Anda di halaman 1dari 34

BAB II

LAPORAN KASUS

II

IDENTITAS PASIEN
Nama

: Ny. L

Umur

: 39 tahun

Jenis Kelamin

: Perempuan

Alamat

: Ds. Bangkalan Dayak

Agama

: Budha

Suku

: Dayak

Tanggal MRS

: 11 Juni 2016

Nomor RM

: 06.19.89

ANAMNESIS
Keluhan Utama
Nyeri perut kanan atas
Keluhan Tambahan
- Demam
- Mual, muntah
- Diare

Riwayat Perjalanan Penyakit

Pasien datang dengan keluhan nyeri perut kanan atas sejak


7 hari smrs. Nyeri perut dirasakan terus menerus,tidak hilang timbul.
Nyeri perut tidak menjalar.
Demam sejak 15 hari smrs, demam turun naik tidak
menentu waktunya. Pasien sudah minum Parasetamol sebelumnya
namum demam tidak kunjung turun. Menggigil (-), nyeri kepala (-),
gusi berdarah (-), mimisan (-), tidak ada riwayat bepergian ke daerah
endemis malaria dalam 1 bulan terakhir.
Mual dan muntah sejak 15 hari smrs. Muntah tidak
menyemprot. Riwayat muntah warna hitam disangkal. Perut pasien
juga terasa kembung.
BAB cair sejak 15 hari smrs. BAB berwarna keputihan
(pucat), tidak ada darah, tidak nyeri saat BAB.
BAK lancar, urine berwarna coklat tua seperti teh,tidak ada
darah, tidak ada nyeri saat berkemih.
Nafsu makan dan berat badan pasien menurun semenjak
sakit.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak pernah merasakan keluhan serupa sebelumnya.
Pasien tidak pernah sakit berat dan tidak pernah dirawat di rumah
sakit sebelumnya.
Riwayat hipertens, riwayat DM, riwayat penyakit kolesterol,
dan riwayat penyakit asam urat disangkal oleh pasien.

Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak terdapat riwayat keluhan serupa pada anggota keluarga.
Riwayat hipertensi, riwayat DM riwayat penyakit kolesterol, riwayat
penyakit asam urat pada anggota keluarga tidak diketahui.
Riwayat Sosial Ekonomi

Tidak terdapat riwayat konsumsi alkohol, konsumsi jamujamuan, merokok, maupun penggunaan obat-obatan diluar instruksi
dokter. Sehari-hari pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga.

III

PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
Kesadaran
TD
Nadi
RR
Suhu
Berat Badan
Kepala

: Tampak sakit sedang


: Compos mentis
: 130/90 mmHg
: 72x/menit, reguler
: 22x/menit
: 37.8o C
: 45 kg
: Bentuk dan

ukuran normal, tidak teraba

adanya benjolan, tidak ada kelainan di kulit


kepala, rambut berwarna hitam

terdistribusi

merata, tidak mudah dicabut.


Leher

: Trakea di tengah, kelenjar tiroid tidak teraba,


kelenjar getah bening submandibula, cervical,
supra-infra clavicula tidak teraba membesar.

Mata

: Kedudukan bola mata simetris, palpebra


superior et

inferior, dekstra et sinistra tidak

edema, tidak cekung, konjungtiva palpebra


dekstra et sinistra tampak anemis, sklera
dekstra et sinistra tidak ikterik.

Pupil bulat

isokor, diameter 3 mm / 3 mm, reflex cahaya +/


Telinga

+.
: Bentuk normal, kedua liang telinga lapang, tidak
ada sekret pada kedua telinga, tidak terdapat
serumen di kedua telinga, kelenjar getah bening
pre-retro-post aurikel tidak teraba.

Hidung

: Bentuk normal, tidak ada septum deviasi,


mukosa di kedua lubang hidung tidak hiperemis
tidak ada sekret, tidak ada pernapasan cuping
hidung.
: Bibir tidak kering, tidak ada sianosis perioral,

Gigi dan Mulut

terdapat caries gigi pada premolar 2 dan molar


1 inferior sinistra, lidah tidak kotor, tonsil T1-T1
tidak hiperemis, faring tidak hiperemis.
Thorax :
Inspeksi : Simetris dalam diam dan pergerakan napas, tidak
ada retraksi
Palpasi : Stem fremitus kanan - kiri, depan - belakang sama
kuat
Perkusi : Sonor, batas paru hepar di ICS V MCL dextra
Auskultasi : Suara nafas vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/Jantung :
Inspeksi
Palpasi

: Tidak tampak pulsasi ictus kordis.


: Pulsasi ictus kordis teraba di ICS V 2 jari
dari MCL sinistra
Perkusi
:
Batas jantung kanan : Sejajar ICS V Midsternal line
Batas jantung kiri : di ICS V MCL sinistra
Batas jantung atas:di ICS III parasternal line sinistra
Auskultasi

: Bunyi jantung I dan II reguler, tidak ada


Murmur, tidak ada gallop

Inspeksi
Auskultasi

: Tampak mendatar
: Bising usus (+) menurun, friction rub
pada hepar (-)
: Hipertimpani pada seluruh kuadran
abdomen
: Teraba agak keras , defans muskular (-),
turgor kulit normal , hepar : terbaba 4
jari di bawah arcus costae, permukaan
licin, konsistensi lunak, nyeri tekan (+)
pada regio hipocondriac dextra ,regio
lumbar dextra dan regio epigastrium,
lien tidak teraba membesar.

Abdomen:

Perkusi
Palpasi

Genitalia

: Tidak tampak kelainan pada genitalia


eksterna.

Anus
Extremitas
Neurologis

: Anus (+), tidak tampak kelainan dari luar,


prolaps (-)
: Tidak ada edema, tidak ada deformitas,
akral hangat
:
- N. Cranialis : dalam batas normal

IV

Rangsang meningeal :
Kaku kuduk (-)
Brudzinski I (-)
Brudzinski II (-)
Reflex fisiologis :
Biceps + / + , normal
Triceps + / + , normal
Patella + / + , normal
Achilles + / + , normal
Reflex patologis :
Babinsky - / Chaddock - / Oppenheim - / Gordon - / Schaeffer - / -

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium (tanggal 11 Juni 2016)

HASIL

SATUAN

NILAI RUJUKAN

HEMATOLOGI
Hemoglobin

11.9

g/dl

Pria: 13.0 16.0


Wanita: 12.0 14.0

Hematokrit

35.4

4.43

Pria : 40.0 48.0


Wanita: 37.0 43.0

Eritrosit

10 /L

Pria : 4.50 5.50


Wanita : 4.0 5.0

MCV

80.0

fL

82.0 92.0

MCH

26.9

pg

27.0 31.0

MCHC

33.6

g/dL

31.0 36.0

Leukosit

16.9

103/L

5.0 10.0

20.0 48.0

2.0 10.8

42.0 80.0

Hitung Jenis
-

Limfosit
Mid
Gran

Trombosit

9.4
6.2
84.4
295

103/L

150.0 400.0

KIMIA DARAH
Glukosa sewaktu

90

mg/dl

< 140

Kolesterol total

58

mg/dl

< 200

Trigliserida

125

mg/dl

150

Asam Urat

10.51

mg/dl

Pria: 3.5 7.2


Wanita: 2.6 6.0

Ureum

140

mg/dl

15 39

Kreatinin

1.87

mg/dl

Pria : 0.9 1.3


Wanita : 0.6 1.1

SGOT (AST)

430

u/l

40

SGPT (ALT)
SEROLOGI

230

u/l

41

IMUNOLOGI
Malaria rapid

Negatif
Non Reaktif

Negatif
Non Reaktif

HBsAg

Pemeriksaan Laboratorium (tanggal 16 Juni 2016)


Hasil

Satuan

Nilai Rujukan

KIMIA DARAH
Albumin
SEROLOGI
IMUNOLOGI

1.72

g/dl

Negatif

3.5 5.0
Negatif

Anti TB

Pemeriksaan Laboratorium (tanggal 18 Juni 2016)


Hasil

Satuan

9.4

g/dl

Nilai Rujukan

HEMATOLOGI
Hemoglobin

Pria: 13.0 16.0


Wanita: 12.0 14.0

Hematokrit

28.7

3.47

Pria : 40.0 48.0


Wanita: 37.0 43.0

Eritrosit

10 /L

Pria : 4.50 5.50


Wanita : 4.0 5.0

MCV

82.4

fL

82.0 92.0

MCH

27.1

pg

27.0 31.0

MCHC

32.9

g/dL

31.0 36.0

Leukosit

17.9

103/L

5.0 10.0

12

20.0 48.0

3.2

2.0 10.8

84.8

42.0 80.0

Hitung Jenis
-

Limfosit
Mid
Gran

Trombosit

391

103/L

150.0 400.0

Pemeriksaan Rontgen Thorax

Pemeriksaan BNO

Pemeriksaan USG Abdomen

10

Hepar : membesar, massa heterogen, batas tidak tegas, tepi

irreguler
Ginjal: kedua ginjal bentuk dan ukuran normal, batu (-)
GB, Lien, Pankreas normal
Tampak cairan bebas intraperitoneal
Kesan: Abses Hepar, Ascites

V. RESUME

11

Telah diperiksa seorang perempuan berusia 39 tahun dengan


keluhan nyeri perut kanan atas sejak 7 hari smrs,nyeri terus menerus, tidak
menjalar. Demam sejak 15 hari smrs, naik turun. Mual (+), muntah (+)
sejak 15 hari smrs. Perut kembung (+).
BAB cair sejak 15 hari smrs, feses berwarna keputihan
(pucat). BAK urine berwarna coklat tua seperti teh.Nafsu makan dan berat
badan menurun.
Pemeriksaan Fisik:
Keadaan Umum

: Tampak sakit sedang

Mata

: Konjungtiva palpebra dekstra et sinistra tampak


anemis

Gigi dan mulut

: Terdapat caries gigi pada premolar 2 dan molar 1


inferior sinistra

Abdomen

:Bising usus (+) menurun, hipertimpani pada seluruh


kuadran abdomen, abdomen teraba agak keras.
Hepar : terbaba 4 jari dibawah arcus costae,
permukaan licin, konsistensi lunak, nyeri tekan (+)
pada regio hipocondriac dextra ,regio lumbar dextra
dan regio epigastrium

Pemeriksaan Penunjang:
Pemeriksaan laboratorium 11/06/2016:
Hb: 11.9 g/dl
Leukosit 16900/L
HBsAg Non Reaktif
SGOT: 430 u/l
SGPT: 230 u/l
Pemeriksaan laboratorium 16/06/2016:
Albumin 1.72 g/dl
Pemeriksaan laboratorium 18/06/2016:
Hb: 9.4 g/dl
Leukosit: 17.9/L
Pemeriksaan radiologi
USG Abdomen:
Hepar : membesar, massa heterogen, batas tidak tegas, tepi irreguler
Tampak cairan bebas intraperitoneal
Kesan: Abses Hepar, Ascites

12

VI. DIAGNOSIS
Diagnosis kerja: Abses Hepar
Susp. Abses Hepar Pyogenik DD/ Abses Hepar Amebik

VII. PENATALAKSANAAN

IVFD Aminoleban : Asering 20 tpm


Inj. Metronidazole 750 mg/8 jam (I.V.)
Inj. Ceftriaxone 2 gram/24 jam/ drip
Inj. Pantoprazole 40 mg/24 jam (I.V.)
Inj. Antrain 1 gram/8 jam (I.V.)
Curcuma 3 x 1 tablet
VipAlbumin 3 x 2 kapsul
Tirah baring
Diet tinggi kalori, tinggi protein
Saran: drainase abses jika terapi konservatif tidak berhasil

VIII. PROGNOSIS
Quo ad vitam

: dubia ad bonam

Quo ad functionam : dubia ad bonam


Quo ad sanationam : dubia ad bonam

13

BAB III
ABSES HEPAR

3.1. Definisi
Abses hati adalah bentuk infeksi pada hati yang disebabkan oleh karena
infeksi bakteri, parasit, jamur maupun nekrosis steril yang bersumber dari
sistem gastrointestinal yang ditandai dengan adanya proses supurasi dengan
pembentukan pus yang terdiri dari jaringan hati nekrotik, sel-sel inflamasi atau
sel darah didalam parenkim hati .1

14

Secara umum, abses hati terbagi 2, yaitu abses hati amebik (AHA) dan
abses hati piogenik (AHP).AHA merupakan salah satu komplikasi amebiasis
ekstraintestinal yang paling sering dijumpai di daerah tropik/subtropik,
termasuk Indonesia. AHP dikenal juga sebagai hepatic abscess, bacterial liver
abscess, bacterial abscess of the liver, bacterial hepatic abscess. AHP ini
merupakan kasus yang relatif jarang, pertama ditemukan oleh Hippocrates (400
SM) dan dipublikasikan pertama kali oleh Bright pada tahun 1936.1
3.2. Anatomi dan Fisiologi Hati
Hati adalah kelenjar terbesar dalam tubuh, berat rata-rata sekitar
1.500gr atau 2 % berat badan orang dewasa normal. Letaknya sebagian besar di
regio hipokondria dekstra, epigastrika, dan sebagian kecil di hipokondria
sinistra. Hati memiliki dua lobus utama yaitu kanan dan kiri. Lobus kanan dibagi
menjadi segmen anterior dan posterior oleh fisura segmentalis kanan. Lobus kiri
dibagi menjadi segmen medial dan lateral oleh ligamentum falsiformis. Di bawah
peritonium terdapat jaringan ikat padat yang disebut kapsula Glisson yang meliputi
seluruh permukaan hati. Setiap lobus hati terbagi menjadi struktur-struktur yang

disebut sebagai lobulus, yang merupakan unit mikroskopis dan fungsional


organ yang terdiri atas lempeng-lempeng sel hati dimana diantaranya terdapat
sinusoid. Selain sel-sel hati, sinusoid vena dilapisi oleh sel endotel khusus dan
sel Kupffer yang merupakan makrofag yang melapisi sinusoid dan mampu
memfagositosis bakteri dan benda asing lain dalam darah sinus hepatikus. Hati
memiliki suplai darah dari saluran cerna dan limpa melalui vena porta hepatika
dan dari aorta melalui arteria hepatika.2,3,4

15

Gambar 1. Anatomi Sistem Hepatobilier4

Hati mempunyai fungsi yang sangat beraneka ragam. Beberapa di antaranya


yaitu:3,4,5,6
Pembentukan dan ekskresi empedu
Dalam hal ini terjadi metabolisme pigmen dan garam empedu. Garam empedu
penting untuk pencernaan dan absopsi lemak serta vitamin larut-lemak di
dalam usus.
Pengolahan metabolik kategori nutrien utama (karbohidrat, lemak,
protein) setelah penyerapan dari saluran pencernaan
a. Metabolisme karbohidrat : menyimpan glikogen dalam jumlah besar,
konversi galaktosa dan friktosa menjadi glukosa, glukoneogenesis, serta

16

pembentukan banyak senyawa kimia dari produk antara metabolisme


karbohidrat.
b. Metabolisme lemak : oksidasi asam lemak untuk menyuplai energi bagi
fungsi tubuh yang lain, sintesis kolesterol,fosfolipid,dan sebagian besar
lipoprotein, serta sintesis lemak dari protein dan karbohidrat
c. Metabolisme protein : deaminasi asam amino, pembentukan ureum untuk
mengeluarkan amonia dari cairan tubuh, pembentukan protein plasma,
serta interkonversi beragam asam amino dan sintesis senyawa lain dari
asam amino.
Penimbunan vitamin dan mineral
Vitamin larut-lemak ( A,D,E,K ) disimpan dalam hati, juga vitamin B 12,
tembaga, dan besi dalam bentuk ferritin. Vitamin yang paling banyak
disimpan dalam hati adalah vitamin A, tetapi sejumlah besar vitamin D dan
B12 juga disimpan secara normal.

Hati menyimpan besi dalam bentuk ferritin


Sel hati mengandung sejumlah besar protein yang disebut apoferritin, yang
dapat bergabung dengan besi baik dalam jumlah sedikit maupun banyak.
Oleh karena itu, bila besi banyak tersedia dalam cairan tubuh, maka besi
akan berikatan dengan apoferritin membentuk ferritin dan disimpan dalam
bentuk ini di dalam sel hati sampai diperlukan. Bila besi dalam sirkulasi
cairan tubuh mencapai kadar rendah, maka ferritin akan melepaskan besi.

Hati membentuk zat-zat yang digunakan untuk koagulasi darah dalam


jumlah banyak
Zat-zat yang dibentuk di hati yang digunakan pada proses koagulasi
meliputi fibrinogen, protrombin, globulin akselerator, faktor VII, dan
beberapa faktor koagulasi lainnya. Vitamin K dibutuhkan oleh proses
metabolisme hati, untuk membentuk protrombin dan faktor VII, IX, dan X.
Hati mengeluarkan atau mengekskresikan obat-obatan, hormon, dan zat
lain

17

Medium kimia yang aktif dari hati dikenal kemampuannya dalam melakukan
detoksifikasi atau ekskresi berbagai obat-obatan meliputi sulfonamid,
penisilin, ampisilin, dan eritromisin ke dalam empedu. Beberapa hormon
yang disekresi oleh kelenjar endokrin diekskresi atau dihambat secara kimia
oleh hati meliputi tiroksin dan terutama semua hormon steroid seperti
estrogen, kortisol, dan aldosteron.
Hati berfungsi sebagai gudang darah dan filtrasi
Hati adalah organ venosa yang mampu bekerja sebagai tempat penampungan
darah yang bermakna saat volume darah berlebihan dan mampu menyuplai
darah ekstra di saat kekurangan volume darah. Sinusoid hati merupakan depot
darah yang mengalir kembali dari vena cava (gagal jantung kanan). kerja
fagositik sel Kupffer membuang bakteri dan debris dari darah.
3.3. Epidemiologi
Di negara negara yang sedang berkembang, AHA didapatkan secara
endemik dan jauh lebih sering dibandingkan AHP.AHP ini tersebar di seluruh
dunia, dan terbanyak di daerah tropis dengan kondisi hygiene /sanitasi yang
kurang. Secara epidemiologi, didapatkan 8 15 per 100.000 kasus AHP yang
memerlukan perawatan di RS, dan dari beberapa kepustakaan Barat,
didapatkan prevalensi autopsi bervariasi antara 0,29 1,47% sedangkan
prevalensi di RS antara 0,008 0,016%. AHP lebih sering terjadi pada pria
dibandingkan perempuan, dengan rentang usia berkisar lebih dari 40 tahun,
dengan insidensi puncak pada dekade ke 6.1
Abses hati piogenik sukar ditetapkan. Dahulu hanya dapat dikenal
setelah otopsi. Sekarang dengan peralatan yang lebih canggih seperti USG,
CT Scan dan MRI lebih mudah untuk membuat diagnosisnya. Prevalensi
otopsi berkisar antara 0,29-1,47 % sedangkan insidennya 8-15 kasus/100.000
penderita.2
Hampir 10 % penduduk dunia terutama negara berkembang terinfeksi
E.histolytica tetapi hanya 1/10 yang memperlihatkan gejala. Insidens
amubiasis hati di rumah sakit seperti Thailand berkisar 0,17 % sedangkan di
berbagai rumah sakit di Indonesia berkisar antara 5-15% pasien/tahun.

18

Penelitian di Indonesia menunjukkan perbandingan pria dan wanita berkisar


3:1 sampai 22:1, yang tersering pada dekade keempat. Penularan umumnya
melalui jalur oral-fekal dan dapat juga oral-anal-fekal. Kebanyakan yang
menderita amubiasis hati adalah pria dengan rasio 3,4-8,5 kali lebih sering
dari wanita. Usia yang sering dikenai berkisar antara 20-50 tahun terutama
dewasa muda dan lebih jarang pada anak. Infeksi E.histolytica memiliki
prevalensi yang tinggi di daerah subtropikal dan tropikal dengan kondisi yang
padat penduduk, sanitasi serta gizi yang buruk.2,7
3.4. Etiologi
3.4.1. Abses Hati Amebik
Didapatkan beberapa spesies amoeba yang dapat hidup sebagai parasit
non-patogen dalam mulut dan usus, tetapi hanya Entamoeba histolytica yang
dapat menyebabkan penyakit.Hanya sebagian kecil individu yang terinfeksi
Entamoeba histolytica yang memberikan gejala amebiasis invasif, sehingga
diduga ada 2 jenis Entamoeba histolytica yaitu strain patogen dan nonpatogen. Bervariasinya virulensi berbagai strain Entamoeba histolytica ini
berbeda berdasarkan kemampuannya menimbulkan lesi pada hati.2

Gambar 2. Amuba bentuk trofozoit dengan pseupoda ukuran besar8


Entamoeba histolytica adalah protozoa usus kelas Rhizopoda yang
mengadakan pergerakan menggunakan pseupodia/kaki semu. Terdapat 3

19

bentuk parasit, yaitu tropozoit yang aktif bergerak dan bersifat invasif,
mampu memasuki organ dan jaringan, bentuk kista yang tidak aktif
bergerak dan bentuk prakista yang merupakan bentuk antara kedua
stadium tersebut. Tropozoit adalah bentuk motil yang biasanya hidup
komensal di dalam usus. Dapat bermultiplikasi dengan cara membelah diri
menjadi 2 atau menjadi kista. Tumbuh dalam keadaan anaerob dan hanya
perlu bakteri atau jaringan untuk kebutuhan zat gizinya.Tropozoit ini tidak
penting untuk penularan karena dapat mati terpajan hidroklorida atau
enzim pencernaan.Jika terjadi diare, tropozoit dengan ukuran 10-20 um
yang berpseudopodia keluar, sampai yang ukuran 50 um.Tropozoit besar
sangat aktif bergerak, mampu memangsa eritrosit,mengandung protease
yaitu hialuronidase danmukopolisakaridase yang mampu mengakibatkan
destruksi jaringan. Bentuk tropozoit ini akan mati dalam suasana kering
atau asam. Bila tidak diare/disentri tropozoit akan membentuk kista
sebelum keluar ke tinja.2,9
Kista akan berinti 4 setelah melakukan 2 kali pembelahan dan
berperan dalam penularan karena tahan terhadap perubahan lingkungan,
tahan asam lambung dan enzim pencernaan. Kista infektif mempunyai 4
inti merupakan bentuk yang dapat ditularkan dari penderita atau karier ke
manusia lainnya. Kista berbentuk bulat dengan diameter 8-20 um, dinding
kaku.Pembentukan kista ini dipercepat dengan berkurangnya bahan
makanan atau perubahan osmolaritas media.2,9

20

Gambar 3. Daur Hidup Entamoeba histolytica7

3.4.2 Abses Hati Piogenik


Etiologi

AHP

adalah

enterobacteriaceae,

microaerophilic

streptococci, anaerobic streptococci, klebsiella pneumoniae, bacteriodes,


fusobacterium, staphylococcus aureus, staphylococcus milleri, candida
albicans, aspergillus, actinomyces, eikenella corrodens, yersinia enterolitica,
salmonella typhi, brucella melitensis, dan fungal. Organisme penyebab yang
paling sering ditemukan adalah E.Coli, Klebsiella pneumoniae, Proteus
vulgaris, Enterobacter aerogenes dan spesies dari bakteri anaerob
( contohnya Streptococcus Milleri ). Staphylococcus aureus biasanya
organisme penyebab pada pasien yang juga memiliki penyakit granuloma
yang kronik. Organisme yang jarang ditemukan sebagai penyebabnya adalah
Salmonella, Haemophillus, dan Yersinia. Kebanyakan abses hati piogenik
adalah infeksi sekunder di dalam abdomen.Bakteri dapat mengivasi hati
melalui :

21

1. Vena porta yaitu infeksi pelvis atau gastrointestinal atau bisa


menyebabkan fileplebitis porta
2. Arteri hepatika sehingga terjadi bakteremia sistemik
3. Komplikasi infeksi intra abdominal seperti divertikulitis,
peritonitis, dan infeksi post operasi
4. Komplikasi dari sistem biliaris, langsung dari kantong empedu atau
saluran-saluran

empedu.

Obstruksi

bilier

ekstrahepatik

menyebabkan kolangitis. Penyebab lainnya biasanya berhubungan


dengan

choledocholithiasis,

tumor

jinak

dan

ganas

atau

pascaoperasi striktur.
5. Trauma tusuk atau tumpul. Selain itu embolisasi transarterial dan
cryoablation massa hati sekarang diakui sebagai etiologi baru abses
piogenik.
6. Kriptogenik tanpa faktor predisposisi yang jelas, terutama pada
orang lanjut usia. Namun insiden meningkat pada pasien dengan
diabetes atau kanker metastatik.1,7,10,11

3.5. Patogenesis
3.5.1. Abses Hepar Amebik
Cara penularan umumnya fecal-oral yaitu dengan menelan kista, baik
melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi atau transmisi langsung
pada orang dengan higiene yang buruk.Kasus yang jarang terjadi adalah
penularan melalui seks oral ataupun anal.11,12
E.hystolitica dalam 2 bentuk, baik

bentuk trofozoit

yang

menyebabkan penyakit invasif maupun kista bentuk infektif yang dapat


ditemukan pada lumen usus. Bentuk kista tahan terhadap asam lambung
namun dindingnya akan diurai oleh tripsin dalam usus halus. Kemudian kista
pecah dan melepaskan trofozoit yang kemudian menginvasi lapisan mukosa
usus.Amuba ini dapat menjadi patogen dengan mensekresi

enzim

cysteineprotease, sehingga melisiskan jaringan maupun eritrosit dan


menyebar keseluruh organ secara hematogen dan perkontinuinatum. Amoeba
yang masuk ke submukosa memasuki kapiler darah, ikut dalam aliran darah

22

melalui vena porta ke hati.Di hati E.hystolitica mensekresi enzim proteolitik


yang melisis jaringan hati, dan membentuk abses.Di hati terjadi fokus
akumulasi neutrofil periportal yang disertai nekrosis dan infiltrasi
granulomatosa. Lesi membesar, bersatu, dan granuloma diganti dengan
nekrotik. Bagian nekrotik ini dikelilingi kapsul tipis seperti jaringan fibrosa.
Lokasi yang sering adalah di lobus kanan (70% - 90%) karena lobus kanan
menerima darah dari arteri mesenterika superior dan vena portal sedangkan
lobus kiri menerima darah dari arteri mesenterika inferior dan aliran
limfatik.Dinding abses bervariasi tebalnya,bergantung pada
lamanya penyakit.Secaraklasik, cairan abses menyerupai
achovy paste danberwarna coklat kemerahan, sebagai
akibat jaringanhepar serta sel darah merah yang dicerna.2,8,12,13
3.5.2. Abses Hepar Piogenik
Hati adalah organ yang paling sering untuk terjadinya abses. Dari
suatu studi di Amerika, didapatkan 13% abses hati dari 48% abses viseral.
Abses hati dapat berbentuk soliter maupun multipel. Hal ini dapat terjadi dari
penyebaran hematogen maupun secara langsung dari tempat terjadinya
infeksi di dalam rongga peritoneum. Hati menerima darah secara sistemik
maupun melalui sirkulasi vena portal, hal ini memungkinkan terinfeksinya
hati oleh karena paparan bakteri yang berulang, tetapi dengan adanya sel
Kuppfer yang membatasi sinusoid hati akan menghindari terinfeksinya hati
oleh bakteri tersebut. Bakteri piogenik dapat memperoleh akses ke hati
dengan ekstensi langsung dari organ-organ yang berdekatan atau melalui vena
portal atau arteri hepatika. Adanya penyakit sistem biliaris sehingga terjadi
obstruksi aliran empedu akan menyebabkan terjadinya proliferasi bakteri.
Adanya tekanan dan distensi kanalikuli akan melibatkan cabang-cabang dari
vena portal dan limfatik sehingga akan terbentuk formasi abses fileflebitis.
Mikroabses yang terbentuk akan menyebar secara hematogen sehingga terjadi
bakteremia sistemik. Penetrasi akibat trauma tusuk akan menyebabkan
inokulasi bakteri pada parenkim hati sehingga terjadi AHP. Penetrasi akibat

23

trauma tumpul menyebabkan nekrosis hati, perdarahan intrahepatik dan


terjadinya kebocoran saluran empedu sehingga terjadi kerusakan dari
kanalikuli. Kerusakan kanalikuli menyebabkan masuknya bakteri ke hati dan
terjadi pembentukan pus. Lobus kanan hati lebih sering terjadi AHP
dibanding lobus kiri, kal ini berdasarkan anatomi hati, yaitu lobus kanan
menerima darah dari arteri mesenterika superior dan vena portal sedangkan
lobus kiri menerima darah dari arteri mesenterika inferior dan aliran
limfatik.1,10

3.6. Gambaran Klinik


3.6.1. Abses Hepar Amebik2,8,9,13,
Gejala :
a. Demam internitten ( 38-40oC)
b. Nyeri perut kanan atas, kadang nyeri epigastrium dan dapat menjalar
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
l.
m.

hingga bahu kanan dan daerah skapula


Anoreksia
Nausea
Vomitus
Keringat malam
Berat badan menurun
Batuk
Pembengkakan perut kanan atas
Ikterus
Buang air besar berdarah
Kadang ditemukan riwayat diare
Kadang terjadi cegukan (hiccup)

Kelainan fisis :
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Ikterus
Temperatur naik
Malnutrisi
Hepatomegali yang nyeri spontan atau nyeri tekan atau disertai komplikasi
Nyeri perut kanan atas
Fluktuasi

24

3.6.2. Abses hati piogenik1,2,8,15


Gambaran klinis abses hati piogenik menunjukkan manifestasi
sistemik yang lebih berat dari abses hati amuba.
Keluhan :
a. Demam yang sifatnya dapat remitten, intermitten atau kontinyu yang
disertai menggigil
b. Nyeri spontan perut kanan atas ditandai dengan jalan membungkuk ke
c.
d.
e.
f.
g.
h.

depan dan kedua tangan diletakkan di atasnya.


Mual dan muntah
Berkeringat malam
Malaise dan kelelahan
Berat badan menurun
Berkurangnya nafsu makan
Anoreksia

Pemeriksaan fisis :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

Hepatomegali
Nyeri tekan perut kanan
Ikterus, namun jarang terjadi
Kelainan paru dengan gejala batuk, sesak nafas serta nyeri pleura
Buang air besar berwarna seperti kapur
Buang air kecil berwarna gelap
Splenomegali pada AHP yang telah menjadi kronik

3.7. Diagnosis
3.7.1. Abses hati amebik2,9
Diagnosis pasti ditegakkan melalui biopsi hati untuk menemukan
trofozoit amuba. Diagnosis abses hati amebik di daerah endemik dapat
dipertimbangkan jika terdapat demam, nyeri perut kanan atas, hepatomegali
yang juga ada nyeri tekan.Disamping itu bila didapatkan leukositosis,
fosfatase alkali meninggi disertai letak diafragma yang tinggi dan perlu
dipastikan dengan pemeriksaan USG juga dibantu oleh tes serologi.Untuk
diagnosis abses hati amebik juga dapat menggunakan kriteria Sherlock
(1969), kriteria Ramachandran (1973), atau kriteria Lamont dan Pooler.
a. Kriteria Sherlock (1969)
1. Hepatomegali yang nyeri tekan

25

2. Respon baik terhadap obat amebisid


3. Leukositosis
4. Peninggian diafragma kanan dan pergerakan yang kurang.
5. Aspirasi pus
6. Pada USG didapatkan rongga dalam hati
7. Tes hemaglutinasi positif
b. Kriteria Ramachandran (1973)
Bila didapatkan3 atau lebih dari:
1. Hepatomegali yang nyeri
2. Riwayat disentri
3. Leukositosis
4. Kelainan radiologis
5. Respons terhadap terapi amebisid
c. Kriteria Lamont Dan Pooler
Bila didapatkan 3 atau lebih dari:
1. Hepatomegali yang nyeri
2. Kelainan hematologis
3. Kelainan radiologis
4. Pus amebik
5. Tes serologi positif
6. Kelainan sidikan hati
7. Respons terhadap terapi amebisid

3.7.2. Abses hati piogenik


Menegakkan diagnosis AHP berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisis dan laboratoris serta pemeriksaan penunjang. Diagnosis AHP kadangkadang sulit ditegakkan sebab gejala dan tanda klinis sering tidak spesifik.
Diagnosis dapat ditegakkan bukan hanya dengan CT-Scan saja, meskipun
pada akhirnya dengan CT-Scan mempunyai nilai prediksi yang tinggi untuk
diagnosis AHP, demikian juga dengan tes serologi yang dilakukan. Tes
serologi yang negatif menyingkirkan diagnosis AHA, meskipun terdapat pada
sedikit kasus, tes ini menjadi positif beberapa hari kemudian. Diagnosis
berdasarkan penyebab adalah dengan menemukan bakteri penyebab pada
pemeriksaan kultur hasil aspirasi, ini merupakan standar emas untuk
diagnosis.1
3.8. Pemeriksaan Penunjang

26

3.8.1. Pemeriksaan Laboratorium


Pada pasien abses hati amebik, pemeriksaan hematologi didapatkan
hemoglobin 10,4-11,3 g% sedangkan lekosit 15.000-16.000/mL 3. Pada
pemeriksaan faal hati didapatkan albumin 2,76-3,05 g%, globulin 3,62-3,75 g
%, total bilirubin 0,9-2,44 mg%, fosfatase alkali 270,4-382,0 u/L, SGOT
27,8-55,9 u/L dan SGPT 15,7-63,0 u/L. Jadi kelainan yang didapatkan pada
amubiasis hati adalah anemia ringan sampai sedang, leukositosis berkisar
15.000/mL3. Sedangkan kelainan faal hati didapatkan ringan sampai sedang.
Uji serologi dan uji kulit yang positif menunjukkan adanya Ag atau Ab yang
spesifik terhadap parasit ini, kecuali pada awal infeksi. Ada beberapa uji yang
banyak

digunakan

antara

lain

hemaglutination

(IHA),

countermunoelectrophoresis (CIE), dan ELISA. Real Time PCR cocok untuk


mendeteksi E.histolityca pada feses dan pus penderita abses hepar.2,7,9
Pada pasien abses hati piogenik, mungkin didapatkan leukositosis
dengan pergeseran ke kiri, anemia, peningkatan laju endap darah, gangguan
fungsi hati seperti peninggian bilirubin, alkalin fosfatase, peningkatan enzim
transaminase, serum bilirubin, berkurangnya konsentrasi albumin serumdan
waktu protrombin yang memanjang menunjukkan bahwa terdapat kegagalan
fungsi hati. Kultur darah yang memperlihatkan bakterial penyebab menjadi
standar

emas

untuk

menegakkan

diagnosis

secara

mikrobiologik.

Pemeriksaan biakan pada permulaan penyakit sering tidak ditemukan kuman.


Kuman yang sering ditemukan adalah kuman gram negatif seperti Proteus
vulgaris, Aerobacter aerogenes atau Pseudomonas aeruginosa, sedangkan
kuman anaerib Microaerofilic sp, Streptococci sp, Bacteroides sp, atau
Fusobacterium sp.1,2
3.8.2. Pemeriksaan Radiologi
Pada pasien abses hati amebik,foto thoraks menunjukkan
peninggian kubah diafragma kanan dan berkurangnya pergerakan diafragma
efusi pleura kolaps paru dan abses paru. Kelainan pada foto polos abdomen
tidak begitu banyak. Mungkin berupa gambaran ileus, hepatomegali atau

27

gambaran udara bebas di atas hati. Jarang didapatkan air fluid level yang
jelas, USG untuk mendeteksi amubiasis hati, USG sama efektifnya dengan
CT atau MRI. Gambaran USG pada amubiasis hati adalah bentuk bulat atau
oval tidak ada gema dinding yang berarti ekogenitas lebih rendah dari
parenkim hati normal bersentuhan dengan kapsul hati dan peninggian sonic
distal.Gambaran CT scan : 85 % berupa massa soliter relatif besar,
monolokular, prakontras tampak sebagai massa hipodens berbatas suram.
Densitas cairan abses berkisar 10-20 H.U. Pasca kontras tampak penyengatan
pada dinding abses yang tebal. Septa terlihat pada 30 % kasus. Penyengatan
dinding terlihat baik pada fase porta.2

Gambar 4. Gambaran CT Scan pada abses hati amebic8


Pada pasien abses hati piogenik, foto polos abdomen kadangkadang didapatkan kelainan yang tidak spesifik seperti peninggian diafragma
kanan, efusi pleura, atelektasis basal paru, empiema, atau abses paru. Pada
foto thoraks PA, sudut kardiofrenikus tertutup, pada posisi lateral sudut
kostofrenikus anterior tertutup. Secara angiografik abses merupakan daerah
avaskuler. Kadang-kadang didapatkan gas atau cairan pada subdiafragma
kanan. Pemeriksaan USG, radionuclide scanning, CT scan dan MRI
mempunyai nilai diagnosis yang tinggi. CT scan dan MRI dapat menetapkan
lokasi abses lebih akurat terutama untuk drainase perkutan atau tindakan
bedah. Gambaran CT scan : apabila mikroabses berupa lesi hipodens kecilkecil < 5 mm sukar dibedakan dari mikroabses jamur, rim enhancement pada
mikroabses sukar dinilai karena lesi terlalu kecil. Apabila mikroabses > 10
28

mm atau membentuk kluster sehingga tampak massa agak besar maka


prakontras kluster piogenik abses tampak sebagai masa low density berbatas
suram. Pasca kontras fase arterial tampak gambaran khas berupa masa dengan
rim enhancement dimana hanya kapsul abses yang tebal yang menyengat.
Bagian tengah abses terlihat hipodens dengan banyak septa-septa halus yang
juga menyengat, sehingga membentuk gambaran menyerupai jala. Fase porta
penyengatan dinding kapsul abses akan semakin menonjol dan sekitar dinding
abses tampak area yang hipodens sebagai reaksi edema di sekitar abses.
Sebagian kecil piogenik bersifat monokuler, tidak bersepta, dan menyerupai
abses amoebiasis. Pembentukan gas di dalam abses biasanya pada infeksi
oleh kuman Klebsiella.1,2

Gambar 5. Gambaran CT Scan dengan multifokal abses hati piogenik pada


segmen IV. Abses lainnya terdapat pada segmen VII dan VIII.8
Karateristik abses pada pemeriksaan MRI adalah lesi dengan
penyengatan kontras yang berbentuk cincin dan bagian sentral yang tidak
tampak penyengatan. Cincin penyengatan tetap terlihat pada fase tunda.2
Sangat sukar dibedakan gambaran USG antara abses piogenik dan amebik.
Biasanya sangat besar, kadang-kadang multilokular. Struktur eko rendah
sampai cairan ( anekoik ) dengan adanya bercak-bercak hiperekoik (debris) di
dalamnya. Tepinya tegas, ireguler yang makin lama makin bertambah tebal.16
3.9. Penatalaksanaan
29

3.9.1. Abses hati amebik2,12,14,17


Medikamentosa
Abses hati amoeba tanpa komplikasi lain dapat menunjukkan
penyembuhan yang besar biladiterapi hanya dengan antiamoeba.
Pengobatanyang dianjurkan adalah:
a. Metronidazole
Metronidazole merupakan derivat nitroimidazole, efektif untuk
amubiasis intestinal maupun ekstraintestinal., efek samping yang
paling sering adalah sakit kepala, mual, mulut kering, dan rasa kecap
logam. Dosis yang dianjurkan untuk kasus abses hatiamoeba adalah 3
x 750 mg per hari selama 5 10hari. Sedangkan untuk anak ialah 35-50
mg/kgBB/hari terbagi dalam tiga dosis. Derivat nitroimidazole lainnya
yang dapatdigunakan adalah tinidazole dengan dosis 3 x 800mg
perhari selama 5 hari, untuk anak diberikan 60 mg/kgBB/hari dalam
dosis tunggal selama 3-5 hari.
b. Dehydroemetine (DHE)
Merupakan derivat diloxanine furoate.Dosisyang direkomendasikan
untuk mengatasi absesliver sebesar 3 x 500 mg perhari selama 10 hari
atau 1-1,5 mg/kgBB/hari intramuskular (max. 99 mg/hari) selama 10
hari. DHE relatif lebih aman karena ekskresinya lebih cepat dan
kadarnya pada otot jantung lebih rendah. Sebaiknya tidak digunakan
pada penyakit jantung, kehamilan, ginjal, dan anak-anak
c. Chloroquin
Dosis klorokuin basa untuk dewasa dengan amubiasis ekstraintestinal
ialah 2x300 mg/hari pada hari pertama dan dilanjutkan dengan 2x150
mg/hari selama 2 atau 3 minggu. Dosis untuk anak ialah 10
mg/kgBB/hari dalam 2 dosis terbagi selama 3 minggu. Dosis yang
dianjurkan adalah 1 g/hari selama 2hari dan diikuti 500 mg/hari
selama 20 hari.
Aspirasi

30

Apabila

pengobatan

medikamentosa

denganberbagai

cara

tersebutdi atas tidak berhasil (72 jam), terutama pada lesi multipel, atau
pada

ancaman

ruptur

atau

bila

terapi

dcngan

metronidazol

merupakankontraindikasi seperti pada kehamilan, perlu dilakukan


aspirasi. Aspirasi dilakukan dengan tuntunan USG.
Drainase Perkutan
Drainase perkutan indikasinya pada abses besar dengan ancaman
ruptur atau diameter abses > 7 cm, respons kemoterapi kurang, infeksi
campuran, letak abses dekat dengan permukaan kulit, tidak ada tanda
perforasi dan abses pada lobus kiri hati. Selain itu, drainase perkutan
berguna juga pada penanganankomplikasi paru, peritoneum, dan
perikardial.
Drainase Bedah
Pembedahan diindikasikan untuk penangananabses yang tidak
berhasil mcmbaik dengan cara yanglebih konservatif, kemudian secara
teknis susah dicapai dengan aspirasi biasa. Selain itu, drainase bedah
diindikasikan juga untuk perdarahanyang jarang tcrjadi tetapi
mengancam jiwa penderita,disertai atau tanpa adanya ruptur abses.
Penderitadengan septikemia karena abses amuba yangmengalami
infeksisekunder juga dicalonkan untuk tindakanbedah, khususnya bila
usaha

dekompresi

dikedepankan

perkutantidak

berhasil

untukkemungkinannya

Laparoskopi

dalam

juga

mengevaluasi

tcrjadinyaruptur abses amuba intraperitoneal.

3.9.2. Abses hati piogenik1,2,7,10

31

Pencegahan
Merupakan cara efektif untuk menurunkan mortalitas akibat abses
hati piogenik yaitu dengan cara:
a. Dekompresi pada keadaan obstruksi bilier baik akibat batu
ataupun tumor dengan rute transhepatik atau dengan
melakukan endoskopi
b. Pemberian antibiotik pada sepsis intra-abdominal
Terapi definitif
Terapi ini terdiri dari antibiotik, drainase abses yang adekuat dan
menghilangkan penyakit dasar seperti sepsis yang berasal dari
saluran cerna. Pemberian antibiotika secara intravena sampai 3
gr/hari selama 3 minggu diikuti pemberian oral selama 1-2 bulan.
Antibiotik ini yang diberikan terdiri dari:
a. Penisilin atau sefalosporin untuk coccus gram positif dan
beberapa jenis bakteri gram negatif yang sensitif. Misalnya
sefalosporin generasi ketiga seperti cefoperazone 1-2
gr/12jam/IV
b. Metronidazole, klindamisin atau kloramfenikol untuk
bakteri anaerob terutama B. fragilis. Dosis metronidazole
500 mg/6 jam/IV
c. Aminoglikosida untuk bakteri gram negatif yang resisten.
d. Ampicilin-sulbaktam atau kombinasi klindamisinmetronidazole, aminoglikosida dan siklosporin.
Drainase abses
Pengobatan pilihan untuk keberhasilan pengobatan adalah drainase
terbuka terutama pada kasus yang gagal dengan pengobatan
konservatif. Penatalaksanaan saat ini adalah dengan menggunakan
drainase perkutaneus abses intraabdominal dengan tuntunan
abdomen ultrasound atau tomografi komputer.
Drainase bedah
Drainase bedah dilakukan pada kegagalan terapi antibiotik, aspirasi
perkutan, drainase perkutan, serta adanya penyakit intra-abdomen
yang memerlukan manajemen operasi.
3.10. Komplikasi
3.10.1. Abses Hepar Amoeba

32

Komplikasi yang paling sering adalah rupturabses sebesar 5 - 5,6 %.


Ruptur dapat terjadi kepleura, paru, perikardium, usus, intraperitoneal
ataukulit. Kadang-kadang dapat terjadi superinfeksi,terutama setelah aspirasi
atau drainase. Infeksi pleuropneumonal adalah komplikasi yang paling umum
terjadi. Mekanisme infeksi termasuk pengembangan efusi serosa simpatik,
pecahnya abses hati ke dalam rongga dada yang dapat menyebabkan
empiema, serta penyebaran hematogen sehingga terjadi infeksi parenkim.
Fistula hepatobronkial dapat menyebabkan batuk produktif dengan bahan
nekrotik mengandung amoeba. Fistula bronkopleural mungkin jarang terjadi.
Komplikasi pada jantung biasanya dikaitkan pecahnya abses pada lobus kiri
hati dimana ini dapat menimbulkan kematian. Pecah atau rupturnya abses
dapat ke organ-organ peritonium dan mediastinum. Kasus pseudoaneurysm
arteri hepatika telah dilaporkan terjadi sebagai komplikasi.12,13,14
3.10.2. Abses Hepar Piogenik
Saat diagnosis ditegakkan, menggambarkan keadaan penyakit berat
seperti septikamia/bakterimia dengan mortalitas 85%, ruptur abses hati
disertai

peritonitis

generalisata

dengan

mortalitas

6-7%,

kelainan

pleuropulmonal, gagal hati, perdarahan ke dalam rongga abses, hemobilia,


empiema, fistula hepatobronkial, ruptur ke dalam perikard atau retroperineum.
Sesudah mendapatkan terapi, sering terjadi diatesis hemoragik, infeksi luka,
abses rekuren, perdarahan sekunder dan terjadi rekurensi atau reaktifasi
abses.1
3.11. Prognosis
Pada kasus AHA, sejak digunakan obat seperti dehidroemetin atau
emetin, metronidazole dan kloroquin, mortalitas menurun tajam. Mortalitas di
rumah sakit dengan fasilitas menurun tajam. Mortalitas di rumah sakit dengan
fasilitas memadai sekitar 2% dan pada fasilitas yang kurang memadai
mortalitasnya 10%. Pada kasus yang membutuhkan tindakan operasi
mortalitas sekitar 12%. Jika ada peritonitis amuba, mortalitas dapat mencapai
40-50%. Kematian yang tinggi ini disebabkan keadaan umum yang jelek,

33

malnutrisi, ikterus, dan renjatan. Sebab kematian biasanya sepsis atau sindrom
hepatorenal. Selain itu, prognosis penyakit ini juga dipengaruhi oleh virulensi
penyakit, status imunitas, usia lanjut, letak serta jumlah abses dan terdapatnya
komplikasi. Kematian terjadi pada sekitar 5%

pasien dengan infeksi

ektraintestinal, serta infeksi peritonial dan perikardium.2,13


Prognosis abses piogenik sangat ditentukan diagnosis dini, lokasi
yang akurat dengan ultrasonografi, perbaikan dalam mikrobiologi seperti
kultur anaerob, pemberian antibiotik perioperatif dan aspirasi perkutan atau
drainase secara bedah. Faktor utama yang menentukan mortalitas antara lain
umur, jumlah abses, adanya komplikasi serta bakterimia polimikrobial dan
gangguan fungsi hati seperti ikterus atau hipoalbuminemia. Komplikasi yang
berakhir mortalitas terjadi pada keadaan sepsis abses subfrenik atau
subhepatik, ruptur abses ke rongga peritonium, ke pleura atau ke paru,
kegagalan hati, hemobilia, dan perdarahan dalam abses hati. Penyakit penyerta
yang menyebabkan mortalitas tinggi adalah DM, penyakit polikistik dan
sirosis hati. Mortalitas abses hati piogenik yang diobati dengan antibiotika
yang sesuai bakterial penyebab dan dilakukan drainase adalah 10-16 %.
Prognosis buruk apabila: terjadi umur di atas 70 tahun, abses multipel, infeksi
polimikroba,

adanya

hubungan

dengan

keganasan

atau

penyakit

immunosupresif, terjadinya sepsis, keterlambatan diagnosis dan pengobatan,


tidak dilakukan drainase terhadap abses, adanya ikterus, hipoalbuminemia,
efusi pleural atau adanya penyakit lain.1,2
3.12. Diferential Diagnosis 18
Differential Diagnosis
Hepatoma

Manifestasi Klinis
Merupakan tumor ganas hati primer.
Anamnesis: penurunan berat badan, nyeri perut kanan
atas, anoreksia, malaise, benjolan perut kanan atas.
Pemeriksaaan fisik : hepatomegali berbenjol-benjol,
stigmata penyakit hati kronik.
Laboratorium : peningkatan AFP, PIVKA II, alkali
fosatase
34

Kolesistitis akut

USG : lesi lokal/ difus di hati


Merupakan reaksi inflamasi kandung empedu akibat
infeksi bakterial akut yang disertai keluhan nyeri perut
kanan atas, nyeri tekan, dan panas badan.
Anamnesis : nyeri epigastrium atau perut kanan atas
yang dapat menjalar ke daerah scapula kanan, demam.
Pemeriksaan fisik : teraba massa kandung empedu,
nyeri tekan disertai tanda-tanda peritoitis lokal,
Murphy sign (+), ikterik biasanya menunjukkan
adanya batu di saluran empedu ekstrahepatik.
Laboratorium: leukositosis
USG : penebalan dining kandung empedu, sering
ditemukan pula sludge atau batu.

35

Anda mungkin juga menyukai