LAPORAN KASUS
II
IDENTITAS PASIEN
Nama
: Ny. L
Umur
: 39 tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Alamat
Agama
: Budha
Suku
: Dayak
Tanggal MRS
: 11 Juni 2016
Nomor RM
: 06.19.89
ANAMNESIS
Keluhan Utama
Nyeri perut kanan atas
Keluhan Tambahan
- Demam
- Mual, muntah
- Diare
Tidak terdapat riwayat konsumsi alkohol, konsumsi jamujamuan, merokok, maupun penggunaan obat-obatan diluar instruksi
dokter. Sehari-hari pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga.
III
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
Kesadaran
TD
Nadi
RR
Suhu
Berat Badan
Kepala
terdistribusi
Mata
Pupil bulat
+.
: Bentuk normal, kedua liang telinga lapang, tidak
ada sekret pada kedua telinga, tidak terdapat
serumen di kedua telinga, kelenjar getah bening
pre-retro-post aurikel tidak teraba.
Hidung
Inspeksi
Auskultasi
: Tampak mendatar
: Bising usus (+) menurun, friction rub
pada hepar (-)
: Hipertimpani pada seluruh kuadran
abdomen
: Teraba agak keras , defans muskular (-),
turgor kulit normal , hepar : terbaba 4
jari di bawah arcus costae, permukaan
licin, konsistensi lunak, nyeri tekan (+)
pada regio hipocondriac dextra ,regio
lumbar dextra dan regio epigastrium,
lien tidak teraba membesar.
Abdomen:
Perkusi
Palpasi
Genitalia
Anus
Extremitas
Neurologis
IV
Rangsang meningeal :
Kaku kuduk (-)
Brudzinski I (-)
Brudzinski II (-)
Reflex fisiologis :
Biceps + / + , normal
Triceps + / + , normal
Patella + / + , normal
Achilles + / + , normal
Reflex patologis :
Babinsky - / Chaddock - / Oppenheim - / Gordon - / Schaeffer - / -
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium (tanggal 11 Juni 2016)
HASIL
SATUAN
NILAI RUJUKAN
HEMATOLOGI
Hemoglobin
11.9
g/dl
Hematokrit
35.4
4.43
Eritrosit
10 /L
MCV
80.0
fL
82.0 92.0
MCH
26.9
pg
27.0 31.0
MCHC
33.6
g/dL
31.0 36.0
Leukosit
16.9
103/L
5.0 10.0
20.0 48.0
2.0 10.8
42.0 80.0
Hitung Jenis
-
Limfosit
Mid
Gran
Trombosit
9.4
6.2
84.4
295
103/L
150.0 400.0
KIMIA DARAH
Glukosa sewaktu
90
mg/dl
< 140
Kolesterol total
58
mg/dl
< 200
Trigliserida
125
mg/dl
150
Asam Urat
10.51
mg/dl
Ureum
140
mg/dl
15 39
Kreatinin
1.87
mg/dl
SGOT (AST)
430
u/l
40
SGPT (ALT)
SEROLOGI
230
u/l
41
IMUNOLOGI
Malaria rapid
Negatif
Non Reaktif
Negatif
Non Reaktif
HBsAg
Satuan
Nilai Rujukan
KIMIA DARAH
Albumin
SEROLOGI
IMUNOLOGI
1.72
g/dl
Negatif
3.5 5.0
Negatif
Anti TB
Satuan
9.4
g/dl
Nilai Rujukan
HEMATOLOGI
Hemoglobin
Hematokrit
28.7
3.47
Eritrosit
10 /L
MCV
82.4
fL
82.0 92.0
MCH
27.1
pg
27.0 31.0
MCHC
32.9
g/dL
31.0 36.0
Leukosit
17.9
103/L
5.0 10.0
12
20.0 48.0
3.2
2.0 10.8
84.8
42.0 80.0
Hitung Jenis
-
Limfosit
Mid
Gran
Trombosit
391
103/L
150.0 400.0
Pemeriksaan BNO
10
irreguler
Ginjal: kedua ginjal bentuk dan ukuran normal, batu (-)
GB, Lien, Pankreas normal
Tampak cairan bebas intraperitoneal
Kesan: Abses Hepar, Ascites
V. RESUME
11
Mata
Abdomen
Pemeriksaan Penunjang:
Pemeriksaan laboratorium 11/06/2016:
Hb: 11.9 g/dl
Leukosit 16900/L
HBsAg Non Reaktif
SGOT: 430 u/l
SGPT: 230 u/l
Pemeriksaan laboratorium 16/06/2016:
Albumin 1.72 g/dl
Pemeriksaan laboratorium 18/06/2016:
Hb: 9.4 g/dl
Leukosit: 17.9/L
Pemeriksaan radiologi
USG Abdomen:
Hepar : membesar, massa heterogen, batas tidak tegas, tepi irreguler
Tampak cairan bebas intraperitoneal
Kesan: Abses Hepar, Ascites
12
VI. DIAGNOSIS
Diagnosis kerja: Abses Hepar
Susp. Abses Hepar Pyogenik DD/ Abses Hepar Amebik
VII. PENATALAKSANAAN
VIII. PROGNOSIS
Quo ad vitam
: dubia ad bonam
13
BAB III
ABSES HEPAR
3.1. Definisi
Abses hati adalah bentuk infeksi pada hati yang disebabkan oleh karena
infeksi bakteri, parasit, jamur maupun nekrosis steril yang bersumber dari
sistem gastrointestinal yang ditandai dengan adanya proses supurasi dengan
pembentukan pus yang terdiri dari jaringan hati nekrotik, sel-sel inflamasi atau
sel darah didalam parenkim hati .1
14
Secara umum, abses hati terbagi 2, yaitu abses hati amebik (AHA) dan
abses hati piogenik (AHP).AHA merupakan salah satu komplikasi amebiasis
ekstraintestinal yang paling sering dijumpai di daerah tropik/subtropik,
termasuk Indonesia. AHP dikenal juga sebagai hepatic abscess, bacterial liver
abscess, bacterial abscess of the liver, bacterial hepatic abscess. AHP ini
merupakan kasus yang relatif jarang, pertama ditemukan oleh Hippocrates (400
SM) dan dipublikasikan pertama kali oleh Bright pada tahun 1936.1
3.2. Anatomi dan Fisiologi Hati
Hati adalah kelenjar terbesar dalam tubuh, berat rata-rata sekitar
1.500gr atau 2 % berat badan orang dewasa normal. Letaknya sebagian besar di
regio hipokondria dekstra, epigastrika, dan sebagian kecil di hipokondria
sinistra. Hati memiliki dua lobus utama yaitu kanan dan kiri. Lobus kanan dibagi
menjadi segmen anterior dan posterior oleh fisura segmentalis kanan. Lobus kiri
dibagi menjadi segmen medial dan lateral oleh ligamentum falsiformis. Di bawah
peritonium terdapat jaringan ikat padat yang disebut kapsula Glisson yang meliputi
seluruh permukaan hati. Setiap lobus hati terbagi menjadi struktur-struktur yang
15
16
17
Medium kimia yang aktif dari hati dikenal kemampuannya dalam melakukan
detoksifikasi atau ekskresi berbagai obat-obatan meliputi sulfonamid,
penisilin, ampisilin, dan eritromisin ke dalam empedu. Beberapa hormon
yang disekresi oleh kelenjar endokrin diekskresi atau dihambat secara kimia
oleh hati meliputi tiroksin dan terutama semua hormon steroid seperti
estrogen, kortisol, dan aldosteron.
Hati berfungsi sebagai gudang darah dan filtrasi
Hati adalah organ venosa yang mampu bekerja sebagai tempat penampungan
darah yang bermakna saat volume darah berlebihan dan mampu menyuplai
darah ekstra di saat kekurangan volume darah. Sinusoid hati merupakan depot
darah yang mengalir kembali dari vena cava (gagal jantung kanan). kerja
fagositik sel Kupffer membuang bakteri dan debris dari darah.
3.3. Epidemiologi
Di negara negara yang sedang berkembang, AHA didapatkan secara
endemik dan jauh lebih sering dibandingkan AHP.AHP ini tersebar di seluruh
dunia, dan terbanyak di daerah tropis dengan kondisi hygiene /sanitasi yang
kurang. Secara epidemiologi, didapatkan 8 15 per 100.000 kasus AHP yang
memerlukan perawatan di RS, dan dari beberapa kepustakaan Barat,
didapatkan prevalensi autopsi bervariasi antara 0,29 1,47% sedangkan
prevalensi di RS antara 0,008 0,016%. AHP lebih sering terjadi pada pria
dibandingkan perempuan, dengan rentang usia berkisar lebih dari 40 tahun,
dengan insidensi puncak pada dekade ke 6.1
Abses hati piogenik sukar ditetapkan. Dahulu hanya dapat dikenal
setelah otopsi. Sekarang dengan peralatan yang lebih canggih seperti USG,
CT Scan dan MRI lebih mudah untuk membuat diagnosisnya. Prevalensi
otopsi berkisar antara 0,29-1,47 % sedangkan insidennya 8-15 kasus/100.000
penderita.2
Hampir 10 % penduduk dunia terutama negara berkembang terinfeksi
E.histolytica tetapi hanya 1/10 yang memperlihatkan gejala. Insidens
amubiasis hati di rumah sakit seperti Thailand berkisar 0,17 % sedangkan di
berbagai rumah sakit di Indonesia berkisar antara 5-15% pasien/tahun.
18
19
bentuk parasit, yaitu tropozoit yang aktif bergerak dan bersifat invasif,
mampu memasuki organ dan jaringan, bentuk kista yang tidak aktif
bergerak dan bentuk prakista yang merupakan bentuk antara kedua
stadium tersebut. Tropozoit adalah bentuk motil yang biasanya hidup
komensal di dalam usus. Dapat bermultiplikasi dengan cara membelah diri
menjadi 2 atau menjadi kista. Tumbuh dalam keadaan anaerob dan hanya
perlu bakteri atau jaringan untuk kebutuhan zat gizinya.Tropozoit ini tidak
penting untuk penularan karena dapat mati terpajan hidroklorida atau
enzim pencernaan.Jika terjadi diare, tropozoit dengan ukuran 10-20 um
yang berpseudopodia keluar, sampai yang ukuran 50 um.Tropozoit besar
sangat aktif bergerak, mampu memangsa eritrosit,mengandung protease
yaitu hialuronidase danmukopolisakaridase yang mampu mengakibatkan
destruksi jaringan. Bentuk tropozoit ini akan mati dalam suasana kering
atau asam. Bila tidak diare/disentri tropozoit akan membentuk kista
sebelum keluar ke tinja.2,9
Kista akan berinti 4 setelah melakukan 2 kali pembelahan dan
berperan dalam penularan karena tahan terhadap perubahan lingkungan,
tahan asam lambung dan enzim pencernaan. Kista infektif mempunyai 4
inti merupakan bentuk yang dapat ditularkan dari penderita atau karier ke
manusia lainnya. Kista berbentuk bulat dengan diameter 8-20 um, dinding
kaku.Pembentukan kista ini dipercepat dengan berkurangnya bahan
makanan atau perubahan osmolaritas media.2,9
20
AHP
adalah
enterobacteriaceae,
microaerophilic
21
empedu.
Obstruksi
bilier
ekstrahepatik
choledocholithiasis,
tumor
jinak
dan
ganas
atau
pascaoperasi striktur.
5. Trauma tusuk atau tumpul. Selain itu embolisasi transarterial dan
cryoablation massa hati sekarang diakui sebagai etiologi baru abses
piogenik.
6. Kriptogenik tanpa faktor predisposisi yang jelas, terutama pada
orang lanjut usia. Namun insiden meningkat pada pasien dengan
diabetes atau kanker metastatik.1,7,10,11
3.5. Patogenesis
3.5.1. Abses Hepar Amebik
Cara penularan umumnya fecal-oral yaitu dengan menelan kista, baik
melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi atau transmisi langsung
pada orang dengan higiene yang buruk.Kasus yang jarang terjadi adalah
penularan melalui seks oral ataupun anal.11,12
E.hystolitica dalam 2 bentuk, baik
bentuk trofozoit
yang
enzim
22
23
Kelainan fisis :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
Ikterus
Temperatur naik
Malnutrisi
Hepatomegali yang nyeri spontan atau nyeri tekan atau disertai komplikasi
Nyeri perut kanan atas
Fluktuasi
24
Pemeriksaan fisis :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
Hepatomegali
Nyeri tekan perut kanan
Ikterus, namun jarang terjadi
Kelainan paru dengan gejala batuk, sesak nafas serta nyeri pleura
Buang air besar berwarna seperti kapur
Buang air kecil berwarna gelap
Splenomegali pada AHP yang telah menjadi kronik
3.7. Diagnosis
3.7.1. Abses hati amebik2,9
Diagnosis pasti ditegakkan melalui biopsi hati untuk menemukan
trofozoit amuba. Diagnosis abses hati amebik di daerah endemik dapat
dipertimbangkan jika terdapat demam, nyeri perut kanan atas, hepatomegali
yang juga ada nyeri tekan.Disamping itu bila didapatkan leukositosis,
fosfatase alkali meninggi disertai letak diafragma yang tinggi dan perlu
dipastikan dengan pemeriksaan USG juga dibantu oleh tes serologi.Untuk
diagnosis abses hati amebik juga dapat menggunakan kriteria Sherlock
(1969), kriteria Ramachandran (1973), atau kriteria Lamont dan Pooler.
a. Kriteria Sherlock (1969)
1. Hepatomegali yang nyeri tekan
25
26
digunakan
antara
lain
hemaglutination
(IHA),
emas
untuk
menegakkan
diagnosis
secara
mikrobiologik.
27
gambaran udara bebas di atas hati. Jarang didapatkan air fluid level yang
jelas, USG untuk mendeteksi amubiasis hati, USG sama efektifnya dengan
CT atau MRI. Gambaran USG pada amubiasis hati adalah bentuk bulat atau
oval tidak ada gema dinding yang berarti ekogenitas lebih rendah dari
parenkim hati normal bersentuhan dengan kapsul hati dan peninggian sonic
distal.Gambaran CT scan : 85 % berupa massa soliter relatif besar,
monolokular, prakontras tampak sebagai massa hipodens berbatas suram.
Densitas cairan abses berkisar 10-20 H.U. Pasca kontras tampak penyengatan
pada dinding abses yang tebal. Septa terlihat pada 30 % kasus. Penyengatan
dinding terlihat baik pada fase porta.2
30
Apabila
pengobatan
medikamentosa
denganberbagai
cara
tersebutdi atas tidak berhasil (72 jam), terutama pada lesi multipel, atau
pada
ancaman
ruptur
atau
bila
terapi
dcngan
metronidazol
dekompresi
dikedepankan
perkutantidak
berhasil
untukkemungkinannya
Laparoskopi
dalam
juga
mengevaluasi
31
Pencegahan
Merupakan cara efektif untuk menurunkan mortalitas akibat abses
hati piogenik yaitu dengan cara:
a. Dekompresi pada keadaan obstruksi bilier baik akibat batu
ataupun tumor dengan rute transhepatik atau dengan
melakukan endoskopi
b. Pemberian antibiotik pada sepsis intra-abdominal
Terapi definitif
Terapi ini terdiri dari antibiotik, drainase abses yang adekuat dan
menghilangkan penyakit dasar seperti sepsis yang berasal dari
saluran cerna. Pemberian antibiotika secara intravena sampai 3
gr/hari selama 3 minggu diikuti pemberian oral selama 1-2 bulan.
Antibiotik ini yang diberikan terdiri dari:
a. Penisilin atau sefalosporin untuk coccus gram positif dan
beberapa jenis bakteri gram negatif yang sensitif. Misalnya
sefalosporin generasi ketiga seperti cefoperazone 1-2
gr/12jam/IV
b. Metronidazole, klindamisin atau kloramfenikol untuk
bakteri anaerob terutama B. fragilis. Dosis metronidazole
500 mg/6 jam/IV
c. Aminoglikosida untuk bakteri gram negatif yang resisten.
d. Ampicilin-sulbaktam atau kombinasi klindamisinmetronidazole, aminoglikosida dan siklosporin.
Drainase abses
Pengobatan pilihan untuk keberhasilan pengobatan adalah drainase
terbuka terutama pada kasus yang gagal dengan pengobatan
konservatif. Penatalaksanaan saat ini adalah dengan menggunakan
drainase perkutaneus abses intraabdominal dengan tuntunan
abdomen ultrasound atau tomografi komputer.
Drainase bedah
Drainase bedah dilakukan pada kegagalan terapi antibiotik, aspirasi
perkutan, drainase perkutan, serta adanya penyakit intra-abdomen
yang memerlukan manajemen operasi.
3.10. Komplikasi
3.10.1. Abses Hepar Amoeba
32
peritonitis
generalisata
dengan
mortalitas
6-7%,
kelainan
33
malnutrisi, ikterus, dan renjatan. Sebab kematian biasanya sepsis atau sindrom
hepatorenal. Selain itu, prognosis penyakit ini juga dipengaruhi oleh virulensi
penyakit, status imunitas, usia lanjut, letak serta jumlah abses dan terdapatnya
komplikasi. Kematian terjadi pada sekitar 5%
adanya
hubungan
dengan
keganasan
atau
penyakit
Manifestasi Klinis
Merupakan tumor ganas hati primer.
Anamnesis: penurunan berat badan, nyeri perut kanan
atas, anoreksia, malaise, benjolan perut kanan atas.
Pemeriksaaan fisik : hepatomegali berbenjol-benjol,
stigmata penyakit hati kronik.
Laboratorium : peningkatan AFP, PIVKA II, alkali
fosatase
34
Kolesistitis akut
35