosur, leaflet, poster dan sebagainya),
media elektronik baik media audio maupun audio visual (radio, televisi, film, video
dan sebagainya), media luar ruang (billboard, spanduk, neon sign, dan sebagainya).
Media dapat mempengaruhi persepsi dan pandangan konsumen terhadap suatu
produk.

Media elektronik menjadi ujung tombak pemasaran iklan rokok dalam


beberapa tahun yang lalu hingga bebrapa waktu yang lalu namun saat ini media iklan
rokok seperti televisi dan radio memang telah dibatasi penayanganya yaitu pada
waktu fring times atau waktu tambahan di larut malam diatas jam 22.00 sampai jam
05.00 yang pada dasarnya dibatasi untuk kaum dewasa (Shimp, 2003), hal ini
berdasarkan PP No 19 Tahun 2003 Pasal 16 ayat 2. Hal tersebut sepertinya tidak
memberi dampak besar dalam mengurangi paparan iklan pada remaja. Industri rokok
memiliki cara lain untuk memperkenalkan produk mereka dengan beralih dari media
elektronik menjadi menggunakan iklan melalui media luar ruang.
Media luar ruang di Indonesia semakin marak. dan telah berkembang dengan
berbagai bentuk media luar ruang yang atraktif, dengan dukungan teknologi yang
semakin canggih. Kendati media luar ruang sebagai medium periklanan masih lebih
dianggap sebagai media pendukung, tetapi semakin banyak pengiklan yang
memanfaatkannya. Industri rokok menjadi salah satu industri yang telah
mempercayai iklan dengan media luar ruang, hal ini dapat dilihat dengan banyaknya
baliho, poster, spanduk yang digunakan berbagai merek rokok untuk memasarkan
produknya. Melalui media luar ruang yang meliputi poster, baliho atau gambar rokok
yang dipajang di jalan dan pertokoan. Industri rokok juga menjadikan tokoh panutan
remaja seperti atlit-atlit atau artis menjadi bintang iklan rokok untuk mempengaruhi
persepsi remaja terhadap penampilan dan manfaat rokok (Ayuningtyas , 2011).

Hal ini membuat anak sekolah cenderung melakukan kegiatan merokok


sebagai upaya coba-coba. Semakin banyaknya iklan rokok mengakibatkan remaja
sering terpapar iklan rokok dan lebih mengenali jenis rokok yang pada akhirnya
mempengaruhi remaja untuk merokok.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan GYTS di Indonesia tahun
2006 menunjukkan 93% anak usia 13-15 tahun melihat iklan rokok di billboard, 83%
melihat di majalah dan koran. Di Jakarta, 99,7% remaja melihat iklan rokok di
televise, 86,7% remaja melihat iklan rokok di media luar ruang; 76,2% remaja
melihat iklan rokok di koran dan majalah dan 81% remaja pernah mengikuti kegiatan
yang disponsori rokok. Hal ini didukung didalam pernyataan Komnas anak bahwa
dampak dari media (pemasaran rokok) menunjukan 9 dari 10 orang (92,9%) pelajar
terpapar iklan rokok di billboards dan 8 dari 10 orang (82,8%) pelajar terpapar iklan
rokok di koran dan majalah.
Cara lain yang digunakan oleh industri rokok untuk memasarkan produk
mereka adalah dengan melakukan berbagai kegiatan di lingkungan sekolah. Hal ini
dapat dilihat dari banyak kegiatan remaja di lingkungan sekolah seperti konser musik,
pentas seni, seminar remaja dan lain-lain yang disponsori oleh rokok, bahkan industri
rokok berani melakukan promosi rokok secara langsung dengan membagikan rokok
gratis pada remaja dan melakukan iklan rokok dengan media luar ruang yang meliputi
selebaran,

booklet,

spanduk,

poster

yang

memajang

gambar

rokok

dan

mencantumkan merek rokok pada pemantik, pakaian, sepatu, tas dan merchandise

mereka sebagai bentuk sponsor. Hal tersebut akan dilakukan ketika menjadi sponsor
diberbagai acara yang berhubungan dengan remaja seperti menjadi sponsor olahraga
maupun konser yang kebanyakan penontonnya adalah remaja (Crofton, 2009). Hal ini
menyebabkan rasa ingin tahu tentang rokok meningkat,sehingga trend merokok di
kalangan remaja juga meningkat terutama dikalangan anak sekolah.
Anak sekolah menjadi cenderung merokok di sekolah maupun di luar sekolah.
Penelitian yang dilakukan oleh Purnamasari dkk (2005) yang dilakukan terhadap 921
anak SMP di Surakarta menunjukan sebanyak 211 anak sebagai perokok (23%). Anak
sekolah yang merokok setiap hari adalah 90 anak (9.8%), 86 orang (95.6%)
diantaranya anak laki-laki dan empat orang (4.4%) anak perempuan. Siswa yang
kadang-kadang merokok adalah 121 anak (13.1%), 104 (86.8%) diantaranya anak
laki-laki dan 16 (13.2%) anak perempuan. Diantara perokok tersebut siswa yang
merokok di sekolah terdapat 167 (18,1%), sedangkan yang tidak merokok di sekolah
754 (81,9%). Bayu (2008) menyatakan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku
merokok pada anak SMP di Kecamatan Bendosari Kabupaten Sukoharjo adalah
faktor pergaulan, uang saku dan iklan.
Seluruh

sekolah

SMP

di

Kota

Medan

memiliki

kebijakan

tidak

memperbolehkan siswa-siswinya merokok di lingkungan sekolah, bahkan beberapa


sekolah di Kota Medan sering melakukan razia rutin rokok pada siswa-siswinya
sebagai upaya untuk menghindarkan siswa dan siswinya merokok di lingkungan
sekolah. Mengingat ketatnya kebijakan yang dibuat, seharusnya konsumsi rokok pada

10

siswa dan siswi SMP di Kota Medan menjadi berkurang, tetapi tidak begitu pada
kenyataanya. Dalam kondisi di lapangan masih sering dijumpai siswa- siswi SMP dan
SMA di Kota Medan yang merokok baik dilingkungan sekolah maupun diluar
sekolah pada jam sekolah.
Beberapa sekolah SMP terletak di tengah Kota Medan yang sering melakukan
berbagai kegiatan-kegiatan positif seperti pentas seni, acara pertandingan olahraga
dan berbagai kegiatan lainnya, tetapi kegiatan ini semuanya didukung oleh sponsor
rokok yang kerap memasang spanduk, baliho, poster bahkan membagikan dan
menjual rokok sebagai bentuk promosi baik didalam maupun diluar lingkungan
sekolah. Disamping itu, rokok juga memasang baliho, poster, neon box di tempat
yang selalu dilalui oleh para ramaja yaitu dekat kawasan SMP yang membuat besar
kemungkinan siswa SMP di Kota Medan sangat rentan terbujuk rayu atas promosi
iklan rokok.

11

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Iklan
2.1.1. Pengertian Iklan
Dalam Tata Krama dan Tata Cara Periklanan Indonesia dinyatakan bahwa :
Iklan adalah segala bentuk pesan tentang suatu produk yang disampaikan
lewat suatu media dan dibiayai oleh pemrakarsa yang dikenal serta ditujukan kepada
sebagian atau seluruh masyarakat (Niken, 2007). Iklan diartikan sebagai berita
pesanan untuk mendorong, membujuk khalayak ramai agar tertarik pada barang dan
jasa yang dijual, dipasang pada media massa seperti surat kabar, majalah atau
ditempat-tempat umum. Sedangkan istilah periklanan merujuk kepada pemahaman
keseluruhan

proses yang meliputi persiapan, perencanaan, pelaksanaan, dan

engawasan penyampaian pesan.


Dalam pengertian iklan perlu diingat adanya kata-kata yang berkaitan dengan
pesanan dan khalayak ramai. Iklan adalah suatu kegiatan yang menyampaikan berita,
tetapi berita yang disampaikan atas pesanan pihak yang menginginkan agar produk
atau jasa yang dijual dapat diterima dan dibeli oleh konsumen.
Periklanan adalah komunikasi komersil dan nonpersonal tentang sebuah
organisasi dan produk-produknya yang ditransmisikan kesuatu

khalayak,

target

melalui media bersifat massal seperti televisi, radio, koran, majalah, pengeksposan
langsung, reklame luar ruang, atau kendaraan umum (Monle lee, 2007).

12

Alat dalam komunikasi periklanan selain bahasa, terdapat alat komunikasi


lainnya yang sering dipergunakan yaitu gambar, warna, dan bunyi. Iklan
menggunakan sistem tanda yang terdiri atas lambang baik verbal maupun ikon. Pada
dasarnya lambang yang digunakan dalam iklan terdiri dari dua jenis yaitu verbal dan
non verbal. Lambang verbal adalah bahasa yang kita kenal, lambang non
verbal adalah bentuk dan warna yang disajikan yang tidak secara meniru rupa atas
bentuk realitas. Ikon adalah bentuk dan warna serupa atau mirip dengan keadaan
sebenarnya, seperti gambar benda, orang atau binatang (Sobur, 2003).
2.1.2. Fungsi Periklanan
Secara umum, periklanan dihargai karena dikenal sebagai pelaksana beragam
fungsi komunikasi yang penting bagi perusahaan bisnis dan organisasi yaitu:
2.1.2.1. Memberi informasi (Informing)
Periklanan membuat konsumen sadar (aware) akan merek-merek baru,
mendidik mereka tentang

berbagai

fitur

dan

manfaat

merek,

serta

memfasilitasi penciptaan citra merek yang positif. Karena merupakan suatu bentuk
alat komunikasi yang efektif, berkemampuan menjangkau khalayak luas dengan
biaya perkontak relatif rendah, periklanan memfasilitasi pengenalan (introduction)
merek-merek baru meningkatkan jumlah permintaan terhadap merek-merek yang
telah ada, dan meningkatkan puncak kesadaran dalam benak konsumen (TOMA-top
of mind awareness) untuk merek-merek yang sudah ada dalam kategori produk yang
matang

13

2.1.2.2. Mempersuasi (Persuading)


Iklan yang efektif akan mampu mempersuasi (membujuk) pelanggan untuk
mencoba produk dan jasa yang diiklankan.
2.1.2.3. Mengingatkan (Reminding)
Iklan menjaga agar merek perusahaan tetap segar dalam ingatan para
konsumen. Periklanan yang efektif juga meningkatkan minat konsumen terhadap
merek yang sudah ada dan pembelian sebuah merek yang mungkin tidak akan
dipilihnya. Periklanan, lebih jauh didemonstrasikan untuk memengaruhi pengalihan
merek (brand swictching) dengan mengingatkan para konsumen yang akhir-akhir ini
belum membeli suatu merek yang tersedia dan mengandung atribut-atribut yang
menguntungkan.
2.1.2.5. Memberikan nilai tambah (Adding value )
Periklanan memberi nilai tambah pada merek dengan memengaruhi persepsi
konsumen. Periklanan yang efektif menyebabkan merek dipandang sebagai lebih
elegan, lebih gaya, lebih bergengsi dan lebih unggul dari tawaran pesaing
(Terence, 2003).
2.1.3. Strategi Iklan
Strategi komunikasi adalah siasat, cara dan jembatan yang dipakai
kreator iklan

dalam mengkomunikasikan suatu pesan agar berbeda dari

kompetitornya. Orang-orang kreatif harus mendapatkkan gaya, nada, kata-kata, dan


bentuk untuk melaksanakan pesan. Semua unsur ini harus dapat menyampaikan citra

14

dan pesan yang terpadu. Karena hanya sedikit orang yang membaca beritanya,
gambar dan kepala berita harus mengikhtisarkan usulan penjualan. Pesan apapun
dapat disajikan dalam berbagai gaya pelaksanaan seperti potongan kehidupan, gaya
hidup, fantasi, suasana atau citra, musik, simbol kepribadian, keahlian teknis, bukti
ilmiah, atau bukti kesaksian (Kotler, 2001).
Penyampaian pesan juga harus memilih nada yang tepat untuk iklan tersebut.
Harus diperoleh kata-kata yang mudah diingat dan menarik perhatian. Unsur bentuk
seperti ukuran, warna dan ilustrasi iklan memberikan perbedaan baik terhadap
pengaruh iklan dapat meningkatkan kemampuan menarik perhatiannya. Iklan ukuran
besar menarik lebih banyak perhatian, walau tidak sebesar perbedaan biayanya.
Ilustrasi empat warna dan bukannya hitam putih akan meningkatkan efektifitas dan
biaya iklan.
Sejumlah periset mengenai iklan cetakan melaporkan bahwa gambar, kepala
berita, dan berita penting, sesuai urutan tersebut. Pembaca pertama memperhatikan
gambar, dan gambar harus cukup menarik untuk menarik perhatian. Kemudian kepala
berita harus efektif dalam mendorong orang tersebut untuk membaca beritanya.
Berita itu sendiri harus disusun dengan baik. Bahkan setelah itupun, suatu iklan
yang betul-betul bagus akan diperhatikan oleh kurang dari 50% audiensnya, sekitar
30% dari audiensnya itu mungkin ingat maksud kepala beritanya, sekitar 25%
mungkin ingat nama pengiklan, dan kurang dari 10% telah membaca sebagian

15

besar beritanya. Sayangnya iklan-iklan biasanya tidak mencapai hasil seperti itu
(Kotler, 2001).
Agar seluruh elemen iklan dapat disampaikan secara tuntas kepada audiens
hendaknya dapat memenuhi ketentuan AIDA yaitu getting attention (menarik
perhatian audience), holding

interest (menarik minat audience membaca,

mendengarkan atau melihat pesan sampai selesai), arousing desire (menimbulkan


keinginan audiens memiliki atau mempergunakan barang atau jasa yang diiklankan)
dan obtaining action (menyakinkan audiens melakukan sesuatu yang bersifat positif),
misalnya membeli produk atau bersikap baik terhadap merek dagang atau perusahaan
pemasang iklan (Kleinsteuber, 2002).
Hal yang sama juga diungkapkan oleh Djayakusumah (1982), agar iklan
berhasil merangsang tindakan pembeli harus memenuhi kriteria aidcda yaitu
attention (mengandung daya tarik), interest (mengandung perhatian dan minat, desire
(memunculkan keinginan untuk mencoba atau memiliki), conviction (menimbulkan
keyakinan terhadap produk), decision (menghasilkan kepuasan terhadap produk), dan
action (mengarah tindakan untuk membeli) (nirmana, 2003).
2.2. Tipe Perilaku Merokok
Seperti yang diungkapkan oleh Leventhal & Clearly (Kemalasari, 2007) terdapat
4 tahap dalam perilaku merokok sehingga menjadi perokok yaitu :
1.

Tahap

Prepatory;

Seseorang

mendapatkan

gambaran

yang

menyenangkan mengenai merokok dengan cara mendengar, melihat atau dari

16

hasil bacaan. Hal ini menimbulkan minat untuk merokok.


2. Tahap Initiation; Tahap perintisan merokok yaitu tahap apakah
seseorang akan meneruskan atau tidak terhadap perilaku merokok.
3. Tahap Becoming a Smoker; Apabila seseorang telah mengkonsumsi
rokok sebanyak empat batang per hari maka mempunyai kecenderungan menjadi
perokok.
4. Tahap Maintenance of Smoking; Tahap ini merokok sudah menjadi salah
satu bagian dari cara pengaturan diri (self regulating). Merokok dilakukan untuk
memperoleh efek fisiologis yang menyenangkan.

Menurut Trim (2006), ada tiga tipe perokok yang dapat diklasifikasikan
menurut banyaknya rokok yang dihisap. Tiga tipe perokok tersebut adalah :
1. Perokok berat yang menghisap lebih dari 15 batang rokok dalam sehari.
2. Perokok sedang yang menghisap 5-14 batang rokok dalam sehari
3. Perokok ringan yang menghisap 1-4 batang rokok dalam sehari.
Tempat merokok juga mencerminkan pola perilaku merokok. Berdasarkan
tempat-tempat dimanaseseorang

menghisap

rokok, maka Mu'tadi

(2002), menggolongkan tipe perilaku merokok menjadi 2 yaitu:


1. Merokok di tempat-tempat umum/ruang public
a. Kelompok homogeny (sama-sama perokok) secara bergerombol mereka
menikmati kebiasaannya. Umumnya mereka masih menghargai orang lain, karena

17

itu mereka menempatkan diri di smoking area.


b. Kelompok yang heterogen (merokok ditengah-tengah orang lain yang tidak
merokok , anak kecil, orang jompo , orang sakit dll).
2. Merokok di tempat-tempat yang bersifat pribadi.
a. Kantor atau di luar kamar pribadi. Perokok memilih tempat-tempat seperti ini
sebagai tempat merokok digolongkan kepada individu yang kurang menjaga
kebersihan diri, penuh rasa gelisah yang mencekam.
b. Toilet. Perokok jenis ini dapat digolongkan sebagai orang yang suka berfantasi.
Menurut Silvan dan Tomkins (Mutadin, 2002) ada empat tipe perilaku merokok
berdasarkan management of affect theory, keempat tipe tersebut adalah :
2.3. Kebijakan Pemerintah Republik Indonesia Tentang Rokok
Pemerintah

telah

menyusun

berbagai

peraturan

yang

mengatur

perlindungan terhadap masyarakat akibat bahaya merokok.


1.

UU Kesehatan No. 36/2009 tentang Pengamanan Produk Tembakau


Sebagai Zat Adiktif bagi Kesehatan
Pasal 114
Setiap orang yang memproduksi atau memasukkan rokok ke wilayah Indonesia
wajib mencantumkan peringatan kesehatan.
Pasal 115
(1) Kawasan Tanpa Rokok antara lain :
a. Fasilitas pelayanan kesehatan;
b. Tempat proses belajar mengajar;
c. Tempat anak bermain;
d. Tempat ibadah;
e. Angkutan umum;
f. Tempat kerja; dan
g. Tempat umum dan tempat lain yang ditetapkan.

18

(2) Pemerintah daerah wajib menetapkan kawasan tanpa rokok di wilayahnya.


Pasal 116
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengamanan bahan yang mengandung zat
adiktif ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 199
(1) Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau memasukkan rokok
ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan tidak
mencantumkan peringatan kesehatan berbentuk gambar sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 114 dipidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan
denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
(2) Setiap orang yang dengan sengaja melanggar kawasan tanpa rokok
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 115 dipidana denda paling banyak Rp
50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah)
2. Undang Undang No. 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah & Retribusi
Daerah
Pasal 31
Penerimaan Pajak Rokok, baik bagian provinsi maupun bagian kabupaten/kota,
dialokasikan paling sedikit 50% (lima puluh persen) untuk mendanai pelayanan
kesehatan masyarakat dan penegakan hukum oleh aparat yang berwenang.
Pelayanan kesehatan masyarakat, antara lain pembangunan/pengadaan dan
pemeliharaan sarana dan prasarana unit pelayanan kesehatan, penyediaan

19

sarana umum yang memadai bagi perokok (smoking area), kegiatan masyarakat
tentang bahaya merokok, dan iklan layanan masyarakat mengenai bahaya
merokok
3.

Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2003


Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2003 tentang Pengamanan Rokok bagi
Kesehatan disusun sebagai pelaksanaan ketentuan pasal 44 UU No. 23 Tahun
1992 tentang Kesehatan dalam rangka menimbang bahwa rokok merupakan
salah satu zat adiktif yang bila digunakan mengakibatkan bahaya bagi
kesehatan individu dan masyarakat, oleh karena itu perlu dilakukan berbagai
upaya pengamanan .Peraturan pemerintah ini merupakan revisi dari Peraturan
Pemerintah No. 81 Tahun 1999 dan Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2000
tentang pengendalian tembakau. Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2003
mencakup aspek yang berkaitan dengan ukuran dan jenis pesan peringatan
kesehatan, pembatasan waktu bagi iklan rokok di media elektronik, pengujian
kadar tar dan nikotin. Peraturan Pemerintah ini tidak memuat pembatasan kadar
maksimum tar dan nikotin.
Pemerintah Indonesia berupaya untuk meningkatkan penanggulangan bahaya
akibat merokok dan implementasi pelaksanaannya di lapangan. Hal ini
dilakukan agar upaya penanggulangan tersebut lebih efektif,efisien, dan
terpadu, maka diperlukan peraturan perundang-undangan dalam bentuk
Peraturan Pemerintah tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan, dalam hal
ini Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2003. Peraturan pemerintah ini

20

bertujuan untuk mencegah penyakit akibat penggunaan rokok bagi individu dan
masyarakat dengan melindungi kesehatan masyarakat terhadap insidensi
penyakit yang fatal dan penyakit yang dapat menurunkan kualitas hidup akibat
penggunaan rokok, melindungi penduduk usia produktif dan remaja dari
dorongan lingkungan dan pengaruh iklan untuk inisiasi penggunaan dan
ketergantungan terhadap rokok, dan meningkatkan kesadaran, kewaspadaan,
kemampuan dan kegiatan masyarakat terhadap bahaya kesehatan terhadap
penggunaan rokok. Penyelenggaraan pengamanan rokok bagi kesehatan
dilaksanakan dengan pengaturan meliputi: 1) kandungan kadar nikotin dan tar;
2) persyaratan produksi dan penjualan rokok; 3) persyaratan iklan dan promosi
rokok; 4) penetapan kawasan tanpa rokok.
4. Terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) No.109/2012 tentang Pengamanan
Bahan yang Mengandung Zat Adiktif
Inilah sejumlah peraturan baru yang harus ditaati oleh produsen rokok :
a) Larangan kepada produsen untuk memproduksi rokok putih dalam
kemasan kurang dari 20 batang.
b) Produsen rokok wajib menyertakan peringatan kesehatan, baik gambar
maupun tulisan pada bagian atas kemasan, sisi lebar bagian depan dan
belakang dengan luas 40%.
c) Tulisan untuk peringatan

diawali

dengan

kata

Peringatan

menggunakan huruf berwarna putih dengan dasar hitam, harus dicetak


dengan jelas dan mencolok, baik sebagian atau seluruhnya.
d) Penggunaan gambar untuk peringatan itu harus dicetak berwarna.

21

e) Pengujian kandungan kadar nikotin dan tar tidak berlaku pada rokok
klobot, klembak menyan, cerutu dan tembakau iris.
f) Produsen wajib mencantumkan pernyataan, Dilarang menjual atau
memberi kepada anak berusia di bawah 18 tahun dan perempuan hamil.
g) Pada samping sisi lain kemasan produk harus terdapat pernyataan,
Tidak ada batas aman dan Mengandung lebih dari 4000 zat kimia
berbahaya, serta lebih dari 43 zat penyebab kanker.
h) Produsen dilarang mencantumkan kata Light, Ultra Light, Mild, Extra
Mild, Low Tar, Slim, Special, Full Flavour, Premium atau kata lain yang
mengindikasikan kualitas, superioritas, rasa aman, dan pencitraan pada
produk.
5. Permenkes No 28 Tahun 2013 Tentang Pencantuman Peringatan
Kesehatan Dan Informasi Kesehatan Pada Kemasan Produk Tembakau.
Pasal 1
Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan:
1. Produk Tembakau adalah suatu produk yang secara keseluruhan atau sebagian
terbuat dari daun tembakau sebagai bahan bakunya yang diolah untuk
digunakan dengan cara dibakar, dihisap, dihirup atau dikunyah.
2. Peringatan Kesehatan adalah gambar dan tulisan yang memberikan informasi
mengenai bahaya merokok.
3. Informasi Kesehatan adalah keterangan yang berhubungan dengan kesehatan
yang dicantumkan pada Kemasan Produk Tembakau.

22

4. Rokok adalah salah satu produk tembakau yang dimaksudkan untuk dibakar,
dihisap dan/atau dihirup termasuk rokok kretek, rokok putih, cerutu atau
bentuk lainnya yang dihasilkan dari tanaman nicotiana tabacum, nicotiana
rustica, dan spesies lainnya atau sintetisnya yang asapnya mengandung nikotin
dan tar, dengan atau tanpa bahan tambahan.
5. Kemasan Produk Tembakau yang selanjutnya disebut Kemasan adalah bahan
yang digunakan untuk mewadahi dan/atau membungkus produk tembakau baik
yang bersentuhan langsung dengan produk tembakau maupun tidak.
6. Label adalah setiap keterangan mengenai produk tembakau yang berbentuk
gambar, tulisan, kombinasi keduanya, atau bentuk lain yang disertakan pada
produk tembakau, dimasukkan ke dalam, di tempatkan pada atau merupakan
bagian Kemasan Produk Tembakau.
Pasal 2
Pengaturan pencantuman Peringatan Kesehatan dan Informasi Kesehatan pada
Kemasan Produk Tembakau bertujuan untuk memberikan pedoman bagi
pelaku industri Produk Tembakau untuk melaksanakan pencantuman
Peringatan Kesehatan dan Informasi Kesehatan pada Kemasan Produk
Tembakau.
BAB II
PERINGATAN KESEHATAN
Pasal 3

23

(1) Setiap orang yang memproduksi dan/atau mengimpor produk tembakau ke dalam
wilayah Indonesia wajib mencantumkan Peringatan Kesehatan pada Kemasan
terkecil dan Kemasan lebih besar Produk Tembakau.
(2) Kemasan terkecil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa bungkus yang
berhubungan langsung dengan Produk Tembakau untuk dijual eceran.
(3) Kemasan yang lebih besar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa slop.
(4) Gambar dan tulisan Peringatan Kesehatan harus mempunyai satu makna yang
tercetak menjadi satu dengan Kemasan Produk Tembakau dan bukan merupakan
stiker yang ditempelkan pada Kemasan Produk Tembakau.
(5) Peringatan Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tercantum dalam
Lampiran yang berbentuk cetak dan file elektronik yang merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(6) Peringatan Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (4)
tidak boleh tertutup oleh apapun sesuai dengan ketentuan perundang-undangan
yang berlaku, kecuali pembungkus plastik transparan sehingga Peringatan
Kesehatan dan Informasi Kesehatan masih dapat terbaca dengan jelas.
(7) Dalam hal Kemasan Produk Tembakau dibungkus dengan pembungkus yang tidak
transparan sehingga peringatan kesehatan tidak dapat terbaca dengan jelas maka
Peringatan Kesehatan harus tercetak pada pembungkus.
(8) Ketentuan sebagaimana ayat (1) tidak termasuk rokok klobot, klembak
menyan, dan cerutu kemasan batangan.

24

Pasal 4
(1) Peringatan Kesehatan terdiri atas 5 (lima) jenis yang berbeda, yang dicantumkan
pada setiap 1 (satu) varian Produk Tembakau dengan porsi masing-masing 20%
(dua puluh persen) dari jumlah setiap varian Produk Tembakau pada waktu yang
bersamaan.
(2) Bagi industri Produk Tembakau non Pengusaha Kena Pajak wajib mencantumkan
paling sedikit 2 (dua) jenis Peringatan Kesehatan dari 5 (lima) jenis Peringatan
Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 5
(1) Pencantuman Peringatan Kesehatan pada Kemasan berbentuk kotak persegi
panjang harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. dicantumkan pada bagian atas Kemasan sisi lebar bagian depan dan belakang
masing-masing seluas 40% (empat puluh persen);
b. dalam hal Kemasan memiliki sisi lebar yang sama maka Peringatan Kesehatan
dicantumkan pada sisi depan dan sisi belakang Kemasan;
c. pada bagian atas gambar terdapat tulisan PERINGATAN dengan
menggunakan jenis huruf arial bold berwarna putih di atas dasar hitam
dengan ukuran huruf 10 (sepuluh) atau proporsional dengan Kemasan;
d. gambar dicetak berwarna dengan kombinasi 4 (empat) warna (Cyan,
Magenta, Yellow, Black) dengan kualitas gambar resolusi tinggi atau paling
sedikit 300 dot per inch (dpi);

25

e. di bagian bawah gambar dicantumkan tulisan berwarna putih dengan dasar


hitam sesuai dengan makna gambar sebagaimana tercantum dalam
Lampiran;
f. dicetak dengan jelas dan mencolok baik gambar ataupun tulisannya; dan
g. tidak mudah rusak, lepas, dan luntur baik karena pengaruh sinar ataupun
udara.
(2) Pencantuman Peringatan Kesehatan pada Kemasan berbentuk silinder memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
a. dicantumkan dengan ukuran sebesar 40% dari luas permukaan sisi badan
silinder, yang dihitung mulai dari bagian atas sisi samping tutup kemasan
silinder;
b. menggunakan 2 (dua) Peringatan Kesehatan yang sama;
c. pada bagian atas gambar terdapat tulisan PERINGATAN dengan
menggunakan jenis huruf arial bold berwarna putih di atas dasar hitam
dengan ukuran huruf 10 (sepuluh) atau proporsional dengan kemasan;
d. gambar dicetak berwarna dengan kombinasi 4 (empat) warna (Cyan, Magenta,
Yellow, Black) dengan kualitas gambar resolusi tinggi atau paling sedikit
300 dot per inch (dpi);
e. di bagian bawah gambar dicantumkan tulisan berwarna putih dengan dasar
hitam sesuai dengan makna gambar sebagaimana tercantum dalam
Lampiran;

26

f. dicetak dengan jelas dan mencolok baik gambar ataupun tulisannya;


g. tidak mudah rusak, lepas, dan luntur baik karena pengaruh sinar ataupun
udara; dan
h. rasio dan komposisi warna gambar sesuai dengan Lampiran dan tidak boleh
diubah.
BAB III
INFORMASI KESEHATAN
Pasal 10
(1) Selain Peringatan Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Pasal 4, dan
Pasal 5, pada setiap Kemasan Produk Tembakau wajib dicantumkan Informasi
Kesehatan.
(2) Informasi Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. kandungan kadar nikotin dan tar yang ditempatkan pada salah satu sisi
samping Kemasan bagi Kemasan berbentuk kotak persegi panjang dan
kotak dengan sisi lebar yang sama atau pada sisi atas tutup Kemasan bagi
Kemasan berbentuk silinder;
b. pernyataan dilarang menjual atau memberi kepada anak berusia di bawah 18
tahun dan perempuan hamil yang diletakkan pada sisi samping lainnya
bagi Kemasan berbentuk kotak persegi panjang dan kotak dengan sisi lebar
yang sama atau pada sisi atas tutup Kemasan bagi Kemasan berbentuk
silinder; dan

27

c. kode produksi, tanggal, bulan, dan tahun produksi, serta nama dan alamat
produsen yang diletakkan pada sisi bawah Kemasan bagi Kemasan berbentuk
kotak persegi panjang dan kotak dengan sisi lebar yang sama atau pada sisi
bawah Kemasan bagi Kemasan berbentuk silinder.
(3) Informasi kandungan kadar tar dan nikotin sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf a dicetak dengan jenis huruf kapital arial dengan ukuran tulisan paling
sedikit 3 mm atau setara dengan ukuran huruf 8 (delapan) yang diletakkan di
dalam kotak segiempat dengan garis pinggir 1 mm dengan warna tulisan kontras
dengan warna dasar dan terbaca dengan jelas.
(4) Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dicetak dengan jenis huruf
kapital arial, warna tulisan kontras dengan warna dasar dan terbaca dengan jelas.
(5) Pencantuman nama dan alamat produsen, sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf c meliputi pabrik dan importir dengan ketentuan:
a. dalam hal nama lengkap pabrik atau importir terdiri atas 3 (tiga) kata atau
lebih, penulisan nama lengkap pabrik dapat menggunakan singkatan nama
pabrik atau importir; dan
b. lokasi pabrik atau importir harus menyebutkan nama kabupaten/ kota lokasi
pabrik/importir.
(6) Dalam hal lokasi pabrik atau importir terdapat lebih dari satu, pencantuman lokasi
pabrik atau importir pada Kemasan dapat mencantumkan satu lokasi pabrik atau
importir tertentu.

28

(7) Informasi kode produksi, tanggal, bulan, dan tahun produksi sebagaimana yang
dimaksud pada ayat (2) huruf c dapat berbentuk cetakan, stempel, embos print
atau stiker.
Pasal 11
Selain informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, pada Kemasan Produk
Tembakau dapat dicantumkan pernyataan:
a. tidak ada batas aman; dan
b. mengandung lebih dari 4000 zat kimia berbahaya serta lebih dari 43 zat
penyebab kanker.
INFORMASI MENYESATKAN
Pasal 14
(1) Pada setiap Kemasan Produk Tembakau dilarang dicantumkan keterangan atau
tanda apapun yang menyesatkan atau kata-kata yang bersifat promotif.
(2) Keterangan atau tanda apapun yang menyesatkan atau kata-kata yang bersifat
promotif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan keterangan atau kata
yang memperdaya atau cenderung bermaksud menciptakan kesan keliru tentang
dampak kesehatan dari Produk Tembakau atau seolah-olah Produk Tembakau
memberi manfaat untuk kesehatan.
(3) Selain larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pada Kemasan Produk
Tembakau dilarang dicantumkan kata light, ultra light, mild, extra mild,

29

low tar, slim, special, full flavor, premium, atau kata lain yang
mengindikasikan kualitas, superioritas, rasa aman, pencitraan,
(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku bagi Produk
Tembakau yang sudah mendapatkan sertifikat merek sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

30

Kesimpulan
Iklan rokok kini semakin ekspansif, baik di jalan-jalan melalui (media luar
ruang), di televise ( media elektronik), ataupun mensponsori diberbagai acara musik
dan olahraga. Iklan yang kian gencar itu menimbulkan keinginan pada remaja untuk
memulai merokok. Berdasarkan hasil penelitian Sekitar 29 persen responden
menyatakan terdorong kembali untuk menyalakan rokok setelah melihat iklan rokok.
Hasil survei yang pernah dilakukan oleh Komnas Perlindungan Anak ternyata 99,7
persen anak-anak terpapar iklan rokok ditelevisi, 87 persen terpajang iklan rokok di
luar ruang, serta 76,2 persen remaja-remaja melihat iklan rokok di koran dan majalah.
Sekitar 62,2 persen remaja memiliki kesan positif terhadap iklan rokok, 51,6 persen
remaja dapat menyebutkan lebih dari tiga slogan iklan rokok, dan 50 persen remaja
perokok merasa dirinya lebih percaya diri seperti yang dicitrakan iklan rokok.
Karakteristik iklan rokok sangat dekat dengan dunia anak-anak muda. Slogan-slogan
rokok mewakili dunia anak muda seperti Gak Ada Loe Gak Rame, Enjoy Aja!
Ekspresikan Aksimu, U are U! Selain itu, industri rokok juga menggunakan idola
remaja sebagai ikon produksinya. Pesannya berubah-ubah dengan tema yang
konsisten, berulang-ulang dan terus-menerus.
Hasil penelitian menunjukan bahwa sebanyak 46,3% remaja berpendapat iklan rokok
memiliki pengaruh besar untuk memulai merokok dan 41,5% remaja berpendapat
keterlibatan dalam kegiatan yang disponsori industri rokok memiliki pengaruh untuk
mulai merokok. 9% remaja perokok menyalakan rokoknya ketika melihat iklan rokok
pada saat tidak merokok dan 8% remaja perokok menyatakan mereka kembali

31

merokok setelah berhenti merokok karena mengikuti kegiatan yang disponsori


industri rokok.
Pemabatasan promosi iklan rokok

menjadi salah satu alternative untuk

mengurangi perilaku merokok yang diakomodir dalam Permenkes no 28


tahun 2013 dengan melampirkan gambar dan tulisan bahaya tentang
rokok dan beberapa daerah yang memiliki peraturan sebagai kawasan
tanpa rokok melalui peraturan daerah dimana di kawasan tanpa rokok
tidak boleh terdapat iklan-iklan rokok.

32

Pencantuman Peringatan Kesehatan Dan Informasi Kesehatan Pada Kemasan


Terkecil Dengan Dua Sisi Lebar Yang Sama 5 gambar yang dipersiapkan dengan
rasio yang tidak boleh diubah (7:5)

Gambar 1

Gambar 2

Gambar 3

Gambar 4

Gambar 5

Anda mungkin juga menyukai